1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun 1800 hingga tahun 2000 (seperti variasi suhu permukaan bumi, konsentrasi gas rumah kaca di udara dan tinggi rata-rata muka laut) serta prediksi dampak yang akan ditimbulkan pada masa mendatang menjadikan isu perubahan iklim terus diperbincangkan, bahkan sampai mempengaruhi kebijakan global dunia, tidak terkecuali kebijakan politik dan ekonomi Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Perancanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS 2010) telah mengeluarkan suatu buku Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap yaitu arahan pembangunan sektor kehutanan, energi, industri, pertanian, perhubungan, daerah pesisir,sumber daya air, limbah, dan kesehatan kaitan dengan perubahan iklim. Pada tahap implementasi untuk mengintegrasikan perubahan iklim dalam perencanaan pengembangan suatu kawasan maupun program pembangunan pada berbagai sektor masih relatif sulit. Hal tersebut dikarenakan masih minimnya informasi mengenai perubahan iklim, dampak yang akan ditimbulkan serta ketidakpastian waktu kapan dampak tersebut akan terjadi. IPCC (2001) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada unsur-unsur iklim dari waktu ke waktu, baik karena variabilitas alam atau akibat aktivitas manusia dalam kurun waktu yang panjang. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2007) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan sistem iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara lima puluh sampai seratus tahun yang disebabkan oleh kegiatan antropogenik, khususnya pemakaian bahan bakar fosil dan alih-guna lahan. Perubahan yang disebabkan oleh faktor alami seperti tambahan aerosol dari letusan gunung berapi tidak diperhitungkan dalam pengertian perubahan iklim. Masalah utama dalam isu perubahan iklim adalah naiknya suhu rata-rata (dekat) permukaan bumi yang disebabkan efek rumah kaca dari gas-gas seperti CO2 (karbondioksida) dan CH4 (metana) atau dikenal dengan istilah pemanasan global. Konsentrasi gas rumah 2 kaca di atmosfer diketahui telah naik secara drastis akibat aktivitas industri, terutama pasca revolusi indutri pada awal tahun 1980-an. . Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan signifikan pada sistem biologi dan fisik bumi, seperti peningkatan intensitas siklon tropis, perubahan pola curah hujan, salinitas laut, pola angin, masa reproduksi hewan dan tumbuhan, distribusi spesies dan populasi, epidemi suatu penyakit. Kesemua hal tersebut tentu akan mempengaruhi suatu keseimbangan ekologi bahkan dapat menghilangkan suatu ekosistem tertentu. Dampak dari pemanasan global yang akan sangat di rasakan oleh masyarakat pesisir adalah kenaikan muka laut rata-rata (sea level rise) baik yang disebabkan oleh peningkatan suhu perairan sehingga massa air laut memuai maupun mencairnya es di kutub sehingga menambah volume air di lautan. Dampak lebih lanjut dari kenaikan muka laut diantaranya (1) pemunduran garis pantai; (2) terendamnya secara terus menerus suatu daratan; (3) meningkatnya potensi banjir dan erosi di rawa lumpur; (4) meningkatnya potensi dampak banjir dan bencana alam di dataran pesisir yang landai; (5) meningkatnya salinitas di estuari, rawa lumpur, sungai dan lahan basah pesisir lainnya. Kelima dampak tersebut harus dihadapai oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia terlebih lagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Prediksi dampak perubahan iklim perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan pesisir karena dapat berdampak langsung pada pemunduran garis pantai dan berakibat pada berkurangnya daratan sehingga dapat mengganggu pengaturan aset-aset penduduk, perkembangan ekonomi bahkan menyebabkan perpindahan penduduk (relokasi) dari wilayah pesisir yang terendam akibat kenaikan muka laut rata-rata (Dahuri et al. 2004). Cagar Alam Pulau Dua (CPAD) merupakan kawasan lindung seluas tiga puluh hektar, terletak di Teluk Banten (Selat Sunda) bagian timur dengan vegetasi mangrove sebagai penyusun utama ekosistem. Pulau Dua sebenarnya merupakan pulau atol (karang) yang terpisah dari Pulau Jawa oleh selat selebar sekitar 300m. Proses sedimentasi yang terjadi secara terus menerus telah menyebabkan area yang sebelumnya berupa selat berubah menjadi daratan yang ditumbuhi oleh vegetasi mengrove dan menyebabkan Pulau Dua menjadi tersambung dengan 3 Pulau Jawa. Secara ekologi, CAPD merupakan habitat penting bagi burung air dan burung migran. Noor (2004) menyatakan terdapat sekitar 108 jenis burung ditemukan di CPAD dimana tiga puluh delapan jenis diantaranya merupakan burung yang dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Dari sisi ekonomi, CPAD merupakan benteng alami setidaknya bagi 515 hektar areal pertambakan dan pemukiman dari 2190 keluarga warga Kelurahan Sawah Luhur (desa yang berbatasan langsung dengan bagian selatan CAPD). Keberadaan CAPD juga mendukung keberhasilan produksi beras Kota Serang dan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh burung-burung yang hidup di CAPD pada umumnya adalah pemangsa hama padi terutama serangga sehingga dapat berperan sebagai penyeimbang populasi hama tersebut. Topografi dataran pesisir yang landai dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda menyebabkan pesisir Kelurahan Sawah Luhur sangat rentan terhadap dinamika pantai (Sukarningsih 2007). Hingga saat ini garis pantai wilayah CAPD di bagian utara telah mundur sekitar tiga meter ke arah darat akibat abrasi. Informasi dari Polisi Hutan setempat dan bukti penggenangan wilayah yang dulunya daratan masih terlihat jelas yaitu pohon-pohon yang tumbang maupun tergenang. Penelitian prediksi penggenangan daratan akibat kenaikan muka laut dengan skenario kenaikan 25cm, 50cm dan 100cm yang dipadukan (overlay) dengan peta topografi dan peta tataguna lahan saat ini dapat memprediksi dampak ekologi dan ekonomi yang mungkin ditimbulkan. Informasi ini juga dapat digunakan sebagai landasan untuk memilih kebijakan pengelolaan suatu kawasan pesisir dalam mengadaptasi perubahan iklim serta mengurangi risiko bencana akibat kanaikan muka laut maupun proses hidrodinamika pantai lainnya. 1.2 Perumusan Masalah Pemanasan global menyebabkan pemuaian massa air laut dan mencairnya es di kutub sehingga akan menyebabkan kenaikan muka laut. IPCC (2007) menyebutkan dalam periode tahun 1961 hingga 2003 kenaikan pertahun muka laut global rata-rata adalah 1,8 mm (dari kisaran nilai antara 1,3 hingga 3,0 mm). Dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 laju kenaikan muka laut lebih tinggi yaitu 3,1 mm (dari kisaran nilai antara 2,4 hingga 3,8 mm) pertahun. Prediksi 4 kenaikan muka laut dari tahun 2000 hingga 2100 diprediksikan pada rentang 0,2cm hingga 1cm dengan laju kenaikan tahunan 0,6cm/ tahun (IPCC 2007). UNESCO (1992) in Diposaptono et al. (2009) memprediksi kenaikan tinggi ratarata permukaan laut Kota Jakarta dan Semarang adalah 0,5 sampai dengan 0,8 cm per tahun. Pemilihan angka skenario kenaikan muka laut pada penelitian ini didasarkan pada proyeksi dari kedua lembaga tersebut serta alasan kepraktisan terutama bagi pemegang kebijakan dalam memahami dampak perubahan iklim. Merujuk pada nilai penting keberadaan Cagar Alam Pulau Dua baik secara ekologi dan ekonomi, maka kajian prediksi penggenangan daratan akibat kenaikan muka air laut dengan skenario kenaikan 25cm, 50cm dan 100cm berusaha menjawab permasalahan 1. Luas penggenangan atau kehilangan daratan akibat kenaikan muka air laut pada skenario kenaikan 25cm, 50 cm dan 100cm. 2. Nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari dampak penggenangan tersebut baik pada kawasan CAPD maupun kawasan penyangga sekitarnya. 3. Alternatif strategi pengelolaan kawasan pesisir untuk mitigasi dan adaptasi dampak kenaikan muka laut, khususnya pada upaya peningkatan kapasitas adaptasi ekosistem dan masyarakat. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini didesain agar dapat membantu para pemangku kepentingan (stakeholders) pengelolaan pesisir Teluk Banten dalam menentukan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada kebijakan di tingkat desa dan tingkat provinsi. Secara spesisfik penelitian ini bertujuan untuk : 1. Memperkirakan perubahan bentang alam CAPD dan kawasan penyangga akibat kenaikan muka laut skanrio kenaikan 25cm, 50cm dan 100cm. 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan status ekologi atau perubahan bentang alam CPAD dan kawasan penyangga akibat kenaikan muka laut 3. Memberikan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem pesisir kawasan CAPD dan kawasan penyangganya dalam kerangka peningkatan resiliensi ekosistem dan masyarakat terhadap kenaikan muka laut. 5 1.4 Hipotesis Penelitian dan Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil sintesis dari perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat disusun hipotesis kerja penelitian sebagai berikut. 1. Kenaikan muka laut akan menyebabkan perubahan ekologi berupa perubahan bentang alam akibat pemunduran garis pantai dan penggenangan lahan. 2. Pengenangan lahan akibat kenaikan muka air laut dapat menyebabkan depresiasi nilai ekonomi CPAD dan pertambakan di sekitarnya. Simulasi model kenaikan muka laut setinggi 25cm, 50cm dan 100cm yang dikombinasikan dengan peta topografi wilayah dan peta tata guna lahan area CAPD dan kawasan penyangga dilakukan guna memprediksi dampak ekologi dan ekonomi yang mungkin muncul akibat pemanasan global dan proses dinamika pantai lainnya. Informasi tingkat kapasitas adaptasi masyarakat jika bencana akibat kenaikan muka air laut terjadi akan digali dalam penelitian ini sehingga startegi pengelolaan wilayah pesisir yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan kondisi ekologi tapi juga berdasarkan hasil analisis pada kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Alur kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram pada Gambar 1. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ditujukan untuk menghitung luasan daratan yang akan hilang atau tergenang akibat kenaikan muka laut melalui pendekatan topografi wilayah serta menghitung kerugian ekonomi yang ditimbulkan karena hilan atau tergenangnya suatu lahan. Penghitungan kerugian ekonomi dilakukan dengan dengan pendekatan valuasi ekonomi. Penelitian ini dibatasi pada dampak penggenangan akibat kenaikan muka laut eustasis (global) yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan menggunakan skenario kenaikan muka laut 25cm, 50cm dan 100cm. Proses hidrooseanografi seperti arus, pasang surut dan perubahan fluvial (sedimentasi) yang juga dapat menyebabkan kenaikan muka laut secara lokal tidak dikaji secara khusus dalam penelitian ini, namun tetap dimasukkan dalam deskripsi kondisi wilayah penelitian dan dijadikan dasar pertimbangan dalam menghasilkan strategi pengelolaan wilayah pesisir lokasi penelitian. 6 Dinamika Pantai Sekitar Cagar Alam Cagar Alam Pertambakan Nilai konservasi Topografi Nilai produksi Topografi Pemunduran Garis Pantai, Penggenangan, Abrasi Analisis Perubahan Ekologi (Bentang Alam) Akibat Kenaikan Muka Laut, Skenario 25cm, 50cm dan 100cm Analisis Perubahan Nilai Ekonomi Analisis Startegi Pengelolaan Pada Aspek Ekologi, Sosial dan Ekonomi Skenario Solusi Pembangunan Tanggul (sea wall) Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Strategi Pengelolaan Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian Kenaikan Muka Laut