BAB II ISI

advertisement
BAB II
ISI
2.1.
Definisi1
Anestesi inhalasi adalah salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi.
2.2.
Mekanisme kerja anestesi inhalasi2
Pemberian anestesi inhalasi melalui pernafasan menuju organ
sasaran yang jauh merupaan suatu hal yang unik dalam dunia
anestesiologi. Sesuai dengan gambar berikut, terdapat beberapa langkah
yang diperlukan zat anestetik inhalasi mulai dari vaporisasi di mesin
anestesi hingga terdeposisi di jaringan otak.
Gambar 1. Langkah penerimaan zat anestetik inhalasi2
1
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi inspratori (Fi)
Gas segar yang keluar dari mesin anestesia bercampur dengan
gas di sirkuit pernapasan sebelum dihirup oleh pasien. Oleh karena
itu, pasien tidak serta-merta mendapatkan konsentrasi yang sesuai
dengan pengaturan di vaporiser. Komposisi aktual campuran gas yang
diinspirasi dipengaruhi oleh laju aliran gas segar, volume dalam
sirkuit pernapasan, dan absorpsi mesin anestesia. Agen inhalasi yang
terhirup akan semakin dekat dengan konsentrasi yang keluar dari
mesin anestesia apabila laju aliran gas segar tinggi, volume sirkuit
napas sedikit, dan absorpsi mesin rendah. Secara klinis, atribut-atribut
demikian ditampilkan sebagai kecepatan induksi dan pemulihan
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi alveolar (Fa)
Ambilan gas oleh alveolus ditentukan oleh sifat fisiknya, :

Ambilan oleh paru
Jika tidak ada ambilan (uptake) zat anestetik oleh tubuh,
konsentrasi alveolar (FA) akan segera mencapai konsentrasi
inspiratori (FI). Karena agen inhalasi diambil oleh sirkulasi
pulmoner selama induksi, konsentrasi alveolar berkisar di bawah
konsentrasi inspiratori (FA/FI < 1). Semakin besar ambilan,
semakin lambat peningkatan konsentrasi alveolar dan semakin
rendah pula rasio FA:FI.
Karena konsentrasi suatu gas sebanding dengan tekanan
parsialnya, maka tekanan parsial gas anestetik di alveolus juga
lambat peningkatannya. Tekanan parsial alveolar ini penting
karena turut menentukan tekanan parsial agen anestetik tersebut di
darah dan lebih lanjut di otak. Kembali lagi, tekanan parsial gas
anestetik di otak secara langsung memengaruhi konsentrasi zat di
jaringan otak, yang menentukan efek klinis pada pasien. Jadi,
semakin besar ambilan agen anestetik, semakin besar pula
2
perbedaan
antara
konsentrasi
alveolar
dengan
konsentrasi
inspiratori, dan semakin lambat kecepatan induksi.
Terdapat tiga hal yang dapat memengaruhi ambilan
anestetik: solubilitas dalam darah, aliran darah alveolar, dan
perbedaan tekanan parsial antara udara alveolar dan darah vena.
Zat yang insolubel seperti nitrous oksida diambil oleh darah
lebih lambat daripada zat yang solubel seperti halotan. Akibatnya,
konsentrasi alveolar nitrous oksida meningkat lebih cepat daripada
halotan, dan induksinya lebih cepat. Solubilitas relatif dari
anestetik dalam udara, darah, dan jaringan diekspresikan dalam
koefisien partisi, seperti tampak pada tabel di atas. Masing-masing
koefisien adalah rasio konsentrasi gas anestetik di dua medium saat
terjadi kesetimbangan.
Tabel 1. Koefisien parsial anestetik inhalasi pada 37°C
Anestetik
Darah/Udara Otak/Darah Otot/Darah Lemak/Darah
Nitrous
0.47
1.1
1.2
2.3
Halotan
2.4
2.9
3.5
60
Isofluran
1.4
2.6
4.0
45
Desfluran
0.42
1.3
2.0
27
Sevofluran 0.65
1.7
3.1
48
oksida
Faktor lain yang ikut memengaruhi ambilan adalah aliran
darah alveolar, yang kurang lebih sama dengan curah jantung.
Seiring dengan meningkatnya curah jantung, ambilan anestetik
turut meningkat, dan peningkatan tekanan parsial alveolar semakin
melambat, dan induksi menjadi lebih lambat. Pengaruh mengubah
3
curah jantung kurang bermakna untuk anestetik insolubel,
mengingat yang dapat terdifusi ke darah alveolar memang sedikit,
baik aliran darah di sana lebih deras ataupun lebih tenang. Keadaan
curah jantung yang sedikit merupakan berisiko mengakibatkan
overdosis dengan anestetik sobulel, karena peningkatan konsentrasi
alveolar yang terlalu cepat. Bahkan halotan, yang mempunyai efek
depresi myokardial, apabila kadar alveolarnya lebih dari yang
diharapkan akan semakin menurunkan curah jantung dan
menciptakan umpan balik positif yang membahayakan pasien.
Satu faktor lagi yang memengaruhi ambilan anestetik oleh
sirkulasi pulmoner adalah perbedaan tekanan parsial antara gas
alveolar dan darah vena. Gradien ini bergantung pada ambilan oleh
jaringan. Transfer anestetik dari darah ke jaringan ditentukan oleh
tiga faktor yang analog dengan ambilan sistemik, yakni solubilitas
agen di jaringan (koefisien partisi jaringan/darah seperti pada tabel
halaman sebelumnya), aliran darah jaringan, dan perbedaan
tekanan parsial antara darah arterial dengan jaringan.
Jaringan
dapat
digolongkan
menjadi
empat
grup
berdasarkan perfusi dan solubili-tasnya. Grup tinggi vaskularisasi
(otak, jantung, liver, ginjal, dan organ endokrin) adalah yang
pertama mengambil anestetik dalam jumlah yang signifikan. Grup
otot (kulit dan otot) tidak mempunyai perfusi sebaik grup yang
pertama, sehingga ambilannya lebih pelan. Kapasitasnya pun lebih
besar; ambilan oleh grup kedua ini berlangsung dalam beberapa
jam. Berlanjut ke grup berikutnya, perfusi di grup lemak kurang
lebih sama dengan grup otot; tetapi solubilitas anestetik pada grup
lemak yang luar biasa sekaligus volume jaringan yang relatif besar
menghasilkan kapasitas total yang memerlukan beberapa hari
untuk diisi. Grup terakhir beranggotakan jaringan perfusi minimal
dengan vaskularisasi rendah (tulang, ligamen, gigi, rambut, dan
4
kartilago) hampir tidak memberi kontribusi terhadap ambilan
anestetik.
Tabel 2. Klasifikasi jaringan berdasarkan perfusi dan solubilitas
Karakteristik
Vessel
Otot
Lemak
Rich
Vessel
Poor
Persentase berat badan 10
50
20
20
curah 75
19
6
0
Persentase
jantung
Perfusi (mL/min/100 g)
75
3
3
0
Solubilitas relatif
1
1
20
0
Ambilan anestesi meng-hasilkan kurva konsentrasi alveolar per waktu
yang khas untuk masing-masing anestetik (diagram 1). Bentuk dari setiap
grafik tersebut ditentukan oleh
ambilan jaringan sesuai dengan
grupnya (diagram 2). Mulamula
konsentrasi
alveolar
meningkat tajam oleh karena
pengisian
alveolar
melalui
ventilasi. Peningkatan tersebut
kemudian
dengan
terutama
melambat
ambilan
oleh
seiring
jaringan,
grup
kaya
vaskuler dan grup otot, hingga
mencapai kapasitas totalnya.
Diagram 1. Laju peningkatan konsentrasi alveolar
anestetik inhalasi
5

Ventilasi
Penurunan tekanan parsial alveolar oleh ambilan jaringan,
dapat kembali ditingkatkan dengan ventilasi. Dengan kata lain,
memberikan
anestetik
secara
konstan
dapat
menstabilisasi
konsentrasi alveolar. Meningkatkan ventilasi secara langsung akan
meningkatkan rasio FA:FI untuk anestetik solubel. Berlawanan
dengan agen inhalasi yang mendepresi curah jantung, anestetik
yang mendepresi ventilasi (misalnya halotan) akan menurunkan
laju peningkatan konsentrasi alveolar dan justru menghasilkan
umpan balik negatif.

Konsentrasi
Efek ambilan juga dapat dikurangi dengan peningkatan
konsentrasi inspirasi (FI). Menariknya, meningkatkan konsentrasi
inspirasi tidak hanya meningkatkan konsentrasi alveolar, tetapi
juga laju peningkatan tersebut (dengan kata lain meningkatkan
FA:FI). Secara khusus, konsentrasi membawa dua fenomena yang
disebut efek konsentrasi (concentration effect). Mungkin agak
membingungkan,
fenomena
yang
pertama
adalah
efek
pengonsentrasian (concentrating effect). Misalkan 50% dari gas
anestetik diambil oleh sirkulasi pulmoner, maka konsentrasi
inspiratori sebesar 20% (20 bagian anestetik per 100 bagian gas)
akan menghasilkan konsentrasi alveolar sebesar 11% (10 bagian
anestetik tersisa dari total 90 bagian gas). Di sisi lain, jika
konsentrasi inspirasi ditingkatkan menjadi 80% (80 bagian
anestetik per 100 bagian gas), konsentrasi alveolar menjadi 67%
(40 bagian anestetik tersisa dari volume 60 bagian gas). Melihat
dua sampel tersebut, konsentrasi inspiratori yang lebih tinggi akan
menghasilkan konsentrasi alveolar yang lebih tinggi secara
6
disproporsional. Di contoh tadi, peningkatan 4 kali konsentrasi
inspiratori akan menghasilkan 6 kali konsentrasi alveolar.
Fenomena yang kedua adalah efek aliran teraugmentasi
(augmented inflow effect). Meneruskan contoh di atas, untuk
mencegah kolapsnya alveoli, 10 bagian anestetik yang diabsorpsi
oleh sirkulasi pulmoner harus digantikan oleh gas campuran
dengan konsentrasi inspirasi 20%. Dengan demikian, konsentrasi
alveolar menjadi 12% (10+2 bagian anestetik dari total 100 bagian
gas). Lebih kontras, setelah absorpsi 50% anestetik dari gas 80%
yang
diinspirasi,
perlu
penggantian
sebanyak
40
bagian
menggunakan gas 80% pula. Dalam kasus ini akan diperoleh
konsentrasi alveolar meningkat dari 67% menjadi 72% (40+32
bagian anestetik dari total volume 100 bagian gas).
Kedua fenomena yang termasuk efek konsentrasi di atas
lebih dirasakan pada penggunaan nitrous oksida daripada agen
inhalasi lainnya, karena anestetik tersebut dapat digunakan dalam
konsentrasi yang jauh lebih tinggi. Sebagai tambahan, konsentrasi
nitrous oksida yang tinggi akan teraugmentasi tidak hanya
dipengaruhi oleh ambilan agen itu sendiri, melainkan juga oleh
konsentrasi anestetik inhalasi lainnya. Fenomena yang satu ini
disebut efek gas kedua (second gas effect) yang secara klinis tidak
terlalu bermakna.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi arterial (Fa)
Hanya terdapat satu faktor yang memengaruhi konsentrasi
arterial secara bermakna, yakni ketidakseimbangan ventilasiperfusi.
Normalnya,
tekanan
parsial
anestetik
di
alveoli
diasumsikan sama dengan darah arteri. Akan tetapi kenyataannya
tekanan parsial arterial secara konstan kurang dari yang
diperkirakan. Alasan di balik kejanggalan ini adalah pencampuran
di darah vena, ruang rugi alveolar, dan distribusi gas di alveoli
7
yang tidak merata. Lebih lanjut, adanya ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
akan
semakin
meningkatkan
perbedaan
konsentrasi alveolar dengan arterial. Ketidakseimbangan ini dapat
diasumsikan sebagai restriksi: meningkatkan tekanan di depan
restriksi,
menurunkan
tekanan
di
belakang
restriksi,
dan
mengurangi aliran di restriksi itu sendiri.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
Pemulihan
pascaanestesia
bergantung
pada
penurunan
konsentrasi anestetik di jaringan otak. Anestetik dapat dieleminasi
dengan biotransformasi, kehilangan transkutaneus, atau ekshalasi.
Biotransformasi
biasanya
tidak
terlalu
berkontribusi
terhadap
penurunan tekanan parsial alveolar. Pengaruh terbesar metode ini
adalah pada eleminasi anestetik solubel yang mengalami metabolisme
ekstensif seperti metoksifluran. Biotransformasi halotan yang lebih
tinggi daripada isofluran mengakibatkan eleminasi halotan lebih cepat
daripada isofluran. Beberapa isoenzim sitokrom P-450 terutama CYP
2EI tampak memegang peran penting dalam eleminasi beberapa agen
anestetik inhalasi. Sementara itu, difusi transkutaneus juga terhitung
tidak terlalu signifikan.
Rute terpenting dalam eleminasi anestetik inhalasi adalah
ekshalasi melalui alveolus. Banyak faktor yang mempercepat induksi
rupanya juga mempercepat eleminasi: rebreathing, tingginya aliran gas
segar, rendahnya volume sirkuit, rendahnya absorpsi oleh sirkuit dan
mesin anestesia, rendahnya solubilitas, tingginya aliran darah serebral,
dan besarnya ventilasi. Eleminasi nitrous oksida sangat cepat
sedemikian sehingga oksigen dan CO2 alveolar menjadi terdilusi;
akibatnya terjadi hipoksia difusi. Risiko demikian dicegah dengan
administrasi oksigen 100% selama 5–10 menit setelah menghentikan
nitrous oksida. Laju pemulihan biasanya lebih cepat daripada induksi
karena jaringan yang belum mencapai kesetimbangan akan terus
8
mengambil anestetik dari darah hingga tekanan parsial alveolar
menjadi lebih rendah daripada tekanan parsial jaringan. Lebih konkret,
jaringan lemak akan terus mengambil anestetik dan mempercepat
pemulihan hingga tekanan parsial di sana sama atau lebih tinggi
daripada di alveoli. Redistribusi demikian tidak terjadi setelah
anestesia yang sudah berlangsung lama; jadi kecepatan pemulihan juga
dipengaruhi oleh durasi anestesia.
2.3.
Kadar Alveolus Minimal3
Kadar alveolus minimal atau minimal alveolar concentration
(MAC) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu
atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang
dilakukan insisi standar. . MAC merupakan ukuran yang berguna karena
merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga dapat
membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus
memberikan standar baku untuk penelitian Pada umumnya imobilisasi
tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya dinaikan diatas 30% nilai KAM.
Tabel 3. Kadar alveolus minimal gas inhalasi
Anestesi
MAC (%atm)
MAC
MAC-
MAC-
MAC-BAR
dengan
awake
Intubasi
(% atm)
60%
N2O (%atm)
(%atm)
(%atm)
Nitrit oksida
104
NA
66
>120
ND
Xenon
71
ND
31
ND
ND
Desfluran
7,25
4,0
2,60
ND
ND
Sevoflurane
1,85
0,66
0,67
4,52
4,15
Isoflurane
1,15
0,50
0,37
1,76
1,50
Halotan
0,74
0,29
0,38
1,12
1,07
9
Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anesetik dalam
alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh, :

Konsentrasi inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dlaam jaringan sudah
penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inspirasi
sama dnegan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah terjadi.
Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak
terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksi makin cepat jika
disertai oleh N20.

Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi
dan sebaliknya

Koefisian darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin
rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya

Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil

Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik.
Jumlah uap dalam mesin anesteti bukan merupakan gambaran yang
sebenarnya, karena sebagian uap tersbeut hilang dalam tabung
sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai
pernafasan
2.4.
Klasifikasi Anestesi Inhalsi3,4
1. Dietil Eter 2,3
Sifatnya mudah menguap, mudah terbakar, dapat meledak, larut
dalam air. Campuran uap eter dengan udara, O2 dan N2O mudah
10
terbakar, masing-masing dengan kadar; 1,85-36,5% (udara), 2 - 82% (
oksigen) dan 1,5- 24% (N2O). Uap eter lebih berat dari udara →
terkumpul dilantai.
Ambilan dan distribusi
Koefisien kelarutan darah/gas tinggi (12) → keseimbangan antara gas
alveolus dan kadar inspirasi lambat → induksi berkepanjangan dan pulih sadar
juga lama.
Efek terhadap Sistem Organ

Serebral
Mendepresi korteks serebri, induksi yang lambat memungkinkan stadium
anestesi terlihat nyata.
Anestesi eter dikaitkan dengan stimulasi sistem
simpatoadrenal dan ↑ katekolamin dalam sirkulasi, kelumpuhan pusat nafas
mendahului lumpuhnya pusat vasomotor.

Sistem kardiovaskular
Depresi langsung miokard, pada pemakaian ringan, terjadi perubahan
ringan TD, CJ dan tahanan perifer, pada anestesi dalam terjadi depresi jantung dan
kelumpuhan vasomotor serta pusat vital lainnya. Jarang menimbulkan gangguan
irama jantung, tdk terjadi sensitisasi otot jantung terhadap katekolamin dalam
sirkulasi.

Sistem pernafasan
Dietil eter merangsang jalan nafas dan menimbulkan batuk, sekresi
kelenjar ludah dan bronkus yang berlebihan, dicegah dengan SA, eter
menyebabkan iritasi jalan nafas dan tidak jarang menimbulkan spasme laring
waktu induksi.

Sistem pencernaan
Peristaltik neuron ok rs serabut dilator dan depresi otot polos, mual dan
muntah sering, tergantung lama dan dalamnya anestesi
11

Uterus dan plasenta
Uterus tidak terpengaruh pada anestesi ringan, tapi terjadi relaksasi pada
stadium dalam, melewati palsenta sehingga terjadi depresi janin.

Otot rangka
Tonus otot menurun pada anestesi dalam

Faal hati dan ginjal
Terjadi penurunan faal hati sblm beberapa hari dan tidak menetap,
menurunkan aliran darah ginjal, kecenderungan utk terjadi oligur karena
meningkatnya ADH (urin < 0,5 cc/ kgBB/jam.
Metabolisme
Minimal 15% eter akan dimetabolisme menjadi CO2 dan air, 4%
dimetabolisme hati menjadi asetildehida dan metanol, hasil metabolisme tidak
bersifat toksik. Merangsang glukoneogenesis → hiperglikemia.
2. Nitrous Oksida (N2O) 3,4
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih
berat dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika
dikombinasikan dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas
ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih
murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.
N2O diserap dengan cepat dalam tubuh, yaitu 1 liter/menit dalam
menit pertama. Terdapat 3 fase pengambilan N2O berdasarkan saturasi arteri,
yaitu pertama, dalam 5 menit mencapai 50% saturasi; kedua, dalam 30-90
menit mencapai 90% saturasi; dan dalam 5 jam mencapai saturasi penuh.
Dalam 100 mL darah dapat terlarut 47mL N2O, dan hampir seluruhnya
dikeluarkan kembali melalui paru. Pada akhir anestesi setlah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran
12
O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia
difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.
Efek terhadap Sistem Organ

Kardiovaskular
Dapat menstimulasi sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini
mendepresikan kontraktilitas otot jantung, namun secara in vivo tekanan
darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak mengalami
perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi
katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada
pasien dengan penyakit jantung koroner atau hipovolemik berat).

Respirasi
Peningkatan laju napas (takipnea) dan penurunan volume tidal
akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N2O dapat menyebabkan
berkurangnya respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan
dalam jumlah kecil, sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan
(pasien jadi lebih lama dalam keadaan tidak sadar).

SSP
Peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N2O juga meningkatkan konsumsi
oksigen serebral. Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik
inhalasi lain, di mana N2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot, malah
dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik, N2O menyebabkan
rigiditas otot skeletal.

Ginjal
Penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan resistensi
vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan
jumlah urin. Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik
(namun dalam jumlah yang lebih ringan dibandingkan dengan agen
13
inhalasi lain). Efek terhadap gastrointestinal adalah adalanya mual muntah
pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi dari chemoreceptor trigger zone
dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada anestesi yang
lama.
Biotransformasi dan Toksisitas
N2O sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat
sehingga kini hanya dipakai sebagai adjuvan atau pembawa anestetik inhalasi lain
karena kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial
sehingga induksi dapat lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan parsial
diturunkan untuk mempertahankan anestesia). Dengan perbandingan N2O:O2 =
85:15, induksi cepat dicapai tapi tidak boleh terlalu lama karena bisa
mengakibatkan hipoksia (bisa dicegah dengan pemberian O2 100% setelah N2O
dihentikan). Efek relaksasi otot yang dihasilkan kurang baik sehingga dibutuhkan
obat pelumpuh otot. N2O dieksresikan dalam bentuk utuh melalui paru-[aru dan
sebagian kecil melalui kulit.
Dengan secara ireversibel mengoksidasi atom kobalt pada vitamin B12, N2O
menginhibisi enzim yang tergantung pada vitamin B12, seperti metionin sintetase
yang penting untuk pembentukan myelin, serta thimidilar sintetase yang penting
untuk sintesis DNA. Pemberian yang lama dari gas ini akan menghasilkan depresi
sumsum tulang (anemia megaloblastik) bahkan defisiensi neurologis (neuropati
perifer). Oleh karena efek teratogeniknya, N2O tidak diberikan untuk pasien yang
sedang hamil (terbukti pada hewan coba, belum diketahui efeknya pada manusia).
Interaksi Obat
Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain dapat menurunkan
MAC agen inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya halotan dari 0,75% menjadi
0,29% atau enfluran dari 1,68% menjadi 0,6%.
14
3.
Halotan3,4
Halotan merupakan anestetik umum inhalasi dengan nama IUPAC 2bromo-2-kloro-1,1,1-trifluoroetan. Halotan memiliki karakter fisik bersih,
tidak berwarna, tidak mudah terbakar, dan tidak iritatif. Titik didih 50,30C.
Dekomposisi dapat terjadi setelah pemajanan sinar, dan untuk menghindari
hal ini, halotan perlu ditambahkan timol 0,01%.. Untuk induksi anestesi,
halotan diberikan dengan konsentrasi 2 – 4% v/v pada dewasa, dan 1,5–2 %
v/v pada anak-anak, dan diberikan bersama oksigen atau campuran oksigennitrous oksida. Induksi dapat dimulai dengan konsentrasi 0,5% v/v dan secara
bertahap dititrasi dengan meningkatkan dosis ke level tertentu. Untuk dosis
pemeliharaan dewasa dan anak-anak adalah 0,5– 2 % v/v. Untuk orang tua,
dosis dapat dikurangi.
Efek terhadap Sistem Organ

Kardiovaskular
MAC dari halotan menghasilkan 50% penurunan tekanan darah
dan curah jantung. Halotan dapat secara langsung menghambat otot
jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf
simpatis. Penurunan tekanan darah terjadi akibat depresi langsung pada
miokard dan penghambatan refleks baroreseptor terhadap hipotensi, meski
respons
simpatoadrenal
tidak
dihambat
oleh
halotan
(sehingga
peningkatan PCO2 atau rangsangan pembedahan tetap memicu respons
simpatis). Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya kontraksi miokard,
curah jantung, tekanan darah, dan resistensi perifer. Efek bradikardi
disebabkan aktivitas vagal yang meningkat. Automatisitas miokard akibat
halotan diperkuat oleh pemberian agonis adrenergik (epinefrin) yang
menyebabkan aritmia jantung. Efek vasodilatasi yang dihasilkan pada
pembuluh darah otot rangka dan otak dapat meningkatkan aliran darah.
15

Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan laju napas ini tidak
cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi
alveolar turun dan PaCO2. Depresi napas ini diduga akibat depresi medula
(sentral) dan disfungsi otot interkostal (perifer). Halotan diduga juga
sebagai bronkodilator poten, di mana dapat mencegah bronkospasme pada
asma, menghambat salivasi dan fungsi mukosiliar, dengan relaksasi otot
maseter yang cukup baik (sehingga intubasi mudah dilakukan), namun
dapat mengakibatkan hipoksia pascaoperasi dan atelektasis. Efek
bronkodilatasi ini bahkan tidak dihambat oleh propanolol.

Serebral
Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halotan menurunkan
resistensi vaskular serebral dan meningkatkan aliran darah otak, sehingga
ICP meningkat, namun aktivitas serebrum berkurang (gambaran EEG
melambat dan kebutuhan O2 yang berkurang). Oleh karena itu halotan
tidak disukai untuk bedah otak. Efek terhadap neuromuskular adalah
relaksasi otot skeletal dan meningkatkan kemampuan agen pelumpuh otot
nondepolarisasi, serta memicu hipertermia malignan.

Ginjal
Penurunan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan jumlah
urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan tekanan darah arteri dan curah
jantung. Efek terhadap hati adalah penurunan aliran darah hepatik, bahkan
dapat menyebabkan vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme
dan klirens dari beberapa obat (fentanil, fenitoin, verapamil) jadi
terganggu.
Biotransformasi dan Toksisitas
Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme
dalam tubuh untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat,
16
trifluoroetanol, dan bromida. Halotan dioksidasi di hati oleh isozim sitokrom P450 menjadi metabolit utamanya, asam trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat
dihambat dengan pemberian disulfiram. Bromida, metabolit oksidatif lain, diduga
menjadi penyebab perubahan status mental pascaanestesi. Disfungsi hepatik
pascaoperasi dapat disebabkan oleh: hepatitis viral, perfusi hepatik yang
terganggu, penyakit hati yang mendasari, hipoksia hepatosit, dan sebagainya.
Penggunaan berulang dari halotan dapat menyebabkan nekrosis hati sentrolobular
dengan gejala anoreksia, mual muntah, kadang kemerahan pada kulit disertai
eosinofilia.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan disfungsi hati, atau
pernah mendapat halotan sebelumnya. Halotan sebaiknya digunakan secara hatihati pada pasien dengan massa intrakranial (kemungkinan adanya peningkatan
TIK). Efek depresi miokard oleh halotan dapat dieksaserbasi oleh agen
penghambat adrenergik (seperti propanolol) dan agen penghambat kanal ion
kalsium (seperti verapamil). Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan
disritmia, sehingga penggunaan adrenalisn ahrus dibatasi. Adrenalin dianjurkan
dengan pengeceran 1:200.000. pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1
vol%, karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan.
Halotan
menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah. Penggunaannya
bersama dengan antidepresan dan inhibitor monoamin oksidase (MAO-I)
dihubungkan dengan fluktuasi tekanan darah dan aritmia. Kombinasi halotan dan
aminofilin berakibat aritmia ventrikel.
4.
Enfluran
Enfluran (etran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada
penggunaan berulang. Pada EEG menunjukan tanda-tanda epileptik,
apalagi disertai hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan
17
kontraindikasi untuk dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsi.
Kombinasi dengan adrenalisn lebih aman 3 kali dibanding halotan.
Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi
produk non-volatil yang dikeluluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan
lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih anestesia lebih cepat
dibanding halotan. Vasodilatasi serebral antara halotan dan isofluran.
Efek depresi nafas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, depresi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik dibanding halotan. Enfluran memiliki kontraindikassi
absolut pada disfungsi ginjal, epilepsi dan tekanan intrakranial meninggi
dan kontraindikasi relatif pada terapi beta blocker dan kardiovaskular tidak
stabil. Enfluran memiliki keuntungan, yaitu relaksasi otot cukup baik, tidak
iritasi dan sekresi, kardiovaskular relatif terjaga stabil, dan tidak
mual/muntah, sedangkan kerugian-kerugiannya yaitu depresi miokardium,
hipotensi, berbahaya pada penderita gangguan fungsi ginjal, dan iritasi
susunan saraf pusat terutama bila hipokapnia.
5. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki
struktur kimia yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara
farmakologis dengan enfluran. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi
dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk.
Karakteristik fisik isofluran antara lain titik didih 48,5 OC, nilai MAC 1,15
vol %. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di
mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.
Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan
darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut
jantung.
Mekanisme terkait sifat anestetik masih belum sepenuhnya dipahami,
namun diduga terdapat interaksi isofluran dengan berbagai reseptor pada
18
transmisi sinaptik. Isofluran mengikat reseptor GABA, reseptor glutamat, dan
reseptor glisin, serta menghambat konduksi kanal kalium. Penghambatan
glisin akan membantu menghambat fungsi motorik. Aktivasi kalsium
ATPase akan meningkatkan permeabilitas membran.
Efek terhadap Sistem Organ

Kardiovaskular
Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi kardiak minimal,
curah jantung dijaga dengan peningkatan frekuensi nadi. Stimulasi
adrenergik meningkatkan aliran darah otot, menurunkan resistensi
vaskular
sistemik,dan
menurunkan
tekanan
darah
arteri
(karena
vasodilatasi). Dilatasi juga terjadi pada pembuluh darah koroner sehingga
dipandang lebih aman untuk pasien dengan penyakit jantung (dibanding
halotan atau enfluran), namun ternyata dapat menyebabkan iskemia
miokard akibat coronary steal (pemindahan aliran darah dari area dengan
perfusi buruk ke area yang perfusinya baik).

Respirasi
Depresi napas dan menekan respons ventilasi terhadap hipoksia,
selain itu juga berperan sebagai bronkodilator. Isofluran juga memicu
refleks saluran napas yang menyebabkan hipersekresi, batuk, dan spasme
laring yang lebih kuat dibanding enfluran. Isofluran juga mengganggu
fungsi mukosilia sehingga dengan anestesi lama dapat menyebabkan
penumpukan mukus di saluran napas.

SSP
Saat konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isofluran dapat
meningkatkan TIK, namun menurunkan kebutuhan oksigen. Peninggian
aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan
teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak. Efek terhadap neuromuskular adalah merelaksasi otot skeletal
19
serta
meningkatkan
efek
pelumpuh
otot
depolarisasi
maupun
nondepolarisasi lebih baik dibandingkan enfluran. Efek terhadap ginjal
adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan jumlah
urin. Efek terhadap hati adalah menurunkan aliran darah hepatik total
(arteri hepatik dan vena porta), fungsi hati tidak terganggu.
Biotransformasi dan Toksisitas
Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, dan meski kadar
fluorida serum meningkat, kadarnya masih di bawah batas yang merusak sel.
Belum pernah dilaporkan adanya gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah
penggunaan isofluran. Penggunaannya tidak dianjurkan untuk wanita hamil
karena dapat merelaksasi otot polos uterus (perdarahan persalinan). Penurunan
kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anestesia, tapi tidak terjadi mual
muntah pascaoperasi.
6. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak,
bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap,
dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip
isofluran, hanya saja atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada
desfluran, sehingga kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan
potensi yang juga lebih rendah (MAC 6,0%) sehingga memberikan induksi
dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah
obat dihentikan, pasien sudah respons terhadap rangsang verbal).
Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah
rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme
laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran
bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali
lebih poten dibanding N2O. Kelemahan desfluran adalah potensinya yang
kurang kuat, perih, dan harga yang mahal. Desfluran juga dapat menyebabkan
20
takikardi dan iritasi saluran napas bila digunakan pada konsentrasi lebih dari
10%.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja
tidak seperti isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner.
Efek terhadap respirasi adalah penurunan volume tidal dan peningkatan laju
napas. Desfluran merangsang jalan anfas atas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi anestesia. Secara keseluruhan terdapat penurunan ventilasi alveolar
sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek terhadap SSP adalah vasodilatasi
pembuluh darah serebral, sehingga terjadi peningkatan TIK, serta penurunan
konsumsi oksigen oleh otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat desfluran,
begitu juga dengan fungsi hati.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia
malignan, dan hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja
obat pelumpuh otot nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran.
7. Sevofluran
Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter,
merupakan agen anestesi inhalasi berbau manis, tidak mudah meledak, yang
merupakan hasil fluorinasi metil isopropil eter. Sevofluran memiliki titik didih
58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%. Penggunaan sevofluran dapat diberikan
bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya
dalam darah relatif rendah.
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan
fluorin. Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan
yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak
21
maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O
dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.
Efek terhadap Sistem Organ

Kardiovaskular
Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun
bersifat ringan. Resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah arterial
secara ringan juga
mengalami
penurunan,
namun
lebih sedikit
dibandingkan isofluran atau desfluran. Belum ada laporan mengenai
coronary steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi ini dapat
mengakibatkan depresi napas, serta bersifat bronkodilator. Efek terhadap
SSP adalah peningkatan TIK, meski beberapa riset menunjukkan adanya
penurunan aliran darah serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga
mengalami penurunan. Efeknya terhadap neuromuskular adalah relaksasi
otot yang adekuat sehingga membantu dilakukannya intubasi pada anak
setelah induksi inhalasi. Terhadap ginjal, sevofluran menurunkan aliran
darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan terhadap hati, sevofluran
menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran arteri hepatik,
sehingga menjaga aliran darah dan oksigen untuk hati.
Biotransformasi dan Toksisitas
Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi
sevofluran menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak
menghubungkan sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi,
beberapa ahli tidak menyarankan pemberian sevofluran pada pasien dengan
disfungsi ginjal. Sevofluran juga dapat didegradasi menjadi hidrogen fluorida oleh
logam pada peralatan pabrik, proses pemaketannya dalam botol kaca, dan faktor
lingkungan, di mana hidrogen fluorida ini dapat menyebabkan luka bakar akibat
asam jika terkontak dengan mukosa respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini,
22
ditambahkan air dalam proses pengolahan sevofluran dan pemaketannya
menggunakan kontainer plastik khusus.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia
maligna, dan hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik
inhalasi lainnya, dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot.
Tabel 4. Gambaran fisik dan kimia anestetik inhalasi
Anestetik inhalasi
N20
Halotan
Enfluran
Isofluran
Desfluran
Sevofluran
Berat molekul
44
197
184
184
168
200
Titik didih (°C)
-68
50-50,2
56,6
48,5
22,8-23,5
58,5
Tekanan uap (mmHg)
5200
243-244
172-174,5
238-240
669-673
160-170
Bau
Manis
Organic
Eter
Eter
Eter
Eter
Turunan eter
Bukan
Bukan
Ya
Ya
Ya
Ya
2,4
1,9
1,4
0,42
0,65
0,75
1,63-1,70
1,15-1,20
6,0-6,6
1,80-2,0
Koef partisi darah/gas 0,47
104-105
MAC
Tabel 5. Farmakologi Klinis Anestesi Inhalasi
Nitrous
Halothane
Isoflurane
Desflurane Sevoflurane
Oxide
Cardiovascular
Blood pressure
N/C1
Heart rate
N/C
Systemic vascular N/C
N/C or
N/C
N/C
resistance
Cardiac
output2 N/C
N/C
N/C or
23
Respiratory
Tidal volume
Respiratory rate
PaCO2
Resting
N/C
Challenge
Cerebral
Blood flow
Intracranial
pressure
Cerebral metabolic
rate
Seizures
Neuromuscular
Nondepolarizing
blockade3
Renal
Renal blood flow
Glomerular
filtration rate
Urinary output
Hepatic
Blood flow
Metabolism4
2.5.
0.004%
15–20%
0.2%
< 0.1%
5%
Anestesi Umum dengan Inhalasi Sungkup Muka
Indikasi

Pada operasi kecil dan sedang didaerah pemrukaan tubuh dan
berlangsung singkat dnegan posisi terlentang, tanpa membuka
orngga perut
24

Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau II)

Lambung dlaam keadaan kosong
Kontraindikasi

Operasi didaerah kepala dan jalan anfas

Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup
25
Download