Laki-laki HIV-positif dengan kanker prostat menanggapi terapi radiasi dengan baik Oleh: Liz Highleyman, hivandhepatitis.com, 19 Mei 2009 Tetap belum jelas apakah kanker prostat lebih umum pada laki-laki HIV-positif dibandingkan pasangan kontrolnya yang HIV-negatif, tetapi tampak bahwa infeksi HIV tidak mempercepat pengembangan kanker atau mengganggu efektivitas pengobatan. Hal itu berdasarkan dua buah laporan dalam jurnal barubaru ini. Kejadian dan hasil Sebagaimana dijelaskan dalam jurnal Prostate Cancer and Prostatic Diseases edisi Maret 2009, J. Silberstein dari Universitas California di San Diego, AS dan rekan melakukan peninjauan secara sistematis terhadap kepustakaan medis tentang kanker prostat pada laki-laki dengan HIV. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kanker tidak terdefinisi AIDS lebih umum pada Odha – khususnya Odha dengan jumlah CD4 atau nadirnya (terendah yang pernah terjadi) yang rendah. Namun, peningkatan itu sebagian besar tampak disebabkan oleh kanker akibat infeksi, misalnya kanker hati karena virus hepatitis C (HCV) atau kanker dubur karena virus papiloma pada manusia (human papillomavirus/HPV). Kanker prostat adalah jenis kanker yang paling umum pada laki-laki, penyebab kematian akibat kanker kedua terbesar. HIV berdampak secara tidak seimbang terhadap peningkatan risiko berdasarkan kelompok ras/etnis (misalnya, warga AS keturunan Afrika), tetapi kejadian kanker prostat yang sesungguhnya pada laki-laki HIV-positif tidak diketahui, para penulis mencatat sebagai latar belakang. Walau dengan prevalensi tinggi baik kanker prostat maupun HIV, hanya ada sedikit kepustakaan tentang kanker prostat pada pasien HIV-positif, dan tidak ada konsensus tentang bagaimana menskrining atau mengobati populasi tersebut. Para peneliti melakukan peninjauan secara sistematis terhadap kepustakaan medis dengan memakai pangkalan data MEDLINE dan mencari dengan kata kunci “HIV,” “AIDS,” “prostate,” dan “prostate cancer.” Mereka juga melakukan peninjauan pada daftar kepustakaan petunjuk silang. Secara keseluruhan, mereka meninjau 176 abstrak dan laporan unik, yang banyak menyediakan data tentang kejadian berbagai jenis kanker pada Odha, termasuk kanker prostat. Mereka menemukan 12 laporan unik yang menyediakan informasi secara rinci tentang 60 pasien HIV-positif dengan kanker prostat. Kejadian dan skrining Berdasarkan penelitian hingga saat ini, para penulis mencatat, sulit untuk menentukan apakah laki-laki dengan HIV memiliki risiko kanker prostat yang lebih tinggi atau lebih rendah, karena penelitian itu telah menghasilkan data yang bertentangan. Nancy Hessol dan rekan menemukan bahwa kohort laki-laki HIVpositif di San Francisco mengalami kejadian kanker prostat yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan masyarakat umum, tetapi penelitian lain belum mengamati hubungan yang serupa. “Beberapa penelitian memberi kesan bahwa kohort HIV-positif tidak diskrining secara cukup terhadap kanker prostat,” para penulis menulis, “tetapi pada sedikit penelitian secara prospektif terhadap skrining, tidak menemukan prevalensi lebih tinggi pada kanker prostat.” Hipogonadisme, atau testosteron rendah, adalah umum di antara laki-laki dengan HIV. Terapi pengganti testosteron membantu memperbaiki keadaan itu, tetapi dihubungkan (walau tidak secara pasti) dengan peningkatan risiko mengembangkan kanker prostat, mereka mencatat. “Apabila HIV memang menunjukkan risiko kanker prostat, maka skrining yang lebih cermat mungkin diperlukan untuk kelompok itu secara keseluruhan, dan khususnya pada peserta yang memakai terapi pengganti testosteron,” mereka menulis. “Saat ini tidak ada saran pasti yang dapat diberikan, tetapi sebaiknya dicatat bahwa banyak laki-laki dengan HIV yang menerima terapi pengganti testosteron dan tidak diskrining secara tepat.” Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Laki-laki HIV-positif dengan kanker prostat menanggapi terapi radiasi dengan baik Para penulis melaporkan bahwa retrovirus baru telah ditemukan baru-baru ini pada jaringan prostat lakilaki dengan kanker prostat, memberi kesan bahwa kanker itu mungkin disebabkan oleh infeksi atau faktor bersama lain. Apabila demikian, laki-laki HIV-positif dengan jumlah CD4 yang lebih rendah mungkin lebih rentan, dan ART mungkin membantu mengurangi risiko tersebut. Selain itu, mereka mencatat, “PI tampak mengurangi perkembangbiakan sel kanker prostat, dan mungkin terbukti melindungi terhadap pengembangannya.” Urologic Association AS menyarankan skrining dengan tes darah terhadap antigen khusus prostat (prostate-specific antigen/PSA) pada semua laki-laki berusia 50 tahun atau lebih dengan harapan hidup lebih dari sepuluh tahun, walaupun laki-laki dengan risiko kanker prostat yang lebih tinggi harus mulai diskrining lebih dini. Hubungan itu belum menjadi anjuran resmi untuk laki-laki dengan HIV/AIDS, tetapi sejak penemuan ART diperkirakan harapan hidup saat diagnosis HIV biasanya di atas sepuluh tahun. Layanan perawatan yang baku saat ini menyarankan biopsi transdubur dituntun oleh ultrasound (transrectal ultrasound-guided/TRUS) apabila ditemukan peningkatan PSA atau temuan kelainan dengan pemeriksaan dubur dengan jari tangan (digital rectal examination/DRE). Para penulis menulis, “setahu kami tidak ada laporan dalam kumpulan kepustakaan apa pun yang merupakan hasil biopsi TRUS terhadap prostat pada laki-laki HIV-positif.” Pengobatan dan hasil Beberapa penelitian memberi kesan bahwa kanker prostat mungkin lebih giat pada laki-laki HIV-positif, tetapi temuan tersebut tidak konsisten. Mengamati 12 laporan dengan data rinci tentang 60 pasien HIV-positif dengan kanker prostat, sebagian besar laki-laki ditemukan memiliki peningkatan PSA dan tidak memiliki tumor yang jelas pada hasil DRE. Laki-laki itu dalam kisaran usia 40-80 tahun, dan sudah memiliki HIV selama kurang lebih sembilan tahun waktu mereka didiagnosis dengan kanker prostat. Viral load HIV rata-rata waktu didiagnosis dengan kanker prostat adalah 10.000 dan jumlah CD4 rata-rata adalah 425 (kisaran 24-1070). Waktu didiagnosis, 18 laki-laki (35%) memiliki tumor yang dapat ditemukan dengan jari di tempat tertentu, 3 (6%) memiliki kanker prostat lanjut setempat, dan empat (8%) memiliki kanker metastatik (menyebar melampaui prostat). “Pada sedikit kasus yang disampaikan dalam kepustakaan, kanker prostat pada laki-laki HIV-positif tampak bereaksi sangat mirip dengan yang tampak pada laki-laki HIV-negatif,” para penulis menulis. “Hasil pengobatan akut tidak menunjukkan peningkatan morbiditas akut; tetapi hasil jangka panjang belum dilaporkan.” Analisis prostatektomi hingga ke akarnya (pengangkatan seluruh prostat) pada laki-laki HIV-positif menemukan orang dengan jumlah CD4 di atas 500 dan dengan infeksi HIV tanpa gejala, prostatektomi “dapat ditahan dengan baik dan merupakan pilihan pengobatan yang masuk akal,” para penulis menulis. Strategi pengobatan lain, termasuk terapi radiasi baku dan terapi braki (memasukkan batang atau butiran radioaktif ke dalam tumor), tampak aman dan berhasil sama baiknya sebagaimana pada pasien HIVpositif. “Harapan hidup laki-laki HIV-positif di masa kini perlu mempertimbangkan pengobatan kanker prostat untuk laki-laki HIV-positif dengan usia dan komorbiditas yang sesuai dengan laki-laki pasangan kontrolnya,” para penulis menyimpulkan. “Walau hanya ada sedikit data tentang hasil, laki-laki HIV- –2– Laki-laki HIV-positif dengan kanker prostat menanggapi terapi radiasi dengan baik positif tampak dapat menahan intervensi pembedahan atau radioterapeutik dengan sedikit peningkatan morbiditas. Penelitian yang akan datang harus ditujukan pada penggunaan skrining PSA yang sesuai dengan usia dan mencirikan hasil jangka panjang pada populasi pasien ini.” Terapi radiasi Dalam laporan terkait yang dilaporkan dalam jurnal Urology edisi November 2008, Tracy Ng dari St. Vincent’s Medical Center di New York City, AS dan rekan menjelaskan hasil klinis di antara pasien HIVpositif yang diobati terhadap kanker prostat dengan memakai terapi radiasi. Penelitian secara retrospektif itu mengamati rekam medis 14 pasien HIV-positif dengan kanker prostat yang diobati dengan radioterapi sinar luar, terapi braki atau keduanya. Tingkat PSA, jumlah CD4, dan viral load diukur sebelum mulai pengobatan radiasi dan pada kunjungan tindak lanjut terakhir, dan semua kecuali satu peserta menyelesaikan survei mutu hidup. Membandingkan data sebelum pengobatan dengan data kunjungan tindak lanjut terakhir, hanya satu pasien masih memiliki PSA > 1,1ng/mL, sementara sisanya memiliki tingkat yang sudah normal kembali. Jumlah CD4 rata-rata tetap stabil (meningkat dari 523 menjadi 577), begitu juga dengan viral load HIV pada kebanyakan pasien (dua dari 14 mengalami peningkatan viral load HIV). Tidak ada laporan komplikasi dubur, saluran kencing atau masalah seksual yang tidak lazim dan tidak ada infeksi terkait pengobatan. “Berdasarkan perubahan viral load dan jumlah CD4, radioterapi tidak tampak memiliki dampak negatif terhadap sistem kekebalan dalam jangka panjang,” para peneliti menyimpulkan. “Komplikasi pengobatan sesuai dengan yang tampak pada pasien HIV-negatif, sehingga tidak ada bukti bahwa pasien HIV-positif dengan kanker prostat harus diobati secara berbeda dengan pasien kanker prostat tanpa HIV waktu mempertimbangkan terapi radiasi.” Ringkasan: HIV Positive Men with Prostate Cancer Have Similar Short-term Outcomes and Respond as Well to Radiation Therapy as HIV Negative Men Sumber: J Silberstein, T Downs, C Lakin, and CJ Kane. HIV and prostate cancer: a systematic review of the literature. Prostate Cancer and Prostatic Diseases 12(1): 6-12. March 2009. (Abstract). T Ng, NF Stein, J Kaminetsky, and others. Preliminary results of radiation therapy for prostate cancer in human immunodeficiency virus-positive patients. Urology 72(5): 1135-1138. November 2008. (Abstract). –3–