tim pengendalian inflasi langkah lokal untuk

advertisement
Suplemen 3
Suplemen 3
TIM PENGENDALIAN INFLASI
LANGKAH LOKAL UNTUK PERANGI INFLASI
Tujuan Bank Indonesia sebagai diamanatkan oleh undang-undang yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut BI mempunyai
tugas utama yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam
rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang
menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
Tingkat inflasi mencerminkan kenaikan harga barang-barang secara umum. Inflasi
dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara garis besarnya dibagi menjadi dua yakni
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter hanya mampu untuk mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, yang
lazim disebut dengan inflasi inti (core inflation) atau underlying inflation, yang bersifat
permanen dan persisten. Tingka inflasi inilah yang menjadi acuan Bank Indonesia dalam
menetapkan kebijakan moneter. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia
menggunakan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat
memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan kebijakan moneter. Melalui inflasi
inti, Bank Indonesia akan mengetahui kecenderungan inflasi yang bersifat jangka
menengah dan jangka panjang. Kemudian melalui inflasi IHK, akan diperolah informasi
mengenai inflasi jangka pendek yang belum tentu direspons dengan kebijakan suku bunga.
Inflasi non inti (non core inflation) secara definisi dapat diartikan inflasi oleh
gangguan dari penawaran dan berada di luar kendali otoritas moneter bersifat sesaat atau
sering disebut noises inflation. Terhadap inflasi non inti tersebut, kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia tidak akan berdampak apa-apa, karena yang diperlukan adalah kebijakan
lain yakni kebijakan fiskal dan sektor riil. Sehingga koordinasi antar lembaga sangat penting
dalam menangani inflasi non inti. Sebagai contoh, respon kebijakan terhadap kenaikan
inflasi yang disebabkan oleh tindak kriminal penimbunan oleh oknum tertentu jelas berbeda
dengan kasus inflasi yang disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah. Kenaikan inflasi karena
tindak kriminal spekulasi harus ditindaklanjuti dengan upaya pemberantasan spekulan atau
meninjau kembali kebijakan tata niaga beras. Contoh lain, kenaikan inflasi karena naiknya
harga karena pasokan terganggu akibat serangan hama wereng atau tikus, jelas harus
direspon dengan upaya dinas-dinas terkait untuk menemukan cara efektif untuk
memberantas hama.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkesinambungan. Inflasi daerah yang mempunyai kontribusi yang relatif
besar yakni sebesar 73 persen dari inflasi. Sumber tekanan inflasi di daerah sangat
tergantung dan dipengaruhi oleh karakteristik daerah masing-masing. Dengan
mempertimbangkan besarnya kontribusinya serta dalam rangka mendukung pencapaian
sasaran inflasi nasional, pengendalian inflasi di daerah merupakan sebuah keharusan dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia melainkan juga kebutuhan dari
Pemerintah Daerah dan institusi terkait di daerah, khususnya inflasi yang disebabkan oleh
gangguan penawaran.
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
1
Suplemen 3
Secara umum penyebab inflasi di setiap kota relatif identik yakni (1) tekanan nilai
tukar, (2) tingginya ekspektasi dan (3) adanya kenaikan administered price. Namun ada pula
faktor-faktor lain yang membentuk perilaku pembentukan harga di suatu daerah, antara
lain, adalah faktor shocks pasokan terjadi karena berbagai hal yaitu (1) kelangkaan
pasokan, (2) buruknya infrastruktur untuk distribusi, (3) rantai distribusi (span of
distribution) yang panjang, (4) perilaku penimbunan dan pungli, serta (5) pengaruh
musiman. Inflasi volatile food ditengarai menjadi penyebab tingginya inflasi di daerah.
Grafik 1
Rata-Rata Inflasi Nasional dan 34 Daerah, 2004-2007
yoy %
12.00
Total bobot untuk 34 kota
yang inflasi rata-ratanya
diatas nasional sebesar
50,9%
11.00
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
Rata-rata Inflasi Kota (tahun 2004-2007)
Nasional
(sumber : BPS)
DENPASAR
BATAM
SURAKARTA
AMBON
SURABAYA
MALANG
SAMPIT
JAKARTA
CIREBON
MAKASSAR
PALANGKARAYA
SEMARANG
PONTIANAK
PURWOKERTO
PANGKAL PINANG
SERANG/CILEGON
JEMBER
MATARAM
BALIKPAPAN
BANDUNG
KEDIRI
SAMARINDA
MANADO
BANDAR LAMPUNG
BANJARMASIN
TERNATE
PEKANBARU
PALU
TEGAL
YOGYAKARTA
LHOKSEUMAWE
SIBOLGA
BENGKULU
PEMATANG SIANTAR
KUPANG
GORONTALO
JAMBI
MEDAN
PADANG
TASIKMALAYA
PADANG SIDEMPUAN
JAYAPURA
PALEMBANG
KENDARI
BANDA ACEH
5.00
Kondisi dan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah
Secara umum tekanan inflasi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor fundamental
dan non-fundamental. Faktor fundamental merupakan faktor pembentuk inflasi inti dan
merupakan komponen inflasi bersifat permanen, terdiri dari: (1) ekspektasi inflasi, (2)
kesenjangan penawaran dan permintaan serta (3) faktor eksternal. Sementara itu, faktor
non-fundamental yang merupakan komponen inflasi bersifat sementara dan pembentuk
inflasi non inti (kejutan) dapat berupa kejutan (shock) yaitu: (1) kejutan (shock) pasokan dan
(2) kebijakan kenaikan administered prices (tarif dasar listrik), cukai rokok serta harga BBM
(Bagan 1).
2
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
Suplemen 3
Bagan 1
Faktor-faktor Penyebab Tekanan Inflasi
Faktor Fundamental
Ekspektasi inflasi
Kesenjangan permintaan
dan penawaran
Eksternal
Inflasi Inti
Komponen
inflasi bersifat
permanen
Inflasi IHK
Faktor non-fundamental
SHOCKS
Kejutan (shocks) pasokan
Kebijakan administered
prices (TDL, cukai rokok,
harga BBM)
Inflasi Non Inti
(Kejutan)
Komponen
inflasi bersifat
sementara
Fokus dan Strategi Pengendalian Inflasi di Daerah
Dalam kurun waktu 2003-2008, inflasi Palembang selalu berada di atas angka nasional
(grafik 1). Secara rata-rata tahun 2003-2008, inflasi tahunan Palembang tercatat sebesar
10,20 persen, lebih tinggi dari inflasi nasional 8,55 persen. Demikian pula untuk inflasi
bulanan, rata-rata inflasi Palembang sebesar 0,81 persen,lebih tinggi dari rata-rata inflasi
nasional yang sebesar 0,69 persen. Inflasi tahunan (y-o-y) Maret 2008 Palembang tercatat
sebesar 10,87 persen, yang lebih tinggi dibanding inflasi nasional 8,17 persen (grafik 2).
Grafik 2
Perkembangan Inflasi Nasional dan Palembang 2003-2008 (persen)
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
3
Suplemen 3
Dilihat berdasarkan disagregasi inflasi tahunan Palembang, secara rata-rata tahun
2003-2008 administered price mencatat inflasi terbesar yakni sebesar 14,08 persen diikuti
oleh inflasi non inti 11,56 persen, inflasi volatile foods 9,4 persen dan inflasi inti 9,1 persen.
Pada Maret 2008 volatile food mencatat inflasi terbesar yakni sebesar 19,46 persen diikuti
oleh inflasi non inti 11,97 persen, inflasi inti 9,84 persen, administered price 5,45 persen.
Grafik 2
Disagregasi Inflasi Tahunan Palembang 2003-2008 (persen)
Upaya Pengendalian Inflasi di Daerah
Dari fakta-fata di atas terlihat bahwa di Palembang, menunjukkan bahwa faktor inflasi di
Palembang lebih banyak dipicu oleh faktor non-moneter. Sehingga perlu upaya bersama
dalam upaya mengendalikan angka inflasi. Bank Indonesia dalam rangka pengendalian
inflasi di Palembang, tengah merintis bekerjanya suatu mekanisme koordinasi antar instansi.
Mekanisme koordinasi antar instansi diformal dalam sebuah tim yang bernama Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Sebelum meluncurkan ide pendirian TPID, Bank
Indonesia Palembang melakukan serangkaian kegiatan (seminar dan pertemuan koordinasi)
termasuk penelitian inflasi sebagai berikut:
1. Seminar Prospek Perekonomian pada Tahun 2008 diselenggarakan pada tanggal 12
Desember 2007 di Kantor Bank Indonesia Palembang, yang salah satunya mengangkat
topik mengenai kondisi inflasi Palembang.
2. Pertemuan koordinasi inflasi dilaksanakan pada hari yang sama yakni tanggal 12
Desember 2007 yang melibatkan instansi pemerintah dan instansi terkait lain dalam
rangka membentuk tim pengendalian inflasi
3. Focus Group Discussion inflasi yang diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 2007
kerjasama Bank Indonesia Palembang dengan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk menemukan faktor-faktor pemicu inflasi di
Palembang.
4. Temu Koordinasi TPID Inflasi diselenggarakan pada tanggal 26 Maret 2008 di Bank
Indonesia Palembang
5. Penelitian Inflasi kerjasama Bank Indonesia Palembang dengan Badan Pusat Statistik
Propinsi Sumatera Selatan, bertujuan untuk menemukan faktor pemicu inflasi di
Palembang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April dan dijadwalkan selesai pada
bulan Juni 2008
4
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
Download