BAB II LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek (Brand ) Pada masa lalu, merek merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap konsumen, yang memberikan garansi keandalan dan kualitas. Merek juga membantu konsumen membeli secara efisien karena mempermudah proses pengambilan keputusan. Merek dianggap sesuai dengan kebutuhan dan memberikan kepuasaan akan diingat oleh konsumen sehingga ketika kategori produk tersebut dibutuhkan, maka dengan cepat diambil keputusan berdasarkan preferensi merek yang dimiliki. Merek yang kuat akan memberikan keunggulan dalam kebijakan harga sekaligus menjadi penghalang masuknya pesaing ke pasar sasaran kita. Dengan membeli merek yang sama, pelanggan berharap akan mendapatkan kualitas produk atau jasa yang sama. Merek membuat konsumen tidak lagi harus mempertimbangkan setiap produk ketika akan melakukan pembelian ulang. Perubahan Peran Merek PELANGGAN Kesediaan membayar lebih MEREK Mencerminkan gaya hidup atau serangkaian gagasan Perusahaan mengeksploitasi kebutuhan emosional untuk mendorong konsumsi Gambar 2.1 Perubahan Peran Merek Sumber : Tom Brannan, 2008, hal 4 5 Menurut Stanton dan Lamarto (Petra dan Anita, 2006, hal 27), Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Dengan demikian merek menjadi tanda pengenal penjual atau pembuat. Merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian yaitu : 1. Atribut : Merek mengingatkan atribut – atribut tertentu. 2. Manfaat : Atribut –atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai : Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. 4. Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5. Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Menurut Kevin Keller (Kotler, 2005, hal 82) ” Yang membedakan merek dari sesama komoditas tanpa merek adalah persepsi dan perasaaan pelanggan tentang atribut produk tersebut dan bagaimana kinerja produk tersebut, akhirnya merek tetap tinggal di benak konsumen”. Maka ada 3 pendekatan riset yang umumnya digunakan untuk mendapatkan makna merek : 1. Asosiasi kata : Orang dapat ditanyakan kata apa yang muncul dalam pikirannya ketika mereka mendengar nama merek tersebut. 6 2. Personifikasi merek : Orang – orang dapat diminta menggambarkan orang atau binatang seperti apa yang mereka pikirkan ketika merek itu disebutkan. 3. Perjenjangan ke atas untuk menemukan esensi merek : Yang berkaitan dengan tujuan yang lebih dalam dan lebih abstrak yang di coba untuk dipuaskan melalui merek tersebut. Merek dapat juga dibagi ke dalam pengertian lain (Petra dan Anita, 2006, hal 27) yaitu : 1. Brand Name (Nama Merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan. 2. Brand Mark (Tanda Merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak diucapkan seperti lambang, desain huruf dan warna khusus. 3. Trade Mark (Tanda Merek Dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewah. 4. Copyright (Hak Cipta) yang merupakan hak istemewah yang dilindungi oleh undang – undang untuk memproduksi, menerbitkan, menjual karya tulis, karya musik atau karya seni. 7 Berdasarkan definisi merek diatas dapat disimpulkan bahwa merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Ada 3 cara dalam membangun merek menurut Rangkuti (Petra dan Anita, 2006, hal 29) yaitu : 1. Memiliki Positioning yang tepat Merek dapat di penetapan posisi dengan berbagai cara misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek brand value (termaksud manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan. Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan, kondisi pasar dan pelanggan. 2. Memiliki Brand Value yang tepat Semakin tepat merek di positioningkan di benak pelanggan, merek tersebut akan semakin kompetitif. Brand value membentuk brand personality. Selain itu brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen. Brand value juga mencerminkan brand equity secara real dengan customer values - nya. 3. Memiliki konsep yang tepat Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Konsep yang baik adalah dapat mengkomunikasikan semua elemen – elemen brand value dan positioning yang tepat sehingga brand image dapat terus – menerus dapat ditingkatkan. 8 Ada tipologi merek menurut Susanto dan Wijanarko (Petra dan Anita, 2006, hal 30) yaitu : 111... Merek Fungsional (Functional Brands) : Merek yang berkaitan dengan manfaat fungsional sehingga sangat terkait dengan penafsiran yang dikaitkan dengan atribut – atribut fungsional. Ciri khas dalam mengelola merek ini adalah selalu memelihara superioritas. 222... Merek Citra (Image Brands) : Merek yang memberikan manfaat ekspresi diri (self expression benefit). Sebagai merek yang bertujuan untuk meningkatkan citra pemakainya, merek ini haruslah mempunyai keinginan. Ciri khas merek ini adalah kemewahan, kemegahan dan keagungan. 333... Merek Eksprensial (Experiential Brands) : Merek ini memberikan manfaat emosional. Kunci untuk mengelola merek ini adalah konsistensi dan kepuasaan. Peranan Merek dalam suatu perusahaan menurut Rangkuti (jurnal riset manajemen & bisnis oleh Petra dan Anita, volume 1, hal 31) yaitu : Merek merupakan sebuah nama atau simbol (seperti logo, merek dagang, desain kemasan, dll) yang dibuat untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya. Selain itu merek yang dipatenkan dapat membuat produk tersebut menjadi dilindungi dari upaya pemalsuan dan pembajakan. Merek yang memiliki asosiasi merek yang unik, nama yang unik, kemasan yang unik serta didukung oleh strategi distribusi dan iklan yang sesuai cenderung lebih cepat berhasil dibandingkan merek yang biasa – biasa saja. Dasar pemikirannya adalah memposisikan suatu produk ke tingkat yang lebih tinggi yaitu dari produk yang memiliki brand value yang kuat sehingga dapat mengurangi 9 ketergantungan produk tersebut berpengaruh pada harga saat pengambilan keputusan. Menurut Dr. Amin (2005, hal 48) bahwa ada 15 keunggulan pemasaran dari merek yang kuat yaitu : ••• Memperbaiki persepsi kinerja produk. ••• Loyalitas yang lebih tinggi. ••• Kurang rentang terhadap tindakan pemasaran kompetitif. ••• Margin yang lebih besar. ••• Kurang rentang terhadap krisis pemasaran. ••• Tanggapan konsumen yang lebih inelastic terhadap kenaikan harga. ••• Tanggapan konsumen yang lebih elastic terhadap penurunan harga. ••• Kerjasama perdagangan dan dukungan yang lebih tinggi. ••• Meningkatkan efektivitas komunikasi pemasaran. ••• Kemungkinan peluang licensing atau waralaba. ••• Peluang perluasan merek tambahan. ••• Mendorong motivasi internal dalam rangka memenuhi janji. ••• Powerful Brand sama dengan powerful company. ••• Jika perusahaan melakukan kesalahan dapat “dimaafkan” oleh konsumen. ••• Digunakan konsumen untuk menentukan keputusan. 10 2.1.2 Pengertian Kualitas Produk (Quality Product ) Adapun definisi kualitas (Didit, 2009) yaitu : 1. Scherkenbach : kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut. 2. Elliot : kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan. 3. Goetch dan Davis : kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan. 4. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia : kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria - kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu. Menurut Kotler (Didit, 2009) menilai bahwa tawaran perusahaan ke pasar dapat beragam bentuknya. Meski kebanyakan didominasi hanya oleh dua bentuk utama, yaitu berupa barang atau jasa, namun sering terdapat lebih banyak perpaduan keduanya. 11 Bauran barang jasa ini mengakibatkan sulit untuk menggeneralisasi ke masingmasing bentuknya. Menurut Kotler, tawaran dapat dibedakan menjadi lima kategori: 1. Barang berwujud murni merupakan tawaran yang hanya terdiri dari barang berwujud, seperti shampoo, sabun mandi, pasta gigi, rokok, dll. Tidak ada jasa yang menyertai produk itu. Umumnya pada setelah pasca pembelian produk, maka tidak ada layanan selanjutnya. 2. Barang berwujud yang disertai layanan. Tawaran pada kelompok ini seperti dicontohkan pada produk mobil atau sepeda motor sebagai barang berwujud yang disertai dengan satu atau beberapa layanan purna jual mobil atau motor seperti perawatan rutin atau garansi perbaikan mesin. 3. Bentuk campuran merupakan tawaran yang terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misalnya tawaran pada rumah makan, dimana orang akan memperoleh barang berwujud seperti makanan atau minuman, namun proses pembuatannya merupakan hasil proses jasa. Demikian juga halnya terjadi pada layanan di rumah sakit. Pasien yang berobat ke rumah sakit akan memperoleh obat berwujud fisik setelah mereka memperoleh perawatan atau pemeriksaan dari dokter atau perawat. 4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan merupakan tawaran yang terdiri dari satu jasa utama disertai jasa tambahan dan/atau barang pendukung. Bentuk tawaran ini dicontohkan pada jasa transportasi. Bila kita melihat kereta api, sebenarnya penumpang mencari jasa perpindahan tempat, kereta api sebenarnya hanya sebagai pendukung saja. Industri pendidikan juga merupakan salah satu dari 12 contoh bentuk campuran jasa dan barang. Konsumen menginginkan proses belajar mengajar dan kelulusan merupakan hasil akhir dari proses pendidikan. Gedung, kelas, hingga buku-buku pelajaran hanya sebagai sarana pendukung, sedangkan jasa pengajar dan kualitas layanan dari karyawan lebih utama dibandingkan hal-hal tersebut. 5. Jasa murni merupakan tawaran yang hanya terdiri dari jasa. Keterlibatan barang tidak ada, kalaupun ada perannya sangat tidak penting. Jasa yang diberikan benar-benar berasal dari tindakan seseorang, dan alat pendukungnya dapat disediakan oleh konsumennya. Contohnya mencakup jasa menjaga bayi, tukar pijat, tukang pukul hingga paranormal. Prof. David Garvin (Hardipurba, 2008) memberikan pemikiran gemilang mengenai mutu suatu produk dengan ringkas dan mudah dipahami. Ketika para tokoh manajemen kualitas “berbeda” pemahaman dalam mendefinisikan “kualitas” itu sendiri, ilmuwan yang banyak mempelajari bidang bisnis dan manajemen proses ini mempublikasikan gagasannya mengenai “definisi kualitas” yang tergolong sempurna. Ya, alangkah puasnya konsumen membeli atau memakai suatu produk dengan jaminan menulis buku Managing Quality: The Strategic and Competitive Edge ini memberikan dimensi yang luas dan menjadi tantangan besar bagi praktisi pengembangan produk. Produk yang berkualitas tidak lagi cukup dengan hanya memiliki performa, reliability, durability serta fitur yang bagus. Masih ada “celah” yang memungkinkan konsumen kecewa apabila hanya unsur-unsur klasik di atas yang terpenuhi. Garvin banyak melakukan riset di bidang manajemen umum dan strategi perubahan ini meraih Ph.D dari universitas ternama di AS, Massachusetts 13 Institute of Technology (MIT) tahun 1979. Delapan Dimensi Kualitas Garvin memberikan pelajaran dan gagasan berharga bagi para produsen khusunya bagian pengembangan produk dengan cakupan yang lengkap dan luas. Produk yang diinginkan konsumen dan memenuhi kualitas yang mereka harapkan adalah ketika semua unsur pengembangan produk diterapkan secara maksimal. Garvin menguraikan dimensi untuk kualitas produk berbentuk barang berwujud dan menyatakan ada delapan dimensi untuk menentukan kualitas pada produk (Didit, 2008), yaitu : 1. Performance / kinerja, yaitu karakteristik kinerja utama produk. 2. Feature / fitur, yaitu aspek sekunder dari kinerja atau kinerja tambahan dari suatu produk. 3. Reliability / keandalan, yaitu kemungkinan produk malfungsi, atau tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk / jasa dapat dipercaya dalam menjalankan fungsinya. 4. Conformance / kesesuaian, yaitu kesesuaian atau cocok dengan keinginan / kebutuhan konsumen. 5. Durability / daya tahan, yaitu daya tahan produk / masa hidup produk baik secara ekonomis maupun teknis 6. Serviceability / kepelayanan, yaitu kecepatan, kesopanan, kompetensi, mudah diperbaiki. 7. AesTehtics / keindahan, yaitu keindahan produk, dalam desain, rasa, suara atau bau dari produk, dan ini bersifat subjektif. 8. Perceived Quality / kualitas yang dipersepsi, yaitu kualitas dalam pandangan pelanggan/konsumen. 14 2.1.3 Pengertian Penetapan Posisi (Positioning) Ries dan Trout menegaskan ”Positioning is not what you do to a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect”. Jadi intinya Positioning bukan yang sesuatu anda lakukan terhadap produk tetapi sesuatu yang anda lakukan terhadap otak calon pelanggan (Ries dan Trout, 2002, hal 3). Menurut Ries dan Trout (Christina, 2006, hal 130), kedudukan istemewah tersebut dimiliki oleh merek yang memiliki posisi yang tepat dan mengatakan bahwa perang pemasaran adalah perang untuk perebutan sejengkal ruang di benak pelanggan. Hampir sama dengan Ries dan Trout, Kotler mengatakan bahwa pengambilan posisi tidak lain adalah segala upaya untuk mendesain produk dan merek kita agar dapat menempati sebuah posisi yang unik di benak pelanggan. Sedangkan menurut Kertajaya membangun posisi tidak lain adalah soal bagaimana mencari kepercayaan. Positioning dapat dibaratkan sebagai suatu sifat inti merek yang kita yakini dapat membedakan merek kita dengan yang lain di pasar. Juga, yang mendorong seseorang memilih merek kita. Inilah yang kita ingin dari orang lain pikirkan, rasakan dan percaya tentang merek kita. Tanpa positioning yang jelas, tidak akan terjadi integrasi yang sesungguhnya Positioning adalah cara yang dilakukan oleh marketer untuk membangun citra atau identitas di benak konsumen untuk produk, merk atau lembaga tertentu. Positioning adalah membangun persepsi relatif satu produk dibanding produk lain. Karena penikmat produk adalah pasar, maka yang perlu dibangun adalah persepsi pasar. Reposisi produk sangat ditentukan dari sudut pandang mana konsumen melihat citra produk kita, apabila kita menerapkan family branding dalam mengembangkan produk, maka keseluruhan citra perusahaan akan sangat mempengaruhi citra produk. Komunikasi efektif dihasilkan dari pemikiran 15 terstruktur yang dikombinasikan dengan wawasan dan pengetahuan mendalam tentang kebutuhan, aspirasi dan perilaku pelanggan sasaran. Jika kita tidak memiliki hal itu, maka integrasi hanya sebatas teori belaka karena komunikasi kita bergerak tanpa target yang jelas. Suka atau tidak produk, jasa, merek dan bahkan perusahaan harus melalui kegiatan dan perilaku perusahaan karena itu akan membangkitkan image dalam ingatan pelanggan yang disertai harapan – harapan pelanggan. Beberapa kriteria tertentu dibawah ini dapat menjadi panduan dalam memposisikan merek yaitu (Christina, 2006, hal 135) : Pertama, Posisi merek itu harus menonjol di mata pelanggan. Tidak ada manfaatnya memposisikan merek berdasarkan sesuatu yang tidak digunakan pelanggan sebagai indikator kualitas. Kedua, Posisi merek harus didasarkan pada kekuatan merek yang sebenarnya. Bila pesan yang disampaikan menjanjikan sesuatu yang tidak dapat diberikan, konsumen tidak akan berminat membeli produk itu lagi. Bahkan mungkin produk tersebut mendapat citra negatif. Bagi perusahaan jasa menjanjikan bahwa mereka lebih cepat, lebih ramah dan lebih efisien adalah hal yang mudah namun tidak mudah dalam realisasinya. Ketiga, Posisi merek harus mencerminkan keunggulan kompetitif. Tidak ada gunanya memposisikan merek sama dengan posisi pesaing. Tanpa adanya perbedaan yang diperoleh konsumen, terdapat resiko bahwa semua produk akan dipandang sama dan pembelian pun akan dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan harga. 16 Keempat, Posisi merek harus dapat dikomunikasikan dengan cara yang jelas dan memotivasi mengandalkan pasar. penggunaan Bila posisinya perluasan terlalu merek, kompleks konsumen tidak atau akan menangkap pesan yang disampaikan. Penetapan posisi menurut Ries dan Trout (Kotler, 2005, hal 82), bahwa pesaing memiliki 3 pilihan strategi penetapan posisi yaitu : 1. Memperkuat posisi dirinya saat di benak konsumen. 2. Mencari dan merebut posisi baru yang belum ditempati. 3. Dengan melakukan repositioning dan depositioning Re-positioning merupakan kegiatan yang melibatkan penggantian identitas produk , jalinan kompetitor yang ada dan mengubah citra yang ada di benak konsumen. De-positioning merupakan kegiatan untuk mengganti jalinan kompetitor, tujuannya adalah untuk mengganti segmen pasar dan kegiatan ini mengharuskan pemilik merk untuk mengubah citra produk yang ada di benak konsumen. Ada tiga tipe konsep positioning (Antonius, 2008) : 1. Functional positions Pemecahan masalah Menyediakan manfaat bagi konsumen 17 Memperoleh persepsi yang menyenangkan dari investor 2. Symbolic positions Peningkatan citra diri Identifikasi diri Rasa ikut memiliki dan tingkat penghargaan lingkungan terhadap perusahaan Membangun pengaruh yang cukup kuat dalam segmen pasar tertentu 3. Experiential positions Mampu menstimulasi sensor motorik Mampu menstimulasi sensor kognitif Positioning berdasarkan atribut, ciri – ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning), yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk dengan atribut tertentu, karakteristik khusus, atau dengan manfaat bagi pelanggan. Maka ada 7 strategi penetapan posisi (Kotler, 2005, hal 344) yaitu : 1. Positioning berdasar atribut adalah Perusahaan memposisikan diri menurut atribut seperti ukuran dan lama keberadaannya. 2. Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning) adalah Produk diposisikan sebagai pemimpin berdasar manfaat tertentu. 18 3. Positioning yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (use/ application positioning) adalah Memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan atau penerapan. 4. Positioning berdasarkan pemakai produk (user positioning) adalah Memposisikan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai. 5. Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning), yaitu Produk memposisikan diri sebagai lebih baik daripada pesaing tertentu. 6. Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning) adalah Produk diposisikan sebagai pemimpin pada kategori poduk tertentu. 7. Positioning berdasarkan harga dan kualitas (price and quality positioning) adalah Positioning yang berusaha menciptakan kesan / citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau menekankan harga murah sebagai indikator nilai. Secara umum perusahaan harus menghindari 4 kesalahan utama dalam penetapan posisi (Kotler, 2005, hal 342) yaitu : 1. Penetapan posisi yang kurang (underpositioning) adalah beberapa perusahaan menyadari bahwa pembeli hanya memiliki gagasan yang samar tentang merek tertentu. 2. Penetapan posisi yang berlebihan (overpositioning) adalah pembeli mungkin memiliki citra yang terlalu sempit terhadap merek tertentu. 3. Penetapan posisi yang membingungkan (confused positioning) adalah pembeli mungkin memiliki citra yang membingungkan tentang merek tertentu karena perusahaan terlalu banyak membuat banyak pengakuan atau terlalu sering mengubah posisi merek itu. 19 4. Penetapan posisi yang meragukan (doubful positioning) adalah pembeli mungkin sukar mempercayai pengakuan dari merek tertentu berkenaan dengan harga, fitur atau perusahaan pembuat produk itu. Ada 10 ciri – ciri positioning yang lebih luas untuk dapat menentukan kekuatan daya saing menurut Ogilvy dan Mather yaitu : 1. Strategis : Positioning harus bersifat strategis bukan hanya untuk solusi jangka pendek atau untuk tujuan periklanan. 2. Tulus Iklas : Ternyata tidak mudah memindahkan satu positioning secara akurat dalam rangka mengefektifkan biaya karena banyaknya persaingan yang menyerang target pasar kita. Di lain pihak, untuk menggabungkan berbagai masalah untuk membangun positioning yang multi aspek akan sangat mahal dan berbahaya. 3. Menuntun pelanggan : Sifat positioning ini lebih banyak diterapkan pada pasar bisnis dan produk berteknologi tinggi. 4. Dapat disampaikan : Kita harus mampu memberikan alasan produk secara rasional atau minimal mendekati rasional, sebelum produk dilempar ke pasar. 5. Berlapang dada : Multi produk atau merek perusahaan memiliki perbedaan yang cukup signifikant dengan produk atau jasa tunggal. 6. Berada di atas : Sifat positioning ini sangat erat dengan hierarki tenaga pendukung di pasar. 7. Khusus : Kita perlu mencari positioning yang berbeda dari para pesaing. 20 8. Berkelanjutan : Positioning bukan hanya bersifat sementara tetapi berkelanjutan sepanjang waktu. 9. Menggerakkan : Positioning harus bisa memotivasi para pelanggan potensial agar lebih menyukai merek kita ketimbang merek pesaing. 10. Katalisator : Jika positioning tidak bisa memainkan peranannya sebagai katalisator maka kampanye yang cenderung dipaksakan akan berbahaya yakni terbukanya rahasia yang selama ini terjaga dengan baik. 2.1.3.1 Strategy Product Positioning Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang positioning merupakan ujian yang berat bagi seorang marketer. Keberhasilan satu positioning biasanya berakar pada berapa lama produk tersebut mempunyai keunggulan bersaing. Adapun tiga indikator dari penetapan posisi produk (Rhenald, 1998, hal 523 – 532) yaitu : 1. Atribut Produk adalah Sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung dalam suatu produk dan yang nantinya akan menjadi penentu serta pertimbangan konsumen untuk menyenangi dan kemudian membeli produk tersebut. 2. Media Iklan adalah cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan untuk membangun preferensi merek. 3. Persepsi Konsumen adalah anggapan konsumen akan suatu produk. 21 Beberapa hal mendasar dalam membangun strategi positioning satu produk antara lain (Antonius, 2008) : • Positioning pada fitur spesifikasi produk • Positioning pada spesifikasi penggunaan produk • Positioning pada frekuensi penggunaan produk • Positioning pada alasan mengapa memilih produk tersebut dibanding pesaing • Positioning melawan produk pesaing • Positioning dengan melakukan pemisahan kelas produk • Positioning dengan menggunakan simbol budaya/kultur Adapun proses positioning produk yang melibatkan : • Mendefinisikan ke segmen pasar mana produk tersebut akan disaingkan • Mengidentifikasikan dimensi atribut dan kemasan untuk menentukan seberapa besar pasar • Mengumpulkan informasi dari konsumen tentang persepsi mereka tehadap produk dan produk pesaing • Mengukur seberapa jauh persepsi konsumen terhadap produk • Mengukur seberapa besar pasar produk pesaing • Mengukur kombinasi target pasar untuk menentukan variabel marketing dalam melakukan marketing mix • Menguji ketepatan antara Daya saing produk kita dengan produk pesaing 22 Posisi produk kita dalam persaingan Posisi vektor idela dalam marketing mix • Positioning produk Proses positioning untuk barang dan jasa sama saja, meskipun jasa tidak memiliki ujud fisik, namun prosesnya sama. Hanya saja karena jasa tidak memiliki visualisasi yang jelas, maka sebelum membangun positioning, kita harus bertanya kepada konsumen nilai tambah apa yang mereka inginkan dari layanan kita, mengapa mereka akan memilih jasa orang lain dibanding jasa kita ? dan apakah ada karakteristik khusus yang membedakan layanan kita dibanding perusahaan lain ? Menuliskan nilai pembeda dari sudut pandang konsumen merupakan tahap awal proses positioning kita. Ujikan kepada orang yang belum mengenal apa yang kita lakukan dan apa yang kita jual, kemudian perhatikan ekspresi wajah mereka dan bagaimana mereka merespon kita. Pada saat mereka ingin tahu lebih banyak tentang produk kita karena mereka tertarik dengan prolog kita, maka kita sudah berada di jalur yang tepat. 2.1.4 Pengertian Identitas Merek Identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik, yang diciptakan oleh para penyusun strategi merek. Asosiasi – asosiasi ini mencerminkan kedudukan suatu merek dan merupakan janji kepada para pelanggan yang diberikan oleh anggota organisasi. Identitas merek akan membantu memantapkan hubungan antara merek dan pelanggan melalui proporsi nilai yang melibatkan manfaat 23 fungsional, manfaat emosional, atau ekspresi diri. Merek paling mudah dikenali dari identitas fisiknya yang terbentuk visual seperti nama merek, by line, tag line, penyajian grafis merek maupun penyajian dalam bentuk audio seperti jingle. Berikut adalah berbagai aspek yang berkaitan dengan identitas fisik merek (Tom Branna, 2008, hal 80) : Word marks Device marks Trade Dress • Name • By Line • Tag line Penyajian Grafis Gambar 2.2 Identitas Fisik Merek Sumber : Tom Brannan, 2008, hal 81 1. Nama Merek : Unsur identitas yang paling mudah dikenali. Sebuah merek yang mapan dapat pula menciptakan anak nama (subname) yang dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan model baru dengan atribut – atribut khusus. Pemilihan nama harus melalui proses yang sistematis yang terkait dengan berbagai elemen pemasaran. Menurut Knahal (Tom Brannan, 2008, hal 81) nama merek merupakan ekspresi pertama yang akan menjadi simbol suara yang unik, yang bergema dalam pikiran dan hati konsumen. Nama yang efektif mendorong proses pembangunan nilai dan memperkuat nilai merek. Nama merek yang efektif mendorong proses pembangunan nilai dan memperkuat nilai merek. Nama yang efektif juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kesan pertama pada 24 merek dengan posisi yang khusus. Beberapa pertimbangan dalam penciptaan nama adalah struktur, bahasa, simbolisme (arti yang melekat), asosiasi yang terakumulasi pada kata tersebut, arti intrinsik (asal kata) dan fonetik. Idealnya nama merek harus menangkap esensi merek dan dapat digunakan pada semua target pasar. Nama merek harus enak didengar, mudah diingat dan mengarahkan asosiasi konsumen tentang manfaat dan posisi merek. Beberapa kriteria untuk mengembangkan nama yang efektif adalah sebagai berikut : Ketersediaan : Memastikan bahwa nama tersebut dapat digunakan untuk suatu jenis produk tertentu serta tidak mempunyai masalah legalitas di semua wilayah pasar sasaran. Perlindungan : Memastikan bahwa merek dapat dilindungi dari aspek legalitas di semua wilayah pemasaran. Penerimaan : Memastikan bahwa nama tersebut dapat diterima dan tidak menimbulkan penafsiran ganda yang dapat merugikan di semua budaya dan bahasa tempat merek tersebut akan dipasarkan. Keunikan : Merek harus mencerminkan keunikan sehingga menunjukkan diferensiasi dan mudah diingat, terutama ingatan yang berkaitan dengan asosiasi konsumen terhadap atribut utama yang ingin ditonjolkan. Menarik dan Bermakna : Nama yang dipilih haruslah menarik, penuh makna dan emosional. Kredibilitas : Pemilihan nama harus mencerminkan manfaat atau asosiasi produk yang dapat dipercaya. 25 Mudah dibaca : Nama harus mudah diucapkan, enak didengar, dan mudah dieja. Mudah direproduksi : Nama harus memiliki fleksibilitas dalam mengikuti perubahan budaya dan peraturan bisnis untuk satu dekade. Kesesuaian dengan simbol, slogan dan asosiasi yang diinginkan : Bersama – sama dengan informasi lain, nama harus dapat mendukung simbol, selaras dengan slogan, menunjukkan asosiasi yang diinginkan, tidak mengarah kepada asosiasi yang tidak diinginkan serta memiliki daya pembeda sehingga konsumen tidak dibingungkan dengan nama merek yang dimiliki pesaing. 2. By Line adalah Uraian merek, yang menyertai nama merek dan biasanya tertera di bawah nama merek untuk menggambarkan secara jelas bisnis yang digeluti. By line dapat mengkomunikasikan kepada konsumen dan calon konsumen agar mereka menempatkan produk atau jasa merek tersebut dalam benak mereka. 3. Tag Line adalah Lini ekspresif yang digunakan untuk mengklarifikasikan atau mendramatisirkan manfaat – manfaat emosional dan fungsional merek bagi konsumen dan calon konsumen. Tag line menyampaikan kepada konsumen apa yang akan mereka rasakan bila menggunakan merek tersebut. 26 4. Penyajian Grafis Merek sebuah merek memegang peranan penting dalam pembentukan identitas merek. Jadi, penyajian grafis merek adalah menaruh kepribadian merek dan sejumlah pesan ke dalam sebuah ruang yang terbatas serta menyajikan merek dan logo menjadi bahasa yang menembus batas wilayah geografis, bahasa dan budaya. Merek dagang yang digunakan para pemasar untuk menjajakan produk atau jasa mereka dari para pesaing memiliki 2 kategori utama yaitu : word marks, yang dianggap sebagai merek dagang dan device marks yang sering disebut logo. Kebanyakan merek dagang yang terkenal di dunia merupakan gabung word marks yang ditujukan dalam bentuk grafik khusus. Selain melalui, sebuah merek dikenal melalui pesan dan cara produk tersebut dikemas dan disajikan kepada konsumen yang disebut trade dress. Melalui komunikasi yang intensif suatu produk khusus dapat menarik perhatian dan mudah dikenali oleh konsumen. Trade Dress acapkali mempunyai fungsi yang sama seperti merek dagang yaitu diferensiasi produk dan jasa di pasar yang dapat disertai dengan perlindungan hukum. Merek dagang, logo dan trade dress mengidentifikasikan suatu produk, jasa atau organisasi sebagai pembeda terhadap pesaingnya, menyatakan nilai dan kualitas serta yang terpenting berfungsi hak milik legal. Kriteria untuk mengembangkan penyajian grafis yang efektif mencakup hal – hal sebagai berikut : Kemampuan Proteksi : Penyajian Grafis harus mempunyai aspek proteksi, terutama dari sisi legal. 27 (Accetability) Penerimaan : Bentuk dan warna harus dipertimbangkan sehingga dapat diterima diberbagai budaya. Keunikan : Untuk meminimalkan asosiasi – asosiasi yang sudah ada mengurangi kerumitan dan memudahkan mengingat. Menyatu (Compability) : Penyajian grafis harus dapat menyatu dengan informasi – informasi lain yang terkait. Fleksibilitas : Penyajian grafis harus di tempatkan diberbagai media. Mudah dikenal : Bentuk penyajian grafis harus akrab dalam berbagai budaya. Abadi : Harus abadi dalam gaya dan tidak terjebak mengikuti trend sesaat. Ringkas : Penyajian grafis harus ringkas dalam semua media yaitu kemasan, media cetak, media elektronik, dan sebagainya. 2.1.5 Pengertian Citra Merek (Brand Image ) Dalam dinamika pasar yang penuh persaingan, citra merek mempunyai peran yang sangat penting karena membedakan suatu perusahaan atau produk dengan yang lain. Produk mudah sekali ditiru tetapi merek, khususnya citra merek yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada serta meminta mereka membayar dengan harga yang tinggi. 28 Lantas apa bedanya citra merek dan identitas merek ? ” Identitas merek adalah apa yang disodorkan oleh pemasar, sedangkan Citra merek adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen ” (Tom Brannan, 2008, hal 80). Identitas merupakan pendahuluan dari citra. Identitas merek bersama dengan sumber – sumber informasi yang lain dikirimkan kepada konsumen melalui media komunikasi. Informasi ini diperlakukan sebagai stimulus dan dicerap oleh indera, lalu ditafsirkan oleh konsumen. Proses penafsirannya dilakukan dengan membuat asosiasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kemudian mengartikannya. Proses inilah yang disebut sebagai persepsi. Berdasarkan persepsi konsumen inilah citra merek terbentuk. Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat dan sikap. Atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk misalnya desain, warna, ukuran dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai dan citra penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman (Nedi, 2008). Kottler mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Kotler juga menambahkan bahwa citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat. 29 Selain itu citra juga merupakan persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah untuk membentuk citra, sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain, munculah posisi merek. Pada dasarnya sama dengan proses persepsi karena citra terbentuk dari persepsi yang telah terbentuk lama. Setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap keterlibatan konsumen. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori. Ada tiga indikator dari citra merek (Nedi, 2008) yaitu : 1. Citra Perusahaan (Corporation Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan. 2. Citra Konsumen (User Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya. 3. Citra Produk (Product Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk, meliputi : Artibut produk adalah Sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung dalam suatu produk dan yang nantinya akan menjadi penentu serta pertimbangan konsumen untuk menyenangi dan kemudian membeli produk tersebut. 30 Manfaat bagi konsumen adalah Nilai yang diterima konsumen setelah konsumen menggunakan produk. Penggunanya adalah Pengalaman langsung dari konsumen yang pernah memakai atau mencoba produk tersebut. Jaminan adalah Suatu produk yang menjanjikan kepada konsumen bahwa produk tersebut tidak merugikan konsumen Banyak perusahaan yang belum menyadari bahwa membangun brand image dengan komunikasi pemasaran tidak sebatas lewat iklan dan promosi saja. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah : • Desain kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan. • Event, Promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the line lainnya. • Iklan tidak langsung yaitu yang bersifat public relations. • Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan. • Customer Services, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi. Bagaimana karyawan yang bekerja di lini depan/front liners (apakah itu bagian penjualan, kasir, resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan. Jenis tipe komunikasi dalam daftar di atas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat dikontrol/dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan - kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaan, misalnya komunikasi oleh 31 konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya berita kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand (yang diwakili oleh banyak hal, termasuk front liners di perusahaan). Word-of-mouth communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif, dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Komplikasinya ditambah dengan keberadaan Internet. Kecepatan penyebaran berita bahkan bisa berlipat-lipat. Mereka bisa menuliskan pengalaman berinteraksi dengan brand dari sudut perspektif mana saja, tanpa bisa diatur-atur seperti halnya berhubungan dengan tradisional media. Jadi, pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpuasan konsumen sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. Sutisna dan Prawita, 2001 (Nedi, 2008) , menjelaskan bahwa manfaat citra merek adalah sebagai berikut : 1. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan pembelian. 2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama. 3. Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika citra produk yang telah ada positif. Faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut : 1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. 32 2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi. 3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya, 5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen. 6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang. 7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu. 33 2.2 Kerangka Pemikiran Analisis Deskriptif Kualitas Produk, Indikatornya : PT. Gala Indah Makmur Kinerja Fitur Keandalan Kesesuaian Daya Tahan Pelayanan Keindahan Kualitas yang dipersepsikan Importance Performance Analysis Korelasi Kendall Citra Merek, indikatornya : Atribut produk Manfaat bagi konsumen PengunaanNya Jaminan Penetapan Posisi Produk, indikatornya : Atribut Produk Media iklan Persepsi Konsumen Korelasi Kendall Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif 34 2.3 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara tentang rumusan masalah penelitian yang belum dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dinyatakan dengan kalimat pernyataan dan bukan kalimat pertanyaan. Dalam hipotesis yang menggunakan sample, menggunakan kata sample dan hipotesisnya menggunakan kata signifikant yaitu ”Ada hubungan yang signifikant antara Kualitas Produk dan Penetapan Posisi Produk terhadap Citra Merek”. 35