Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Antara Pasar

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Integrasi Pasar
Integrasi pasar merupakan keterpaduan diantara beberapa pasar yang
memiliki korelasi harga tinggi. Muwanga dan Snyder (1997) dalam Adiyoga
(2006) mengemukakan bahwa pasar-pasar terintegrasi jika terjadi aktivitas
perdagangan antara dua atau lebih pasar-pasar yang terpisah secara spasial,
kemudian harga di suatu pasar berhubungan atau berkorelasi dengan harga di
pasar-pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan harga di suatu pasar secara parsial
atau total ditransmisikan ke pasar-pasar lain, baik dalam jangka pendek atau
jangka panjang.
Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
efisiensi pasar. Pasar akan berjalan secara efisien jika memanfaatkan semua
informasi yang tersedia. Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar
pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan
pemanfaatan informasi diantara berbagai pasar mengakibatkan harga dari
komoditas tertentu bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi
ini menunjukkan keberadaan integrasi pasar yang merupakan indikator efisiensi
sistem pemasaran (Heytens 1986 dalam Adiyoga 2006).
Menurut Baffes dan Bruce (2003) pasar dapat dikatakan terintegrasi
apabila perubahan harga yang terjadi di pasar dunia tersebut langsung diteruskan
dan direfleksikan ke pasar dalam negeri. Dengan kata lain pola harga yang
16
ditunjukkan harus sama. Sebuah sistem pasar yang terintegrasi secara efisien akan
memiliki hubungan yang positif antara harganya di wilayah pasar yang berbeda.
Selanjutnya jika perdagangan terjadi pada dua wilayah yang berbeda dan
harga di daerah yang mengimpor sebanding dengan harga di daerah yang
mengekspor ditambah dengan biaya yang diperlukan, maka kedua pasar tersebut
dapat dikatakan telah terintegrasi (Ravallion, 1986). Berbeda dengan Barrett
(1996) yang menyatakan bahwa pasar yang tidak terintegrasi spasial maupun
intertemporal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi ketidakefisienan pasar
seperti terjadi kolusi dan adanya konsentrasi pasar sehingga mengakibatkan
adanya permainan harga dan terjadinya distorsi harga di pasar.
Rifin dan Nurdiyani (2007) mengatakan bahwa terintegrasi atau tidaknya
suatu pasar dapat dianalisis dengan memperhatikan faktor:
1. Segmentansi pasar
Pasar dikatakan tidak terintegrasi jika pasar tersegmentasi dimana apabila
perubahan harga yang terjadi di pasar acuan tidak mempunyai pengaruh, baik
cepat atau lambat terhadap harga di pasar domestik. Dengan demikian
diharapkan dengan terintegrasinya pasar domestik, maka harga yang terjadi di
pasar domestik dipengaruhi oleh perubahan harga yang ada di pasar acuan.
2. Integrasi jangka Pendek
Pasar dikatakan terintegrasi dalam jangka pendek apabila perubahan harga
yang terjadi di pasar acuan secara langsung dan utuh diteruskan ke dalam
harga di pasar domestik. Analisis ini juga mensyaratkan bahwa tidak ada efek
lag pada harga dimasa yang akan datang.
17
Dalam makroekonomi dan ekonomi internasional konsep yang umum dari
integrasi pasar terfokus pada kemampuan dalam melakukan perdagangan
(trability/tradabilitas). Transfer sinyal tradabilitas terhadap kelebihan permintaan
dari suatu pasar ke pasar lainnya ditrasmisikan sebagai arus fisik aktual maupun
potensial. Arus perdagangan yang positif dapat mendemontrasikan integrasi pasar
spasial berdasarkan konsep tradabilitas (Barret, 2005).
Riset integrasi spasial pasar tradisional mengasumsikan bahwa dua
daerah dengan pasar ekonomi yang sama untuk produk yang homogen terjadi jika
perbedaan harga antara dua daerah sama persis dengan biaya transaksi yang
berhubungan dengan perdagangan (Sexton, Kling dan Carman dalam Bernal
2003). Pada suatu keseimbangan yang kompetitif, arus perdagangan terjadi
sampai laba potensi menjadi jenuh. Jika perbedaan harga kurang dari biaya biayabiaya transaksi, maka pasar mungkin tersegmentasi atau jika perdagangan masih
terjadi juga maka perbedaan ini mengindikasikan adanya strategi maksimisasi
keuntungan jangka panjang atau kegagalan atas informasi jangka pendek. Pasar
autarki menyediakan penjelasan alternatif untuk pasar tersegmentasi dengan
kondisi keseimbangan (Spiller dan Huang dalam Bernal, 2003). Kemudian Anwar
(2005) menyatakan bahwa dua pasar terpadu apabila perubahan harga suatu pasar
dirambatkan ke pasar lain, semakin cepat perambatannya maka semakin terpadu
pasarnya.
Kajian tentang integrasi pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh
mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar. Tingkat
keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi
diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi
18
oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran
yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan apabila arus informasi berjalan dengan
lancar dan seimbang, tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui
informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran diatasnya, sehingga dapat
menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga.
Pada dasarnya analisis integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua bagian
berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, yaitu:
1.
Integrasi Pasar Spasial
Integrasi pasar spasial merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara
pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial menunjukkan
pergerakan harga, dan secara umum merupakan signal dari transmisi harga dan
informasi diantara pasar yang terpisah secara spasial. Prilaku harga spasial dalam
pasar regional merupakan indikator penting dalam melihat market performance.
Pasar yang tidak terintegrasi bisa membawa informasi harga yang tidak akurat
yang dapat mendistorsi keputusan pasar produsen dan kontribusi pergerakan
produk menjadi tidak efisien.
Tingkat keefisienan antar pasar di berbagai lokasi yang berjauhan
mempunyai implikasi penting dalam liberalisasi pasar dan perumusan kebijakan.
Mengingat akan pentingnya masalah ini, maka sejumlah uji empiris terhadap Dalil
Harga Tunggal (The Law of One Price/LOP) dan ukuran kesatuan dan keefisienan
pasar telah banyak dilakukan (Fackler dan Goodwin, 2001 dalam Hutabarat
2006). Dalil ini menyatakan bahwa pada keadaan pasar bersaing, semua hargaharga dalam suatu pasar akan seragam setelah adanya biaya tambahan terhadap
kegunaan tempat, waktu dan bentuk dari suatu barang di pasar yang bersangkutan.
19
Apabila pasar terintegrasi maka peningkatan harga di suatu daerah atau negara
akan ditransmisikan ke pasar-pasar lainnya. Namun ada beberapa prinsip-prinsip
yang menentukan perbedaan harga pasar spasial antar negara berlaku sama pada
harga internasional, dimana tidak tersedia rintangan dari pergerakan produk antara
negara-negara tersebut. Untuk berbagai komoditi pertanian, tentu saja kondisi
rintangan tersebut sangat dibutuhkan dalam perdagangan bebas. Prinsip-prinsip
yang mendasari perbedaan harga diantara daerah menurut Tomek dan Robinson
(1972) (dengan asumsi sebuah struktur pasar kompetitif termasuk komoditi yang
homogen, informasi sempurna dan tidak ada rintangan yang mengganggu
perdagangan) dapat diringkas sebagai berikut:
a)
Perbedaan harga antara tiap dua daerah yang melakukan perdagangan satu
sama lain akan sama dengan biaya transfer yang dikeluarkan. Perbedaan
harga antara tiap dua daerah yang tidak melakukan perdagangan satu sama
lain akan menjadi kurang dari atau sama dengan biaya transfer.
b) Perbedaan harga antara daerah tidak dapat melebihi dari biaya transfer.
Alasan untuk hal ini sudah jelas karena jika pada saat perbedaan harga lebih
besar daripada biaya transfer, para pembeli akan membeli komoditi dari pasar
dengan harga yang rendah dan mengirimkannya ke pasar yang harganya lebih
tinggi, pada akhirnya pergerakan harga barang dari pasar dengan harga yang
lebih rendah ke yang lebih tinggi akan membawa pada kondisi keseimbangan
baru. Dengan kata lain pola pembelian ini akan terus menerus berlangsung
sampai tidak menguntungkan lagi untuk melakukan pengiriman komoditi
antar pasar, karena itu perbedaan harga antar daerah tidak lagi melebihi biaya
transfer (Tomek dan Robinson, 1972).
20
Untuk perdagangan internasional, dua pasar dengan terintegrasi spasial
dapat terjadi jika harga untuk suatu komoditas yang secara terus-menerus
diperdagangakan antar dua negara (ketika penyesuaian kelayakan untuk nilai tukar
dan biaya-biaya transaksi) adalah sama seperti Dalil Harga Tunggal. Analisa
empiris hubungan harga di pasar internasional telah banyak dikembangkan, tapi
hasilnya beragam sehingga tidak mendapatkan dukungan yang kuat tentang Dalil
Harga Tunggal (Officer et al. dalam Bernal, 2003).
Hubungan harga secara geografis dapat dianalisa dengan menggunakan
model
keseimbangan
spasial
(Spatial
Equilibrium
Model).
Model
ini
memungkinkan untuk mengestimasi net harga yang berlaku di tiap daerah dan
kuantitas pertukaran komoditi di tiap daerah yang akan menjual atau membeli dari
daerah lain. Model keseimbangan spasial sangat berguna dalam menganalisis
hubungan harga antar daerah dan bentuk perdagangan di mana terdapat sejumlah
daerah yang mengkonsumsi sekaligus berproduksi. Jika semua daerah menerima
satu produsen surplus dan mengirimkannya secara tunggal ke daerah defisit, maka
mengurangi biaya transfer dari harga pasar pusat produksi. Akan tetapi, jika
masing-masing daerah memproduksi sekaligus mengkonsumsi komoditi yang
diperdagangkan maka hal yang tidak selalu dapat ditentukan yakni daerah mana
yang akan menyediakan kelebihan penawaran untuk dijual kepada daerah defisit
dan yang akan meminta impor.
Analisis integrasi pasar spasial membagi pasar dalam dua kategori yakni:
pasar yang berpotensi defisit atau kekurangan dan pasar yang berpotensi surplus
atau berlebih. Seperti halnya Indonesia memiliki potensi surplus dalam hal
memproduksi karet alam sedangkan pasar di negara lain dalam penelitian ini
21
yakni dimisalkan Singapura berpotensi defisit atau dengan kata lain tidak
memproduksi karet.
Gambar 4 menunjukkan apabila tidak terjadi perdagangan maka harga
yang terjadi adalah PA yakni di pasar Indonesia (A) dan PB di pasar Singapura
(B) dimana PA < PB. Pada harga diatas PA, pasar Indonesia akan mengalami excess
supply, sehingga beberapa produk akan tersedia untuk dijual ke pasar lain.
Sedangkan impor akan dilakukan untuk memenuhi kelebihan permintaan (excess
demand) di pasar Singapura apabila harga dibawah PB. Selanjutnya informasi dari
kurva ini dapat digunakan untuk mengembangkan model keseimbangan spasial
akibat perdagangan antara dua pasar dengan menggunakan kurva excess supply
dan excess demand seperti yang ditunjukkan oleh kurva pada Gambar 4 bagian c.
Kurva excess supply dan excess demand dapat berubah dengan perubahan
faktor kekuatan supply dan demand pada masing-masing pasar. Excess supply
adalah selisih jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta pada suatu
tingkat harga dan waktu tertentu, yang semakin tinggi dengan semakin
meningkatnya harga dan bernilai nol pada harga keseimbangan pasar A (PA).
Kurva excess supply di dasarkan pada garis datar (selisih) antara kurva supply dan
demand di pasar A (Indonesia) pada harga diatas titik keseimbangan (titik b
dikurang titik a, yang ditunjukkan oleh grafik bagian a pada (Gambar 4). Grafik
juga digunakan untuk menggambarkan kurva excess supply yang ditunjukkan
grafik bagian c. Seperti kurva supply biasa, kurva excess supply mempunyai
kemiringan (slope) positif dikarenakan selisih antara supply dan demand yang
makin melebar akibat peningkatan harga.
22
a. Pasar A (Surplus)
b. Pasar B (Defisit)
c. Keseimbangan excess supply dan excess demand
Harga (P)
Transfer Cost (t)
SB
Excess Supply
PB
ESA
PA’
a
di pasar A (ESA)
PB
SA
PEB1
E
PE
b
c
d
PEA1
PA
EDB
Excess Demand
PA
di pasar B (EDB)
DB
Pt
x
t
DA
y
0
QA
QB
Sumber: Tomek dan Robinson, 1972.
Gambar 4. Model Keseimbangan Integrasi Spasial Dua Pasar
QE1
QE2
Komoditi (Q)
23
Excess demand adalah selisih jumlah yang diminta dengan jumlah yang
ditawarkan pada suatu tingkat harga dan waktu tertentu, yang semakin meningkat
dengan semakin rendahnya harga dan bernilai nol pada harga keseimbangan pasar
B (PB). Kurva excess demand didasarkan pada garis datar (selisih) antara kurva
supply dan demand dibawah titik keseimbangan pada pasar B (titik d dikurang
titik c, yang ditunjukkan oleh grafik bagian b pada Gambar 4). Grafik ini juga
dapat digunakan untuk menggambarkan kurva excess demand yang ditunjukkan
grafik bagian
panel c pada Gambar 4. Kurva excess demand mempunyai
kemiringan (slope) negatif dikarenakan selisih antara supply dan demand yang
makin melebar akibat penurunan harga.
Kurva excess supply dan excess demand berpotongan pada harga PB jika
tidak ada biaya transfer antara dua pasar, total komoditi sebannyak QE2 (sebesar
ab=cd) dapat dijual dari pasar A ke pasar B harga diantara kedua pasar akan sama
yaitu sebesar PE. Sedangkan bila biaya transfer dari pasar A ke Pasar B melebihi
atau lebih besar dari Pt maka perdagangan tidak akan terjadi. Dalam kasus ini
demand dan supply sama di setiap pasar dan perbedaan harga akan lebih kecil dari
biaya transfer.
Perubahan biaya transfer dapat diilustrasikan dengan garis volume
perdagangan yang digambarkan oleh garis xy. Garis vertikal antara 0 sampai Pt
menunjukkan besaran biaya transfer, semakin tinggi biaya transfer semakin kecil
volume perdagangan dan perdagangan tidak akan terjadi jika biaya transfer sama
atau melebihi Pt. Sedangkan garis horizontal antara 0 sampai QE2 menunjukkan
besaran perdagangan. Perdagangan akan maksimum pada QE2 ketika biaya
transfer sama dengan nol. Sebagai contoh apabila biaya transfer sebesar t, maka
24
total output yang akan ditransfer sebesar QE1 unit. Apabila diasumsikan harga di
setiap pasar dapat ditentukan dan slope kurva demand dan supply diperkirakan
sama maka efek dari biaya transfer sebesar t akan menurunkan harga dari PB
menjadi PB1 pada pasar B (Singpura) dan menaikkan harga dari PA menjadi PA1
pada pasar A (Indonesia).
Restriksi
perdagangan
akan
meningkatkan
biaya
transfer
yang
menyebabkan perdagangan akan terus berlangsung samapai biaya transfer sama
dengan selisih harga. Jika biaya transfer lebih besar atau sama dengan selisih
harga antar pasar maka pedagang tidak memiliki insentif untuk melakukan
perdagangan. Hal ini mengakibatkan transfer excess demand maupun excess
supply antara kedua pasar tidak terjadi dan harga akan bergerak secara mandiri
(independence).
2.
Integrasi Pasar Vertikal
Integrasi pasar vertikal terjadi ketika rantai pemasaran atau produksi dan
pemasaran secara berturut-turut saling berhubungan. Kajian mengenai integrasi
pasar vertikal penting diketahui untuk melihat keeratan hubungan antara
konsumen, lembaga pemasaran dan produsen. Jika konsumen, lembaga pemasaran
dan produsen saling berhubungan dan berinteraksi dalam penentuan harga yang
terjadi di masing-masing pasar maka dapat dikatakan bahwa pasar tersebut
berlangsung secara efisien.
Terjadinya perubahan permintaan akan menyebabkan perubahan harga di
simpul tersebut, selanjutnya akan diteruskan kepada produsen melalui perubahan
permintaan dari pedagang dan seterusnya perubahan tersebut akan dilanjutkan lagi
ke pasar produsen, demikian selanjutnya. Salah satu alasan bagi pelaku pasar ritel
25
mengintegrasikan proses penanaman sampai penjualan produk ke tingkat
produsen adalah untuk memastikan laju dari produk dengan spesifikasi tertentu
dengan batas jangka pengiriman yang konstan. Selanjutnya, integrasi dapat
mengurangi biaya pemasaran khususnya penjualan dari suatu tingkat ke tingkat
lainnya.
Salah satu aspek yang menarik dari integrasi pasar vertikal berdasarkan
sudut pandang ekonomi adalah perubahan alami dari sistem harga. Integrasi pasar
vertikal telah mengubah kedudukan formasi harga dan telah mengurangi jumlah
titik/ simpul dari rantai pemasaran dimana harga tersebut dibentuk. Koordinasi
harga secara parsial telah digantikan dengan koordinasi administrasi (Tomek dan
Robinson, 1972).
2.1.2. Pasar Berjangka
Harga merupakan indikator utama dan kekuatan penggerak suatu sistem
pasar bebas di setiap titik kunci dalam mata rantai tata niaga suatu produk. Dalam
upaya menciptakan keseimbangan suatu lingkungan yang goyah, yang ditandai
oleh sinyal-sinyal harga, maka risiko harga telah berkembang menjadi suatu isu
yang besar sejak beberapa kurun waktu yang lalu.
Kondisi ini selanjutnya memberi nilai terhadap tersedianya informasi yang
tepat waktu dan akurat. Hal ini terjadi karena para pelaku pasar yang bermula
berasal dari suatu sistem perekonomian yang direncanakan secara terpusat, telah
bergeser kepada sistem berbasis pasar, dan organisasi terkait harus belajar
menyiasati kondisi lingkungan harga yang tidak stabil. Faktor-faktor tersebut akan
meningkatkan pentingnya praktek-praktek manajemen risiko bagi perusahaan
26
yang beroperasi dalam ekonomi pasar, sebagai suatu jalan untuk mengelola
pergerakan harga yang sangat tajam dan yang telah mengakar dalam bisnis. Suatu
terobosan teknologi yang menawarkan informasi global around-the-clock access
atas kontrak-kontrak dunia yang paling aktif di dalam menjembatani masa
sekarang dengan masa yang akan datang, serta mengembangkan perdagangan
berjangka ke arah dan yang melampaui wawasan perdagangan komoditi pertanian
menuju ke perdagangan keuangan dunia melalui pasar uang dunia, menjadi terasa
sangat dibutuhkan.
Pasar berjangka sebagai salah satu jenis pasar derivatif berbeda dengan
pasar komoditi secara fisik, di pasar berjangka diperdagangkan kontrak berjangka
atas komoditi tertentu yang telah ditetapkan persyratannya secara standar dalam
kontrak berjangka, antara lain jenis komoditi, mutu, jumlah satuan perkontrak,
bulan penyerahan, tempat penyerahan dan persyaratan penyerahan. Hanya harga
yang tidak ditetapkan dalam kontrak. Harga kontrak berjangka tersebut itulah
yang dijadikan sebagai objek tawar menawar di pasar berjangka. Karena dalam
perdagangan berjangka yang ditransaksikan adalah kontrak standar, maka para
pelaku atau penjual dan pembeli setiap saat bisa masuk atau keluar secara mudah,
selama kontrak tersebut belum jatuh tempo.
Perdagangan berjangka juga merupakan bentuk lain dari kegiatan asuransi
yang diciptakan berdasarkan mekanisme yang terjadi di pasar, yaitu dengan
membentuk pasar bayangan atau pasar derivatif dari pasar komoditi fisiknya,
dengan melakukan transaksi di dua pasar tersebut secara bersamaan dengan posisi
yang berlawanan (jual dan beli) untuk jumlah dan jenis komoditi yang sama.
Dengan demikian, kedua pasar ini akan saling menutupi kerugian yang diderita
27
pada salah satu pasar. Jadi perdagangan berjangka merupakan suatu bentuk lain
kegiatan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha sebagai sarana
lindung nilai (hedging) yang sangat efektif untuk mengurangi pengaruh timbulnya
resiko kerugian yang disebabkan karena adanya fluktuasi harga serta sebagai
sarana alternatif investasi bagi pihak yang bermaksud menginvestasikan modalnya
di bursa berjangka.
Pada awalnya fungsi bursa berjangka komoditi adalah prasarana
pembentukan harga (price discovery) yang trasparan, sesuai dengan hukum pasar
yaitu supply dan demand dan melindungi kepentingan pihak produsen dan
konsumen/processor yakni pabrikan seperti terlihat pada Gambar 5.
Pasar Konvensional
Petani dan
Produsen
lain
Perusahaan
Harga
Perusahaan
Produsen
dan Barang
Pedagang
Pedagang
Eceran dan
Konsumen
Hedging Fluktuasi Harga
Badan Pengawas
Stock Barang
dan Komite
Bursa Komoditi Berjangka
Regulasi
Pelaku Bursa
Spot Kontrak
Kontrak Jual/ Beli
Future Kontrak
Jual/Beli
Sumber: Ferlianto et al. 2008.
Gambar 5. Hubungan Pasar Konvensional dan Bursa Berjangka
28
Produsen yakni petani menggunakan harga jual untuk pedoman perkiraan
besarnya area penanaman, jumlah barang dan kualitas barang bahan baku yang
dihasilkan. Sementara processor menggunakan harga pembelian bahan baku
sebagai perkiraan biaya produksi, jumlah barang jadi/olahan, tingkat kualitas dan
harga penjualan barang nantinya.
Dewasa ini bursa tidak hanya sebagai sarana untuk memperdagangkan
objek transaksi yang dimaksud, tetapi telah berkembang menjadi sebuah
investasi/penanaman modal yang efektif bagi masyarakat pemodal (investor).
Tujuannya adalah untuk memperoleh peluang mendapatkan keuntungan/nilai
tambah dari selisih harga pembelian dan penjualan tanpa harus terkait langsung
dengan fisik barang yang ditransaksikan.
Perubahan dan fluktuasi harga yang terus menerus terjadi akibat tingginya
aktivitas transaksi di lantai bursa, merupakan indikasi nyata adanya likuiditas
yang tinggi, sehingga memungkinkan customer atau pemodal melakukan transaksi
sesuai dengan keinginan untuk memperoleh laba. Peserta yang melakukan
transaksi di pasar berjangka tidak membutuhkan barang, tetapi memanfaatkan
pergerakan harga baik yang naik maupun yang turun untuk menghasilkan suatu
keuntungan atau profit.
Sedangkan untuk sistem perdagangan untuk menentukan harga dilantai
bursa ada 2 cara yakni:
a.
Free Call System yakni sistem transaksi yang tidak terkait dengan waktu.
Contohnya perdagangan valuta asing, komoditi.
b.
Session Call System yakni sistem transaksi yang terkait oleh
Contohnya komoditi dan saham.
waktu.
29
Sedangkan untuk kelebihan-kelebihan menanamkan investasi melalui
bursa komoditi antara lain sebagai berikut ( Ferlianto et al. 2008):
1.
Komoditi bergerak mengikuti musim jenis tanam. Oleh karena itu lebih
mudah diperkirakan arah pergerakannya. Pola musim tersebut mengikuti pola
supply dan demand.
2.
Lebih mudah memahami/mengerti untuk memprediksikan harga yang akan
berlaku pada waktu mendatang. Faktor-faktor yang saling mempengaruhi
tidaklah serumit bursa-bursa jenis lain.
3.
Pergerakan harga komoditi tidak selalu terpengaruh kondisi
nilai
perbandingan mata uang asing (valas).
4.
Komoditi dikontrol oleh kekuatan supply dan demand tidak demikian yang
terjadi pada bursa jenis lain.
5.
Komoditi lebih cenderung bergerak sendiri berdasarkan supply dan demand
dari komoditi tersebut dalam jangka waktu tertentu, sedangkan burasa lain
lebih bersifat kelompok.
6.
Bursa komoditi terus berlangsung karena sangat penting untuk kehidupan
manusia. Penanaman tanaman jenis baru berlangsung setiap musim tanam
sedangkan bursa jenis lain tidaklah demikian.
7.
Permintaan terhadap komoditi selalu ada sedangkan bursa jenis lain tidaklah
demikian.
8.
Setiap tahun komoditi tidak berubah, ataupun jika bertambah, sedikit sekali
(sangat jarang) sedangkan di bursa jenis lain perputarannya sangatlah cepat.
30
2.1.3. Hubungan Harga Fisik dengan Harga Berjangka
Harga fisik (spot price) merupakan harga yang terjadi di pasar fisik untuk
komoditi yang langsung diambil atau diantar pada tempat dan waktu tertentu.
Harga tersebut terjadi atas kesepakatan bersama penjual dan pembeli, termasuk di
dalamnya persyaratan penyerahan atau standar komoditi yang diperdagangkan.
Harga fisik terbentuk karena adanya permintaan dan penawaran sehingga bila
terjadi perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran maka harga fisik akan berubah. Kenaikan permintaan oleh konsumen
atau berkurangnya supply oleh produsen akan suatu komoditi akan menaikkan
harga dan bila permintaan menurun atau supply meningkat akan terjadi kelebihan
stok yang dapat menurunkan harga.
Harga berjangka (future price) merupakan harga yang terjadi di bursa
berjangka pada waktu tertentu dan penyerahan di kemudian hari. Harga terbentuk
dari harapan-harapan para pelaku bursa komoditas berdasarkan prediksi
permintaan dan penawaran suatu komoditas di berbagai produsen dan konsumen
komoditas yang bersangkutan. Harga berjangka merupakan harga kontrak futures
yaitu sebuah kontrak berjangka yang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak
untuk membeli ataupun menjual suatu asset finansial maupun nonfinansial
tertentu yang penyerahannya dilakukan secara cash settlement di masa yang akan
datang, dengan harga yang ditetapkan sekarang (Rambey, 1999).
Harga
fisik
dan
harga
berjangka
mempunyai
hubungan
saling
mempengaruhi. Kedua harga tersebut cenderung memiliki pergerakan searah
dengan fluktuasi yang tidak selalu sama, namun hal tersebut tidak selalu terjadi.
Pergerakan searah itulah yang dijadikan oleh hedger untuk melindungi
31
perdagangan komoditas di pasar fisik dengan cara mengambil posisi yang
berlawanan antara pasar fisik dan berjangka.
Harga fisik merupakan acuan bagi harga berjangka, namun hal tersebut
tidak selalu terjadi karena tidak semua harga berjangka bereaksi terhadap
perubahan harga fisik. Sebaliknya harga berjangka merupakan sinyal harga future
untuk pasar fisik. Pengaruh perubahan harga berjangka terhadap harga fisik pada
umumnya tergantung pada waktu penyerahan yang terjadi pada perdagangan
berjangka. Harga berjangka akan terpengaruh kuat oleh harga fisik bila
penyerahan hampir jatuh tempo, otomatis harga berjangka mencerminkan harga
fisik. Sedangkan bila waktu penyerahan lebih lama maka harga fisik tidak terlalu
berpengaruh karena faktor-faktor yang mempengaruhi harga fisik saat ini belum
tentu berlaku di kemudian hari.
Harga berjangka bisa juga terbentuk oleh harapan-harapan dari para pelaku
bursa berjangka. Harga berjangka suatu komoditi pada saat tertentu merupakan
proyeksi kekuatan permintaan dan penawaran suatu komoditi tertentu dari para
penjual dan pembeli dan perubahan-perubahan pada harga berjangka sendiri
merupakan perbaikan terus menerus dari perkiraan itu sendiri. Ancaman
terjadinya kekeringan atau bahaya timbulnya penyakit tanaman bisa menyebabkan
kegagalan panen, misalnya bisa mendorong kenaikan harga berjangka, sebelum
kejadian yang sesungguhnya terjadi.
Dalam bursa berjangka menawarkan kontrak berjangka yang spesifik,
antara pasar fisik atau instrumen keuangan, akibatnya akan memunculkan
perbedaan karakter yang mendasar antara harga pasar fisik dengan harga yang
32
terjadi di pasar berjangka (harga future). Perbedaan antara harga fisik dan harga
berjangka (future) inilah yang dinamakan dengan basis.
Basis merupakan salah satu konsep yang paling penting, yang sering
digunakan oleh para hedger dalam melakukan lindung nilai mereka. Seorang
hedger biasanya selalu lebih memperhatikan perubahan basis daripada perubahan
harga. Pergerakan harga di pasar berjangka dengan pasar fisik pada dasarnya
berjalan searah (paralel), walaupun pada saat-saat tertentu posisinya bisa mengecil
dan membesar. Nilai basis yang diperoleh bisa negatif atau sering disebut pasar
normal bisa pula positif atau sering disebut pasar tidak normal. Pada saat akan
jatuh tempo terdapat kecenderungan harga berjangka mendekati harga fisik.
Pasar normal ditandai dengan harga di pasar berjangka lebih tinggi
dibandingkan harga di pasar fisik yang berarti basis ini negatif. Pasar normal juga
dikenal dengan pasar at premium atau pasar contago. Pasar normal ditandai
dengan penawaran di masa yang akan sangat sedikit, sedangkan permintaan
sangatlah banyak. Contohnya sekarang musim panen dan pada bulan Maret
musim paceklik/panen gagal. Akibatnya harga future menjadi sangat tinggi di
bulan Maret dan bulan berikutnya.
Pasar tidak normal ditandai dengan harga di pasar fisik lebih tinggi dari
harga pada pasar berjangka yang berarti basis ini positif. Pasar tidak normal juga
dikenal dengan pasar at discount atau pasar backwardation. Pasar tidak normal
ditandai dengan penawaran di masa yang akan datang lebih besar dari permintaan.
Misalnya sekarang musim paceklik, harga fisik sekarang sangat tinggi, tapi harga
berjangka lebih rendah karena beberapa bulan kemudian akan terjadi musim
panen/panen raya (Widjaya, 2002).
33
Ada beberapa variasi perubahan basis akibat pergerakan harga di pasar
fisik dan berjangka yang mempengaruhi keuntungan/kerugian yang dialami
hedger, yaitu (Rose, 1997):
1.
Penyempitan/penguatanan basis (nerrowing strengthening basis), terjadi bila:
a) harga fisik turun dan harga berjangka turun dengan penurunan lebih besar
dari pada harga fisik, dan
b) harga fisik naik dan harga berjangka turun atau naik dengan kenaikan lebih
kecil daripada harga fisik.
Dalam keadaan normal market, penguatan basis lebih menguntungkan
pengambil posisi short atau selling pada bursa berjangka karena kerugian pada
suatu pasar akan dikurangi oleh perolehan yang lebih besar pada pasar lainnya.
Sebaliknya pengambil posisi long atau buying hedge akan dirugikan oleh adanya
penguatan basis karena kerugian pada suatu pasar akan melebar perolehannya
yang diterima pada pasar lainnya.
2. Pelebaran/pelemahan basis (widening weakening basis), terjadi bila:
a) harga fisik naik dan harga berjangka naik dengan kenaikan lebih besar
daripada harga fisik, dan
b) harga fisik turun dan harga berjangka turun atau naik dengan penurunan
lebih kecil daripada harga fisik.
Dalam keadaan normal market, pelemahan basis lebih menguntungkan
pengambil posisi long (buying hedge) pada bursa berjangka karena kerugian pada
suatu pasar akan dikurangi oleh perolehan yang lebih besar pada pasar lainnya.
Sebaliknya pengambil posisi short atau selling hedge akan dirugikan oleh adanya
34
pelemahan basis karena kerugian pada suatu pasar akan melebihi perolehan yang
diterima pada pasar lainnya.
3.
Perfect hedge, terjadi bila:
a) saat nilai basis selama periode hedging tidak berubah sehingga kerugian
pada suatu pasar akan ditutupi oleh perolehan yang sama besar pada pasar
lainnya, dan
b) terjadi kenaikan atau penurunan harga-harga pada pasar fisik dan
berjangka secara paralel pada basis yang sama. Namun perfect hedge
jarang terjadi dalam perdagangan berjangka, karena biasanya basis
berfluktuasi dan menimbulkan resiko.
2.1.4. Metode Analisis Integrasi Pasar
Untuk
meneliti
integrasi
pasar,
beberapa
metode
telah
banyak
dikembangkan sejalan dengan perkembangan teknologi pengolahan data dan
tersedianya data deret waktu. Metode-metode ini antara lain: 1) korelasi, dengan
menghitung total sum square correlation antara harga yang bergerak bersamaan
pada pasar yang diuji, 2) penguraian keragaman (variance decomposition),
3) hubungan antarpasar radial, 4) analisis kointegrasi, 5) model batas paritas, dan
6) kointegrasi ambang (threshold cointegration).
Pemikiran-pemikiran ini, kecuali pendekatan korelasi menekankan tentang
perlunya penggunaan pendekatan ekonometrika yang tepat untuk mengelola data
deret waktu yang nonstasioner dan berkointegrasi. Integrasi pasar dalam jangka
panjang mempunyai pengertian bahwa antara dua pasar terdapat hubungan yang
erat dan stabil dalam jangka panjang melalui harga-harga di kedua tempat,
35
meskipun hubungan ini dapat terganggu oleh pengaruh jangka pendek. Dengan
kata lain, kalau hubungan kointegrasi pasar ada, maka perkembangan harga di
suatu pasar dapat diperkirakan dari perkembangan harga di pasar yang lain yang
berkointegrasi (Hutabarat, 2006).
Ravallion (1986) mengembangkan model integrasi pasar untuk pasar
urban (sentral) yang berhubungan dengan pasar-pasar pedesaan (lokal), dimana
harga pasar sentral mempengaruhi harga pasar lokal. Akan tetapi dalam
pengembangan konsep kerangka kerja dilakukan melalui semua pasangan harga
(bivariate price) pada area spasial.
Tingkah laku harga spasial pada pasar regional/internasional adalah
indikator yang penting yang menggambarkan keragaan pasar secara keseluruhan.
Pasar tidak terintegrasi kemungkinan dikarenakan informasi harga tidak akurat
yang disebabkan oleh keputusan produsen dalam memasarkan produknya
terdistorsi, dan kontribusi dari pergerakan produk yang tidak efisien. Prosedur
alternatif untuk mengevaluasi keterkaitan pasar secara spasial telah dikembangkan
dalam kerangka kointegrasi oleh Engle dan Granger dalam Goodwin dan
Schroeeder.
The Law of One Price (LOP) yang merupakan persyaratan integrasi pasar
akan tercapai jika harga-harga pasar berbeda hanya karena biaya transportasi
Engle dan Granger (1987) mengembangkan uji kointegrasi dengan meregresikan
suatu variabel nonstasioner terhadap variabel nonstasioner lainnya, kedua variabel
akan terintegrasi pada ordo yng sama dan uji dari bentuk sisaan adalah stasioner.
Jika bentuk sisaan stasioner dengan proses white noise, maka kedua variabel
tersebut terkointegrasi dan mempunyai hubungan jangka panjang.
36
Aplikasi dari metode kointegrasi secara nyata dapat digunakan untuk
menganalisis integrasi pasar, paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP),
hukum satu harga dan hipotesis arbitrase. Adapun prosedur untuk menguji sifatsifat kointegrasi dari sepasang data ekonomi deret waktu yang stasioner terdiri
dari dua tahap. Tahap pertama adalah pendugaan parameter dari regresi
kointegrasi dengan menggunakan teknik regresi OLS standar, adalah:
et = P1t – α – ß P2t .......................................................................................(1)
dimana et merupakan deret sisaan yang juga stasioner, α dan ß adalah
parameter kointegrasi.
Persamaan (1) ini digunakan untuk menguji sifat- sifat kointegrasi dari
deret sisaan masing-masing variabel yang nonstasioner. Jika persamaan
menghasilkan sisaan yang stasioner maka dapat dikatakan bahwa persamaan
tersebut terkointegrasi. Tahap selanjutnya dengan menggunakan hasil estimasi
pertama, Engel dan Granger (1987) menyarankan penggunaan uji kointegrasi
yang berbeda. Pengujian tersebut adalah: (1) Cointegration Regression Durbin
Watson (CDRW), (2) Dickey Fuller (DF), (3) Augmented DF (ADF), (4)
Restricted Vektor Autoregression (RVAR) (5) Augmented RVAR (ARVAR), (6)
Unrestricted VAR (UVAR), dan (7) Augmented UVAR (AUVAR).
Apabila terdapat hubungan kointegrasi, maka dapat diartikan bahwa
walaupun jangka pendek peubah ini bergejolak satu sama lain, tetapi dalam
jangka panjang mereka membentuk hubungan yang serta dalam suatu
keseimbangan. Selanjutnya, menurut teori Granger hubungan kedua peubah dapat
dimodifikasi menjadi Error Correction Model (ECM), diperkenalkan oleh Sargan
yang
dikutip
Gujarati
(2003).
Teorema
ini
disebut
sebagai
Granger
37
Representation Theorem. ECM berfungsi menghubungkan prilaku jangka pendek
dan jangka panjang kedua peubah dan dicatat sebagai berikut :
Δ P1t = a Δ P2t - b(P1t – ß P2t-1) + et ..........................................................(2)
dimana et adalah sisaan dengan niai tengah nol dan ragam yang konstan.
Parameter a merupakan efek jangka pendek perubahan P1t terhadap P2t, sementara
itu ß ukuran keseimbangan jangka panjang antara P1t dan P2t, serta b adalah
ukuran koreksi penyesuaian P2t dalam P1t, dituliskan ke dalam persamaan:
P1t = ß P2t + vt ...........................................................................................(3)
dimana (P1t – ß P2t) adalah sisaan dari hubungan jangka panjang yang
divergen dan berhubungan dengan sisaan dari lag persamaan (3), tanda negatif
memperlihatkan penyesuaian yang dilakukan untuk mencapai keseimbangan
jangka panjang. Hubungan jangka panjang ß dapat di duga dari persamaan (3) dan
selanjutnya disubsitusikan pada persamaan (2) untuk mendapatkan penyesuaian
jangka pendek.
Uji kointegrasi yang dilakukan oleh Engle dan Granger dan tahap awal
dikritik karena pengajuan tersebut menyarankan salah satu dari pasangan variabel
harus eksogen meskipun uji ini merupakan metode yang mudah dilakukan.
Namun ada beberapa kekurangan yang mendasar dari model Engel dan Granger
adalah: tidak memiliki prosedur sistematis untuk mengestimasi vektor kointegrasi
berganda (multiple cointegration) serta prosedur estimasi Engel dan Granger
terdiri dari dua tahap yang saling berkaitan.
38
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.2.1. Studi Mengenai Integrasi Pasar Komoditi
Integrasi pasar di lokasi berbeda mengacu pada terdapatnya pergerakan
serempak atau hubungan jangka panjang harga-harga (Golleti et al. 1995).
Apabila pasar-pasar tidak terintegrasi dalam lokasi yang berjauhan antar waktu,
menunjukkan bahwa ketidakefisienan pasar menyebabkan penetapan dan distorsi
harga di pasar.
Tingkat keefisienan antara pasar di berbagai lokasi yang berjauhan
mempunyai implikasi penting dalam liberalisasi pasar dan perumusan kebijakan.
Maka untuk meneliti integrasi pasar beberapa metode telah dikembangkan antara
lain: (1) korelasi sepasang harga, (2) penguraian keragaman (variance
decomposition), (3) hubungan antar pasar radial (radialinter-market), (4) analisis
kointegrasi, (5) model batas paritas (parity bound model), dan (6) kointegrasi
ambang (threshold cointegration) (Hutabarat, 2006).
Dalam penelitian lainnya Jha et al. (2005) ada dua pendekatan untuk
mengetahui tingkat integrasi pasar: (1) menggunakan teknik kointegrasi (Golleti
(1994); Ravallion (1988); Dantwala (1993) serta Currey dan Hugo (1984), dan
(2) menggunakan metode kointegrasi model Engle Granger variety (seperti
Dercon (1995); Jha et al. 1997) serta menggunakan teknik Johansen maximum
likelihood (seperti Wilson (2003).
Berikut beberapa penelitian yang membahas analisis integrasi pasar
komoditas. Adiyoga (2006) dalam penelitiannya membahas analisis integrasi
pasar kentang di Indonesia dengan mengggunakan analisis korelasi dan analisis
kointegrasi. Hasilnya menyatakan koefisien korelasi bukan indikator yang
39
konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Korelasi bivariat yang
tinggi antara dua pasar yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain
(tersegregasi) masih tetap dimungkinkan, jika harga-harga di setiap pasar
berkorelasi tinggi melalui hubungan harga dan perdagangan dengan suatu pasar
destinasi gabungan (pasar ketiga).
Hasil penelitian ini menyarankan agar pendekatan korelasi sebagai alat
diagnosa integrasi pasar, sebaiknya digunakan secara hati-hati karena berbagai
bukti kelemahan yang melekat pada pendekatan tersebut. Penggunaan analisis
kointegrasi terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan secara
konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera
Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan implikasi
statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi
(harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga
bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi seperti
ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang
ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar.
Selanjutnya Purwoto et al. (2002) menganalisis korelasi harga dan derajat
integrasi spasial antara pasar dunia dan pasar domestik untuk komoditas pangan.
Hasilnya menyebutkan bahwa dinamika harga beras, jagung dan kedelai tingkat
pedagang besar, produsen maupun pengecer tidak mengikuti dinamika harga
tingkat importir.
Penelitian yang sama dilakukan Irawan dan Rosmayanti (2006) mengenai
integrasi spasial dan integrasi vertikal antar pasar beras di tingkat kabupaten/kota
di Provinsi Bengkulu dengan pendekatan uji kointegrasi Johansen, Vector Error
40
Correction Model dan uji Kausalitas Granger. Hasil penelitian menunjukkan:
(1) pasar beras Bengkulu adalah pasar yang terintegrasi spasial secara tidak
sempurna, dimana jika terjadi guncangan di pasar kota Bengkulu hanya akan
ditransmisikan ke pasar Bengkulu Selatan dan Bengkulu Utara tetapi tidak untuk
pasar Rejang Lebong, dan (2) integrasi pasar vertikal di Kota Bengkulu dan
Kabupaten Bengkulu Selatan adalah tidak sempurna sedangkan keberadaan
integrasi vertikal secara statistik dapat dibuktikan signifikan terjadi di Kabupaten
Rejang Lebong dan Bengkulu Utara.
Temuan
lainnya dikemukakan Gonzalez dan Helfand (2001) dalam
menganalisis besar, pola dan tingkat integrasi pasar menggunakan data pasar
beras Brazil menggunakan multivariate system dengan restriksi kointegrasi. Hasil
temuannya menyatakan bahwa bivariat model tidak cukup untuk menangkap atau
memahami dynamic spasial dari penyesuaian harga.
Kemudian Dharmasena (2003) menggunakan Vector Autoregression
(VAR) menguji integrasi pasar teh hitam dunia dan pembentukan harga di mana
dalam aplikasinya juga menggunakan grafik, Impulse Response Function dan
Forecast Error Decomposition Analyses. Hasilnya tidak terdapat integrasi antara
pasar teh hitam dunia serta pembentukan harga juga tidak efisien antar pasar.
Akan tetapi dalam jangka panjang Srilanka, Indonesia dan Malawi adalah price
leader dalam bentuk USD dan uang lokal.
Sedangkan penelitian untuk pasar hewan potong di Kanada dan Amerika
dari 1988 sampai 2000 menggunakan kerangka LOP dan model VAR juga telah
dilakukan oleh Vollrath dan Hallahan (2006). Hasilnya menemukan bahwa
besarnya pengaruh harga di pasar Amerika pada harga di pasar Kanada
41
dibandingkan pasar Kanada pada Amerika dan hubungan keduanya sangat
responsif terhadap perubahan nilai tukar.
2.2.2. Studi Mengenai Karet Alam
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai karet alam antara lain
penelitian yang dilakukan Tety (2002) tentang penawaran dan permintaan karet
alam Indonesia di pasar domestik dan internasional, analisis dilakukan dengan
membangun model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Hasil
analisisnya dapat disimpulkan bahwa peubah-peubah yang berpengaruh terhadap
penawaran ekspor karet alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan ekspor
(AS, Jepang, Singapura dan Korea Selatan) adalah harga ekspor karet Indonesia,
produksi, nilai tukar Rupiah terhadap USD, pajak ekspor dan jumlah ekspor karet
bedakala ke masing-masing negara.
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran karet alam
negara-negara pesaing Indonesia dalam penelitian Tety yaitu Thailand dan
Malaysia mengenai harga ekspor karet alam, produksi dan nilai tukar mata uang
negara pengekspor. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku impor
dari ke empat negara utama yaitu Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Korea
Selatan adalah harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar,
pendapatan perkapita masing-masing negara dan jumlah impor bedakala masingmasing negara. Untuk harga karet alam Internasional dipengaruhi oleh rasio total
permintaan impor dan total penawaran ekspor serta harga karet internasional
bedakala.
42
Penelitian mengenai dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika
ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara importir utama telah dilakukan
Prabowo (2006) dengan menggunakan model ekonometrika dinamis yakni metode
kointegrasi dan Error Correction Model (ECM). Hasil analisisnya menyimpulkan
perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang menunjukkan
tren yang terus meningkat dimana telah terjadi pergeseran jenis karet alam yang
diperdagangkan dari dominasi jenis mutu sit asap (RSS) menjadi karet jenis
spesifikasi teknis (TSR) yang memiliki kualitas dan harga jual yang lebih rendah
namun memiliki keunggulan dari segi pengemasan sehingga memudahkan
industri pengolahan selaku konsumen.
Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa harga impor karet alam
Amerika Serikat dan Jepang responsif terhadap perubahan harga karet alam dunia
namun tidak dapat ditrasmisikan dengan baik pada permintaan impor dan ekspor
karet alam Amerika Serikat dan Jepang ke Indonesia dan Thailand di pasar karet
alam karena perubahan rasio harga yang inelastis. Sedangkan penawaran ekspor
karet alam Indonesia responsif terhadap perubahan harga ekspor karet alam pada
jangka panjang.
Prabowo juga menyatakan bahwa terjadinya distorsi pasar akibat
kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi
volume perdagangan karet alam dimana perubahan pendapatan domestik bruto
yang terjadi di negara importir efektif mempengaruhi arus perdagangan karet alam
disisi importir dibandingkan dengan jika terjadi perubahan pada harga karet alam
dunia. Sedangkan pada kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan
ekonomi dari sisi negara eksportir ternyata menunjukkan bahwa distorsi melalui
43
depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan
volume ekspor dari pada dengan pengenaan pajak.
Penelitian yang berbeda dilakukan Anwar (2005) mengenai prospek karet
alam Indonesia di pasar Internasional dengan menggunakan suatu analisis
integrasi dan keragaan ekspor. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa prospek
karet alam Indonesia di pasar Internasional terkait erat dengan efisiensi pasar yang
ditunjukkan oleh integrasi pasar baik secara spasial ataupun vertikal. Pada
integrasi
pasar spasial, pasar internasional karet alam RSS dan TSR tidak
terintegrasi secara penuh dan hukum satu harga (the law of one price) tidak
berlaku, maka ketujuh pasar untuk RSS dan lima untuk TSR tidak dapat
diperlakukan sebagai pasar tunggal/agregasi.
Pada jangka panjang, pasar fisik/spot New York masih merupakan pasar
referensi bagi negara-negara konsumen dan produsen baik untuk jenis karet RSS
ataupun TSR. Pasar karet alam yang ada tidak terintegrasi secara penuh, hal
tersebut disebabkan oleh harga karet alam yang terbentuk mengalami distorsi,
baik pada pasar domestik ataupun pasar Internasional. Terdistorsinya harga karet
alam disebabkan oleh adanya market power dari buyer (misalkan pabrik-pabrik
ban besar), adanya sistem perdagangan langsung antara pabrik TSR dengan pabrik
ban, adanya cadangan yang relatif besar (di produsen, konsumen dan afloat stock),
biaya transportasi dan biaya transaksi pemasaran, serta perubahan konsenterasi
pasar akibat pertumbuhan ekonomi.
Pada penelitian Anwar ini juga menyebutkan mengenai fluktuasi nilai
tukar pada jangka pendek dan jangka panjang yang mempengaruhi harga karet
alam. Pada jangka pendek, ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga
44
karet dunia dan nilai tukar (Rp/USD), terjadinya depresiasi Rp/USD
meningkatkan harga domestik dan volume ekspor atau produksi, akan tetapi
produksi itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti konsumsi
karet domestik dan opportunity cost upah tenaga kerja.
Selanjutnya Lim (2002) mengestimasi harga karet alam jangka pendek dan
mengevaluasi pembentukan relatif 19 model dengan dasar 3 teknik peramalan
yang berbeda dan 4 set informasi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model
GARCH/ARCH umumnya lebih baik dari model simple regresi sederhana dan
hasilnya potensial dan menguntungkan pelaku di pasar future karet alam.
Berbeda dengan Lim (2002) kemudian Khin et al. (2008) menggunakan
model ekonometrik untuk meramalkan harga bulanan dalam jangka pendek untuk
harga karet SMR20 di pasar dunia. Spesifikasi model karet alam yang digunakan
terdiri dari produksi, konsumsi, harga. Diantara tujuan penelitiannya
adalah
menentukan inter relationship antara produksi, konsumsi dan harga untuk dapat
meramalkannya maka menggunakan model multivariate autoregressive-moving
average (MARMA). Model umumnya menggunakan peramalan ex ante untuk
periode Januari 2007 sampai Desember 2010, hasilnya memperlihatkan bahwa
peramalan MARMA expost lebih efisien dalam kriteria statistik atau visualisasi
proxinya mendekati harga aktual. Studi ini juga menyebutkan bahwa harga future
pada pasar berjangka umumnya efisien dalam menentukan harga di pasar fisik.
Kemudian Khawla (2006) meneliti 80 prilaku pelaku usaha industri karet
di pasar berjangka Thailand yang terdiri dari petani, pengusaha, eksportir dan
konsumen dimana hasilnya ditemukan bahwa 60 persen tidak melakukan
45
keputusan hedging di pasar berjangka dan hanya 40 persen saja yang
menggunakan fasilitas hedging di pasar berjangka.
2.2.3. Studi Mengenai Pasar Berjangka Komoditas
Suatu hal yang penting untuk prilaku harga yang baik yakni bagaimana
harga terakhir dapat digunakan untuk memprediksi harga di masa depan. Hal ini
berkaitan dengan bentuk umum yang dikenal dengan hipotesa pasar efisien.
Menurut definisi Fama (1970), pasar dikatakan efisien jika selalu mencerminkan
tersedianya informasi dalam hal bentuk informasi yang relevan mengenai
perkembangan
harga. Hasil penelitiannya menyebutkan
jika bursa komoditi
dikatakan efisien secara informasi maka perubahan harga seharusnya mengikuti
pola acak. Jika mengikuti pola harga acak artinya pasar efisien secara informasi
bentuk lemah. Maka perubahan harga masa lalu tidak berhubungan dengan harga
saat ini yang berarti harga saat ini dan telah mampu mencerminkan informasi
peristiwa yang terjadi. Pasar dikatakan tidak efisien jika satu atau beberapa pelaku
pasar dapat menikmati return yang tidak normal dalam jangka waktu yang cukup
lama.
Harga di pasar berjangka komoditas telah dilakukan oleh berbagai peneliti
misalnya Cootner (1962) menemukan bahwa perubahan harga komoditi di pasar
lebih acak daripada di pasar saham. Larson (1960) melakukan analisis korelasi
untuk harga jagung dan saham di Amerika Serikat dan menyimpulkan bahwa
tidak ada keterkaitan pada perubahan harga diantara keduanya.
Namun, ditemukan beberapa bukti dari beberapa penelitian bahwa adanya
keterkaitan harga komoditi di pasar fisik dan berjangka di Amerika. Seperti
46
penelitian yang dilakukan Smidt (1965) menggunakan analisis korelasi untuk
menunjukkan bahwa perubahan harga harian kedelai di pasar berjangka Amerika
Serikat secara statistik memperlihatkan adanya hubungan korelasi atau adanya
keterkaitan dengan harga di pasar fisiknya. Sama dengan penelitian sebelumnya
Brinegar (1970) menemukan adanya hubungan korelasi positif pada harga
gandum, jagung dan gandum hitam di pasar fisik dan berjangka Amerika.
Selanjutnya Stevenson (1970) menggunakan analisis korelasi untuk
melihat perdagangan
jagung dan kedelai di Amerika Serikat pada bulan Juli
dengan menggunakan harga berjangka selama periode 1951-1968 dan
menyimpulkan bahwa perubahan harga terjadi secara sistematis bukan secara
acak. Kemudian Cargill dan Rausser (1969) menganalisis tentang berbagai
kontrak future untuk tahun 1967, termasuk jagung, dan menyimpulkan bahwa
perilaku harga komoditi adalah konsisten sehingga mencerminkan pasar yang
efisien. Bahkan menurut Leuthold (1972) bahwa peramalan harga future yang
efisien untuk harga fisik hanya pada tanggal terdekatnya.
Sama dengan penelitian Leuthold (1972), Bessembinder et al. (1995),
Bailey dan Chan (1993) serta Fama dan Perancis (1987), menyatakan bahwa
harga kontrak future pertama di dekatnya dapat digunakan untuk proxy untuk
harga fisik. Oleh karena itu, analisis berdasarkan harga future juga dapat
digunakan sebagai dasar pergerakan antara harga future dan harga fisik. Salah
satu keuntungan dari menggunakan harga future adalah harga yang didapatkan
bisa menghindari masalah yang timbul ketika terjadi tumpang tindih kontrak
yang digunakan, serta masalah yang berkaitan dengan volatilitas pada periode
waktu pengiriman.
47
Wang dan Ke (2002) dalam studinya menguji tingkat efisiensi pasar
berjangka untuk komoditi gandum dan kedelai di China serta kondisi pasar
komoditas pertanian di pasar berjangka dan pasar fisik dengan menggunakan
pendekatan kointegrasi Johansen. Hasilnya terdapat hubungan antara harga
berjangka dan harga fisik pada kedelai dalam keseimbangan jangka panjang dan
sangat lemah tingkat efisiensinya dalam jangka pendek sedangkan pasar
berjangka gandum tidak efisien dikarenakan banyaknya spekulan dan intervensi
pemerintah pada komoditas gandum.
Sebuah pasar yang efisien adalah dimana harga selalu dapat sepenuhnya
direfleksikan informasi yang ada dan tidak ada pedagang yang dapat keuntungan
dan mengontrol informasi dalam bentuk pasar monopolistik. Dengan kata lain
sebuah keefisienan pasar berjangka komoditi dapat memberikan signal pada
harga di pasar spot dan mengeliminasi kerugian sehingga dimungkinkannya
bahwa keuntungan dapat digaransi dalam proses perdagangan (Fama 1970 dalam
Wang 2002).
Selanjutnya Singh (1998) melihat dampak pasar berjangka Hessian di
India sebagai leading dalam mengurangi volatilitas di pasar fisik Hessian.
Hasilnya memperlihakan bahwa
pasar berjangka
dapat dijadikan kebijakan
alternatif dalam mengurangi ketidakpastian pasar pertanian. Pasar berjangka dapat
memberikan informasi dan sebagai tempat penyimpanan yang tepat pada musim
panen sehingga dapat menstabilkan harga fisik.
Dalam penelitian lainnya Mashamaite dan Moholwa (2005) melakukan
penelitian mengenai hubungan harga vertikal dan spasial dan perubahan prilaku
harga di pasar berjangka menggunakan tes asimetri. Harga asimetri memberi
48
implikasi penting pada pasar berjangka. Pertama, model tradisional pada data
time series yang memungkinkan adanya sedikit bias ketika peramalan harga
berjangka, karena menggunakan asumsi harga simetri. Kedua, tes asimetri
hasilnya memberikan informasi untuk peningkatan fungsi dan stabilitas harga
berjangka pada limit harga dan margin kebijakan.
Meyer (2003) menyatakan ekonomis sering menggunakan integrasi pasar
untuk mendefinisikan tingkat transmisi harga antara hubungan pasar vertikal dan
spasial sebagai
proxy efisiensi pasar. Namun dalam banyak studi evaluasi
mengenai integrasi harga hanya pada harga dan mengabaikan efek biaya transaksi.
Penggunanaan penyesuaian harga menggunakan kerangka Vector Error
Correction Model (VECM) belum cukup untuk menghitung efek biaya transaksi.
Maka perluasan dari model VECM yakni menggunakan Threshold Vector
Error Correction Model (TVECM) dapat memperlihatkan efek dari
biaya
transaksi dari transmisi harga tanpa langsung percaya pada data biaya transaksi.
2.2.4. Arah Pengembangan Studi Terdahulu dalam Penelitian
Berdasarkan hasil studi terdahulu maka dalam penelitian ini selanjutnya
dikembangkan arah studi pada “Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara Pasar
Fisik di Indonesia dengan Pasar Berjangka Dunia”. Hal ini dilakukan mengingat
pentingnya mengetahui lebih jauh mengenai hubungan pasar fisik karet alam di
Indonesia dengan pasar berjangka dunia. Pasar berjangka karet cukup berperan
besar sebagai salah satu faktor pemicu fluktuasi harga karet dan pemberi sinyal
harga pada pasar fisik. Untuk itu perlu dilakukan penelitian hubungan keterkaitan
pasar berjangka karet alam dunia dengan pasar fisik karet alam di Indonesia.
Download