I Ngurah Suryawan Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari Papua Barat. Heterogenitas etnik (250 suku), bahasa, dan kondisi geografis, agama, dan budaya yang berbeda. Dinamika internal dan politik di masing-masing wilayah. Fragmentasi dan transformasi politik dan budaya. Kekerasan HAM dan diskriminasi pembangunan. Undang-Undang (UU) Nomor 45 tahun 1999 tentang pemekaran provinsi Papua menjadi tiga provinsi yaitu Provinsi Papua, Papua Tengah dan Papua Barat Undang Undang 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua Munculnya aktivis kelas menengah urban di kota-kota Papua dan gerakan sosial masyarakat Papua. Status Politik dan Gugatan Sejarah (Integrasi Papua ke NKRI) Diskriminasi dan Gagalnya Pembangunan Operasi Militer pasca Pepera 1969, Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia dan Kekerasan Negara Marginalisasi Orang Papua (LIPI, 2009) Pepera 1969: manipulatif, tindakan represif militer Indonesia, dari one man one vote menjadi musyawarah mufakat. Pepera 1969 yang manipulatif dan persiapan Negara Belanda untuk Papua Merdeka pada 1 Desember 1969 menjadi pondasi gerakan pembebasan bangsa Papua sekaligus benih polemik berkepanjangan antara (nasionalisme) Papua dan (nasionalisme) Indonesia. Semua proses negosiasi tanpa melibatkan rakyat Papua. Mimikri kolonisasi: Belanda, Indonesia, Papua. Mentalitas penjajah (Franz Fanon) Pembangunan diskriminatif. DOM Papua hingga kini Kekerasan HAM Pembangunan dan transmigrasi Investasi dan kuasa kapital global. Birokrasi dan korupsi Ingatan Kekerasan dan Penderitaan Reproduksi stigma “keterbelakangan” dan “ancaman” bagi negara. Bayangan seperti hantu (Siegel) Stigma yang kritis terhadap kebijakan negara (mis. Komunis, musuh pembangunan dll) “Mengancam keuntuhan NKRI” Saparatis = Kelompok Bersenjata. Stigma OPM. Diskriminasi berlapis terhadap Papua (jauh secara geografis, jauh secara budaya, jauh secara sejarah) Penetrasi dan dominasi sejarah Papua oleh Indonesia. Papua = keterbelakangan = “dimanusiakan”, “diberdayakan” = dgn pembangunan = operasi koteka = awal kolonisasi (Fanon). Subaltern: Gerakan Sosial Menulis Sejarah Baru via intelektual Papua Perbedaan perspektif dan tidak saling percaya PAPUA dan JAKARTA. Inisiatif dialog damai. Inisiatif LIPI menuju dialog dan Konferensi Perdamaian Papua (KPP) di Jayapura 2009 Dialog dalam Kerangka NKRI versus Dialog tanpa syarat Hentikan kekerasan aparat keamanan di Papua menuju proses dialog damai. Dialog internal di Papua dan Jakarta tentang poin/substansi dialog Menggali budaya-budaya perdamaian dari sukusuku Papua. Sinergi berbagai pihak, komunikasi, dan komitmen mewujudkan “Papua Tanah Damai” (Masyarakat Adat, Gereja, Pendatang, Pemerintah, Aparat Keamanan) Perspektif: Pengakuan budaya Papua, kemandirian, kebersamaan, komunikasi, harmoni, kesejehateraan, partisipasi, keamanan, keadilan kebenaran, toleransi (SKP Jayapura, 2002) Melihat kompleksitas Papua dengan antropologi gerakan sosial yang transformatif dan membebaskan. Menangkap kompleksitas persoalan Papua dan merekognisi rakyat Papua. Melepas perspektif kolonial dan diskriminatif terhadap Papua. Reflektif transformatif belajar bersama-sama antara Papua dan Indonesia untuk merubah diri masingmasing. Antropologi yang“berpolitik”untuk membangun sejarah baru yang emansipatif untuk transformasi sosial I Ngurah Suryawan Fakultas Sastra Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat