Christian Apri Wijaya 09/ 282139/ SP/ 23387 Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM Teori Komunikasi “Perspektif dalam Teori Komunikasi” I. Positivistik Pendekatan positivistik atau empiris adalah sebuah pendekatan yang mengasumsikan kehadiran realitas objektif dan penelitian bebas nilai. Pendekatan positivistik atau empiris mengasumsikan bahwa kebenaran obyektif dapat ditemukan dan bahwa proses penyelidikan yang menemukan kebenaran ini dapat, setidaknya sebagian, bebas nilai. Seorang peneliti empiris berusaha untuk menjadi objektif dan bekerja untuk kontrol atas konsep-konsep penting dalam teori. Ketika peneliti bergerak menuju rencana observasi, ia dengan hati-hati menyusun situasi sehingga hanya satu unsur yang berpengaruh. Seperti Leslie Baxter dan Dawn Braithwaite (2008) berobservasi, tugas peneliti dalam pendekatan empiris adalah “untuk menarik kesimpulan hipotesis yang dapat diuji dari sebuah teori” (p.7). Dalam kata lain, pendekatan positivistik bergerak melalui model teori-kemudian-penelitian. Positivisme Klasik Istilah positivisme coined oleh St. Simeon (Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy), dan posisi positivis klasik dikembangkan oleh Auguste Comte (1970), seorang filsuf Perancis yang berpendapat bahwa cabang-cabang pengetahuan harus melalui tiga langkah intelektual, “pernyataan teologis atau khayalan, pernyataan metafisika atau abstrak, dan pernyataan ilmiah atau positif. Dalam positivisme klasik, dasar dari pengetahuan harus ditemukan dalam fenomena empiris atau yang dapat diamati dan dipahami melalui logika formal yang diwujudkan dalam hukum ilmiah. Positivisme Logis: Lingkaran Wina Pergerakan positivis logis diwujudkan oleh sebuah kelompok ilmuwan yang bertemu selama 1920-an dan 1930-an dekat Wina, Austria. Yang dikenal sebagai Lingkaran Wina, yang terdiri dari Moritz Schlik, Rudolf Carnap, Otto Neurath, Herbert Feigl, Friedrich Waissmann, Kurt Godel, dan Victor Kraft. Kemudian anggota-anggota yang berpengaruh termasuk Hans Reichenbach, Carl Hempel, dan Alfred Ayer. Positivis logis dimulai oleh pembuatan sebuah perbedaan kritis antara ilmu pengetahuan dan metafisika melalui “prinsip kepastian makna”. Prinsip ini menyatakan bahwa “sebuah pernyataan dianggap secara harafiah bermakna jika dan hanya jika itu dapat diverifikasi secara analitis dan empiris (Ayer, 1960: 90). Penyataan analitis adalah pernyataan matematis dan logis yang dapat dilihat/ dipandang sebagai bermakna melalui force of reasoning. Atau dapat diverifikasi oleh indera. Pernyataan-pernyataan ilmiah dapat diverifikasi secara analitis atau empiris, dan semua penyataan-penyataan lain (yang dinamai oleh positivis logis sebagai pernyataan metafisika) adalah tidak bermakna. Setelah itu, positivis logis mengubah perhatian mereka kepada memberi penjelasan sintaks dan semantik dari bahasa ilmiah. Positivis logis juga membandingkan pertanyaan dari apa yang dianggap sebagai konfirmasi dan disconfirmation dari pernyataan-pernyataan dan teori-teori ilmiah. Pergerakan positivis logis adalah satu dari akuntansi untuk ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan sebagai positivis logis percaya itu maksudkan). II. Pospositivistik Tokoh-tokoh yang terkenal dengan perspektif post positivisme adalah Karl Popper, John Dewey, dan Nicholas Reacher. Posisi realis dan konstruksionis sosial menyumbang pada ontologi dari peneliti-peneliti pospositivis dalam disiplin komunikasi. Peneliti dalam tradisi pospostivis dapat dilihat/ dipandang sebagai realis karena mereka mendukung posisi bahwa fenomena ada terwujud dari persepsi kita dan teori-teori tentang mereka (Phillips,1987). Pospositivis konsisten dengan konstruksionis sosial terlihat dalam dua cara. Pertama, banyak pospositivis akan berargumen bahwa proses konstruksi sosial terjadi dalam cara-cara yang terpola secara keseluruhan yang setuju pada jenis penyelidikan ilmiah sosial yang dijalankan oleh pospositivis. Individu mempunyai kebebasan kemauan dan kreatifitas dalam cara-cara yang sering tepola dan dapat diprediksi. Kedua, banyak pospositivis akan berargumen bahwa konstruksi sosial secara rutin tereifikasi dan diperlakukan sebagai tujuan oleh pelaku-pelaku dalam dunia sosial. Ontologi pospositivis belum tentu kepercayaan dalam keras, berubah, dan dunia sosial tidak berubah tersirat dalam sikap realis ketat. Ontologi pospositivis mencakup keyakinan dalam keteraturan dan pola dalam interaksi kita dengan orang lain. Asumsi-asumsi tentang dasar pengetahuan sosial dan peran nilainilai dalam produksi pengetahuan sosial: a.pengetahuan dapat dengan terbaik diperoleh melalui pencarian untuk keteraturan dan hubungan kausal di antara komponen dunia sosial, b. keteraturan dan hubungan kausal dapat dengan terbaik ditemukan jika ada sebuah pemisahan lengkap antara investigator dan subjek investigasi, dan pemisahan ini dapat terjamin melalui penggunaan metode ilmiah. III. Interpretif Pendekatan interpretif adalah sebuah pendekatan yang memandang kebenaran sebagai subjektif dan menekankan partisipasi peneliti dalam proses penelitian. Kebenaran diciptakan dengan dukungan oleh partisipan, dengan peneliti secara jelas sebagai salah satu partisipan. Ada penitikberatan yang kurang pada objektivitas dalam pendekatan ini daripada dalam pendekatan empiris karena objektivitas yang lengkap kelihatan tidak mungkin. Ini tidak berarti bahwa penelitian dalam pendekatan ini harus mempercayakan secara total pada apa yang partisipan katakan dengan tidak ada penghakiman di luar oleh peneliti. Peneliti interpretif percaya bahwa nilai-nilai relevant dalam studi komunikasi dan peneliti-peneliti tersebut perlu untuk menjadi sadar akan nilai-nilai mereka sendiri dan untuk menyatakannya dengan jelas untuk pembaca-pembaca, karena nilainilai akan secara alami menyerap dalam penelitian. Bagi peneliti interpretif, teori adalah diinduksi terbaik dari pengamatan-pengamatan dan pengalaman-pengalaman peneliti berbagi dengan responden. Ini berarti bahwa pendekatan interpretif seperti model Reynold (2007) penelitiankemudian-teori. a.Hermeneutika menjelaskan bahwa fenomena khas yang muncul biasanya berupa bahasa. Hermeuneutika menunjukkan pentingnya teks dalam dunia sosial dan pada metode analisis yang menekankan keterhubungan pengaruh antara teks, pengarang, konteks, dan kalangan teorisi. b.Fenomenologi Prinsip/ Asumsi dasar fenomenologi: Pengetahuan tidak ditemukan dalam pengalaman eksternal tapi dalam kesadaran diri individu, arti/ makna didapatkan dari potensi sebuah objek atau pengalaman khusus dalam kehidupan seseorang, dan fenomenologis percaya bahwa dunia memberi pengalaman dan arti/ makna dikembangkan melalui bahasa. Simbolik Interaksionisme menjelaskan bahwa tanpa penyimbolan yang sama, tidak akan terjadi koordinasi. Konsep ini disusun untuk menyediakan gambaran kompleks dari pengaruh persepsi individu dan kondisi psikologis, komunikasi simbolik, serta nilai sosial dan keyakinan dalam sebuah konstruksi sosial masyarakat. IV. Kritis Pendekatan kritis adalah sebuah pendekatan yang menekankan tanggung jawab peneliti untuk mengubah ketidakadilan dalam status quo. Dalam pendekatan kritis, sebuah pemahaman dari pengetahuan berhubungan dengan kekuasaan. Seperti Art Bochner (1985) mencatatkan, pendekatan ini “berpendapat bahwa pengetahuan tidak bisa ada/ hadir tanpa ideologi”. Peneliti-peneliti kritis percaya bahwa pengetahuan mereka dalam kekuasaan dengan cara-cara yang bekerja untuk mengabadikan status quo. Orang-orang yang berkuasa bekerja/ berusaha menjaga diri mereka dalam kekuasaan, yang membutuhkan membungkam minoritas menyuarakan mempertanyakan distribusi kekuasaan dan kebenaran versi pemegang kekuasaan. Patricia Hill Collins (1991) berbicara dari pendekatan ini ketika dia berbicara bahwa “ketegangan antara penindasan dari ide-ide wanita Hitam dan aktivisme intelektual kita menghadapi penindasan itu, meliputi politik pemikiran feminis Black. Feminis hitam tidak hanya peneliti-peneliti yang nyaman berakar dalam pendekatan kritis Marxists dan feminis dari semua jenis, di antara lain, juga bekerja dari tradisi intelektual ini. Bagi peneliti-peneliti kritis, ini secara umum penting untuk mengubah status quo untuk menyelesaikan ketidakseimbangan kekuasaan dan memberi suara kepada yang dibungkam oleh struktur/ susunan kekuasaan. Beberapa teoritisi kritis berkomentar bahwa ketidakseimbangan kekuasaan mungkin tidak selalu menjadi hasil dari strategi yang disengaja pada bagian dari kekuasaan. Ideologi atau gambaran, konsep-konsep, bangunan-bangunan tersebut menyediakan kerangka berpikir melalui apa yang kita representasikan, interpretasikan, dan pahami dan membuat pengertian dari beberapa aspek social excitence, sering diproduksi/ dihasilkan dan direproduksi secara tak sengaja. Meskipun kekuasaan penuh tertarik dan tertanam dalam menjaga kekuasaan, mereka mungkin tidak sepenuhnya menyadari apa yang mereka kerjakan/ lakukan untuk membungkam suara-suara minoritas. Empiris Interpretif Kritis Tujuan Penjelasan dunia Pemeriksaan relativisme dunia Mengubah dunia Keterikatan peneliti Terpisah Terlibat Terlibat Aplikasi teori Untuk menyamaratakan/ menyimpulkan tentang banyak like cases Untuk illuminate the individual case Untuk mengkritik sebuah spesific set of case Referensi: Miller, Katherine. 2002. Communication Theories: Perspectives, Processes, and Context. Boston: McGraw Hill. West, Richard dan Lynn H. Turner. 2010. Introducing Communication Theory: Analysis and Aplication. Fourth Edition. Boston: McGraw Hill.