PENGEMBANGAN INTEGRITAS KEPRIBADIAN ANAK BERDASARKAN KAJIAN AL-QUR’AN SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82 Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjan Pendidikan Islam (S. Pd. I) Oleh: Rifqoh Zakiyah NIM: 109011000267 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 t ABSTRAK Rifqoh Zakiyah (109011000267). Pengembangan Integritas Kepribadian Anak Berdasarkan Kajian Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. setiap ayat yang disebutkan di dalam Al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 merupakan ayat AlQur’an yang di dalamnya menjelaskan hal-hal mengenai metode pendidikan. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui metode pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak, sehingga dapat diimplementasikan dalam proses pendidikan. Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu menganalisis masalah yang akan dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan, pendapat para mufassir. Kemudian mendeskripsikan pendapat para mufassir, selanjutnya membuat kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak meliputi Metode Inquiry Learning, Metode Uswah Hasanah, Metode Nasihat dan Metode Hukuman. i ABSTRAC Rifqoh Zakiyah (109011000267). Integrity Development of the Child Based Personality Assessment Qur'an Surat Al-Kahf Verses 60-82. The Qur'an is the source of knowledge, in which explain various aspects of life including education about. any clause mentioned in the Qur'an have the meanings and values are means, and the values that are contained as learning and education for human life. Al Quran surah Al-Kahf verses 60-82 is a Qur'anic verse in which to explain things about the methods of education. The purpose of this study was intended to determine the educational methods contained in surah Al-Kahf verses 60-82 to develop the integrity of the child's personality, so it can be implemented in the educational process. The method used in this paper is a descriptive method of analysis, which analyzes the issues to be addressed by collecting data literature, opinions of the commentators. Then describe the views of commentators, then make a conclusion. The results showed that the method of education contained in the Qur'an Surat al-Kahf verses 60-82 to develop the child's personality integrity includes Inquiry Learning Method, Method Uswah Hasanah, Advice and Method Method punishment. ii KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah dengan tulus penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan nikmat yang tak terhitung jumlahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. sebagai suri tauladan yang sempurna bagi seluruh ummat manusia. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak dapat menyelesaikan tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Anshori, LAL, MA., dosen pembimbing penulis, yang telah mencurahkan waktu dan tenaganya dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keihklasan, sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Kedua orang tuaku tercinta dan tersayang, Ayahanda H. Jaya Saputra dan Ummi Hj. Marfu’ah, yang selalu mendo’akan, mendukung, menasihati, mengarahkan, mengorbankan waktu, tenaga dan biaya, sehingga penulis dapat melaksanakan semua kegiatan mulai dari awal hingga akhir, mulai dari perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini. iii 5. Teteh-tetehku tersayang, Laily Aliyah, Am. Keb., Nur Fauziah, S. Pi., Ita Fadilah, S. Pd., serta adik-adiku tersayang, Ali Baidurus, Roudhotul Mawaddah, senantiasa memberi semangat dan masukan kepada penulis. 6. Dosen-dosen penuh inspiratif dan pemberi motivasi. 7. Sahabat-sahabat the G PAI yang penuh kisah, suka duka, canda tawa, dan senantiasa menyemangati dan memberi masukan untuk skripsi ini. 8. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam goresan ucapan terima kasih ini. Penulis ucapkan terima kasih, semoga semangat keilmuan dan persahabatan kita senantiasa berjalan terus. Aamiin ya robbal ‘aalamiin. Penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Dan penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Aamiin ya robbal ‘aalamiin. Ciputat, 30 Januari 2014 Penulis Rifqoh Zakiyah iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ...................................................................................... i ABSTRAC ........................................................................................ ii KATA PENGANTAR ................................................................................ iii DAFTAR ISI .................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8 C. Pembatasan Masalah ............................................................................... 8 D. Rumusan Masalah .................................................................................. 8 E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9 F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori 1. Metode Pendidikan ........................................................................... 10 a. Pengertian Metode ...................................................................... 10 b. Pengertian Pendidikan ................................................................ 10 c. Macam-macam Metode Pendidikan ........................................... 12 v 2. Al-Qur’an a. Pengertian Al-Qur’an .................................................................. 16 b. Isi Kandungan Al-Qur’an............................................................ 17 c. Fungsi Al-Qur’an ........................................................................ 18 3. Mengembangkan Integritas Kepribadian Anak a. Pengertian Mengembangkan ....................................................... 19 b. Pengertian Integritas.................................................................... 19 c. Kepribadian Anak ....................................................................... 20 1) Pengertian Kepribadian Anak ............................................... 20 2) Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian ............................. 21 3) Tipe Kepribadian .................................................................. 21 4) Aspek-aspek Kepribadian ..................................................... 24 5) Pengertian Anak .................................................................... 25 d. Pengertian Pengembangan Kepribadian Islam………………… 25 e. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten 26 f. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Rentang Kehidupan 27 B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................ 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ................................................................... 33 B. Metode Penulisan ................................................................................... 33 C. Fokus Penelitian ...................................................................................... 34 D. Prosedur Penelitian.................................................................................. 34 vi BAB IV KAJIAN AL-QUR’AN SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82 SEBAGAI PENGEMBANGAN INTEGRITAS KEPRIBADIAN ANAK A. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 1. Teks Ayat dan Terjemahannya.......................................................... 36 2. Pengertian Secara Umum ................................................................. 39 3. Tafsir Ayat ....................................................................................... 41 B. Metode Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 1. Metode Inquiry Learning ................................................................. 55 2. Metode Uswah Hasanah .................................................................. 61 3. Metode Nasihat ................................................................................. 64 4. Metode Hukuman .............................................................................. 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................ 70 B. Saran ....................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 74 vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di antara kemurahan Allah terhadap manusia, adalah bahwa Allah tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbing manusia kepada kebaikan. Allah juga mengutus seorang Rasul dari masa ke masa yang membawa kitab sebagai pedoman hidup, mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah semata. Dikutip Abuddin Nata, Abd. Al-Wahhab Al-Khallaf mengemukakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah SWT. yang diturunkan melalui malaikat Jibril (Ruh al-Amin) kepada hati Rasulullah SAW., Muhammad bin Abdullah senang mempergunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjah (dalil) bagi Muhammad SAW. sebagai Rasul, undangundang bagi kehidupan manusia, serta hidayah bagi orang yang berpedoman kepadanya, menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan cara membacanya. Ia tersusun di antara dua mushaf yang dimulai dengan surat alFatihah dan diakhiri surat al-Nas, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir baik dari segi tulisan maupun ucapannya, dari satu generasi ke generasi lain, terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian.1 Said Agil Husain mengatakan, “Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), maka langkah pertama dilakukan adalah memahami kandungan isi Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten”.2 Kehadiran Al-Qur’an yang demikian itu telah memberi pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Kaum muslimin sendiri, dalam rangka 1 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 1. 2 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. I, h. 3. 1 2 memahaminya, telah menghasilkan berton-ton kitab tafsir yang berupaya menjelaskan makna pesannya. Dari sekian masalah yang menjadi fokus kajian Al-Qur’an adalah pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Abuddin Nata.3 Menurut Shalah al-Khalidy, kisah-kisah dalam Al-Qur’an membuktikan kepada manusia bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. adalah benar merupakan wahyu dari Allah bukan berdasarkan hawa nafsunya. Selain itu juga memberikan pelajaran kepada manusia untuk mengikuti segala kebaikan dan menjauhi segala keburukan yang terdapat dalam kisah-kisah itu.4 Dan salah satu manfaat kisah-kisah dalam Al-Qur’an menurut Abdul Jalal adalah menanamkan nilai pendidikan, seperti pendidikan akhlak karimah dan mengaplikasikannya. Kata keterangan kisah-kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik, serta mendidik untuk meneladani yang baik dan menghindari yang jelek.5 Dari berbagai macam kisah al-Qur’an, penulis tertarik pada kisah Nabi Musa dan Khidir yang terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. Penulis melihat bahwa kisah ini memiliki beberapa kandungan mengenai pendidikan, di antaranya nilai pendidikan, tujuan dan metode pendidikan. Pendidikan secara umum menurut Armai Arif adalah: Pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. Artinya dengan pendidikan manusia bisa memiliki kesetabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kesetabilan dalam pandangan hidup dan kesetabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan penuh rasa tanggung jawab.6 Pendidikan dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian. Pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Selain itu, pendidikan bukan hanya bersifat formal, tetapi mencakup pula yang 3 Nata. loc. cit Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, (Jakarta: Gema InsaniPress, 2000), Cet. I, h. 5. 5 Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), Cet. II, h. 303. 6 Armai Arif, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Ciputat: Suara ADI, 2009), Cet, I, h. 33. 4 3 non formal. Maka metode yang diterapkan tidak hanya yang berkaitan dengan kelas, namun dapat menerapkan metode-metode yang lebih mudah diterima oleh murid. Ada tiga term yang digunakan para ahli untuk menunjuk istilah pendidikan Islam, yaitu Ta’lim, tarbiyah, dan Ta’dib. Namun, menurut Hamka hanya ada dua istilah dari tiga istilah tersebut yaitu ta’lim (proses pentransferan seperangkat pengetahuan) dan tarbiyah (mengasuh, bertanggung jawab, memberi makanan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan, memproduksi, dan menjinakannya).7 Di dalam Undang-undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/ atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.8 Istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah pada afektif. Selain itu pendidikan juga diperluas cakupanya sebagai aktifitas dan fenomena sebagaimana dikatakan oleh Muhaimin. Menurutnya, pendidikan sebagai aktifitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bertifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.9 Melihat pengertian pendidikan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran, dan objek. 7 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. I, h. 105. 8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV. Eko Jaya, 1989), Cet. I. h. 3. 9 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 37. 4 Pendidikan juga menuntut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan, dan kerja pendidik harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah SWT., sebagaimana harus mengikuti Syara’ dan Din Allah SWT. dengan tujuan pembentukan kepribadian yang utama. Mendidik tidak hanya dari segi kognitif, tetapi harus pula dari segi afektif dan psikomotorik. Terlebih untuk afektif sangat di perlukan seperti integritas pada kepribadian murid. Seorang murid haruslah memiliki integritas sejak dini. Supaya seorang murid tidak hanya cerdas secara kognitif, namun memiliki integritas pada kepribadiannya. Saat ini integritas kepribadian pada diri anak (murid) sudah sangat rendah. Mereka sudah kurang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Contoh kecilnya adalah mencontek. Hal mencontek saat ini sudah mengakar pada seorang anak (murid). Ketika merasa tak mampu untuk mengerjakan tugas dari guru, mereka dengan mudahnya mencontek hasil kerja teman sekelasnya. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Setiap kegiatan yang dilakukan tentu ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai atau kegiatan dapat selesai sesuai yang diinginkan. Sebagaimana dikutip Abuddin Nata, bahwa sebagian para ahli mengatakan bahwa “Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah yakni melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan ketulusan ini”.10 Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.11 10 Nata, op. cit., h. 166. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Republik Indonesia, 2003), h. 8. 11 5 Dapat dismpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan. Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peran pendidik sangat penting, karena ia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas yang mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak mempunyai ilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik. Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu itu terbukti di dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Mujaadilah ayat 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al-Mujadilah:11) Berdasarkan firman Allah SWT., para ulama dan ahli pendidikan Islam sejak dahulu sampai sekarang secara serius melaksanakan proses pendidikan dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan. Kesungguhan mereka itu terbukti dengan banyak lahirnya kalangan intelektual yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Teori dan pemikiran mereka tidak hanya 6 diakui oleh kalangan muslim saja, tetapi diakui dan dijadikan landasan oleh kalangan non muslim serta masyarakat luas. Di samping itu dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat telah banyak berdiri lembaga-lembaga Islam yang bergerak dalam dunia pendidikan. Hal ini terlihat dengan banyak berdirinya sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Islam menginginkan manusia secara individu dan masyarakat untuk menjadi orangorang yang berpendidikan. Individu yang berpendidikan merupakan individu yang berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, berintegrasi, berinteraksi dan bekerjasama untuk memanfaatkan alam semesta dan isinya untuk kesejahteraan umat manusia di bumi. Melihat fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas, maka tenaga pendidik (guru) mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membina manusia-manusia yang berkualitas, cerdas dan bertanggung jawab atas bangsa dan agama, terutama tanggung jawab terhadap moral dan tingkah laku anak didik. Dalam pendidikan Islam guru merupakan komponen yang sangat penting karena guru merupakan subjek dalam proses pendidikan. Tanpa adanya guru berarti tidak akan ada proses pendidikan. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab V pasal 12 ditegaskan: “Peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang sama. Dan Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan”.12 Untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dalam mendidik dan menyampaikan materi seorang guru tentu memerlukan metode yang baik dan tepat sehingga akan terlaksana secara optimal. Namun, para guru umumnya menggunakan metode ceramah. Yang mana para murid merasa bosan dan tidak tertarik terhadap pelajaran yang sedang dibahas. Oleh sebab itu saat ini banyak sekali jenis-jenis metode yang mulai inovatif dan kreatif. Hal itu demi 12 Ibid., h. 12. 7 tersampaikannya pelajaran dan pendidikan kepada para murid dengan efektif dan menyenangkan. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa salah satu permasalahan penting dalam dunia pendidikan adalah metode pendidikan. Di mana metode pendidikan ini sangat berpengaruh sekali dalam membentuk pribadi murid, hendaknya seorang guru memberikan metode pendidikan yang dapat mengarahkan murid untuk mengetahui pelajaran dari hasil istinbat agar murid mempelajari ilmu secara runtut setahap demi setahap. Metode pendidikan sangat penting untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai metode pendidikan yang dapat mengembangkan integritas pada pribadi anak (murid). Menurut Armai Arief: Beberapa manfaat dari pemakaian metodologi pendidikan Islam yaitu: 1. Sebagai alat yang diperlukan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang sebaik-baiknya pula. 2. Untuk mengetahui sifat dan ciri khusus dari macam-macam mata pelajaran, hakikat anak didik dan lain-lain. Dengan demikian akan diketahui metode dengan sifat khusus dari suatu mata pelajaran sekaligus perkembangan dan kemampuan anak didik. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan metode mengajar: a). latar belakang sosial siswa dan lingkungan keluarga, b). penggunaan waktu seefektif mungkin dengan materi yang ada sehingga dapat disesuaikan dan memadai, c). sebagai strategi persiapan guru dalam mengajar di tingkat pendidikan yang berbedabeda. 4. Mempermudah pengajaran dalam menanamkan ideologi yang mantap hingga tidak hilang kepercayaan murid terhadap nila-nilai yang tersimpan dalam Al-Qur’an. 5. Memperjelas materi keagamaan bagi murid, baik yang bersifat logika, maupun yang estetika sehingga pengetahuan murid dapat terbentuk dalam satu pemahaman yang sama dan tidak menyimpang dari pokok dasarnya (Al-Qu’ran dan Sunnah).13 Begitu pentingnya metode pendidikan dalam proses pembelajaran, Allah SWT memberikan gambaran dalam bentuk kisah yang hidup. Salah satu kisah 13 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), Cet. I, h. 96. 8 yang menggambarkan akan hal tersebut adalah surat Al-Kahfi ayat 60–82. Atas dasar permasalahan tersebut, maka surat Al-Kahfi ayat 60–82 tersebut perlu digali dan diteliti lebih dalam dengan mengutip beberapa penafsiran untuk dapat pemahaman tentang peranan pendidik dalam membimbing anak didiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Sebelumnya penulis menemukan judul skripsi yang sama dengan penulis lain yaitu mengkaji Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82. Namun, penulis memiliki perbedaan dari kajian surat tersebut. Penulis lebih mendalami dan mengkaji mengenai metode pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Dengan demikian penulis akan mengkaji dan meneliti lebih dalam mengenai skripsi ini dengan memberi judul: “Pengembangan Integritas Kepribadian Anak Berdasarkan Kajian AlQur’an Surat AL-Kahfi Ayat 60-82”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan judul skripsi di atas dapat ditarik identifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Pengembangan integritas kepribadian PAI belum sepenuhnya didasarkan pada kajian ayat Al-Qur’an. 2. Pendidikan masih mengutamakan ranah kognitif. 3. Metode pendidikan yang belum tepat dalam proses belajar mengajar. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut sekaligus guna lebih memfokuskan kajian ini, maka penulis membatasi masalah pada: Pengembangan integritas kepribadian PAI belum sepenuhnya didasarkan pada kajian ayat Al-Qur’an. 9 D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengembangan integritas kepribadian anak dalam surat AlKahfi ayat 60-82? 2. Apa saja metode pendidikan yang dapat mengembangkan integritas kepribadian anak dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82? 3. Hikmah apa saja yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82? E. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui cara untuk mengembangkan integritas kepribadian anak dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. 2. Mengetahui metode pendidikan yang terkandung di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82. 3. Mengetahui hikmah yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. F. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis. 2. Dapat memberikan kontribusi dalam penulisan karya ilmiah, khususnya bidang pendidikan. 3. Penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh penulis berikutnya. BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori 1. Metode Pendidikan a. Pengertian Metode Al-Rasydin mengatakan, “Secara iteral metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui”. 1 Dikutip AlRasydin, Mohammad Noor mengatakan bahwa secara teknis metode memiliki tiga pengertian yaitu: 1) Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan. 2) Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu. 3) Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.2 b. Pengertian Pendidikan Menurut Al-Rasydin, “Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah”.3 Berikut ini beberapa pendapat yang penulis kutip dari berbagai sumber, yang menjelaskan arti ketiga term tersebut. 1) Al-Tarbiyah Kata al-tarbiyah yang berasal dari kata rabb ini menurut Al-Raghib alAsfahany dalam bukunya Abuddin Nata, adalah “Menumbuhkan atau 1 Al-Rasydin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), cet. II, h. 65-66. 2 Ibid., h. 66. 3 Ibid., h. 25. 10 11 membina sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna”.4 2) Ta’dib Menurut Al-Rasydin al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.5 3) Al-Ta’lim Menurut Syamsul Nizar, al-ta’lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif.6 Para ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mengartikan pendidikan, yaitu sebagai berikut: a) Menurut Muhaimin, pengertian pendidikan memiliki arti yang luas cakupannya. Yaitu sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktifitas artinya upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bertifat manual (petunjk praktis) maupun mental dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.7 4 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 90. 5 Al-Rasydin dan Syamsul Nizar, op. cit., h. 30. 6 Syamsul Nizar, Pemikiran Pendidikan Islam. (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001), Cet. I, h. 86. 7 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 37. 12 b) Hasbullah mengartikan pendidikan sebagai usaha manusia untuk membina masyarakat kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam dan kebudayaan. Dalam perkembangannya istilah pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.8 c) Ahmad Tafsir mengatakan definisi pendidikan yang mungkin dirumuskan dalam arti sempit menurut lodge adalah pendidikan sekolah, yaitu pendidikan formal.9 d) Dikutip Abuddin Nata, bahwa Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.10 c. Macam-Macam Metode Pendidikan Metode pendidikan tentunya sangat penting dalam proses pencapaian tujuan pendidikan. Sehingga saat ini banyak sekali metode yang dapat digunakan dan membatu dalam proses pendidikan. Menurut Hafni Ladjid metode pendidikan memilki beberapa macam, yaitu: 1) Metode Ceramah 2) Metode Tanya Jawab 3) Metode Diskusi 4) Metode Pemberian Tugas 5) Percobaan/Eksperimen 6) Metode Karyawisata 7) Bermain Peran dan Sosiodrama 8) Metode Demonstrasi/Peragaan.11 8 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 1. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. XI, h. 6. 10 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2005), Cet. I. h. 10. 11 H. Hafni Ladjid, Pengembangangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Quantum Teaching , 2005), Cet. I, h. 121-127. 9 13 Berikut penjelasan dari para ahli mengenai metode pendidikan yaitu: a) Metode Ceramah Menurut Zakiah Daradjat, metode ceramah yaitu guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terba) dan waktu tertentu. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap sesuatu masalah. Metode tersebut disebut juga dengan metode kuliah, sebab ada persamaan guru mengajar dengan seorang dosen/mahaguru memeberikan kuliah kepada mahasiswanya.12 b) Metode Tanya Jawab Menurut Hafni Ladjid, “Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami materi tersebut”.13 c) Metode Diskusi Dikutip dari Suwito, Ibnu Sina mengatakan, murid dihadapkan kepada suatu masalah berupa pertanyaan untuk dibahas dan dipecahkan bersama melalui diskusi, diharapkan murid bersikap rasional dan teoritis. d) Metode Pemberian Tugas Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan metode ini adalah suatu cara dalam proses belajar-mengajar bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru”.14 Sedangkan menurut Hafni Ladjid, “Metode pemberian tugas adalah cara mengajar melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan”.15 12 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. IV, h. 289. 13 Ladjid, op., cit, h. 122. 14 Daradjat, op., cit, h. 298. 15 Ladjid, op., cit, h. 124. 14 e) Percobaan/Eksperimen Menurut sagala, eksperimen yaitu cara penyajian bahan pelajaran di mana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.16 f) Metode Karya Wisata Pelaksanaan metode ini menurut Hafni Ladjid membutuhkan waktu cukup lama, sehingga biasanya dilakukan pada waktu khusus, misalnya saat liburan. Prinsip-prinsip Hafni metode karya wisata adalah sebagai berikut: 1) Siswa dibawa langsung ke objek untuk dapat mengamati secara langsung. 2) Ruang lingkup sebaiknya sudah ditentukan dan dapat diperluas sehingga efektif dan efisien. 3) Mengembangkan berbagai macam keterampilan dan penerapan pengetahuan yang diperoleh (mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan satu dengan yang lain). 4) Terencana dan berorientasi pada tujuan.17 g) Metode Peran atau Sosiodrama Menurut Hafni Ladjid, “Peran dilakukan oleh siswa dalam rangka menghayati materi yang sedang dipelajari. Dengan bermain peran siswa dapat mengembangkan imajinasi dan penghayatan atas peran tokoh yang dilakukannya”.18 Untuk metode sosiodrama, menurut Hafni sebenarnya mirip dengan metode bermain peran. Perbedaannya adalah: 1) Tema lebih luas dan perlu lakon/skenario secara garis besar. 2) Pameran dipersiapkan lebih matang (latihan) dan seiring dengan peralatan khusus. 16 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV Alfabeta, 2006), Cet. IV, h. 201. 17 18 Ladjid, op., cit, h. 125-126. Ibid., h. 126. 15 3) Waktu yang diperlukan relatif lebih panjang.19 h) Metode Demonstrasi/Peragaan Metode ini digunakan dalam cara mengajar menulis. Guru mencontohkan di papan tulis dengan mengucapkan huruf yang ditulisnya dan murid mengikutinya. Sedangkan menurut Abuddin Nata, dalam penyampaian materi pendidikan, Al-Qur’an menawarkan beberapa pendekatan dan metode, antara lain: 1) Metode Teladan Dalam Al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik. Kata-kata uswah ini di dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil sampel pada diri Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW., Nabi Ibrahim, dan kaum yang beriman teguh kepada Allah SWT. 2) Metode Kisah-kisah Dikutip Abuddin Nata, Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam mengemukakan kisah-kisah Al-Qur’an tidak segan-segan untuk menceritakan “kelemahan manusian”. Namun, hal tersebut menurutnya digambarkannya sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengandung tepuk tangan atau rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi akibat kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat kesadaran manusia dan kemenangannya mengalahkan kelemahan tadi. 3) Metode Nasihat Al-Qur’an al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang dikenal dengan nasihat. 19 Ibid., h. 127. 16 4) Metode Pembiasaan Cara lain yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan yang ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa. 5) Metode Hukuman dan Ganjaran Dikutip Abuddin Nata, Muhammad Quthb mengatakan, bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan ditempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman. 6) Metode ceramah (Khutbah) Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceeramah ini dekat dengan kata tabligh yaitu menyampaikan suatu ajaran. 7) Metode Diskusi Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.20 2. Al-Qur’an a. Pengertian Al-Qur’an Menurut Quraish Shihab, “Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “Bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu”.21 20 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2005), Cet. I, h. 147- 159. 21 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. VI, h. 3. 17 Menurut Ali Ash-Shabuni “Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada “pungkasan” para nabi dan Rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril a.s. yang tertulis pada mashahif.22 Menurut Kahar Masyhur, qoro’a-yaqro’u-qur’anan yang artinya membaca. Sedangkan dalam ilmu Ushul Fikih adalah Kalam Allah yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW., dibaca dan dikenal orang banyak.23 Umar Shihab mengatakan maf’ul bahwa, “Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup”.24 b. Isi Kandungan Al-Qur’an Menurut Muhammad Chirzin secara umum kandungan Al-Qur’an yaitu menyangkut jalan hidup yang harus ditempuh manusia. Pertama, dalam hidup manusia berusaha meraih kebahagiaan, ketenangan dan cita-citanya. Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan dorongan-dorongan individual maupun sosial semua mengikuti sunnah dan kaidah yang ditentukan Allah SWT.25 Mohammad Daud Ali mengatakan “Al-Qur’an mengandung ajaran tentang kehidupan manusia, sejarah dan eksistensinya serta arti dari keduanya. Al-Qur’an mengandung segala pelajaran yang diperlukan manusia untuk 22 Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terjemahan At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, penerjemah: Muhammad Qodirun Nur, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), Cet. I. h. 3. 23 Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet.I, h 1-2. 24 Umar Shihab, Kontekstual Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005), Cet. III, h. xix. 25 Muhammad Chirzin, op. cit., h. 4. 18 mengetahui siapa dirinya, dari mana ia berasal, di mana ia berada sekarang, ke mana ia akan pergi dan kepada siapa ia akan kembali”.26 Pendapat lain dari Sayyed Husain Nasr: Bahwa al-Qur’an mengandung tiga jenis petunjuk bagi manusia. Pertama, doktrin yang memberi pengetahuan tentang struktur kenyatan dan posisi manusia di dalamnya. Doktrin itu berisi petunjuk moral dan hukum yang menjadi dasar syari’at yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari. Kedua, petunjuk yang menyerupai ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci dan para Nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka. Ketiga, al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam bahasa modern. Sesuatu itu didapat disebut “magi” yang agung, bukan dalam arti harfiah, melainkan dalam arti metafisis.27 c. Fungsi Al-Qur’an Menurut Abuddin Nata, “Al-Qur’an berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad SAW., pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan”.28 Quraish Shihab mengatakan bahwa “Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai hu-danli al-nas (petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama kehadira Al-Qur’an. Dalam rangka penjelasan tentang fungsi Al-Qur’an ini, Allah menegaskan bahwa kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia”.29 26 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 103-104. 27 Sayyed Husain Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terjemah Abdurrahman Walid dan Hasyim Wahid, (Jakarta: Leppenas, 1983), h. 27. 28 Abuddin Nata, dkk., Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. VII. h 57. 29 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), Cet. I, h. 26. 19 1. Pengembangan Integritas Kepribadian Anak a. Pengertian Pengembangan Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materil, melainkan pada fungsi fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsifungsi.30 Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya proses pertumbuhan materil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan di samping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar.31 Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil dari belajar. Dengan belajar, orang memperoleh pengalaman. Pengalaman belajar meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan kegiatan yang dinamis, karena itu, wajarlah bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang menjadi berkembang. Perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Tingkat-tingkat kedewasaan seseorang merupakan indikator penting bagi perkembangan orang itu, baik secara jasmaniah maupun rohaniah/kejiwaan.32 b. Pengertian Integritas Secara etimologi, integritas berasal dari bahasa Latin, integer, yang artinya keseluruhan.integritas dapat diartikan dengan ukuran cinta dan rasa kasih sayang seorang individu terhadap cita-cita, gagasan, dan keinginan. 30 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), Cet. V, h. 57. 31 Ibid., h. 57-56. 32 Ibid., h. 59-60. 20 Integritas juga didefinisikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan kejujuran seseorang.33 Integritas merupakan bagian dari kepribadian integritas adalah kesetiaan pada prinsip yang dianut. Integritas adalah bersikap jujur, konsisten, komitmen, berani, dan dapat dipercaya. Sikap ini muncul dari kesadaran terdalam pada diri seseorangyang bersumber dari suara hati. Integritas tidak menipu dan tidak berbohong integritas tidak memerlukan publikasi dan popularitas.34 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, integritas didefinisikan sebagai kebulatan atau keutuhan.35 c. Kepribadian Anak 1) Pengertian Kepribadian Menurut Sjarkawi, “Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukanbentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir”.36 Rafi Sapuri mendefinisikan kepribadian, “Secara etimologi kepribadian berasal dari bahasa Latin, yaitu kata persona yang berarti topeng. Pada awalnya kata topeng ini digunakan oleh para pemain sandiwara. Kemudian lambat laun kata ini menjadi suatu istilah yang mengacu pada gambaran sosial yang dimiliki seseorang”.37 33 Eko B Supriyanto, Budaya Kerja Perbankan Jalan Lurus Menuju Integritas, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), cet. I, h 36. 34 Ibid., h. 32. 35 J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), Cet. II, h. 535. 36 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Interitas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), Cet. II, h. 11. 37 Rafy Sapuri, Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 149. 21 2) Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Menurut Sjarkawi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu: a) Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. b) Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD, atau media cetak seperti Koran, majalah, dan lain sebagainya.38 3) Tipe Gaya Kepribadian Dikutip Sjarkawi, Gregory membagi tipe gaya kepribadian menjadi 12 tipe, di antaranya: a) Kepribadian yang mudah menyesuaikan diri Seorang dengan gaya kepribadian yang mudah menyesuaikan diri adalah orang yang memandang hidup ini sebagai perayaan dan setiap harinya sebagai pesta yang berpindah-pindah. Orang tersebut sadar tentang penyesuaian diri dengan orang lain, komunikatif dan bertanggung jawab, ramah, santun, dan memerhatikan perasaan orang 38 Sjarkawi, op. cit., h. 19. 22 lain, jarang sangat agresif dan juga jarang kompetitif secara destruktif.39 b) Kepribadian yang berambisi Seseorang dengan gaya kepribadian yang berambisi adalah orang yang memang benar-benar penuh ambisi terhadap semua hal. Dia menyambut baik tantangan dan berkompetisi dengan senang hati dan sengaja.40 c) Kepribadian yang mempengaruhi Seseorang dengan gaya kepribadian yang mempengaruhi adalah orang yang terorganisasi dan berpengatuhan cukup yang memancarkan kepercayaan, dedikasi dan berdikari.41 d) Kepribadian yang berprestasi Seseorang dengan gaya kepribadian berprestasi adalah orang yang menghendaki kesempatan untuk bermain dengan baik dan cemerlang, jika mungkin untuk mempesonakan yang lain agar mendapatkan sambutan baik, kasih saying, dan tepuk tangan orang lain, dalam hal ini berarti menerima kehormatan.42 e) Kepribadian yang Idealistis Seseorang dengan gaya kepribadian yang idealistis adalah orang yang melihat hidup ini dengan dua cara, yakni hidup sebagaimana nyata adanya kepercayaan.43 39 Ibid., h. 13. Ibid., h. 14. 41 Ibid. 42 Ibid. 43 Ibid., h. 15 40 dan hidup sebagaimana seharusnya menurut 23 f) Kepribadian yang Sabar Seseorang dengan gaya kepribadian yang sabar adalah orang yang hampir tak pernah berputus asa, ramah tamah, dan rendah hati. Dia jarang tinggi hati dan kasar.44 g) Kepribadian yang Mendahului Seseorang dengan gaya kepribadian yang mendahului adalah orang yang menjunjung tinggi kualitas.45 h) Kepribadian Perseptif Seseorang dengan gaya kepribadian perseptif adalah orang yang cepat tanggap terhadap rasa sakit dan kekurangan, bukan hanya yang di dalamnya sendiri, tetapi juga yang dialami orang lain, meskipun orang itu asing baginya. Kepribadian ini biasanya adalah orang yang bersahaja, jujur dan menyenangkan, ramah tamah dan tanggap, setia dan adil, seorang teman sejati dan persahabatannya tahan lama.46 i) Kepribadian yang Peka Seseorang dengan gaya kepribadian yang peka adalah orang yang suka termenung, berintrospeksi, dan sangat peka terhadap suasana jiwa dan sifat-sifatnya sendiri, perasaan, dan pikirannya.47 j) Kepribadian yang Berketetapan Seseorang dengan gaya kepribadian yang berketetapan adalah orang yang menekankan pada tiga hal sebagai landasan dari gaya kepribadiannya, yaitu kebenaran, tanggung jawab, dan kehormatan.48 k) Kepribadian yang Ulet Seseorang dengan gaya kepribadian yang ulet adalah orang yang memandang hidup sebagai perjalanan, atau suatu ziarah.49 44 Ibid. Ibid. 46 Ibid. 47 Ibid., h. 16. 48 Ibid. 45 24 l) Kepribadian yang Berhati-hati Seseorang dengan gaya kepribadian yang berhati-hati adalah orang yang terorganisasi, teliti, berhati-hati, tuntas, dan senantiasa mencoba menunaikan kewajibannya secara sosial dalam pekerjaan sebagai warga negara atau yang ada hubungannya dengan masalahmasalah keuangan.50 4) Aspek-aspek Kepribadian Menurut Ahmad marimba, dalam buku pengantar filsafat pendidikan agama Islam, aspek-aspek kepribadian yaitu sebagai berikut: a) Aspek kejasmanian, yang meliputi tingkah laku luar yang mudah Nampak dan kelihatan dari luar, misalnya: cara-cara berbuat dan cara-cara berbicara. b) Aspek kejiwaan, yang meliputi aspek hyang tidak segera dapat dilihat dan diketahui dari luar, misalnya: cara berpikir, sikap dan minat. c) Aspek kerohanian yang luhur meliputi aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, ini meipti system nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu. Bagi orang-orang yang beragama aspek-aspek yang menuntutnya ke arah kebahagiaan bukan saja di dunia tetapi juga akhirat. Ini memungkinkan seseorang berhubungan dengan hal-hal ghaib, aspek-aspek inilah memberi kualitas kepribadian seuruhnya.51 49 Ibid. Ibid., h. 16-17. 51 Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1980), Cet. IV, h. 63. 50 25 5) Pengertian Anak Dalam kamus besar bahasa Indonesia anak di artikan sebagai keturunan pertama (sesudah ibu bapak).52 Zakiah Deradjat mengatakan “Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung kepada melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik”.53 d. Pengertian pengembangan Kepribadian Islam Abdul Mujib mendefinisikan pengembangan Kepribadian Islam adalah: Usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaniya, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia maupun di akhirat. Definisi tersebut mengandung arti bahwa dengan metode pengembangan kepribadian Islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang sehat. Bagi mereka yang memiliki tipologi kepribadian amarah dapat beranjak menuju ke kepribadian lawwamah; dari kepribadian lawwamah dapat menuju muthmainnah; dan dari kepribadian muthmainnah taraf minimal dapat menuju pada taraf maksimal atau dari pendekatan kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.54 Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan. Yang pertama, pendekatan konten, yaitu serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang yang rendah menuju yang paling tinggi, untuk penyembuhan atau peningkatan kepribadiannya. Pola ini sifatnya umum, tanpa mengenal rentang usia. Kedua, pendekatan rentang 52 Badudu, op. cit., h. 44. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), Cet. XVII, h. 73. 54 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 388. 53 26 kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam kehidupan, manusia memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan menurut jenjang usia.55 e. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten Cara pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten ada tiga tahap. Pertama, tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini fitrah manusia merasa rindu kepada Khaliknya. Ia menyadari bahwa keinginan untuk berjumpa dengan Khaliknya itu terdapat tabir ( al-hijab) yang menghalangi interaksi dan komunikasinya, sehingga berusaha menghilangkan tabir tersebut. Segala gangguan pada kepribadian, seperti perilaku maksiat dan dosa merupakan tabir yang harus disingkap dengan cara menutup, menghapus dan menghilangkannya. Oleh karena itu, tahapan ini disebut juga tahapan takhalli, yang berarti mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela.56 Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (almujahadah). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian berusaha dengan sungguhsungguh mengisi diri dengan perilaku yang mulia, baik yang dimunculkan dari kepribadian Mukmin, Muslim maupun Muhsin. Tahapan ini disebut juga dengan tahapan tahalli, yaitu upaya mengisi dan menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji.57 Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan olah batin, sebagai berikut: 1) Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan. 55 Ibid. 56 Ibid., h. 389. 57 Ibid. 27 2) Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, supasa selalu dekat kepada Allah. 3) Muhasabah, yaitu introspeksi diri dengan membuat perhitungan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan yang disyaratkan sebelumnya atau tidak. 4) Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam beraktivitas, perilaku buruk individu lebih dominan daripada yang baik. 5) Mujahadah, yaitu berusaha secara sungguh-sungguh menjadi individu yang baik, sehingga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk mainmain, apalagi melakukan perilaku yang buruk. 6) Mu’atabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosa dengan cara berjanji tidak mengulangi perbuatan, dan melakukan perbuatan positif. 7) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah.58 f. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Rentang Kehidupan Fase perkembangan manusia dalam Al-Qur’an terdapat tiga fase besar, yaitu sebelum kehidupan dunia, kehidupan dunia, dan kehidupan setelah mati. Upaya pengembangan kepribadian ini, hanya dipilih fase kehidupan dunia saja. Karena pada fase ini ini ikhtiyar dan usaha manusia dapat dilakukan.59 Pertama, pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum. Asumsi adanya fase ini adalah: 58 59 Ibid., h. 390-393. Ibid., h. 396. 28 1) Dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, seseorang diwajibkan menikah untuk kelestarian keturunan. Kelestarian keturunan ini adalah badian dari pertumbuhan dan perkembangan manusia. 2) Ruh manusia telah diciptakan sebelum jasad tercipta. Ruh yang suci menghendaki tempat yang suci pula. Dalam konteks ini, maka kesucian jasad diperoleh melalui lembaga pernikahan.60 Kedua, fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Upaya-upaya pengembangan kepribadian ini diperankan oleh orang tua yaitu dengan: 1) Memelihara lingkungan psikologis yang amanah, rahmah dan mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara normal. 2) Meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, agar janin mendapat nur hidayah dari Allah.61 Ketiga, fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kurang lebih minggu keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian ini adalah: 1) Membacakan azan dan iqomah di telinga kiri ketika anak baru dilahirkan. 2) Memotong akikah. 3) Member nama yang baik. 4) Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat. 5) Member ASI sampai usia dua tahun.62 Keempat, fase kanak-kanak, yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian inia adalah: 60 Ibid., h. 396-397. Ibid., h. 399-400. 62 Ibid., h. 400-401. 61 29 1) Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis. Yaitu merangsang pertumbuhan berbagai potensi agar anak mampu berkembang secara maksimal. 2) Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri dengan lingkungan dan berperilaku. 3) Pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan dengan keimanan, yaitu melalui metode cerita dan uswah hasanah.63 Kelima, fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Upaya-upaya pengembangan kepribadian adalah: 1) Mengubah persepsi konkret mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dan sebagainya. 2) Pengajaran ajaran-ajaran normative agama melauli institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.64 Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab, terutama tanggung jawab agama dan sosial.65 Upaya-upaya pengembangan kepribadian ini adalah: 1) Memahami perintah Allah dengan memperdalam ilmu pengetahuan. 2) Menyatukan keimanan dan pengetahuannya dalam tingkah laku nyata. 3) Memiliki kesediaan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. 4) Menjaga diri dari segala maksiat dan mengisi dengan perbuatan baik. 5) Menikan jika telah mampu, baik kemampuan fisik maupun psikis. 63 Ibid., h. 401 Ibid., h. 402. 65 Ibid., h. 403. 64 30 6) Membina keluarga yang sakinah. 7) Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat.66 Ketujuh, fase syuyukh, yaitu kearifan dan kebijakan di mana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Upaya-upaya perkembangan kepribadia di fase ini adalah: 1) Penyatuan sifat-sifat rasul yang agung. 2) Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal saleh. 3) Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah. 4) Mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjelang kematian.67 Kedelapan, fase menjelang kematian. Yaitu di mana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah: 1) Berwasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang harus diselesaikan. 2) Tidak mengingat apapun, selain berzikir kepada Allah. 3) Mendengarkan secara seksama talqin yang dibacakan oleh keluarganya kemudian menirukannya.68 B. Hasil Penelitian yang Relevan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah menemukan beberapa kajian yang relevan yaitu hasil penulis sebelumnya. Kajian yang relevan tersebut diantaranya adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir yang berjudul “Nilai-nilai Motivasi Belajar yang Terkandung dalam Kisah Nabi Musa dan Khidir (Kajian Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82). Metode yang 66 Ibid., h. 405. Ibid., h. 406. 68 Ibid., h. 407-408. 67 31 digunakan adalah tahlili dan hasil penelitian nilai-nilai motivasi belajar yang terkandung dalam kisah Nabi Musa dan Khidir surat al-Kahfi ayat 60-82 meliputi: pertama, adanya motivasi belajar Nabi Musa kepada Khidir. Kedua, terdapat peran kompetensi profesional guru terhadap motivasi belajar siswa. Ketiga, metode pemberian hukuman sebagai alat meningkatkan motivasi belajar. Keempat, adanya fungsi evaluasi belajar terhadap peningkatan motivasi belajar siswa. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syaikhu (2010) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Telaah Kisah Musa dan Khidir dalam QS. Al-Kahfi ayat 60-82)” menunjukkan bahwa dalam kisah Musa dan Khidir terkandung proses pembelajaran yaitu sumber ilmu dan motivasi mencari ilmu, mencari guru yang berkualitas, strategi pembelajaran Musa dan Khidir, proses pembelajaran Musa dan Khidir, serta evaluasi pembelajaran Khidir kepada Musa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim (2013) yang berjudul “Metode Pendidikan Keimanan, Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah ayat 57-74” menunjukan bahwa surah Al-Waqi’ah ayat 57-74 terkandung metode pendidikan keimanan yaitu metode Amtsal. Dari beberapa kajian yang relevan di atas, penulis memiliki perbedaan dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut: a. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir yang berjudul “Nilai-nilai Motivasi Belajar yang Terkandung dalam Kisah Nabi Musa dan Khidir (Kajian Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82). Perbedaan penulis dengan pnelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir adalah penulis lebih mengkaji mengenai pengembangan integritas kepribadian pada anak. Selain itu metode yang digunakan penulis adalah metode tafsir maudhui, sedangkan penelitiansebelumnya menggunakan metode tafsir talhili. b. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syaikhu yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Telaah Kisah Musa dan Khidir dalam QS. 32 Al-Kahfi ayat 60-82)”. Perbedaan penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syaikhu adalah penulis mengkaji mengenai metode yang diterapkan dalam proses pembelajarannya tersebut, sehingga dapat mengembangkan integritas kepribadian anak. c. Penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim yang berjudul “Metode Pendidikan Keimanan, Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah ayat 57-74”. Perbedaan penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim adalah mengenai kajian Al-Qur’an tersebut. Penulis mendalami kajian tafsir surat AlKahfi ayat 60-82, sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji tafsir surat AWaqi’ah ayat 57-74. Selain itu penulis memfokuskan penelitian lebih kepada pengembangan integritas kepribadian anak. BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah metode pendidikan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Sedangkan waktu penelitian dilakukan semester IX (Sembilan) tahun 2013 selama 5 bulan. Terhitung dari bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2013. B. Metode Penulisan Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian tersebut bertujuan untuk memahami fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Dalam bukunya Nana Syaodih dijelaskan bahwa metode penelitian kualitatif adalah “Suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok”.1 Menurut Sugiyono Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.2 1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. VIII, h. 60. 2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. XVII, h. 15. 33 34 C. Fokus Penelitian Berdasarkan judul, maka penulis memfokuskan kajian pada metode pendidikan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Dalam pembahasan ini penulis lebih fokus meneliti terhadap empat macam metode yaitu metode inquiry learning, metode uswah hasanah, metode nasihat dan metode hukuman. D. Prosedur Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah library research atau penulisan berdasarkan literatur (studi kepustakaan). Menurut Mestika Zed, library research atau sering disebut studi pustaka adalah “Serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian”.3 Dengan demikian penelitian dilakukan melalui hasil studi terhadap beberapa bahan pustaka yang relevan mengenai pembahasan, baik itu bersumber dari kitab-kitab klasik berupa kitab-kitab tafsir Mu’tabar didukung oleh buku-buku pendidikannya. Sedangkan mengenai metode pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu: 1. Pengumpulan Data Dikarenakan jenis penelitian yang dilakukan adalah library research, maka penulis mengumpulkan data dari buku-buku yang berkaitan dengan judul. Di antara buku-buku yang menjadi rujukan utama dalam penelitian ini adalah: a. Terjemah Tafsir al-Maraghi. b. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. c. Terjemah Tafsir Al-Kahfi. d. Terjemahan Tafsir Ath-Thabari. e. Terjemahan Tafsir Adhwa’ul Bayan. 3 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Cet. II, h. 3. 35 f. Kisah-kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu. g. Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Interitas Membangun Jati Diri. h. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-resep Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati. 2. Analisis Data Dalam proses analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Adapun metode tafsir yang digunakan adalah metode tafsir maudhu’i. M. Alfatih Suryadilaga mengatakan bahwa “Metode tafsir maudhu’i disebut dengan metode tematik, karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam AlQur’an”.4 Hal pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan tafsiran surat Al-Kahfi ayat 60-82. Kemudian mengutip tafsiran para mufassir. Setelah selesai, penulis menganalisis materi yang akan dibahas. Selanjutnya penulis memberi tanggapan terhadap hasil penelitian. 3. Penarikan kesimpulan Setelah dilakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diperoleh dan diorganisir yang selanjutnya dinarasikan untuk diambil kesimpulan. 4 M. Alfatih Suryadilaga dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), Cet. I, h. 47. BAB IV KAJIAN AL-QUR’AN SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82 SEBAGAI PENGEMBANGAN INTEGRITAS KEPRIBADIAN ANAK A. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 Kelompok ayat-ayat ini menguraikan kisah yang menyangkut Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir as. salah seorang hamba Allah yang saleh. Banyak hal yang tidak disebut dalam kumpulan ayat-ayat ini yang tidak jelas diuraikan. Misalnya siapa hamba Allah yang saleh itu, di mana pertemuan mereka dan kapan terjadinya. Kendati demikian banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat ini. 1. Ayat dan Terjemahnya 36 37 Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan bertahun-tahun”. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan 38 dua buah lau itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatala Musa kepada muridnya, “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. Muridnya menjawab, “tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannyakecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”. Musa berkata, “itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”. Musa berkata, “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun”. Dia berkata, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”. Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu Khidir melubanginya. Musa berkata, “Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar”. Dia (Khidr) berkata, “Bukankah aku telah berkata, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”. Musa berkata, “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidr membununya. Musa berkata, “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidr berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”. Musa berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hamper roboh, maka Khidr menegakkan dinding itu. Musa berkata, “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Kidr berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di 39 hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya da harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat sabar terhadapnya”. 2. Pengertian Secara Umum Setelah Allah menceritakan kisah orang-orang musyrik yang membanggakan harta yang banyak, dan pembantu yang banyak, terhadap orang mukmin yang kafir, dan enggan menghadiri majelis Rasulullah supaya tidak duduk bersama orang-orang yang melarat di satu tempat, dan supaya mereka tidak terganggu dengan pemandangan yang buruk serta bau mereka yang tidak sedap, maka dilanjutkan dengan menceritakan kisah Nabi Musa bersama Nabi Khidir supaya dengan kisah ini menjadi jelas bahwa sekalipun Musa adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah kepada Bani Israil sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, namun dia diperintahkan supaya menemui Khidir untuk belajar hal-hal yang tidak diketahui. Ini merupakan dalil bahwa tawadlu‟ adalah lebih baik daripada takabbur.1 Al-Bukhari meriwayatkan sebuah riwayat, yang ringkasnya: Bahwa Nabi Musa as. berkhutbah di tengah-tengah Bani Israil. Lalu, beliau ditanya “Siapakah orang yang paling berilmua?”.Musa menjawab, “Saya”. Dengan jawaban itu Musa mendapatkan kecaman dari teman-temannya, karena tidak mengembalikan ilmu kepada AllahTa‟ala. Kemudian, Allah menurunkan wahyu kepadanya; agar Musa menemui Khidir, dan membawa ikan dalam sebuah keranjang. Lalu di mana ikan itu hilang, maka di situ Khidir berada. 1 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Ter. Tafsir al-Maraghi olehBahrun Abu Bakar, dkk., Juz XVI, (Semarang:Toha Putra, 1993), Cet. II, h. 347. 40 Perintah Allah itu dilaksanakan oleh Nabi Musa, dan berjalanlah Musa bersama muridnya, Yusa bin Nun. sehingga, ketika mereka sampai pada sebuah batu besar, maka tidurlah mereka di sana, sementara ikan itu bergerakgerak, lalu jatuh ke laut. Maka, ikan itupun menempuh sebuah liang ke laut sebagai jalannya. Maksudnya, air mengalir membentuk sebuah lengkungan di atas ikan, dan ikan itupun lari. Ketika Musa dan muridnya telah melampaui tempat yang dituju di sekitar pertemuan antara dua laut, dan terus berjalan pada sisa hari itu sampai malam, Musa merasakan lapar dan teringat akan ikan bawaannya. Musa meminta makan kepada muridnya.Muridnya berkata, “Sesungguhnya aku lupa ikan itu”. Kemudian, muridnya menceritakan pengalaman di batu besar itu, lalu mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka yang telah dilalui, sehingga mereka sampai ke batu besar tadi dan di sana mereka bertemu dengan Khidir yang berpakaian serba putih. Adapun cerita berikutnya mengenai kedua hamba Allah itu, yang akan terlihat dari sejak masalah kapal, anak kecil, sampai dengan masalah dinding.2 Setelah menyajikan perkara-perkara yang dilihat oleh Nabi Musa as. ketika menyertai Nabi Khidir, dan penentangan yang berkali-kali dilakukan oleh Nabi Musa, padahal Nabi Khidir telah memberitahukan bahwa dia tidak akan bersabar bersamanya, sehingga balasannya adalah Nabi Khidir memisahkannya dan tidak dapat menyertainya lagi. Ayat-ayat berikutnya Allah menafsirkan problema yang dihadapi oleh Nabi Musa, yaitu perkara yang secara lahir merupakan kemungkaran, padahal Allah memberikan hikmah batin kepada Nabi Khidir, karena para Nabi menetapkan hukum hanya berdasarkan fakta lahir saja. Sementara hukum orang alim ini (Khidir) didasarkan atas sebab-sebab hakiki yang terjadi pada perkara itu sendiri. Hukum- hukum ini hanya diberikan oleh Allah hanya kepada sebagian hambaNya yang khusus.3 Kaitannya dengan ayat ini, bahwa Nabi Khidir sebagai salah satu hambaNya yang khusus, menghukumi tiga kejadian yang terjadi berdasarkan atas 2 Ibid., h. 348. Ibid., h. 8-9. 3 41 sebab-sebab hakiki yang terjadi pada perkara itu sendiri.Yaitu hukum, “Jika dua bahaya saling bertentangan, maka yang terendah wajib didahulukan”. Apabila bahtera itu tidak dicacati dengan dilobangi, niscaya ia akan dirampas oleh raja zalim, dan manfaatnya akan hilang sama sekali. Apabila anak muda itu tidak dibunuh, niscaya hidupnya akan merusak kedua orang tuanya dalam agama dan dunianya, dan kesulitan dalam mendirikan dinding lebih kecil bahayanya dari pada robohnya dinding itu, karena dengan robohnya akan hilang harta anak-anak yatim itu. 3. Tafsir Ayat Ayat 60-61 Diceritakanlah ketika Musa bin Imran berkata kepada muridnya, Yusa‟: Aku akan tetap berjalan sampai aku mencapai tempat pertemuan antara dua laut, atau aku berjalan sampai bertahun-tahun. Adapun sebab perkataan seperti itu, adalah karena Allah telah mewahyukan kepada Musa, bahwa ada salah seorang hamba Allah yang mempunyai ilmu, tinggal di tempat pertemuan antara dua laut, yang belum Musa ketahui, sehingga Musa ingin pergi menemuinya. Kesimpulannya bahwa, Allah memberitahukan kepada Musa tentang hamba Allah yang mempunyai ilmu, tetapi Allah tidak memberitahukan kepada Musa tempat tinggalnya secara pasti. Maka Musa berkata: Aku akan tetap berjalan hingga menemui tempat pertemuan antara dua laut itu, atau aku akan meneruskan perjalanan dalam masa yang lama sampai aku menemuinya.4 4 Ibid., h. 349 42 Maka berangkatlah Musa dan Yusa‟, dan tatkala keduanya sampai di tempat pertemuan antara dua laut, maka keduanya lupa akan ikan mereka. Sehingga ikan itu kembali ke laut, dan air laut itu menjadi sebuah jembatan yang menaungi ikan tersebut. Dengan demikian, ikan tersebut menemukan jalan, sedangkan Musa dan muridnya terheran-heran. Musa telah menugaskan Yusa‟ untuk memberitahukan kepadanya tempat di mana ikan itu menghilang. Namun, ketika Musa bangun dari tidurnya, ternyata Yusa‟ lupa untuk memberitahukan tentang ikan itu.5 Menurut Quraish Shihab, ulama memiliki pendapat berbeda tentang makna (ح ْوتَهُ مَا ُ سيَا ِ َ )نlupa ikan mereka. Ada yang berpendapat bahwa Yusa‟ lupa membawanya setelah mereka beristirahat di suatu tempat, dan Musa sendiri lupa mengingatkannya. Ada juga yang berpendapat bahwa Yusa‟ itu lupa memnceritakan tentang ikan yang dilihatnya itu mencebur ke laut. Kata ( )سَ َربَاterambil dari kata (َ )سَرَبyang pada mulanya berarti lubang atau jurang yang sangat dalam di bawah tanah. Ada yang memahaminya bahwa ikan itu menghilang sebagaimana seorang pejalan yang masuk ke jurang atau lubang terowongan sehingga tidak dapat terlihat lagi. Ada juga yang memahami bahwa air di mana ikan itu berjalan terbelah sehingga membuat semacam terowongan, lalu Nabi Musa mengikuti jalan itu dan bertemu dengan hamba Allah yang dicarinya di tengah suatu pulau di laut itu. 6 Ayat 62-64 5 6 Ibid., h. 350. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. II, h. 91. 43 Syaikh Ustaimin menafsirkan lafaz („ )فَلَّمَب جَبوَشَاketika mereka berdua (Nabi Musa dan Yusa‟) („ )جَبوَشَاtelah melampaui tempat tersebut, Nabi Musa berkata kepada Yusa‟: “Bawalah kemari makanan kita”. Pada waktu itu adalah makan siang. Lafaz ( „ )نَصَبَبtelah‟ („ )مِنْ سَفَسِنَب هَرَاkarena perjalanan kita ini‟ yaitu dari tempat mereka tidur yaitu di samping batu besar, bukan dari awal perjalanan. Oleh karena itu Nabi Musa meminta makan siang. Dikutip Syaikh Utsaimin, bahwa para ulama mengatakan hal ini di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka berdua telah berjalan jauh, tetapi mereka belum merasakan lelah. Namun, ketika telah sampai di tempat Nabi Khidir mereka cepat merasa lelah. Hikmahnya adalah agar Nabi Musa dan yusa‟ tidak melanjutkan perjalanannya itu.7 Abu Ja‟far Ath-Thabari menjelaskan bahwa ayat ini, Allah Ta‟ala berfirman: Ketika Nabi Musa mengatakan kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita”, muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu,” di sana “Dan tidakladalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syetan”. Dikutip Abu Ja‟far Ath-Thabari, Muhammad bin Amr mengatakan bahwa mengenai firman Allah (جبَا َ َ“ )فِى ا ْلبَحْرِ عKe laut dengan cara yang aneh sekali”, yaitu Nabi Musa merasa heran dengan bekas jalan dan lingkaran yang dibuat oleh ikan itu, kemudian Nabi Musa bertemu dengan Nabi Khidir.8 7 Syaikh Utsaimin, Tafsir Al-Kahfi. Penerjemah: Abu Abdirrahman bin Thayyib, Editor: Abdul Basith, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2005), Cet. I, h. 209. 8 Abu Ja‟far Muhammad bin Ath-Thabari, Terjemahan Tafsir Ath-Thabari, penerjemah: Ahsan Askan dan Khairul Anam, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Cet. I, h. 257-258. 44 Al-Maraghi menafsirkan bahwa, lafaz ( ِ )قَالَ ذَ ِلكَ مَا ُكّنَا َنبْغMusa berkata: “Apa yang terjadi pada ikan yang telah kamu sebutkan itulah yang kita cari. Kaena hal itu adalah pertanda bahwa kita akan memperoleh apa yang kita tuju sebenarnya”. Lafaz ( )فَا ْر َتّدَا عَلَى اثَارِهَمَا قَصَصًاmaka Nabi Musa dan Yusa‟ kembali menempuh jalan yang dilaluinya dengan mengikuti jejak jejak sebelumnya. Sehingga keduanya sampai ke tempat batu besar tersebut.9 Ayat 65 Menurut Quraish Shihab, banyak ulama yang berpendapat bahwa hamba Allah yang dimaksud di sini adalah salah seorang Nabi yang bernama al-khidhr. Tetapi riwayat tentang beliau sangat beragam. Namun, menurutnya dalam sekian banyak buku tafsir, kata al-khidhr bermakna hijau. Dikutip Quraish shihab, Nabi SAW. bersabda bahwa penamaan itu disebabkan karena suatu ketika ia duduk di bulu yang berwarna putih, tibatiba warnanya berubah menjadi hijau. Penamaan serta warna itu sebagai symbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa itu. Selain itu ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Nabi Khidir dianugerahi rahmat dan ilmu. Penganugerahan rahmat di lukiskan dengan kata (ع ّْن ِّدنَا ِ ْ) ِمن, sedang penganugerahan ilmu dengan kata () ِمنْ َلّدُنَا, yang keduanya memiliki makna dari sisi kami.10 Menurut penafsiran syaikh Asy-Syanqithi, bahwa ungkapan rahmat itu diulang-ulang di dalam Al-Qur‟an yang disandingkan dengan kenabian. 9 Al-Maraghi, op. cit., h. 351. Shihab, op. cit., h. 94-95. 10 45 Demikian pula dengan ilmu yang diberikan Allah, diungkapkan secara berulang-ulang yang disandingkan dengan ilmu wahyu.11 Ayat 66-68 Pada lafaz (َهلْ أَجَ ِبعُل َ “ )قَبلَ لَهُ مُ ْىسَىNabi Musa berkata kepada Nabi Khidir: bolehkan aku mengikutimu?”. Menurut syaikh Utsaimin, ini adalah suatu ekspresi yang lemah lembut dan sopan santun serta merendah diri. Nabi Musa bersikap dan beradab sangat baik kepada Nabi Khidir, meskipun beliau sebenarnya lebih afdhal dari pada Nabi Khidir, dan Nabi Musa juga lebih memiliki kedudukan di sisi Allah. Meskipun demikian, Nabi Musa bersikap sopan dan santun kepada Nabi Khidir karena beliau ingin menuntut ilmu yang belum diketahuinya kepada Nabi Khidir. Di dalam kisah ini terdapat peringatan penting bagi para penuntut ilmu, yaitu agar memiliki sopan dan santun kepada gurunya. Selain itu Nabi Musa menjelaskan bahwa beliau ingin mengikuti Nabi Khidir bukanlah untuk menumpang makan dan minum, tetapi supaya Nabi Khidir mau mengajarkan ilmu yang benar yang belum diketahuinya.12 Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa : “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku”. Al-Maraghi menafsirkan bahwa, alasan Nabi Khidir berkata demikian, karena sesungguhnya Nabi Khidir memiliki ilmu dari Allah, yang telah diajarkan kepadanya dan tidak diketahui oleh Nabi Khidir. 11 Syaikh Asy-Syanqithi, Terjemahan Tafsir Adhwa’ul Bayan, penerjemah: Fakhrurazi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. I, h. 301. 12 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 217. 46 Begitu pula dengan Nabi Musa, Allah telah mengajarkan ilmu kepadanya yang belum Nabi Khidir ketahui. Kemudian Nabi Khidir menunjukkan alas an bagi Musa takkan mampu bersabar.13 Menurut penafsiran Quraish Shihab, ucapan Nabi Khidir “Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”, hal ini merupakan pemberitahuan kepada Nabi Musa dengan menunjukkan secara dini tentang pengetahuan Nabi Khidir itu menyangkut peristiwa-peristiwa yang akan datang yang merupakan keistimewaan yang diajarkan Allah kepadanya. Selain itu ucapan Nabi Khidir memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan member tahu kesulitankesulitan yang mengarahkannya akan dihadapi dalam menuntut untuk tidak mempelajari ilmu, bahkan sesuatu jika pendidik mengetahui bahwa potensi yang dimiliki anak didiknya tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya.14 Ayat 69-70 Dalam ayat ini Musa berkata: Insya Allah akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpu. Menurut syaikh Utsaimin, hal ini diucapkan oleh Nabi Musa karena itulah yang ada dalam dirinya saat itu, bahwa dia akan bisa 13 14 Al-Maraghi, op. cit., h. 353. Shihab, op. cit., h. 99. 47 bersabar dan juga mengiringi ucapannya dengan Insya Allah agar tidak ada perasaan ujub dan sombong.15 Menurut Abu Ja‟far Muhammad bin Ath-Thabari, ayat ini menjelaskan Nabi Musa akan sabar terhadap apa yang beliau lihat, meskipun tidak sesuai dengan kebenaran yang beliau ketahui. Kemudian Nabi Musa akan mengikuti apa yang Nabi Khidir perintahkan kepadanya, meskipun tidak sesuai dengan keinginannya.16 Al-Maraghi menafsirkan, pada ayat ini Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa: Bila kamu berjalan bersamaku, janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu yang tidak kamu setujui terhadapku. Sampai aku terangkan kepadamu segi kebenarannya. Sesungguhnya aku takkan melakukan sesuatu kecuali yang benar dan di bolehkan, sekalipun dalam penglihatan itu suatu yang munkar. Kemudian syarat dari Nabi Khidir itu diterima oleh Nabi Musa.17 Ayat 71-73 Ayat ini menjelaskan tentang Nabi Khidir melubangi perahu yang dinaikinya. Syaikh Utsaimin menafsirkan lafaz (طلَقَب َ “ )فَ ْنMaka berjalanlah keduanya” ( ِزمِبَب فِيْ الّسَفِيْنَة َ “ )حَحَى اِذَاHingga tatkala keduanya naik perahu”. Dalam ayat ini Yusha‟ tidak disebutkan keikutsertaannya ketika 15 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 221. Abu Ja‟far Ath-Thabari, op. cit., h. 285-286. 17 Al-Maraghi, op. cit., h. 355. 16 48 menaiki perahu. Lafaz (زمِبَب فِيْ الّسَفِيْنَة َ )حَحَى اِذَاketika perahu lewat dan mereka berada di tepi laut mereka menaikinya. (خسَ َقهَب َ ) kemudian Khidir melubanginya yang air laut bisa masuk ke dalamnya. Maka Nabi Musa berkata: “Maengapa engkau melubangi perahu itu yang mengakibatkan penumpangnya tenggelam?”. Ini adalah bentuk pengingkaran Nabi Musa terhadap Nabi Khidir, pdahal Nabi Musa telah berjanji dengan mengatakan “Insya Allah kamu akan mendapatiku sebagai seorang yang sabar”, tetapi Nabi Musa tidak bersabar, karena masalahnya berbahaya. Sebuah perahu di lautan di lubangi, yang dapat mengakibatkan tenggelam.18 Quraish Shihab menjelaskan, pada ayat 72 bahwa hamba yang saleh mengingatkan Nabi Musa as. akan syarat yang telah mereka sepakati, dan berkata: “Bukankah aku telah berkata, „Sesungguhnya engkau hai Musa sekali-kali tidak akan mampu sabar ikut dalam perjalanan bersamaku‟?19 Menurut syaikh Utsaimin, hal yang menyebabkan Nabi Musa lupa akan janjinya (untuk tidak mengingkanri perbuatan Nabi Khidir) adalah bahaya yang sedang mengancam dan membuatnya goncang yaitu Nabi Musa berpikir bahwa perahu tersebut akan tenggelam sedangkan beliau sedang berada di dalamnya. Ini adalah sebagai penjelas bahwa seseorang akan lupa dengan sebab dahsyatnya peristiwa yang ada di benaknya.20 18 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 225-226. Shihab, op. cit., h. 102. 20 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 229-230. 19 49 Ayat 74-75 Pada ayat 74 dijelaskan bahwa Musa terkejut dan terheran-heran ketika Khidir membunuh seorang anak laki-laki. Al-Maraghi menjelaskan, lafaz ( المًب َغ ُ )فَنْ َحلَقَب حَحَى اِذَا لَقِيَبsetelah Khidir dan Musa turun dari perahu dalam keadaan selamat, maka mereka meneruskan perjalanannya. Lalu Khidir melihat seorang anak laki-laki yang sedang bermain bersama teman-temannya, lalu dibunuh. Lafaz ( “ )قَبلَ اَقَ َحلْثَ نَ ْفّسًبMusa berkata kepada Khidir: Apakah kamu membunuh dia yang bersih dari dosa tanpa alas an, atau dia pernah membunuh suatu jiwa yang diharamkan. Lafaz ( )لَقَدْ جِئْثَ شَيْئًبsesungguhnya, kamu telah melakukan sesuatu yang tidak disetujui oleh akal siapapun dan dibenci oleh perasaan siapapun.21 Pada adat 75, Abu Ja‟far Ath-Thabari menafsirkan lafaz ( َقَبلَ َألَمْ أَقُب َاكَ اِنَل “ )لَنْ َجّسْحَطِيْعَ صَ ْبسَاKhidir berkata: „Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku‟?”. “Maksudnya adalah terhadap apa yang kamu lihat dari perbuatanku, yang kamu tidak memiliki ilmu tentang hal tersebut”.22 21 Al-Marahgi, op. cit., h. 355. Abu Ja‟far Ath-Thabari, op. cit., h. 297. 22 50 Ayat 76-77 Menurut Quraish Shihab, Nabi Musa sadar bahwa dia telah maelakukan dua kali kesalahan, tetapi tekadnya yang kuat untuk meraih ma’rifat mendorongnya untuk memohon agar diberi kesempatan terakhir. Oleh karena itu Nabi Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah ini, maka janganlah engkau menjadikan aku temanmu. Nabi Musa rela, tidak berkecil hati dan dapat mengerti apabila kita berpisah. “Sesungguhnya engkau telah mencapai batas yang sangat wajar dalam memberikan uzur padaku, maksudnya karena Nabi Musa telah dua kali melanggar perjanjian, dan dua kali pula Nabi Khidir memaafkannya.23 Pada ayat 77, Syaikh Asy-Syanqithi menafsirkan bahawa lafaz (َ )فَىَجَدَافِ ْيهَب جِدَازًا يُسيْدُ أَنْ يَنْقَّضَ فَأَقَبمَهterdapat majas, karena menegakkan didnding yang telah roboh merupakan perbuatan yang tidak mungkin dapat dilakukan. Padahal ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an telah menunjukkan bahwa tidak ada penghalang untuk menegakkan kembali dinding yang telah roboh, sebab Allah Maha mengetahui benda-benda mati, baik berupa perkataan maupun perbuatan.24 Selanjutnya sebagaimana penafsiran Al-Maraghi, lafaz ( َىشِئْثَ لَحَخَرَت ْ َقَبلَ ل جسًا ْ َعلَيْهِ أ َ ) Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Maksudnya yaitu ingin memberikan dorongan kepada Khidir agar 23 24 Shihab, op. cit., 105. Asy-Syanqithi, op. cit., h. 336. 51 mengambil upah dari perbuatannya itu, supaya dapat digunakan untuk membeli makanan, minuman, dan kepentingan hidup lainnya.25 Ayat 78-79 Quraish Shihab mengatakan, setelah tiga kali Musa as.melakukan pelanggaran, kini cukup sudah alasan bagi hamba Allah ini untuk menyatakan perpisahan. Karena itu dia berkata, “Inilah” masa atau pelanggaran yang menjadikan perpisahan antara aku denganmu wahai Musa, apalagi engkau sendiri telah menyatakan kesediaanmu kutinggal jika engkau melanggar sekali lagi.26 Selanjutnya penafsiran syaikh Utsaimin, menjelaskan bahwa Nabi Khidir berkata: Aku akan memberitahukan kepadamu ( sebentar lagi ) sebelum kita berpisah. Yaitu tentang tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar menghadapinya.27 Menurut penafsirannya, Al-Maraghi menjelaskan bahwa Nabi Khidir mnerangkan kepada Nabi Musa, mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi terjadi. Adapun perahu yang ditumpangi adalah milik orang miskin dan lemah. Perahu itu mereka gunakan untuk mencari nafkah. Maka, dengan apa yang Nabi Khidir perbuat, beliau bermaksud menolong mereka dari apa yang 25 Al-Maraghi, op. cit. h. 5. Shihab, op. cit., h. 106-17. 27 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 241. 26 52 mereka takuti, yaitu seorang raja yang zalim yang kebiasaannya merampas perahu-perahu yang layak pakai.28 Menurut Quraish Shihab, Nabi Khidir seakan-akan melanjutkan perkataannya, “Dengan demikian apa yang kubocorkan itu bukanlah bertujuan menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menyelamatkan hak-hak orang miskin.29 Ayat 80-81 Abu Ja‟far Muhammad Ath-Thabari menafsirkan, bahwa Allah Ta‟ala berfirman: Anak muda tersebut adalah kafir, sedangkan kedua orang tuanya mukmin. Tahu bahwa dia akan mendorong orang tuanya untuk kafir dan menjadikan keduanya takabur dan kafir.30 Menurut syaikh Utsaimin, bapak dan ibu dari anak kecil itu adalah seorang mukmin. Sedang dia adalah kafir. Maka dikhawatirkan anak tersebut akan menyeret kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Karena rasa cinta yang berlebihan terhadap anaknya, terkadang anak dapat mempengaruhi orang tua.31 Dalam Tafsir Al-Maraghi di jelaskan bahwa, orang alim (Nabi Khidir) berkata: Kami menghendaki agar Allah member rezeki kepada kedua orang tua anak tersebut seorang anak yang lebih baik agama dan kesalehannya, disbanding anak yang dibunuh ini serta lebih menyayangi kepada orang tuanya itu.32 28 Al-Maraghi, op. cit., h. 10. Shihab, op. cit., h. 107. 30 Abu Ja‟far Ath-thabari, op. cit., h. 315. 31 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 245. 32 Al-Maraghi, op. cit., h. 11. 29 53 Ayat 82 Pada ayat 82, Quraish Shihab menafsirkan, bahwa peristiwa terakhir dijelaskan oleh Nabi Khidir dengan menyatakan, “Adapun dinding rumah yang aku tegakkan tanpa mengambil upah itu, ia adalah dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat harta simpanan orang tua mereka untuk mereka berdua. Bila Allah menghendaki supaya kita menjaganya supaya kedua anak yatim itu, setelah dewasa dapat memanfaatkan harta tersebut. Nabi Khidir berkata, apa yang aku lakukan adalah sebagai rahmat terhadap kedua yatim itu dari Allah SWT. selanjutnya Nabi Khidir berkata, Dan bukanlah keinginanku sendiri untuk melakukannya yakni perbuatanku sejak pembocoran perahu, sampai penegakkan tembok. Tetapi semua adalah atas perintah Allah SWT berkat ilmu yang diajarkan-Nya kepadaku. Ilmu itu aku peroleh semata-mata anugerah-Nya. Demikian itu penjelasan mengenai peristiwa-peristiwa yang engkau tidak dapat bersabar menghadap[inya. 33 4. Hikmah Surat Al-Kahfi ayat 60-82 Ahmad Musthafa Al-Maraghi mengatakan bahwa penyebutan kisa Musa dan Khidir mengandung beberapa hikmah, yaitu: a. Hendaknya seseorang tidak merasa bangga dengan ilmunya, dan hendaknya tidak tergesa-gesa mengingkari apa yang dianggapnya tidak baik, karena barangkali disitu terdapat rahasia yang belum dia ketahui. b. Terdapat pendidikan untuk Nabi Allah agar tidak segera meminta mendatangkan hukuman kepada orang-orang musyrik yang mendustainya, serta memperolok dirinya dan kitab Allah. Karena, 33 Shihab, op. cit., h. 109. 54 perbuatan mereka itu akan membawa kepada kebinaan dan kemusnahan di dunia, bahkan di akhiran akan menerima kenistaan dan azab yang kekal. c. Apa yang terjadi dalam kisah ini berjalan setiap hari di dalam kehidupan ini. Tidaklah berpendapat, bahwa pembunuhan anak yang tidak berdosa menyerupai penyakit ta‟un yang membinasakan umat dengan cara mengerikan, dan binatang yang dimakan bianatang buas atau dimakan manusia. Sebaiknya manusia merenungi hikmah semua itu, tentu mereka mengetahui bahwa andai saja mereka hidup beratesratus tahun lamanya dan tidak ada yang mati, maka bumi ini akan terasa sempit oleh mereka. d. Pelobangan kapal milik orang miskin menyerupai kematian sapi milik seorang petani miskin, hal ini terjadi tidak lain karena hikmah-hikmah yang hanya diketahui oleh Allah. Di antara hikmah itu, kadang orang kafir, ketika mati, keluar dari alam ini dengan perasaan ringan, tidak disedihkan oleh apapun. Sedang orang kaya, jika tidak mendidik dirinya, ruhnya akan selalu tertarik kepada alam dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya, sehingga ia ketika mati dia dalam keadaan merugi. e. Penyebutan dan penegakkan dinding mengisyaratkan bahwa setiap orang yang kita lihat secara lahir tidak patut mendapat hikmah, sesungguhnya telah diliputi oleh nikmat. Maka, penduduk negeri yang berperangai keji dan kikir tidak patut untuk mendapatkan penghormatan.34 B. Metode Pendidikan yang terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 Dari berbagai aspek dalam Al-Qur‟an surat Al-Kahfi ayat 60-82, hasil penelitian yang penulis temukan tentang metode yang terkandung dalam Al- 34 Al-Maraghi, op., cit, h. 13. 55 Qur‟an surat Al-Kahfi ayat 60-82, maka penulis menemukan beberapa metode sebagai pengembangan integritas kepribadian anak sebagai berikut: 1. Metode Inquiry Learning Menurut Shalah al-Khalidy semua tindakan Khidir seolah-olah mengajak kita agar kita mempertajam pandangan kita dalam meneliti berbagai fenomena, bentuk, peristiwa, dan perubahan yang terjadi di sekitar kita.35 Khidir menyampaikan kepada Musa bahwa ia akan melihat berbagai peristiwa dan kejadian yang mengherankan, ia mungkin melihatnya sebagai kebatilan atau kemungkaran berdasarkan kejadian lahirnya, tetapi ia tidak boleh menentang dan menanyakannya.36 Sigit Mangun Wardoyo mengatakan, “Metode inquiri learningmerupakan salah satu metode yang didasarkan pada konsep pembelajaran konstruktivisme. Berdasarkan pada perkembangan kognitif organisme, pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa pembelajar membangun pemahamannya dengan pengalaman yang dimilikinya yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan di luarnya”.37 Selain itu, metode inquiri learning diartikan sebagai perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, yang diawali dengan pengamatan dari pertanyaan yang muncul. Di dalam pembelajaran berdasarkan inquiry, siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis saat mereka berdiskusi dan menganalisis bukti, mengevaluasi ide dan proposisi, merefleksi validitas data, memproses, membuat kesimpulan, kemudian menentukan bagaimana mempresentasikan dan menjelaskan penemuannya, dan menghubungkan ideide atau teori untuk mendapatkan konsep sebagaimana yang dikemukakan oleh Daryanto dan Suryatri.38 35 Shalah A. Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an; Pelajaran Orang-orang Dahulu, Penerjemah: Setiawan Budi Utomo, Editor; Dendi Irfan, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Cet. I, h. 204. 36 Ibid., h. 190. 37 Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Konstruktivisme, (Bangung: Alfabeta, 2013), h. 6465. 38 Daryanto, dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2013), Cet. I, h. 185. 56 Menurut penulis, metode inqury ini sangat baik untuk diterapkan dalam pembelajaran, karena anak didik diberi kesempatan untuk berpikir tanpa adanya batasan dari gurunya, maka dengan demikian anak didik akan lebih mandiri,berpikir kritis, mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya dan lebih memahami materi yang sedang dipelajari. Namun demikan, seorang guru harus tetap mengontrol bagaimana pola pikir dari anak didik, yaitu dengan menjelaskan materi yang terkait di akhir pelajaran, serta meluruskan pemikiran para anak didik yang melenceng atau tidak sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Dalam hal ini, metode inqury learning dapat dilihat dari beberapa peristiwa yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 71, 73 dan 77.Peristiwaperistiwa di mana Nabi Musa berperan aktif dalam psoses pembelajaran tersebut adalah: a. Pada ayat 71 menjelaskan bahwa Khidir melubangi perahu yang dinaikinya. Syaikh Utsaimin menafsirkan lafaz (طلَقَب َ “ )فَ ْنMaka berjalanlah keduanya” ( ِزمِبَب فِيْ الّسَفِيْنَة َ “ )حَحَى اِذَاHingga tatkala keduanya naik perahu”. Dalam ayat ini Yusha‟ tidak disebutkan keikutsertaannya ketika menaiki perahu. Lafaz (زمِبَب فِيْ الّسَفِيْنَة َ )حَحَى اِذَا ketika perahu lewat dan mereka berada di tepi laut mereka menaikinya. (خسَ َقهَب َ ) kemudian Khidir melubanginya dan air laut bisa masuk ke dalamnya.39 Kemudian Musa menolak dalam hatinya karena menurutnya perbuatan Khidir telah bertentangan dengan syariat.Lantas Musa lupa akan janjinya kepada Khidir dan membantahnya. Dikemukakan oleh Quraish dalam tfasir Al-Mishbah, bahwa sesungguhnya Khidir telah melindungi orang miskin yang memiliki perahu tersebut serta menyelamatkan seluruh penumpangnya dari raja yang zalim. Karena setiap ada perahu bagus melintas, raja yang kejam 39 Syaikh Utsaimin, op. cit., h. 225-226. 57 itu akan memerintahkan petugas-petugasnya untuk mengambilnya dengan paksa.40 b. Pada ayat 74 dijelaskan bahwa Musa terkejut dan terheran-heran ketika Khidir membunuh seorang anak laki-laki. Al-Maraghi menjelaskan, lafaz ( المًب َغ ُ )فَنْ َحلَقَب حَحَى اِذَا لَقِيَبsetelah Khidir dan Musa turun dari perahu dalam keadaan selamat, maka mereka meneruskan perjalanannya. Lalu Khidir melihat seorang anak laki-laki yang sedang bermain bersama teman-temannya, lalu dibunuh. Lafaz ( “ )قَبلَ اَقَ َحلْثَ نَ ْفّسًبMusa berkata kepada Khidir: Apakah kamu membunuh dia yang bersih dari dosa tanpa alas an, atau dia pernah membunuh suatu jiwa yang diharamkan. Lafaz ( )لَقَدْ جِئْثَ شَيْئًبsesungguhnya, kamu telah melakukan sesuatu yang tidak disetujui oleh akal siapapun dan dibenci oleh perasaan siapapun.41Bagaimana Khidir seorang Nabi, membunuh seorang anak kecil yang tidak bersalah dan berdosa.Karena itu, Musa kembali menolak dan membantah Khidir.Sesungguhnya Khidir membunuh anak kecil itu karena untuk menyelamatkan keimanan kedua orangtuanya. Anak kecil itu akan menjadi kafir jika hidup sampai dewasa. Maka Khidir khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orangtuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. c. Pada ayat 77, syaikh Asy-Syanqithi menafsirkan bahawa lafaz (َ )فَىَجَدَافِ ْيهَب جِدَازًا يُسيْدُ أَنْ يَنْقَّضَ فَأَقَبمَهterdapat majas, karena menegakkan didnding yang telah roboh merupakan perbuatan yang tidak mungkin dapat dilakukan. Padahal ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an telah menunjukkan bahwa tidak ada penghalang untuk menegakkan kembali dinding yang telah roboh, sebab Allah Maha mengetahui benda-benda mati, baik berupa perkataan maupun perbuatan.42Selanjutnya sebagaimana penafsiran Al-Maraghi, lafaz (جسًا ْ َعلَيْهِ أ َ ت َ َ )قَبلَ لَ ْىشِئْثَ لَحَخَرMusa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya 40 Shihab, op. cit., h. 107. Al-Marahgi, op. cit., h. 355. 42 Asy-Syanqithi, op. cit., h. 336. 41 58 kamu mengambil upah untuk itu”. Maksud muka yaitu ingin memberikan dorongan kepada Khidir agar mengambil upah dari perbuatannya itu, supaya dapat digunakan untuk membeli makanan, minuman, dan kepentingan hidup lainnya.43 Dari ketiga peristiwa tersebut, dapat dikatakan bahwa seorang anak secara langsung sebagai aktor di dalamnya sangat berpengaruh bagi kepribadiannya. Anak akan merasakan dan bertindak langsung dengan apa yang sedang dialaminya. Dengan terjun langsung sebagai aktor, seorang anak diajarkan bagaimana ia menjaga kesabarannya serta berpikir positif terhadapperistiwa yang dialaminya. Hal ini dapat mengembangkan integritas pada kepribadiannya. Sebagai mana yang dikutip Sigit Mangun Wardoyo, Hanafiah dan Sujana berpendapat bahwa inquiry learning adalah metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud perubahan perilaku. Artinya bahwa dalam penerapan metode inquiry learning siswadituntut melakukan eksplorasi diri secara maksimal. Eksplorasi berfungsi untuk membangkitkan berbagai potensi atau kemampuan yang ada di dalam diri sehingga dapat membantu menemukan sesuatu yang baru di dalam proses pembelajaran.44 Metode inquiry learning memiliki makna yang sama dengan metode hadap-masalah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Paulo Freire bahwa, pendidikan hadap-masalah adalah teori dan metode pendidikan yang menjawab panggilan manusia untuk menjadi subjek, karena pengingkaran subjektivitas manusia yang sepanjang sejarah jumlahnya sama dengan manusia itu sendiri, sehingga muatan pendidikan harus dapat disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul. Hal ini dapat terjadi bila pendidikan telah menekankan aspek penerimaan sentral tentang kesadaran dan 43 44 Al-Maraghi, op. cit. h. 5. Sigit Mangun Wardoyo, op. cit., h. 66. 59 konsep kebudayaan.45 Menurutnya pendidikan hadap-masalah sebagai suatu praksis pembebasan yang manusiawi, menganggap sebagai dasariah bahwa manusia korban penindasan harus berjuang bagi pembebasan dirinya. Untuk tujuan itu pendidikan ini mendorong para guru dan murid untuk menjadi subjek dari proses pendidikan dengan membuang otoritarianisme serta intelektualisme yang mengasingkan, dia memungkinkan manusia untuk membenahi pangangan mereka yang keliru terhadap realitas.46 Paulo Freire menjelaskan bahwa, pendidikan mengambil kesadaran sebagai suatu titik tolak yang menampilkan arkeologi kesadaran yaitu pengujian atas pemikiran manusia yang menemukan keadaan kesadaran. Freire menekankan peran berpikir dalam pembuatan kembali dunia.Hal tersebut memungkinkan kesadaran mengambil sikap aktif terhadap dunia.47 Dari pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa surat Al-Kahfi ayat 60-82 terdapat metode inquiry learning, yang memiliki makna sama dengan hadap-masalah. Artinya murid tidak lagi menjadi objek melainkan berperan aktif di dalam suatu keadaan tertentu guna mencapai tujuan pendidikan. Murid diberikan kebebasan untuk berpikir mandiri tanpa pengekangan dari guru, serta berpikir kritis terhadap suatu permasalan. Dengan demikian kepribadian terbentuk secara langsung hasil dari pemahaman yang murid amati. Pengembangan kepribadian dapat di lihat dari ketiga peristiwa yang dialami Khidir dan Musa, yaitu mengajarkan sifat sabar, tolong-menolong/ berbuat kebajikan dan berhusnuzon (berprasangka baik), yang mana sifat sabar, tolong-menolong/ berbuat kebajikan dan husnuzon adalah bagian dari integritas kepribadian. 1) Kepribadian Sabar 45 Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire dan YB. Mangunwijaya, ( Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004), h. 43. 46 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, penerjemah: F Danuwinata, ( Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), Cet. VII. h. 73. 47 Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire dan YB. Mangunwijaya,op. cit., h. 44. 60 Rif‟at Syauqi mengatakan, “Orang-orang yang bersabar adalah orangorang yang melakoni hidup dan kehidupan dengan jiwa sabar, gembira, yang dicintai Allah, yang pahalanya diberikanNya dengan sempurna tanpa batas”.48 Menurut Khalil Al-Musawi, kesabaran ada dua macam yaitu: a) Sabar atas hal-hal yang dibenci. Contoh kesabaran atas apa yang dibenci adalah: tertimpa musibah, atau tertimpa penyakit, yang tentunya tidak disukai. Dalam hal ini, kita wajib bersabar atas musibah yang menimpa itu, sehingga Allah SWT memudahkan urusan kita. b) Sabar atas hal-hal yang dicintai. Contoh kesabaran atas apa yang dicintai adalah mencintai kedua orang tua. Kewajiban untuk sabar dalam mencintai mereka dan tetap memeliharakecintaan itu.49 Khilal al-Musawi mengatakan bahwa Rasulullah bersabda mengenai sabar, “Sabar itu ada tiga; sabar atas musibah, sabar atas taat, dan sabar dari maksiat”. Dan Imam „Ali as. berkata, “Kedudukan sabar di dalam iman seperti kedudukan kepala di dalam tubuh. Jika kepala berpisah dari tubuh; makarusaklah tubuh; jika sabar berpisah dari urusan maka rusaklah urusan”.50 2) Tolong-menolong/ Berbuat Kebajikan Menurut Khalil al-Musawi, manusia di dalam mengerjakan kebajikan terbagi kepada dua kelompok: a) Manusia yang mengerjakan kebijakan dengan mengharapkan rasa terima kasih dari orang lain. b) Manusia yang mengerjakan kebajikan tanpa mengharap rasa terima kasih dari orang lain.51 3) Husnuzon (berbaik sangka) 48 Rif‟at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2011), Cet. I. h. 72. Khalil Al-Musawi,Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-resep Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati; Penerjemah, Ahmad Subandi; Editor,Has Manadi,(Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1999), Cet. II, h. 26. 50 Ibid., h. 27. 51 Ibid., h. 42. 49 61 Menurut Khalil, “Berbaik sangka kepada orang lain adalah sumber untuk menumbuhkan hubungan baik dengan manusia. Sedang berburuk sangka menciptakan ketegangan di dalam hubungan sosial, bahkan bisa mendorong kepada kedengkian, pemutusan hubungan, dan permusuhan”.52 2. Metode Uswah Hasanah (Suri Tauladan) Menurut Abdul Aziz,“Metode pendidikan merupakan cara yang dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode pendidikan ini bermacam-macam. Dan berdasarkan kisah dalam Al-Qur‟an surat Al-Kahfi ayat 60-82, tampak bahwa Nabi Khidir menggunakan metode uswahhasanah atau memberi tauladan yang baik, yaitu selalu berdisiplin, menepati janji, dan sadar akan tujuan”.53 Penulis setuju bahwa metode uswah hasanah atau suri tauladan sebagai metode yang digunakan dalam Al-Qur‟ansurat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Karena metode tersebut, menurut Abdullah Nashih Ulwan: Merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduknya dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru anak. Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama.54 Maka perlu diketahui pendidik, bahwa pendidikan dengan memberikan teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kenakalan anak. Bahkan merupakan dasar dalam meningkatkan pada keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji. Tanpa memberikan teladan yang baik, pendidikan anak-anak tidak akan berhasil dan nasihat tidak akan 52 Ibid., h.35. http/Abdul Aziz WS di Cyber Dakwah Media Islam Terdepan 19-07-2013. 54 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Penerjemah: Jamaludin Miri, Editor: Husin Abdullah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h. 2. 53 62 berpengaruh.Pendidikan dengan cara memberi teladan yang baik membuat anak akan mendapatkan sifat-sifat yang utama, akhlak yang sempurna, meningkat pada keutamaan dan kehormatan.55 Di dalam surat Al-Kahfi, metode uswah hasanah terdapat pada ayat 7882. Pada ayat 79-82 menjelaskan bahwa Khidir memberi konfirmasi atas semua perbuatan yang ia lakukan sebelumnya. Al-Maraghi menjelaskan, pada ayat 79, bahwa bahtera adalah milik kaum yang miskin dan lemah. Mereka menggunakannya untuk mencari nafkah. Maka, dengan apa yang telah aku perbuat, aku bermaksud menolong mereka dari apa yang mereka takuti dan tidak mereka tolak, yaitu seorang raja di hadapan mereka yang kebiasaannya merampas bahtera-bahtera yang layak pakai.56 Kemudian pada ayat 80-81, Quraish Shihab menafsirkan, yaitu hamba Allah (Khidir) menjelaskan tentang latar belakang peristiwa kedua. Dia berkata “Dan adapun si anak yang aku bunuh itu, maka kedua orang tuanya adalah dua orang mukmin yang mantap keimanannya, dan kami khawatir bahkan tau, jika anak itu hidup dan tumbuh dewasa dia akan membebani kedua orang tuanya beban yang sangat berat terdorong oleh cinta kepadanya, atau akibat keberanian dan kekejaman sang anak sehingga orang tuanya melakukan kedurhakaan dan kekufuran. Maka dengan aku berniat membunuhnya, aku berdo‟a semoga Allah mengganti dengan anak lain yang lebih baik darinya.57 Untuk ayat 82, Quraish Shihab menafsirkan bahwa peristiwa terakhir dijelaskan oleh hamba Allah yang saleh (Khidir) dengan menyatakan, “Adapun dinding rumah yang aku tegakkan tanpa mengambil upah itu, ia adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat harta simpanan oranf tua mereka bagi mereka berdua. Bila dinding itu roboh, kemungkinan besar harta simpanan itu ditemukan dan diambil oleh tidak 55 Ibid., h. 42, 141. Al-Maraghi, op. cit., h. 10. 57 Shihab, op. cit., h. 108. 56 63 berhak, sedangkan ayah dari kedua anak itu adalah seorang yang saleh dan berniat menyimpan harta itu untuk kedua anaknya. Maka Allah menghendaki dipeliharanya harta itu agar keduanya setelah mencapai dewasa mereka berdua dapat memanfaatkan harta simpanannya tersebut. Khidir mengatakan, apa yang aku lakukan itu adalah sebagai rahmat terhadap kedua anak yatim itu dari Allah.58 Kemudian pada ayat 78, dijelaskan bahwa terjadi pelanggaran yang mengakibatkan perpisahan antara keduanya berpisah. Menurut penafsiran Quraish hihab, telah tiga kali Nabi Musa as. Melakukan pelanggaran. Kini cukup sudah alasan bagi hamba Allah itu untuk menyatakan perpisahan.59 Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. sebagai hamba dan Rasul menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah.60 Di dalam surat al-Kahfi ayat 60-82, penulis menemukan bahwa disiplin, menepati janji dan sadar akan tujuan adalah sifat kepribadian yang dihasilkan melalui metode pendidikan uswah hasanah, yaitu sebagai metode untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. a. Kepribadian Disiplin b. Menepati Janji Menurut Khalil, salah satu sifat orang mukmin adalah yang arif adalah menepati janji dan sumpahnya. Mengingkarinya adalah sifat orang yang 58 Ibid., h. 109. Ibid., loc. cit. 60 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat; Penerjemah, Sihabuddin; Editor, Euis Erinawati, (Jakarta: Gema Insani, 1995), Cet. I, h. 260. 59 64 munafik. Kita harus menepati janji selama janji itu tidak menghalalkan yang haram ataupun mengharamkan yang halal.61 c. Sadar akan Tujuan Orang yang memiliki kepribadian sadar akan tujuan dapat diartikan sebagai orang yang berjiwa konsisten (istiqomah). Menurut Rif‟at Syauqi jiwa konsisten yaitu “Jiwa yang selalu merasa sadar untuk taat asas dan berpegang teguh pada apa yang diyakini, serta pedoman yang ada”. 62 3. Metode Nasihat Dalam surat Al-Kahfi terdapat metode nasihat yaitu pada ayat 70, 72 dan 75. Syaikh Utsaimin menafsirkan,pada ayat 70 lafaz (“) فَإِنِ اجّبَعْحَنِيJika engkau mengikutiku(ٍ“) َفلَب َجّسْ َألْنِي عَنْ شَيْءmaka janganlah kamu menanyakan kepada diriku tentang sesuatu apapun” yaitu tentang apa yang diperbuatnya (Khidir) ( ) حَحَى أُحْدِخَ َللَ مِنْهُ ِذ ْمسًاsampai aku sendiri yang menerangkan kepadamu”. Kata( ) حَحَىuntuk ghayah (artinya sampai). Ucapan Khidir di atas ini adalah nasihat (petunjuk) seorang guru kepada muridnya agar ia tidak tergesa-gesa dalam membantah gurunya, tapi hendaknya ia (sabar) menunggu sampai gurunya menerangkan (apa yang diinginkan).63 Quraish Shihab menjelaskan, pada ayat 72 bahwa hamba yang saleh mengingatkan Nabi Musa as. akan syarat yang telah mereka sepakati, dan berkata: “Bukankah aku telah berkata, „Sesungguhnya engkau hai Musa sekali-kali tidak akan mampu sabar ikut dalam perjalanan bersamaku‟?64 Pada adat 75, Abu Ja‟far Ath-Thabari menafsirkan lafaz ( َقَبلَ َألَمْ أَقُب َاكَ اِنَل “ )لَنْ َجّسْ َحطِيْعَ صَ ْبسَاKhidir berkata: „Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku‟?”. “Maksudnya 61 Al-Musawi, op. cit., h. 36-37. Syauqi, op., cit., h. 53. 63 Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Tafsir Al-Kahfi, Penerjemah: Abu Abdirrahman bin Thayyib, Editor: Abdul Basith, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2005), Cet. I, h. 223. 64 Shihab, op. cit., h. 102. 62 65 adalah terhadap apa yang kamu lihat dari perbuatanku, yang kamu tidak memiliki ilmu tentang hal tersebut”.65 Hemat penulis metode nasihat ini dapat mengembangkan integritas kepribadian anak.Sebagaimana yang dikatakan Abdullah Nashih bahwa “Metode lain yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan sosial anak adalah pendidikan dengan pemberian nasihat.Sebab nasihat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsipprinsip Islam”.66 Hemat penulis, nasihat yang disampaikannya secara baik tanpa merendahkan anak dan penuh kasih saying, maka anak tersebut akan mendengarkan dengan baik. Sebaiknya guru tidak hanya satu atau dua kali menasihati anak supaya melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang, namun secara terus-menerus (konsisten). Nasihat juga akan lebih baik jika ditambah dengan motivasi-motivasi yang dapat menarik para anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tergerak untuk merenungi apa yang dinasihatkan serta mau mengamalkannya. Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, nasihat memiliki beberapa bentuk dan konsep. Dan yang terpenting adalah sebagai berikut: a. Pemberian nasihat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan sesuatu dengan tujuan agar orang yang dinasihati menjauhi kemaksiatan sehingga terarah pada suatu yang dapat mewujudkan kebahagiaan dan keuntungan.67 b. Pemberian peringatan yang dalam hal ini, pemberi nasihat harus meuturkan kembali konsep-konsep dan peringatan-peringatan ke dalam ingatan objek nasihat sehingga konsep dan peringatan itu dapat menggugah berbagai perasaan, afeksi, dan emosi yang mendorongnya untuk melakukan amal saleh dan bersegera menuju ketaatan kepada Allah serta pelaksanaan berbagai perintahNya.68 65 Abu Ja‟far Ath-Thabari, op. cit., h. 297. Nashih, op,cit., h. 66. 67 An-Nahlawi, op. cit., h. 289. 68 Ibid., h. 293. 66 66 Dalam surat Al-Kahfi ayat 70, 72 dan 75 ini menggunakan metode nasihat, yaitu dengan menunjukkan sesuatu yang harus dijauhi. Khidir memberi petunjuk agar Musa tidak tergesa-gesa dalam membantah Khidir, hal ini yang harus di jauhi oleh Musa. Hal ini dimaksudkan supaya Musa bersabar. Maka seorang guru haruslah memberi nasihat kepada muridnya apa yang harus dijauhi. Yaitu dngan memberi petunjuk mengenai hal-hal yang harus dijauhi, contoh menjauhi maksiat. Menurut Abdullah Nashih, metode nasihat dengan menunjukkan sesuatu yang haram (agar dijauhi) memberikan pengaruh yang besar dalam mengokohkan pengetahuan, membangkitkan pemahaman, menggerakkan kecerdasan, penerimaan nasihat, dan membangkitkan perhatian yang mendengar. Para pendidik, bila secara baik memakai metode ini dalam menyampaikan nasihat dan dan petunjuknya kepada anak didiknya, keluarga, murid di bangku sekolah atau lainnya, insya Allah mereka akan belajar, menerapkan dan mengamalkan apa yang dinasihatkan itu.69 Menurutnya metode nasihat dalam Al-Qur‟an mempunyai andil yang besar dalam upaya pendidikan jiwa pada kebaikan, mengantarkannya kepada kebenaran, dan membimbingnya pada petunjuk.70 Menurut penulis kepribadian yang diperoleh melalui metode pendidikan ini yaitu kepribadian sabar dan tidak tergesa-gesa, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Menurut Rif‟at Syauqi, “Sabar adalah tekun dan bersungguh-sungguh dalam mencapai cita-cita, sebab tiada keberhasilan yang luar biasa selain suatu cita-cita yang diraih dengan kesabaran”. b. Menurut Khalil,“Tergesa-gesa sebagai sifat manusia, juga menyerupai kecepatan dalam dunia mekanika. Karena dengan tergesa-gesa, seorang manusia dapat menyingkat waktu sampai ke tujuan. Namun, dalam hal manusia, biasanya hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan”. Sikap tergesa-gesa mengakibatkan keresahan”. 69 Nashih, op. cit., h. 124. Ibid., h. 71-72. 70 67 4. Metode Hukuman Pada ayat 78, terdapat metode hukuman didalamnya. Quraish Shihab mengatakan, setelah tiga kali Musa as.melakukan pelanggaran, kini cukup sudah alasan bagi hamba Allah ini untuk menyatakan perpisahan. Karena itu dia berkata, “Inilah” masa atau pelanggaran yang menjadikan perpisahan antara aku denganmu wahai Musa, apalagi engkau sendiri telah menyatakan kesediaanmu kutinggal jika engkau melanggar sekali lagi.71 Menurut Wasty Soewanto prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku salah satunya dengan cara hukuman. Untuk memperbaiki tingkah laku hukuman hendaknya diterapkan dikelas dengan bijaksana.Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan murid, sedangkang reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.Hukuman hendaknya dilaksanakan langsung, secara kalem, disertai reinforcement, dan konsisten.72 Menurut penulis, bagi anak yang mendapat hukuman ketika melanggar, akan mengerti bahwa apa yang diperbuatnya itu salah. Dan pada saat guru menghukum anak tersebut, sesungguhnya anak diajarkan untuk paham bahwa suatu perbuatan yang buruk pastilah akan memberikan sanksi kepadanya. Dengan demikian diharapkan bagi anak yang melanggar dan mendapat hukuman ini akan bertaubat dan tidak mengulanginya kembali. Anak akan mengerti bahwa ia harus mematuhi dan melaksanakan tanggung jawab, kedisiplinan, menepati janji serta aturan atau perintah baik lainnya. Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas misasi kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak menghukum. Ada dua bentuk hukuman: a. Pemberian stimulus derita, misalnya: bentakkan, cemoohan, atau ancaman. b. Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama temantemannya.73 71 Shihab, op. cit., h. 106-17. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. V, h. 217. 73 Ibid. 72 68 Abdullah Nashih berpendapat bahwa, metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman kepada anak adalah sebagai berikut: 1) Lemah-lembut dan kasih sayang. 2) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman. 3) Dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.74 Menurut Abdullah Nashih, Rasulullah SAW. telah meletakkan metode dan tata cara bagi para pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak, mendidik, meluruskan kebengkokannya, membentuk moral dan spiritualnya. Sehingga pendidik dapat mengambil yang lebih baik, memilih yang lebih utama untuk mendidik dan memperbaiki.Pada akhirnya dapat membawa sampai tujuan yang diharapkan.Menjadi manusia mukmin yang bertakwa.Adapun metode yang diberikan Rasulullah SAW dalam memberikan hukuman diantaranya: a) Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan. b) Menunjukkan kesalahan dengan ramah tamah. c) Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat. d) Menunjukkan kesalahan dengan kecaman. e) Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (memboikotnya). f) Menunjukkan kesalahan dengan memukul. g) Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang membuat jera.75 Menurut Abdullah Nashih, “Dengan memberikan hukuman, anak akan jera dan berhenti dari perilaku buruk, ia akan mempunyai perasaan dan kepekaan yang menolak mengikuti hawa nafsunya, mengerjakan hal-hal yang 74 Nashih, op. cit., h. 162-163, 165. Ibid., h. 165-166, 168. 75 69 diharamkan. Tanpa ini anak akan terus-menerus berkubang pada kenistaan, kemungkaran dan kerusakan”. Menurut Abuddin Nata, “Pemberlakuan hukuman dalam pendidikan tidak berhenti pada hukuman itu sendiri, melainkan kepada tujuan yang ada di belakangnya, yaitu agar manusia yang melanggar itu insyaf, bertaubat, dan kembali menjadi orang yang baik. Dan ketika sudah berada dalam keadaan yang baik ini, mereka tidak lagi dihukum”.76 Hemat penulis, hukuman yang diberikan Khidir dengan memutuskan perjalanannya bersama Musa mengakibatkan perpisahan di antara keduanya. Hal ini disebabkan karena ketergesa-gesaan Musa dalam menyimpulkan sesuatu, tidak disiplin, tidak konsisten dan tidak menepati janjinya untuk bersabar. Hukuman tersebut secara langsung mengajarkan untuk bersifat dan berjiwa sabar, disiplin, konsisten dan dapat menepati janji. 76 Nata, op. cit., h. 157. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pengembangan integritas kepribadian anak yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 adalah dengan cara sebagai berikut: a. Menjadikan peserta didik sebagai actor yang yang ikut serta di dalam suatu keadaaan tertentu. Peserta didik diberi kesempatan untuk berpikir tanpa adanya batasan dari gurunya, maka dengan demikian anak didik akan lebih mandiri, berpikir kritis, mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya dan lebih memahami materi yang sedang dipelajari. Namun demikan, seorang guru harus tetap mengontrol bagaimana pola pikir dari anak didik, yaitu dengan menjelaskan kembali materi yang terkait di akhir pelajaran, serta meluruskan pemikiran para anak didik yang melenceng atau tidak sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Dengan terjun langsung peserta didik akan lebih memahami dan merasakan suatu permasalahan tersebut. Di dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 ini terkandung tiga peristiwa yang sesungguhnya Khidir telah melakukan perbuatan baik yaitu tolong-menolong. Dan melalui peristiwa tersebut kepribadian Musa terbentuk. b. Memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, yaitu tidak hanya dengan ucapan namun seorang guru harus mengaplikasikannya pula dalam kehidupan sehari-hari. Karena ketika seorang guru telah menjadi tauladan yang baik bagi peserta didiknya, tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk tidak merubah kepridiannya menjadi lebih baik pula. Selain, itu pada dasarnya seorang anak cenderung mengikuti figur orang-orang di sekelilingnya, termasuk figur guru. Suri tauladan terbukti lebih mudah untuk diikuti oleh anak. Ketika anak melihat contoh yang baik, maka kepribadian anak akan terbentuk sesuai 70 71 dengan suri tauladan yang dia lihat di sekelilingnya. Jika si anak dikelilingi oleh orang yang disiplin, maka di dalam ansak tumbuh pribadi demikian. c. Menyampaikan atau mengarahkan kepada anak mengenai batasan atau kebenaran yang harus dilaksanakan dan keburukan atau kesalahan yang harus dihindari. Dari metode ini si anak yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Contohnya seorang guru menasihati kepada muridnya supaya sabar dalam belajar, tidak mudah mencontek ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. Dengan demikian murid akan berusaha bersabar dan tekun dalam belajar. d. Memberikan alternatif terakhir dalam membentuk kepribadian anak, yaitu dengan memberikan hukuman ketika anak melakukan pelanggaran. Hukuman diperlukan ketika seorang anak sudah diberi nasihat, namun tetap membangkan. Diharapkan ketika diberi hukuman anak akan berhenti melakukan dan taubat. Kepribadian yang terbentuk yaitu anak akan istiqomah dan disiplin dalam menjalankan kewajibannya. 2. Metode pendidikan yang terkandung di dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 sebagai pengembangan integritas kepribadian anak adalah sebagai berikut: a. Metode Inquiry Learning b. Metode Uswah Hasanah c. Metode Nasihat d. Metode Hukuman 3. Hikmah yang terkandung dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 60-82 adalah sebagai berikut: a. Hendaknya seseorang tidak merasa bangga dengan ilmunya, dan hendaknya tidak tergesa-gesa mengingkari apa yang dianggapnya tidak baik, karena mungkin saja di situ terdapat rahasia yang belum diaketahui. 72 b. Terdapat pendidikan untuk Nabi Allah agar tidak segera meminta mendatangkan hukuman kepada orang-orang musyrik yang mendustainya, serta memperolok dirinya dan kitab Allah. Karena, perbuatan mereka itu akan membawa kepada kehinaan dan kemusnahan di dunia, bahkan di akhirat akan menerima kenistaan dan azab yang kekal. c. Apa yang terjadi dalam kisah ini berjalan setiap hari di dalam kehidupan ini. Tidaklah berpendapat, bahwa pembunuhan anak yang tidak berdosa menyerupai penyakit ta’un yang membinasakan umat dengan cara mengerikan, dan binatang yang dimakan bianatang buas atau dimakan manusia. Sebaiknya manusia merenungi hikmah semua itu, tentu mereka mengetahui bahwa andai saja mereka hidup beratesratus tahun lamanya dan tidak ada yang mati, maka bumi ini akan terasa sempit oleh mereka. d. Pelobangan kapal milik orang miskin menyerupai kematian sapi milik seorang petani miskin, hal ini terjadi tidak lain karena hikmah-hikmah yang hanya diketahui oleh Allah. Di antara hikmah itu, kadang orang kafir, ketikamati, keluar dari alam ini dengan perasaan ringan, tidak disedihkan oleh apapun. Sedang orang kaya, jika tidak mendidik dirinya, ruhnya akan selalu tertarik kepada alam dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya, sehingga ia ketika mati dia dalam keadaan merugi. e. Penyebutan dan penegakkan dinding mengisyaratkan bahwa setiap orang yang kita lihat secara lahir tidak patut mendapat hikmah, sesungguhnya telah diliputi oleh nikmat. Maka, penduduk negeri yang berperangai keji dan kikir tidak patut untuk mendapatkan penghormatan. B. Saran 1. Al-Qur’an selain sebagai petunjuk bagi umat manusia juga sebagai sumber ilmu pengetahuan. Mempelajari dan menghayati isi kandungannya merupakan kewajiban khususnya bagi umat muslim. Di antaranya dengan 73 cara membaca, mengkaji dan mempelajari penafsiran-penafsiran para ulama mengenai isi kandungan al-Qur’an. 2. Ketepatan pendidik dalam memilih metode pendidikan sangat penting dalam proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar pendidik tidak hanya memberi pengetahuan dan pemahaman, namun pendidik juga berkewajiban membina dan mengembangkan integritas pada setiap anak didiknya. 3. Penerapan metode dalam proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi yang terjadi dalam proses pendidikan tersebut. Terutama menyesuaikan dengan kemampuan pendidik dalam menggunakan metode dan keadaan peserta didik. Karena setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. 74 DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Press, 2002. _____. Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, Ciputat: Suara ADI, 2009, Cet. I, 2009. Badudu, J.S. dan Zain, Sutan Mohammad. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet. II, 1996. . Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Cet. I, 1998. Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. XVII, 2010. _____. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV, 2008. Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, Cet. II, 2000. Khalidy, Shalah. Kisah-kisah al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu. Jakarta: Gema InsaniPress, Cet. I, 2000. Ladjid, Hafni. Pengembangangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum Teaching , Cet. I, 2005. Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir al-Maraghi. Ter. Tafsir al-Maraghi oleh Hery Noer Ali, dkk., Jilid XV, Semarang: CV. Toha Putra, Cet. I, 1988. _____. Terjemah Tafsir al-Maraghi. Ter. Tafsir al-Maraghi oleh Hery Noer Ali, dkk., Jilid VI. Semarang: CV. Toha Putra, Cet. I, 1988. Marimba, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif, Cet. IV, 1980. 74 75 Masyhur, Kahar. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet.I, 1992. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Abu Ja’far. Terjemahan Tafsir Ath-Thabari, penerjemah: Ahsan Askan dan Khairul Anam, Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2009. Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007 Al-Munawar, Said Agil Husain. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press, Cet. I, 2002. Al-Musawi, Khalil. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-resep Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati. Penerjemah, Ahmad Subandi; Editor,Has Manadi, Jakarta: PT. Lentera Basritama, Cet. II, 1999. An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Terjemah Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha Fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama, oleh Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1995. Nasr, Sayyed Husain. Islam Dalam Cita dan Fakta. terjemah Abdurrahman Walid dan Hasyim Wahid. Jakarta: Leppenas, 1983. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. I, 2005. _____. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005. Nawawi, Rif’at Syauqi. Kepribadian Qur’ani. Jakarta: Amzah Cet. I, 2011. Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2008. _____. Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Gaya Media Pratama, Cet. I, 2001. Rasydin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet. II, 2005. 76 Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta, Cet. IV, 2006. Sapuri, Rafy. Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009. Ash-Shabuni, Syekh Muhammad Ali. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terjemahan At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, penerjemah: Muhammad Qodirun Nur, Jakarta: Pustaka Amani, Cet. I, 2001. Shihab, Quraish. Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: PT. Mizan Pustaka, Cet. I, 2008. _____. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, Cet. II, 2004. _____. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, Cet. VI, 1997. Shihab, Umar. Kontekstual Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: Penamadani, 2005, Cet. III, 2005. Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak; Perab Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Interitas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. II, 2008. Asy-Syanqithi, Terjemahan Tafsir Adhwa’ul Bayan, penerjemah: Fakhrurazi, Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2007. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. VIII, 2012. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, Cet. XVII, 2013. Suryadilaga, M. Alfatih, dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, Cet. I, 2005. Supriyanto, Eko B. Budaya Kerja Perbankan Jalan Lurus Menuju Integritas. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, Cet. I, 2006. Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. V, 2006. 77 Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. XI, 2007. Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam. Penerjemah: Jamaludin Miri, Editor: Husin Abdullah, Jakarta: Pustaka Amani, Cet. I, 1995. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV. Eko Jaya, Cet. I, 1989. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Republik Indonesia, 2003. Al-Utsaimin, Muhammad Shalih. Tafsir Al-Kahfi. Penerjemah: Abu Abdirrahman bin Thayyib, Editor: Abdul Basith, Jakarta: Pustaka as-Sunnah, Cet. I, 2005. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. II, 2008. http/Abdul Aziz WS di Cyber Dakwah Media Islam Terdepan 19-07-2013. lr UJI REFERENSI Nama Rifqoh Zakiyah NIM 109011000267 Fakultas Ilmu TarbiyahdanKeguruan Judul Skripsi MetodePendidikan dalamAl-Qur'anSuratAl-Kahfi Ayat 6082 untukMengembangkan IntegritasKepribadianAnak DosenPembimbing No Dr. AnshoriLAL, MA Judul Buku HalamanFootnote Paraf Dosen Abdul lalal, Ulumul Qur'an, (Surabaya: DuniaIlmu,2000),Cet.il. 2 2 Abdullah NashihUlwan, PendidikanAnak dalamIslam, Penerjemah:JamaludinMiri, Editor: Husin Abdullah, (Jakarta:Pustaka Amani, 1995),Cet.I. 57,59,61,62, 3 A bdurrahmanAn-Nah lawi, P endidikan Islam di Rumah,Sekolah,dan Masyarakat; Penerjemah, Sihabuddin; Editor,Euis Erinawati,(Jakarta:GemaInsani,1995), Cet.I. A Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif 1 , 2 , 4 , 1 4 , Al-Qur'an, (Jakarta:UIN JakartaPress, 2005),Cet.I. 4---- 5 Abuddin Nata, Filsafat PendidikanIslam, (Jakarta:Gai'aMedia Pratama,2005), Cet.I .4 a {7 J t z-" {O ) r t t lq )) 2 )a ,r 6 Ahmad Marimba, PengantarFilsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Al-Maarif, 1980),Cet.IV. 29 7 Ahmad Musthafaal-Maraghi,Terjemah Tafsir al-Maraghi,Ter. Tafsir al-Maraghi oleh Hery Noer Ali, dkk., Jilid XV, (Semarang: CV. TohaPutra,1988),Cet.I. 35-42,44-52 8 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2007),Cet. XI. l5 Zr-- 9 Al-Rasydin dan SyamsulNizar, Filsafat P endidikan Islant PendekotanHistoris. (Ciputat:PT. Clputat Press,2005),Cet. II 5 f 1 0 Armai Arief, Pengantarllmu dan 4t" .z?- 8 Metodologi PendidikanIslam, (Jakar-ta: ciputat Press,2002). II BayraktarBayrakli, Prinsip dcml{etocle pendidikanIslanr,(Jakarta:Inisiasipress, 200q" Cel L t2 Eko B Supriyanto,BudayaKe4ja PerbankanJalan Lurus Menuju Integritas, (Jakarta:PustakaLP3ES Indonesia,2006), Cet.I. 22.s4 4 a1 2z-- ta IJ Hafni Ladjid, Pengembangangan Kur i kulum Menuj u Kur ikulum Ber basis Kontpetensi,(Ciputat:QuantumTeaching, 2005).Cet.I. t6, z- 1I TA Hanun Asrohah, Sejarah PendidikanIslam, (Jakarta:PT. Llgos Wacana,1999),Cet. I. t6 4L- r5 Hasbullah,Dasar-dasarllmu pendidikan, (Jakarta:PT. RajaGrafindopersada,2006). 15 .t:=- r I T6 Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari; Kitab 35- 38, TafsirAl-QLtr'en, no. 4725. t 7 Iwan Soehartono,MetodePenelitian Sosial, l l (Bandung:Remaja RosdaKarya, 2002), Cet.V. 1 8 Jalaluddin,TeologiPendidikan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo,2002\,Cet.II. 28 t 9 J.S.Badududan SutanMohammadZain. 27,30 Kamus UmumBahasaIndonesia,(Jakarta: PustakaSinarHarapan,1996),Cet. II. 20 Kahar Masyhur,Pokok-PokokUlumul ? 2>- z>- 23 Qur'on, (Jakarta:PT. RinekaCipta, 1992), Cet.I. 21 Khalil Al-Musawi,Bagointana Membangun 5 5 ,5 6 ,5 9 , 5 9 , Kepribadian Anda: Resep-resepSederhana dan Mudah MembentukKepribadian Islam Se"i at i : Penerjemah, Ahmad Subandi; pT. Lentera Editor.HasN{anadi,(Jakarta: Basritama,1999),Cet.II. 22 Muhaimin, ParadigmaPendidikanIslam, (Bandung:PT. RemajaRosdakarya,2004\. ZJ )A ZJ z2-- l5 Muhammadbin Shalihal-Utsaimin.Tafsir 58 At-Kahfi, Penerjemah : Abu Abdinahman bin Thayyib,Editor:Abdul Basith,(Jakarta: Pustakaaq-Sunnah, 2005),Cet.I. MuhammadChirzinM.Ag, Al-eur'an dan Ulumul Qur'an, (Yogyakarta:pT. Dana BhaktiPrimaYasa,1998),Cet II. 1A M. HusainThabathaba' i, Inilah isalant, terjemahAhsin Muhammad(Jakarta: Pustaka Hidayah,1991). 25 4>.4 -1 4 I .; 26 M. QuraishShihab,WawasanAl-Qur'an, 24 z? 27 M. QuraishShihab,LenteraAl-Qur'an 25 a- 39,43,44,47,48, .- (Bandune:Mizan. 199n. Cet.VI. Kisah dan Hikmah Kehidupan,(Bandung: PT. Mizan Pustaka.2008). 28 M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesandan KeseharianAl-Qur'an, (Jakarta: 5 1 , 6 0 LenteraHati. 2000. Cet. VII. 29 MohammadDaud Ali, PendidikanAgama 24 Islam, (Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada, 2008). 3 0 Noeng Muhajir, Metodepenelitian l1 ..<" Kualitatif, (Yogyakarta:Rake Sarasin, 199O.Cet.VII. Edisike-3. 3l JL aa JJ Rafy Sapuri,PsikologiIslam, (Jakarta:PT. RaiaGrafindoPersada. 2009), 28 Rif at SyauqiNawawi,Kepribadian Amzah,20li), Cet.I Qur'ani,(Jakarta: 55,58, SaidAgil Husin Al-Munawar,Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:CiputatPress,2002\,Cet. I. 2 zz- 25 r- L .7 28,29, I 34 SayyedHusainNasr,Islam Dalqm Cita dan ,z- Fakta, terjemahAbdurrahmanWalid dan HasyimWahid,(Jakarta:Leppenas,1983). 3 5 Shalahal-Khalidy,Kisah-kisahal-Qur'an Pelaj aran dari Orang-orang Terdahulu, (Jakarta:GemaInsaniPress. 2000).Cet.III. 36 Sjarkawi,PembentukanKepribadianAnak; Perab Moral, Intelektual,Emosional,dan SosialSebagaiWttiudInteritasMentbanpun # r I Jati Diri, (Jakarta:PT. Bumi Aksara,2008), Cet. IL Supatita,Undang-undangdan Peraturan pemerintahRI TentangPendidikan, (Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan Islam DepartemenAgamaRI, 2006). Syaiful Sagala,Konsep dan Makna 3 8 Pembelajaran, (Bandung:CV Alfabeta, 2006),Cet. IV.s JI 416 l7 39 SamsulNizar, MemperbincangkanDi namika Intelektual dan Pemikiran Hamkn tentang PendidikanIslam, (Jakarta:Kencana,2008), Cet. I Umar Shihab,Kontelcstualitas Al- Qur'an: 40 Kajian TematikAtas Ayat-ayat Hukum, (Jakarta:Penamadan, 2005),Cet. IIi. Undang-undangRepublik IndonesiaNomor A1 +l 2 tahun I989 TentangSistemPendidikan Nasional,(Jakarta:CV. Eko Jaya,1989), Cet.I. J 44 d>-- v- 24 3 42 Wasty Soemanto,PsikologiPendidikan; 43 7 6l LandasanKerj a P emintpinPendidikan, (Jakarta:PT. RinekaCipta,2006),Cet.V. ZakiahDeradjat,Ilmu Jiwa Aganta, (Jakarta: BulanBintans.20l0).Cet.XVII 30 http/AbdulAziz WSdi Cyber Dalomh Media Islam TerdepanI 9-07-20I 3. 56 Mengetahui, DosenPembimbing Dr. Anshari LAL. MA NIP: 195704061994031001 r ar-- l!' I KEMENTERIAN AGAMA UINJAKARTA FITK No.Dokumen : FITK-FR-AKD-063 Tgl.Terbit : 1 Maret 2010 No.Revisi: : 01 Hal 1t1 FoRM(FR) Jl. lr. H. Juanda No 95 CiDutat 1U12 lndonesh SURATBIMBINGAN SKRIPSI Nomor : Un.01/F.1/I(M .0L3/......12013 Lamp :Abtraksi/Outline Hal : Bimbingan Skripsi Jakarta.27 Maret2013 KepadaYth. AnshoriLAL, MA., Dr PembimbingSkripsi FakultasIlmu TarbiyahdanKeguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Assalamu'alaikumwr. wb. Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II (materi/teknis ) penulisanskripsimahasiswa: Nama NIM Jurusan Semester Judul Skripsi : Rifqoh Zak'tyah :1090110002'16 : Pendidikan Agama Islam : VIII (delapan) :'oMetodePendidikan Dalam Surat Al-Kahfi ayat 66-70 Dalam Membangun Integritas Pribadi Anak" Judul tersebuttelah diserujui oleh dosenpembimbing bersangkutanpada tanggal 2l Maret 2013 abstraksi /outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut.Apabila perubahansubstansialdianggapperlu, mohon pembimbing menghubungi jurusan terlebih dahulu. Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan , dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan. Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum wr. wb. a.n. Dekan Kajur Pendidikan Agama Islam Tembusan: 1. DekanFITK ybs. 2. Mahasiswa ;/*". 9680307199803I 002