UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya page 1 / 4 UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya EDITORIAL BOARD Susunan Dewan Redaksi Pengarah/ Advisor Seger Handoyo Ilham Nur Alfian Samian Endah Mastuti Mitra Bestari/ Reviewers Fendy Suhariadi (UNAIR) MMW. Tairas (UNAIR) Suryanto (UNAIR) Pimpinan Redaksi/ Chief Editor Herison P. Purba Redaksi Pelaksana/ Managing Editor Ike Herdiana Hamidah Cholichul Hadi Dewi Retno Suminar Alamat Redaksi Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Jl. Airlangga 4-6, Surabaya 60286 Telp. + 6231-5032770/ Faks. +6231-5025910 email: [email protected] page 2 / 4 UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Table of Contents No Title Page 1 Hubungan antara Self Efficacy dengan Kecemasan pada Remaja yang Putus Sekolah 60 - 66 2 Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus 67 - 71 3 Studi Perbandingan Kemampuan Working Memory pada Pecandu Ganja dan Non Pecandu Ganja Hubungan Antara Persepsi Dukungan Sosial dengan Tingkat Kecemasan pada Penderita Leukemia Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner 72 - 78 4 5 79 - 84 85 - 89 page 3 / 4 UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Vol. 3 - No. 2 / 2014-08 TOC : 5, and page : 85 - 89 Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner Author : Yovi Hendiarto | [email protected] Fakultas Psikologi Hamidah | [email protected] Fakultas Psikologi Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Penelitian dilakukan pada 51 dewasa madya usia 40-65 tahun dengan penyakit jantung koroner yang sedang melakukan pengobatan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh penulis, berupa skala self-efficacy dan skala perilaku sehat. Reliabilitas skala self-efficay adalah 0,842, dan reliabilitas skala perilaku sehat adalah 0,876. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi Spearman rho dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai korelasi antara self-efficay dengan perilaku sehat sebesar 0,748 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Keyword : Self-Efficacy, Perilaku, Sehat, Dewasa, Madya, Jantung, Koroner, Daftar Pustaka : 1. Ashaye, M. O., & Giles, H. W., (2003). Are heart disease patients more likely to have healthy lifestyle behaviors? Results from the 2000 Behavioral Risk Factor Surveillance Survey.. Vol. 10, 207-212. : Europan Journal of Cardiovaskular Risk Copy alamat URL di bawah ini untuk download fullpaper : journal.unair.ac.id/filerPDF/jpkk51cd6bdad2full.pdf page 4 / 4 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner Yovi Hendiarto Hamidah Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. This research aims to determine whether there is a relationship between self-efficacy and health behavior in coronary heart disease patients. The study was conducted on 51middle adulthood aged 40-65 years with coronary heart disease who are conducting outpatient treatment at Surabaya Hajj General Hospital. The sampling technique used in this study is purposive sampling. Data collection tool using a questionnaire compiled by the author, a self-efficacy scale and the health behavior scale. Reliability of self-efficacy scale is 0.842, and reliability of health behaviors scale is 0.876. Data analysis was performed using the Spearman rho statistical correlation with SPSS 16.0 for windows Based the analysis of the research data obtained by the correlation between self-efficacy with health behavior of 0,748 with significance level of 0,000 (p < 0,05). This indicates that there is a significant correlation between self-efficacy with health behavior in coronary heart disease patients. The results of this study indicate that there is a positive relationship between self-efficacy with health behaviors in patients with coronary heart disease. Key word: Self-Efficacy; Health Behavior; Middle Adulthood; Coronary Heart Disease Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Penelitian dilakukan pada 51 dewasa madya usia 40-65 tahun dengan penyakit jantung koroner yang sedang melakukan pengobatan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh penulis, berupa skala self-efficacy dan skala perilaku sehat. Reliabilitas skala selfefficay adalah 0,842, dan reliabilitas skala perilaku sehat adalah 0,876. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi Spearman rho dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai korelasi antara self-efficay dengan perilaku sehat sebesar 0,748 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Kata kunci: Self-Efficacy; Perilaku Sehat; Dewasa Madya; Jantung Koroner Korespondensi: Yovi Hendiarto, e-mail: [email protected] Hamidah, e-mail: [email protected] Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 02, Agustus 2014 85 Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner PENDAHULUAN Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung sebanyak 7,6 juta jiwa dan stroke 5,7 juta jiwa. Kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di dunia diperkirakan pada tahun 2015 akan meningkat menjadi 20 juta jiwa (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Masa dewasa madya adalah masa terjadinya peningkatan penyakit kronis termasuk penyakit jantung koroner (Santrock, 2011). Tingkat kolesterol dalam darah meningkat selama bertahun-tahun dan di usia dewasa madya mulai menumpuk pada dinding arteri yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Betensky, Contrada, & Leventhal, 2009, dalam Santrock, 2011). Kematian akibat penyakit jantung koroner di Indonesia sendiri banyak di dominasi pada orang usia 45 sampai 65 tahun. Berdasarkan Rikesdas tahun 2007, bahwa jumlah kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat penyakit jantung koroner per 1000 penduduk Indonesia sebesar 8,7%, sedangkan di pedesaan mencapai 8,8%. Sementara itu pada usia 55-64 tahun angka kematian diderah perkotaan sebesar 5,8% sedangkan di daerah pedesaan sebesar 5,7% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Penyakit jantung koroner yang ada di negara berkembang secara historis lebih sering terjadi pada kelompok sosial ekonomi yang lebih terdidik dan lebih tinggi (WHO, dalam Mackay, & Mensah, 2010). Tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah penyakit jantung tidak lagi mengenal kelompok status sosial ekonomi masyarakat. Penderita jantung koroner pada sekarang ini juga banyak yang berasal dari kalangan sosial ekonomi menengah kebawah yang tergolong dari masyarakat miskin, tidak mampu, dan kurang mampu yang kemungkinan diakibatkan oleh perilaku yang tidak sehat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Berdasarkan Glantz, dkk (2007) penderita jantung koroner harus merubah perilaku mereka menjadi perilaku yang lebih sehat agar dapat mengurangi penderitaan yang mereka rasakan, mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk 86 berobat dan juga dapat mengurangi resiko kematian. Berdasarkan Schroder, & Schwarzer (2004) perilaku sehat harus diterapkan pada kehidupan para penderita jantung koroner agar dapat memperbaiki kondisi pada jantung mereka, mengurangi meningkatnya resiko penyakit yang menjadi lebih parah dan keberhasilan jangka panjang dari operasi jantung yang kemungkinan dilakukan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penderita jantung koroner seharusnya merubah perilakunya menjadi perilaku yang lebih sehat agar kondisi kesehatan mereka menjadi lebih baik, akan tetapi berdasarkan Schroder, & Schwarzer (2004) bahwa banyak penderita jantung koroner, yang juga mempunyai informasi atau telah mengetahui bahwa adanya pengaruh dari pola hidup terhadap kesehatan mereka, namun mereka tetap saja melanjutkan dengan gaya hidup tidak sehat sampai mereka memiliki bukti yang jelas bahwa hidup yang mereka jalani tersebut benar-benar beresiko dan banyak dari mereka menunjukkan bahwa mereka mengalami kesulitan mengontrol pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Ghiles, & Ashaye (2003) menemukan hal yang seupa, bahwa penderita jantung koroner memiliki perilaku tidak jauh berbeda dengan orang yang tidak memiliki penyakit jantung koroner, meskipun mereka mempunyai sakit jantung akan tetapi hanya sedikit sekali mereka yang dengan penyakit jantung koroner ini melakukan atau merubah gaya hidupnya kearah perilaku hidup yang lebih sehat, artinya meskipun memiliki penyakit jantung koroner mereka tidak lebih melakukan perilaku hidup sehat daripada orang yang tidak memiliki penyakit jantung koroner. Berdasarkan Sarafino & Smith (2011) hal yang paling terpenting yang harus dimiliki oleh individu untuk dapat melaksanakan perilaku sehat adalah self-efficacy. Seorang individu memerlukan cukup self-efficacy untuk melaksanakan perubahan dalam hidupnya, tanpa self-efficacy, motivasi mereka untuk berubah akan terhambat. Bandura (1998) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan individu dalam mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkatan pencapaian tertentu. Self-efficacy mengatur motivasi dengan menentukan tujuan yang orang tetapkan untuk diri mereka sendiri, kekuatan komitmen mereka Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 02, Agustus 2014 Yovi Hendiarto, Hamidah dan hasil yang mereka harapkan dari usaha yang telah mereka lakukan (Bandura, 1998). Semakin kuat self-efficacy dirasakan dan ditanamkan, semakin besar orang-orang untuk mendapatkan dan mempertahankan upaya yang diperlukan untuk mengadopsi, mempertahankan dan meningkatkan perilaku kesehatan (Bandura, 1998). Penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan self-efficacy dengan perilaku sehat seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schwarzer & Renner (2000), Strachan & Brawley (2009), Ayyote dkk (2010), menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat. Mereka menyatakan bahwa individu yang mempunyai self-efficacy yang tinggi cenderung mempunyai perilaku yang lebih sehat, dan sebaliknya individu yang mempunyai self-efficacy yang rendah lebih cenderung mempunyai perilaku yang tidak sehat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kuantitatif yang bersifat eksplanatif (Eksplanatory research). Explanatory research ini bertujuan untuk, menguji prinsip atau prediksi suatu teori, menguraikan dan memperkaya penjelasan suatu teori, memperluas teori untuk isu atau topik baru, mendukung atau menolak penjelasan atau prediksi, menghubungkan isu dan topik dengan prinsip umum, menentukan beberapa penjelasan yang terbaik (Neuman, 2007). Subyek dalam penelitian ini adalah 51 orang dewasa madya yang menderita jantung koroner yang sedang melakukan rawat jalan di RSU Haji Surabaya. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, dengan teknik penentual sampel yang digunakan adalah purposive sampling (Winarsunu, 2006). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan skala psikologis dengan dua alat ukur skala yaitu skala self-efficacy dan skala perilaku sehat. uji validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan professional judgement dan uji reliabitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Alpha Cronbach, yang dihitung dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dan didapat reliabilitas skala selfefficacy sebesar 0,842 dan reliabitas skala perilaku sehat sebesar 0,873. Hasil tersebut menunjukkan Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 02, Agustus 2014 bahwa kedua alat ukur ini reliabel. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil uji asumsi sebelumnya yaitu uji normalitas didapatkan hasil bahwa bentuk distribusi datanya tidak normal. Sehingga uji korelasi yang dilakukan adalah statistik nonparametrik. Teknik uji korelasi yang digunakan adalah spearman rho. Berdasarkan tabel uji korelasi menggunakan spearman rho Sig (2-tailed), taraf signifikansinya sebesar 0,748 atau lebih besar dari 0,05 dengan demikian Ha diterima. Artinya, ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Hasil analisis korelasi dengan teknik sperman-rho menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel self-efficacy dengan perilaku sehat. Hal ini diketahui dari nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari probabilitas 0,05 (p < 0,05) serta nilai koefisien korelasi antara kedua variabel yaitu 0.748 yang artinya memiliki tingkat korelasi besar menurut Cohen (1998 dalam Pallant 2007). Hal ini mendukung terbuktinya hipotesis kerja (Ha) yaitu “ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan perilaku sehat pada penderita jantung koroner “. Nilai positif pada skor koefisien korelasi antara 2 variabel menunjukkan bahwa jika selfefficacy seseorang tinggi maka tingkat perilaku sehat juga akan tinggi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Schwarzer & Renner (2000), Strachan & Brawley (2009), Ayyote dkk (2010), bahwa adanya hubungan antara self-efficacy dengan perilaku sehat. Mereka menyatakan bahwa individu yang mempunyai self-efficacy yang tinggi cenderung mempunyai perilaku sehat, dan sebaliknya individu yang mempunyai self-efficacy yang rendah lebih cenderung mempunyai perilaku yang tidak sehat. Bandura (1998) menyatakan bahwa semakin kuat self-efficacy dirasakan dan ditanamkan, semakin besar orangorang untuk mendapatkan dan mempertahankan 87 Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner upaya yang diperlukan untuk mengadopsi, mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. Penelitan ini membuktikan bahwa jika penderita jantung koroner mempunyai self-efficacy yang tinggi maka penderita jantung koroner mempunyai perilaku yang sehat. Berdasarkan proses kognitif, self-efficacy mampu untuk mengatur kognitif manusia (Bandura, 2002). Kognitif adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sehat. Individu yang ingin merubah perilaku mereka menjadi perilaku sehat harus mempunyai daya kognitif untuk membuat rencana-rencana dalam melaksanakan perilaku sehat (Sarafino & Smith, 2011). Kuatnya self-efficacy yang dirasakan akan membuat seseorang menetapkan tujuan yang terbaik dan akan berusaha untuk tetap berkomitmen pada tujuan tersebut. Self-efficacy mempengaruhi individu dalam berpikir untuk membuat rencana yang teratur dan strategis untuk mencapai tujuan mereka, dan berusaha untuk mengejar segala tantangan-tantangan (Bandura, 2002). Berdasarkan teori dari Bandura (2002) tersebut jika dikaitkan dengan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penderita jantung koroner yang mempunyai selfefficacy tinggi mampu untuk berkomitmen untuk mencapai tujuan mereka dan mampu untuk membuat rencana yang strategis untuk dapat melaksanana perilaku sehat. Berdasarkan proses motivasi, self-efficacy adalah kunci utama dalam mengatur motivasi manusia yang akan mempengaruhi setiap fase perubahan dalam diri mereka Bandura (1998). Semakin kuat self-efficacy dirasakan dan ditanamkan, semakin besar individu termotivasi untuk merubah dan mempertahankan upaya yang diperlukan untuk mengadopsi, mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. B e r d a s a r k a n hasil penelitian ini penderita jantung koroner yang mempunyai self-efficacy yang tinggi mempunyai motivasi untuk merubah perilaku mereka menjadi perilaku yang lebih sehat, mampu untuk mempertahankan upaya-upaya untuk melaksanakan dan meningkatkan perilaku sehat mereka. Penderita jantung koroner yang mempunyai self-efficacy yang tinggi mampu untuk mengontrol perilaku perilaku sehat mereka, dan mampu untuk mengembalikan kontrol perilaku sehat mereka setelah terjadinya kemunduran dalam perilaku sehat mereka. Berdasarkan proses afektif, self-effica88 cy dapat mempengaruhi kemampuan manusia dalam mengatasi atau mengontrol stressor yang dapat berpengaruh pada tingkat kecemasan pada dirinya. Individu yang percaya akan kemampuan mereka dalam mengatasi stressor tidak akan mempengaruhi pola pikir mereka. Invidu yang tidak percaya akan kemampuannya dalam mengatasi stressor dapat mengakibatkan munculnya kecemasan. Berdasarkan Sarafino & Smith (2011) orang yang sakit dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu akan mempengaruhi kondisi emosi seseorang yang berpengaruh pada perilaku sehat. Kondisi sakit seperti jantung koroner dapat mengakibatkan seorang individu mengalami stress. Berdasarkan hasil dari penelitian ini para penderita jantung koroner yang mempunyai self-efficacy yang tinggi mampu untuk mengatasi stress yang dapat berpengaruh terhadap perilaku sehat mereka dan mereka mampu untuk mengatasi segala hambatan-hambatan dalam melaksanakan perilaku sehat. Mereka mempunyai keberanian untuk bertindak mengatasi hambatan dalam melaksanakan perilaku sehat. Berdasarkan proses seleksi, self-efficacy dapat membentuk kehidupan seseorang dengan mempengaruhi aktivitas dan lingkungan yang mereka pilih. Perilaku dibentuk dari pemilihan sebuah lingkungan yang mana tumbuh sebuah potensi dan gaya hidup tertentu. Individu yang mempunyai self-efficacy yang tinggi mampu untuk menentukan pilihan yang mereka pilih untuk menentukan kehidupan mereka (Bandura, 2002). Berdasarkan hasil penelitian ini penderita jantung koroner yang mempunyai self-efficacy tinggi mampu melakukan seleksi-seleksi dari lingkungan mereka dengan mentukan perilaku mereka yang dapat meningkatkan perilaku sehat mereka. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Hubungan ini nilainya positif yang artinya semakin tinggi self-efficacy pada penderita jantung koroner maka semakin tinggi pula tingkat perilaku sehat. Penderita jantung koroner seharusnya meningkatkan perilaku sehatnya agar kondisi kesehatan jantung mereka dapat menjadi lebih baik dan stabil antara dengan cara mengkonsumJurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 02, Agustus 2014 Yovi Hendiarto, Hamidah si makanan sehat, membatasai mengkonsumsi makanan yang berkolestrol, mengandung banyak garam dan gula, segera melakukan tindakan ketika merasakan rasa sakit di dalam tubuhnya, menjaga aktivitas mereka dan mematuhi saran-saran yang diberikan oleh dokter, sehingga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan, mengurangi resiko serangan jantung, dan juga kematian. Penderita jantung koroner diharapkan untuk dapat meningkatkan relasi dan komunikasi dengan sesama penderita jantung koroner agar dapat saling berbagi ilmu dan pengalaman kehidupan antar sesama penderita jantung koroner. PUSTAKA ACUAN Ashaye, M. O., & Giles, H. W. (2003). Are heart disease patients more likely to have healthy lifestyle behaviors? Results from the 2000 Behavioral Risk Factor Surveillance Survey. Europan Journal of Cardiovaskular Risk, 10, 207-212. Ayyote, J. B., Margrett, J. A., & Patrick, J. H. (2010). Physical Activity in Middle-aged and Young-old Bandura, A. (1998). Health promotion from the perspective of social cognitive theory. Psychology and Health, 13, 623-649. Bandura, A. (2002). Self-efficacy In Changing Society. Cambridge: Cambridge University Press. Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (2008). Health Behavior and Health Education: Theory Re search and Practice. Jossey-Bass: San Fransisco. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah Mackay, J., & Mensah, J. A. (2004). The Atlas of Heart Disease and Stroke. World Health Organization. Neuman, W. L. (2007). Social research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Al lyn and Bacon. Pallant, J. (2007). SPSS: Survival manual (3th ed.). Sydney: Allen & Unwin. Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development (13th editon). New York : McGraw-Hil. Sarafino, E.P., & Smith, T. W. (2011). Health Psychology: Biopsycossocial Interaction. John Willey and Sons. Schwarzer, R., & Renner, B. (2000). Social-Cognitive Predictors of Health Behavior: Action Self-Efficacy and Coping Self-Efficacy. Health Psychology, 19, 487-495. Schroder, K. E. E., & Swharzer, R. (2004). Habitual self-control and the management of health behavior among heart patients. Social Science & Medicine, 60, 859–875. Strachan, M. S., & Brawley, R. L. (2009). Healthy-eater identiy and self-efficacy predict healthy eating behavior. Journal of Health Psychology, 14, 684-695. Winarsunu, T. (2006). Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang; UMM Press. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 02, Agustus 2014 89