PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL 2 TAHAP PERUNDINGAN PENANDATANGANAN BERDASARKAN TAHAP PEMBUATAN MENGIKAT PARA PIHAK PERJANJIAN PERUNDINGAN 3 TAHAP PENANDATANGANAN PENGESAHAN (RATIFIKASI/AKSESI) MENGIKAT PARA PIHAK PERJANJIAN + WARGA NEGARA ATURAN DASAR DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL FUNGSI FREE CONSENT IUS COGENS BERSIFAT IMPERATIF/ MEMAKSA GOOD FAITH PEMBATAS KEHENDAK BEBAS NEGARA PACTA SUNT SERVANDA PENGAKUAN PRANATA ILEGALITAS OBYEKTIF PREAMBLE VIENNA CONV. 1969 PEMBENTUK SISTEM H.I VERTIKAL TIDAK BOLEH DISIMPANGI FREE CONSENT Membuat/ Tidak Membuat Perjanjian GOOD FAITH Mengadakan Perjanjian dg. Siapapun NON INTERVENTION Menentukan Bentuk Perjanjian • PROSES PEMBUATAN • PELAKSANAAN Menentukan Isi, Pelaksanaan, Persyaratan EQUAL RIGHTS SOVEREIGN INDEPENDENCE MENGENDALIKAN MENGIKAT KESEPAKATAN DITUANGKAN NASKAH PERJANJIAN PACTA SUNT SERVANDA PEDOMAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL KONVENSI WINA 1969 UU NO 24 TAHUN 2000 UU NO 37 TAHUN 1999 FREE CONSENT KEPENTINGAN NASIONAL PERSAMAAN DERAJAT GOOD FAITH PACTA SUNT SERVANDA GOVERNED BY INTERNATIONAL LAW INTERNASIONAL PERSAMAAN KEDUDUKAN SALING MENGUNTUNGKAN PATUH PADA HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL SALING MENGHORMATI SALING MENGUNTUNGKAN NON INTERVENSI BEBAS AKTIF INDONESIA TAHAPAN PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL KONVENSI WINA 1969 UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 PERUNDINGAN PENJAJAKAN PENANDATANGANAN PERUNDINGAN PENGESAHAN PERUMUSAN DRAFT PENERIMAAN DRAFT PENANDATANGANAN PENGESAHAN Batas Minimal Materi Perjanjian Internasional 1. 2. 3. 4. 5. Judul Preamble Isi/substansi Prosedur Pelaksanaan Ketentuan Penutup Memuat : a. aspek filosofis : latar belakang b. aspek yuridis : asas hukum rasional/ius dispositivum c. aspek politis : tujuan yg ingin dicapai Memuat Hak & Kewajiban Memuat : a. Dimana perjanjian dibuat b. Kapan perjanjian dibuat c. Kapan perjanjian berlaku d. Bahasa yg dipakai Mengacu pada penerapan substansi hukum FULL POWERS & CREDENTIALS 1. 2. 3. 4. DALAM PROSES: Perundingan; Penerimaan Naskah Perjanjian Penandatanganan Pengesahan Naskah Perjanjian FULL POWERS Pasal 1 huruf c & d UU24/2000 CREDENTIALS Perwakilan Negara (Indonesia) Selain : 1. Presiden 2. Menteri Luar Negeri MEMERLUKAN DOKUMEN SURAT PRESIDEN diberikan MEWAKILI PEMERINTAH RI FULL POWERS (SURAT KUASA PENUH) MENTERI LUAR NEGERI MENANDATANGANI MENERIMA MENGIKATKAN DIRI NASKAH PERJANJIAN FULL POWERS KONSTITUSI TREATY MAKING POWER Ps. 11 UUD ‘45 PRESIDEN PERANG PERSETUJUAN DPR PERDAMAIAN PENDELEGASIAN Ps. 6 UU 37/99 Ps 1 & 2 UU 24/2000 MENTERI LUAR NEGERI PERJANJIAN dg NEGARA LAIN Selain MENLU & PRESIDEN FULL POWERS Perjanjian Internasional dan Negara Ketiga “Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt” suatu perjanjian tdk memberikan hak & kewajiban kepada pihak ketiga Perjanjian hanya mengikat Para Pihaknya saja. HAK & KEWAJIBAN PIHAK KETIGA DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL HAK : – Pasal 17 UNCLOS 1982 Semua Negara di dunia menikmati Hak Lintas Damai di Perairan Negara Kepulauan KEWAJIBAN : – Piagam PBB Pasal 2 ayat 6 : negara yg bukan anggota PBB hrs bertindak sesuai dengan ketentuan dalam Piagam untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL UU NO. 24 TAHUN 2000 Pasal 1 huruf b KONVENSI WINA 1969 Pasal 2 huruf b RATIFICATION RATIFICATION ACCESSION ACCESSION ACCEPTANCE ACCEPTANCE APPROVAL APPROVAL PROSEDUR PENGESAHAN (RATIFIKASI/AKSESI) INTERNAL • diatur oleh Hk Nasional •Undang-Undang/ Keppres/Perpres RATIFIKASI PEMBERITAHUAN WARGA NEGARA MENGIKAT WARGA NEGARA EKSTERNAL • diatur oleh Hk Internasional •Instrument of Ratification MENGIKAT NEGARA THDP SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL PENGESAHAN UNDANG-UNDANG • Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara • Batas wilayah negara • Kedaulatan atau hak berdaulat negara • Hak asasi manusia dan lingkungan hidup • Pembentukan kaidah hukum baru • Pinjaman dan/atau hibah luar negeri KEPPRES/PERPRES • Materi selain tsb, misal : – – – – IPTEK Kebudayaan Perdagangan Penanaman modal Pasal 10 & 11 UU 24/2000 BADAN PERATIFIKASI Prosedur Ratifikasi diatur oleh Hukum Nasional masing-masing Negara : EKSEKUTIF BADAN PERATIFIKASI LEGISLATIF CAMPURAN (EKSEKUTIF + LEGISLATIF) PRAKTEK INDONESIA DALAM PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL UNCLOS 1982 DIRATIFIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1985 DITRANSFORMASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 ASEAN CHARTER DIRATIFIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2008 Pendaftaran Perjanjian Internasional • Pasal 102 ayat 1 Piagam PBB “Setiap perjanjian dan setiap persetujuan internasional yang diadakan oleh setiap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yg menjadi pihak setelah Piagam ini berlaku, harus secepat mungkin didaftarkan pada dan diumumkan oleh Sekretariat” Pendaftaran Perjanjian Internasional • Pasal 102 ayat 2 Piagam PBB “Tiada suatu pihakpun pada perjanjian atau persetujuan internasional yg belum terdaftar sesuai dg ketentuan2 dalam ayat 1 dari Pasal ini dapat mengemukakan perjanjian atau persetujuan itu dihadapan suatu badan dari PBB” (ex : Mahkamah Internasional) TERIMA KASIH