BAB II TINJAUAN LITERATUR

advertisement
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Gambaran Ikhtisar Industri Kesehatan di Indonesia
Rumah sakit merupakan sebuah lembaga yang melakukan kegiatan tidak di
ruang hampa. Dalam sejarah perkembangan rumah sakit terdapat interaksi antara
lingkungan dengan keadaan di dalam rumah sakit. Perubahan-perubahan yang kerap
terjadi pada masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang selalu mengubah sistem
manajemen rumah sakit.
Perubahan lingkungan rumah sakit sudah mulai terlihat sejak awal ketika rumah
sakit didirikan oleh VOC untuk keperluan karyawannya, yang kemudian diteruskan
oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Misi mulai berubah ketika sebagian rumah
sakit Pemerintah diubah menjadi rumah sakit misi dan zending 6 . Pertimbangan
kemanusiaan pun menjadi faktor penting di dalam rumah sakit.
Kemerdekaan Indonesia menjadi faktor sosial yang mempengaruhi sistem rumah
sakit. Jaringan rumah sakit militer milik Pemerintah Kolonial akhirnya berubah.
Berbagai rumah sakit berganti pemilik, dimana sebagian rumah sakit misi dan
zending berubah menjadi rumah sakit milik Pemerintah daerah yang menangani
rumah sakit dengan cara berbeda. Pada dekade 70-an dan 80-an, rumah sakit-rumah
sakit Islam yang memiliki semangat keagamaan dalam kegiatannya tumbuh di
6
Zending : Berasal dari Bahasa Belanda yang artinya pengutusan, dakwah, kiriman, misi. (Kamus
Bahasa Belanda-Indonesia). Dalam konteks kali ini kegiatan zending ditujukan untuk kegiatan
penyebaran agama Kristen.
13
14
berbagai pelosok Indonesia dengan lingkungan yang sudah jauh berbeda dengan
rumah sakit Kristiani yang berdiri pada masa Kolonial.
Secara cepat pada penghujung abad ke-20 dan awal abad ke-21 berbagai tekanan
lingkungan, khususnya pengaruh kekuatan pasar, memaksa pemilik dan pengelola
rumah sakit berpikir untuk mengubah sistem manajemennya. Pasar dalam hal ini
adalah terkait dengan konsep jual beli dalam pelayanan rumah sakit. Untuk
mendapatkan pelayanan di rumah sakit, seseorang harus melakukan kegiatan
pembayaran.
Sistem ekonomi berorientasi pasar telah mengubah berbagai hal di rumah sakit,
termasuk para profesional rumah sakit seperti dokter spesialis, dokter umum, perawat,
dan manajer. Pola hidup profesional cenderung bergerak ke arah budaya global yang
berorientasi pada materi. Para pengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah
sakit melakukan berbagai hal dalam perubahan rumah sakit, misalnya kebijakan
swadana di awal tahun 1990-an. Pada akhir dekade 90-an ditetapkan keputusan untuk
mengubah rumah sakit Pemerintah menjadi perusahaan jawatan akibat tekanan
kebijakan desentralisasi7 . Di awal tahun 2005, Pemerintah DKI Jakarta mengubah
status beberapa RSD di Jakarta menjadi berbentuk PT. Keputusan ini mengundang
berbagai kontroversi. Di sektor rumah sakit swasta, terbukanya iklim investasi untuk
pendirian rumah sakit berbentuk perseroan terbatas, masuknya modal asing ke dalam
sektor rumah sakit, dan keluarnya UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,
merupakan berbagai contoh perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh.
7
Desentralisasi : Pemindahan sebagian kekuasaan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah/Lokal.
(Rondinelli, Cheema, 1983)
15
Rumah sakit harus selalu berinteraksi dengan lingkungan yang berubah tersebut.
Salah satu hal penting adalah bagaimana pengelola rumah sakit mampu merasakan
perubahan yang terjadi agar organisasinya dapat bertahan dan terus berkembang.
Weick (1995) dalam bukunya tentang Sense Making In Organization menyatakan
suatu teori yang berbasis pada analogi makhluk hidup. Ketika lingkungan berubah,
maka organisasi akan mempunyai suatu cara atau sistem untuk mendeteksi perubahan
tersebut, menganalisis situasi, dan menafsirkannya, untuk menjadi rangsangan dalam
melakukan aksi sebagai jawaban atas perubahan tersebut. Pada saat melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut, berbagai pemahaman dasar dan cara pandang dapat
mempengaruhi tindakan yang akan diambil.
Dalam melakukan tindakan untuk pengembangan rumah sakit dapat muncul
berbagai kontradiksi. Rumah sakit berpegang pada misi sosial untuk menyembuhkan
orang sakit. Namun di sisi lain rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat berbagai
profesi mencari nafkah. Sejarah rumah sakit menunjukkan bahwa misi sosial rumah
sakit menjadi semakin sulit dilakukan pada kegiatan dimana tuntutan rumah sakit
akan kepuasan hidup para profesional di rumah sakit meningkat, serta pengaruh
industri obat dan alat kesehatan berteknologi tinggi yang berbasis pada perilaku
mencari keuntungan. Muncul pertanyaan penting, apakah mungkin sebuah rumah
sakit dapat menjalankan fungsi sosial untuk kemanusiaan dalam sebuah sektor yang
semakin terpengaruh oleh mekanisme pasar? Sementara itu kemampuan Pemerintah
dalam memberikan pembiayaan untuk rumah sakit relatif berkurang, tetapi teknologi
alat kedokteran dengan biaya tinggi semakin berkembang.
16
Data sumber pembiayaan di negara-negara berkembang (diluar negara-negara
sosialis) menunjukkan bahwa peran Pemerintah tidaklah besar, sementara di negaranegara maju peran Pemerintah sangat besar kecuali di Amerika Serikat. Secara de
facto 8 sistem pelayanan kesehatan yang bertumpu pada pembayaran masyarakat
merupakan sistem yang lebih banyak menggunakan mekanisme pasar. Hal ini terjadi
di China dengan sistem pembiayaan berdasarkan mekanisme pasar yang mulai
menggantikan peran Pemerintah. Sektor rumah sakit pada negara berkembang,
termasuk Indonesia, tidak dapat menahan mekanisme pasar dalam manajemennya
selama sistem ekonomi dan politik negara juga menggunakan mekanisme pasar.
Dalam hal ini mau tidak mau rumah sakit harus bertindak di lingkungan yang
menggunakan mekanisme pasar, dengan tetap berusaha mempertahankan misi
sosialnya. Pertanyaan penting yaitu bagaimana strategi pengembangan rumah sakit
pada situasi berbasis mekanisme pasar namun tetap berusaha mengurangi akibat
negatifnya, sambil menjalankan misi sosialnya. Strategi rumah sakit tentunya sangat
dipengaruhi oleh kebijakan negara dalam sektor kesehatan.
Di Indonesia, sekitar 70% sumber dana kesehatan berasal dari masyarakat. Sejak
masa kemerdekaannya, Indonesia bukanlah sebuah negara yang memiliki tingkat
kesejahteraan baik dalam sektor kesehatan. Sampai pada saat Social Safety Net 9
dijalankan di tahun 1998 karena terjadinya krisis moneter. Sebelumnya sebagian
besar dana kesehatan dari Pemerintah digunakan untuk penyelenggaraan pelayanan
8
De facto : Berasal dari Bahasa Latin yang artinya sebenarnya atau pada kenyataannya.
Social Safety Net : Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sekumpulan layanan yang
diberikan oleh negara atau institusi-institusi lain seperti kesejahteraan, jaminan bagi para
pengangguran, layanan kesehatan, rumah hunian, dan lain-lain, yang bertujuan untuk mencegah
individu jatuh ke dalam tingkat kemiskinan tertentu. (Graham, 1994)
9
17
kesehatan, bukannya subsidi langsung bagi orang miskin yang sakit. Di awal 2005,
program Safety Net ditingkatkan melalui program kompensasi BBM yang
memberikan subsidi langsung bagi keluarga miskin melalui PT Askes Indonesia.
Jumlah yang disalurkan sekitar 2,1 triliun rupiah. Kebijakan ini akan meningkatkan
peran Pemerintah dalam sektor kesehatan. Dengan kebijakan ini diharapkan misi
sosial rumah sakit dapat meningkat.
2.2 Strategi Bisnis
Ada banyak definisi tentang strategi. Menurut Rangkutti (2005), strategi adalah
suatu tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus,
serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu
dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”.
Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pada pola konsumen
memerlukan kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Menurut Kotler (2002), strategi adalah rencana permainan untuk mencapai
sasarannya, yang terdiri dari strategi pemasaran, strategi teknologi, serta strategi
penetapan sumber yang sesuai.
Menurut Hariadi (2003), strategi bisnis merupakan rencana strategi yang terjadi
pada tingkat divisi dan dimaksudkan untuk bagaimana membangun dan memperkuat
posisi bersaing suatu produk atau jasa perusahaan pada industri atau pasar tertentu
yang dilayani oleh divisi tertentu.
18
Strategi bisnis termasuk salah satu tipe strategi yang sering juga disebut strategi
secara fungsional karena berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen,
misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi,
strategi organisasi, dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan
(Rangkutti, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi
merupakan suatu pendekatan secara umum untuk pencapaian sasaran. Strategi bisnis
merupakan perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan dalam memformulasikan,
menerapkan, dan mengevaluasi fungsi keputusan yang memungkinkan sebuah
organisasi dapat mencapai tujuannya. Perencanaan strategi merupakan proses dasar
dari suatu organisasi dalam menentukan misi perusahaan dan sasaran jangka panjang,
serta penyusunan perencanaan kegiatan untuk mengimplementasikan pencapaian
sasaran tersebut. Dengan adanya strategi bisnis, maka sejumlah keputusan dan
tindakan dapat diarahkan pada penyusunan suatu strategi yang efektif untuk
membantu dalam mencapai sasaran. Strategi juga dapat diartikan sebagai sebuah
perangkat luas rencana organisasi untuk mengimplementasikan keputusan yang
diambil demi mencapai tujuan organisasi.
Strategi berkaitan dengan kinerja suatu organisasi. Terdapat variasi dalam
strategi dan kinerja organisasi, dan hal ini berhubungan dengan perbedaan industri
setiap organisasi, peraturan Pemerintah, serta aset-aset yang dimiliki (aset finansial,
fisik, maupun sumber daya manusia). Oleh karena itu keberadaan sebuah manajemen
strategi yang baik dapat membantu para manajer untuk mencapai kinerja yang baik.
19
Kinerjaa organisasi bergantung pada tindakkan yang dillakukan dann konteks paada
s
saat
melaku
ukan tindakaan tersebut. Dalam hal ini, tindakkan berhubuungan denggan
a
akuisisi
aseet baru dann pengembanngan aset yang
y
terseddia dari suaatu organisaasi.
S
Sedangkan
konteks
k
berrhubungan dengan
d
situaasi suatu orgganisasi. Beeberapa situaasi
b
bersifat
interrnal, yaitu situasi yang berhubungan
b
n dengan aset yang dim
miliki dan carrac
cara
untuk mengatur
m
aseet tersebut. Faktor
F
lain bersifat
b
eksteernal, yaitu yang
y
termasuk
d
dengan
karaakteristik inddustri seperrti kompetitoor, pembeli,, dan pemassok baik yaang
s
sudah
ada maupun
m
yangg potensial. Faktor ekstternal lain juga terdapaat diluar fakttor
i
industri
pasaar seperti pemerintahan, politik, dann keadaan sosial. Gabunggan dari keddua
f
faktor
orgaanisasi, yaituu konteks dan tindakkan akan membentuk
m
kinerja suaatu
o
organisasi
seeperti gambaar di bawah ini.
KO
ONTEKS
Ekksternal
In
nternal
PERFOR
RMA
TINDAKAN
Aku
uisisi aset
Pengeembangan aset
Gam
mbar 2.1 Mannajemen Straategis (Shalooner, Sheparrd, Podolny, 2001)
20
Berdasarkan teori Thompson, Strickland, dan Gamble, secara umum ada lima
fase yang harus dilalui dalam membuat strategi perusahaan, yaitu :
Gambar 2.2 Fase Pembuatan dan Pelaksanaan Strategi (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)
a. Fase 1 : Menciptakan Visi Strategis
Pada dasarnya, visi strategis merupakan sebuah peta yang menentukan rute
dari suatu perusahaan dalam mengembangkan dan memperkuat bisnisnya. Visi
adalah gambaran dari tujuan akhir yang ingin dicapai dan logika/alasan mengapa
tujuan tersebut harus dicapai. Visi terbentuk dari pandangan dan kesimpulan dari
manajemen terhadap arah perusahaan serta dari fokus perusahaan terhadap produk,
pasar, pelanggan, dan teknologi.
Sebuah visi berbeda dengan pernyataan misi. Visi lebih mengarah kepada
pertimbangan-pertimbangan terhadap arah perusahaan di masa depan dan mengapa
21
perusahaan harus mengarah kesana. Sedangkan pernyataan misi lebih terfokus
kepada ruang lingkup dan fungsi bisnis pada saat sekarang, yaitu jati diri
perusahaan tersebut (siapakah kita, apa yang kita lakukan, dan mengapa kita ada).
Misi suatu perusahaan didefinisikan oleh kebutuhan pembeli, segmen pasar dan
pelanggan, sumber daya, dan teknologi. Sebagian besar perusahaan mempunyai
misi yang sederhana, yaitu menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya bagi
para pemegang saham, tetapi visi yang dimiliki sangat berbeda dan lebih
fundamental.
Visi harus dicocokan dengan nilai-nilai perusahaan. Nilai adalah kepercayaan
suatu perusahaan, prinsip bisnis, dan tindakan praktis yang mengarahkan praktek
bisnis sehari-hari, pencarian visi strategis, dan sikap/perbuatan para karyawan
perusahaan tersebut. Visi juga harus dikomunikasikan. Komunikasi visi yang
efektif merupakan alat manajemen yang paling baik untuk mengetahui komitmen
perusahaan terhadap tindakan-tindakan untuk merealisasikan visi. Beberapa isu
yang mungkin timbul pada saat mengkomunikasikan visi bisnis antara lain adalah :
• Mengekspresikan inti dari visi dalam sebuah slogan
• Mencegah resistensi terhadap visi baru
• Mengenali titik variasi visi strategis
• Menuai hasil dari visi yang jelas
b. Fase 2 : Menentukan Tujuan
Maksud dari merumuskan tujuan adalah untuk mengubah visi strategis ke
dalam target kinerja yang spesifik, misalnya hasil yang ingin dicapai oleh
22
perusahaan, dan kemudian menggunakan tujuan ini sebagai titik untuk menandai
kemajuan dan kinerja perusahaan. Tujuan yang baik harus bersifat quantifiable10,
measurable11, dan memiliki batas waktu dalam mencapai sesuatu. Secara ideal,
seorang manajer harus memiliki beberapa pelatihan untuk dapat mencapai tujuan
sebagai alat untuk mendorong organisasi dalam mencapai potensinya yang utuh.
Beberapa isu yang mungkin timbul dalam merumuskan tujuan yaitu :
• Kinerja strategis yang baik membantu kinerja keuangan menjadi lebih baik.
• Pendekatan Balanced Scorecard merupakan kombinasi antara tujuan
finansial dan strategis.
• Adanya kebutuhan akan tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
• Pemilihan strategic intent12.
• Adanya kebutuhan akan tujuan yang jelas bagi setiap tingkatan organisasi.
• Tujuan akan lebih baik jika bersifat bottom-up13 dibandingkan dengan topdown14.
c. Fase 3 : Menentukan Strategi Untuk Mencapai Tujuan
Strategi perusahaan secara menyeluruh adalah sekumpulan dari inisiatif
strategi dan tindakan yang dipimpin oleh para manajer dan tokoh-tokoh utama dari
suatu perusahaan dalam setiap level organisasi, baik level atas maupun level
bawah. Hirarki ini akan ditunjukkan pada gambar 2.3.
10
Quantifiable : Bersifat dapat dihitung.
Measurable : Bersifat dapat diduga, dapat diukur.
12
Strategic intent : pernyataan tingkat tinggi tentang dimana dan bagaimana sebuah organisasi akan
mencapai visinya.
13
Bottom-up : Perkembangan proses dari unit-unit kecil (subordinat) ke unit yang lebih besar/penting
di dalam sebuah organisasi.
14
Top down : Perkembangan proses dari unit yang lebih besar (unit dasar) ke unit-unit yang lebih kecil
(rincian sub unit). 11
23
Sedangkan rencana strategis akan terbentuk dari perumusan visi strategis,
tujuan, dan perumusan strategi sebagai landasannya. Semua itu akan membentuk
arah perusahaan, target kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta perubahan
kompetitif dan tindakan internal dalam mencapai hasil bisnis yang diharapkan.
Corporate Strategy
The company wide game plan for managing a set of
business
Business Strategy
How to strengthen market position and build
competitive advantages
Actions to build competitive capabilities
Functional-Area Strategies Within Each Business
Add relevant detail to the hows of overall business
strategy
Provide a game plan for managing specific lowerechelon activities with strategic significance
Operating Strategies Within Each Business
Add detail and completeness to business and
functional strategy
Provide a game plan for managing specific lowerechelon activities with strategic significance
Gambar 2.3 Hirarki Perumusan Strategi (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)
24
d. Fase 4 : Implementasi dan Eksekusi Strategi
Pengaturan implementasi dan eksekusi strategi adalah aktivitas yang
berorientasi operasional dengan sasaran untuk membentuk dan mendukung kinerja
aktivitas inti bisnis. Agenda implementasi ini timbul dari assessment15 terhadap
bagaimana cara perusahaan mengeksekusi strategi secara berbeda dan profesional
sehingga tercapai kinerja perusahaan yang diharapkan. Aspek-aspek penting dalam
eksekusi suatu strategi adalah :
• Staffing16 suatu organisasi dengan tenaga kerja yang ahli.
• Pengembangan anggaran untuk mencapai suksesnya suatu strategi.
• Meyakinkan praktek bisnis yang baik untuk menjalankan bisnis sehari-hari
dengan mengedepankan perbaikan secara berkelanjutan.
• Pembangunan sistem operasi dan informasi untuk membantu para
karyawan dalam menjalankan tugas sehari-hari.
• Memotivasi setiap individu agar dapat mencapai tujuan dan target.
• Mengadakan sistem reward dan incentives17 pada saat tercapainya kinerja
yang diharapkan.
• Menciptakan kultur dan lingkungan kerja yang kondusif.
• Pengadaan kepemimpinan internal yang diperlukan untuk menyetir suatu
implementasi dan tetap memperbaiki eksekusi strategi.
15
Assessment : Taksiran, penilaian.
Staffing : Susunan kepegawaian.
17
Sistem reward dan incentives : Suatu alat penggerak yang penting, agar manusia cenderung untuk
mau berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang
diminta. (Terry, 1964) 16
25
e. Fase 5 : Memantau Perkembangan, Mengevaluasi Kinerja, dan Membuat
Perbaikan
Fase kelima yang juga merupakan tahap terakhir dalam pembuatan dan
pelaksanaan strategi adalah kegiatan evaluasi dari kemajuan yang dicapai
perusahaan, pengkajian ulang dari akibat-akibat yang terjadi dari pengembangan
eksternal, serta membuat koreksi dan penyesuaian. Dari hal ini, dapat dicapai suatu
titik keputusan apakah strategi yang sudah dipilih pantas untuk diteruskan atau
apakah visi, tujuan, strategi, dan/atau metode eksekusi strategi harus diubah. Bila
arah dan strategi telah cocok dengan kompetisi dan standar industri, serta bila target
telah tercapai, maka manajemen dapat memutuskan untuk merumuskan strategi
yang sudah ada dengan mengadakan beberapa penyesuaian. Namun jika perusahaan
menghadapi perubahan lingkungan industri yang besar, maka strategi harus dikaji
ulang dan disesuaikan kembali.
Agar sebuah perusahaan mampu menghadapi ancaman secara efektif, maka
perusahaan perlu menganalisis faktor internal dan eksternal sehingga dapat
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan di masa sekarang dan masa
yang akan datang. Analisis internal merupakan proses dimana perencana strategi dapat
menentukan dimana perusahaan mempunyai kemampuan yang penting, sehingga perlu
mengkaji bidang-bidang operasional, seperti bidang pemasaran, penelitian dan
pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya manusia, dan keuangan. Dengan
demikian perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara yang efektif dan dapat
menangani ancaman di dalam lingkungan perusahaan. Sedangkan analisis eksternal
26
merupakan proses dimana perencana strategi dapat menentukan dimana perusahaan
mempunyai kemampuan yang penting terhadap faktor diluar perusahaan.
Gambar 2.4 Skema Proses Penentuan Strategi (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)
Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai
analisis faktor eksternal dan internal sebuah perusahaan.
2.2.1 Kondisi Eksternal Perusahaan
Lingkungan eksternal dari sebuah perusahaan meliputi semua faktor dan
pengaruh yang relevan, yang berasal dari luar jangkauan perusahaan tersebut. Proses
diagnosa situasi eksternal perusahaan mencakup penilaian faktor-faktor penting
secara strategis yang akan menunjang keputusan perusahaan sehubungan dengan arah,
tujuan, strategi, dan model bisnisnya. Manajer perusahaan harus dapat menganalisis
lingkungan eksternal perusahaan untuk tujuan mengidentifikasi perkembangan
eksternal yang penting dan berpotensi, menilai dampak dan pengaruh dari lingkungan
27
eksternal terhadap perusahaan, serta melakukan penyesuaian dengan arah dan tujuan
perusahaan.
Dalam menganalisis kondisi eksternal perusahaan, ada beberapa alat bantu
strategi yang dapat digunakan, yaitu :
a. Analisis PESTLE
PESTLE merupakan akronim untuk Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi,
Legal (hukum), dan Environment (lingkungan). Analisis PESTLE merupakan
analisis lingkungan eksternal makro yang akan mempengaruhi semua perusahaan.
Terkadang faktor eksternal ini hadir sebagai ancaman bagi perusahaan. Namun
perubahan di dalam lingkungan eksternal juga menciptakan peluang baru untuk
membangun optimis perusahaan yang lebih tinggi. Beberapa manfaat yang
ditawarkan oleh analisis PESTLE antara lain adalah :
• Membantu memastikan bahwa upaya yang dilakukan oleh perusahaan
dalam rangka menghadapi kekuatan tantangan dari perubahan eksternal
yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja perusahaan telah sesuai.
• Membantu upaya menghindari aksi-aksi yang akan membawa perusahaan
kepada kegagalan fatal.
• Analisis PESTLE akan membantu para pemain baru untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungan baru secara lebih cepat.
28
b. Five Forces Model of Competition (Analisis Porter)
Memahami para pesaing di dalam suatu industri merupakan salah satu faktor
utama dalam upaya mengembangkan strategi. Tujuan dari menganalisis pesaing
adalah untuk memudahkan manajemen dalam menilai kekuatan, kelemahan,
kemampuan, serta potensi yang dimiliki pesaing sehingga perusahaan dapat
memikirkan strategi yang dinilai paling tepat untuk dilakukan. Salah satu upaya
mengidentifikasi pesaing dapat dilakukan dengan pendekatan model Porter.
Sesungguhnya model bisnis Porter khusus dirancang untuk menganalisis peran
kompetitif dari sistem informasi. Model bisnis ini merupakan suatu alat yang
digunakan untuk menggambarkan posisi perusahaan di dalam suatu persaingan
bisnis.
Potential Entrants
Ancaman dari
pendatang baru
Suppliers
Kekuatan tawar
pemasok
Industry Competitors
Persaingan antar
perusahaan
Buyers
Kekuatan tawar
pembeli
Substitutes
Ancaman dari
produk pengganti
Gambar 2.5 Lima Elemen Kekuatan Persaingan Dalam Industri (Kotler, 2002)
29
Menurut Porter, ada lima kekuatan yang membentuk persaingan di dalam
sebuah industri. Kelima kekuatan tersebut adalah :
1. Persaingan antar perusahaan
Persaingan antar perusahaan yang berada di industri sejenis dapat menguat atau
melemah, dan ketika persaingan tinggi maka keadaan cenderung rendah.
2. Ancaman dari pendatang baru
Tidak hanya para pesaing yang dapat menimbulkan ancaman terhadap
perusahaan di dalam industri. Kemungkinan perusahaan baru yang masuk ke
dalam industri juga akan mempengaruhi kondisi persaingan.
3. Ancaman dari produk pengganti
Produk atau layanan subtitusi merupakan produk atau layanan yang memiliki
penampilan berbeda tetapi dapat memuaskan kebutuhan yang sama seperti
produk atau layanan lain.
4. Kekuatan tawar pembeli
Pembeli memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu industri melalui
usaha memaksakan penurunan harga, menawar untuk kualitas yang lebih baik
atas layanan yang lebih banyak, dan membuat para pemain industri saling
bersaing satu sama lain.
5. Kekuatan tawar pemasok
Pemasok dapat mempengaruhi suatu industri melalui kemampuannya untuk
menaikkan harga atau mengurangi kualitas produk atau layanannya.
30
c. Strategic Group Map
Kelompok strategik (strategic group) merupakan sebuah kluster perusahaan di
suatu industri yang memiliki pendekatan kompetitif dan posisi pasar yang serupa.
Pemetaan kelompok strategik ini bermanfaat untuk menyingkap posisi kompetitif
yang berbeda dari para kompetitor industri. Ada empat langkah yang harus
dilakukan untuk membangun sebuah peta kelompok strategik, yaitu :
• Mengidentifikasi karakteristik-karakteristik kompetitif yang membedakan
perusahaan-perusahaan yang terdapat di sebuah industri antara yang satu
dengan lainnya.
• Menggambarkan perusahaan-perusahaan tersebut pada sebuah peta yang
memiliki dua buah variabel dengan menggunakan sepasang karakteristik
pembeda.
• Menentukan perusahaan-perusahaan yang tercakup di sebuah lingkup strategi
yang sama untuk dimasukkan ke dalam kelompok strategik yang sama pula.
• Menggambar lingkaran untuk setiap kelompok, membuat proporsional
lingkaran untuk menunjukkan ukuran/komposisi dari masing-masing kelompok
terhadap total penjualan industri.
2.2.2 Kondisi Internal Perusahaan
Selain mengenali kondisi lingkungan eksternal, adalah penting bagi setiap
perusahaan untuk mengenali kondisi internalnya sendiri. Sebelum membentuk sebuah
strategi baru, perusahaan harus memahami dengan benar tentang posisi mereka secara
31
umum di industri yang sedang digelutinya. Ada beberapa alat bantu bisnis yang dapat
digunakan dalam melakukan analisis internal, yaitu :
a. Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan obyek dari analisis keuangan. Laporan
keuangan sangat bermanfaat bagi perusahaan karena dapat berfungsi sebagai alat
bantu bagi pihak manajemen untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
perusahaan dari segi keuangan, dan kemudian membantu perusahaan tersebut
dalam mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan resiko, atau tingkat kesehatan suatu
perusahaan. Analisis laporan keuangan mencakup analisis rasio keuangan. Analisis
kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai
prestasi manajemen di masa lalu dan prospeknya di masa mendatang. Analisis
laporan keuangan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kelangsungan hidup
suatu perusahaan.
b. Analisis SWOT
SWOT adalah singkatan dari Strenght (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Analisis SWOT merupakan cara
sistematis
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
ini
dan
strategi
yang
menggambarkan kecocokan yang paling baik diantara mereka. Analisis ini
didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan dapat
memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan
32
ancaman. Apabila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini akan
memberikan dampak yang sangat besar atas rancangan strategi yang berhasil.
Analisis lingkungan industri menyajikan informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada di dalam lingkungan
perusahaan, yang merupakan fokus mendasar pertama dalam analisis SWOT.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut dari setiap faktor di dalam analisis SWOT.
1. Peluang
Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan di dalam lingkungan
perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting menjadi salah satu sumber
peluang identifikasi segmen pasar yang semula terabaikan, perubahan pada
situasi persaingan atau peraturan perubahan teknologi, serta membaiknya
hubungan dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan peluang bagi
perusahaan.
2. Ancaman
Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan. Ancaman merupakan penggangu utama bagi posisi sekarang atau
yang diinginkan perusahaan. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan
pasar, meningkatnya kekuatan tawar-menawar pembeli atau pemasok penting,
perubahan teknologi, serta peraturan baru yang direvisi dapat menjadi ancaman
bagi keberhasilan perusahaan.
3. Kekuatan
Kekuatan adalah sumber daya keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain
yang bersifat relatif terhadap pesaing, serta kebutuhan pasar yang dilayani atau
33
ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang
memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan di dalam pasar. Kekuatan
dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar,
hubungan dengan pembeli dan pemasok, dan faktor-faktor lainnya.
4. Kelemahan
Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan di dalam sumber daya,
keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif
sebuah perusahaan. Fasilitas sumber daya keuangan, kapabilitas manajemen,
keterampilan pemasaran, dan citra merek dapat menjadi sumber kelemahan.
Makna dan pesan yang paling mendalam dari analisis SWOT adalah apapun
cara-cara serta tindakan yang diambil, proses pembuatan keputusan harus
mengandung dan memiliki prinsip : kembangkan kekuatan, minimalkan kelemahan,
tangkap peluang/kesempatan, dan hilangkan ancaman.
c. Analisis Value Chain
Value chain merupakan sebuah alat bantu utama untuk menganalisis strategi
keunggulan bersaing. Value chain akan menyajikan sebuah rantai nilai yang akan
menguraikan perusahaan ke dalam aktivitas-aktivitas yang relevan secara strategis
untuk memakai perilaku biaya.
Berhasil
tidaknya
suatu
perusahaan
dalam
meningkatkan
atau
mempertahankan daya saing sangat bergantung pada kemampuannya dalam
mengelola rantai nilai relatif dibanding para pesaingnya, yaitu dengan memberikan
nilai yang lebih baik kepada pelanggan dengan biaya yang sama atau sebaliknya
34
memberikan nilai yang sama dengan biaya yang lebih rendah. Oleh karena itu,
analisis value chain sangat penting untuk menunjukkan secara tepat dimana nilai
konsumen (customer value) yang dapat ditingkatkan atau biaya yang dapat
dihemat.
Analisis value chain bermanfaat untuk memahami aktivitas-aktivitas dan
dapat memberikan informasi posisi perusahaan pada value chain yang membentuk
nilai suatu produk atau jasa. Analisis value chain dapat membantu perusahaan
dalam mengidentifikasi posisi perusahaan dan menganalisis aktivitas-aktivitas
yang ada di dalam rantai nilai serta mengurangkan atau mengeliminasi aktivitas
yang tidak menciptakan nilai tambah pada produk atau jasa. Selanjutnya
perusahaan dapat menentukan strategi kompetitifnya, yaitu low-cost
18
atau
diferensiasi19. Perusahaan juga harus menjaga dan meningkatkan hubungan baik
yang saling menguntungkan dengan pemasok dan memelihara hubungan baik
dengan pelanggan. Disamping itu, perusahaan juga perlu mempertimbangkan
untuk menggunakan teknologi informasi karena sangat membantu dalam
memaksimalkan nilai produk atau jasa.
18
Low cost : Istilah dalam bidang finansial yang berhubungan dengan penerapan harga murah.
Diferensiasi : Tindakan merancang sekumpulan perbedaan yang berarti untuk membedakan
penawaran perusahaan dari pesaingnya. 19
35
The Five Geeneric Comppetitive Strattegy
Strateegi kompetittif merupakaan sebuah reencana perm
mainan (gam
me plan) suaatu
m
manajemen
perusahaan,, yang secarra spesifik menerangkan
m
n tentang baagaimana caara
s
sukses
men
njalankan bisnis di daalam suatu industri daan memilikki keuntunggan
k
kompetitif
(competitive
(
advantage)) yang sulit untuk ditiruu oleh pesaiing. Ada lim
ma
s
strategi
kom
mpetitif yangg dapat diideentifikasi melalui
m
pemeetaan dua vaariabel sebaggai
Target Market s
sumbu,
yaitu
u target pasaar dan keuntuungan komppetitif.
A Broad A
Cross‐
Section S
of Buyers Overall Low‐Cost
Brroad Differen
ntiation
Provideer Strategy
Strategyy
Best‐Cost
A Narrow A
Buyer Segment S
(o
or Niche Market) M
Pro
ovider Strateggy
Focused Low‐Cost
Foccused Differeentiation
Strategy
Strategyy
Low
wer Cost
Differentiatiion G
Gambar
2.6 Tipe
T Compettitive Advanttage
36
1. Low-cost provider strategy, yaitu strategi yang mengusahakan untuk mencapai
biaya lebih rendah dari para pesaingnya dan memiliki target pasar yang luas.
Biasanya perusahaan yang menerapkan strategi ini memberikan harga jual kepada
pelanggan lebih rendah daripada harga yang diterapkan pesaingnya.
2. Broad differentiation strategy, yaitu strategi yang mengusahakan diferensiasi
produk sehingga tidak sama dengan pesaingnya (memiliki ciri khas tersendiri),
dan bermain di segmen pasar yang luas.
3. Best-cost provider strategy, yaitu strategi yang memberikan nilai lebih kepada
pelanggan melalui kualitas produk yang unggul dengan harga lebih rendah dari
pesaingnya. Sasaran dalam strategi ini adalah penetapan harga jual rendah dengan
tetap bersaing di kualitas produk.
4. Focused (or market niche) strategy based on low cost, yaitu strategi yang
berkonsentrasi pada segmen pasar dalam lingkup kecil, dan menerapkan harga
yang lebih rendah dari para pesaingnya.
5. Focused (or market niche) strategy based on differentiation, yaitu strategi yang
berkonsentrasi pada segmen pasar dalam lingkup kecil, menyediakan produk yang
telah disesuaikan (customized) dan dapat memenuhi selera serta kebutuhan pasar
lebih dari para pesaingnya.
37
2.3 Balanced Scorecard Rumah Sakit Sebagai Lembaga Non
Profit
Dalam konteks “melakukan bisnis yang etis”, lembaga non-profit perlu
mempelajari berbagai konsep bisnis agar dapat berkembang. Salah satu konsep bisnis
yang dapat digunakan di rumah sakit adalah Balanced Scorecard. Konsep ini
menegaskan bahwa sebuah perusahaan yang sukses tidak hanya mencari keuntungan
saja, tetapi juga berusaha untuk memenuhi kepuasan konsumen, melakukan
pengembangan sumber daya manusia, dan mempunyai proses kegiatan yang bermutu.
Pengembangan konsep Balanced Scorecard relevan untuk diaplikasikan di
rumah sakit non-profit. Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan rumah
sakit sebagai sebuah lembaga usaha tersusun atas empat perspektif, yaitu :
• Pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia.
• Proses pelaksanaan kegiatan.
• Kepuasan konsumen, pemberi subsidi, dan/atau pemberi donor kemanusiaan.
• Keuangan
Indikator ini merupakan modifikasi dari perspektif kepuasan konsumen bagi
perusahaan yang berorientasi profit dan keuangan.
38
Gambar 2.6 Nilai-Nilai Kelembagaan Rumah Sakit Berdasarkan Pada Empat Perspektif
(Trisnantoro, 2005)
39
Perspektif pertama menyatakan bahwa pegawai medis, paramedik, dan pegawai
lain merupakan komponen penting rumah sakit yang harus diberdayakan. Mutu
proses pelayanan kesehatan hanya akan meningkat jika pegawai rumah sakit
mempunyai komitmen dan terlatih dalam pekerjaannya. Salah satu faktor penting
dalam penegakan komitmen yaitu insentif keuangan (reward system) sebagai
kompensasi bekerja.
Profesi dokter juga mempunyai keinginan untuk memperoleh pendapatan
tertentu. Hal itu bergantung pada situasi setempat dan kelangkaan tenaga kerja
(Trisnantoro, 2000). Dalam hal ini bekerja di rumah sakit keagamaan ternyata tidak
mengurangi tuntutan dokter akan jasa medis. Jasa medis di rumah sakit keagamaan
dapat jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah sakit Pemerintah. Pada intinya
kompensasi keuangan untuk sumber daya manusia di rumah sakit non-profit tidak
dapat dilakukan hanya dengan berdasarkan keyakinan akan manfaat surgawi saja,
melainkan juga berdasarkan manfaat duniawi yang menggunakan nilai-nilai pasar.
Insentif keuangan dapat mempengaruhi komitmen para tenaga medis. Pada akhirnya
insentif tersebut akan mempengaruhi proses pelayanan rumah sakit.
Pengembangan sumber daya manusia juga dilakukan melalui pelatihanpelatihan, selain pengembangan dengan kompensasi. Kesalahan-kesalahan dalam
praktek di rumah sakit yang menjadikan pelayanan tidak efisien sebenarnya dapat
diminimalisasi jika saja sumber daya manusianya lebih terlatih dan mempunyai
komitmen yang tinggi.
40
Perspektif kedua dalam Balanced Scorecard menekankan pada proses
pelayanan. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses pelayanan ini yaitu mutu
proses pelayanan itu sendiri. Pelayanan di rumah sakit bersifat rumit dan
membutuhkan integrasi dari berbagai unit layanan. Di samping itu, pelayanan ini juga
membutuhkan sistem manajemen yang baik.
Perspektif ketiga membahas mengenai kepuasan konsumen sebagai hasil dari
peningkatan mutu dan efisiensi proses pelayanan rumah sakit. Dalam hal ini perlu
ditekankan bahwa konsumen dibedakan atas konsumen yang membeli sendiri secara
perorangan atau kelompok (dalam bentuk asuransi kesehatan atau perusahaan yang
mengontrakkan pelayanan kesehatan pegawainya) dan pihak yang membelikan bagi
orang lain dalam bentuk dana kemanusiaan atau subsidi. Kepuasan konsumen yang
membeli ini merupakan hal yang wajar dalam jasa pelayanan di segala bidang.
Rumah sakit non-profit yang mempunyai misi untuk melayani keluarga miskin,
memiliki kelompok konsumen yang “membelikan” untuk orang lain dalam bentuk
subsidi atau dana-dana kemanusiaan.
Selanjutnya, kepuasan para konsumen akan meningkatkan kemampuan
keuangan rumah sakit secara berkesinambungan. Bentuk kepuasan bagi para pembeli
jasa adalah kesetiaan terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan yang baik,
serta memberikan saran kepada orang lain untuk datang berobat di rumah sakit
tersebut. Hal ini akan memberikan pendapatan yang terus menerus kepada pihak
rumah sakit. Sementara itu para donor dan wakil rakyat diharapkan dapat
mengusahakan dana untuk subsidi bagi rumah sakit yang melayani keluarga miskin.
41
Perspektif keuangan merupakan hal penting bagi rumah sakit non-profit. Aspek
keuangan yang kuat akan memungkinkan rumah sakit non-profit untuk berbuat lebih
banyak dalam melaksanakan berbagai misinya. Misi tersebut meliputi pelayanan
keluarga miskin, menjadikan tempat bekerja bagi para pegawai perusahaan, dan
peningkatan
kesejahteraan
bagi
masyarakat
luas.
Lebih
lanjut,
secara
berkesinambungan rumah sakit dengan aspek keuangan yang kokoh akan senantiasa
dapat meningkatkan mutu proses pelayanan dengan mengadakan perbaikan fasilitas
medis dan fisik rumah sakit, serta pengembangan sumber daya manusia.
Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard diukur dengan menggunakan
indikator kinerja. Oleh karena itu, konsep Balanced Scorecard ini dapat digunakan
untuk menerangkan mengapa sebuah rumah sakit yang memiliki proses pelayanan
buruk mengalami penurunan kinerja secara terus menerus dan sulit untuk mengatasi
permasalahannya. Penurunan kinerja tampak pada proses yang bermutu rendah
sehingga hanya akan mampu menarik pasien dari kelas ekonomi bawah, dan
kemungkinan mengalami kesulitan dalam memperoleh subsidi. Akibatnya keuangan
rumah sakit akan menjadi sangat terbatas yang selanjutnya akan berdampak pada
ketidakmampuan rumah sakit dalam memberi insentif yang cukup kepada para
pegawainya dan memperbaiki fasilitas serta fisik rumah sakit.
Penentuan metode Balanced Scorecard untuk rumah sakit non-profit
merupakan sebuah langkah untuk mengurangi berbagai kelemahan lembaga nonprofit. Makna penggunaan metode Balanced Scorecard yang dimodifikasi untuk
rumah sakit merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja rumah sakit nonprofit dengan menggunakan konsep bisnis yang etis. Dengan menggunakan indikator 42
indikator secara sistematis, berbagai kelemahan di rumah sakit non-profit dapat
teridentifikasi. Konsep Balanced Scorecard ini dapat digunakan sebagai pedoman
dalam menentukan indikator untuk tonggak-tonggak yang ingin dicapai oleh rumah
sakit di masa depan.
Beberapa indikator kinerja rumah sakit merupakan kombinasi dari berbagai
perspektif yang mencerminkan nilai-nilai klinis, kepuasan konsumen, keuangan,
sumber daya manusia, dan misi sosial rumah sakit. Hal ini mencerminkan indikator
kinerja rumah sakit yang mempunyai misi sosial namun tetap memperhatikan
indikator ekonomi dan nilai pasar. Sampai saat ini indikator kinerja di Indonesia
belum dikembangkan secara luas. Akan tetapi berbagai upaya untuk mencari indikator
rumah sakit yang tepat masih terus dilakukan.
Satu hal yang penting dalam indikator adalah apakah mengukur rumah sakit
secara keseluruhan atau mengukur sebuah instalasi tertentu dari rumah sakit. Hal ini
terkait dengan rencana strategis pada tingkat rumah sakit atau instalasi. Apabila
rencana strategis tersebut berada dalam tingkat instalasi, tentu dibutuhkan indikatorindikator instalasi. Dalam hal ini, proses penyusunan rencana strategis memang
merupakan kegiatan yang interaktif antara direksi rumah sakit dengan para manajer
instalasi sebagai unit-unit usaha dan manajer-manajer unit pendukung.
Download