BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang di sebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Suharjono, 2001). Menurut Doenges (1999: 626), Chronic Kidney Disease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, yang terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten (Barbara C Long, 1996: 368). Penyakit ini termasuk penyakit renal tahap akhir (End Stadium Renal Disease) yang merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer, 2001: 1448). B. Anatomi Fisiologi Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, semua berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama : (1) glomerolus dan kapsula Bowman's, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah, dan (2) tubulus, yang mereabsorbsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrate dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine (Hudak dan Gallo, 1994, hal.4). Menurut Long (1998, hal. 270), ginjal merupakan organ berbentuk seperti dua kacang yang terletak dibelakang peritoneum parietal pada sudut konstovertebral. Nefron merupakan unit fungsional dan ginjal dan tiap ginjal terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron. Struktur dari nefron berperan dalam proses pembentukan terdiri dari glomerulus yang berada didalam kapsul Bowman, tubulus yang berbelok-belok pada bagian proksimal, gelung Henle, dan yang berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat penampung. Kapsul Bowman dan tubulus Henle dan tubulus penampung berada pada bagian medula. Urine dari tubulus penampung yang banyak itu mengalir pelvis renalis. Menurut Brunner dan Suddarth (1996, hal. 1364), ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal dengan sebagai Kapsula renalis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan oleh kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding torakalis bawah. Darah dialirkan ke dalam ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang dari kavum abdomalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1992, hal. 107). Menurut Price dan Wilson (1985, hal.5), ginjal terletak di sebelah belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot utama transversus abdominalis yaitu quadratus lumborum dan m. Psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantuan lemak tebal. Kelenjar adrenal terletak di atas kutub masing-masing ginjal. Ginjal tersebut terlindung dengan baik dari trauma langsung : di posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedang di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Kalau ginjal cidera, maka hampir selalu diakibatkan oleh kekuatan yang mengenai kosta kedua belas. Kosta kedua belas berputar kedalam dan menekan ginjal antara kosta sendiri dan korpus vertebrae lumbalis. Karena ginjal terlindung dengan baik dari cedera langsung, maka jelas bahwa ginjal sulit diraba dan sulit dicapai pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup limpa. Tetapi, kutup bawah ginjal yang normal ukurannya dapat diraba secara bimanual. Ginjal yang membesar secara mencolok atau tergeser dari tempatnya dapat diketahui dengan palpasi, walaupun hal ini mudah dilakukan di sebelah kanan. Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian posterior, sebelah atas dinding abdomen, masing-masing satu di setiap sisi. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron berawal sebagai suatu berkas kapiler, yang disebut glomerulus, yang berubah menjadi tubulus panjang yang melengkung dan berkelok-kelok (Corwin, 1996, hal. 442). Menurut Hartono (1991, hal. 2), ginjal terdiri atas unit-unit fungsional yang dinamakan nefron dan pada setiap ginjal terdapat 1 hingga 1,5 juta nefron. Nefron merupakan tubulus (pipa) yang panjangnya kurang lebih 6 cm dan tersusun dari bagian komponen yang dirancang menurut ciri anatomi serta fungsional yang khas. Kelima komponen nefron tersebut adalah simpai Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul (collecting duct). Sesungguhnya collecting duct bukan bagian dari tiap nefron, tetapi berfungsi untuk mengumpulkan cairan dari beberapa nefron. Pangkal tubulus (nefron) merupakan ujung huntu yang melebar (simpai Bowman) dan ke dalam ujung tersebut masuk jalinan kapiler sebanyak kurang lebih 50 buah yang dikenal sebagai glomerulus. Menurut Leeson, Thomas dan Paparo (1985, hal. 427), ginjal manusia berbentuk seperti kacang merah, dengan panjang antara 10-12 cm, dan tebal 3,5-5 cm, terdapat di bagian posterior abdomen bagian atas, pada masingmasing sisi vertebra lumbal atas. Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis yang dapat dilepaskan dengan mudah dari parenkim di bawahnya, suatu petunjuk bahwa tidak terdapat septa. Pada sisi medial terdapat cekungan, hilus, tempat keluar masuk pembuluh darah dan keluarnya saluran keluar, ureter. Bagian atas ureter melebar mengisi hilus ginjal. Bagian ini (pelvis) terbagi menjadi mangkuk besar dan kecil, yaitu kaliks mayor dan minor, biasanya ada 2 kaliks mayor dan 8-12 kaliks minor. Setiap kaliks minor meliputi tonjolan jaringan ginjal berbentuk yang disebut papila ginjal yang berlubang, lubang karena bermuaranya 10 – 25 buah duktus koligens. Menurut Pearce (1973, hal 245), ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal. Dibelakang poritenium, dan karena itu di luar rongga poritenium. Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebrata torakalis terakhir sampai vetebrata lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dan kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 – 7,5 cm, dan tebal 1,5 – 2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gr. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Menurut Cambridge (1997, hal, 4), ginjal terletak dalam rongga sepanjang kolumna vertebralis, dan tepat dibawah iga yang paling bawah. Ginjal dikelilingi oleh pelindung lemak dan terletak di luar rongga peritoneal. Ginjal terdiri atas massa tubulus mikroskopis yang disebut nefron, yang menyaring darah dan mengontrol komposisinya. Terdapat sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal. Setiap nefron berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus yang terletak di dalam kortek bagian terluar dari ginjal. Glomerulus di kelilingi hamper secara keseluruhan oleh membran yang disebut kapsula Bowman’s. Menurut Pearce (1973, hal. 248), fungsi ginjal adalah pengaturan keseimbangan air, pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah, dan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. Sekresi urine dan mekanisme fungsi ginjal, glumerulus adalah saringan. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 cc plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 cc/mnt (10 persen) dari itu disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda hidup lainnya, disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring, yaitu filtrate glomerulus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan ditinggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorbsi kembali, air sebagian besar diabsorbsi kembali, kebanyakan produk buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine. Demikian maka sekresi terdiri atas tiga faktor : a. Filtrasi glomerulus b. Reabsorbsi tubula c. Sekresi tubula Menurut Syaifuddin (1997, hal. 108) 1. Fungsi ginjal terdiri dari : a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun. b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan. c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam basa dan cairan tubuh. d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh. e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum, kreatinin dan amoniak. 2. Proses pembentukan urine Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi, pada simpai Bowman berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada 3 tahap pembentukan urin : a. Proses filtrasi Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang disaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodiumklorida, sulfat, bikarbonat, dll. diteruskan ke tubulus ginjal. b. Proses reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbs fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. c. Proses sekresi Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar. Menurut Long (1989, hal. 272), fungsi-fungsi utama dari kedua ginjal, antara lain : 1. Ultrafikasi yaitu membuang volume cairan dari darah sirkulasi, bahan-bahan yang terlarut dalam cairan juga turut terbuang. 2. Pengendalian yaitu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit-elektrolit yang tepat dalam batas ekskresi yang normal, dalam sekresi dan reabsorbsi. 3. Keseimbangan yaitu mempertahankan pH dan basa norma dengan ekskresi ion H dan pembentukan bicarbonas untuk bufer / penyangga 4. Ekskresi yaitu pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrate glomeruler. 5. Mengatur yaitu mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi renin, erythropoietin yang disekresi oleh ginjal 6. Memproduksi eritrosit yaitu merangsang sumsum tulang agar membuat sel-sel eritrosit 7. Mengatur metabolisme yaitu mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal. Menurut Price dan Wilson (1982, hal. 10), fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ektrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ektrasel ini dikontrol oleh : 1. Ultrafiltrasi glomerulus Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi plasma glomerulus. Aliran darah ginjal (RBF : renal blood flow) jumlahnya sekitar 25 dari jumlah curah jantung, atau sekitar 1200 ml/menit. 2. Reabsorbsi dan sekresi tubulus Proses pembentukan urin sesudah filtrasi adalah reabsorbsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi. Kebanyakan dari zat yang difiltrasi direabsorbsi melalui pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi ke dalam kapiler pertubular yang mengelilingi tubulus. Proses reabsorbsi dan sekresi ini berlangsung baik melalui mekanisme transport aktif maupun pasif. Suatu mekanisme itu disebut aktif kalau suatu zat di transpor melawan suatu perbedaan elektrokimia, yaitu melawan perbedaan potensial listrik, potensial kimia atau sebaliknya. Sedangkan suatu mekanisme transport disebut pasif kalau zat yang direabsorbsi dan disekresi bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada. Proses sekresi dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Dua fungsi tubulus distal yang penting adalah pengaturan tahap akhir dari keseimbangan air dan asam basa. Menurut Leeson, Thomas, dan Paparo (1985, hal. 427), fungsi ginjal adalah membuang bahan sisa (terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, yang dihasilkan dari metabolisme makanan oleh tubuh), bahan asing dan produk sisanya. Ginjal juga mengatur keseimbangan air dan elektrolit berupa ekskresi kelebihan air dan elektrolit juga mempertahankan keseimbangan asambasa, suatu proses osmoregulasi. Selain itu ginjal mensekresi rennin, yang turut dalam pengaturan tekanan darah dan kadar ion natrium dan eritropoietin, yang bertalian dengan produksi eritrosit oleh sumsum tulang.Pada ekskresi dan pembentukan urin meliputi ultra filtrasi plasma darah membentuk filtrat. Filtrat diubah oleh reabsorbsi selektif sebagaian besar air yang terfiltrasi dan molekul kecil lainnya dan oleh sekresi. Menurut Syaifuddin (2001, hal. 218), fungsi ginjal antara lain : a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan disekresikan oleh ginjal sebagai urin (kemih) yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang disekresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan dan relatif normal. b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengeluaran yang abnormal, maka akan mengakibatkan pemasukan garam berlebihan. Pada penyakit perdarahan, diare dan muntah, ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting. c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh tergantung pada apa yang dimakan. Campuran makanan (mixed diet) menghasilkan urin yang bersifat agak asam. d. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin). zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida). e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mensekresi hormone renin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan darah (sistem renin angiostensin aldosteron) dan membentuk eritropoetin yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). C. Etiologi Pada dasarnya, penyebab kegagalan ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR). Berikut ini akan diuraikan penyebab Chronic Kidney Disease menurut Doenges (1999: 626). Penyebabnya yaitu termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). Penyebab GGK menurut Price (1992: 817) dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: 1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik 2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis 3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis 4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif 5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal 6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis 7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal 8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. D. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron yang termasuk glomerulus dan tubulus diduga utuh, sedangkan yang lain rusak. Hipotesa ini disebut juga sebagai hipotesa nefron utuh. Nefron-nefron yang utuh menjadi hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan Glomerulo Filtration Rate atau kecepatan daya saring glomerulus yang disebut juga metode adaptif. Metode ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas hingga muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal yang hilang mencapai 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi bersihan kreatinin ginjal akan mengalami penurunan sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu (Long, 1996: 368). Bersihan kreatinin ginjal yang menurun menyebabkan protein ikut diekskresikan dalam urin. Produk akhir metabolisme protein berupa urea yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, selanjutnya terjadi uremia yang mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Smeltzer, 2001 : 1448). Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa tahap. Menurut Price (1992: 813-814), kegagalan ginjal berlangsung progresif yang dibagi menjadi tiga stadium, yaitu: 1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen normal dan penderita asimtomatik. 2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo Filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri. 3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir atau uremia) Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai Glomerulo Filtration Rate 10% dari normal, bersihan kreatinin 5-10 ml per menit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. E. Manifestasi Klinik Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan ginjal kronik akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin. Hal ini akan mengganggu fungsi sistem tubuh. Menurut Long (1996: 369), manifestasi klinik pada pasien dengan Chronic Kidney Disease pada gejala dini ditemukan adanya letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Pada gejala yang lebih lanjut, pada pasien dengan Chronic Kidney Diseas ditemukan adanya anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik saat beraktivitas maupun tidak, edema yang disertai keterlambatan akan ditemukan adanya anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak, butuh waktu untuk kembali seperti bentuk semula setelah dilakukan penekanan menggunakan jari (edema), pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Disamping itu, pada Chronic Kidney Disease akan terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin– aldosteron, gagal jantung kongestif dan edema pulmoner akibat cairan berlebihan, dan perikarditis akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi (Smeltzer, 2001: 1449). Suyono (2001) menguraikan bahwa manifestasi klinik Chronic Kidney Disease pada sistem kardiovaskuler adalah adanya hipertensi, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena leher, dan friction sub pericardial. Selain itu, pada sistem pulmoner ditemukan adanya nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat. Pada sistem gastrointestinal ditemukan adanya anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas berbau ammonia. Pada sistem integumen ditemukan adanya warna kulit abu-abu mengkilat, pruritis (gatal-gatal), kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan media konservatif dengan pengaturan diit : a. GFR 10ml / mg atau kurang protein yang di berikan 20 gram. b. Diit natrium GFR 10 ml / mg atau kurang protein 25 sampai 30 gram dan GFR 3 ml yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 meg/ hr c. Diit kalium yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 80 meg/ hr d. Diit cairan yaitu aturan umum yang dapat digunakan untuk menentukan banyak asupan cairan adalah jumlah air yang keluar air kemih adalah 24 jam ditambah 500 ml. 2. Penatalaksanaan konservatif dengan pemberian obat Obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah metil dopa, propanolol, dan klonidin, bila terjadi hiperkalemi maka diberikan glukosa dan insulin intravena yaitu glukonat 10%, multivitamin dan asam folat diberikan tiap hari. Diuretik diberikan tiap hari karena bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dan juga diberi antibiotik non nefrotoksin karena klien dengan gagal ginjal kronik mempunyai kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan infeksi. 3. Penatalaksanaan definitive a. Dialise Adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui membrane berpori dan kompartemen cair menuju kompartemen lainnya, ada dua macam dialisis yaitu hemodialisis (HD) dan peritonial dialisis (PD). Hemodialisa (HD) mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien kedialisator dimana terjadi disfusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali kesirkulasi pasien. Suatu mekanisme yang mentranspor darah ke dan dari dialisator dan dialisator (daerah di mana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk – produk sisa berlangsung). Pengobatan dialise berlangsung 3 sampai 5 tergantung kepada tipe dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang diperlukan demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa, dan masalah sisa produk yang ada. Dialise untuk masalah yang akut harus dilaksanakan tiap hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang masih menjamin. Haemodialise bagi orang dengan kegagalan ginjal kronik biasanya di kerjakan dalam dua / tiga kali seminggu. Asuhan keperawatan pasien selama haemodialise harus di pusatkan kepada : 1) Pemantauan status fisik sebelum dan pada saat dialise 2) Kebutuhan keamanan dan kenyamanan 3) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri kepada perawatan dan perubahan cara hidup b. Peritonium Dialise ( PD ) Yaitu cairan dialise dimasukkan kerongga peritoneum dan peritoneum menjadi membran dialise. Dibandingkan dengan pengobatan hemodialise yang bisa berlangsung 3 sampai 6 jam. Keuntungan pertama dari peritoneal dialise terdiri dari : 1) Prosedur mensajikan kimiawi darah yang tetap 2) Bisa dipasang pada tiap lokasi dan mesin tidak diperlukan 3) Proses mudah diajarkan kepada pasien dan keluarga 4) Banyak pantangan diet karena banyak kehilangan protein lewat membran peritoneum. Kedialisat, pasien biasanya mendapat diet tinggi protein ( C. long 1996 : 389 ) c. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal dilakukan untuk memperpanjang masa hidup klien dengan gagal ginjal kronik G. Komplikasi Menurut Suyono Slamet (2001), komplikasi yang muncul pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan tekanan darah 2. Kencing manis 3. Batu ginjal H. Pengkajian Fokus Menurut Long (1989, hal. 362): Data subyektif Pengkajian hampir memuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa meyakinkan antara lain, seperti pola berkemih, termasuk perubahan yang sedang terjadi, kenaikan BB yang tidak diketahui sebabnya, terjadinya mual dan anoreksia, riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal, riwayat akhir mengenai gejala-gejala yang serupa pilek, terdapat nefrotoksin, termasuk yang ada dalam lingkungan di tempat pekerjaan dan dalam obat-obatan. Data obyektif Data obyektif harus mencakup takaran intake cairan dan output urin dalam periode 24 jam. Timbangan BB harian penting karena dapat menyajikan data status cairan yang tepat. TD termasuk pada perubahan postural harus diperiksa dan dicatat. Status cairan dikaji melalui pemantauan kulit, edema perifer dan auskultasi bunyi nafas. Pasien harus dikaji mengenai halitosis yang bisa timbul akibat acidosis dan sekresi amoniak. Yang harus diperhatikan apakah terjadi perubahan sikap mental. Menurut Doengoes (1993, hal 612), antara lain : 1. Aktifitas/istirahat. Di dalam beraktifitas/beristirahat gejala yang sering muncul biasanya Ietih, lemah, malaise. Sedangkan untuk tandanya yaitu : kelemahan otot, kehilangan tonus. 2. Sirkulasi. Biasanya dalam sirkulasi darah untuk tandanya seperti : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan, eklampsia akibat kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik (hipovolemia), nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat, kecenderungan perdarahan. 3. Eliminasi. Untuk gejala eliminasi antara lain : perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare/konstipasi, riwayat batu/kalkuli. Sedangkan tandanya seperti : perubahan warna urin, oliguria (biasanya 12-21 hari), poliuria (2-6 L/hari). 4. Makanan/cairan. Untuk makanan dan cairan gejalanya seperti : peningkatan BB (edema), penurunan BB (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Tandanya seperti : perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum, bagian bawah). 5. Neurosensori. Dalam neurosensori gejalanya antara lain : sakit kepala, penglihatan kabur. kram otot/kejang. Sedangkan tandanya seperti : gangguan status mental, kejang, faskikulasi otot, akti vitas kejang. 6. Nyeri/kenyamanan. Untuk pengkajian dalam nyeri/kenyamanan gejala yang muncul seperti : nyeri tubuh, sakit kepala. Sedangkan tandanya : perilaku berhatihati/distraksi, gelisah. 7. Pernafasan. Pada pernafasannya gejala yang muncul seperti: nafas pendek. Untuk tandanya antara lain : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan kussmaul), nafas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru). 8. Keamanan. Gejalanya seperti : adanya reaksi confuse. Sedangkan tandanya antara lain: demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus, kulit kering. Menurut Talbot dan Marquardt (1993, hal. 202) : a. Faktor pencetus antara lain : seperti riwayat DM, gagal jantung, gagal hati, septicemia, obat nefrotoksik atau bahan kimia, syok, hipovolemia, cedera iskemik, luka bakar, glomerulus akut, nefritis tubulointersisial akut, glomerullonefritis pascastreptokokal akut, nekrosis ginjal akut, batu ginjal, obstruksi vaskuler ginjal, obstruksi traktus urinaria akut. b. Riwayat, seperti; perubahan status mental : kekacauan mental, letargi, stupor, mual, muntah, anoreksia, pruritus, sakit nyeri tumpul pada sudut kostovertebral, hipertensi, perubahan dalam harapan keluaran urin : oliguria, anuria, atau polituria (dapat mengalami pengeluaran urin normal), kesulitan BAK, atelektasis, kejang. c. Hasil Pemeriksaan Diagnostik : 1) Tes radiology : film K1.113 : ginjal akan normal atau mungkin membesar, pielogafi dapat menunjukkan obstruksi jika penyebab kegagalan postrenal. 2) Prosedur khusus : uttrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan membuktikan hasil dari KUB dan pemeriksaan pielografi. 3) Gas darah arteri : asidosis 4) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan CVP, peningkatan PCWP dengan kegagalan diakibatkan oleh penyebab intrarenal, penurunan CVP, penurunan PCWP bila kegagalan sehubungan dengan penyebab prerenal. 5) Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatinin meningkat, konsentrasi natrium, kalsium dun bikarbinat mungkin menurun, kadar kalium, klorida, fosfat dan magnesium serum meningkat, rasio BUN terhadap kreatinin lebih besar dan 10:1 pada kegagalan prerenal. 6) Urinalisa : natrium kurang dari 10 mEq/L pada kegagalan prerenal, lebih dan 20 mEq/L pada kegagalan intrarenal, dan lebih dari 20 tetapi kurang dan 40 mEq/L pada kegagalan postrenal, berat jenis lebih dari 1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan intrarenal dan postrenal, pada kegagalan internal terdapat proteinuria dan sedimen normal, pada kegagalan intrarenal terdapat hematuria, proeinuria, serpihan sel darah merah dan sel darah putih. 7) EKG : takikardia, disritmia dan perubahan tersebut terlihat pada hiperkalemia (contoh : peregangan gelombang T, pelebaran QRS, depresi ST). d. Pengakajian fisik 1) Inspeksi. Pernafasan kussmaul's (dengan asidosis metabolik), takipnea, kulit kering, pembesaran vena-vena leher, twitching pada neuromuskuler, distensi abdomen, bau uremik. 2) Palpasi. Penurunan turgor kulit, pembesaran ginjal dan kandung kemih dapat diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih), edema (pada kelebihan cairan) 3) Perkusi. Resonansi perkusi di atas pembesaran ginjal, garis perkusi distensi kandung kemih. 4) Auskultasi. Desiran (pada oklusi arteri ginjal), pernafasan (perubahan bunyi nafas), kardiovaskuler (takikardia, disritmia, friksi gesekan mengindikasikan perikarditis uremik) e. Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease diperlukan beberapa pemeriksaan untuk menunjang tegaknya diagnosa. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada Chronic Kidney Disease dapat dilakukan cara sebagai berikut: 1) Pemeriksaan laboratorium Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. 2) Pemeriksaan USG Untuk mencari apakah ada batu, atau massa tumor, juga untuk mengetahui seberapa pembesaran ginjal. 3) Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit - - Penyakit primer glomerulus Penyakit primer medula Nefrotoksik I. Pathway Keperawatan Ginjal rusak GFR ↓ Sekresi protein terganggu Pelepasan renin ↑ Peningkatan ureum di pembuluh darah Sindroma uremia Ureum ↑ sal.cerna Fungsi ginjal ↓ Eritropoetin ↓ Hiperaldosteron Retensi natrium Ureum ↑, H+ ↑, HCO3 ↓ Reabsorbsi cairan ↑ PH↓ Pembentukan Hb ↓ Oksi Hb ↓ Edema seluruh tubuh Anoreksia, mual, muntah Intake tidak adekuat Nutrisi kurang dari kebutuhan Asidosis metastase Kelebihan volume cairan ↑ tekanan hidrostatik kapiler paru Perpindahan cairan dari kapiler ke alveoli ↑ K+, hiperphospat Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Kelemahan fisik Edema paru Intoleransi aktivitas Difusi O2 alveoli kapiler terganggu 35 Gangguan pertukaran gas Suplai O2 ke jaringan ↓ Gangguan perfusi jaringan ↓ ↑ metabolisme anaerob ↑ asam laktat Asidosis metabolik Ekspirasi CO2 ↑ Pola nafas tidak efektif J. Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder kompensasi adanya asidosis metabolik 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia. 4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder terhadap anemia. K. Intervensi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi gunjal. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan cairan tercapai. Kriteria Hasil : Nilai elektrolit serum dalam rentang normal. Bunyi nafas bersih. Tak ada oedema TD sistolik diantara 90-140 mmHg. Intervensi : Pantau kreatinin BUN serum. Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dalam bantuan dalam merencanakan makanan untuk kebutuhan. Modifikasi dalam protein, kalium, natrium, dan ka.lori. Jangan memberi obat - obatan. Sampai setelah dialysis.Pantau tanda-tanda vital dan balance cairan. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas efektif. Kriteria Hasil : Pola nafas efektif. Tidak hipoksia Intervensi : Kaji status pernafasan. Observasi pola nafas, catat frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas. Catat pengembangan dada dan posisi trakea. Pertahankan posisi nyarnan. Beri periode istirahat dan lingkungan yang tenang. Dorong penggunaan nafas bibir bila perlu. Kolaborasi beri 02 tambahan bila perlu. 3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mempunyai BB yang stabil Kriteria Hasil : BB dalam batas normal Nafsu makan meningkat Intervensi : Berikan makanan sedikit dan sering Berikan antiemetik jika perlu Kaji pemasukan diit Timbang BB setiap hari Tawarkan oral hygiene 4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : Urine jernih dan berbau normal, bunyi nafas normal, tidak ada eritema Intervensi : Pantau suhu dan sekresi terhadap indikator infeksi, gunakan teknik aseptik dengan hati-hati bila mengganti saluran, hindari penggunaan kateter uniral inwelling, berikan hygiene oral dan perawatan kulit pada interval yang kering. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder terhadap anemia . Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien toleran terhadap aktivitas Kriteria Hasil : Berkurangnya keluhan lelah. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas sosial. Frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal Intervensi : Pantau pasien selama aktifitas terhadap tanda-tanda intoleransi aktifitas dan minta klien untuk merentang pengerahan tenaga yang dirasakan. Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap. Mungkinkan periode istirahat.sepanjang hari. Bantu pasien dalam merencanakan periode istirahat Berikan obat antiemetik yang diprogramkan dan evaluasi efektivitasnya