BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Vaccinium varingaefolium Genus Vaccinium terdiri dari 450 spesies yang berbeda yang tersebar di pegunungan tropis Asia dan Amerika Tengah Selatan, 92 spesies terdapat di China (51 jenis endemik). Tumbuhan dengan nama daerah mentigi dari suku Ericaceae ini mempunyai perawakan semak sampai pohon, tinggi dapat mencapai 10 m. Daunnya agak tebal, bentuk jorong sampai lanset. Daun mudanya berwarna kemerahan, kemudian akan berubah menjadi orange, kekuningan dan akhirnya hijau. Bunga influoressensia terminal atau aksilar. Braktea dan brakteola persisten dan caducous, bagian belakang kecil, basal, jarang apikal, tangkai bunga meluas ke arah ujung, articulata dan jarang bersambung. Jumlah bunga 5, jarang 4, kelopak bunga berlekuk dan bergerigi. Korola urceolate atau tubular, berlekuk atau bergerigi. Buah dengan beberapa biji globose, biji berbentuk ovoid, kecil, testa dan keras. Buah mentigi dapat dikonsumsi sebagai obat penyegar tubuh (Cheng & Peter, 2009). Vaccinium varingaefolium (Gambar 2.1) dapat tumbuh pada ketinggian 1.500 m dari atas permukaan laut. Di Gunung Papandayan mentigi ditemukan sampai pada puncak bukit tertinggi, bahkan mulai dari ketinggian 2.000 meter dpl. Di kawasan CA/TWA Kawah Ijen hanya ditemukan pada ketinggian di atas 2.000 m dpl. Di Gunung Papandayan, Tangkuban Perahu, Gede Pangrango mentigi tumbuh mendominasi tumbuhan lainnya di sekitar kawah. V. varingaefolium terdapat juga di Pegunungan Dieng. Tanaman ini dapat hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim, dengan toleransi yang tinggi dan penampilan habitus yang baik. Beberapa jenis tumbuhan lain seperti Ishaemum, Panicum dan Histiopteris, cukup dominan tumbuh di kawah gunung tetapi dengan penampilan habitus yang lebih buruk, seperti daun mengering kecoklatan, nekrotik atau tepi daunnya mengering (Nasir et al., 1994). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Tumbuhan Vaccinium varingaefolium 2.2 Mikroorganisme Endofit Bakteri endofit merupakan mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan & Zou, 2001). Bakteri endofit diisolasi dari jaringan tanaman atau diekstrak dari bagian dari jaringan tanaman yang sehat, proses kolonisasi jaringan tumbuhan oleh endofit melalui tahapan kompleks yang meliputi adaptasi, perkecambahan spora, penetrasi dan kolonisasi. Endofit juga bisa masuk ke dalam jaringan tumbuhan melalui luka dan lubang alami. Luka pada tumbuhan yang disebabkan oleh nematoda juga menjadi faktor utama masuknya bakteri endofit (Athman, 2006). Menurut Tan & Zou (2001), mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara evolusioner. Beberapa bakteri endofit mempunyai daya antagonis terhadap jamur patogen tular tanah seperti Sclerotium, Phytium, Fusarium. Pengendalian biologi Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan bakteri endofit merupakan salah satu alternatif pengendalian jamur parasit tanaman. Keunggulan bakteri ini sebagai agens pengendali hayati yaitu mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tumbuhan (Kloepper et al., 1999) serta dapat menginduksi ketahanan tanaman (Hallmann, 2001). Mikroorganisme dari kelompok bakteri banyak yang mempunyai peranan sebagai agen pengendali biologi secara potensial dalam menekan penyakit layu yang disebabkan oleh patogen tular tanah. Bakteri yang mempunyai potensi agen antagonis antara lain: Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. Bakteri P. fluorescens merupakan komponen agen antagonis yang penting dalam rizosfer tanah. Bakteri agen antagonis tersebut dapat menekan cendawan atau bakteri lain dengan antibiosis, kompetisi nutrisi atau parasitisme langsung. Umumnya aktifitas organisme yang satu dengan organisme yang lain, akan saling bersaing terhadap tempat, udara, air dan bahan makanan (nutrient) (Susanna, 2000). Mikroba endofit menjanjikan dalam penemuan obat-obat baru, karena senyawa-senyawa bioaktif yang dikandungnya (Strobel, 2003). Mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif (Tan & Zou, 2001) 2.3 Beberapa Fungi Patogen Fusarium oxysporum merupakan patogen tular tanah (soil borne) yang bersifat penghuni tanah (soil inhabitant). Patogen ini dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik sehingga strategi pengendalian yang efektif hingga kini belum ditemukan. Cendawan membentuk konidium pada suatu badan yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tangkai yang telah tua. Konidiofor bercabang dan rata-rata mempunyai panjang 70 μm, cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjang sampai 14 μm, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan pada cabang samping. Mikrokonidium bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2,5-3 μm. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel 4, berukuran 2236 x 4-5 μm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7-13 x 7-8 μm, Universitas Sumatera Utara terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali berpasangan (Semangun, 1994). Konidianya biasanya mempunyai 3-5 septa dan sel apikal yang tipis serta sel dasarnya yang berbentuk kaki. Klamidosporanya dapat berbentuk tunggal atau berpasangan (Ploetz, 1994). Fusarium oxysporum merupakan jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman dengan kisaran inang sangat luas (Mess et al. 1999). Jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada jaringan xylem (De Cal et al. 2000). Fusarium sangat merugikan pertanian. Layu Fusarium dapat menyerang cabai merah, tomat, kacang panjang, kentang, kubis dan mentimun. Famili Solanaceae (tomat, kentang, terong, cabai dan tanaman lainnya) diinfeksi oleh jamur yang dapat menyebabkan layu Fusarium dan layu Verticillium. Organisme penyebab penyakit biasanya masuk melalui akar muda dan kemudian tumbuh dan berkembang sehingga akan mengkonduksi bagian pembuluh dari akar dan batang. Di bagian pembuluh batang tersumbat dan gagal menyalurkan air ke daun (Miller et al. 2004). Saprolegnia yang termasuk dalam Oomycetes merupakan patogen utama pada ikan air tawar. Saprolegnia seperti S. parasitica dan S. polymorpha (Webster & Weber, telah banyak dilaporkan sebagai patogen pada ikan dan telur ikan. Saprolegnia terdapat terutama di tanah yang lembab dan air tawar, bersifat sebagai saprofit pada sisa tanaman dan hewan. 2007). Oomycetes merupakan patogen utama pada telur ikan (Noga, 2000). Saprolegnia menyerang ikan nila merah yang dikenal dengan penyakit Saprolegniasis (Akbar, 2008). Oomycetes merupakan patogen utama pada telur ikan baik pada telur yang hidup maupun telur yang sudah mati. Infeksi dimulai pada telur yang tidak difertilisasi atau dibuahi ataupun telur yang tidak hidup (Noga 2000). Infeksi menyebar kepada telur yang sehat melalui kemotaksis positif (Bruno & Wood 1999). Busuk pangkal batang, disebabkan oleh Ganoderma boninense adalah penyakit yang paling merusak pada kelapa sawit, khususnya di Indonesia dan Malaysia (Susanto et al., 2005). Pertama karena adanya usaha untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia. Kedua, dari generasi ke generasi persentase tanaman sakit semakin meningkat. Kelapa sawit yang ditanam sesudah kelapa sawit atau Universitas Sumatera Utara tanaman kelapa akan mendapat serangan yang lebih berat dari penyakit busuk pangkal batang. Kalau dulu dianggap sebagai penyakit kebun tua, sekarang penyakit ini terdapat juga di kebun yang masih muda (Semangun, 2000). Di kalangan petani perkebunan kelapa sawit G. boninense merupakan musuh penting bagi tanaman kelapa sawit maupun kelapa. Jamur patogen ini dapat masuk ke dalam badan tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti mulut kulit dan hidatoda, atau dengan menembus permukaan tumbuhan yang utuh. Banyak jamur yang melakukan infeksi secara langsung pada bagian tumbuhan yang masih muda dan lunak (Semangun, 1996). Ganoderma menular ke tanaman sehat bila akar tanaman sehat bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit. Akar-akar tanaman kelapa sawit yang muda tertarik kepada tunggul yang membusuk karena kaya akan hara dan mempunyai kelembapan tinggi (Semangun, 2000). Jamur akar putih (Rigidoporus microporus) merupakan organisme yang polifag, yaitu dapat menyerang bermacam-macam tanaman. Beberapa penelitian menyebutkan kemampuan jamur ini menyerang tanaman lain selain karet, diantaranya: jambu mete (Anacardium occidentale) (Chatarina, 2012), teh (Camellia sinensis) (Hastuti, 2000), akasia (Acacia mangium), jati (Azadirachta excelsa, dan Tectona grandis) (Farid et al., 2009). Semangun (2008) menyatakan bahwa R. microporus juga menyerang tanaman kopi, kelapa sawit, kakao, mangga, cengkeh, sengon, meranti serta tanaman perkebunan lain. Jamur akar putih yang menyerang karet yang dibudidayakan semula berasal dari pohon-pohon hutan yang sakit. Dari sisa-sisa akar atau tunggul pohon-pohon hutan Rigidoporus dapat menginfeksi tanaman karet. Berdasarkan konsep segitiga penyakit, penyebaran penyakit JAP ini tergantung pada tanaman contohnya pada karet (sebagai inang), Rigidoporus microporus (sebagai patogen) serta kondisi lingkungan. Jika ketiga faktor saling mendukung, maka tanaman akan terserang penyakit ini. Sampai saat ini belum ditemukan adanya karet yang resisten (tahan) terhadap serangan jamur akar putih. Chatarina (2012) menyebutkan bahwa, penyakit JAP dapat menyerang tanaman mulai dari pembibitan sampai dewasa. Penyakit ini dapat menyerang tanaman muda, usia 3-4 tahun sampai Universitas Sumatera Utara tanaman menghasilkan atau produktif. Komponen lingkungan yang berperan meningkatkan penyebaran penyakit JAP ini adalah tanah. Sifat-sifat tanah sangat penting untuk menunjang perkembangan penyakit ini (Prasetyo et al., 2009). Menurut Semangun (2008) tanaman yang terkena penyakit akar putih, daunnya tampak kusam, kurang mengkilat, dan melengkung ke bawah (daun yang sehat berbentuk seperti perahu). Setelah itu daun-daun menguning dan rontok. Pada pohon dewasa daun gugur yang disertai dengan matinya ranting-ranting dan hal ini menyebabkan pohon karet mempunyai mahkota yang jarang. Pohon yang sakit kadang-kadang membentuk bunga dan buah sebelum masanya akar-akar busuk, sehingga pohon mudah rebah. Gejala penyakit di atas tanah mirip dengan gejala yang disebabkan patogen akar pada umumnya. Untuk mengetahui penyebab penyakitnya dengan pasti, perlu dilakukan pembukaan akar. Universitas Sumatera Utara