Bab 2 Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1
Baterai
Baterai adalah alat yang dapat menyimpan energi kimia dan menjadikannya energi listrik
bila diperlukan. Baterai telah dikenal luas dalam penggunaannya sebagai sumber energi
benda-benda elektronik seperti mainan anak, lampu senter, dan lain-lain. Keunggulan baterai
sebagai sumber energi listrik adalah kemudahannya untuk dibawa-bawa.
Listrik yang dihasilkan oleh sebuah baterai muncul akibat adanya perbedaan potensial energi
listrik kedua buah elektrodanya. Perbedaan potensial ini dikenal dengan potensial sel atau
gaya gerak listrik (ggl). Untuk melengkapi reaksi dalam sebuah baterai dibutuhkan media
transfer muatan dan sirkuit luar sebagai jalur alir listrik.
Baterai yang kita gunakan sekarang mempunyai perbedaan yang besar dengan baterai
generasi awal. Dari segi konstruksi, baterai generasi awal mempunyai ukuran yang besar dan
mempunyai komponen-komponen yang rawan akan kerusakan. Baterai sekarang mempunyai
ukuran yang kecil dan sebagian besar komponennya padat, sehingga lebih aman. Dari segi
kapasitas energi, baterai sekarang mempunyai rasio energi terhadap massa yang jauh lebih
besar dibandingkan baterai generasi awal.
2.1.1 Sejarah baterai
Baterai mempunyai sejarah yang panjang. Bangsa Persia yang menguasai Baghdad (250 SM)
dipercaya telah menggunakan alat dengan konsep yang sama dengan baterai untuk
menyepuh logam. Bangsa Mesir (2300 SM) menggunakannya untuk menyepuh antimoni
pada tembaga (Buchmann, 2001). Namun baterai yang kita kenal sekarang mempunyai akar
dengan baterai yang dibuat pada awal abad ke-19. Alessandro Volta menciptakan ’baterai
pertama’ yang dikenal dengan Tumpukan Volta (Voltaic Pile). Baterai ini terdiri dari
tumpukan cakram seng dan tembaga berselang seling dengan kain basah yang telah dicelup
3
air garam sebagai pembatasnya. Baterai ini telah mampu menghasilkan arus yang kontinu
dan stabil.
Tabel 2.1 Sejarah perkembangan baterai (Buchmann, 2001)
Tahun
Penemu
Penemuan
1600
Gilbert (Inggris)
Peletakkan dasar-dasar elektrokimia
1789
Galvani (Italia)
Penemuan ’listrik dari hewan’
1800
Volta (Italia)
Penemuan sel voltaik
1802
Cruickshank (Inggris)
Baterai pertama dengan yang mampu
diproduksi massal
1820
Ampere (Perancis)
Listrik oleh magnet
1833
Faraday (Inggris)
Hukum Faraday
1859
Plante (Inggris)
Penemuan baterai timbal/asam
1868
Leclanche (Inggris)
Penemuan sel Leclanche
1888
Gassner
Penyempurnaan sel kering
(Amerika Serikat)
1899
Jungner (Swedia)
Penemuan baterai Ni-Cd
1901
Edison
Penemuan baterai nikel-besi
(Amerika Serikat)
1932
Shlecht
&
Ackerman Penemuan pelat kutub yang dipadatkan
(Jerman)
1947
Neumann (Perancis)
Berhasil mengemas baterai Ni-Cd
1960-
Union Carbide
Pengembangan baterai alkalin primer
an
(Amerika Serikat)
1970-
Union Carbide
Pengembangan
an
(Amerika Serikat)
dengan pengaturan katup
1990
Union Carbide
Komersialisasi baterai Ni-MH
baterai
timbal/asam
(Amerika Serikat)
1992
Kordesch (Kanada)
Komersialisasi baterai alkalin yang dapat
dipakai ulang
1999
Kordesch (Kanada)
Komersialisasi baterai Li-ion polimer
Setelah penemuan Alessandro Volta, baterai-baterai lain dengan kemampuan yang lebih baik
diciptakan seperti Sel Daniel (1836), Baterai Timbal-Asam (1859), Sel Leclanche (1866) dll.
Tabel 2.1. menunjukkan urutan penemuan yang memberikan sumbangan dalam evolusi
baterai.
4
Gambar 2.1 Tumpukan Volta (Voltaic Pile)
2.1.2 Jenis-jenis baterai
Berdasarkan kemampuannya untuk dikosongkan (discharged) dan diisi ulang (recharged),
baterai dibagi menjadi dua, yaitu Baterai Primer dan Baterai Sekunder.
Kemampuan atau ketidakmampuan sebuah baterai untuk diisi ulang terletak pada reaksi
kimiawi dalam baterai tersebut. Definisi mengisi ulang adalah membalikkan reaksi kimia
yang terjadi dalam sebuah baterai dengan menerapkan arus listrik pada potensial tertentu.
Pada baterai sekunder pembalikkan reaksi tersebut dapat terjadi, sedangkan pada baterai
primer, pembalikkan reaksi tersebut tidak dapat terjadi.
1.
Baterai primer
Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas baterai habis
(fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa contoh baterai jenis ini
adalah baterai Seng-Karbon (Baterai Kering) , baterai Alkalin dan baterai Merkuri.
5
2.
Baterai sekunder
Baterai sekunder adalah baterai yang dapat diisi ulang. Kemampuan diisi ulang baterai
sekunder bervariasi antara 100-500 kali (Satu siklus adalah satu kali pengisian dan
pengosongan). Beberapa contoh baterai sekunder adalah baterai Timbal-Asam (Aki), baterai
Ni-Cd, baterai Ni-MH, baterai Litium-Ion.
2.1.3 Parameter penting baterai
Beberapa parameter penting dari suatu baterai yaitu :
1.
Kerapatan energi
Kerapatan energi menunjukkan jumlah energi yang dapat disediakan oleh baterai berbanding
massa atau volume baterai tersebut. Sebuah baterai dengan kerapatan energi dua kali baterai
lain, secara teoretis mempunyai waktu aktif dua kali lebih lama untuk pemakaian pada beban
yang sama. Kerapatan energi ditentukan terutama oleh komponen aktif dari baterai tersebut.
Melalui data standar yang telah diperoleh kita dapat menghitung potensial dan arus
maksimum teoretis sebuah baterai. Kemurnian komponen penyusun baterai juga menjadi
faktor penting bila nilai potensial dan arus maksimum berbeda dengan nilai teoretisnya.
Kerapatan Energi (Whkg-1)
400
Zn-udara
200
Zn-S
Zn -C
Alkalin
0
Zn-Hg
10
60
Temperatur (0C)
Gambar 2.2 Kerapatan energi berbagai jenis baterai
6
2.
Profil potensial terhadap waktu
Kurva ini menjelaskan hubungan potensial yang dihasilkan suatu baterai terhadap waktu
sejak dikosongkan (atau diisi ulang). Pada kebanyakan baterai primer, potensial berkurang
secara bertahap hingga kapasitasnya habis. Profilnya menurun secara gradual. Potensial ini
berkurang sejalan proses kimia dalam baterai yang lajunya mengecil. Baterai dengan profil
dapat digunakan pada alat seperti lampu senter, kamera dan radio.
Jenis lainnya adalah profil datar seperti yang ditemui pada baterai Ni-Cd. Sejak pengosongan
baterai hingga kira-kira ⅔ kapasitasnya, potensial baterai relatif stabil. Namun sisanya,
potensial menurun drastis hingga mendekati nol. Baterai jenis ini diperlukan oleh peralatan
yang membutuhkan potensial kerja yang stabil. Kelemahan baterai jenis ini adalah baterai
harus segera diganti jika menunjukkan penurunan potensial. Hal ini perlu dilakukan karena
baterai dalam waktu yang singkat tidak mampu memberikan energi sama sekali.
Gambar 2.3 Profil datar dan profil gradual
3.
Laju pengosongan diri
Setiap baterai jika tidak digunakan dalam waktu yang lama, dapat mengalami penurunan
kapasitas walaupun tidak digunakan. Kelembaban udara dan kontak dengan benda lain dapat
dijadikan konduktor bagi baterai sehingga pengosongan terjadi. Proses ini dinamakan Laju
pengosongan diri (LPD). Laju Pengosongan Diri berbeda-beda pada setiap jenis baterai.
Baterai Ni-Cd mempunyai LPD ± 1% per hari. Ni-MH mempunyai LPD sekitar 2-3% per
hari. Baterai Alkalin mempunyai LDP yang jauh lebih kecil, yaitu antara 5-10% per tahun.
7
4.
Temperatur operasi
Pada umumnya baterai mengalami penurunan kinerja pada suhu lebih besar dari 25 0C.
Penurunan yang lebih drastis terjadi pada suhu di atas 55 0C. Pada suhu rendah, antara -20 0C
sampai 0 0C, kinerja baterai hanya menunjukkan fraksi yang lebih kecil dibandingkan baterai
yang beroperasi pada suhu 25 0C. Gambar 2.2 menunjukkan kerapatan energi sebagai fungsi
dari temperatur.
5.
Siklus hidup
Siklus hidup menunjukkan jumlah pengisian-pengosongan (satu siklus) yang dapat diterima
oleh sebuah baterai sekunder sebelum baterai tidak efektif lagi dalam menampung muatan
listrik. Itu dengan syarat penggunaan baterai yang normal dan sesuai aturan. Sebuah baterai
Ni-Cd mempunyai siklus hidup normal hingga 600-900 kali. Sedangkan baterai Ni-MH
mempunyai siklus hidup hingga 300-400 kali. Pada baterai tertentu pengisian berlebih
sebuah baterai dapat mengurangi siklus hidup normal baterai tersebut(National Institute of
Justice (US), 1997). Suatu baterai sekunder dikatakan habis bila setelah pengisian hanya
mencapai seperempat kapasitas baterai yang masih baru.
2.2
Sel Galvanik
Sel Galvanik adalah perangkat eksperimen untuk menghasilkan listrik melalui mekanisme
reaksi redoks spontan (Chang, 1998). Terdapat perbedaan antara baterai dan sel galvanik,
meskipun keduanya sama-sama dapat menghasilkan arus listrik. Sebuah sel galvanik adalah
rangkaian yang terdiri dari dua buah elektroda (anoda dan katoda) dan elektrolit. Sedangkan
baterai adalah sebuah alat yang terdiri dari satu atau lebih sel galvanik. Sebagai contoh
baterai timbal yang digunakan dalam mobil, mempunyai terdiri dari enam rangkaian sel
galvanik.
8
(a)
(b)
Gambar 2.4 Sel galvanik (a) dan baterai timbal asam (b) sebuah baterai
timbal asam dapat tersusun dari beberapa sel galvanik yang
disusun seri
Kata Galvanik berasal dari orang yang mengamati fenomena dihasilkannya listrik dari reaksi
kimia yaitu Luigi Galvani pada tahun 1791. Dalam percobaanya Galvani, menyentuhkan dua
jenis logam pada bagian syaraf kaki katak yang berbeda. Hasilnya, kaki katak berkontraksi.
Kaki katak yang berkontraksi diakibatkan listrik yang dihasilkan dari reaksi pada kedua
logam (elektroda) tersebut (Bockris, 2002).
2.2.1 Proses kimia sel galvanik Cu/Zn
Sebuah sel galvanik terdiri dari sepasang setengah sel. Setiap setengah sel terdiri dari
elektroda dan elektrolitnya. Sebagai contoh dalam Sel Galvanik Cu/Zn, Zn bertindak sebagai
elektroda dan ZnSO4 sebagai elektrolitnya.
Setiap logam mempunyai Potensial Reduksi Standar, suatu besaran yang menyatakan
kecenderungan suatu logam untuk mengalami reduksi. Semakin tinggi nilai Potensial
Reduksi Standarnya, semakin mudah mengalami reduksi. Pada sebuah sel elektrokimia,
elektroda tempat terjadinya reduksi disebut katoda dan tempat terjadinya oksidasi disebut
anoda. Dalam Sel Galvanik Cu/Zn, Cu akan berperan sebagai katoda dan Zn sebagai anoda.
Reaksi yang terjadi pada anoda adalah :
Zn → Zn2+ + 2e-
(Eo = −0,76 V)
9
Dan katoda :
Cu2+ + 2e- → Cu
(Eo = +0,34 V)
Sehingga menghasilkan keseluruhan reaksi sel :
Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu
(∆Eo = 1,10 V)
Tanda ’o’ berarti keadaan standar, dan Eo berarti nilai potensial yang berhubungan dengan
reaksi reduksi pada elektroda saat semua larutan mempunyai konsentrasi 1 M dan tekanan
semua gas 1 atm.
Keadaan standar dalam kenyataan sulit diperoleh dan dipertahankan. Sebuah persamaan
matematika yang menghubungkan potensial dan konsentrasi larutan dikenal dengan
persamaan Nernst (Chang, 1998).
E = Eo −
RT
ln Q
nF
(2.1)
Dengan E = potensial sel (volt), Eo = potensial sel pada keadaan standar(volt), R = konstanta
gas (8,308 J K-1 mol-1), n=jumlah mol elektron yang terlibat (mol), F = tetapan Faraday
(96500 J V-1 mol-1) dan Q = hasil bagi konsentrasi ([produk]/[reaktan]).
Elektron hasil reaksi oksidasi Zn ’mengalir’ melewati sirkuit luar menuju elektroda positif
dan mereduksi spesi Cu2+. Elektrolit yang terdapat dalam jembatan garam menjaga
kenetralan muatan kedua kompartemen. Sebagai contoh bila elektrolit yang digunakan
adalah KCl, ion K+ akan menuju elektroda negatif (Zn) dan ion Cl- akan menuju elektroda
positif (Cu).
2.2.2 Bagian-bagian sel galvanik Cu/Zn
Sebuah sel galvanik Cu-Zn sederhana dapat dibangun dari peralatan gelas kimia yang umum.
Peralatan yang dibutuhkan antara lain dua buah wadah sebagai kompartemen masing-masing
elektroda, dua keping logam seng dan tembaga, elektrolit, sebuah jembatan garam
10
Gambar 2.5 Skema sebuah sel galvanik Cu/Zn
a.
Tembaga
Tembaga adalah unsur logam dengan warna coklat kemerahan. Berat atom tembaga adalah
29. Tembaga dapat ditempa, dapat ditarik, konduktor panas dan listrik yang baik. Oleh
karena itu logam ini dipakai secara ekstensif dalam peralatan listrik dan rumah tangga.
Tembaga termasuk unsur dengan kelimpahan yang kecil di bumi ( 6,8 × 10 −3 % massa
lapisan kulit bumi). Tembaga ditemukan dalam bentuk murni dan juga bijihnya, kalkopirit,
CuFe2 (Chang, 1998).
b.
Seng
Seng termasuk unsur logam yang cukup reaktif dengan warna putih kebiruan. Seng
mempunyai berat atom 30. Seng adalah logam yang paling banyak digunakan keempat
setelah besi, alumunium dan tembaga. Aplikasi seng sangat luas. Mulai dari obat-obatan,
baterai hingga komponen otomotif. Seng berada di urutan ke-23 dalam kelimpahannya di
kulit bumi. Sumber utama seng terdapat dalam bijih sfalerit. Penambangan seng terdapat di
berbagai belahan dunia. Produsen terbesar seng di dunia adalah Cina, Australia dan Peru.
c.
Elektrolit
Elektrolit adalah zat yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik (Chang, 1998). Elektrolit yang digunakan dalam sel mempunyai
persyaratan yaitu, mempunyai konduktivitas yang baik dan tidak bereaksi dengan komponen
lain dalam baterai.
11
d.
Jembatan garam
Jembatan garam dapat dibuat dari berbagai bahan sesuai kebutuhan. Umumnya jembatan
garam dibuat dari gelas sehingga konstruksinya kaku, namun bila dibutuhkan jembatan
garam yang lentur, material lain seperti selang dapat dipergunakan
2.3
Konduktansi Elektrolitik
Hambatan dalam sistem yang di dalamnya mengalir arus listrik, baik sepotong kawat
ataupun dalam larutan elektrolit didefinisikan oleh Hukum Ohm:
R=
∆Φ
i
(2.2)
Dengan R adalah hambatan, ∆Φ adalah beda potensial dan i adalah kuat arus listrik. Bila
hambatan dianggap konstan, tidak terpengaruh oleh nilai potensial dan kuat arus, hambatan
tersebut bersifat ohmik Beberapa hambatan dalam sistem elektrokimia bersifat non-ohmik
dan tergantung pada potensial. Hambatan adalah besaran ekstensif karena nilainya
tergantung pada panjang bahan(L), luas penampang (A) dan hambat jenis (ρ). Hubungan
ketiganya adalah :
ρ=
RA
L
(2.3)
Dalam larutan elektrolit, definisi konduktansi lebih banyak dipakai. Konduktansi adalah
kebalikan dari hambatan (R). Satuan dari konduktansi (G) adalah siemens (S).
1 S = 1Ω −1
Sedangkan konduktivitas, κ adalah kebalikan dari hambat jenis.
κ=
L
RA
(2.4)
Konduktivitas suatu larutan bergantung pada jumlah ion dalam larutan tersebut.
Konduktivitas molar didefinisikan sebagai :
12
Λm =
κ
(2.5)
c
Dengan c adalah konsentrasi elektrolit dalam larutan. Satuan dari konduktivitas molar adalah
siemens meter kuadrat per mol (S m2 mol-1). Nilai konduktivitas molar bervariasi antara satu
elektrolit dengan yang lainnya, namun perbedaan tersebut lebih signifikan pada konsentrasi
rendah.
2.3.1 Konduktivitas ionik
Bila pada konsentrasi rendah elektrolit dianggap ideal (interaksi antar ionik diabaikan) dan
elektrolit terionisasi sempurna maka konduktivitas molar elektrolit tersebut adalah
penjumlahan konduktivitas molar masing-masing ion. Bila satu mol elektrolit menghasilkan
ν + mol kation dengan konduktivitas molar, Λ + o dan ν − mol anion dengan konduktivitas
molar, Λ − , maka
o
Λo = ν + Λ + + ν − Λ −
o
o
(2.6)
2.3.2 Angka pemindahan
Bila arus melewati sebuah larutan elektrolit, maka arus tersebut dibawa sebagian oleh kation
dan anion menuju elektroda yang berlawanan. Fraksi arus yang dibawa oleh kation dan anion
disebut angka pemindahan atau transference numbers, t (Riegers, 1994).
t− =
t+ =
ν −Λ−
Λ
ν +Λ+
Λ
dan
(2.7)
(2.8)
13
Sehingga penjumlahan angka pemindahan sama dengan 1
t− + t+ = 1
(2.9)
2.3.3 Jari-jari Stokes
Hukum Stokes mengandaikan sebuah ion sebagai permukaan sferik kaku dengan jari-jari
efektif, ri dan koefisien gesekan, fi
f i = 6πηri
(2.10)
Tabel 2.2 Jari-jari hukum Stokes dan jari-jari kristal beberapa ion
Ion
rS (pm)
rC (pm)
Ion
rS (pm)
rC (pm)
47
119
F-
168
119
152
Cl-
121
167
348
86
Br-
118
182
Ca2+
310
114
I-
120
206
Ba2+
289
149
ClO4-
136
226
2-
231
244
+
238
90
OH
Na+
184
116
K+
125
Mg2+
Li
Al
3+
439
68
SO4
-
Ion yang bergerak lebih cepat mempunyai jari-jari Stokes yang lebih kecil dan sebaliknya.
Hukum Stokes memberikan gambaran kasar dari ukuran ion ketika bergerak di antara
molekul pelarut, namun tidak berlaku untuk ion kecil yang berada dalam larutan dengan
ukuran yang hampir sama dan bipolar. Beberapa beberapa ion yang diukur nilai jari-jari
Stokesnya diperbandingkan dengan hasil pengukuran struktur kristalnya. Pada golongan I,
terdapat perbedaan yang signifikan antara tren jari-jari kristal ion dan Hukum Stokes. Urutan
jari-jari ion berdasarkan hukum Stokes adalah Li+>Na+>K+. Sedangkan hasil pengukuran
struktur kristal adalah sebaliknya. Hal ini dijelaskan sebagai berikut, ion Li+ yang sangat
polar terikat kuat pada banyak molekul pelarut dan bergerak dengan ion terebut sebagai satu
kesatuan. Oleh karena itu dalam Hukum Stokes ion yang berukuran lebih kecil mempunyai
jari-jari Stokes yang lebih besar (Tabel 1.2)
14
Pada golongan halida, Cl-, Br-, I- mempunyai jari-jari Stokes yang hampir sama. Hal ini
konsisten dengan pernyataan bahwa ion yang kurang polar akan terikat pada lebih sedikit
pelarut ketika bergerak dalam larutan. Pada golongan II, kita melihat fakta yang lebih jelas
antara ion Na+, Mg2+, dan Al3+ dengan penjelasan kualitatif yang sama.
2.3.4 Mobilitas ionik
Gerak ion dalam larutan cenderung acak, namun keberadaan medan listrik pada larutan
menyebabkan ion bergerak menuju arah tertentu. Ion yang bergerak dalam medan listrik
memperoleh gaya dorong, F
F = zeε =
ze∆φ
l
(2.11)
Dengan z = muatan ion, ε = medan listrik, ∆Φ = beda potensial antara dua elektroda, dan l =
jarak antar dua elektroda. Saat bergerak dalam larutan ion mengalami gaya friksi, Ffriks yang
sebanding dengan kecepatannya. Nilai Ffriks didefinisikan sebagai :
F friks = fs
(2.12)
Dengan f = koefisien gesekan dan s = kecepatan ion. Kedua gaya ini bekerja berlawanan dan
akhirnya ion mencapai kecepatan terminal, yang disebut kecepatan alir (drift speed).
Kecepatan alir diperoleh saat gaya dorong sebanding dengan gaya friksi.
s=
zeε
f
(2.13)
Mobilitas ionik suatu ion diatur oleh kecepatan alir ion tersebut. Asumsi bahwa semakin
besar suatu ion maka laju alirnya semakin kecil dapat diterima. Namun hal tersebut berlaku
hanya untuk ion berukuran besar ( seperti R4N+ dan RCO2-). Untuk ion kecil faktor jari-jari
Stokes/jari-jari hidrodinamik lebih berperan (Sub-bab 2.3.3). Ion yang lebih kecil tersolvasi
lebih banyak dibandingkan ion besar. Akibatnya ukuran efektif ion kecil lebih besar
dibandingkan ion besar. Mobilitas ionik ionik (u) sebanding dengan kecepatan alir ion
(Atkins, 1998).
15
s = uε
(2.14)
Berdasarkan persamaan Hukum Stokes, kita peroleh
u=
ze
ze
=
f
6πna
(2.15)
Tabel 2.3 Mobilitas ionik (u) dalam air pada 298 K
Kation
u (10-8m2s-1V-1)
Anion
u (10-8m2s-1V-1)
H+
36,23
OH-
20,64
Na+
5,19
Cl-
7,91
K+
7,91
Br-
8,09
Zn2+
5,47
SO42-
8,29
5,56
-
7,40
Cu
2.4
2+
NO3
Impedansi
Hambatan listrik yang kita kenal adalah ukuran kemampuan sirkuit menahan arus listrik.
Hukum Ohm mendefinisikan hambatan sebagai perbandingan antara beda potensial dengan
arus listrik yang melewati benda (Persamaan (2.2)).
Hukum ini hanya berlaku bagi hambatan ideal, yaitu hambatan yang memenuhi :
1.
Sesuai dengan hukum Ohm pada berbagai potensial dan arus
2.
Nilai hambatan tidak tergantung pada frekuensi
3.
Sinyal arus dan potensial AC yang melewati hambatan sefasa
Namun dalam sistem elektrokimia nyata, konsep ini terlalu sederhana. Hambatan yang
berlaku tidaklah ideal, nilainya bergantung pada frekuensi. Untuk itu konsep impedansi (Z)
diperkenalkan. Impedansi sama seperti hambatan, namun lebih umum karena tidak dibatasi
oleh sifat-sifat di atas.
Hambatan hanya mengandung satu informasi saja, yaitu besarnya nilai hambatan. Sedangkan
pada impedansi, terdapat informasi lain yaitu perbedaan fasa. Perbedaan fasa ini adalah
perbedaan fasa antara potensial stimulus dan arus responsya.
16
Pergeseran fasa
Gambar 2.6 Perbedaan fasa antara stimulus potensial dan respons arus
Sebuah vektor planar dapat direpresentasikan sebagai vektor penjumlahan sepanjang sumbu
oleh bilangan kompleks Z = a + jb. Bilangan imajiner j ≡
− 1 ≡ exp (jπ/2)
mengindikasikan perputaran sebanyak π/2 derajat berlawanan arah jarum jam dari sumbu-x
positif. Bagian riilnya berada sepanjang sumbu-x dan bagian imajinernya berada sepanjang
sumbu-y. Sebuah impedansi Z (ω ) = Z ' + jZ '' adalah sebuah vektor planar yang dapat
diplot sebagai koordinat kartesius ataupun koordinat polar
Komponen x dan y dari impedansi tersebut adalah :
Re( Z ) ≡ Z ' = Z cos(θ ) dan Im(Z ) ≡ Z '' = Z sin (θ )
Dengan sudut fasa :
θ = tan −1 (Z '' / Z ' )
(2.16)
Dan modulus :
[(
Z = Z'
) + (Z ) ]
2
1/ 2
'' 2
(2.17)
17
Gambar 2.7 Impedansi, Z, sebagai vektor planar
dalam
koordinat
kartesius
(Barsoukov, 2005)
2.4.1 Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (SIE)
Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (SIE) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan
untuk
mempelajari
sifat
elektrik
dari
sistem
elektroda-elektrolit
yang
dinamis
(Rochliadi,2002). SIE telah banyak digunakan secara luas dalam bidang elektrokimia seperti
pelapisan material (coating), baterai, korosi, dan sel bahan bakar (fuel cell).
Prinsip pengukuran SIE adalah dengan mengaplikasikan stimulus elektrik (potensial atau
arus listrik) pada sistem dan mengukur responsnya (kuat arus, potensial atau sinyal lainnya).
Serangkaian proses mikroskopik terjadi dalam sel ketika diberi stimulus dan secara
kumulatif menghasilkan respons listrik yang diamati pada spektra. Proses mikroskopik itu
termasuk transfer elektron sepanjang jalur konduksi, antara antarmuka elektrolit-elektroda,
ataupun antar atom bermuatan dengan lingkungan sekitarnya (reduksi atau oksidasi). Laju
elektron (arus listrik) bergantung pada hambatan elektroda, hambatan elektrolit dan reaksi
pada antarmuka elektroda-elektrolit.
Stimulus elektrik yang digunakan dalam Spektroskopi Impedansi (SI) dibagi menjadi tiga
jenis. Yang paling umum digunakan dalam SI adalah dengan mengaplikasikan stimulus pada
frekuensi tunggal dan mengukur pergeseran fasa dan amplitudonya. Hal ini dapat dicapai
dengan mengolah respons menggunakan sirkuit analog atau Transformasi Fourier Cepat.
Kelebihan dari metode ini adalah ketersediaan instrumen dan kemudahan dalam
pengoperasiannya.
18
Sifat intrinsik yang berhubungan dengan konduktivitas sel elektrokimia dapat dipelajari
dengan SIE. Sifat intrinsik ini dibagi menjadi dua kategori. (1) Sifat yang berhubungan
dengan bahan itu sendiri. Yang termasuk sifat ini yaitu : konduktivitas, konstanta dielektrik,
mobilitas muatan, konsentrasi ekuilibrium spesi bermuatan, dan laju pembentukanrekombinasi fasa ruah. (2) Sifat yang berhubungan dengan antarmuka elektroda-bahan. Yang
termasuk sifat ini adalah konstanta laju reaksi adsorpsi, kapasitansi antarmuka, dan koefisien
difusi. Penentuan sifat intrinsik tersebut diperoleh dengan menyelesaikan persamaan standar
arus-potensial (Barsoukov, 2005).
19
Skema di bawah ini menjelaskan alur teknik SIE secara umum
Gambar 2.8 Skema pengukuran dan karakterisasi sistem oleh SIE
2.4.2 Teori Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (SIE)
Sinyal stimulus yang diberikan mempunyai bentuk fungsi terhadap waktu :
E (t ) = E 0 cos(ωt )
(2.18)
E(t) adalah potensial saat waktu t, E0 adalah amplitudo sinyal dan ω adalah frekuensi radial.
Hubungan antara frekuensi radial (rad/sekon) dan frekuensi (hertz) adalah
20
ω = 2πf
(2.19)
Sinyal respons, It, mempunyai pergeseran fasa, φ dan amplitudo, I0
I (t ) = I 0 cos(ωt − φ )
(2.20)
Analogi terhadap Hukum Ohm, maka impedansi sistem adalah
Z=
Et
E 0 cos(ωt )
cos(ωt )
=
= Z0
cos(ωt − φ )
It
I 0 cos(ωt − φ )
(2.21)
Oleh karena itu, impedansi mempunyai dua buah besaran, yaitu nilai Z dan φ .
Dalam teori sirkuit listrik, sistem elektrokimia dapat dibagi menjadi dua, yaitu linier dan
non-linier. Definisi sistem linier adalah sistem yang mempunyai sifat penting dari
superposisi (Oppenheim dalam Gamry Inst., 2007). Jika input terdiri dari beberapa sinyal
yang terukur maka outputnya secara sederhana adalah superposisinya. Misalkan p1(t) adalah
sinyal input dan q1(t) adalah outputnya dan p2(t) input yang menghasilkan respons q2(t).
Maka sistem akan linier bila :
1. Respons terhadap p1(t) + p2(t) adalah q1(t) + q2(t)
2. Respons terhadap ap1(t) adalah aq1(t)
Pada sistem elektrokimia yang linier, analisis lebih mudah dilakukan. Namun banyak sistem
elektrokimia yang diukur menggunakan potensiostat tidak bersifat linier. Dengan kata lain,
perubahan input potensial tidak sebanding dengan output perubahan arus. Oleh karena itu
diperlukan sebuah cara agar diperoleh sebuah keadaan sistem yang bersifat linier.
Spektroskopi Impedansi Elektrokimia umumnya menggunakan stimulus potensial yang kecil
(1-10 mV). Dengan cara ini maka diperoleh segmen pseudo-linier antara arus sel dan
potensialnya.
21
Arus
Potensial
Gambar
2.9
Kurva arus terhadap potensial
menunjukkan pseudo-linieritas
yang
Sistem yang digunakan dalam pengukuran impedansi sel elektrokimia umumnya
mengandung potensiostat dan Analisator Respon Frekuensi (ARF). Potensiostat berfungsi
menstabilkan kontak terhadap sel dan memberikan stimulus potensial atau arus bagi
pengukuran sel. Sedangkan ARF berfungsi dalam pengolahan sinyal yang dihasilkan.
Potensiostat modern setidaknya memiliki empat koneksi menuju sel. Koneksi ini terdiri dari
Elektroda pembantu (EP), yang berfungsi menyediakan arus kepada sel, Elektroda Kerja
(EK) yang berfungsi mengukur arus yang melewati sel dan dua elektroda pembanding (EPb)
yang berfungsi untuk mengukur potensial.
2.4.3 Pengukuran dengan empat elektroda
Sebuah Potensiostat dengan empat koneksi mampu melakukan pengukuran 2, 3 atau 4
elektroda. Sistem dua elektroda digunakan terutama bagi pengkuran impedansi tinggi. Pada
sistem ini impedansi kabel dapat diabaikan. Sistem tiga elektroda sering digunakan untuk
pengukuran korosi atau pengukuran elektrokimia umum lainnya. Yang perlu diperhatikan di
sini adalah pengukuran potensial antar dua elektroda sel termasuk termasuk penurunan
potensial pada kabel elektroda kerja. Sistem seperti ini dapat mengakibatkan kesalahan
ketika mengukur sel elektrokimia dengan impedansi yang rendah seperti baterai dan sel
bahan bakar (fuel cell). Kesalahan seperti ini dapat dihindari dengan menggunakan sistem
empat elektroda. Pada sistem empat elektroda, pengukuran potensial sel dilakukan oleh dua
22
elektroda pembanding dan tidak terpengaruh oleh penurunan potensial pada elektroda kerja
dan elektroda pembantu (Barsoukov, 2005)
Gambar 2.10 Skema pengukuran empat elektroda
2.4.4 Presentasi data
Berdasarkan persamaan Z (ω ) = Z ' + jZ '' , Z(ω) terdiri dari komponen nyata dan komponen
imajiner. Bila kita komponen nyata dialurkan pada sumbu-x positif dan komponen imajiner
pada sumbu-y positif maka kita akan memperoleh kurva Nyquist (Gambar 2.11)
-ImZ
ω=~
|Z|
ω=
ω=0
Φ
RealZ
Gambar 2.11 Kurva Nyquist dengan vektor impedansi
Setiap titik pada kurva menginformasikan nilai impedansi pada frekuensi tersebut.
Kelemahan dari kurva Nyquist adalah tidak adanya informasi frekuensi yang bisa diamati
pada kurva.
23
Presentasi data lain dari Spektroskopi Impedansi adalah Kurva Bode. Frekuensi dialurkan
pada sumbu-x positif terhadap nilai mutlak impedansi dan pergeseran fasa pada sumbu-y
positif
|Z|
f
Φ
f
Gambar 2.12 Kurva Bode dengan kurva Nyquist sebuah semi-lingkaran
2.4.5 Analisis dasar spektra SIE
Secara garis besar, analisis spektra SIE dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama
dengan menggunakan model matematika berdasarkan teori yang paling mungkin untuk
memprediksi impedansi teoretik (Zt). Dan yang kedua, melalui sirkuit ekivalen, yang
mensimulasikan keadaan riil sistem dengan rangkaian komponen-komponen elektronika
yang diskrit untuk memprediksi impedansi (Z ec (ω ) ) . Metode kedua ini relatif lebih mudah
dan lebih umum dipakai (Barsoukov, 2005)
2.4.6 Sirkuit ekivalen sel elektrokimia
Sirkuit ekivalen adalah sebuah pendekatan atas kondisi sel elektrokimia. Rangkaian
komponen listrik sederhana seperti resistor, kapasitor dan induktor dianalogikan sebagai
kondisi sel elektrokimia. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa larutan mempunyai sifat
seperti hambatan listrik, antarmuka larutan-elektroda bersifat seperti kapasitor dan juga
24
hambatan sebagai akibat laju transpor massa dan transfer elektron pada permukaan elektroda
tersebut.
Sebuah komponen elektronika dalam sirkuit ekivalen mewakili keadaan riil dalam sistem
elektrokimia yang kita miliki. Sebagai contoh, sebuah resistor berhubungan konduktivitas
fasa ruah dari material atau bahkan tahapan kimia yang melibatkan reaksi elektroda. Sebuah
kapasitor dan induktor mewakili daerah polarisasi muatan ruang, adsorpsi, serta
elektrokristalisasi pada elektroda. Tabel 2.4 menampilkan beberapa komponen elektronika
umum, hubungan kuat arus terhadap potensial, dan nilai impedansinya
Tabel 2.4 Beberapa komponen listrik umum (Gamry Inst., 2007)
Komponen
Hubungan Arus-Potensial
Impedansi
Resistor
E=IR
Z=R
Induktor
E=L di/dt
Z=jωL
Kapasitor
I=C dE/dt
Z=1/jωC
Penentuan sirkuit ekivalen sebuah sistem elektrokimia merupakan perpaduan antara
pengetahuan fisik sistem dan empirik. Untuk membantu proses ini berbagai perangkat lunak
dapat diunduh secara gratis di internet. Sebagai contoh adalah ZView dan LEVM. Nilai
resistor dan kapasitor dapat diestimasi dari intersep kiri dan kanan kurva dengan sumbu
impedansi nyata dan nilai ω dari puncak busur, ω m = (RC ) . Setelah setelah sebuah sirkuit
−1
ekivalen diusulkan, nilai awal (seed value) diperlukan untuk memulai pencocokkan (fitting).
Pencocokkan adalah simulasi spektra impedansi dari data sirkuit ekivalen. Salah satu metode
pencocokkan yang paling akurat adalah Complex Nonlinear Least Squares (CNLS)
(Barsoukov, 2005)
Pengusulan sirkuit ekivalen atas suatu spektra SIE harus memperhatikan pengetahuan fisik
dari sel elektrokimia yang bersangkutan. Hal ini disebabkan sebuah spektra impedansi dapat
menimbulkan ambiguitas. Ambiguitas ini muncul akibat dua sebab. Yang pertama
disebabkan oleh sifat dari komponen elektronika yang membangun sirkuit ekivalen itu
sendiri. Komponen elektronik umum yang diskrit bersifat ideal dan konstan, sedangkan sel
elektrokimia bersifat kontinu, terdistribusi dalam ruang. Hal ini terjadi pada tataran
mikroskopiknya yang juga bersifat kontinu sehingga komponen elektronika umum tidak
cukup untuk mewakili keadaan sel. Oleh karena itu beberapa komponen khusus diciptakan
(misalnya Elemen Fasa-Tetap (EFT)/Constant-Phase Element (CPE)). Yang kedua adalah
adalah sebuah sirkuit ekivalen yang terdiri dari tiga atau lebih komponen dapat ditata ulang
25
dan tetap saja menghasilkan nilai impedansi yang sama. Sirkuit tersebut dapat terdiri dari
komponen umum (diskrit), khusus (kontinu) atau kombinasi dari keduanya. Salah satu solusi
terhadap permasalahan ini adalah dengan mengandalkan pengetahuan fisik dari sel
elektrokimia yang kita pelajari (Gamry Inst., 2006)
Gambar 2.13 Sebuah contoh yang menunjukkan dua buah kombinasi sirkuit ekivalen yang
berbeda menghasilkan nilai impedansi yang sama
2.5
Pengukuran Arus Maksimum
Arus maksimum yang dimaksud di sini adalah arus maksimum yang dapat disediakan baterai
pada potensial nominalnya (nilai potensial yang ditunjukkan dalam kemasan baterai/Nilai
potensial teoretis baterai). Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan metode
Voltametri Siklik Galvano dengan progresi logaritmik
Prinsip pengukuran ini adalah mengaplikasikan arus pada sel secara bertahap dan mengamati
perubahan potensial yang terjadi. Arus maksimum adalah nilai arus yang berkorespondensi
dengan penurunan potensial di bawah nilai potensial nominal baterai.
26
Download