BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Efriza (2014) meneliti tentang analisis kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur di era desentralisasi fiscal.Penelitian tersebut menggunakan data yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kotamadya di jawa timur dalam kurun waktu 10 tahun yaitu 2001-2010.Teknik analisis data menggunakan analisis indeks Williamson dan indeks entropi theil yang dilanjutkan dengan analisis regresi linier berganda dengan uji klasik.Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di jawa timur tinggi, dimana dengan menggunakan indeks Williamson dan entropi theil menunjukkan angka di atas 1, dimana angka tersebut melebihi angka maksimum. Selain itu, ditemukan bahwa tingkat buta huruf, inflasi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan IPM berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan di jawa timur. Penelitian Putri dkk (2015) meneliti tentang analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan sumber data panel mulai tahun 2008-2012 di 33 propinsi di Indonesia. Uji analisis induktif dalam penelitian ini menggunakan uji stasioner, uji kointegrasi, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.Untuk menguji hipotesis digunakan simultaneous equation model analysis dengan Least Squared Method (ILS).Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel derajat 12 otonomi fiscal daerah, rasio pajak dan investasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Variabel pertumbuhan ekonomi, produktivitas tenaga kerja, investasi dan IPM mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia secara signifikan. Penelitian Wahyuni dkk (2014) meneliti tentang Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota di propinsi Bali.Penelitian tersebut menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS propinsi Bali dan biro keuangan propnsi Bali.Teknik analisis menggunakan path analysis.Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah da inevstasi dari tahun 2000-2012 berpengaruh positif dan sigifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di propinsi Bali.Pengeluaran pemerintah, berpengaruh positif dan inevstasi dan pertumbuhan ekonomi signifikan terhadap kesenjangan juga pendapatan kabupaten/kota di propinsi Bali.Di samping itu pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap kesenjagan pednapatan melalui pertumbuhan ekonomi.Investasi berpengaruh posiif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan.Pertumbuhan eonomi berpengaruh positif dan sigifikan terhdap kesenjaangan pednapatan masyarakat.Pengeluaran pemerintah dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi. Penelitian Harun (2013) meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pembangunan wilayah.Penelitian tersebut menggunakan kabupaten/kotamadya 13 di propinsi jawa timur tahun 2007-2011.Ketimpangan pembangunan wilayah sebagai variabel dependen diukur denga menggunakan metode pengukuran indeks Williamson. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi data panel dengan pendekatan random effect model denga program Eviews. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh negative dan signifikan terhadap ketimpangan pembangunan wilayah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif da sigifikan terhadap ketimpangan pembangunan wilayah. Penelitian Hasna (2013) meneliti tentang analisis spasial pengaruh dana perimbangan terhadap ketimpangan pendapatan di propinsi Jawa Timur tahun 2008-2011. Penelitian tersebut menggunakan data panel dengan pendekatan spatial econometric.Model yang terpilih adalah spatial error with fixed effect.Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi antara satu kabupaten dengan kabupaten/kota tetanggannya cukup tinggi, yaitu sebesar 0,470 dari rentang nilai 0 hingga 1. Dengan memperhatikan aspek spasial, maka kenaikan dana perimbangan signifikan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan dan factor lainya yang berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan adalah factor tenaga medis dan UMR, sedangkan faktor tenaga kerja industry berpengaruh negative signifikan terhadap indeks ketimpangan di jawa timur. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel dependen yang digunakan yaitu ketimpangan pendapatan dan alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda.Perbedaannya adalah pertama, pada obyek penelitian dimana penelitian 14 sekarang menggunakan kabupaten/kotamadya di DIY.Kedua, variabel independen yang digunakan dimana pada penelitian sekarang menggunakan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, inflasi dan indeks pembangunan manusia (IPM). 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi terdiri dari dua kata yaitu pembangunan dan ekonomi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pembangunan adalah hasil pekerjaan membangun, sedangkan ekonomi adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan pengolahan barang industri, pertanian dan perdagangan (Badudu, 2001). Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Saerofi, 2005). Berdasarkan definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang. Pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berlangsung pada setiap daerah di wilayah Indonesia harus disesuaikan dengan potensi dan prioritas yang dimiliki oleh masing-masing daerah sehingga keseluruhan pembangunan merupakan satu kesatuan yang utuh dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional (Choirullah, 2007). 15 Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan hakikat dari proses dan sifat pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk. Secara umum permasalahan pokok pembangunan di Indonesia dalam konteks penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 adalah (Yuliadi, 2009): 1. Tingginya jumlah pengangguran dan penduduk miskin. 2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). 3. Kesenjangan pembangunan antar kelompok, wilayah dan daerah di Indonesia. 4. Menurunnya kualitas sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. 5. Rendahnya penegakkan hukum dan keadilan. 6. Tingginya angka kejahatan dan masih adanya potensi konflik horisontal. 7. Ancaman separatisme dan rendahnya kemampuan Hankam. 8. Kelembagaan demokrasi yang masih lemah. Untuk mengamati dan menganalisis permasalahan pembangunan dan begaimana kebijakan yang diambil, maka pembahasan dilakukan menurut kelompok dan bidang-bidang pembangunan. Indonesia sebagai negara yang kaya dengan SDA namun memiliki keterbatasan dalam kualitas SDM perlu 16 merumuskan strategi kebijakan untuk dapat mewujudkan tiga tujuan pembangunan nasional (triple bottom line) secara simultan yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, pemerataan kesejahteraan kepada seluruh rakyat secara adil, dan terpeliharanya kelestarian lingkungan dan SDA. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan pembangunan yang mencakup (Yuliadi, 2009): 1. Peningkatan produktivitas dan efisiensi ekonomi secara berkelanjutan melalui penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk menghasilkan produk yang kompetitif. 2. Implementasi tata ruang wilayah secara konsisten untuk mengembangkan sektor pertanian dan perkebunan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. 3. Program diversifikasi pangan nasional melalui pengembangan pangan non beras untuk meningkatkan alternatif pangan rakyat menuju swasembada pangan. 4. Pengembangan industri manufaktur yang mengandung nilai tambah (valueadded) yang tinggi sekaligus dapat menyerap tenaga kerja serta mendorong kegiatan ekonomi terkait. 5. Pengembangan industri pendukung untuk memperkuat struktur industri nasional yang kokoh dan stabil bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi terkait. 6. Peningkatan kualitas SDM melalui penguasaan dan penerapan Iptek dalam kegiatan bisnis dan ekonomi. 17 7. Adanya dukungan politik (political will) dari semua unsur pemerintah yang terkait untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kegiatan ekonomi. Meningkatkan etos kerja baik pada pengusaha maupun pekerja untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif serta secara semultan mencegah dan memerangi setiap praktek yang dapat merusak sistem ekonomi seperti KKN, illegal logging, dan sebagainya. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non-ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro (2007) adalah: 1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan. 2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar tehadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional. 3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan. 18 Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada empat model pembangunan yaitu model pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (Suryana, 2000). Berdasar atas model pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal. 2.2.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 2006). Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2003), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya, 19 kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Kinerja perekonomian Indonesia dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh laju pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang selama periode 1969-1981 mencapai tingkat rata-rata 7,7% setahun. Tetapi mulai tahun 1982 pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun menjadi rata-rata 4% per tahun (Yuliadi, 2009). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRB t-1) Laju pertumbuhan ekonomi (ΔY) = Ahli-ahli ekonomi telah lama PDRBt PDRBt 1 x 100% PDRBt 1 memandang beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu (Sukirno, 1996 dalam Saerofi, 2005): 1. Tanah dan kekayaan alam lain Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Di dalam setiap negara di mana pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor di mana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis 20 barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi. Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat kemungkinannya untuk memperoleh keuntungan tersebut dan menarik pengusaha-pengusaha dari negara-negara atau daerah yang lebih maju untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup, teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang dibawa oleh pengusaha-pengusaha tersebut dari luar memungkinan kekayaan alam tersebut diusahakan secara efisien dan menguntungkan. 2. Jumlah dan Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar tergantung pada pendapatan dan jumlah penduduk. Akibat buruk pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi ataupun kalau 21 bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk. 3. Barang-barang modal dan tingkat ekonomi Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang telah bertambah jumlahnya dan teknologi yang bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan maka kemajuan yang akan dicapai akan jauh lebih rendah. 4. Sistem sosial dan sikap masyarakat Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan ekonomi, di antaranya sikap hemat untuk mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi, sikap kerja keras dan kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap yang selalu menambah pendapatan dan keuntungan. Di sisi lain sikap masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang modern dan produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipercepat. 5. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para pengusaha untuk menggunakan teknologi modern yang tingkat produktivitasnya tinggi. 22 Karena produktivitasnya rendah maka pendapatan para pekerja tetap rendah, dan ini selanjutnya membatasi pasar. 2.2.3 Model Pertumbuhan Ekonomi Daerah Beberapa model dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Syamsurijal, 2008): 1. Model Basis Ekspor (Export-Base Mode) Model ini dipekenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bila daerah tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan. 2. Model Interregional Income Perluasan dari Model Basis Ekspor dapat dilakukan dengan memasukkan unsur hubungan ekonomi antar wilayah yang dikenal sebagai Interregional Income Model yang dikembangkan oleh Harry W. Richardson (1978). Dalam model ini, ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem yang ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah. Kegiatan perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang konsumsi dan barang modal. 3. Model Neo-Klasik Model ini mendasarkan analisisnya pada teori Ekonomi Neo-Klasik. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. 23 Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah. 4. Model Penyebab Berkumulatif Model penyebab berkumulatif dikemukakan oleh Nikolas Kaldor yang mengkritik model Neo-Klasik. Model penyebab berkumulatif tidak percaya pemerataan pembangunan antar daerah akan dapat dicapai dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan daerah hanya dapat dikurangi dengan program pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan daerah akan terus meningkat seiring meningkat proses pembangunan 2.2.4 Konsep Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata untuk masing-masing penduduk dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Adapun rumusnya sebagai berikut (Sri Widiyati, 2011). Pendapatan perkapita terhitung secara berkala, biasanya per satu tahun dan mempunyai manfaat, yaitu : 24 1. Sebagai data perbandingan tingkat kesejahteraan suatu negara dengan negara lain. 2. Sebagai perbandingan tingkat standar hidup suatu negara dengan negara lain. 3. Sebagai data untuk kebijakan atau sebgai bahan baku pertimbangan mengambil kebijakan atau sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah ekonomi. 4. Sebagai data untuk melihat tingkat perbandingan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Pendapatan perkapita yang digunakan sebagai barometer untuk mengukur taraf hidup rata-rata masyarakat suatu negara masih ada kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan oleh berikut ini: 1. Tingginya pendapatan perkapita suatu negara dalam perhitungannya kurang memperhatikan aspek pemerataan PDRB perkapita dan harga barang keperluan sehari-hari. 2. Tingginya pendapatan perkapita belum tentu mencerminkan secara realistis tingkat kesejahteraan masyarakat, karena ada faktor-faktor lain yang sifatnya relatif atau sangat subjektif sehingga sulit diukur tingkat kesejahteraannya. 3. Tingginya pendapatan perkapita tidak menjelaskan mengenai masalah pengangguran yang ada serta berapa lama seseorang itu bekerja 2.2.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan merupakan hal yang tidak sebagaimana mestinya seperti tidak adil, tidak beres. Sedangkan, pendapatan adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal 25 yang terhitung dalam jangka waktu tertentu (BPS: 2012). Pengertian pendapatan menurut Suparmoko (2006) adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh para anggota masyarakat dalam waktu tertentu sebagai balas jasa atas faktor-faktor produksi nasional. Faktor-faktor produksi nasional meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan kewirausahaan (skill). Secara umum, pendapatan diartikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan. Pendapatan dapat berasal dari sektor formal dan non formal. Dalam penelitian ini, pendapatan diartikan sebagai penerimaan sejumlah uang oleh pelaku ekonomi, baik masyarakat maupun pemerintah. Distribusi pendapatan menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2012) adalah metode yang melihat porsi pengeluaran konsumsi rumah tangga yang didapat dari pendapatan yang diterima masyarakat. Sedangkan menurut Tambunan (2001), distribusi pendapatan adalah pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, dimana pengertian tersebut harus dibedakan dengan kekayaan (karena kekayaan bisa saja lebih besar dibandingkan pendapatan). Sedangkan distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu, distribusi pendapatan relatif dan distribusi pendapatan mutlak. Distribusi pendapatan relatif adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan penerima pendapatan dan distribusi pendapatan mutlak adalah presentasi jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu atau kurang dari padanya. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu 26 daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya. Pemerataan pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi. Pertama pembagian pendapatan antar lapisan masyarakat. Kedua, pembagian pendapatan antar daerah, yaitu daerah perkotaan dan pedesaan. Ketiga pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar Kabupaten/Kota, Indikator ketimpangan yang dipakai adalah indeks Gini yang diturunkan dari kurva Lorenz. 1. Kurva Lorenz Kurva Lorenz ditemukan oleh seorang ahli statistik asal Amerika bernama Conrad Lorenz. Kurva ini tergambar dalam sebuah bujursangkar dimana sisi vertikal mewakili persentase kumulatif pendapatan dan sisi horizontal mewakili persentase kumulatif penduduk sebagai penerima pendapatan (Suparmoko, 2006). Gambar 2. Kurva Lorenz 27 Penentuan tingkat ketimpangan Kurva Lorenz dilihat dari jauh dekatnya garis lengkung terhadap garis diagonal. Semakin dekat garis lengkung dengan garis lurus diagonal, maka distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya, semakin jauh garis lengkung terhadap diagonal, maka ketimpangan yang terjadi semakin buruk. Cara untuk menggambar kurva Lorenz dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengurutkan data pengeluaran dari nilai terkecil hingga terbesar. b. Menentukan desil pertama hingga ke sepuluh pada distribusi data. c. Menghitung besarnya pendapatan pada masing-masing kelompok desil. d. Menentukan kumulatif pendapatan pada masing-masing kelompok desil. e. Menghitung persentase kumulatif pendapatan masing-masing desil. f. Memetakan dalam plot 2 dimensi antara tiap-tiap desil sebagai sisi horizontal dan nilai persentase kumulatif pendapatan pada sisi vertikal. Kurva Lorenz menjelaskan tingkat ketimpangan dengan menampakkan area timpang yang dibentuk oleh garis lurus dan lengkung pada kurva. Sehingga fluktuasi angka ketimpangan dari waktu ke waktu atapun perbandingan antar tempat sulit untuk dibedakan. Ukuran secara kuantitatif akan diperjelas dengan perhitungan indeks Gini. 2. Indeks Gini Untuk melihat angka ketimpangan distribusi pendapatan, perhitungan yang sering dipakai adalah Indeks Gini (BPS: 2013). Indeks Gini didapatkan dengan cara menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh 28 bujursangkar dimana kurva Lorenz tersebut berada (Suparmoko: 2006). Secara teknis, langkah awal yaitu penduduk diurutkan dari yang mempunyai pengeluaran perkapita per bulan paling rendah sampai dengan yang mempunyai pengeluaran per kapita per bulan paling tinggi. Kemudian dibuat kelas-kelas setiap 10% dari paling rendah sampai paling tinggi. Langkah selanjutnya adalah menghitung frekuensi persentase dan kumulatif persentase baik untuk penduduk penerima pendapatan maupun pendapatan yang diterima. Nilai dari Indeks Gini terletak antara 0 sampai 1. Angka 0 menunjukkan kemerataan sempurna, sedangkan 1 menunjukkan ketidakmerataan sempurna. Berikut formula untuk mencari Indeks Gini: Indeks Gini Keterangan : G = Gini Ratio Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas-i Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i k = Banyaknya kelas pendapatan Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan. Standar penilaian ketimpangan Gini Rasio ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut (Hera Susanti dkk, 2005): a. GR < 0.4 dikategorikan sebagai ketimpangan rendah. 29 b. 0.4 GR 0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan sedang (Moderat). c. GR > 0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan tinggi. 2.2.6 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Perkapita PDRB perkapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB perkapita dapat dihitung dari PDRB harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah (Sukmaraga, 2011). Perekonomian di dalam suatu negara, masing-masing sektor tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) angka PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut : 30 1. Pendekatan Produksi Pendekatan produksi digunakan untuk menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh segala kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing total produksi bruto tiap-tiap sektor atau subsektor. Pendekatan ini banyak digunakan pada perkiraan nilai tambah dari kegiatan-kegiatan produksi yang berbentuk barang. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. Di Indonesia sendiri dalam menghitung pendapatan nasional maupun regional dari sisi produksi terdiri dari penjumlahan sembilan sektor ekonomi/lapangan usaha antara lain: a. Sektor Pertanian b. Sektor Pertambangan dan Penggalian c. Sektor Industri d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih e. Sektor Bangunan/ Konstruksi f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan i. Sektor Jasa-jasa (BPS, 2013). 2. Pendekatan Pendapatan 31 Dalam pendekatan pendapatan maka nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Penjumlahan semua komponen ini disebut NTB, untuk tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus usaha di sini adalah bunga neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode 21 pendekatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti pada subsektor pemerintahan umum. Hal ini disebabkan tidak tersedianya atau kurang lengkapnya data mengenai nilai produksi dan biaya antara (Production Account) (Tarigan, 2005). 3. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk (BPS, 2013): a. Konsumsi rumah tangga, b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, c. Konsumsi pemerintah, d. Pembentukan modal tetap bruto (investasi), e. Perubahan stok, dan f. Ekspor netto 2.2.7 Inflasi 32 Teori kuantitas uang David Hume dalam Mankiw (2008) menyatakan bahwa bank sentral, mengawasi jumlah uang beredar, memiliki kendali tinggi atas tingkat inflasi, jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetapstabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat tingkat harga akan meningkat dengan cepat. Menurut Boediono (2006), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Inflasi dapat terjadi karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi ini disebut demand inflation. Inflasi juga dapat terjadi karena biaya produksi naik atau yang biasa disebut Cost Inflation. Case dan Fair (2006) menyebutkan bahwa ekspektasi bisa mempengaruhi tingkat harga. Ekspektasi bisa menyebabkan masyarakat takut akan perubahan harga. Jika harga naik dan jika ekspektasi masyarakat bersifat adaptif yaitu jika mereka membentuk ekspektasi atas dasar perilaku penetapan harga sebelumnya maka perusahaan mungkin akan terus menaikkan harga meskipun permintaan melambat atau menyusut. Jika bank sentral menurunkan inflasi dengan memperlambat tingkat pertumbuhan uang, para pekerja tidak akan melihat upah riil mereka naik dengan lebih cepat. Padahal ketika inflasi melambat perusahaan akan sedikit menaikkan harga produk masyarakat setiap tahun, dan akibatnya akan memberi para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil (Mankiw, 2008). 33 Nopirin (1987) dalam Umdatul (2015) mengatakan bahwa pihak-pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan yang prosentasenya lebih besar dari laju inflasi atau masyarakat yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase yang lebih besar dari pada laju inflasi. Adanya serikat buruh yang kuat kadang kala berhasil dalam menuntut kenaikan upah dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, dengan demikian inflasi dapat menyebabkan pola distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Sedangkan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi, semakin banyak uang yang beredar maka inflasi semakin tinggi. Inflasi dianggap sebagai masalah dalam perekonomian karena menurunnya daya beli masyarakat. Tetapi sebenarnya tidak ada yang berubah, dengan adanya inflasi maka upah atau gaji juga naik, karena upah riil tergantung pada produktivitas marjinal tenaga kerja. Kesejahteraan ekonomi tergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga. Ketika inflasi melambat perusahaan akan sedikit menaikkan harga produk setiap tahun, yang mengakibatkan pendapatan pengusaha lebih besar dan akan memberi pendapatan para pekerja kenaikan upah yang lebih kecil. Dalam hal ini pemerintah mengenakan pajak untuk memberikan potensi penerimaan daerah lebih banyak (Umdatul, 2015). 2.2.8 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah lakukan, yaitu jika pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus 34 dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 2004). Menurut Suparmoko (2006) bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan datang. 2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. 3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. 4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas. Sedangkan macam-macam pengeluaran pemerintah, meliputi : 1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa dan barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan pemerintah atau untuk proyekproyek produktif. 2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. 35 3. Pengeluaran yang tidak termasuk self liquiditing dan reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambahkan kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monument dan sebagainya. 4. Pengeluaran yang merupakan penghematan dimasa akan dating, misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran Pemerintah Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya memiliki unsur-unsur yaitu pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperluas pilihanpilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk 36 mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu (UNDP, 1995): 1. Produktivitas Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. 2. Pemerataan Penduduk harus mempunyai kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. 3. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan dating. Semua sumber daya fisik manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui. 4. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan kehidupan mereka serta untuk berpartisipas dan mengambil manfaat dari proses pembangunan. Untuk mengukur pembangunan manusia, maka United Nation Development Programe (UNDP) membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar tersebut adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut angka harapan hidup. Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis / angka melek huruf dan rata-rata 37 lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Nilai IPM suatu wilayah atau Negara menunjukkan seberpa jauh Negara atau wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh PBB menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut: 1. Tinggi : IPM > 80,0 2. Menengah atas : IPM antara 66,0 – 79,9 3. Menengah bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 4. Rendah : IPM < 50,0 2.3 Pengaruh variabel Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Pengeluaran Pemerintah Dan Indeks Pembangunan Terhadap Ketimpangan Pendapatan 2.3.1 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu.PDRB merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah atau daerah (Sukmaraga, 2011). Oleh karena itu, besarnya PDRB masingmasing daerah tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lain 38 tergantung pada kemampuan dan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam dan semakin banyak potensi sumber daya alam yang dimiliki maka PDRB akan semakin tinggi. Selain itu, PDRB suatu daerah yang tinggi juga mencerminkan bahwa tingkat keberhasilan pembangunan di daerah tersebut tinggi. Keberhasilan pembangunan terutama dalam pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Misalnya dengan membangun industri tertentu, dapat menyerap lapangan kerja di daerah tersebut, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.Selain itu, dengan adanya pembanguan di sektor ekonomi atau industri dapat mendorong munculnya jenis usaha baru. Misalnya, di suatu daerah di bangun pabrik baru, maka selain akan menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, juga akan mendorong jenis usaha baru yang lain seperti usaha rumah makan, usaha laundry, counter-counter pulsa dan usaha lainnya. Kondisi itu, dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat meningkat.Dalam arti pendapatan masyarakat semakin merata. Dengan demikian semakin tinggi PDRB suatu daerah maka akan semakin rendah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah tersebut. Penelitian Fazar Nuriansyah dan Kusnendi (2011) membuktikan bahwa PDRB berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. 2.3.2 Pengaruh inflasi terhadap terhadap ketimpangan pendapatan Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Boediono, 2002).Inflasi sebagai suatu gejala ekonomi memiliki dampak bagi kegiatan perekonomian masyarakat sebagai konsumen, 39 juga berpengaruh kepada perusahaan sebagai produsen. Misalnya pada konsumen, inflasi menyebabkan harga-harga barang yang dikonsumsi mengalami kenaikan, sehingga pola konsumsi masyarakat akan berubah, sedangkan pada produsen, inflasi dapat menyebabkan kenaikan harga bahan baku sehingga dapat mengurangi kemampuan produsen untuk membeli bahan baku yang akhirnya dapat menurunkan produksi. Inflasi juga berdampak pada kegiatan pendistribusian pendapatan masyarakat, dimana kegiatan pendistribusian pendapatan menjadi terganggu karena orang yang memiliki penghasilan tetap secara riil pendapatannya akan mengalami penurunan. Dengan kata lain semakin tinggi inflasi maka ketimpangan distribusi pendapatan juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rubens (2005) yang menyebutkan bahwa meningkatnya inflasi dapat menyebabkan kemerosotan terhadap distribusi pendapatan.Penelitian Ulfie Efriza (2014) membuktikan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. 2.3.3 Pengaruh Pengeluaran Pemeritah terhadap ketimpangan pendapatan Pengeluaran pemerintah merupakan konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pembangunan.Mangkoesoebroto pemerintahan (2004) dan menyebutkan kegiatan-kegiatan bahwa pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah lakukan, yaitu jika pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut.Misalnya pemerintah 40 mengeluarkan biaya untuk membangun pasar yang ditujukan untuk pedagang kecil. Dengan dibangunnya pasar yang baru dan bersih diharapkan kesejahteraan pedagang akan meningkat karena banyaknya pembeli yang datang. Dengan meningkatnya kesejahteraan tersebut maka ketimpangan pendapatan akan menurun. Dengan demikian semakin banyak pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk pembangunan maka ketimpanga distribusi pendapatan akan semakin rendah. Penelitian Harun (2013) membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan ketimpangan pembangunan wilayah. 2.3.4 Pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap ketimpangan pendapatan Indeks pembangunan manusia adalah ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yaitu umur panjang, pengetahuan dan daya beli.Komponen-komponen dasar tersebut menunjukkan kemampuan dari pembangunan manusia pada suatu wilayah atau negara. Nilai IPM Nilai IPM suatu wilayah atau negara menunjukkan seberpa jauh negara atau wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Indeks pembanguan manusia yang besar menunjukkan standar hidup layak atau kesejahteraan di wilayah tersebut baik atau tingkat ketimpangan pendapatan rendah.Artinya semakin tinggi indeks pembangunan manusia maka ketimpangan distribusi pendapatan semakin rendah.Penelitian Putri dkk (2015) membuktikan 41 bahwa indeks pembangunan manusia berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia. 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Ha1 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Ha2 : Inflasi berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Ha3 :pengeluaran pemerintah negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Ha4 : Indeks pembangunan manusia distribusi pendapatan 42 negatif terhadap ketimpangan