meneliti tentang analisis kesenjangan pendapatan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian Efriza (2014) meneliti tentang analisis kesenjangan pendapatan
antar kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur di era desentralisasi fiscal.Penelitian
tersebut menggunakan data yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kotamadya di
jawa timur dalam kurun waktu 10 tahun yaitu 2001-2010.Teknik analisis data
menggunakan analisis indeks Williamson dan indeks entropi theil yang
dilanjutkan dengan analisis regresi linier berganda dengan uji klasik.Hasil
penelitian menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di
jawa timur tinggi, dimana dengan menggunakan indeks Williamson dan entropi
theil menunjukkan angka di atas 1, dimana angka tersebut melebihi angka
maksimum. Selain itu, ditemukan bahwa tingkat buta huruf, inflasi, pertumbuhan
ekonomi, tingkat pengangguran dan IPM
berpengaruh signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan di jawa timur.
Penelitian Putri dkk (2015) meneliti tentang analisis Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Indonesia.
Penelitian tersebut menggunakan sumber data panel mulai tahun 2008-2012 di 33
propinsi di Indonesia. Uji analisis induktif dalam penelitian ini menggunakan uji
stasioner, uji kointegrasi, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.Untuk
menguji hipotesis digunakan simultaneous equation model analysis dengan Least
Squared Method (ILS).Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel derajat
12
otonomi fiscal daerah, rasio pajak dan investasi berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.Variabel pertumbuhan ekonomi, produktivitas tenaga
kerja, investasi dan IPM mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia
secara signifikan.
Penelitian Wahyuni dkk (2014) meneliti tentang Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan
Pendapatan Kabupaten/Kota di propinsi Bali.Penelitian tersebut menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari BPS propinsi Bali dan biro keuangan propnsi
Bali.Teknik analisis menggunakan path analysis.Penelitian ini menyimpulkan
bahwa pengeluaran pemerintah da inevstasi dari tahun 2000-2012 berpengaruh
positif dan sigifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di propinsi
Bali.Pengeluaran pemerintah,
berpengaruh
positif
dan
inevstasi dan pertumbuhan ekonomi
signifikan
terhadap
kesenjangan
juga
pendapatan
kabupaten/kota di propinsi Bali.Di samping itu pengeluaran pemerintah
berpengaruh signifikan terhadap kesenjagan pednapatan melalui pertumbuhan
ekonomi.Investasi berpengaruh posiif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kesenjangan pendapatan.Pertumbuhan eonomi berpengaruh positif
dan
sigifikan
terhdap
kesenjaangan
pednapatan
masyarakat.Pengeluaran
pemerintah dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan
pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi.
Penelitian Harun (2013) meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran
pemerintah
daerah
dan
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
ketimpangan
pembangunan wilayah.Penelitian tersebut menggunakan kabupaten/kotamadya
13
di propinsi jawa timur tahun 2007-2011.Ketimpangan pembangunan wilayah
sebagai variabel dependen diukur denga menggunakan metode pengukuran indeks
Williamson. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi data
panel dengan pendekatan random effect model denga program Eviews. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh
negative dan signifikan terhadap ketimpangan pembangunan wilayah dan
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif da sigifikan terhadap ketimpangan
pembangunan wilayah.
Penelitian Hasna (2013) meneliti tentang analisis spasial pengaruh dana
perimbangan terhadap ketimpangan pendapatan di propinsi Jawa Timur tahun
2008-2011. Penelitian tersebut menggunakan data panel dengan pendekatan
spatial econometric.Model yang terpilih adalah spatial error with fixed
effect.Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara satu kabupaten dengan
kabupaten/kota tetanggannya cukup tinggi, yaitu sebesar 0,470 dari rentang nilai 0
hingga 1. Dengan memperhatikan aspek spasial, maka kenaikan dana
perimbangan signifikan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan
dan factor lainya yang berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan
adalah factor tenaga medis dan UMR, sedangkan faktor tenaga kerja industry
berpengaruh negative signifikan terhadap indeks ketimpangan di jawa timur.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel
dependen yang digunakan yaitu ketimpangan pendapatan dan alat analisis yang
digunakan yaitu analisis regresi linier berganda.Perbedaannya adalah pertama,
pada
obyek
penelitian
dimana
penelitian
14
sekarang
menggunakan
kabupaten/kotamadya di DIY.Kedua, variabel independen yang digunakan
dimana
pada
penelitian
sekarang
menggunakan pertumbuhan ekonomi,
pengeluaran pemerintah, inflasi dan indeks pembangunan manusia (IPM).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi terdiri dari dua kata yaitu pembangunan dan
ekonomi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pembangunan adalah hasil
pekerjaan membangun, sedangkan ekonomi adalah suatu ilmu yang berhubungan
dengan pengolahan barang industri, pertanian dan perdagangan (Badudu, 2001).
Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang
(Saerofi, 2005). Berdasarkan definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan
ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus
yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi.
Adanya proses pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil
masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.
Pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berlangsung pada setiap daerah
di wilayah Indonesia harus disesuaikan dengan potensi dan prioritas yang dimiliki
oleh masing-masing daerah sehingga keseluruhan pembangunan merupakan satu
kesatuan yang utuh dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional
(Choirullah, 2007).
15
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi
terus menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan hakikat dari proses
dan sifat pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan
merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan
pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling
berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan
pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti
pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.
Secara umum permasalahan pokok pembangunan di Indonesia dalam
konteks penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2004-2009 adalah (Yuliadi, 2009):
1. Tingginya jumlah pengangguran dan penduduk miskin.
2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM).
3. Kesenjangan pembangunan antar kelompok, wilayah dan daerah di Indonesia.
4. Menurunnya kualitas sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
5. Rendahnya penegakkan hukum dan keadilan.
6. Tingginya angka kejahatan dan masih adanya potensi konflik horisontal.
7. Ancaman separatisme dan rendahnya kemampuan Hankam.
8. Kelembagaan demokrasi yang masih lemah.
Untuk mengamati dan menganalisis permasalahan pembangunan dan
begaimana kebijakan yang diambil, maka pembahasan dilakukan menurut
kelompok dan bidang-bidang pembangunan. Indonesia sebagai negara yang kaya
dengan SDA namun memiliki keterbatasan dalam kualitas SDM perlu
16
merumuskan
strategi
kebijakan
untuk
dapat
mewujudkan
tiga
tujuan
pembangunan nasional (triple bottom line) secara simultan yaitu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, pemerataan kesejahteraan kepada
seluruh rakyat secara adil, dan terpeliharanya kelestarian lingkungan dan SDA.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut perlu dirumuskan
kebijakan-kebijakan pembangunan yang mencakup (Yuliadi, 2009):
1. Peningkatan produktivitas dan efisiensi ekonomi secara berkelanjutan melalui
penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk menghasilkan
produk yang kompetitif.
2. Implementasi tata ruang wilayah secara konsisten untuk mengembangkan
sektor pertanian dan perkebunan untuk mendukung ketahanan pangan
nasional.
3. Program diversifikasi pangan nasional melalui pengembangan pangan non
beras untuk meningkatkan alternatif pangan rakyat menuju swasembada
pangan.
4. Pengembangan industri manufaktur
yang
mengandung
nilai tambah
(valueadded) yang tinggi sekaligus dapat menyerap tenaga kerja serta
mendorong kegiatan ekonomi terkait.
5. Pengembangan industri pendukung untuk memperkuat struktur industri
nasional yang kokoh dan stabil bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi
terkait.
6. Peningkatan kualitas SDM melalui penguasaan dan penerapan Iptek dalam
kegiatan bisnis dan ekonomi.
17
7. Adanya dukungan politik (political will) dari semua unsur pemerintah yang
terkait untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kegiatan
ekonomi.
Meningkatkan etos kerja baik pada pengusaha maupun pekerja untuk
menciptakan iklim kerja yang kondusif serta secara semultan mencegah dan
memerangi setiap praktek yang dapat merusak sistem ekonomi seperti KKN,
illegal logging, dan sebagainya. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses
multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang
komprehensif baik ekonomi maupun non-ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran
pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro (2007) adalah:
1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan
pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup seperti perumahan, kesehatan dan
lingkungan.
2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan
dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian
yang lebih besar tehadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk
meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.
3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan
nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan
ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,
tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
18
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada empat
model pembangunan yaitu model pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model
pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (Suryana,
2000). Berdasar atas model pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada
perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan
lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat
hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas
maksimal.
2.2.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga
terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 2006). Menurut Schumpeter dan Hicks
dalam Jhingan (2003), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan
dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan
mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan
ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang
terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara (daerah) untuk
menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya,
19
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Kinerja perekonomian Indonesia dapat dilihat dari angka pertumbuhan
ekonomi yang diukur oleh laju pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang
selama periode 1969-1981 mencapai tingkat rata-rata 7,7% setahun. Tetapi mulai
tahun 1982 pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kecenderungan
menurun menjadi rata-rata 4% per tahun (Yuliadi, 2009).
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingan PDRB pada
satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRB t-1)
Laju pertumbuhan ekonomi (ΔY) =
Ahli-ahli
ekonomi
telah
lama
PDRBt  PDRBt 1
x 100%
PDRBt 1
memandang
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu (Sukirno, 1996 dalam Saerofi, 2005):
1. Tanah dan kekayaan alam lain
Kekayaan
alam
akan
mempermudah
usaha
untuk
membangun
perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses
pertumbuhan ekonomi. Di dalam setiap negara di mana pertumbuhan
ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan
berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor di mana
kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan
kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis
20
barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan
untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi.
Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat
diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan
dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat kemungkinannya untuk
memperoleh keuntungan tersebut dan menarik pengusaha-pengusaha dari
negara-negara atau daerah yang lebih maju untuk mengusahakan kekayaan
alam tersebut. Modal yang cukup, teknologi dan teknik produksi yang
modern, dan tenaga-tenaga ahli yang dibawa oleh pengusaha-pengusaha
tersebut dari luar memungkinan kekayaan alam tersebut diusahakan secara
efisien dan menguntungkan.
2. Jumlah dan Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk
yang
bertambah
dapat
menjadi
pendorong
maupun
penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan
memperbesar
jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut
akan
memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula
perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar tergantung pada
pendapatan dan jumlah penduduk.
Akibat buruk pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi dapat
terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi
lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak
akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi ataupun kalau
21
bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi
pertambahan jumlah penduduk.
3. Barang-barang modal dan tingkat ekonomi
Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi
pertumbuhan ekonomi,
barang-barang modal
yang telah bertambah
jumlahnya dan teknologi yang bertambah modern memegang peranan yang
penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Apabila barang-barang
modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami
perkembangan maka kemajuan yang akan dicapai akan jauh lebih rendah.
4. Sistem sosial dan sikap masyarakat
Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan
ekonomi dapat tercapai. Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat
yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan ekonomi, di
antaranya sikap hemat untuk mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi,
sikap kerja keras dan kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap
yang selalu menambah pendapatan dan keuntungan. Di sisi lain sikap
masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat
menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang
modern dan produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan ekonomi
tidak dapat dipercepat.
5. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan
Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para pengusaha
untuk menggunakan teknologi modern yang tingkat produktivitasnya tinggi.
22
Karena produktivitasnya rendah maka pendapatan para pekerja tetap rendah,
dan ini selanjutnya membatasi pasar.
2.2.3 Model Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Beberapa model dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Syamsurijal, 2008):
1. Model Basis Ekspor (Export-Base Mode)
Model ini dipekenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut
model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan
kompetitif yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bila daerah tersebut mampu
mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang
mempunyai keuntungan
kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang
bersangkutan akan dapat ditingkatkan.
2. Model Interregional Income
Perluasan dari Model Basis Ekspor dapat dilakukan dengan memasukkan
unsur hubungan ekonomi antar wilayah yang dikenal sebagai Interregional
Income Model yang dikembangkan oleh Harry W. Richardson (1978). Dalam
model ini, ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem yang
ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah. Kegiatan
perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang konsumsi dan barang
modal.
3. Model Neo-Klasik
Model ini mendasarkan analisisnya pada teori Ekonomi Neo-Klasik. Menurut
model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh
kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya.
23
Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh
potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas
tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.
4. Model Penyebab Berkumulatif
Model penyebab berkumulatif dikemukakan oleh Nikolas Kaldor yang
mengkritik model Neo-Klasik. Model penyebab berkumulatif tidak percaya
pemerataan pembangunan antar daerah akan dapat dicapai dengan sendirinya
berdasarkan
mekanisme
pasar.
Menurut
model
ini,
ketimpangan
pembangunan daerah hanya dapat dikurangi dengan program pemerintah.
Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan daerah
akan terus meningkat seiring meningkat proses pembangunan
2.2.4 Konsep Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata untuk masing-masing
penduduk dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Adapun rumusnya
sebagai berikut (Sri Widiyati, 2011).
Pendapatan perkapita terhitung secara berkala, biasanya per satu tahun dan
mempunyai manfaat, yaitu :
24
1. Sebagai data perbandingan tingkat kesejahteraan suatu negara dengan negara
lain.
2. Sebagai perbandingan tingkat standar hidup suatu negara dengan negara lain.
3. Sebagai data untuk kebijakan atau sebgai bahan baku pertimbangan
mengambil kebijakan atau sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
langkah ekonomi.
4. Sebagai data untuk melihat tingkat perbandingan kesejahteraan masyarakat
suatu negara.
Pendapatan perkapita yang digunakan sebagai barometer untuk mengukur
taraf hidup rata-rata masyarakat suatu negara masih ada kekurangan-kekurangan,
hal ini disebabkan oleh berikut ini:
1. Tingginya pendapatan perkapita suatu negara dalam perhitungannya kurang
memperhatikan aspek pemerataan PDRB perkapita dan harga barang
keperluan sehari-hari.
2. Tingginya pendapatan perkapita belum tentu mencerminkan secara realistis
tingkat kesejahteraan masyarakat, karena ada faktor-faktor lain yang sifatnya
relatif atau sangat subjektif sehingga sulit diukur tingkat kesejahteraannya.
3. Tingginya pendapatan perkapita tidak menjelaskan mengenai masalah
pengangguran yang ada serta berapa lama seseorang itu bekerja
2.2.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan merupakan hal yang
tidak sebagaimana mestinya seperti tidak adil, tidak beres. Sedangkan, pendapatan
adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal
25
yang terhitung dalam jangka waktu tertentu (BPS: 2012). Pengertian pendapatan
menurut Suparmoko (2006) adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh para
anggota masyarakat dalam waktu tertentu sebagai balas jasa atas faktor-faktor
produksi nasional. Faktor-faktor produksi nasional meliputi sumber daya alam,
sumber daya manusia, modal dan kewirausahaan (skill). Secara umum,
pendapatan diartikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh sebagai balas jasa atas
pekerjaan yang telah dilakukan. Pendapatan dapat berasal dari sektor formal dan
non formal. Dalam penelitian ini, pendapatan diartikan sebagai penerimaan
sejumlah uang oleh pelaku ekonomi, baik masyarakat maupun pemerintah.
Distribusi pendapatan menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2012) adalah metode
yang melihat porsi pengeluaran konsumsi rumah tangga yang didapat dari
pendapatan yang diterima masyarakat. Sedangkan menurut Tambunan (2001),
distribusi pendapatan adalah pembayaran yang didapat karena bekerja atau
menjual jasa, dimana pengertian tersebut harus dibedakan dengan kekayaan
(karena kekayaan bisa saja lebih besar dibandingkan pendapatan). Sedangkan
distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu, distribusi pendapatan relatif
dan distribusi pendapatan mutlak. Distribusi pendapatan relatif adalah
perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan penerima
pendapatan dan distribusi pendapatan mutlak adalah presentasi jumlah penduduk
yang pendapatannya mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu atau kurang dari
padanya.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi
pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu
26
daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun kepemilikan
faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya.
Pemerataan pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi. Pertama pembagian
pendapatan antar lapisan masyarakat. Kedua, pembagian pendapatan antar daerah,
yaitu daerah perkotaan dan pedesaan. Ketiga pembagian pendapatan antar
wilayah, dalam hal ini antar Kabupaten/Kota, Indikator ketimpangan yang dipakai
adalah indeks Gini yang diturunkan dari kurva Lorenz.
1. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz ditemukan oleh seorang ahli statistik asal Amerika
bernama Conrad Lorenz. Kurva ini tergambar dalam sebuah bujursangkar
dimana sisi vertikal mewakili persentase kumulatif pendapatan dan sisi
horizontal mewakili persentase kumulatif penduduk sebagai penerima
pendapatan (Suparmoko, 2006).
Gambar 2. Kurva Lorenz
27
Penentuan tingkat ketimpangan Kurva Lorenz dilihat dari jauh dekatnya
garis lengkung terhadap garis diagonal. Semakin dekat garis lengkung dengan
garis lurus diagonal, maka distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya,
semakin jauh garis lengkung terhadap diagonal, maka ketimpangan yang
terjadi semakin buruk. Cara untuk menggambar kurva Lorenz dapat ditempuh
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Mengurutkan data pengeluaran dari nilai terkecil hingga terbesar.
b.
Menentukan desil pertama hingga ke sepuluh pada distribusi data.
c.
Menghitung besarnya pendapatan pada masing-masing kelompok desil.
d.
Menentukan kumulatif pendapatan pada masing-masing kelompok desil.
e.
Menghitung persentase kumulatif pendapatan masing-masing desil.
f.
Memetakan dalam plot 2 dimensi antara tiap-tiap desil sebagai sisi
horizontal dan nilai persentase kumulatif pendapatan pada sisi vertikal.
Kurva Lorenz menjelaskan tingkat ketimpangan dengan menampakkan
area timpang yang dibentuk oleh garis lurus dan lengkung pada kurva.
Sehingga fluktuasi angka ketimpangan dari waktu ke waktu atapun
perbandingan antar tempat sulit untuk dibedakan. Ukuran secara kuantitatif
akan diperjelas dengan perhitungan indeks Gini.
2. Indeks Gini
Untuk melihat angka ketimpangan distribusi pendapatan, perhitungan
yang sering dipakai adalah Indeks Gini (BPS: 2013). Indeks Gini didapatkan
dengan cara menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan
sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh
28
bujursangkar dimana kurva Lorenz tersebut berada (Suparmoko: 2006).
Secara teknis, langkah awal yaitu penduduk diurutkan dari yang mempunyai
pengeluaran perkapita per bulan paling rendah sampai dengan yang
mempunyai pengeluaran per kapita per bulan paling tinggi. Kemudian dibuat
kelas-kelas setiap 10% dari paling rendah sampai paling tinggi. Langkah
selanjutnya adalah menghitung frekuensi persentase dan kumulatif persentase
baik untuk penduduk penerima pendapatan maupun pendapatan yang
diterima. Nilai dari Indeks Gini terletak antara 0 sampai 1. Angka 0
menunjukkan
kemerataan
sempurna,
sedangkan
1
menunjukkan
ketidakmerataan sempurna. Berikut formula untuk mencari Indeks Gini:
Indeks Gini
Keterangan :
G = Gini Ratio
Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i
Qi
= Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas-i
Qi-1
= Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i
k = Banyaknya kelas pendapatan
Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat
pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak
sempurna tingkat pemerataan pendapatan. Standar penilaian ketimpangan
Gini Rasio ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut (Hera
Susanti dkk, 2005):
a. GR < 0.4 dikategorikan sebagai ketimpangan rendah.
29
b. 0.4  GR  0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan sedang (Moderat).
c. GR > 0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan tinggi.
2.2.6 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Perkapita
PDRB perkapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat
keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai
bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi
di suatu daerah dalam periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan
suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu
besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung
kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya
keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran
PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB perkapita dapat dihitung dari
PDRB harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah
(Sukmaraga, 2011).
Perekonomian di dalam suatu negara, masing-masing sektor tergantung
pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam
tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan
mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan
oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) angka
PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dijelaskan
sebagai berikut :
30
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi digunakan untuk menghitung nilai tambah barang
dan jasa yang diproduksi oleh segala kegiatan ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari masing-masing total produksi bruto tiap-tiap
sektor atau subsektor. Pendekatan ini banyak digunakan pada perkiraan nilai
tambah dari kegiatan-kegiatan produksi yang berbentuk barang. Nilai tambah
merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh
unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang
ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi
dalam proses produksi.
Di Indonesia sendiri dalam menghitung pendapatan nasional maupun
regional dari sisi produksi terdiri dari penjumlahan sembilan sektor
ekonomi/lapangan usaha antara lain:
a. Sektor Pertanian
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian
c. Sektor Industri
d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
e. Sektor Bangunan/ Konstruksi
f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
i.
Sektor Jasa-jasa (BPS, 2013).
2. Pendekatan Pendapatan
31
Dalam pendekatan pendapatan maka nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor
produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak
langsung neto. Penjumlahan semua komponen ini disebut NTB, untuk tidak
mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus
usaha di sini adalah bunga neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode 21
pendekatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa
seperti pada subsektor pemerintahan umum. Hal ini disebabkan tidak
tersedianya atau kurang lengkapnya data mengenai nilai produksi dan biaya
antara (Production Account) (Tarigan, 2005).
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan
dari
segi
pengeluaran
adalah
menjumlahkan
nilai
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.
Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang
dan jasa itu digunakan untuk (BPS, 2013):
a. Konsumsi rumah tangga,
b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,
c. Konsumsi pemerintah,
d. Pembentukan modal tetap bruto (investasi),
e. Perubahan stok, dan
f. Ekspor netto
2.2.7 Inflasi
32
Teori kuantitas uang David Hume dalam Mankiw (2008) menyatakan bahwa
bank sentral, mengawasi jumlah uang beredar, memiliki kendali tinggi atas tingkat
inflasi, jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetapstabil, tingkat
harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan
cepat tingkat harga akan meningkat dengan cepat.
Menurut Boediono (2006), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu dua barang
saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau
mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Inflasi
dapat terjadi karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.
Inflasi ini disebut demand inflation. Inflasi juga dapat terjadi karena biaya
produksi naik atau yang biasa disebut Cost Inflation.
Case dan Fair (2006) menyebutkan bahwa ekspektasi bisa mempengaruhi
tingkat harga. Ekspektasi bisa menyebabkan masyarakat takut akan perubahan
harga. Jika harga naik dan jika ekspektasi masyarakat bersifat adaptif yaitu jika
mereka membentuk ekspektasi atas dasar perilaku penetapan harga sebelumnya
maka perusahaan mungkin akan terus menaikkan harga meskipun permintaan
melambat atau menyusut. Jika bank sentral menurunkan inflasi dengan
memperlambat tingkat pertumbuhan uang, para pekerja tidak akan melihat upah
riil mereka naik dengan lebih cepat. Padahal ketika inflasi melambat perusahaan
akan sedikit menaikkan harga produk masyarakat setiap tahun, dan akibatnya
akan memberi para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil (Mankiw, 2008).
33
Nopirin (1987) dalam Umdatul (2015) mengatakan bahwa pihak-pihak yang
mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh
kenaikan pendapatan yang prosentasenya lebih besar dari laju inflasi atau
masyarakat yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan
prosentase yang lebih besar dari pada laju inflasi. Adanya serikat buruh yang kuat
kadang kala berhasil dalam menuntut kenaikan upah dengan prosentase yang lebih
besar dari laju inflasi, dengan demikian inflasi dapat menyebabkan pola distribusi
pendapatan dan kekayaan masyarakat.
Sedangkan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi, semakin banyak
uang yang beredar maka inflasi semakin tinggi. Inflasi dianggap sebagai masalah
dalam perekonomian karena menurunnya daya beli masyarakat. Tetapi sebenarnya
tidak ada yang berubah, dengan adanya inflasi maka upah atau gaji juga naik,
karena upah riil tergantung pada produktivitas marjinal tenaga kerja.
Kesejahteraan ekonomi tergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat
harga. Ketika inflasi melambat perusahaan akan sedikit menaikkan harga produk
setiap tahun, yang mengakibatkan pendapatan pengusaha lebih besar dan akan
memberi pendapatan para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil. Dalam hal ini
pemerintah mengenakan pajak untuk memberikan potensi penerimaan daerah
lebih banyak (Umdatul, 2015).
2.2.8 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah
lakukan, yaitu jika pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang
dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
34
dikeluarkan
oleh
pemerintah
dalam
melaksanakan
kebijakan
tersebut.
(Mangkoesoebroto, 2004).
Menurut Suparmoko (2006) bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
1.
Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi dimasa yang akan datang.
2.
Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi
masyarakat.
3.
Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.
4.
Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli
yang lebih luas.
Sedangkan macam-macam pengeluaran pemerintah, meliputi :
1.
Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya
pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat
yang menerima jasa-jasa dan barang-barang yang bersangkutan. Misalnya
pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan pemerintah atau untuk proyekproyek produktif.
2.
Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan
ekonomi bagi masyarakat yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan
sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah.
Misalnya pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran
untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan
perekonomian masyarakat.
35
3.
Pengeluaran yang tidak termasuk self liquiditing dan reproduktif, yaitu
pengeluaran yang langsung menambahkan kegembiraan dan kesejahteraan
masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monument dan
sebagainya.
4.
Pengeluaran yang merupakan penghematan dimasa akan dating, misalnya
pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, pengeluaran untuk kesehatan dan
pendidikan masyarakat.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran
Pemerintah Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran
rutin pada dasarnya memiliki unsur-unsur yaitu pos-pos pengeluaran untuk
membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai,
belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga
barang), angsuran dan utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain.
Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya adalah pengeluaran yang
bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang
dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan
proyek.
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperluas pilihanpilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai
tujuan akhir, sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk
36
mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia, ada
empat hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu (UNDP, 1995):
1. Produktivitas
Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan
berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.
2. Pemerataan
Penduduk
harus
mempunyai kesempatan/peluang
yang sama untuk
mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya
untuk generasi-generasi yang akan dating. Semua sumber daya fisik manusia,
dan lingkungan selalu diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan
menentukan kehidupan mereka serta untuk berpartisipas dan mengambil
manfaat dari proses pembangunan.
Untuk mengukur pembangunan manusia, maka United Nation Development
Programe (UNDP) membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar tersebut adalah umur panjang,
pengetahuan dan daya beli. Umur panjang dikuantifikasikan dalam umur harapan
hidup saat lahir atau sering disebut angka harapan hidup. Pengetahuan
dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis / angka melek huruf dan rata-rata
37
lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses
sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.
Nilai IPM suatu wilayah atau Negara menunjukkan seberpa jauh Negara atau
wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat dan tingkat
pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak.
Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan
yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Konsep pembangunan manusia
yang dikembangkan oleh PBB menetapkan peringkat kinerja pembangunan
manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:
1. Tinggi
: IPM > 80,0
2. Menengah atas
: IPM antara 66,0 – 79,9
3. Menengah bawah
: IPM antara 50,0 – 65,9
4. Rendah
: IPM < 50,0
2.3 Pengaruh variabel Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Pengeluaran
Pemerintah Dan Indeks Pembangunan Terhadap Ketimpangan
Pendapatan
2.3.1 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan
PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu.PDRB
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu
wilayah atau daerah (Sukmaraga, 2011). Oleh karena itu, besarnya PDRB masingmasing daerah tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
38
tergantung pada kemampuan dan potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Semakin tinggi kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam dan
semakin banyak potensi sumber daya alam yang dimiliki maka PDRB akan
semakin tinggi. Selain itu, PDRB suatu daerah yang tinggi juga mencerminkan
bahwa tingkat keberhasilan pembangunan di daerah tersebut tinggi. Keberhasilan
pembangunan terutama dalam pembangunan ekonomi akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Misalnya dengan membangun
industri tertentu, dapat menyerap lapangan kerja di daerah tersebut, sehingga
dapat
meningkatkan
pendapatan
masyarakat.Selain
itu,
dengan
adanya
pembanguan di sektor ekonomi atau industri dapat mendorong munculnya jenis
usaha baru. Misalnya, di suatu daerah di bangun pabrik baru, maka selain akan
menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, juga akan mendorong jenis usaha
baru yang lain seperti usaha rumah makan, usaha laundry, counter-counter pulsa
dan usaha lainnya. Kondisi itu, dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan
pada akhirnya kesejahteraan masyarakat meningkat.Dalam arti pendapatan
masyarakat semakin merata. Dengan demikian semakin tinggi PDRB suatu daerah
maka akan semakin rendah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah tersebut.
Penelitian Fazar Nuriansyah dan Kusnendi (2011) membuktikan bahwa PDRB
berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.
2.3.2 Pengaruh inflasi terhadap terhadap ketimpangan pendapatan
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum
dan terus menerus (Boediono, 2002).Inflasi sebagai suatu gejala ekonomi
memiliki dampak bagi kegiatan perekonomian masyarakat sebagai konsumen,
39
juga berpengaruh kepada perusahaan sebagai produsen. Misalnya pada konsumen,
inflasi menyebabkan harga-harga barang yang dikonsumsi mengalami kenaikan,
sehingga pola konsumsi masyarakat akan berubah, sedangkan pada produsen,
inflasi dapat menyebabkan kenaikan harga bahan baku sehingga dapat
mengurangi kemampuan produsen untuk membeli bahan baku yang akhirnya
dapat menurunkan produksi. Inflasi juga berdampak pada kegiatan pendistribusian
pendapatan masyarakat, dimana kegiatan pendistribusian pendapatan menjadi
terganggu
karena
orang
yang
memiliki
penghasilan tetap
secara
riil
pendapatannya akan mengalami penurunan. Dengan kata lain semakin tinggi
inflasi maka ketimpangan distribusi pendapatan juga akan semakin tinggi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rubens (2005) yang menyebutkan bahwa meningkatnya
inflasi dapat menyebabkan kemerosotan terhadap distribusi pendapatan.Penelitian
Ulfie Efriza (2014) membuktikan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan.
2.3.3 Pengaruh Pengeluaran Pemeritah terhadap ketimpangan pendapatan
Pengeluaran pemerintah merupakan konsumsi barang dan jasa yang
dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk
keperluan
administrasi
pembangunan.Mangkoesoebroto
pemerintahan
(2004)
dan
menyebutkan
kegiatan-kegiatan
bahwa
pengeluaran
pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah lakukan, yaitu jika
pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah dalam
melaksanakan kebijakan tersebut.Misalnya pemerintah
40
mengeluarkan biaya untuk membangun pasar yang ditujukan untuk pedagang
kecil. Dengan dibangunnya pasar yang baru dan bersih diharapkan kesejahteraan
pedagang akan meningkat karena banyaknya pembeli yang datang. Dengan
meningkatnya kesejahteraan tersebut maka ketimpangan pendapatan akan
menurun. Dengan demikian semakin banyak pengeluaran pemerintah yang
digunakan untuk pembangunan maka ketimpanga distribusi pendapatan akan
semakin rendah. Penelitian Harun (2013) membuktikan bahwa pengeluaran
pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan ketimpangan pembangunan
wilayah.
2.3.4 Pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap ketimpangan
pendapatan
Indeks pembangunan manusia adalah ukuran capaian pembangunan
manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yaitu umur panjang,
pengetahuan dan daya beli.Komponen-komponen dasar tersebut menunjukkan
kemampuan dari pembangunan manusia pada suatu wilayah atau negara. Nilai
IPM Nilai IPM suatu wilayah atau negara menunjukkan seberpa jauh negara atau
wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat dan tingkat
pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Indeks
pembanguan manusia yang besar menunjukkan standar hidup layak atau
kesejahteraan di wilayah tersebut baik atau tingkat ketimpangan pendapatan
rendah.Artinya semakin tinggi indeks pembangunan manusia maka ketimpangan
distribusi pendapatan semakin rendah.Penelitian Putri dkk (2015) membuktikan
41
bahwa
indeks
pembangunan
manusia
berpengaruh
signifikan
terhadap
ketimpangan pendapatan di Indonesia.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
Ha1
: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan
Ha2
: Inflasi
berpengaruh
negatif
terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan
Ha3
:pengeluaran pemerintah negatif terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan
Ha4
: Indeks
pembangunan
manusia
distribusi pendapatan
42
negatif
terhadap
ketimpangan
Download