muhamad hafidh mulyana departemen proteksi

advertisement
PERSEBARAN POPULASI ULAT SEKOCI (LEPIDOPTERA:
LIMACODIDAE) PADA TANAMAN RAMBUTAN
DI DAERAH KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
MUHAMAD HAFIDH MULYANA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persebaran Populasi
Ulat Sekoci (Lepidoptera: Limacodidae) pada Tanaman Rambutan di Daerah Kota
dan Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Muhamad Hafidh Mulyana
NIM A34120092
4
ABSTRAK
MUHAMAD HAFIDH MULYANA. Persebaran Populasi Ulat Sekoci
(Lepidoptera: Limacodidae) pada Tanaman Rambutan di Daerah Kota dan
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan komoditas tanaman buah
yang berasal dari Indonesia. Ulat sekoci dilaporkan sebagai organisme
pengganggu tanaman (OPT) baru yang menyerang pohon rambutan di daerah
Jawa barat. Ulat sekoci termasuk ke dalam kelompok ulat siput atau ulat api dari
famili Limacodidae. Ulat ini umumnya sebagai serangga fitofag dan seringkali
menyebabkan defoliasi tanaman. Penelitian ini bertujuan mengamati daerah
persebaran ulat sekoci, mengidentifikasi spesies dan musuh alaminya pada pohon
rambutan, serta mengamati inang alternatifnya berdasarkan zona ketinggian
tempat di wilayah kota dan kabupaten Bogor. Metode observasi dilakukan melalui
survey keberadaan ulat sekoci pada setiap lokasi tanaman rambutan contoh dan
inang lain yang berada di sekitarnya. Larva dan pupa hasil koleksi lapang
dipelihara di laboratorium, kemudian ngengat dan parasitoid yang muncul
diidentifikasi. Ngengat Demonarosa mediodorsata ditemukan tersebar di wilayah
kota dan kabupaten Bogor, sebagian besar terkonsentrasi di daerah dataran
rendah. Ulat menyukai tanaman rambutan varietas Rapiah pada pohon yang relatif
pendek dan berdaun rindang. Ulat sekoci ini merupakan serangga polifag, selain
makan daun rambutan juga ditemukan pada kakao dan jambu air. Tingkat
kerusakan tanaman tertinggi 80% terdapat pada tanaman rambutan di dataran
rendah, yaitu Kecamatan Jonggol dan Cileungsi dengan rata-rata jumlah larva dan
pupa masing-masing 15.2 dan 24.5 ekor per kecamatan. Musuh alami ulat yang
berhasil diidentifikasi adalah genus Chrysis (Hymenoptera: Chrysididae) dengan
tingkat parasitisasi sebesar 7.8-6.8%.
Kata kunci: Demonarosa mediodorsata, Nephelium lappaceum, musuh alami,
inang alternatif.
6
ABSTRACT
MUHAMAD HAFIDH MULYANA. Distribution Population of Skiff Moth
Caterpillar (Lepidoptera: Limacodidae) on Rambutan Tree in the District and City
of Bogor. Supervised by ENDANG SRI RATNA.
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) is a fruit crop commodity that is
originaly from Indonesia. Skiff moth caterpillar was reported as a new pests
invested on rambootan trees in West Java areas. Skiff moth caterpillar belongs to
the group slug caterpillar or nettle caterpillar fire of the family Limacodidae.
These caterpillars are generally phytophagous insect and often caused defoliation.
The aim of this study was to observe the distribution area of skiff moth caterpillar,
identify the species and its natural enemy on rambutan tree, and also observe the
alternatif host based on the altitude zone in the district and city of Bogor. An
observation method was done through a survey the existence of skiff moth
caterpillar at each location of rambutan tree and other host plant in a surrounding
area. Colected larvae and pupae from the field were maintained in the laboratory,
and then the emergence moth and its parasitoid were identified. Demonarosa
mediodorsata moth was found scattered in district and city of Bogor, mostly
concentrated in a lowland area.Caterpillar likes a variety of Rapiah that relatively
has short trees and shady. This skiff moth caterpillar was poliphagous insect,
besides fed on rambutan leaves were also found in cocoa and water apple. The
highest level of crop damage 80% appeared on rambutan trees in a low land, such
as Jonggol and Cileungsi subdistricts, with the average number of larvae and
pupae, 15.2 dan 24.5 larvae/sample area, respectively. Natural enemy of
caterpillars that has been identified is the genus Chrysis (Hymenoptera:
Chrysididae) with parasitism level of 7.8-6.8%.
Key words: Demonarosa mediodorsata, host plant, natural enemy, Nephelium
lappaceum.
8
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
10
PERSEBARAN POPULASI ULAT SEKOCI (LEPIDOPTERA:
LIMACODIDAE) PADA TANAMAN RAMBUTAN
DI DAERAH KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
MUHAMAD HAFIDH MULYANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
12
14
PRAKATA
Senandung puji syukur hanya untuk Allah SWT Tuhan seluruh alam atas
nikmat yang diberikan kepada seluruh manusia. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Karya tulis berjudul Persebaran
Populasi Ulat Sekoci (Lepidoptera: Limacodidae) pada Tanaman Rambutan di
Daerah Kota dan Kabupaten Bogor dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir,
sebagai syarat dalam memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dra. Endang Sri Ratna, Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa
memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada
penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kepada Ir. Djoko Prijono,
M.Agr.Sc., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
pengarahan serta nasehat selama menjadi mahasiswa di Departemen Proteksi
Tanaman. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Muhamad
Damanhuri, ibunda Masriah, kaka Masyhuri, Maesanuri dan Maemanah
Tsuyadiah, serta keluarga besar yang telah memberikan semangat, motivasi dan
dukungan, serta rekan-rekan Eskhi Trisuli Asih, Siti Sya’rah, Ikbal Taqqiyudin,
Maizul Husna, Ilmi Hamidi, Susi Etmawati atas bantuan, kerjasamanya dan
mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Bogor, Desember 2016
Muhamad Hafidh Mulyana
16
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Pemetaan Persebaran dan Tingkat Serangan Ulat Sekoci
Pengamatan Lapang Ulat Sekoci
Identifikasi Spesies Ulat Sekoci dan Musuh Alaminya
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Persebaran Ulat Sekoci dan Inang Alternatif di Daerah
Bogor dan Sekitarnya
Identifikasi Spesies Ulat Sekoci
Gejala Serangan Ulat Demonarosa mediodorsata
Persentase Serangan D. mediodorsata
Tingkat Populasi di Lapang D. mediodorsata
Inang Alternatif D. mediodorsata
Musuh Alami D. mediodorsata
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
4
5
6
7
7
8
10
11
12
14
15
16
17
19
26
18
DAFTAR TABEL
1 Lokasi pengambilan sampel tanaman rambutan
2 Jumlah populasi D. mediodorsata di lokasi pengamatan
4
13
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Kurungan imago ulat sekoci
Peta lokasi pengambilan sampel tanaman rambutan di Bogor
Pola venasi sayap dan sklerit genitalia ngengat
Ngengat D. mediodorsata
Bentuk telur, larva, dan kokon D. mediodorsata
Gejala kerusakan daun oleh ulat D. mediodorsata.
Diagram persentase serangan ulat D. mediodorsata di wilayah kota
dan kabupaten Bogor.
8 Inang alternatif D. mediodorsata.
9 Parasitoid D. mediodorsata.
5
7
8
9
10
11
11
15
15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi administrasi serta lokasi titik pengambilan contoh ulat
2 Data analisis chi square sebaran populasi D. mediodorsata pada
tiga ketinggian tempat
22
25
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai keanekaragaman
jenis tanaman buah di antaranya adalah rambutan (Nephelium lappaceum L.).
Tanaman buah termasuk komoditas pertanian yang memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan. Buah berfungsi sebagai zat pengatur pada manusia, kekurangan buahbuahan dapat menyebabkan malgizi seseorang. Buah rambutan memiliki
kandungan vitamin C yang cukup tinggi, selain itu buah rambutan mengandung
bahan nutrisi yang penting bagi kesehatan manusia, seperti bahan gula (KH) yang
mudah terlarut dalam air, protein, asam amino, lemak dan zat mineral mikro
maupun makro (Siebert 1997). Buah rambutan cukup digemari masyarakat
sebagai buah segar maupun buah olahan, namun manfaat lain dilaporkan bahwa
kulit buahnya dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena mengandung bahan
saponin (Van Welzen dan Verheiji 1992).
Rambutan merupakan salah satu komoditas tanaman yang berasal dari
Indonesia. Siebert (1997) melaporkan bahwa 22 spesies Nephelium dilaporkan
tersebar di seluruh dunia dan 17 spesies di antaranya terdapat di Indonesia yang
umumnya terpusat di daerah Kalimantan, termasuk sembilan spesies merupakan
buah konsumsi, dan delapan spesies lainya tumbuhan liar endemik. Persebaran
rambutan konsumsi diketahui meluas hingga Asia Tenggara dan Thailand, yang
merupakan negara pengekspor terbesar komoditas buah ini. Keragaman jenis
rambutan yang sudah umum dikenal oleh masyarakat Indonesia di antaranya
adalah Rapiah, Binjai, Aceh Lebak Bulus, Cimacan, Si Pelat dan Sinyonya.
Rambutan umumnya ditanam sebagai pohon pekarangan rumah, namun saat
ini telah dibudidayakan secara intensif dalam luasan perkebunan yang relatif
cukup besar. Produksi rambutan Indonesia khususnya Pulau Jawa pada tahun
2010 sebesar 83.4 ton dan meningkat menjadi 98.8 ton pada tahun 2014 (BPS
2014). Usaha bisnis buah rambutan memiliki prospek pengembangan cukup baik.
Potensi ekspor buah rambutan Indonesia menduduki tempat kedua terbesar setelah
Thailand (Silitonga 2000). Menurut Kementan (2015), volume ekspor buah
rambutan tercatat sebesar 47.1 ton dengan nilai US$ 30.192.00 pertahun pada
tahun 2012 dan meningkat menjadi 66.8 ton dan nilai US$ 69.053.00 pertahun
pada tahun 2015.
Di dalam upaya peningkatan produksi buah rambutan, seringkali mengalami
kendala karena keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat
menurunkan kualitas maupun kuantitas buah. Beberapa hama penting dijumpai
pada tanaman rambutan adalah ulat pemakan daun (ulat api) Parasa lepida
(Lepidoptera: Limacodidae), ulat penggulung daun Adoxophyes privatana
(Lepidoptera: Tortiricidae), ulat buah Conopomorpha cramerella (Lepidoptera:
Gracillaridae), dan kutu putih Pseudococcus jackbeardsleyi (Hemiptera:
Pseudococcidae) (Sobir dan Martini 2014, CABI 2007). Menurut Norman dan
Basri (1992), peledakan populasi hama ulat api dilaporkan pertama kali tahun
1976 pada tanaman kelapa sawit. Di Malaysia, peledakan hama ini selama periode
tahun 1981 hingga 1990 terjadi 49 kali, atau rata-rata setiap 5 kali dalam setahun.
Baru-baru ini dilaporkan munculnya ulat sekoci Demonarosa mediodorsata
2
(Lepidoptera: Limacodidae) pemakan daun rambutan di Bogor, yang diduga
berpotensi menjadi hama (Ratna 2016). Habitat kini, status serangga ini belum
banyak diteliti dan data informasi spesies hanya berupa koleksi prototype ngengat
di museum serangga LIPI, Cibinong. Menurut Holloway (1986), ngengat
ditemukan di daerah Kalimantan, Jawa, dan Sumatera namun belum diketahui
tanaman inangnya. Hingga saat ini, lima spesies ulat sekoci telah teridentifikasi di
wilayah Indonesia dengan persebaran geografis berbeda yaitu, D. mediodorsata,
D. rufotessellata, D. diagonalis, D. nocturnignis, dan D. ochrirubra (Hering 1931,
Holloway 1986, Solovyev 2009).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi persebaran ulat sekoci berserta
musuh alaminya tanaman rambutan dan tanaman inang alternatif di daerah Kota
dan Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar mengenai persebaran
ulat sekoci pada tanaman rambutan, sehingga dapat mengantisipasi pengendalian
sebelum ulat ini meluas menjadi hama.
21
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di pertanaman rambutan pada 15 kecamatan kota
dan kabupaten Bogor, yang mewakili lokasi daerah dataran rendah, dataran
sedang, dan dataran tinggi. Identifikasi morfologi ulat dan ngengat dilakukan di
Laboratoriom Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret
hingga Mei 2016.
Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain GPS (global
positioning system), teropong, kompas penentu arah mata angin, kamera digital,
wadah plastik untuk menempatkan specimen, tanaman rambutan, mikroskop
stereo, kompor penangas, kapas, alkohol 70%, KOH 10%, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Survei lokasi pertanaman rambutan dilakukan untuk menentukan dan
sekaligus mengamati persebaran ulat sekoci. Pemilihan lokasi pengamatan
ditentukan berdasarkan tiga kategori ketinggian tempat, yaitu dataran tinggi (5001000 m dpl), dataran sedang (200-500 m dpl) dan dataran rendah (0-200 m dpl)
(Tabel 1).
Pemetaan Persebaran dan Tingkat Serangan Ulat Sekoci
Persebaran serangan dan perhitungan tingkat serangan dilakukan
berdasarkan metode Snowbal yang diadaptasi Ivakdalam (2010). Metode
digunakan untuk menentukan informasi dan data tentang sebaran tanaman
rambutan di lokasi kecamatan dan desa contoh. Setiap 10 tanaman contoh diambil
dari setiap lokasi desa di wilayah kecamatan contoh yang ditentukan berdasarkan
varietas tanaman rambutan dengan variasi ketinggian tempat yang beragam.
Pemetaan persebaran serangan diamati dengan mencatat keberadaan ulat sekoci
pada tanaman rambutan dalam bentuk larva atau pupa.
Pemetaan lokasi dari tempat pengambilan contoh dilakukan menentukan
koordinat, posisi letak lintang dan ketinggian tempat diukur menggunakan jarum
kompas dan GPS. Data digital yang muncul dari alat GPS tersebut pada setiap
lokasi, dicatat dan ditabulasikan ke dalam komputer menggunakan Program
Microsoft Excel 2013. Kemudian data tersebut diolah lebih lanjut menggunakan
program ArcGIS (General Information System) (www.arcgis.com) untuk
memetakan secara tepat posisi lahan atau petakan berdasarkan ketinggian tempat
dan posisi lintang (Anik 2012).
4
Tabel 1 Lokasi pengambilan sampel tanaman rambutan
Kategori
Kota/Kabupaten
Kecamatan
Dataran Tinggi
(500-1000 m dpl)
Kabupaten
Dataran Sedang
(200-500 m dpl)
Kota
Kabupaten
Dataran Rendah
(0-200 m dpl)
Kota
Kabupaten
Cisarua
Ketinggian
(m dpl)
823
Ciawi
Tamansari
820
521
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Bogor Tengah
Cibungbulang
Dramaga
Tanah Sereal
Bogor Barat
Ciampea
Jasinga
Jonggol
Cileungsi
351
297
203
237
206
205
190
189
195
118
114
67
Pengamatan Lapang Ulat Sekoci
Pengamatan dilaksanakan pada pagi hari. Dari setiap lokasi pengamatan
ditentukan pohon contoh dan dilakukan pengamatan bagian kanopi rambutan yang
terserang ulat sekoci dengan menandai keberadaan ulat serta kokon serangga ini
pada daun dan gejala kerusakan oleh ulat yang khas (Ratna 2016). Jumlah ulat dan
kokon yang ditemukan pada setiap pohon dihitung dan dicatat untuk menentukan
luas serangan ulat, selanjutnya keduanya diambil dan dibawa ke laboratorium
untuk dipelihara dan diidentifikasi lebih lanjut. Keberadaan serangga maupun
gejala yang ditemukan saat pengamatan dikelompokkan berdasarkan arah mata
angin (bagian Utara, Selatan, Barat dan Timur) dan tajuk tanaman rambutan
(masing-masing sepertiga bagian atas, tengah dan bawah kanopi daun). Varietas
tanaman rambutan yang menjadi inang utama dan tanaman inang lain yang
berdampingan dengan pohon contoh yang berpotensi menjadi inang alternatif ulat
sekoci ini diamati dan dicatat.
Luas serangan ulat sekoci hasil temuan lapang dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut (Untung 2006):
Jumlah tanaman yang terserang
Luas serangan = ──────────────────── x 100%
Jumlah tanaman yang diamati
5
Identifikasi Spesies Ulat Sekoci dan Musuh Alami
Larva ulat sekoci maupun kokon hasil tangkapan di lapang dipelihara
hingga menjadi pupa atau imago pada pohon rambutan yang berlokasi di sekitar
laboratorium. Pemeliharaan dilakukan dengan memindahkannya ke dalam
kurungan plastik berbentuk silinder berukuran 70 cm x 40 cm yang kedua bagian
ujungnya berventilasi kain kasa. Posisi kurungan tersebut disungkupkan pada
bagian daun yang berada pada cabang pohon (Gambar 1). Proses pertumbuhan
dan perkembangan ulat diamati setiap hari dan saat ulat ekdisis dan metamorfosis
dicatat. Morfologi telur, larva, pupa dan imago diamati dan diambil gambarnya.
Ngengat dan imago tabuhan parasitoid yang berhasil keluar dari pupa dihitung dan
dicatat. Beberapa contoh larva, pupa dan imago tersebut dikoleksi dan diawetkan
lebih lanjut untuk keperluan identifikasi spesies.
Gambar 1 Kurungan imago ulat sekoci
Bagian yang penting digunakan untuk identifikasi spesies adalah gambar
bentuk umum tubuh larva, kokon dan ngengat dalam keadaan segar, bagian venasi
sayap dan alat genitalia jantan maupun betina, yang sebelumnya dilakukan
preparasi spesimen terlebih dahulu. Preparasi sayap dilakukan dengan cara
menghilangkan sisik-sisiknya, sehingga venasi sayap terlihat jelas. Preparasi
bagian alat genitalia jantan dan betina dilakukan dengan memfiksasi terlebih
dahulu di dalam larutan akohol 70%, kemudian spesimen dipindahkan ke dalam
larutan KOH 10% dan direbus selama 5 menit, kemudian sklerit genitalia
dipisahkan dari abdomen, selanjutnya diamati dan diambil gambarnya.
Identifikasi spesies ngengat mengacu pada kunci identifikasi dan ciri deskripsi
yang diuraikan Holloway (1986), sedangkan musuh alaminya diidentifikasi
berdasarkan Borror et al. (1992).
6
Analisis Data
Data hasil pengamatan lapang ditabulasikan menggunakan program
Microsoft Ecxel 2013, kemudian disajikan dalam bentuk diagram, dilanjutkan
dengan analisis chi square pada taraf α = 0.05 menggunakan program aplikasi
statistik SPSS versi 19. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh
keberadaan populasi ulat atau pupa D. mediodorsata terhadap lokasi ketinggian
tempat inang ditemukan, didasari hipotesis sebagai berikut:
Hubungan ketinggian tempat dengan keberadaan ulat didasari hipotesis
sebagai berikut:
Ho : tidak ada hubungan antara dua peubah yang diuji.
H1 : ada hubungan antara dua peubah yang diuji.
Nilai Person chi-square
(x ) dihitung menggunakan rumus:
2
0i = frekeunsi tipe i yang diamati
(Ei) = frekuensi tipe i yang diharapkan
Bila nilai P-hit < nilai α = 0.05 maka Ho ditolak dan bila sebaliknya,
Bila P-hit ≥ nilai α = 0.05, maka Ho diterima.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Persebaran Ulat Sekoci dan Inang Rambutan di Daerah
Bogor dan Sekitarnya
Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa, tanaman rambutan tumbuh
dan tersebar di wilayah Kabupaten bogor yang terletak pada posisi di antara 6°19′6°47′ Lintang Selatan dan 106°1′-07°103′ Bujur Timur dengan luasan wilayah
2.301,95 km2 dan Kota Bogor di antara 6°30’3″-6°41.0″ Lintang Selatan dan
106°43′-106°51′ Bujur Timur dengan luasan wilayah 11.850 ha. Wilayah
Kabupaten dan kota Bogor di bagi dalam 3 kategori berdasarkan ketinggian
tempat, yaitu (1) dataran rendah (32.2%) pada ketinggian di bawah 200 m di atas
permukaan laut (dpl) yang meliputi 234 desa, (2) dataran sedang (46.8%) pada
ketinggian antara 500-700 m dpl yang meliputi 144 desa, dan (3) dataran tinggi
(21.4%) pada ketinggian di atas 700 m dpl meliputi 49 desa (Diskominfo
Kabupaten Bogor 2012.
Hasil pemetaan data lokasi persebaran ulat sekoci beserta tanaman rambutan
sebagai inangnya berdasarkan program ArcGIS (General Information System)
menunjukkan bahwa keduanya ditemukan tersebar di 8 wilayah kecamatan di
kabupaten Bogor dan 7 kecamatan di Kota Bogor (Gambar 2). Hasil survei
menunjukkan bahwa umumnya pohon rambutan di daerah tersebut ditemukan
sebagai tanaman pekarangan. Rambutan yang umum dibudidayakan yaitu varietas
Rapiah dan Binjai. Kedua varietas ini memiliki buah relatif cukup besar, rasanya
manis, daging buah tebal dan kenyal (Prihatman 2000). Tanaman rambutan
contoh umumnya berumur 3-7 tahun dengan ketinggian 4-10 meter
Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel tanaman rambutan di Bogor.
8
Ngengat D. mediodorsata ditemukan pertama kali oleh Hering (1931)
berada di wilayah dataran Brunei, Sarawak dan dataran Sunda. Menurut Holloway
(1986), persebaran ngengat ini meliputi Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Beberapa ngengat ditemukan di daerah dataran rendah Brunei, umumnya di hutan
hujan tropis di daerah gunung Mulu di Sarawak dan ngengat jantan diperoleh dari
kawasan hutan bukit Pagon, Brunei pada ketinggian 1670 m dpl. Berdasarkan data
hasil survey yang dilakukan pada penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa
ngengat D. mediodorsata hidup pada tanaman inang rambutan dan persebarannya
telah meluas di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Identifikasi D. mediodorsata
Hasil identifikasi morfologi ngengat yang ditemukan dari pertanaman
rambutan di lapang menunjukkan terdapatnya kesamaan ciri morfologi, venasi
sayap dan sklerit genitalia dengan spesimen yang diuraikan oleh Holloway (1986)
(Gambar 3a, b, dan c). Ciri tersebut adalah sebagai berikut: ukuran sayap depan
relatif lebih besar dibandingkan sayap belakang. Vena costa pada sayap depan
tidak bercabang, vena media dan radius bercabang, dan vena anal tidak bercabang.
Bagian uncus sklerit genitalia jantan relatif sempit sama seperti yang diuraikan
oleh Holloway (1986) (Gambar 3d dan 3e).
a
b
d
c
e
f
Gambar 3 Pola venasi sayap dan sklerit genitalia ngengat.
Keterangan: (a) sayap depan, (b) sayap belakang, (c) acuan sayap
Holoway (1986), (d) sklerit genital jantan, (e) sklerit genital jantan
acuan Holoway (1986), dan (f) sklerit genital betina.
9
Spesies ngengat ini termasuk famili Limacodidae, ordo Lepidoptera.
Ngengat ulat sekoci secara umum dikenal dengan nama skiff moth atau cup moth
caterpillar. Ciri deskripsi spesies ngengat yang berhasil berkembang dari ulat
sekoci adalah sebagai berikut, tubuh dan sayap secara umum ditutupi sisik-sisik
berwarna campuran oranye-cokelat muda keemasan dan mata faset berwarna
merah (Gambar 4a). Saat ngengat dalam posisi istirahat, posisi sayap membentuk
seperti atap dan bila dilihat dari arah dorsal, sisik sayap berwarna cokelat muda
keemasan, dengan garis warna coklat tua kemerahan. Di antara kedua bercak
tersebut terdapat tiga pita pendek berwarna merah tua. Secara umum, bercak dan
pita warna tersebut membentuk pola warna oval yang mengerucut ke arah dorsal.
Bentuk abdomen ngengat meruncing ke arah ujung posterior tubuh. Abdomen
ngengat betina (Gambar 4b) bila dilihat dari arah ventral relatif tampak lebih lebar
dan menggembung dibandingkan abdomen jantan yang berbentuk lurus dan agak
silindris (Gambar 4c).
b
a
Gambar 4 Ngengat D. mediodorsata.
Keterangan: (a) tampak dorsal, (b) betina, (c) jantan
c
Hasil pengamatan perilaku ngengat selama pemeliharaan di dalam kurungan
pada tanaman rambutan menunjukkan bahwa ngengat kopulasi pada waktu malam
hari dalam periode 12 jam, mulai pukul 23:00 hingga pagi pukul 11:00. Ngengat
meletakkan telur satu persatu di permukaan bawah daun, di sekitar venasi daun
(Gambar 5 a). Telur bentuknya pipih transparan menyerupai sisik. Seekor imago
betina hanya meletakkan 3-5 telur.
Ulat sekoci D. mediodorsata termasuk kelompok ulat tapak lata (Ordo:
Lepidoptera, famili Limacodidae). Ulat ini sama seperti kelompok lainnya
memiliki tungkai palsu yang sangat pendek sehingga pergerakannya melata
seperti siput. Larva instar awal dengan instar akhir memiliki morfologi tubuh yang
berbeda. Tubuh larva instar awal berwarna cokelat muda coklat, berbentuk oval
pipih dorsoventral, dengan rambut-rambut yang relatif panjang pada bagian tepi
tubuh, berukuran panjang 2.8 dan lebar 1.4 mm (Gambar 5b). Menurut ahli
taksonomi Lepidoptera (Epstein, 2014 komunikasi pribadi dengan Ratna 2016),
bentuk larva seperti ini merupakan ciri deskripsi genus Demonarosa. Tubuh larva
instar akhir berwarna hijau daun. Bentuk tubuh larva instar awal sangat jauh
berbeda dengan bentuk larva instar akhir yang lebih mirip perahu kecil, sehingga
ulat ini dikenal dengan sebutan ulat sekoci. Panjang tubuh larva instar akhir
mencapai 13-15 mm dan lebar 7-8 mm (Gambar 5c). Sebelum terbentuk pupa,
larva instar akhir segera memintal kokon yang terbuat dari jalinan suteranya.
10
a
b
c
e
d
Gambar 5 Bentuk telur, larva, dan kokon D. mediodorsata.
Keterangan: (a) telur di permukaan bawah daun, (b) larva instar 2,
(c) larva instar 4, (d) larva menjelang proses pembentukan kokon, (e)
kokon.
(Gambar 5d). Periode prapupa dan pupa berada di dalam kokon yang
berbentuk bulat dan bertekstur relatif sangat keras (Gambar 5e). Permukaan kokon
dilapisi material berwarna putih berserat garis coklat. Salah satu bagian ujung
kokon (diduga bagian anterior) berwarna hitam tempat keluarnya imago saat
eklosi.
Gejala Serangan D. mediodorsata
Berdasarkan hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa serangan ulat
D. mediodorsata sebagian besar ditemukan pada varietas rambutan Rapiah dan
Binjai. Tanaman ini memiliki karekteristik pohon relatif pendek, berdaun rimbun
dan memiliki buah yang sangat manis. Ulat pada umumnya ditemukan pada
pohon berumur 3-7 tahun, pada bagian bawah kanopi tanaman, jarang ditemukan
pada bagian tengah, maupun pucuk tanaman rambutan. Tanaman rambutan contoh
umumnya merupakan pohon yang tumbuh di perkarangan, tidak dilakukan
perawatan seperti pemberian pupuk, pemangkasan, serta pengendalian OPT. Ulat
sekoci menyerang tanaman baik pada fase vegetatif maupun generatif. Ulat ini
hampir ditemukan pada setiap lokasi ketinggian dan umumnya cenderung terdapat
pada kanopi bawah tanaman, menempati seluruh posisi arah mata angin baik
sebelah barat, timur, utara maupun selatan.
Gejala kerusakan D. mediodorsata oleh instar awal berupa gerigitan lapisan
permukaan bawah daun rambutan setengah tua dengan menyisakan permukaan
epidermis atas sehingga bekas gerigitan transparan (Gambar 6a). Hal ini sesuai
dengan ciri gerigitan larva yang diuraikan oleh Ratna (2016). Setiap daun
ditempati 3-5 larva ulat sekoci. Serangan larva instar akhir ditunjukan dengan
gelala khas yaitu bagian daun terpotong melintang seperti daun tergunting
(Gambar 6b). Setiap daun hanya ditemukan satu larva. Larva memiliki perilaku
11
berpindah ke daun yang lain sebelum seluruh daun habis dimakan. Larva instar
akhir bersifat soliter. Bila serangan parah seluruh daun akan habis dan
menyisakan bagian ranting. Gejala gerigitan ulat ini relatif berbeda dengan gejala
yang dihasilkan oleh ulat tapak lata lainnya seperti ulat api Parasa lepida
(Lepidoptera: Limacodidae). Wood (1968) menyatakan umumnya larva instar
akhir ulat api akan memakan helaian daun mulai dari tepi hingga daun habis dan
tinggal menyisakan tulang daun seperti lidi.
Serangan ulat api tersebut dianggap merugikan tanaman, karena aktivitas
makan ulat dapat mengurangi luasan permukaan daun yang berperan dalam
fotosintesis tanaman. Pada serangan berat menyebabkan defoliasi tanaman, diduga
dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan produksi buah tidak
optimal. Namun, menurut hasil wawancara dengan petani rambutan, sejauh ini
serangan ulat sekoci selalu ada dalam populasi yang rendah, yaitu hanya
ditemukan satu atau dua ekor ulat per tanaman, sehingga belum menunjukkan
dampak negatif kehilangan hasil secara ekonomi, karena belum dilaporkan terjadi
peledakan populasi yang berarti yang dapat menurunkan produksi buah.
a
b
a
Gambar 6 Gejala kerusakan daun oleh ulat D. mediodorsata.
Keterangan: (a) bekas gerigitan larva instar awal, (b) bekas gerigitan
larva instar akhir.
Persentase Serangan D. mediodorsata
Pesentase serangan D. mediodorsata di setiap lokasi ketinggian tempat di
wilayah Kota dan Kabupaten Bogor bervariasi mulai dari 30% hingga 80%. Hal
ini menunjukkan bahwa serangan ulat sekoci hampir merata ditemukan di lokasi
tersebut. Kecamatan Jonggol, Cileungsi, dan Tanah Sareal yang berada di lokasi
dataran rendah 0-200 m dpl mendapat serangan ulat yang relatif paling tinggi,
yaitu sebesar 80%, diikuti Kecamatan Bogor Barat, Ciampea, dan Jasinga yaitu
70%, 50% dan 40% (Gambar 7a). Daerah Kecamatan Jonggol ini merupakan
salah satu sentral pertanaman rambutan di wilayah Kabupaten Bogor dengan
tingkat produksi sangat tinggi (Prihatman 2000). Tanaman ini tumbuh hampir di
setiap perkarangan rumah warga. Varietas yang umum ditanam di Kecamatan
Jonggol dan Cileungsi yaitu Rapiah. Petani memilih bertanam varietas ini karena
pohon tumbuh tidak terlalu tinggi dan menghasilkan buah manis serta berdaging
tebal.
12
Gambar 7 Diagram persentase serangan ulat D. mediodorsata di wilayah kota
dan kabupaten Bogor.
Keterangan : (A) dataran rendah, (B) dataran sedang, (C) dataran
tinggi
Persentase serangan ulat sekoci di wilayah Bogor pada lokasi dataran
sedang 200-500 m dpl berkisar antara 40%-70% relatif tidak jauh berbeda dengan
wilayah dataran rendah. Kecamatan Cibungbulang mendapatkan serangan yang
paling tinggi, yaitu 70%, sebaliknya Kecamatan Bogor Selatan paling rendah
sebesar 40% (Gambar 7b). Persentase serangan ulat sekoci paling rendah
ditemukan di daerah dataran tinggi (500-1000 m dpl) berkisar antara 30%-46%.
Kecamatan Ciawi dan Cisarua berada pada ketinggian bekisar 820-823 m dpl,
yang memiliki persebaran tanaman rambutan yang tidak merata. Tanaman
rambutan di lokasi ini jarang ditemukan di setiap perkarangan rumah. Tingkat
serangan ulat sebesar 46% dan 33%, diikuti yang paling rendah di kecamatan
Tamansari yang berada di bawah kaki Gunung Salak dengan ketinggian 521 m dpl
sebesar 30% (Gambar 7c). Rendahnya tingkat serangan ulat D. mediodorsata di
dataran tinggi disebabkan oleh rendahnya keberadaan populasi tanaman inang
(Geuts et al. 2011).
Tingkat Populasi di Lapang D. mediodorsata
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah populasi spesies
D. mediodorsata ditemukan paling tinggi di dataran rendah (Tabel 2). Jumlah
larva dan pupa yang ditemukan di Kecamatan Jonggol berturut-turut 35 dan 28
ekor, sedangkan di Kecamatan Cileungsi 37 dan 34 ekor. Di Kecamatan Ciampea,
Jasinga dan Tanah Sereal tidak ditemukan larva D. mediodorsata. Rata-rata larva
dan pupa yang ditemukan di dataran rendah yaitu 15.2 dan 24.5 ekor (Tabel 2). Di
Kecamatan Dramaga yang terletak pada dataran sedang 200-500 m dpl ditemukan
pupa sebanyak 13 ekor dan tidak ditemukan larva D. mediodorsata. Hasil
wawancara dengan pemilik tanaman rambutan, menunjukkan bahwa sampai saat
ini ulat sekoci belum dianggap merugikan produksi hasil panen, sehingga belum
dianggap sebagai hama penting. Namun, dengan melihat latar belakang sejarah
13
temuan sebelumnya, ulat sekoci ini merupakan serangga invasif, yaitu yang pada
awalnya belum diketahui inangnya, sekarang populasinya sudah diketahui tersebar
meluas di berbagai daerah, tempat tanaman rambutan tumbuh di wilayah Bogor.
Tabel 2 Jumlah populasi D. mediodorsata di lokasi pengamatan
Jumlah serangga
Per 10 tanaman
Kategori
Kota/Kabupaten Kecamatan
Larva
Pupa
Dataran tinggi
Kabupaten
Ciawi
21
30
(500-1000 m dpl)
Cisarua
11
21
Tamansari
4
3
Total
36
54
Rata-rata
12
18
Kota
Dataran sedang
(200-500 m dpl)
Kabupaten
Kota
Dataran rendah
(0-200 m dpl)
Kabupaten
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Cibungbulang
Bogor Tengah
Dramaga
Total
Rata-rata
1
5
29
2
12
0
49
8.16
4
4
26
13
29
13
89
14.8
Tanah Sereal
Bogor Barat
Ciampea
Jasinga
Jonggol
Cileungsi
Total
Rata-rata
0
19
0
0
35
37
91
15.16
25
26
10
25
28
34
147
24.5
Keberadaan D. mediodorsata ditemukan di setiap ketinggian tempat di
lokasi pengamatan. Pada umumnya ulat berada di bagian bawah tajuk daun atau
kanopi tanaman. Berdasarkan hasil survei di dataran tinggi 500-1000 m dpl,
jumlah populasi larva dan pupa yang ditemukan tidak sebanyak di dataran sedang
maupun rendah. Rendahnya investasi populasi ulat D. mediodorsata diduga
karena kerapatan tanaman rambutan yang relatif jarang, sehingga menunjang
rendahnya perkembangan populasi ulat akibat terbatasnya ketersediaan inang.
Prihatman (2000) melaporkan bahwa tanaman rambutan jarang tumbuh pada
daerah ketinggian 300-500 m dpl.
Faktor abiotik, seperti suhu dan kelembapan dapat mempengaruhi
pertumbuhan populasi ulat D. mediodorsata. Perbedaan ketinggian wilayah
umumnya berkaitan dengan perbedaan faktor abiotik dan biotik berpengaruh
terhadap perkembangan populasi hama (Geuts et al. 2011). Berdasarkan hasil
pengamatan pada percobaan ini menunjukkan bahwa populasi ulat spesies
D. mediodorsata pada tanaman rambutan ditemukan pada periode bulan Maret
14
hingga Mei 2016. Keadaan cuaca pada periode tersebut dalam kondisi musim
kemarau, sehingga jumlah populasi larva maupun pupa, serta gejala serangan di
lapang relatif rendah. Ratna (2016), melaporkan bahwa pada musim penghujan
sekitar bulan Desember hingga Februari populasi ulat sekoci relatif tinggi
menyerang tanaman rambutan.
Jumlah populasi D. mediodorsata ditemukan relatif paling tinggi di dataran
rendah dibandingkan dataran tinggi. Hal ini diduga karena beberapa faktor
misalnya variasi vegetasi di sekitar tanaman inang, ketersediaan jumlah tanaman
rambutan, keberadaan musuh alami seperti parasitoid, predator maupun
entomopatogen yang dapat mempengaruhi keberadaan D. mediodorsata di lokasi
pengamatan.
Kota dan Kabupaten Bogor termasuk wilayah tropis umumnya memiliki
faktor abiotik beragam pada wilayah dengan ketinggian yang berbeda. Selain itu
perbedaan vegetasi dari setiap ketinggian tempat berbeda, tentu akan memberikan
pengaruh terhadap keberadaan hama beserta inangnya. Hasil analisis chi square
tentang hubungan antara ketinggian tempat dan keberadaan hama yang ditunjukan
pada (Lampiran 2) menunjukan adanya hubungan antara ketinggian tempat
dengan keberadaan D. mediodorsata dengan nilai asymp sign 0.013 yang lebih
kecil dari 0.05. Oleh karena itu, ketinggian tempat menjadi faktor penentu
terhadap keberadaan D. mediodorsata, ditunjukkan dengan tingginya populasi
larva dan pupa di Kecamatan Jonggol dan Cileungsi yang berada di daerah
dataran rendah.
Inang Alternatif D. mediodorsata
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di tiga ketinggian tempat
Kota dan Kabupaten Bogor, D. mediodorsata ditemukan di dataran tinggi pada
tanaman kakao, yaitu di Kecamatan Tamansari pada ketinggian tempat 521 m dpl.
Gejala gerigitan larva dan pupa ditemukan pada daun kakao, begitu pula terdapat
ngengat yang sedang hinggap pada tanaman ini (Gambar 8a dan 8b). Gejala
kerusakan oleh larva instar akhir sama seperti bekas gerigitan pada daun rambutan
seperti tergunting pada ujung daun, dan menyerang pada bagian tajuk kanopi
bawah tanaman kakao. Di dataran rendah, khususnya di Kecamatan Ciampea pada
ketinggian 195 m dpl ditemukan inang alternatif lain yaitu tanaman jambu air,
dengan gejala kerusakan daun yang serupa dan temuan pupa yang menempel pada
daun (Gambar 8c).
D. mediodorsata termasuk famili Limacodidae yang dikenal sebagai ulat
api. Menurut Holloway (1986), ulat api merupakan serangga polifag banyak
menyerang tanaman buah-buahan seperti pisang, kopi, teh, kakao, jeruk, jambu,
mangga dan rambutan. Peledakan populasi ulat api sering dilaporkan pada
tanaman kelapa sawit yang relatif ditanam secara monokultur. Peledakan populasi
ini diduga karena cukup ketersediaan inang yang ditunjang oleh berbagai faktor
biotik maupun abiotik lainnya. Sama seperti halnya ulat api, ulat sekoci juga dapat
hidup pada lebih dari satu tanaman inang. Berkenaan dengan perluasan budidaya
tanaman rambutan, ulat sekoci dapat berpotensi menjadi hama apabila faktor
inang, abiotik, maupun biotik di atas menunjang pertumbuhan dan perkembangan
hama.
15
a
b
c
Gambar 8 Inang alternatif D. mediodorsata.
Keterangan: (a) bekas gerigitan larva dan (b) ngengat hinggap pada
daun kakao, (c) pupa melekat pada daun jambu air.
Musuh Alami D. mediodorsata
Parasitoid yang berhasil keluar dari dalam pupa inang D. mediodorsata
saat pemeliharaan di laboratorium adalah parasitoid larva-pupa genus Chrysis
(Chrysididae: Hymenoptera). Menurut Tiong (1979), parasitoid famili
Chrysididae merupakan parasitoid yang umum ditemukan pada inang ulat api
(Limacodidae) selain Ichneumonidae dan Eulopidae. Parasitoid ini dikenal
sebagai tabuhan kuko yang memiliki perilaku unik yaitu bila diganggu, tabuhan
tersebut akan menggulung mirip sebuah bola (Borror et al. 1992). Tubuh
parasitoid berwarna biru metalik atau hijau, berukuran panjang kurang dari 12 mm
(Gambar 9a). Tabuhan kuko ini berhasil dipelihara dari koleksi larva inang yang
diambil dari lapang dan berkembang menjadi pupa terparasit dan parasitoid
tersebut muncul setelah 25 hari pembentukan pupa. Pupa terparasit memiliki tanda
khas yaitu, terdapat benang-benang sutra halus berwarna putih di bagian posterior
tempat kokon melekat pada permukaan daun, sedangkan pupa yang tidak
terparasit tidak memiliki tanda tersebut (Gambar 9b). Selain itu, pupa terparasit
memiliki pola lubang tempat keluarnya imago di bagian permukaan dorsal atau
lateral kokon inang, sedangkan pada pupa yang tidak terparasit, lubang tempat
keluar ngengat berbentuk bundar di daerah anterior kokon yang berwarna hitam
(Gambar 9b). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa parasitoid yang
ditemukan dari lokasi dataran rendah sebesar 7.8% muncul dari 89 ekor pupa dan
dataran sedang 6.8% muncul 147 ekor pupa yang berhasil dikoleksi di
laboratorium. Pupa yang dikoleksi dari dataran tinggi tidak menghasilkan
parasitoid.
a
b
c
Gambar 9 Parasitoid D. mediodorsata.
Keterangan: (a) tabuhan parasitoid Chrysis, (b) kokon terparasit, (c)
kokon tidak terparasit.
16
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Populasi ulat sekoci D. mediodorsata telah tersebar di wilayah Kota dan
Kabupaten Bogor. Persentase serangan D. mediodorsata paling tinggi 80% terjadi
di Kecamatan Jonggol dan Cileungsi, dengan rata-rata jumlah populasi ulat instar
akhir dan pupa berkisar antara 6-7 ekor/pohon. D. mediodorsata menyerang
varietas rambutan Rapiah dan Binjai pada bagian bawah kanopi tanaman. Inang
alternatif D. mediodorsata adalah kakao dan jambu air. Parasitoid larva-pupa D.
mediodorsata adalah genus Chrysis, famili Chrysididae, ordo Hymenoptera
SARAN
Untuk mengantisipasi pengendalian ulat D. mediodorsata sebelum
statusnya menjadi hama, maka perlu mempelajari lebih lanjut tentang biologi dan
pola efisiensi penggunaan pakan pada daun rambutan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anik L. 2012. Keanekaragaman persebaran dan kunci identifikasi lalat buah
(Diptera: Tephritidae) di Kabupaten Bogor dan sekitarnya [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Borror DJ, Johnson NF, Triplehorn CA. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ
Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah rambutan. [Internet]. Badan
Pusat dan Statistik. [diunduh 2016 Mei 31]. Tersedia pada:
https://www.bps.go.id/site/resultTab.
[CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2007. Crop
Protection Compendium. Wallingford (UK): CAB International.
[Dikominfo] Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Bogor. 2012. Geografi
Kabupaten Bogor. [diunduh 2016 Juli 12]. Tersedia pada:
http://diskominfo.bogorkab.go.id/.
Hering EM. 1931. Family Limacodidae. In Seitz A. (ed.), Die GrossSchmetterlinge der Erde 10:665-728.
Holloway JD. 1986. The Moths of Borneo: key to families; family Cossidae,
Metarbelidae, Ratardidae, Dudgeoneidae, Epipyropidae and Limacodidae.
J Malayan Nature 4:1-166.
Ivakdalam LM. 2010. Dampak ekonomi serangan hama asing invasif Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada usahatani pepaya di
Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Ekspor buah rambutan tahun 20122015 [Internet]. [diunduh 2016 April 15]. Tersedia pada:
https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_ind.asp.
Norman K, Basri MW. 1992. A survey of currents status and control of nettle
caterpillars (Lepidoptera: Limacodidae) in Malaysia (1981-1990). Palm Oil
Research Institute Malaysia Occasional Paper 27:1-23.
Prihatman K. 2000. Teknik Budidaya Pertanian Rambutan (Nephelium
lappaceum). Jakarta (ID): Kantor Deputi Menegeristek Bidang
Penyadagunaan dan Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ratna SE. 2016. Ulat genus Demonarosa menginvasi tanaman rambutan.
[Internet]. [diunduh 2016 Mei 22]. Tersedia pada:http://ptn.ipb.ac.id/.
Siebert B. 1997. Nephelium spp. Di dalam: Verheji EWM, Coronel RE, editor.
Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 (Buah-buahan yang dapat dimakan).
Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Prosea
Indonesia dan European Commission.
Silitonga D. 2000. Analisis kelayakan finansial investasi usahatani rambutan di
kecamatan Binjai barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sobir, Martini E. 2014. Pedoman Budidaya Durian dan Rambutan di Kebun
Campur. Bogor (ID): World Agroforestry Center (ICRAF) Southeast Asia
Regional Program.
Solovyev AV, Witt TJ. 2009. Notes on South-East Asian Limacodidae
(Lepidoptera: Zygaenoidae) with one new genus eleven new spesies.
J Lepidopterological 31(1):53-63.
18
Tiong RHC. 1979. Some predators and parasites of Mahasena Corbetti (Tams)
and Thosea asigma (Moore) in Sarawak. J Planter 55 (639):278-289.
Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gajah
Mada Universty Press.
Welzen PV, Verheiji EWM. 1992. Nephelium lappaceum L. In Verheiji EWM
and Coronel RE (ed). Plant resources of South-East No. 2 Edible Fruit and
Nuts. Pudoc Wageningen, Netherlands.
Wood BJ. 1968. Pests of Oil Palms in Malaysia and Their Control. Kuala Lumpur
(MY): Incorporated Society of Planters
LAMPIRAN
20
21
Lampiran 1 Lokasi administrasi serta lokasi titik pengambilan sampel
Kota/
Kabupaten
Kabupaten
Kecamatan
Desa
Cileungsi
Sukamulya
Kabupaten
Jasinga
Kalong
sawah
Kabupaten
Ciampea
Cibanteng
Kabupaten
Jonggol
Tunggal
Jaya
Tanah
Sareal
Kedung
Jaya
Kota
No pohon
contoh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
Lokasi geografi
-6.4157 LS dan106.9698 BT
-6.4150 LS dan106.9835 BT
-6.4041 LS dan 106.9773 BT
-6.4068 LS dan 106.9952 BT
-6.4246 LS dan 106.9808 BT
-6.4293 LS dan 106.9726 BT
-6.4048 LS dan 106.9870 BT
-6.3952 LS dan 106.9657 BT
-6.4096 LS dan 106.9588 BT
-6.4191 LS dan 106.9787 BT
-6.5033 LS dan 106.4940 BT
-6.5021 LS dan 106.4943 BT
-6.5028 LS dan 106.4877 BT
-6.4993 LS dan 106.4835 BT
-6.4913 LS dan 106.4837 BT
-6.4858LS dan 106.4764 BT
-6.4829 LS dan 106.4682BT
-6.4866 LS dan 106.4782 BT
-6.4859 LS dan 106.4751 BT
-6.4923LS dan 106.4959 BT
-6.5609 LS dan 106.7195 BT
-6.5611 LS dan 106.7195 BT
-6.5607 LS dan 106.7203 BT
-6.5616 LS dan 106.7202 BT
-6.5606 LS dan 106.7200 BT
-6.5614 LS dan 106.7205 BT
-6.5616 LS dan 106.7210 BT
-6.5615 LS dan 106.7202 BT
-6.5616 LS dan 106.7151 BT
-6.5617 LS dan 106.5617 BT
-6.5427 LS dan 107.0149 BT
-6.5402 LS dan 107.0210 BT
-6.5403 LS dan 107.0206 BT
-6.5400 LS dan 107.0207 BT
-6.5399 LS dan 107.0298 BT
-6.5387 LS dan 107.0320 BT
-6.5108 LS dan 107.0448 BT
-6.5112 LS dan 107.0474 BT
-6.5112 LS dan 107.0476 BT
-6.5013 LS dan 107.0487 BT
-6.5712 LS dan 106.7891 BT
Ketinggian
m dpl
65
69
64
67
67
63
70
69
62
67
118
119
125
122
118
121
125
118
117
119
193
192
193
195
192
191
194
193
192
194
109
107
114
114
110
108
114
112
113
100
189
Kategori
dataran
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
-6.5696 LS dan 106.7881 BT
-6.5698 LS dan 106.7862 BT
-6.5702 LS dan 106.7859 BT
-6.5695 LS dan 106.7854 BT
189
190
188
185
rendah
rendah
rendah
rendah
22
Kota
Bogor
Barat
Situ Gede
Marga Jaya
Kabupaten
Dramaga
Cikarawang
Kabupaten
Cibubulang
Giri Mulya
Bogor
Utara
Tegal Gundil
Kota
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
-6.5727 LS dan 106.7885 BT
-6.5723 LS dan 106.7882 BT
-6.5701 LS dan 106.7667 BT
-6.5723 LS dan 106.7881 BT
-6.5718 LS dan 106.7831 BT
-6.5554 LS dan 106.7482 BT
-6.5554 LS dan 106.7470 BT
-6.5534 LS dan 106.7411 BT
-6.5530 LS dan 106.7450 BT
-6.5525 LS dan 106.7451 BT
-6.5536 LS dan 106.7424 BT
-6.5543 LS dan 106.7422 BT
-6.5553 LS dan 106.7473 BT
-6.5548 LS dan 106.7449 BT
-6.5553 LS dan 106.7482 BT
-6.5638 LS dan 106.7458 BT
-6.5636 LS dan 106.7474 BT
-6.5639 LS dan 106.7493 BT
-6.5639 LS dan 106.7404 BT
-6.5585 LS dan 106.7493 BT
-6.5648 LS dan 106.7428 BT
-6.5546 LS dan 106.7476 BT
-6.5689 LS dan 106.7432 BT
-6.5629 LS dan 106.7424 BT
-6.5545 LS dan 106.7433 BT
-6.5446 LS dan 106.7382 BT
-6.5459 LS dan 106.7366 BT
-6.5476 LS dan 106.7373 BT
-6.5772 LS dan 106.7372 BT
-6.5480 LS dan 106.7365 BT
-6.5475 LS dan 106.7368 BT
-6.5476 LS dan 106.7363 BT
-6.5472 LS dan 106.7366 BT
-6.5473 LS dan 106.7373 BT
-6.5476 LS dan 106.7375 BT
-6.5674 LS dan 106.6734 BT
-6.5676 LS dan 106.6739 BT
-6.5678 LS dan 106.6735 BT
-6.5692 LS dan 106.6695 BT
-6.5692 LS dan 106.6695 BT
-6.5689 LS dan 106.6733 BT
-6.5700 LS dan 106.6713 BT
-6.5744 LS dan 106.6669 BT
-6.5748 LS dan 106.6680 BT
-6.5753 LS dan 106.6690 BT
-6.5746 LS dan 106.8169 BT
187
187
185
190
187
188
180
189
181
186
188
185
189
185
189
184
185
187
185
184
185
186
189
189
185
203
205
205
200
205
204
201
204
202
202
206
208
210
206
212
208
215
213
205
204
202
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
2
3
4
-6.5747 LS dan 106.8167 BT
-6.5742 LS dan 106.8162 BT
-6.5740 LS dan 106.8161 BT
203
203
206
sedang
sedang
sedang
23
Kota
Kota
Kota
Bogor
Tengah
Bogor
Timur
Bogor
Selatan
Babakan
Baranang
Siang
Batu Tulis
Kabupaten
Cisarua
Tugu Utara
Kabupaten
Ciawi
Pandan Sari
5
6
7
8
9
10
1
-6.5745 LS dan 106.8163 BT
-6.5740 LS dan 106.8162 BT
-6.5732 LS dan 106.8168 BT
-6.5745 LS dan 106.8167 BT
-6.5744 LS dan 106.8168 BT
-6.5768 LS dan 106.8168 BT
-6.5852 LS dan 106.8107 BT
201
202
203
205
204
203
230
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
-6.5850 LS dan 106.8108 BT
-6.5852 LS dan 106.8111 BT
-6.5860 LS dan 106.81283 BT
-6.5851 LS dan 106.8123 BT
-6.5854 LS dan 106.8130 BT
-6.5858 LS dan 106.8123 BT
-6.586 LS dan 106.81290 BT
-6.5853 LS dan 106.8128 BT
-6.5852 LS dan 106.8129 BT
-6.6194 LS dan 106.8199 BT
236
235
237
236
233
237
235
231
237
297
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
-6.6202 LS dan 106.8199 BT
-6.6202 LS dan 106.8200 BT
-6.6189 LS dan 106.8193 BT
-6.6158 LS dan 106.8191 BT
-6.6126 LS dan 106.8158 BT
-6.6129 LS dan 106.8157 BT
-6.6084 LS dan 106.8126 BT
-6.5995 LS dan 106.8088 BT
-6.5865 LS dan 106.8093 BT
-6.6260 LS dan 106.8080 BT
297
297
295
291
290
294
295
294
296
350
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
-6.6261 LS dan 106.8079 BT
-6.6301 LS dan 106.8082 BT
-6.6285 LS dan 106.8084 BT
-6.6221 LS dan 106.8067 BT
-6.6098 LS dan 106.7963 BT
-6.6097 LS dan 106.7962 BT
-6.6097 LS dan 106.7962 BT
-6.6096 LS dan 106.7969 BT
-6.6097 LS dan 106.7965 BT
-6.6856 LS dan 106.9565 BT
-6.6852 LS dan 106.9259 BT
-6.6883 LS dan 106.9188 BT
-6.6888 LS dan 106.9191 BT
-6.6859 LS dan 106.9265 BT
-6.6823 LS dan 106.9269 BT
-6.6838 LS dan 106.9552 BT
-6.6835 LS dan 106.9270 BT
-6.6876 LS dan 106.9215 BT
-6.6862 LS dan 106.9186 BT
-6.6531 LS dan 106.8478 BT
6.6536 LS dan 106.8480 BT
351
351
350
349
350
349
349
347
350
823
823
823
819
820
820
822
822
817
821
820
820
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
24
Kabupaten
Taman Sari
Sukamantri
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-6.6471 LS dan 106.8499 BT
-6.6478 LS dan 106.8501 BT
-6.6513 LS dan 106.8645 BT
-6.6519 LS dan 106.8665 BT
-6.6547 LS dan 106.8629 BT
-6.6745 LS dan 106.8732 BT
-6.6658 LS dan 106.8288 BT
-6.6494 LS dan 106.8370 BT
-6.6512 LS dan 106.7707 BT
-6.6500 LS dan 106.7635 BT
-6.6541 LS dan 106.7637 BT
-6.6524 LS dan 106.7635 BT
-6.6594 LS dan 106.7703 BT
-6.6606 LS dan 106.7665 BT
-6.6541 LS dan 106.7703 BT
-6.6471 LS dan 106.7659 BT
-6.6456 LS dan 106.7648 BT
-6.6467 LS dan 106.7611 BT
815
818
817
819
820
814
815
810
520
523
521
520
519
517
514
520
518
515
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
25
Lampiran 2 Data analisis chi square sebaran populasi D. mediodorsata pada
tiga dataran di Bogor
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
mdpl * individu
Missing
Percent
165
N
Total
Percent
100.0%
0
N
,0%
mdpl * individu Crosstabulation
Count
individu
0
Mdpl
ada hama
Total
dataran tinggi
25
15
40
dataran sedang
24
36
60
dataran rendah
22
43
65
71
94
165
Total
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
8.647a
2
.013
Likelihood Ratio
8.634
2
.013
Linear-by-Linear
7.582
1
.006
Pearson Chi-Square
Association
N of Valid Cases
165
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 17,21.
Percent
165
100.0%
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 2 Maret 1994. Penulis adalah anak urutan
terakhir dari enam bersaudara dari pasangan bapak Muhamad Damanhuri dan ibu
Masriah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMK
Negeri 1 Bojongpicung, Cianjur. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai
mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB) 2014-2015 dengan profesi sebagai ketua
club pada divisi Eksplorasi serangga 2014-2015 dan ketua bantuan sosial santunan
anak yatim paitu 2013-1014, dan berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh
HIMASITA. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Pengendalian Terpadu
Hama dan Penyakit Tanaman 2016-2017. Mengikuti program Upaya Peningkatan
Swasembada Pangan 2015-2016 di Daerah Kabupaten Pandeglang.
28
Download