ANALIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH DAN NON SYARIAH Oleh : Rizqi Widi Feirdani NIM : 101081023176 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama : Rizqi Widi Feirdani Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta 04 Februari 1983 Agama : Islam Alamat : Komplek Departemen Agama Blok 7/E1 RT.004 RW.007 Bambuapus Pamulang Tangerang 15415 Telepon : (021) 7420856 PENDIDIKAN FORMAL Tahun 1989 – 1995 : SDN Bambuapus II Tahun 1995 – 1998 : SMPN 1 Tasikmalaya Tahun 1998 – 2000 : SMUN 2 Tasikmalaya Tahun 2000 – 2001 : SMUN 1 Ciputat Tahun 2001 – 2008 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PENDIDIKAN NON FORMAL Tahun 1995 – 1996 : Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tasikmalaya Tahun 1996 – 2000 : Pondok Pesantren Al-Muklisun Tasikmalaya PENGALAMAN ORGANISASI Tahun 2001 - Sekarang : Anggota RIAF Al-Furqon Departemen Agama Bambuapus Pamulang Tangerang Tahun 2001 – Sekarang : Anggota Remaja Masjid Bambuapus Raya Pamulang Tangerang 2 ABSTRACT This research aim to find out the influence of macro economic variables, such as Rupiah exchange, SBI interest rate, inflation, Gross Domestic Product (GDP) toward Return Syariah and Non Syariah. The research used multiple regression analysis, to find independent variables influence, partially and simultaneously and to find independent variables which have dominant influence to dependent variables. Based on result of this research, show that only one factor which have significantly influence to Return syariah and Non syariah, that is Rupiah Exchange, while the others such as SBI interest rate, inflation, Gross Domestic Product (GDP) didn’t have significantly influence to Return Syariah and Non Syariah. Mean while the reseacrh’s result simultaneously show that these independent variables significantly influence to Return Non Syariah but didn’t have influence to Return Non Syariah Keywords : Return Syariah, Return Non syariah, Rupiah Exchange rate, SBI interest rate, inflation, GDP 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi seperti, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, suku bunga SBI, inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Return saham Syariah dan Non Syariah. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda, untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial dan simultan serta untuk mengetahui variabel dependen mana yang mempunyai pengaruh yang paling dominan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, menunjukan bahwa hanya satu faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap Return saham Syariah dan Non Syariah yaitu nilai tukar Rupiah terhapad Dollar, sedangkan variabel lainnya, SBI, inflasi dan PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham Syariah dan Non Syariah. Sementara hasil pengujian secara simultan menunjukan bahwa, variabel-variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Return saham Non syariah tetapi tidak berpengaruh terhadap Return saham Syariah. Kata kunci : Return Syariah, Return Non Syariah, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar, SBI, inflasi, PDB 4 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH DAN NONSYARIAH”. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki sangat terbatas, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta tanggapan yang positif dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Dosen Pembimbing I, yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 2. Bapak Indoyama Nasaruddin SE, MAB, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS, selaku Penguji Ahli dan dosen Metodelogi Penelitian yang senantiasa membimbing berbagai ilmu. 4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta seluruh karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas partisipasi dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu. 5. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa sangat besar bagi penulis, baik dukungan materil maupun dukungan moril sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik. 6. Kakak dan adik-adikku yang tercinta, yang telah mendukung selama pendidikan dan penulisan skripsi ini hingga selesai. 5 7. Semua sahabat-sahabatku yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dan arti persahabatan, khususnya sahabat-sahabat angkatan 2001 FEIS UIN, Masjid Bambuapus Raya, Sahabat-sahabat kecilku,juga bwt bisri untk tabung gasnya, barudak kosan jeung dulur-dulur urang saperjuangan. Mudah-mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama menjalani pendidikan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran untuk perkembangan dalam pendidikan. Jakarta, Desember 2008 Penulis 6 DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. i ABSTRACT………………………………………………………………........ ii ABSTRAKS………………………………………………………………........ iii KATA PENGANTAR……………………………………………………........iv DAFTAR ISI………………………………………………………………….. vi DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. ix DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..x DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah……………………………………………….8 C. Tujuan dan Manfaat penelitian…………………………………….9 1. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 9 2. Manfaat Penelitian…………………………………………… 9 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Syariah……………………………………………... 10 B. Instrumen Pasar Modal Syariah………………………………….. 11 C. Saham Syariah…………………………………………………… 12 D. Pasar Modal……………………………………………………... 13 E. Instrumen Pasar Modal………………………………………….. 14 F. Inflasi…………………………………………………………….. 15 G. Nilai Tukar………………………………………………………. 16 H. Produk Domestik Bruto………………………………………….. 17 I. Tingkat Suku Bunga SBI………………………………………… 18 J. Pengertian Return…………………………………………………18 K. Pengertian Resiko………………………………………………... 21 7 L. Resiko Return dan Hubungannya………………………………... 23 M. Estimasi Resiko dan Return……………………………………… 25 N. Analisis Fundamental……………………………………………..29 O. Penelitian Terdahulu……………………………………………... 32 P. Kerangka Pemikiran………………………………………………34 Q. Hipotesis…………………………………………………………. 36 BAB III : METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………...38 B. Metode Penentuan Sampel…………………………………..........38 C. Metode Pengumpulan Data………………………………………. 39 D. Metode Analisis Data……………………………………………. 40 1. Analisis Regresi Linear Berganda…………………………… 40 2. Uji F………………………………………………………….. 41 3. Uji T…………………………………………………….......... 42 4. Uji Koefisien Determinasi…………………………………… 42 5. Uji Asumsi Klasik……………………………………............. 42 E. Operasional Variabel Penelitian…………………………………. 45 BAB IV : PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……………………... 48 1. Sejarah PT. Bursa Efek Indonesia…………………………… 48 2. Lembaga-lembaga yang terlibat di BEI……………………… 50 3. Mekanisme Perdagangan…………………………………….. 54 B. Penemuan dan Pembahasan……………………………………… 59 1. Deskripsi Data……………………………………………….. 59 2. Pengujian Asumsi klasik……………………………………... 61 3. Pengujian Statistik…………………………………………… 64 8 BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN…………………………………………............... 71 B. IMPLIKASI……………………………………………………… 72 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 74 LAMPIRAN……………………………………………………………………76 9 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 3.1 Tabel Autokorelasi 44 4.1 Statistic Descriptive Dependent Variable 59 4.2 Statistic Descriptive Independent Variable 60 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas 61 4.4 Hasil Uji Durbin Watson 62 4.5 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Terhadap Return JII 64 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear berganda Terhadap Return LQ45 67 10 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran 35 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas 63 11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1 Data Indeks JII 76 2 Data Indeks LQ45 77 3 Data Return JII 78 4 Data LQ45 79 5 Data Kurs Tengah Rp/US$ periode April 2003 – Juni 2008 80 6 Data Suku Bunga Indonesia periode April 2003 – Juni 2008 81 7 Data Inflasi Periode April 2003 – Juni 2008 82 8 Data Produk Domestik Bruto periode April 2003 – Juni 2008 83 9 Output Minitab Return Saham Syariah JII 84 10 Output Minitab Return saham Non Syariah LQ45 85 12 ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH DAN NON SYARIAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat dalam meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : Rizqi Widi Feirdani NIM : 101081023176 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indoyama Nasarudin, SE, MAB NIP : 150 317 955 NIP : 150 317 593 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 13 Hari ini Senin Tanggal 24 Bulan November Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizqi Widi feirdani NIM : 101081023176 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH DAN NON SYARIAH”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 24 November 2008 Tim Penguji Ujian Komprehensif Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji I Titi Dewi Warninda, SE, M.Si Penguji II Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan sebagai bagian dari instrumen perekonomian, dimana indikasi yang dihasilkannya banyak dipicu oleh para peneliti maupun praktisi dalam melihat gambaran perekonomian Indonesia. Oleh karena itu komitmen pemerintah Indonesia terhadap peran Pasar Modal tercermin di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, dimana dinyatakan bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka Pasar Modal tidak terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di lingkungan ekonomi mikro yaitu peristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi perusahaan atau keputusan strategis dalam Rapat Umum Pemegang Saham akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di Pasar Modal. Disamping lingkungan ekonomi mikro, perubahan dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah terhadap dollar, inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga maupun regulasi pemerintah yang akan mempengaruhi gejolak di Pasar Modal. 15 Variabel-variabel ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah terhadap dollar, SBI, inflasi dan PDB mengalami perubahan yang cukup tajam. Jika diamati secara seksama melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: spekulasi para pedagang valuta asing (valas), jatuh tempo pembayaran utang luar negeri baik swasta maupun pemerintah, kurang percayanya masyarakat terhadap rupiah, dan tidak kalah pentingnya adalah lemahnya dasar (fondasi) perekonomian Indonesia. Ekonom senior Djojohadikusumo (1999) menyatakan bahwa lemahnya fondasi perekonomian Indonesia yang menyebabkan krisis moneter di Indonesia berakibat lebih parah dan lebih lama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Kelemahan fundamental ekonomi terlihat dari tingginya utang luar negeri yang mencapai 140 miliar dolar Amerika atau dua pertiga dari GDP (Gross Domestic Brutto) Indonesia. Dari jumlah itu, sebesar 23 miliar dolar Amerika merupakan hutang jangka pendek (Kompas, 1998a). Oleh karena itu diperlukan dana segar untuk membeli dolar guna pelunasan hutang tersebut. Tidak seimbangnya antara jumlah permintaan dan penawaran dolar Amerika dalam jumlah yang relatif besar, akibatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah. Keadaan tersebut diperparah lagi pada akhir tahun 1997 dengan adanya penutupan 38 bank yang tentunya sangat mempengaruhi pasar modal. Hermanto (1999) menyatakan bahwa dampak dari penutupan bank ini adalah sangat besar karena bank sebagai sektor tersendiri dalam pasar modal dan proporsi nilai yang disumbangkan perbankan terhadap indeks saham cukup besar. Selain itu, penutupan bank juga 16 mempengaruhi money supply, bukan hanya disebabkan oleh kredit macet saja tetapi juga kesempatan peredaran uang. Untuk meredam nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika pemerintah menaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang pada bulan Juli1998 menyentuh angka 70,81% per tahun, bahkan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pada bulan Agustus 1998 menyentuh angka 81,01% per tahun, demikian juga bunga deposito berjangka menunjukan peningkatan. Suku bunga deposito per bulan pada tahun 1993 sebesar 13,37%; tahun 1994 sebesar 12,42%; tahun 1995 sebesar 16,72%; tahun 1996 sebesar 16,92%; tahun 1997 sebesar 23,01% dan akhir Juni 1998 sebesar 52,92% (Bank Indonesia : 1999). Jika suku bunga terus meningkat, maka ada kecenderungan pemilik modal akan mengalihkan portofolionya ke deposito dan tentunya berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak tertarik menanamkan modalnya di pasar modal, karena pengembalian (return) saham yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan pengembalian (return) dari bunga deposito. Hal ini menyebabkan harga saham di pasar modal mengalami penurunan yang sangat drastis, bahkan ada saham yang harganya hanya 25 per lembar (Kompas, 1998b). Keadaan ini diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa sekitar 90% emiten secara teknis sudah bangkrut karena ekuitasnya minus akibat kerugian selisih kurs dan menurunnya penjualan (Nazarudin: 1998). Hal ini terlihat dari Indeks Harga Gabungan (IHSG) yang terus menurun Inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan harga secara umum, atau penurunan nilai rupiah (di Indonesia). Jika ada kenaikan harga barang-barang 17 dan jasa, maka sejumlah rupiah tertentu tidak dapat dibelikan sebanyak barang dan jasa yang dibeli sebelumnya. Dengan kata lain, nilai rupiah sekarang mengalami penurunan daya beli, atau nilai nominalnya mengalami penyesuaian terhadap tingkat inflasi sekarang. Analisis keuangan sering memandang saham biasa merupakan salah satu sekuritas yang berfungsi menghindari risiko inflasi. Suatu definisi yang dipegang secara luas, tentang saham biasa sebagai inflation hedge adalah jika sekuritas tersebut memiliki return rill yang independen terhadap tingkat inflasi (Fama dan Mcbeth :1974). Pandangan umum ini sejalan dengan hipotesis Fisher, yang menyatakan bahwa tingkat bunga nominal itu merefleksikan secara penuh informasi yang berhubungan dengan tingkat inflasi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu jika saham biasa berfungsi sebagai inflation hedge, semestinya return rillnya independen terhadap inflasi dan return nominalnya berhubungan positif dengan inflasi. Hubungan kausal antara tingkat inflasi dan return saham masih sebagai suatu puzzle. Pernyataan ini didasarkan pada literatur, baik teoritis maupun empiris yang menunjukan perbedaan pandangan mengenai keterkaitan antara return saham dan inflasi. Independensi return saham rill terhadap inflasi, atau hubungan positif antara return saham nominal dan inflasi harapan, seperti dinyatakan dalam hipotesis Fisher, banyak ditolak dalam pengujian empiris di pasar-pasar besar dunia, seperti U.S, U.K dan pasar lainnya. Kebanyakan studi justru menemukan hubungan negatif antara return saham rill dan inflasi 18 harapan. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa hubungan return saham dan inflasi masih merupkan fenomena yang perlu diteliti lebih lanjut. Menurut (I Sutopo dan Sudarto : 1999) inflasi berpengaruh terhadap pergerakan harga saham melalui return saham. Hal ini menunjukan bahwa secara agregatif naiknya inflasi akan menurunkan return pasar. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menyebabkan inflasi yang tinggi. Hal ini mendorong pemerintah untuk menarik rupiah yang ada di masyarakat dengan cara menaikan tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga menyebabkan berkurangnya investasi dan hal tersebut mendorong turunnya IHSG di bursa saham (Pancaka : 2000) Sedangkan variabel makro selanjutnya adalah pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan pendapatan nasional bersih. Pendapatan nasional bersih merupakan ukuran kemampuan ekonomi nasional yang sesungguhnya. Perkembangan pendapatan nasional bersih dihitung berdasarkan Produk Nasional Bruto (PDB) rill. Peningkatan PDB merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan nasional. PDB adalah nilai keluaran yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam negeri. PDB dapat dihitung dengan dua cara. Pertama dengan menjumlahkan pengeluaran untuk mendapatkan semua barang akhir selama satu periode tertentu. Perhitungan itu disebut pendekatan pengeluaran. Kedua, dengan menjumlahkan pendapatan gaji, sewa, bunga, dan laba yang diterima oleh semua faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang akhir.Perhitungan itu disebut pendekatan pendapatan. Jika 19 melihat kondisi pertumbuhan ekonomi (PDB) Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia dari tahun 2003 hingga 2008 mengalami kenaikan yang cukup tajam, hal tersebut menarik untuk ditinjau kembali, apakah kenaikan PDB tersebut mempengaruhi terhadap return saham. Beberapa hasil penelitian tentang pasar modal di Indonesia menunjukan tingkat pengembalian investasi saham yang dihitung dari pendapatan deviden dan selisih harga ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh variabel makro daripada variabel mikro. Penelitian di Bursa Efek Indonesia tentang faktor-faktor penentu tingkat resiko yang diukur dari nilai variabilitas tingkat pendapatan saham menunjukan hasil bahwa tingkat resiko dipengaruhi secara nyata oleh variabel-variabel ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan kurs valuta asing (Hidayat, 2003). Perkembangan pasar modal syariah menunjukkan kemajuan seiring dengan meningkatnya indeks yang ditunjukkan dalam Jakarta Islamic Index. (JII). Peningkatan indeks pada JII walaupun nilainya tidak sebesar pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetapi kenaikan secara prosentase indeks pada JII lebih besar dari IHSG. Hal ini dikarenakan adanya konsep halal, berkah dan bertambah pada pasar modal syariah yang memperdagangkan saham syariah. Pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi Islam. Perdagangan beberapa jenis sekuritas, baik pada pasar modal konvensional maupun pasar modal syariah mempunyai tingkat return dan 20 risiko yang berbeda. Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritassekuritas lainnya yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Risiko tinggi tercermin dari ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi investasi menurut Sharpe bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan return yang tidak pasti di masa depan. Dengan demikian, ada dua aspek yang melekat dalam suatu investasi, yaitu return yang diharapkan dan risiko tidak tercapainya return yang diharapkan. Return dan risiko secara teoritis pada berbagai sekuritas mempunyai hubungan yang positif. Semakin besar return yang diharapkan diterima, maka semakin besar risiko yang akan diperoleh, begitu pula sebaliknya. Return dan risiko yang tinggi pada saham berhubungan dengan kondisi karakteristik perusahaan, industri dan ekonomi makro. Penelitian dengan obyek pasar modal syariah khususnya di Indonesia tidak banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Beberapa penelitian dengan obyek pasar modal syariah dilakukan oleh Aruzzi dan Bandi (2003) serta Hamzah (2005). Penelitian dengan obyek pasar modal syariah mengenai return yang dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi makro merupakan hal yang menarik untuk dilakukan karena sifat dari return dan risiko ini yang akan selalu melekat pada setiap investasi terutama investasi dalam setiap saham, baik saham biasa maupun saham yang sesuai dengan kaidah syariah. Sedangkan penelitian dengan objek pasar modal konvensional telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. 21 Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian kembali tentang pengaruh variabel makro ekonomi terhadap return saham syariah dan non syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini mengangkat judul “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Return Saham Syariah dan Non Syariah”. B. Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang penelitian serta hasil penelitian terdahulu, maka pokok permasalahan yang diangkat yaitu: 1. Apakah terdapat pengaruh secara parsial dari variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham syariah? 2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial dari variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham non syariah? 3. Apakah terdapat pengaruh secara simultan dari variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham syariah? 4. Apakah terdapat pengaruh secara simultan dari variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham non syariah ? 22 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah: 1. Tujuan penelitian ini adalah a. Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham syariah secara parsial. b. Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham non syariah secara parsial. c. Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham syariah secara simultan. d. Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap return saham non syariah secara simultan. 2. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah 1. Secara teoritis bagi akademisi berguna untuk perkembangan pengetahuan khususnya di bidang Pasar Modal 2. Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau bahan pertimbangan bagi pemodal dalam menanamkan modalnya di Pasar Modal untuk mendapatkan keuntungan dengan analisa yang lebih baik. 3. Bagi penulis untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi dan manajemen pasar modal yang telah diperoleh dalam perkuliahan. 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Syariah Pasar modal Syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep Syariah, di mana setiap perdagangan surat berharga mentaati ketentuan transaksi sesuai dengan basis Syariah. Pasar modal Syariah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Lembaga keuangan yang pertama kali menaruh perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio Syariah di pasar modal Syariah adalah Amanah Income Fund yang didirikan bulan Juni 1986 oleh para anggota the North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana, Amerika Serikat. Wacana mengenai pasar modal Syariah ini disambut dengan antusias di seluruh belahan bumi ini mulai dari kawasan Timur Tengah, Eropa, Asia dan Amerika. Beberapa negara yang proaktif dalam mengembangkan pasar modal yang berprinsipkan Syariah dan konsisten dalam menerapkan Syariah Islam dalam sendi kehidupannya adalah Bahrain Stock di Bahrain, Amman Financial Market di Amman, Muscat Securities Kuwait Stock Exchange di Kuwait dan Kuala Lumpur Stock Exchange di Malaysia. Perkembangan pasar modal Syariah di Indonesia secara tidak langsung juga dipengaruhi pasar modal yang berpegang pada konsep syariah yang terlebih dahulu dijalankan oleh negara-negara lain. Pasar modal Syariah di 24 Indonesia diperkenalkan pada bulan Juli 2000 ditandai dengan berdirinya Jakarta Islamic Index. B. Instrumen Pasar Modal Syariah Investasi keuangan Syariah harus disertai dengan kegiatan sektor riil atau transaksi yang mendasari (underlying transaction). Untuk itu, penciptaan instrumen investasi Syariah dalam pasar modal adalah dari sekuritasi aset/proyek (asset securitisation) yang merupakan bukti penyertaan, sekuritasi utang (debt securitisation) atau penerbitan surat utang yang timbul atas transaksi jual beli (al dayn) atau merupakan sumber pendanaan bagi perusahaan, sekuritasi modal (equity securitisation), merupakan emisi surat berharga oleh perusahaan emiten yang telah terdaftar dalam pasar modal Syariah dalam bentuk saham. Adapun instrumen pasar modal yang sesuai dengan Syariah dalam pasar perdana adalah muqaradah/mudharabah funds, saham biasa (common stock), muqaradah/mudharabah Bonds. Karena instrumen pasar modal tersebut diperdagangkan di pasar perdana, maka prinsip dasar pasar perdana adalah semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, tidak boleh menerbitkan efek utang untuk membayar kembali utang (bay al dayn bi al dayn), dana atau hasil penjualan efek akan diterima oleh perusahaan, hasil investasi akan diterima pemodal (shohibul maal), tidak boleh memberikan jaminan hasil yang semata-mata merupakan fungsi dari waktu (Harahap, 2001). 25 Sedangkan untuk pasar sekunder ada beberapa tambahan dari prinsip dasar pasar perdana, yaitu tidak boleh membeli efek berbasis trend (indeks), suatu efek dapat diperjualbelikan namun hasil (manfaat) yang diperoleh dari efek tersebut berupa kupon atau deviden tidak boleh diperjual belikan, tidak boleh melakukan suatu transaksi murabahah dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan. Adapun jenis instrumen pasar modal yang jelas diharamkan Syariah adalah preferred stock (saham istimewa), forward contract, option. C. Saham Syariah Saham Syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Saham syariah dimasukkan dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) merupakan indeks yang dikeluarkan oleh PT. Bursa Efek Jakarta yang merupakan subset dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JII diluncurkan pada tanggal 3 Juli 2000 dan menggunakan tahun 1 Januari 1995 sebagai base date dengan nilai 100. Bagi perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Indeks paling tidak mereka dinilai telah memenuhi penyaringan Syariah dan kriteria untuk indeks. Penyaringan secara Syariah yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional No. 20 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah. Kriteria untuk indeks adalah Kapitalisasi Pasar (market capitalization) dari saham dimana JII menggunakan kapitalisasi pasar harian rata-rata selama satu 26 tahun. Dari kedua penilaian tersebut, untuk perusahaan emiten dapat digolongkan dalam daftar JII melalui prosedur teknis, yaitu saham dari emiten dipilih yang tidak bertentangan dengan Syariah dan telah listing minimum 3 bulan, kecuali saham-saham tersebut termasuk 10 besar kapitalisasi pasar. Saham dipilih dengan kapitalisasi pasar tertinggi sejumlah 60 saham. Saham dipilih dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi harian sejumlah 30 saham. Evaluasi terhadap komponen indeks dilakukan setiap 6 bulan sekali. D. Pasar Modal Dalam arti sempit, pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan sahamsaham, obligasi-obligasi dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara pedagang efek (Sunariyah, 20003: 4-5). Menurut Suad Husnan dan Pudjiastuti (1998:1) pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, perusahaan swasta, maupun public authorities. David L. Scoot (1988) menjelaskan bahwa pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang dimana saham biasa, saham preferen, dan obligasi diperdagangkan. Siswanto Sudomo (1990) mendefinisikan pasar modal sebagai tempat diterbitkan serta diperdagangkan surat-surat berharga jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. 27 Sedangkan menurut UU no. 8 tahun 1995 tentang pasar modal, bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan suatu institusi dengan sistem yang terorganisir dengan rapi, dimana diperjualbelikannya berbagai instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah, perusahaan swasta, dan public authorities yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. E. Instrumen Pasar Modal Menurut Tandelilin, (2001) Beberapa Sekuritas yang yang umumnya diperjualbelikan di pasar modal adalah: 1). Saham Saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. 2). Obligasi Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. 3). Reksadana (mutual fund) Reksadana adalah sertifiakt yang menjelaskan pemiliknya menitipkan sejumlah dana kepada perusahaan reksadana, untuk digunakan sebagai modal berinvestasi baik di pasar modal maupun di pasar uang. 28 4). Instrumen Derivatif (opsi & futures) Instrumen derivatif adalah sekuritas yang nilainya turunan dari harga sekuritas lain, sehingga nilai instrumen derivatif target dari harga sekuritas lain yang ditetapkan sebagai patokan. F. Inflasi Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Dalam praktek, inflasi bisa diamati dengan mengamati gerak dari indeks harga. Tetapi disini harus diperhitungkan ada tidaknya ”suppressed inflation” atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukan dirinya karena harga-harga resmi makin tidak relevan bagi kenyataan. Terdapat beberapa cara menggolongkan inflasi. Penggolongan pertama, didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Di sini kita bedakan beberapa macam inflasi : - Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) - Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun) - Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun) - Hiperinflasi (diatas 100% setahun) Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari inflasi. Atas dasar ini kita bedakan dua macam inflasi : 1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation. 29 2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Ini disebut cost inflation. Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi : a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya. b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (inflasi) di luar negeri atau di negaranegara langganan berdagang negara kita. G. Nilai Tukar Menurut Salvatore Dominick (1997:140) kar atau sering disebut dengan kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Kurs ini dipertahankan sama disemua pasar melalui arbitrase. Arbitrase Valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjual bilamana harganya tinggi. Suatu penurunan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing disebut dengan depresiasi. Sedangkan kenaikan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing disebut apresiasi. Karena mata uang suatu negara dapat diapresiasikan terhadap mata uang dan apresiasi terhadap yang lain maka biasanya dapat dihitung suatu kurs efektif. Kurs efektif merupakan rata-rata tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara. 30 Pada umumnya kurs ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. H. Produk Domestik Bruto Menurut Herlambang (2002:22) PDB adalah total pendapatan yang dihasilkan dalam suatu negara, termasuk pendapatan orang asing yang bekerja di negara tersebut. PDB suatu negara sama dengan : - Total pendapatan seluruh penduduk dalam perekonomian - Total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian PDB dapat dihitung berdasarkan tiga pendekatan sebagi berikut a) Pendekatan Produksi (production approach), diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah dari semua produksi. b) Pendekatan Pendapatan, diperoleh dengan menghitung jumlah balas jasa bruto (sebelum dipotong pajak) dari faktor produksi yang dipakai. Jika dalam pendekatan produksi, perhitungan menggunakan aliran barang maka dalam pendekatan pendapatan perhitungan menggunakan aliran dilakukan dengan pendapatannya. c) Pendekatan pengeluaran, dimana perhitungan menjumlahkan permintaan akhir dari unit-unit ekonomi, yaitu rumah tangga berupa konsumsi (C), perusahaan berupa investasi (I) dan pemerintah disebut pengeluaran pemerintah (G). 31 I. Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) Menurut Boediono (1994:75) pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti. Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran semacam ini. Pembeli dari satu rupiah sekarang sekaligus penjual dari satu rupiah nanti adalah peminjam (debitur). Sedangkan penjual dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga pembeli dari satu rupiah nanti adalah orang yang meminjamkan (kreditur). Debitur harus membayar kepada kreditur harga dan pertukaran tersebut dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur. Sertiifkat Bank Indonesia menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan diskonto. J. Pengertian Return Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi dan return ekspektasi yang belum terjadi, tetapi diharapkan terjadi di masa yang akan datang (exected return). dalam pengukuran return realisasi banyak digunakan return total yang merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode 32 tertentu. dalam return ini juga perhitungannya didasarkan pada data historis. Return realisasi ini dapat digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan serta dapat sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko pada masa yang akan datang. Sebaliknya, return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor pada masa yang akan datang. Jadi perbedaan antara keduanya adalah return realisasi sifatnya sudah terjadi, sedangkan return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Jogianto (1998; 85) mengemukakan bahwa return sebagai hasil yang diperoleh dari investasi dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi tersebut dapat berfungsi, baik sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan maupun sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko pada masa yang akan datang. Salah satu jenis pengukuran return realisasi yang sering digunakan adalah return total, yaitu return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return realisasi (Rt) = Pt – Pt-1 + Dt Pt-1 Keterangan : Rt = Return saham pada periode t Pt = Harga saham pada periode t Pt-1 = Harga saham pada periode t-1 33 D1 = Dividen pada periode t Return ekspektasi (expected retun) adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor pada masa yang akan datang. Secara matematika return ekspektasi dapat dirumuskan : N E ( Ri ) = ∑ ( R.i. pi) i =1 Keterangan : E (Ri) = Ekspektasi suatu sekuritas Ri = Return masa depan ke-i Pi = probabilitas hasil masa depan ke-i N = jumlah periode waktu observasi Berbeda dengan Husnan (2001;51) yang menyebutkan bahwa return ekspektasi dengan probabilitas kejadian setiap periode yang sama dapat dirumuskan sebagai berikut : N E ( Ri ) = ∑ j =1 Rij n Keterangan : E(Ri) = Return ekspektasi suatu aktiva atau sekuritass ke-i Rij = Hasil masa depan ke-j dari sekuritas i n = Jumlah dari hasil masa depan. 34 Return portopolio saham merupakan rata-rata tertimbang dari return tiaptiap saham yang termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, expected return portopolio merupakan rata-rata tertimbang dari expected return saham yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut RPi = ∑ Xi.Ri Keterangan Rp = Expected return portopolio Xi = Proporsi saham i Ri = Rata-rata return saham i K. Pengertian Resiko Resiko merupakan penyimpangan tingkat keuntungan yang diperoleh dari nilai yang diharapkan oleh seorang investor. Markowitz seperti yang dikutip sunariyah menyatakan bahwa resiko yang diharapkan tergantung pada keanekaragaman kemungkinan hasil yang diharapkan. Sunariyah (2000:184) menggunakan standar deviasi untuk menyatakan besar resiko yang diharapkan. Hal ini diformulasikan sebagai berikut: σ = P [r – E(r)]2 Keterangan : σ = Standar deviasi 35 P = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan r = Kemungkinan tingkat hasil E(r) = Hasil yang diharapkan Jones (1998: 162) menyebutkan bahwa resiko adalah kemungkinan terjadinya perbedaan antara return yang sesungguhnya dengan return yang diharapkan. Pada prinsipnya resiko dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut: 1) Resiko Tidak Sistimatik (Unsystematic Risk) Merupakan resiko yang terkait dengan suatu saham tertentu yang umumnya dapat dihindari (avoidable) atau diperkecil mealui diversifikasi (diversifiable). 2) Resiko Sistematik (Systematic Risk) Merupakan resiko pasar yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang bersangkutan. Resiko ini tidak mungkin dapat dihindari oleh investor melalui diversifikasi sekalipun. Selain dua bagian resiko tersebut, ternyata sikap investor terhadap menghadapi resiko yang muncul dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sebagai berikut : 1) Risk Averse adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang memiliki resiko yang lebih rendah dengan tingkat return yang diharapkan sama besar. 36 2) Risk Neutral adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang tingkat return-nya sesuai dengan resiko yang dihadapi. 3) Risk Seeker adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang memiliki resiko investasi yang lebih tinggi dengan tingkat return yang diharapkan sama besar. L. Risiko, Return, dan Hubungannya Risiko terjadi akibat adanya unsur ketidakpastian dalam semua investasi saham. Berapa hasil yang akan diperoleh dari investasi tidak diketahui dengan pasti, sehingga investor hanya dapat memperkirakan besar keuntungan yang diharapkan dan kemungkinan hasil yang sebenarnya akan menyimpang dari yang diharapkan. Jadi risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan Return yang diperoleh menyimpang dari Return yang diharapkan. Perbedaan antara Return yang diharapkan (Return yang diantisipasi investor di masa mendatang) dengan Return yang benar-benar diterima (Return yang diperoleh investor) merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Beberapa sumber risiko yang berkaitan dengan besar risiko investasi di antaranya adalah: 1) Risiko Suku Bunga Jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan suku bunga, misalnya deposito akan naik. Ini dapat menarik minat investor saham untuk memindahkan dana ke deposito, sehingga banyak yang 37 akan menjual saham dan harga saham akan turun. Oleh karena itu perubahan suku bunga mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. 2) Risiko Pasar Perubahan pasar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti resesi ekonomi, kerusuhan, dan lain-lain menyebabkan perubahan indeks pasar saham. 3) Risiko Inflasi Inflasi akan mengurangi daya beli uang, sehingga tingkat pengembalian setelah disesuaikan dengan inflasi dapat menurunkan hasil investasi tersebut. 4) Risiko Nilai Tukar Perubahan nilai investasi yang disebabkan oleh nilai tukar mata uang asing menjadi risiko dalam investasi. 5) Risiko Likuiditas Semakin tidak likuid suatu sekuritas, semakin besar risiko yang dihadapi perusahaan. 6) Risiko Negara Risiko negara berkaitan dengan kondisi politik suatu negara. Semua risiko yang dapat menyebabkan penyimpangan tingkat pengembalian investasi dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: Risiko Sistematik dan Risiko Unsistematik. Melalui investasi, investor berkeinginan untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Akan tetapi harus dipahami adanya hubungan 38 antara Return dan Risk yang terkandung dalam suatu investasi. Hubungan Return dan risiko searah dan linier, artinya semakin besar Return yang diharapkan, maka semakin besar pula risiko yang harus ditanggung. Dengan kata lain investor yang berharap memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, berarti bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Oleh karena itu tidak relevan mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya melalui investasi pada aset yang menawarkan Return paling tinggi, karena harus juga mempertimbangkan tingkat risiko yang harus ditanggung. M. Estimasi Risiko dan Return Menurut Radcliffe (1997, 217-218), beberapa ukuran statistik yang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu risiko, di antaranya adalah : 1) Range Range menunjukkan interval kemungkinan Return tertinggi dengan Return terendah. Perhitungannya dilakukan dengan cara mengurangi nilai real Return tertinggi dengan yang terendah sehingga diperoleh suatu angka interval. Kelemahan dalam menggunakan cara ini adalah tidak dapat menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang terdapat di antara kedua ekstrem nilai tersebut, serta tidak menunjukkan perimbangan antara kemungkinan terjadinya Return tertinggi dengan return terendah. Dengan kelemahan ini, range tidak dapat dipakai untuk membandingkan risiko antara dua portofolio, karena portofolio yang memiliki range yang sama tidak berarti memiliki risiko yang sama. 39 2) Mean Absolute Deviation Mean absolute deviation menunjukkan kemungkinan perbedaan antara return yang mungkin diterima dengan expected return-nya. Meskipun cara ini cukup masuk akal untuk menunjukkan tingkat risiko suatu portofolio, namun secara statistik cukup sulit digunakan. Selain itu sangat sulit untuk mengetahui hubungan atau correlation di antara return sekuritas. 3) Probability of Negative Return Probability of Negative Return menunjukkan kemungkinan persentase Return yang berada di bawah nilai nol. Meskipun sangat mudah dilakukan, namun perhitungan dengan cara ini tidak dapat mengetahui secara menyeluruh aspek-aspek dari suatu risiko. 4) Semivariance Semivariance adalah perhitungan statistik yang menghitung variasi dari Return yang berada di bawah expected return-nya. Kelemahannya angka ini tidak mencakup ketidakpastian ketika return yang dihasilkan lebih besar dari expectednya. Di samping sulit, perhitungan ini tidak dapat melihat Correlation antara Return masing-masing saham. 5) Standard Deviation Standard Deviation mengukur volatilitas dari Return, cara ini sering digunakan untuk mengukur risiko. Secara statistik metode standar deviasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya pengukurannya dilakukan dengan cara menyebarkan Return (memperhitungkan nilai yang terjadi di atas dan di bawah Expected Return). Di samping itu standar deviasi juga 40 dapat digunakan dengan menggunakan data aktual return masa lalu (Ex Post Standard Deviation) atau dari estimasi potensial returnnya. Dalam melakukan estimasi Return, harus dibedakan antara Return realisasi yaitu return yang telah terjadi dan Return ekspetasi (Expected Return) yaitu Return yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return realisasi yang dihitung berdasarkan data historis penting sebagai salah satu ukuran kinerja suatu perusahaan. Rate of Return saham yang merupakan keuntungan dari capital gain dan dividen dalam periode tertentu diperoleh dengan persamaan berikut: Rt = Dt + (Pt − Pt −1 ) Pt −1 Di mana: Rt = Rate of Return (Return realisasi) saham pada bulan ke-t Pt = Harga saham pada bulan ke-t Pt-1 = Harga saham pada satu bulan sebelum bulan ke-t Dt = Dividen pada bulan ke-t Return realisasi ini berguna sebagai dasar penentuan tingkat keuntungan yang diharapkan (Expected Return). Expected Return sangat mungkin berlainan dengan return yang diterima, karena adanya suatu ketidakpastian. Perhitungan Expected Return dapat dilakukan dengan menggunakan rata-rata 41 aritmatik dan rata-rata geometrik. Metode rata-rata aritmatik dinyatakan dalam persamaan berikut : N E ( Ri ) = ∑ i =1 Ri …………………. n Untuk metode rata-rata geometrik, persamaannya dinyatakan sebagai berikut : 1/ n E ( Ri ) = [(1 + R1)(1 + R 2)......(1 + Rn)] - 1 ………… Penggunaan perhitungan rata-rata aritmatik dan rata-rata geometrik adalah tergantung pada tujuan investor. Rata-rata aritmatik diterapkan untuk mengukur kinerja rata-rata selama satu periode, dan merupakan cara yang bagus untuk memperkirakan Expected Return pada periode berikutnya. Sedangkan perhitungan rata-rata geometrik digunakan untuk mengukur perubahan kekayaan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya (Multiple Periods). Rata-rata geometrik mengukur tingkat pertumbuhan majemuk (Compound Rate of Growth) selama periode yang ditentukan. Hal ini sering digunakan dalam investasi dan keuangan untuk merefleksikan tingkat pertumbuhan (Growth Rate) yang konsisten (Steady) dari dana yang telah diinvestasikan selama periode-periode sebelumnya (Jones, 2004:153). Mengacu kepada kedua metode perhitungan tersebut, maka rata-rata geometrik merupakan metode perhitungan yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Dengan kata lain, rata-rata aritmatik tidak digunakan 42 N. Analisis Fundamental Investasi dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung maupun investasi tidak langsung. Investasi aktiva langsung dapat dilakukan dengan pembelian langsung aktiva keuangan suatu perusahaan. Sedangkan investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham (surat-surat berharga) dari perusahaan investasi yang diperdagangkan di pasar modal. Beberapa penulis memberikan sumbangan pemikiran terhadap model dalam menganalisis dan menilai saham dengan istilah yang beragam; Karen (1971) menyebut dengan istilah ”A Flow Diagram of Stock Price Determination”; Husnan (1998) menyebut dengan analisis teknikal; sedangkan Sharpe, Alexander dan Bailey (1999) menyebut dengan istilah ”The Big Picture”. Dari ketiga analisis tersebut, secara umum bahwa untuk menganalisis dan menilai harga saham dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi atau kondisi pasar yang terdiri dari variabel makroekonomi maupun kondisi spesifik perusahaan. Arbitrage pricing theory Ross (1976) merumuskan model keseimbangan yang disebut Arbitrage Pricing Theory (APT), yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai sifat yang identik sama tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Dalam hal ini hukum yang dianut oleh APT adalah hukum satu harga (The Law of One Price). Suatu aktiva yang memiliki karakteristik sama (identik sama) jika dijual dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan Arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga 43 murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko (Husnan, 1994). Dalam perekonomian suatu negara terdapat empat pasar yang telah dikenal yaitu: pasar modal, pasar uang, pasar valuta asing maupun pasar barang. Dari keempat pasar tersebut yang saling terkait erat serta yang mencerminkan hukum satu harga (The Law of One Price) umumnya tiga pasar yaitu: pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing. Ketiga pasar mempunyai keseimbangan dan identik sama sehingga tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Jika tidak terjadi keseimbangan dari pasar-pasar tersebut, maka akan terjadi proses Arbitrage dari pasar yang satu ke pasar yang lain sebagaimana diuraikan di atas. Terkait dengan pasar modal, model APT dinyatakan bahwa tingkat keuntungan dari saham yang diperdagangkan di pasar modal terdiri dari dua komponen, yaitu: tingkat keuntungan normal atau tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat keuntungan yang tidak pasti atau berisiko (Husnan, 1994). Tingkat keuntungan yang diharapkan merupakan bagian dari tingkat keuntungan sesungguhnya yang diharapkan oleh investor. Tingkat keuntungan ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki oleh investor. Sedangkan tingkat keuntungan yang tidak pasti atau sebagian tingkat keuntungan yang bersumber dari informasi yang bersifat tidak diharapkan. Investor dalam menjalankan aktivitasnya menghadapi dua macam risiko, yaitu: risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Kedua risiko tersebut mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan investor. Risiko tidak 44 sistematis dari satu perusahaan tidak berkorelasi dengan perusahaan lainnya. Sebaliknya, risiko sistematis akan berkorelasi terhadap setiap perusahaan (saham). Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi risiko sistematis adalah sama, misalnya: tingkat inflasi, tingkat bunga dan variabelvariabel lainnya atau sering disebut dengan variabel makroekonomi. Oleh karena itu perubahan variabel makroekonomi akan berdampak pada seluruh perusahaan (saham). Namun demikian perlu diperhatikan bahwa kemungkinan terdapat perbedaan besar kecilnya perubahan variabel makroekonomi terhadap harga saham. Model faktor mendasarkan diri pada anggapan bahwa adanya hubungan linear antara harga suatu saham dengan harga seluruh saham yang ada di bursa yang diwakili oleh indeks pasar (IHSG). Atas dasar anggapan itu, maka tingkat keuntungan suatu saham akan berkorelasi dengan perubahan harga pasar (Sharpe, Alexander, Bailey (1999). Sebagai proses penghasil imbalan, model faktor berusaha untuk mencakup kekuatan-kekuatan perekonomian utama yang secara sistematis menggerakkan atau mempengaruhi harga semua saham. Secara implisit, dalam susunan model faktor terdapat asumsi bahwa imbalan antara dua saham akan berkorelasi, yaitu bergerak bersama hanya melalui reaksi yang sama terhadap satu atau lebih faktor yang ditentukan oleh model. Model faktor dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung imbalan harapan, varian, maupun kovarian dari setiap saham. Hasilnya, model faktor adalah alat yang bermanfaat untuk manajemen 45 portofolio (Sharpe, Alexander, Bailey : 1999). Model multi faktor mengasumsikan bahwa proses penentuan harga saham melibatkan beberapa faktor. Artinya terdapat beberapa kemungkinan bahwa lebih dari satu faktor penyebab (Pervasive Factor) dalam perekonomian yang mempengaruhi harga saham. Situasi ekonomi mempengaruhi hampir semua perusahaan. Jadi perubahan dari perekonomian yang diramalkan memiliki dampak yang besar terhadap harga sebagian besar saham. O. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai hubungan inflasi, tingkat suku bunga, exchange rate, dan harga saham dilakukan oleh Solnik (1984), Gultekin (1983) untuk pasar modal Amerika. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa korelasi perubahan tingkat bunga dan Stock Return adalah besar dan signifikan untuk setiap negara. Solnik pada tahun 1973 sampai dengan tahun 1983 melakukan penelitian tentang pergerakan infasi, exchange rate, tingkat bunga pada mata uang Dollar amerika, Yen, dan Deutch, Mark, British Pound, hasil penelitian ini ditulis dalam bukunya Internasional Investment. Penelitian ini membuktikan bahwa tingkat bunga dan inflasi bergerak dalam besar dan arah yang sama, sedangkan Exchange Rate bergerak lebih besar dalam arah yang berlawanan. Hal ini menunjukan bahwa exchange rate merupakan variabel yang penting untuk dipertimbangkan. Farrel (1997) menyatakan bahwa variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi Return saham adalah tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, 46 tingkat bunga, nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik dan premi resiko. Penelitian lain yaitu Sharpe (1995) mengemukakan bahwa variabel-variabel Multi-Iindex Model yang mempengaruhi Return saham adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat bunga, tingkat inflasi, dan harga minyak. Haruman, Setiawan dan Ariyanti (2005) yang melakukan penelitian di BEJ menunjukan bahwa indikator makro yang terwakili oleh nilai tukar rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap return saham, sedangkan tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Muhammad Imron (2005) meneliti tentang pengaruh Variabel makro terhadap tingkat pengembalian pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). adapun variabel makro yang diteliti adalah (1) tingkat pengembalian pasar, dalam hal ini diwakili oleh IHSG ((2) tingkat inflasi (3) tingkat suku bunga deposito dan (4) persentase perubahan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah. Ia menggunakan analisis Regresi Linear Berganda dengan Uji F, maka hasilnya adalah bahwa variabel : tingkat inflasi, tingkat bunga deposito bulanan, dan persentase perubahan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pasar. sedangkan dengan menggunakan Uji T, maka dinyatakan bahwa variabel : tingkat bunga deposito bulanan mempunyai pengaruh paling besar terhadap tingkat pengembalian pasar. Heliyanti (2007), meneliti tentang pengaruh tingkat suku bunga (SBI) dan inflasi terhadap Return saham perusahaan farmasi, dengan periode 47 penelitian dari tahun 2001 sampai tahun 2005. dengan menggunakan metode regresi linear berganda, diperoleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) berpengaruh positif terhadap Return saham pada industri farmasi. Artinya kenaikan inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) akan mengakibatkan kenaikan Return saham pada industri farmasi. P. Kerangka Pemikiran Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka kondisi pasar modal yang dalam hal ini diwakili oleh Return saham (pasar modal Syariah dan Non syariah) akan selalu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro yang dalam penelitian ini diwakili oleh kurs rupiah, inflasi, SBI dan PDB. Untuk menguji variabel makroekonomi (kurs rupiah terhadap dollar, inflasi, SBI, dan PDB) terhadap return saham (pasar modal Syariah dan Non Syariah) dilakukan pengujian dalam model regresi linear berganda melalui uji T dan uji F. 48 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran. MAKRO Variabel Makro 1. Kurs Rupiah 2. Inflasi 3. PDB 4. SBI Jakarta Islamic Index (JII) LQ45 Model Regresi Berganda Uji Asumsi Klasik UJI Regresi Berganda Uji Hipotesis • Uji T • Uji F INTERPRETASI 49 Q. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara parsial (individu) terhadap Ha : Return Saham Syariah. Terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara parsial (individu) terhadap Return Saham Syariah. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara simultan (bersama-sama) terhadap Return Saham Syariah. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara simultan (bersamasama) terhadap Return Saham Syariah. 50 2. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara parsial (individu) terhadap Return Saham Non Syariah. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara parsial (individu) terhadap Return Saham Non Syariah. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara simultan (bersama-sama) terhadap Return Saham Non Syariah. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan variabel makroekonomi (Nilai tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) secara simultan (bersamasama) terhadap Return Saham Non Syariah. 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Jakarta Islamic Index dan LQ45 Index yang listed di BEI selama periode April 2003 - Juni 2008. Dari perusahaan-perusahaan tersebut dikumpulkanlah data-data yang sesuai dengan keperluan penelitian, yaitu perubahan harga saham-saham syariah yang tercermin dari perubahan indeks JII dan perubahan saham non syariah yang tercermin dari perubahan indeks LQ45 selama periode penelitian yaitu April 2003 - Juni 2008. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh indeks harga saham yang terdaftar di BEI, dengan menggunakan metode Purposive Sampling, maka ditentukan Indeks JII dan Indeks LQ45 sebagai sample dalam penelitian ini yang mencerminkan Return Saham Syariah dan Return Saham Non Syariah. Sedangkan untuk variabel independennya dibatasi pada variabel makro, yaitu nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB), dimana semua data menggunakan data bulanan. Periode penelitian ini mengambil rentang waktu selama periode April 2003 – Juni 2008. 52 C. Metode Pengumpulan Data Dalam mendapatkan data yang akurat, penulis menggunakan beberapa cara yang diambil dari subjek penelitian. Menurut pendapat Prof. Dr. Suahrsimi Arikunto (2000:134) “Tehnik pengolahan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data”. Menurut Sugiyono (1999:139) bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, seperti lewat orang lain atau melihat dokumen. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan dan disatukan secara langsung dari objek yang diteliti untuk kepentingan penelitian. Data primer dari penelitian ini berasal dari perusahaan-perusahaan yang menjadi objek penelitian. Cara untuk mendapatkan data primer yaitu dengan cara meninjau langsung ke perusahaan yang menjadi objek penelitian. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi-instansi lain yang sudah dipublikasikan atau memanfaatkan data yang sudah ada (Suparmako, 53 1999:67).Pengumpulan data sekunder dari penelitian ini menggunakan beberapa teknik, seperti dibawah ini: a. Riset Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengunjungi lembaga yang terkait dengan penelitian, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perpustakaan (UIN, UI, Trisakti), Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) Bursa Efek Indonesia, kemudian mengumpulkan, membaca dan memahami laporan/jurnal penelitian terdahulu, catatan buku, literatur, perkuliahan, internet dan lain sebagainya yang berkaitan dengan topik pembahasan penulis. b. Teknik Dokumentasi Teknik Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mengutip langsung data yang diperoleh dari perusahaan, yang terdiri dari: sejarah perusahaan, struktur organisasi, dan bidang usaha. D. Metode Analisis Data 1. Analisis Regresi Linier Berganda Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model regresi linear berganda dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + εi 54 Dimana : Y : Return Saham I : Jakarta Islamic Index (JII) II : Indeks LQ45 X1 : Nilai tukar Rp/US$ X2 : Sertifikat Bank Indonesia (SBI) X3 : Inflasi X4 : PDB εi : Faktor pengganggu b : Koefisien regresi dari Variabel independen 2. Uji F (Uji secara simultan ) Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel atau tingkat signifikannya lebih kecil dari 5% (α : 5% = 0.05) maka hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara simultan, dalam penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara simultan (nilai tukar Rp/US$, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), inflasi dan PDB) terhadap Return Saham Syariah dan Return Saham Non Syariah. 55 3. Uji T (Uji secara parsial ) Uji T digunkan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Bila Thitung lebih besar dari Ttabel atau nilai signifikan T < α : 5% (0.05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial (nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) terhadap Return Saham Syariah dan Non Syariah. Semua data diolah dengan menggunakan Minitab 14 for Windows, (hasil output Minitab terlampir). 4. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independennya lebih dari 2. 5. Uji Asumsi Klasik Dalam penggunaan analisis regresi agar menunjukan hubungan yang valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan. Adapun asumsi dasar yang harus dipenuhi antara lain : a. Uji multikolinearitas 56 Uji Multikolinearitas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antar beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas merupakan keadaan di mana satu atau lebih variabel independen dinyatakan sebagai kondisi linear dengan variabel lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-ubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkolerasi satu dengan yang lain maka bisa dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Untuk menguji asumsi multikolinearitas dapat digunakan VIF (Variance Inflation Factor), di mana Gujarati (2003) mengatakan bila nilai VIF lebih dari 10 berarti terdapat kolinearitas sangat tinggi dan sebaliknya apabila VIF lebih kecil dari 10 maka terjadi multikolinearitas. b. Uji Autokorelasi Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (e t ) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (e t −1 ). Prosedur untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi pada model regresi dengan melakukan uji Durbin Watson (uji Dw). Cara mudah untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat juga digunakan ketentuan sebagai berikut : a ∑ (et DW = 2 − e t −1 ) t=2 n ∑ et 2 t =1 57 Tabel 3.1 Tabel Autokorelasi Durbin Watson Kesimpulan Kurang dari 1,10 Ada Autokorelasi 1,10 dan 1,54 Tanpa Kesimpulan 1,55 dan 2,46 Tidak Ada Autokorelasi 2,46 dan 2,90 Tanpa Kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada Autokorelasi Sumber : Muhammad Firdaus (2004:101) c. Uji Heteroskesdastisitas Asumsi ini apabila variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Jika ciri ini terpenuhi, berarti variasi faktor peganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastik. Jika asumsi itu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut heteroskesdasitas. Model regresi yang baik yang homoskedastik dan tidak terjadi heteroskesdastisitas. Menurut Bhuono (2005:62), cara untuk memprediksi ada tidaknya heteroskesdasitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linear berganda tidak terdapat heteroskesdasitas jika : a) Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau sekitar angka 0. b) Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja. 58 c) Penyebaran titik-titik data bergelombang melebar tidak boleh membentuk pola kemudian menyempit dan melebar kembali. d) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. E. Operasional Variabel Penelitian Agar setiap variabel yang terdapat dalam penelitian ini dapat dimengerti dengan jelas, serta untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan pengertian, maka perlu pembatasan pengertian dari variabel yang akan diteliti, yaitu: 1. Variabel Bebas ( independent variabel) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari: a. Nilai tukar rupiah terhadap dollar (X1) Nilai tukar Rp/US$ yang diperoleh dari perubahan kurs tengah Rp/US$ jangka waktu bulanan. Nilai tukar Rp/US$ = Kurs tengah Rp/US$t - Kurs tengah Rp/US$t-1 Kurs tengah Rp/US$t-1 b. SBI (X2) Surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek periode bulanan dengan sistem diskonto/bunga. 59 c. Inflasi (X3) Inflasi diperoleh dari perubahan Indeks Harga Konsumen (indeks umum) yang merupakan gabungan 66 kota di Indonesia per bulanan. Inflasi = IHKt – IHKt-1 IHKt-1 t adalah periode bulanan. d. PDB (X4) Nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB diperoleh berdasarkan atas dasar harga yang berlaku periode bulanan. PDB = C + I + G + X - M 2. Variabel Terikat (Dependen) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah a. Return Saham Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII) JII merupakan kumpulan 30 saham yang masuk dalam kriteria Syariah dan termasuk saham yang likuid. Tingkat keuntungan JII diperoleh dari perubahan indeks JII periode bulanan. Harga indeks saham yang digunakan adalah harga penutupan pada akhir bulan. Return saham yang digunakan adalah return indeks saham dengan menggunakan rumus : 60 Return JII = Indeks JIIt – Indeks JIIt-1 Indeks JIIt-1 b. Return Saham Indeks LQ45 LQ45 Indeks merupakan kumpulan 45 saham terpilih setelah melalui beberapa macam seleksi. Tingkat keuntungan indeks LQ45 diperoleh dari perubahan indeks LQ45 periode bulanan. Harga indeks saham yang digunakan adalah harga penutupan pada akhir bulan. Return saham yang digunakan adalah return indeks saham dengan menggunakan rumus : Return LQ45 = Indeks LQ45t – Indeks LQ45t-1 Indeks LQ45 t-1 61 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah PT. Bursa Efek Indonesia (JSX Monthly 2002) Pasar modal merupakan sebagai bagian dari sektor keuangan bukanlah merupakan barang baru di indonesia. Sejarah pasar modal Indonesia sebenarnya telah mulai sejak pemerintahan Hindia Belanda mendirikan bursa efek di Batavia pada tanggal 14 desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel, dengan mendasarkan pada pengalaman di negeri Belanda, pendirian bursa efek (stock Exchange) di Batavia adalah dalam rangka memupuk sumber pembiayaan bagi perkebunan milik Belanda yang tumbuh secara besarbesaran di Indonesia. Efek yang diperjual belikan merupakan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Hindia Belanda, serta efek-efek Belanda lainnya. Dengan perkembangan Bursa Efek di Batavia, pada tanggal 11 januari 1925 di buka Bursa Efek Surabaya, kemidian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Sayang sekali, aktivitas pasar modal di Indonesia terpaksa seluruhnya terhenti akibat terjadinya perang dunia ke dua. Sejak tahun 956 pemerintah telah mencoba untuk mengaktifkan kembali pasar modal sebagaimana sarana pembiayaan kegiatan ekonomi. 62 Pada awalnya pemerintah mendorong pertumbuhan pasar modal melalui pemberian fasilitas perpajakan, baik kepada perusahaan-perusahaan yang go publik maupun para investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait termasuk broker dan dealer. Fasilitas perpajakan kemudian dihapuskan setelah diberlakukan peraturan perpajakan baru pada tahun 1983, sedangkan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya ditunda pemungutannya. Keadaan ini sudah tentu mengakibatkan iklim investasi di pasar modal kurang menarik. Oleh karena itu kemudian pemerintah berusaha mendorong kembali pertumbuhan pasar modal dengan mengeluarkan paket-paket deregulasi, seperti paket Desember 1987, paket Oktober 1988, dan paket Desember 1988, salah satu isi paket tersebut yang terpenting adalah dinaikannya pajak penghasilan atas bunga depositodan tabungan berjangka lainnya sebesar 15 % final. Kebijaksanaan pengenaan pajak final atas tabungan dimaksud ternyata berdampak sangat positif terhadap pasar pasar modal, karena pendapatan masyarakat pemodal menjadi berkurang, sehingga mereka cenderung mencari alternatif lainnya dalam menginvestasikan uangnya. Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar sahampun mulai meningkat seiring dengan perkembangannya pada tahun 1990, pada tahun 1991, bursa saham yang dinamis di Asia. 63 Swastanisasi bursa saham menjadi PT. Bursa Efek Jakarta ini mengakibatkan beralihnya fungsi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Pada tanggal 13 Juli 1992, Bursa Efek Jakarta (BEJ) diswastakan dan mulai menjalankan pasar saham di Indonesia, sebuah awal pertumbuhan baru setelah terhenti sejak didirikan pada awal abad ke 19. tahun 1995 adalah Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding sistem perdagangan manual. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efesiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Tahun 2007 penggabungan antara Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Lembaga-lembaga yang terlibat di Bursa Efek Indonesia Sebagai suatu bisnis yang berdampak sosial yang sangat luas, Bursa Efek Indonesia melibatkan banyak lembaga masing-masing pihak mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda dan saling menunjang kepentingan pihak lainnya. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan di Bursa Efek Indonesia adalah 64 a. Perusahaan yang go publik (Emitmen) Adalah perusahaan yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran dalam surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna membelanjai operasi rencana investasi. b. Perusahaan Efek Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan seperti penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, manajer investasi, atau penasehat investasi. c. Lembaga Kliring dan Penyelesaian Penyimpanan Adalah suatu lembaga yang menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di bursa efek, penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain. d. Perusahaan Reksa Dana Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali (reinvestasi atau pedagang efek). e. Lembaga Penunjang Lembaga penunjang meliputi tempat penitipan harta, wali amanat atau penanggung yang menyediakan jasa, tempat penitipan harta adalah pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. Wali amanat (trust agent) adalah pihak yang dipercayakan untuk mewakili kepentingan seluruh pemegang obligasi atau sertifikat kredit. Penanggung (gurator) 65 adalah pihak yang menanggung kembali jumlah pokok atau bunga emisi obligasi atau sekritas kredit dalam emiten cidera janji. Sedangkan Biro Administrasi Efek (BAE) yang semula berperan penting dalam regestrasi saham, setelah skripless berperan memelihara investasi hingga memantau peroleh deviden, penawaran perdana (IPO), atau corporate action lainnya. dan saat ini pencatatan semua saham investor beralih ke kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). f. Profesi Penunjang Terdiri dari akuntan publik, notaris, perusahaan penilai (appraisal) dan konsultan hukum. akuntan publik adalah pihak yag memiliki keahlian dalam bidang akutansi dan pemeriksa akuntan (auditing). Fungsi akuntan adalah memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten atau calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang membuat akte otentik sebagaimana dimaksudkan dalam Staad Glad 1860 No. 3 tentang pengaturan jabatan notaris. Peran notaris adalah membuat perjanjian, penyusunan anggaran dasar dan perubahannya, perubahan pemilik modal dan lain-lain. Penilaian appraisal adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani laporan penilai. Laporan penilai mencangkup pendapat atas aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaaan menurut keahlian penilai. Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan dan menandatangani pendapat hukum mengenai emisi atau emiten. fungsi utama konsultan hukum adalah 66 melindungi pemodal atau calon pemodal dari segi hukum. tugasnya antara lain meneliti akte pendirian, izin usaha dan lain-lain. g. Pemodal (investor) Adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modal dalam efek-efek yang diperdagangkan. h. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Badan Pengawas pasar Modal (BAPEPAM) merupakan lembaga pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Memonitor dan mengatur surat pasar dimana sekuritas-sekuritas dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, dan efisien dengan maksud untuk melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 2. Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, clearing, settlement, dan lembaga-lembaga penyimpanan reksa dana, perusahaan sekuritas dan para pialang, berbagai lembaga pendukung pasar modal dan para profesional. 3. Untuk memberikan rekomendasi tentang pasar modal kepada Mentri Keuangan. Dengan fungsi tersebut diharapkan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) lebih bisa melaksanakan fungsi pengawasan karena kegiatan perdagangan efek dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengannya diselenggarakan oleh Bursa Efek sendiri, selain 67 itu peraturan mulai dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) secara konsisten. 3. Mekanisme Perdagangan a. Sistem Perdagangan PT. Bursa Efek Indonesia Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terpusat di lantai perdagangan di Jakarta Stock Exchange Building, Jl. Jenderal Sudirman Kav 52 – 53 Jakarta 12190. Hingga saat ini, instrumeninstrumen yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah : saham, bukti right, warant, obligasi, dan obligasi konversi. Sejak 22 mei 1995, sistem perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menggunakan komputer. Sistem yang tergolong paling modern di dunia ini disebut The Jakarta Automated Trading System (JATS), sedangkan kegiatan administratif dan manajemen Bursa Efek Indonesia terpusat di lantai empat gedung yang sama. b. Sistem Pasar : Digerakan oleh Order dan Lelang Terbuka Bursa Efek Indonesia menganut sistem order – driven market atau pasar yang digerakan oleh order-order dari pialang dengan sistem lelang secara terus menerus. Pembeli atau penjual, yang hendak melakukan transaksi harus menghubungi perusahaan pialang. Perusahaan pialang membeli dan menjual efek dilantai bursa atas perintah atau permintaan (order) investor. akan tetapi, perusahaan 68 pialang juga dapat melakukan jual efek untuk dan atas nama perusahaan itu sendiri sebagai bagian dari investasi portofolio. Setiap perusahaan pialang mempunyai orang yang akan memasuki semua order yang diteria ke terminal masing-masing di lantai bursa. Orang-orang yang bertindak di perusahaan di perusahaan pialang tersebut disebut wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE). Dengan menggunakan Jakarta Automated Trading System (JATS), order-order tersebut diolah oleh komputer yang akan melakukan matching dengan mempertimbangkan prioritas harga dan prioritas waktu. Dengan demikian sistem perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sistem lelang secara terbuka yang berlangsung terus menerus selama jam bursa. Hingga saat ini, seluruh order dari pialang memang harus dimasukan ke dalam sistem melalui terminal yang ada di lantai bursa. Namun saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mulai menetapkan akses jarak jauh atau remote trading aces untuk Jakarta Automated Trading System (JATS) sehingga seluruh perusahaan pialang bisa langsung melakukan perdagangan dari luar lantai bursa, bahkan dari luar Jakarta. a). Penyelesaian Transaksi Transaksi di Bursa Efek Indonesia secara umum bukan transaksi yang bersifat tunai. Bursa menentukan apabila transaksi dilakukan hari ini, maka penyerahan saham dan pembayaran harus diselesaikan melalui PT. Kliring penjamin Efek Indonesia (KPEI) 69 dan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada hari bursa ke lima (T+5) setelah terjadinya transaksi. Penyelesaian untuk transaksi obligasi dilakukan antara anggota bursa yang melakukan transaksi. Sementara itu, penyelesaian untuk transaksi right dilakukan pada T+0 dan penyelesaian pada warant dilakukan melalui PT. Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). b). Sistem Otomatisasi Perdagangan Otomasi sistem perdagangan atau Jakarta Automated Trading System (JATS) di mulai tanggal 22 Mei 1995. Awalnya, Bursa Efek Indonesia menyediakan 444 unit Trader Worksystem di lantai perdagangan bursa. pada bulan Mei 2000, Bursa Efek Indonesia melakukan perluasan lantai dengan 360 terminal di lantai 5 gedung bursa, perluasan ini dilakukan untuk sementara. Terminal-terminal yang dinamankan Trader Worksystem atau Booth dihubungkan dengan mesin utama perdagangan (Trading Engine) melalui Jakarta Stock Exchange Network. Pada tahap pertama, implementasi Jakarta Automated rading System (JATS) lebih dipusatkan pada sistem konversi dari manual ke sistem komputerisasi. Pengembangan implemantasi Jakarta Automated System (JAT) terdiri atas beberapa tahap, antara lain : 70 1. Implementasi perdagangan tanpa waran (scripless trading) yang terintegrasi dengan sistem kliring dan penjamin (clearing and guarentee system) PT. Kliring dan Penjamin Indonesia. 2. Berkenaan dengan peningkatan transaksi, perluasan lantai perdagangan dengan kapasitas 804 booth dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan anggota bursa terhadap fasilitas perdagangan pada pertengahan tahun 2000. 3. Pengembangan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). Dengan menggunakan fasilitas ini anggota bursa dapa secara langsung mengakses Jakarta Automated Trading System (JATS) dari kantornya, kantor pusat maupun kantor cabang. c. Biaya Transaksi Untuk membeli atau menjual saham, investor diwajibkan membayar biaya transaksi kepada perusahaan pialang berdasarkan kesepakatan. dalam peraturan Bursa Efek Indonesia, biaya komisi setinggi-tingginya 1% dari total nilai transaksi (beli atau jual). Sementara itu, pialang diwajibkan membayar biaya transaksi sebesar 0,004% dari total transaksi di bursa. Perusahaan pialang diwajibkan membayar biaya-biaya sebagai berikut: 1. Untuk transaksi saham dan right dikenakan sebesar 0,04% dari kumulatif nilai transaksi setiap bulan, dan 0,01% dari biaya 71 tersebut dialokasikan untuk dana jaminan dan kliring yang dikelola oleh PT. kliring penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan sisanya 0,015 % untuk biaya operasional bursa dan 0,006 % untuk PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). 2. Untuk trasaksi obligasi asas unjuk tidak dikenakan biaya transaksi. 3. Untuk anggota bursa yang tidak melakukan transaksi sama sekali, wajib membayar biaya administratif kepada bursa sebeasr Rp. 250.000 per bulan (untuk anggota aktif). Pengenaan komisi dan biaya-biaya transaksi ini belum termasuk Pajak Penambahan nilai (PPn) sebesar 0,1 % dari kumulatif nilai transaksi penjulan (khusus untuk saham). 72 B. Penemuan dan Pembahasan 1. Deskripsi Data Tabel 4.1 Statistic Descriptive Dependent Variable Variabel Mean Return JII 0,03276 Return LQ45 0,03022 Sumber : Data diolah Std. Deviasi 0,06403 0,06367 Maximum 0,172 0,165 Minimum -0,157 -0,116 N 63 63 a. Variabel Dependen : 1) Return JII Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan JII periode bulanan April 2003 – Juni 2008, return tertinggi JII terjadi pada bulan September 2003 sebesar 0,172 sedangkan return terendah pada bulan Maret 2008 yaitu sebesar -0,157 dengan jumlah data sebanyak 63 data. 2) Return LQ45 Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan indeks LQ45 periode bulanan April 2003 – Juni 2008, return tertinggi terjadi pada bulan September 2003 yaitu sebesar 0,165 sedangkan return terendah pada bulan Agustus 2005 yaitu sebesar -0,116 dengan jumlah data sebanyak 63 data. 73 b. Variabel Independen : Tabel 4.2 Statistic Descriptive Independent Variable Variabel Mean Nilai tukar 9142,7 Rp/US$ SBI 0,7632 Inflasi 0,5970 PDB 257741 Sumber : Data diolah Std. Deviasi Maximum Minimum N 450,6 10310 8279 63 0,1469 0,4990 71848 1,0600 2,46 410305 0,6100 -0,1700 168292 63 63 63 1) Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS diketahui untuk nilai terendah terjadi pada bulan Mei 2003 yaitu Rp. 8279 sedangkan nilai tertinggi yaitu Rp. 10310 terjadi pada bulan September 2005 dengan jumlah data sebanyak 63 data. 2) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan nilai tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia diketahui untuk nilai terendah terjadi pada bulan Mei 2004 yaitu 0,61 sedangkan tingkat bunga tertinggi yaitu 1,06 terjadi pada bulan November 2005 dengan jumlah data sebanyak 63 data. 3) Inflasi Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan inflasi yang diukur dari IHK (Indeks Harga Konsumen) diperoleh indeks terendah terjadi pada bulan Februari 2005 yaitu -0,17 sedangkan indeks 74 tertinggi yaitu 2,46 terjadi pada bulan Juni 2008 dengan jumlah data sebanyak 63. 4) Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan data bulanan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang terendah terjadi di April - Juni (triwulan II) 2003 yaitu sebesar Rp. 168292 (milyar) Sedangkan nilai tertinggi terjadi di April – Juni (triwulan II) 2008 yaitu sebesar 410305 (milyar) dengan jumlah data sebanyak 63 data. 2. Pengujian Asumsi Klasik a). Uji Multikolinearitas Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai VIF Nilai tukar RP/US$, inflasi, SBI dan PDB memiliki VIF masing-masing di bawah dari 10, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas.. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Nilai tukar Rp/US$ Inflasi SBI PDB Sumber : Data diolah VIF 1,2 1,1 1,1 1,2 75 b). Pengujian Autokorelasi Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin Watson Pengujian Terhadap Return JII Return LQ45 Sumber : Data diolah DW Terletak pada 1,55-2,46 2,02942 1,55-2,46 2,00950 Keterangan Tidak AdaAutokorelasi Tidak Ada Autokorelasi Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson. Hasil uji Durbin Watson untuk variabel dependen return JII sebesar 2,02942 dan untuk variabel dependen return LQ45 sebesar 2,00950. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa dalam model regresi linear berganda terbebas dari asumsi klasik statistik autokorelasi dan model ini layak untuk digunakan. c). Pengujian Heteroskedastisitas Output pada gambar Scatterplot menunjukan penyebaran titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau sekitar 0. Titik- titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja. Penyebaran titik ini tidak berbentuk pola. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linear berganda bebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian. 76 Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: Return JII 2 1 0 -1 -2 -3 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value Scatterplot Dependent Variable: Retun LQ45 3 Regression Studentized Residual Regression Studentized Residual 3 2 1 0 -1 -2 -3 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value 77 3. Pengujian Statistik a. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah (JII) Tabel 4.5 Resume Hasil Analisis Regresi linear Berganda (Variabel Dependen Return JII) Variabel Koef.Regresi Constanta 0,37 Nilai tukar -0,00003809 Rp/US$ (X1) SBI (X2) 0,04742 Inflasi (X3) -0,01485 PDB (X4) -0,00000006 Adj. R Square 0,064 Alpha 0,05 Sumber : Data diolah Tsignifikan 0,028 0,048 Keterangan 0,397 0,379 0,596 (6,4%) (5%) UNSIGN UNSIGN UNSIGN F signifikan 0.097 SIGN (UNSIGN) 1) Uji F Berdasarkan tabel di atas diperoleh Fsignifikan > α, dimana F signifikan sebesar 0,097 > α ;0,05 (5%) maka dapat dikatakan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti secara bersama-sama Variabel Makro (Nilai tukar Rp/US$, Inflasi, PDB dan SBI) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham Syariah yang tercermin dalam Return JII 78 2) Uji T Jika nilai Tsignifikan < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh : - Tsignifikan variabel nilai tukar Rp/US$ sebesar 0,048 < α . 0,05 (5%), maka variabel nilai tukar Rp/US$ berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah (JII) - Tsignifikan variabel SBI sebesar 0,397 > α 0,05 (5%), maka variabel SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah (JII). - Tsignifikan variabel inflasi sebesar 0,379 > α 0,05 (5%), maka variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah (JII). - Tsignifikan variabel PDB sebesar 0,596 > α 0,05 (5%), maka variabel PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah (JII). 3) Uji Koefisien Regresi Dari persamaan Y = 0,37 – 0,000038X1 + 0,474X2 -0,0148 X3 0,00000006X4 , dapat diartikan - Nilai tukar Rp/US$ berpengaruh negatif terhadap return syariah (JII) sebesar 0,000038 yang berarti jika nilai tukar Rp/US$ mengalami peningkatan sebesar 1% maka return syariah (JII) akan mengalami penurunan sebesar 0,000038 dan sebaliknya dengan asumsi variabel 79 lain tetap. Hal ini dapat diartikan bahwa jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap US Dollar maka investor akan menjual sahamnya dan beralih membeli US Dollar, sehingga mengakibatkan Return saham turun dan sebaliknya. - SBI berpengaruh positif terhadap Return Syariah (JII) sebesar 0,474 yang berarti jika suku bunga SBI mengalami peningkatan sebesar 1% maka akan mengalami peningkatan Return Syariah (JII) sebesar 0,474 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan. - Inflasi berpengaruh negatif terhadap Return Syariah (JII) sebesar 0,0148 yang berarti jika inflasi mengalami peningkatan sebesar 1% maka akan mengalami penurunan Return Syariah (JII) sebesar 0,0148 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan - PDB berpengaruh negatif terhadap Return Syariah (JII) yang berarti jika PDB mengalami peningkatan sebesar 1% maka Return Syariah akan mengalami penurunan sebesar 0,00000006 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan. 4) Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji Koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. 80 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,064 yang berarti bahwa variabel Return Syariah dapat dijelaskan oleh Variabel Makro (Nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi, PDB dan IHSG) sebesar 6,4% dan sisanya sebesar 93,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model seperti uang beredar, suku bunga deposito, tingkat pengangguran, dan variabel makro lainnya. b. Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Non Syariah (LQ45) Tabel 4.6 Resume Hasil Analisis Regresi linear Berganda (Variabel Dependen Return LQ45) Variabel Constanta Nilai tukar Rp/US$ SBI Inflasi PDB Adj. R. Square Alpha Sumber : Data diolah Koef.Regresi T signifikan 0,3907 -0,00004042 0,05399 -0,01703 -0,00000009 0,098 0,05 0,018 0,032 0,323 0,302 0,465 (9,8%) (5%) Keterangan SIGN UNSIGN UNSIGN UNSIGN F Signifi kan 0,04 SIGN 1) Uji F Berdasarkan table di atas diperoleh Fsignifikan < α, dimana F signifikan sebesar 0,04 < a ;0,05 (5%) maka dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti secara bersama-sama Variabel Makro (Nilai 81 tukar Rp/US$, SBI, Inflasi dan PDB) berpengaruh signifikan terhadap Return saham Non Syariah yang tercermin dalam Return LQ 45. 2) Uji T Jika nilai Tsignifikan < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial dari variabel-variabel independen terhadap dependen. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh : - Tsignifikan variabel nilai tukar Rp/US$ sebesar 0,032 < α . 0,05 (5%), maka variabel nilai tukar Rp/US$ berpengaruh signifikan terhadap Return Non Syariah (LQ45) - Tsignifikan variabel SBI sebesar 0,323 > α 0,05 (5%), maka variabel SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap Return Non Syariah (LQ45). - Tsignifikan variabel inflasi sebesar 0,302 > α 0,05 (5%), maka variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Return Non Syariah (LQ45) - Tsignifikan variabel PDB sebesar 0,465 > α 0,05 (5%), maka variabel PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap Return Non Syariah (LQ45). 82 3) Uji Koefisien Regresi Dari persamaan Y = 0,391 – 0,00004X1 + 0,0540X2 – 0,0170X3 0,00000009X4 dapat diartikan - Nilai tukar Rp/US$ berpengaruh negatif terhadap return syariah (JII) sebesar 0,00004 yang berarti jika nilai tukar Rp/US$ mengalami peningkatan sebesar 1% maka Return Non Syariah (LQ45) akan mengalami penurunan sebesar 0,00004 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap. Hal ini dapat diartikan bahwa jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap US Dollar maka investor akan menjual sahamnya dan beralih membeli US Dollar, sehingga mengakibatkan Return Saham Non Syariah (LQ45) turun dan sebaliknya. - SBI berpengaruh positif terhadap Return Non Syariah (LQ45) sebesar 0,0540 yang berarti jika suku bunga SBI mengalami peningkatan sebesar 1% maka akan mengalami peningkatan Return Non Syariah (LQ45) sebesar 0,0540 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan. - Inflasi berpengaruh negatif terhadap Return Non Syariah (LQ45) sebesar 0,0170 yang berarti jika inflasi mengalami peningkatan sebesar 1% maka akan mengalami penurunan Return Non Syariah (LQ45) sebesar 0,0170 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan 83 - PDB berpengaruh negatif terhadap Return Non Syariah (LQ45) yang berarti jika PDB mengalami peningkatan sebesar 1% maka Return Syariah akan mengalami penurunan sebesar 0,00000009 dan sebaliknya dengan asumsi variabel lain tetap, namun pengaruhnya tidak signifikan. 4) Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji Koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,098 yang berarti bahwa variabel Return Non Syariah (LQ45) dapat dijelaskan oleh variabel Makro (Nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB) sebesar 9,8% dan sisanya sebesar 91,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model seperti uang beredar, suku bunga deposito, tingkat pengangguran, dan variabel makro lainnya. 84 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN 1. Dalam pengujian terhadap variabel dependen Return Syariah (JII), berdasarkan Uji F dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan secara simultan variabel nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi dan PDB terhadap Return Syariah yang tercermin dalam Jakarta Islamic Index (JII) di BEI. 2. Berdasarkan koefisien regresi dan uji t, nilai tukar Rp/US$ berpengaruh negatif signifikan, sehingga setiap terjadi peningkatan nilai tukar Rupiah akan mengakibatkan penurunan terhadap Return Syariah. Hal ini dapat diartikan bahwa jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap US Dollar maka investor akan menjual sahamnya dan beralih membeli US dollar, sehingga mengakibatkan harga saham turun dan Return JII pun akan turun dan sebaliknya. Hal ini juga mengindikasikan besarnya peranan investor asing di pasar modal Indonesia. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Farrel (1997 : 100) yang meneliti tentang pengaruh kurs terhadap return saham. Variabel lain yakni PDB dan Inflasi berpengaruh negatif sehingga setiap terjadi peningkatan PDB dan IHSG akan menyebabkan penurunan Return Syariah, namun pengaruhnya tidak signifikan. Sedangkan SBI tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return Syariah (JII). Hal ini berarti bahwa kenaikan suku bunga (SBI) tidak berpengaruh secara langsung terhadap Return Syariah. 85 3. Pengujian terhadap variabel dependen Return Non Syariah (LQ45), berdasarkan Uji F dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan secara simultan variabel nilai tukar Rp/US$, SBI, inflasi, dan PDB terhadap Return Non Syariah, yang tercermin dalam indeks LQ45. 4. Di dalam variabel dependen Return Non Syariah (LQ45), secara parsial nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS berpengaruh negatif signifikan, sehingga setiap kejadian peningkatan Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS akan mengakibatkan penurunan Return Non Syariah (LQ45). Sedangkan PDB dan Inflasi berpengaruh negatif, sehingga setiap kenaikan PDB dan Inflasi akan mengakibatkan penurunan Return Non Syariah (LQ45), namun pengaruhnya tidak signifikan. Sedangkan SBI berpengaruh positif terhadap Return Non Syariah namun pengaruhnya tidak signifikan. B. IMPLIKASI 1. Bagi Investor Nilai tukar Rupiah dan PDB ternyata merupakan faktor yang sangat signifikan mempengaruhi Return Syariah maupun Non Syariah sehinga dapat dijadikan prediktor dalam mengukur Return Saham baik Syariah maupun Non Syariah. 2. Bagi Pemerintah Agar dapat menstabilkan nilai tukar rupiah agar tidak membuka kesempatan kepada spekulan yang mengalihkan investasinya dari pasar modal dengan menyimpan Dollar sehingga dapat mengganggu aktivitas pasar modal. 86 3. Bagi Akademisi Dapat mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai variabel makroekonomi lainnya yang mempengaruhi Return saham seperti uang beredar, suku bunga deposito, tingkat pengagguran dengan melihat rendahnya adjusted R square. 87 DAFTAR PUSTAKA Algifari, “Analisis Regresi, Teori kasus dan Solusi”, edisi kedua, Yogyakarta, BPFE, 2000. Boediono, “Seri Sinopsis : Ekonomi Makro“, edisi 2, Yogyakarta, BPFE, 2000. Dwi Astuti, Rini, “Analisis makro Kinerja Pasar Modal Indonesia Dengan Pendekatan Error Correlation Model (ECM)”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, JEP, Vol 6, No.1, hal 13-32, 2001. Daryono, Heliyani, “Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Return Saham pada Industri Farmasi”, Jurnal STIE haji Agus Salim Bukit Tinggi, Vol 2, No.1, 2007. Husnan, Suad, “Dasar-Dasar Teori Portopolio dan Analisi Sekuritas”, edisi ketiga, Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2001. Irianto, Guntur, ”Pengaruh Bunga Deposito, Kurs Mata Uang dan Harga Emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”, Journal Winners, Vol 3, N0 1, Maret 2001. Kurniawan, Agung dan Hapsoro, Dody “Pengaruh Faktor Fundamental, Resiko Sistematik Dan Indikator Ekonomi Makro Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Wahana, Vol 10, No.1 hal 9-24, 2007. Nazir, Moh, “Metode Penelitian”, Jakarta, Gahlia Indonesia, 2003. Putra Anoraga, Fadjar, “Pengaruh Fluktuasi Nilai Rupiah Dan GDP Mitra Dagang Indonesia Terhadap Ekspor Indonesia:, Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol 7, No.2, 2004. Robiatul Auliyah dan Ardi Hamzah, “Analisis karakteristik Perusahaan Industri dan Ekonomi Makro Terhadap Return Dan Beta Saham Syariah Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Universitas Trunijoyo, K-AKPM 06, 2006. Ruhendi dan Johan Arifin, “Dampak Perubahan Kurs Rupiah Dan Indeks Saham Dow Jones Di New York Stock Exchange Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di BEJ”, Jurnal Wahana, Vol 6, No.1 hal 45-57, 2003. 88 Sakhowi, Ahmad, “Analisis Pengaruh Perubahan Kurs Rupiah, Inflasi Dan Tingkat Bunga Terhadap Kinerja Saham di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 2, No.1, hal 1-16, 2004. Soebagiyo, Daryono dan Prasetyo, Endah Heni, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 4, Desember 2003. Sakhowi, Ahmad “Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah Inflasi dan Tingkat Bunga Terhadap Kinerja Saham di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 2. No. 1 hal 1-16, Maret, 2004. Sukirno, Sadono, “Pengantar Makro Ekonomi”, edisi kedua, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994. Wirachman, Tutang, ”Analisa Pengaruh GDP, Laju Inflasi, Bunga SBI, dan Kurs US$ terhadap Imbal Hasil Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta Dalam Rentang Waktu Tahun 1997 – 2001”, Thesis S2 Program Studi Magister Ilmu Administrasi FEUI, Jakarta, 2002. Wijaya, Andi, “Interaksi Risk And Return Dalam Investasi Surat Berharga”, Jurnal Manajemen, Februari, 2002. Usman, Wan, “Metode Kuantitatif”, Jakarta, Universitas Terbuka, 2006. Widoatmojo, Sawidji,”Cara Sehat Investasi di Pasar Modal”, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2008. Publikasi : Buletin Bank Indonesia, Bank Indonesia, beberapa penerbit. Buletin Indikator Ekonomi bulanan, Biro Pusat Statistik, beberapa penerbitan JSX Montly, Bursa Efek Indonesia, beberapa penerbitan. 89