BAB II KONFLIK LAUT CINA SELATAN DAN PENGARUHNYA

advertisement
BAB II
KONFLIK LAUT CINA SELATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP
INDONESIA
2.1. Profil dan Potensi Laut Cina Selatan.
Kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi oleh beberapa negara pantai yaitu
Taiwan, Cina, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Indonesia,
Filipina, dan Brunei Darussalam.
50
Biro Hidrografis Interasional (The
International Hydrographic Bureau) mendefinisikan Laut Cina Selatan sebagai
perairan yang memanjang dari barat daya ke arah timur laut, sebelah selatannya
berbatasan dengan tiga derajat lintang selatan antara Sumatera dan Kalimantan
(Selat Karimata), dan di sebelah utara berbatasan dengan Selat Taiwan dari ujung
utara Taiwan ke arah pantai Fukien, Cina. 51
Luas area Laut Cina Selatan adalah 648.000 mil atau sekitar 2,5% dari luas
laut dunia secara keseluruhan. Dasar Laut Cina Selatan terdiri dari sekitar 1 juta
km persegi landas kontinen yang mempunyai kedalaman sekitar 200 meter
isobath dan sekitar 2 juta km persegi wilayah dasar laut yang lebih dalam dari 200
meter isobath. Dasar laut yang termasuk landas kontinen terutama terdapat di
bagian barat dan selatan (Sunda Shelf). Bagian yang lebih dalam, masing-masing
50
Akmal. Strategi Indonesia Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan Terkait Konflik Laut Cina
Selatan pada Tahun 2009-2014. Jurnal Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNRI. Hal. 3
https://media.neliti.com/media/publications/32728-ID-strategi-indonesia-menjaga-keamananwilayah-perbatasan-terkait-konflik-laut-cina.pdf diakses pada 5 Juli 2017 pukul 17.00 WIB
51
Asnani Usman. Loc. Cit. Hal. 1
35
Universitas Sumatera Utara
lebih dari 5000 meter di beberapa daerah (South China Sea Basin), dihiasi oleh
berbagai pulau karang. 52
Tidak ada jumlah pasti dari pulau, batu karang dan terumbu karang yang
tersebar di Laut Cina Selatan karena letaknya yang tidak selalu berada di atas
permukaan laut. Meskipun demikian, umumnya diketahui bahwa sebagian besar
fitur ini tidak bisa dijadikan sebagai tempat tinggal manusia. 53 Secara umum
wilayah Laut Cina Selatan terdiri dari beberapa gugusan kepulauan, yaitu: (1)
gugus Kepulauan Pratas; (2) gugus Kepulauan Paracel; dan (3) gugus Kepulauan
Spartly. Selain itu terdapat juga gugusan karang Macclesfield Bank. 54
Menurut Heinzeg, beberapa gugusan kepulauan tersebut terdiri dari sekitar
170 pulau-pulau kecil, pulau karang dan banks. Jarak antar gugus kepulauan yang
satu dengan yang lainnya sangat lebar yaitu sekitar 1.000 km. Kepulauan Paracel
dibagi ke dalam kedua kelompok besar, yaitu: 55
(1) Kelompok Amphitrite, terdiri dari tujuh buah pulau, yakni: Woody, Rocky,
Lincoln, Selatan, Tengah, Utara, Tree. Kelompok ini juga terdiri dari karangkarang Barat, Utara, Tengah dan Selatan ditambah dengan empat gugus
karang yaitu Iltis, Dido, Jehangire, dan Bremen Banks.
52
Dong Manh Ngunyen. 2006. Settlement of Disputes Under the 1982 United Nations Convention
on The Law of The Sea: The Case of The South China Sea Dispute. The University of Queensland
Law Journal Vol 25 (1). Hal. 147
http://www.un.org/depts/los/nippon/unnff_programme_home/fellows_pages/fellows_papers/n
guyen_0506_vietnam.pdf diakses pada 7 Juni 2017 pukul 21.08 WIB
53
Ibid.
54
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 2
55
Ibid.
36
Universitas Sumatera Utara
(2) Kelompok Crescent, terletak di sebalah bagian barat daya dan terdiri dari
delapan buah pulau yakni Robert, Pattle, Triton, Drummond, Duncan, Kuangchin, Money dan Passu Keah.
Sedangkan Kepulauan Spartly diperkirakan terdiri dari sekitar 100 pulau
karang dan pasir, tersebar dengan diameter sekitar 1000 km. Heinzig membagi
kepulauan ini ke dalam 12 kelompok seperti yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 2.1
Kelompok Kepulauan Spartly 56
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Nama Kepulauan
North Danger Reefs
Thitu Island dan Thitu Reefs
West York Islands
Loalita Islands dan Loalita Reefs
Irving Cay Reef
Nanshan Island dan Flat Island
Tizard Bank dan Reefs
Union Bank dan Reefs
Spartly Island
Commodore Reef
Mariveles Cay
Amboyna Cay
Kelompok Pratas terletak sekitar 300 km sebelah tenggara Hongkong, 400
km dari sebelah barat daya Taiwan dan 500 km dari barat laut Pulau Luzon,
Filipina. Sedangkan Macclesfield Bank terletak sekitar 300 km dari sebelah
tenggara agak ke timur kepulauan Paracel, dan keseluruhan wilayahnya adalah
karang. 57 Penamaan pulau-pulau di Laut Cina Selatan sebenarnya cukup beragam
56
Ibid. Hal. 3
57
Ibid.
37
Universitas Sumatera Utara
di tiap negara yang mengklaim, namun yang dikenal secara umum adalah namanama yang diperkenalkan pihak Barat.
Laut Cina Selatan memiliki sumber-sumber kekayaan mineral yang
potensial sepert kobalt, tembaga, timah, fosfat, nodul mangan, gas, dan minyak.
Para pejabat Cina memperkirakan cadangan minyak yang ada secara khusus di
sekitar kepulauan Paracel dan Spartly yaitu sebesar 213 miliar barel atau 10 kali
lipat cadangan milik AS. Sedangkan para ilmuan AS memperkirakan jumlah
minyak di sana hanya 28 miliar barel. Menurut EIA, cadangan terbesar
kemungkinan adalah gas alam yakni sebesar 900 triliun kaki kubik, sama dengan
cadangan yang dimiliki Qatar. 58
Laut Cina Selatan juga merupakan salah satu wilayah perikanan terkaya di
dunia, yang menyediakan hampir 10% konsumsi ikan global dan merupakan
bagian penting dari global food security. 59 Laut Cina Selatan mengandung
berbagai jenis ikan baik ikan lunak dan bertulang maupun ikan tuna. Jenis-jenis
ikan yang ada di Laut Cina Selatan antara lain adalah mackerels, round scads,
sardines, anchovies, carangids, pony fish, red snappers, goat fish, thread breams,
bigeye snappers, groupers, croakers, lizardfish, squids, cuttlefish, dan shrimps.60
Laut Cina Selatan merupakan salah satu sumber perikanan terpenting dan paling
produktif di dunia. 61
Banyaknya jumlah kepulauan, semenanjung, batu karang, arus bawah air
serta faktor-faktor lainnya memungkinkan terbentuknya ekosistem laut yang subur
58
Poltak Partogi. Op. Cit. Hal. 17
59
Ibid. Hal. 19
60
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 25
61
Poltak Partogi. Loc.Cit.
38
Universitas Sumatera Utara
di Laut Cina Selatan. Bermuaranya sekitar 125 sungai besar ke Laut Cina Selatan
juga turut menyebabkan tingginya produktifitas perairan tersebut. Lebih dari 30
persen terumbu karang dunia ada di sekitar perairan Laut Cina Selatan. Selain dari
pada kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Laut Cina Selatan, gugusan
pulau-pulau yang telah disinggung diatas diperebutkan karena kedudukan
strategisnya.
Letak Laut Cina Selatan sangat dekat dengan jalur komunikasi laut (SLOC)
yang merupakan penghubung antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Lebih dari separuh kapal-kapal niaga dari seluruh dunia yang melewati Selat
Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok melanjutkan perjalanannya melalui Laut
Cina Selatan. Kawasan ini selalu dilewati oleh berbagai jenis kapal yang
mengangkut sumber energi baik minyak, batu bara maupun gas alam, termasuk 70
persen kebutuhan energi Jepang dan 65 persen kebutuhan energi Cina.
Sebagai jalur pelayaran lalu lintas kapal-kapal niaga dan tanker-tanker
minyak, Laut Cina Selatan mempunyai arti penting bagi perdagangan regional dan
internasional. Dalam lingkup regional, Laut Cina Selatan merupakan jalur
pelayaran bagi kapal-kapal niaga dan tanker-tanker minyak yang menghubungkan
Korea, Jepang, Cina dan Rusia ke negara-negara Asia Tenggara. Sebaliknya
perairan ini juga menjadi jalur pelayaran bagi perdagangan antar negara Asia
Tenggara
seperti
yang
dilakukan
Filipina,
Malaysia,
Singapura
dan
Indonesia. 62 Dalam lingkup Internasional, perairan ini menghubungkan Asia
Timur dengan Eropa, Afrika, dan Timur Tengah melalui Selat Malaka.
62
Ibid.
39
Universitas Sumatera Utara
Selain sebagai jalur perdagangan, kawasan Laut Cina Selatan juga
merupakan jalur pelayaran kapal-kapal perang bagi negara-negara besar.
Lokasinya yang diapit oleh dua samudera membuat kawasan ini sangat strategis
bagi keperluan pengintaian (surveillance), pencegatan kapal-kapal perang
(interdiction), dan bagi manuver Angkatan Laut untuk mengganggu lalu lintas
kapal-kapal perang. 63
Sejarah navigasi dan perniagaan yang panjang di Laut Cina Selatan yang
diikuti dengan penguasaan silih berganti atas kawasan tersebut, membuat negaranegara kawasan, bahkan negara-negara di luar kawasan, memberi nama yang
berlainan untuk kawasan Laut Cina Selatan. Pelaut Portugis—orang pertama yang
berlayar di wilayah tersebut memberikan nama Mar da China atau Laut Cina.
Demikian halnya dengan Organisasi Hidrografik Internasional yang menyebut
kawasan ini sebagai Nan Hai atau Laut Selatan. Dalam kebanyakan bahasa yang
digunakan para pelaut Eropa, laut tersebut disebut sebagai South China Sea, atau
Laut Cina Selatan. 64
2.2. Perkembangan klaim negara-negara atas Laut Cina Selatan.
Konflik di Laut Cina Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19. Saat itu
Inggris mengklaim salah satu pulau di kawasan yaitu Kepulauan Spartly.
Kemudian Cina mulai mengklaim Kepulauan Spartly pada awal abad ke-20. 65
Bagi Cina, kepulauan Spartly sudah merupakan bagian dari Cina sejak jaman
63
Ibid.
64
Poltak Partogi. Hal. vii
65
Bambang Cipto. Op. Cit. Hal. 106
40
Universitas Sumatera Utara
dinasti Han, Yuan dan Ming. 66 Kemudian masih di abad ke 19 sampai 20,
Perancis menyusul mengklaim kepulauan tersebut, sampai pada saat Perang Dunia
berlangsung, Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spartly
sebagai basis kapal selam. 67
Pada tahun 1947 di masa pemerintahan Kuomintang, Cina menerbitkan
peta yang memasukkan Laut Cina Selatan ke dalam wilayahnya dengan bentuk
sembilan garis putus-putus (nine dashed lines). Garis putus-putus tersebut
meliputi ratusan pulau, terumbu karang dan wilayah perairan yang tumpang-tindih
dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei, dan Vietnam. 68 Klaim nine dashed
line Cina tidak berdasar karena tidak ada penjelasan batasan kordinat yang jelas
dalam peta tersebut. Beberapa tahun kemudian, sebagai wujud penegasan akan
klaimnya, Cina menduduki sejumlah pulau atau fitur di kawasan yang
dipersengketakan.
Vietnam juga memiliki klaim sendiri dengan Kepulauan Spartly. Vietnam
menyanggah klaim nine dashed lines yang diajukan Cina dengan menyatakan
bahwa Beijing tidak pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai
dengan tahun 1940-an, berbeda dengan Vietnam yang telah menguasainya sejak
abad ke-17. Klaim atas kepulauan ini didasarkan pada sejarah Vietnam. Dari
sudut sejarah, sebenarnya tuntutan Vietnam lebih lemah daripada Cina karena
Vietnam mengalami kesulitan untuk membuktikan kesinambungan penguasaan
mereka atas negara dan wilayah akibat penjajahan oleh Cina dan Perancis. Namun
66
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 4
67
Bambang Cipto. Loc. Cit.
68
Hanna Azarya Samosir. 2016. Pengadilan Arbitrase Tolak Klaim China di Laut China Selatan.
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160712172328-134-144369/pengadilanarbitrase-tolak-klaim-china-di-laut-china-selatan/ diakses pada 6 Juli 2017 pukul 13.40
41
Universitas Sumatera Utara
Vietnam
mengemukakan
bahwa
banyak
dokumen
yang
menunjukkan
kepemilikan Vietnam atas pulau-pulau Sparlty yang telah dimusnahkan oleh Cina
pada waktu mereka dijajah. 69
Vietnam juga mengklaim kepulauan Spartly sebagai peralihan dari
Perancis yang mengklaim kedaulatan atas sejumlah pulau di kepulauan tersebut
pada tahun 1930-an. Perancis telah menyatakan klaim kolonial mereka atas
Kepulauan Paracel dan Spartly sejak mendirikan protektorat Vietnam sejak tahun
1884. Bagi Vietnam, mereka memperoleh hak atas kedua kepulauan tersebut
setelah kemerdekaan. Namun Brunei Darusallam, Cina, Filipina dan Malaysia
menolak klaim Vietnam tersebut.
Sementara Kepulauan Spartly melibatkan beberapa negara ASEAN dan
negara di luar ASEAN, Kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan Cina.
Vietnam mengklaim gugusan Kepulauan Paracel yang terletak di tenggara Hainan
beserta ZEE dan landas kontinennya
70
Sebagaimana Cina, Vietnam, juga
melandaskan klaimnya atas Kepulauan Paracel berdasarkan pada bukti-bukti
sejarah. Arkeologis Vietnam memiliki sejumlah bukti bahwa Vietnam punya
sejarah panjang mengenai kehadiran mereka di berbagai bagian Laut Cina Selatan.
Kawasan ini sebelumnya dikuasai oleh pemerintah Vietnam Selatan, namun
kemudian direbut oleh Cina menggunakan kekuatan militer pada tahun 1974.
Meskipun telah direbut Cina, Vietnam tetap mengklaim berdaulat atas pulaupulau tersebut. 71
69
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 7
70
Poltak Partogi. Op. Cit. Hal. 12
71
Ibid.
42
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1950 Cina kembali mempertegas klaimnya atas kepulauan
Spartly meskipun Perancis dan Jepang sempat merebutnya. Zhou Enlai, Menlu
Cina pada waktu itu, menegaskan bahwa Kepulauan Spartly akan selalu menjadi
bagian dari Cina. 72 Kemudian di tahun 1956, Vietnam memasukkan Kepulauan
Spartly ke dalam Provinsi Phuoc Ty dengan suatu dekrit tertanggal 22 Oktober
1956. 73 Sama seperti Cina, klaim Vietnam didasarkan pada bukti-bukti sejarah
yang ada. Salah satu bukti dokumen sejarah menyebutkan bahwa sejak masa
pemerintahan Raja Le Thanh Tong (1460-1497) bangsa Vietnam sudah
mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Spartly. Klaim tersebut terdokumentasi
dengan baik di abad ke-17 dimana berbagai peta Vietnam memasukkan
Kepulauan Spartly ke dalam wilayahnya.
Pada tahun 1956 juga, Thomas Cloma, seorang penjelajah Filipina
menyatakan kepemilikannya atas 53 fitur di Laut Cina Selatan dan
menamakannya Kalayan Island Grop (KIG). Klaim tersebut awalnya hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri, bukan pemerintah Filipina. Namun kemudian pada
tahun 1971, klaim Cloma secara resmi didukung oleh pemerintah Filipina, dan
pada tahun 1972, KIG secara resmi berada dibawah administrasi Provinsi Palawan.
Pada tahun 1978 Filipina menyatakan bahwa wilayah KIG dengan dilengkapi
batas koordinat yang jelas sebagai subjek kedaulatan Filipina, namun Filipina juga
belum mendepositkannya sebagaimana ketentuan UNCLOS. Selain KIG, Filipina
juga mengklaim Bajo de Masinloc, yang juga dikenal sebagai Scarborough Shoal
72
Ibid. Hal. 5
73
Ibid.
43
Universitas Sumatera Utara
beserta dengan landasan kontinennya dengan mempublikasikan titik-titik kordinat
yang jelas. 74
Pada tahun 1995, Cina menduduki Mischief Reef dan mendirikan
bangunan untuk nelayan. Filipina menentang tindakan Cina tersebut dengan
mengusir Cina dan kemudian pada Maret 1995 menghancurkan penanda yang
dibangun oleh Cina. Sebagai wujud penegasan klaimnya, Filipina menduduki
tidak kurang dari delapan buah pulau kecil yang merupakan bagian dari kepulauan
spartly. Sebelum tahun 2009, Vietnam tidak pernah mengklaim wilayah maritim
dari kepulauan Spartly meskipun terdapat sejumlah indikasi dapat melakukan hal
tersebut. Vietnam juga belum menentukan batas ZEE dan batas kordinat
sebagaimana yang diisyaratkan Artikel 75 (2) UNCLOS. Vietnam hanya
menentukan kordinat ZEE kepada sekjen PBB berkaitan dengan ZEE di Teluk
Tomkin sesuai dengan kesepakatannya dengan Cina.
Malaysia juga mengklaim sebagian kawasan Laut Cina Selatan. Klaim
Malaysia didasarkan pada prinsip landas kontinen dan melakukan pendudukan
dan kontrol atas wilayah yang diklaimnya. Sama halnya seperti Filipina, klaim
Malaysia didasarkan pada prinsip landas kontinen dan disertai dengan titik
kordinat yang jelas. Sampai dengan tahun 2009, Malaysia juga belum
mendepositkan kordinat yang berkaitan dengan baselines, laut teritorial, ZEE, dan
landas kontinennya. Malaysia mengklaim pulau-pulau yang berada di landas
kontinen dan ZEEnya yaitu Terumbu Layang-layang (Swallow Reef), Matanani
(Mariveles Reef) dan Ubi (Dallas Reef) sebagai wilayahnya.
74
75
Malaysia
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal 13
75
Nama pulau di luar kurung dinamakan sendiri oleh Malaysia sedangkan nama pulau di dalam
kurang ialah nama pulau di Laut Cina Selatan yang dikenal secara Internasional.
44
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa pulau-pulau tersebut telah dikuasai oleh Inggris sebagai
bagian dari Sabah dan Serawak pada abad ke 18. 76
Tahun 1979, untuk mempertegas klaimnya, Malaysia menduduki pulaupulau yang dianggapnya berada pada landas kontinennya. Malaysia menduduki
delapan fitur dari Laut Cina Selatan, sementara tiga fitur lain yang diklaimnya
diduduki oleh Vietnam dan Filipina. Fitur yang diduduki Malaysia antara lain:
Ardasier Reef, Dallas Reef, Louisa Reef, Mariveles Reef dan Luconia Reef yang
juga diklaim Malaysia tidak diduduki oleh tentara Malaysia. Meskipun Malaysia
tidak pernah menggunakan kekerasan untuk mempertegas klaimnya, tetapi
Malaysia pernah menahan 43 nelayan Filipina pada tahun 1995 karena dianggap
telah melanggar ZEE Malaysia.
Pada tahun 1980, setelah Malaysia menerbitkan peta 1979 yang
memasukkan Louisa Reef kedalam wilayahnya, Inggris menyatakan proses.
Setelah Brunei memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1984, mereka
mengeluarkan tiga buah peta yang menyatakan bahwa Louisa Reef dan Rifleman
Bank merupakan wilayah dari mereka. Dalam beberapa kesempatan, Brunei
menolak klaim Malaysia atas Louisa Reef dengan berargumen bahwa wilayah itu
masuk dalam landas kontinen Brunei sebagaimana yang ditetapkan Inggris pada
masa kolonial.
Brunei Darussalam merupakan negara pengklaim yang mengklaim paling
sedikit wilayah Laut Cina Selatan. Brunei mengklaim sebagian kawasan Laut
Cina Selatan yang masuk ke dalam ZEE-nya. Hingga saat ini, Brunei mengklaim
Louisa Reef, yang juga diklaim oleh Malaysia, dan Rifleman Bank yang
76
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 8
45
Universitas Sumatera Utara
merupakan kawasan yang terpisah dari Kepulauan Spartly. Tidak terdapat
kejelasan apakah Brunei mengklaim kedaulatan atas kedua fitur tersebut atau
hanya mengklaim sebagian perairan sekitarnya.
Brunei mendasarkan klaimnya atas sebagian kecil wilayah Laut Cina
Selatan itu pada prinsip ZEE dan landas kontinen sebagaimana diatur dalam
UNCLOS 1982. Dalam sebuah peta yang dikeluarkan Brunei, pada tahun 1988
mereka memperluas batas landas kontinennya hingga 350 mil laut, sehingga
digunakan sebagai landasan untuk mengklaim Rifleman Bank. Klaim Brunei
dilandasi pada prinsip ZEE dan landas kontinen seperti yang diatur dalam
UNCLOS 1982. Namun berdasarkan peta yang dikeluarkan Brunei pada tahun
1988, batas landas kontinen diperluas hingga 350 mil laut sehingga terkena
Rifleman Bank. Dengan begitu klaim Brunei tidak konsisten dengan ketentuan
UNCLOS.
77
Berbeda dengan negara pengklaim yang lain, Brunei tidak
menegaskan klaimnya dengan menduduki pulau-pulau tersebut.
Sampai saat ini, Cina telah menduduki tujuh fitur yang ada di Kepulauan
Spartly. Pada tahun 2001 dan 2009 Cina juga berusaha membatasi aktivitas militer
negara lain di kawasan ZEE mereka, yang berujung pada sejumlah insiden antara
kapal dan pesawat AS dengan kapal dan pesawat Cina. Terkait klaim nine dashed
lines Cina, pada Mei 2009 Cina telah mengirimkan nota kepada Sekretaris
Jenderal PBB yang isinya menolak klaim yang diajukan bersama oleh Malaysia
dan Vietnam mengenai landas kontinen kepada The Commision on the Limits of
the Continental Shelf (CLCS). Melalui nota tersebut Cina menyatakan bahwa
dirinya berdaulat atas kepulauan dan perairan di sekitar Laut Cina Selatan,
77
Ibid.
46
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang mereka nyatakan sejak 1947. Kejadian ini merupakan pertama
kalinya Cina melampirkan peta nine dashed lines ke dalam hubungan resmi
dengan PBB. Tindakan ini
dapat diartikan sebagai klaim resmi Cina yang
bertentangan dengan UNCLOS 1982.
Pada Juni 2012, Cina mengumumkan bahwa mereka telah mendirikan
sebuah kota bernama Sansha di salah satu pulau di Kepulauan Paracel. Sansha
akan membawahi pemerintahan Kepulauan Paracel, Spartly dan Macclesfield
Bank. Pemerintah Beijing juga memberi kewenangan untuk memperingatkan
kapal-kapal asing yang memasuki wilayah Laut Cina Selatan. Cina juga
membangun military garrison di Paracel pada Agustus 2012. 78
Pada Juli 2013, Filipina mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Arbitrase
Internasional atas klaim nine dashed lines Cina. Kemudian di tahun 2016
dikeluarkanlah keputusan Mahkamah Arbitrase yang isinya membenarkan semua
tuntutan Filipina dan menyatakan bahwa klaim Cina tidak sesuai dengan Hukum
Laut yang berlaku. Namun Cina tetap pada pendiriannya bahwa klaim nine
dashed lines adalah benar. Bahkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina,
Hua Chunying, mengatakan bahwa negaranya memiliki hak kedaulatan yang tidak
dibantah atas pulau-pulau dan di Laut Cina Selatan dan perairan di sekitarnya. 79
78
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 11
79
Cina tegaskan klaim wilayah Laut Cina Selatan yang masih jadi sengketa.
http://www.bbc.com/indonesia/dunia-38730199 diakses pada 6 Juli 2017 pukul 11.49
47
Universitas Sumatera Utara
2.3. Posisi Indonesia di ASEAN.
Organisasi regional yang pertama kali dikenal di Asia Tenggara ialah
SEATO (Southest Asia Treaty Organization) 80 yang dalam pembentukannya
dicampuri oleh Amerika Serikat atas dasar kepentingan negara besar tersebut.
Setelah itu dibentuk juga ASA (Association of Southest Asia) pada 1961 oleh
negara-negara Asia Tenggara yakni Malaysia, Filipina dan Thailand. 81 Indonesia
menolak untuk bergabung dengan organisasi tersebut dan memilih untuk
mengusulkan organisasi baru yang terlepas dari campur tangan negara nonanggota sebagaimana yang terjadi pada organisasi sebelumnya. Hal ini
menunjukkan Indonesia sebagai negara yang merdeka telah mulai aktif untuk
menyuarakan gagasan-gagasannya di dunia internasional.
Gagasan organisasi tersebut akhirnya diwujudkan dengan membentuk
Maphilindo pada tahun 1963. Maphilindo merupakan organisasi regional yang
terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Namun, Maphilindo kemudian
gagal karena terjadi konfrontasi antara dua anggotanya, yaitu Malaysia dan
Indonesia. Meskipun organisasi regional tersebut gagal, Indonesia tidak menjadi
patah semangat untuk membentuk organisasi regional lainnya yang lebih formal.
Pada 1967 ASEAN pun terbentuk dengan melibatkan Indonesia di dalamnya. 82
Tujuan pembentukan ASEAN tercantum dalam deklarasi Bangkok,
yaitu: 83
80
Bambang Cipto. Op. Cit. Hal. 12
81
Ibid.
82
Ibid.
83
Teuku May Rudy. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung:Refika Aditama. 1998.
Hal. 85
48
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta
pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam
semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan
sebuah masyarakat bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
2. Untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan
menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antarnegara di
kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip PBB;
3. Untuk meningkatkan kerjasama yang aktif serta saling kerja sama yang
saling membantu kepentingan bersama di dalam bidang ekonomi, sosial,
kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi;
4. Untuk saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana latihan dan
penelitian dalam bidang pendidikan profesional, teknik dan administrasi;
5. Untuk bekerjasama lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan
pertanian serta industri, perluasan perdagangan komoditi internasional,
perbaikan sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf
hidup rakyat;
6. Untuk memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan organisasiorganisasi internasional dan regional yang ada dan untuk menjajagi segala
kemungkinan untuk saling bekerjasama secara lebih erat diantara mereka
sendiri.
Bagi ASEAN, mewujudkan kawasan Asia Tenggara sebagai suatu wilayah
yang damai, bebas dan netral adalah tujuan utama dari dibentuknya organisasi
regional tersebut. Oleh karena itu, yang menjadi masalah utama bagi ASEAN
49
Universitas Sumatera Utara
adalah bagaimana membentuk suatu tata regional baru yang dapat menjamin
stabilitas dan perdamaian, khususnya di Asia Tenggara. 84
Sejak awal pembentukan, ASEAN berusaha untuk menegaskan posisinya
sebagai organisasi regional dengan mengembangkan apa yang kemudian dikenal
sebagai Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas atau Zone of Peace, Freedom,
and Neutrality (ZOPFAN). 85 Melalui pernyataan ini diharapkan negara-negara
luar akan menghormati posisinya sebagi kawasan yang damai, bebas dan netral.
ZOPFAN juga didorong oleh keinginan kuat untuk meningkatkan otonomi
ASEAN sebagai organisasi regional yang mandiri dan tidak dikendalikan oleh
kekuatan luar. Pernyataan tentang netralitas ASEAN didasari pada keinginankeinginan negara anggota untuk menjaga ASEAN dari campur tangan negara
luar. 86
Sejak awal pembentukan ASEAN, Indonesia selalu aktif menjunjung
tinggi nilai-nilai moral dan juga prinsip non-intervensi di ASEAN. Kesadaran
tersebut dilihat dari turutnya Indonesia menggagas berdirinya ZOPFAN.
Kemudian di antara kelima negara anggota ASEAN, hanya Indonesia yang
dengan tegas menentang hubungan yang terlalu dekat dengan negara-negara Barat,
hal ini juga ditunjukan melalui kecenderungannya mendukung gerakan non-blok.
Indonesia dikenal sangat menjaga prinsip diplomasi bebas-aktif dan menentang
keterlibatan negara luar, khususnya negara besar dalam urusan keamanan Asia
Tenggara.
84
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. viii
85
Bambang Cipto. Op.Cit. Hal 43
86
Ibid.
50
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan Indonesia di ASEAN memiliki kontribusi yang signifikan.
Indonesia juga turut aktif dalam menyuarakan norma-norma dan prinsip yang
dipegang teguh oleh ASEAN. Menurut Acharya, terdapat empat norma dan
prinsip yang melandasi kehidupan ASEAN, yaitu: 87
1. Menentang Penggunaan Kekerasan dan Mengutamakan Solusi Damai
Berakhirnya konfrontasi dan keikutsertaan Indonesia dalam
pembentukan ASEAN merupakan langkah awal bagi pembentukan norma
hubungan antar negara di Asia Tenggara yang menentang penggunaan
kekerasan. Walaupun konfrontasi menciptakan ketegangan regional luar
biasa, keputusan Soeharto untuk menghentikan konfrontansi melegakan
negara-negara tetangga dan memuluskan jalan menuju pembentukan
organisasi regional yang menentang prinsip penggunaan kekerasan dalam
membangun hubungan dengan sesama anggota. Di samping itu,
pembentukan ASEAN pada hakekatnya membuka jalan bagi Indonesia
untuk mendapatkan pengaruh tanpa harus menggunakan kekerasan.
2. Otonomi Regional
Berbeda dengan beberapa negara di ASEAN, Indonesia tidak
terikat dengan perjanjian keamanan dengan negara mana pun termasuk
Belanda sebagai negara penjajah. Indonesia senantiasa menentang
pembentukan blok keamanan di ASEAN dan lebih cenderung untuk
bersikap non-blok. Pendukung utama otonomi regional memang Indonesia
sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik. Menurut
Indonesia, ASEAN tidak perlu menggantungkan diri pada negara-negara
87
Bambang Cipto. Op. Cit. Hal. 23
51
Universitas Sumatera Utara
Barat seperti Amerika dan Inggris. ASEAN sebagai organisasi regional
akan mampu mengembangkan dirinya sebagai organisasi yang tidak
mampu dipermainkan oleh negara-negara besar.
Indonesia juga menegaskan bahwa kerjasama ASEAN mesti dilihat
sebagai usaha dari negara-negara anggota untuk menyatakan posisi mereka
serta menyumbangkan pemikiran bagi proses stabilisasi perimbangan
kekuatan baru di kawasan Asia Tenggara. Walaupun demikian, semua
anggota sepakat bahwa sebagai organisasi regional yang masih muda
ASEAN tidak mungkin menolak sepenuhnya pengaruh negara-negara
besar di kawasan Asia Tenggara. Tetapi dalam kerangka organisasi,
sebagaimana dikatakan Li Kwan Ye, negara-negara ASEAN paling tidak
dapat meminta negara-negara besar untuk memerhatikan kepentingan
mereka bukan sebagai negara tetapi sebagai organisasi regional.
3. Tidak Mencampuri Urusan Internal Negara Anggota Lain.
Prinsip tidak mencampuri urusan negara lain atau doctrine of noninterference merupakan salah satu pondasi paling kuat menopang
kelangsungan regionalisme ASEAN. Berlandaskan doktrin ini ASEAN
dapat memelihara hubungan internal sehingga menutup pintu bagi konflik
militer antar negara ASEAN. Konsep ketahanan nasional merupakan
sumbangan Indonesia dalam mengembangkan doctrine of non-interference
tersebut.
Selanjutnya doctrine of non-interference ini menjadi alat bagi
negara anggota ASEAN untuk (1) berusaha agar tidak melakukan
penilaian kritis terhadap kebijakan pemerintah negara anggota terhadap
52
Universitas Sumatera Utara
rakyatnya
masing-masing
agar
tidak
menjadi
penghalang
bagi
kelangsungan organisasional ASEAN, (2) mengingatkan negara anggota
lain yang melanggar prinsip tersebut, (3) menentang pemberian
perlindungan bagi kelompok oposisi negara anggota lain, (4) mendukung
dan membantu negara anggota lain yang sedang menghadapi gerakan anti
kemapanan.
4. Menentang Pakta Militer, Mendukung Kerjasama Pertahanan Bilateral
Sejak awal pembentukannya
para anggota ASEAN cenderung
menolak kerjasama militer dalam kerangka ASEAN. Sedangkan kerjasama
bilateral dalam urusan keamanan memang tidak mungkin dihindari karena
kedekatan geografis masing-masing anggota sangat rentan terhadap isu-isu
keamanan. Paska politik konfrontasi, Indonesia dan Malaysia memerlukan
kerjasama dalam bidang keamanan.
Selain itu Indonesia juga turut bergabung ke dalam ASEAN Regional
Forum (ARF). Indonesia kemudian sempat keluar dari ARF karena merasa ada
intervensi dari pihak non-anggota dalam ARF. Keluarnya Indonesia dari ARF
juga merupakan upaya untuk menjaga stabilitas keamanan negara. Selang
beberapa tahun kemudian, Indonesia melakukan perjanjian keamanan dengan
Australia dengan tujuan ingin menjaga stabilitas keamanan Indonesia sendiri dan
juga Asia Tenggara pada umumnya. Hal ini berlaku demikian karena Indonesia
melihat adanya ancaman keamanan dari semakin kuatnya pangkalan militer Cina
di Asia Tenggara.
53
Universitas Sumatera Utara
Indonesia juga turut berperan aktif dalam penyelesaian masalah dan
konflik yang terjadi antar-anggota ASEAN. Dalam hal ini, Widyaningsih dan
Robert menjelaskan beberapa peran penting Indonesia bagi ASEAN yaitu
Indonesia sebagai manager of crisis dan juga mediator konflik, Indonesia sebagai
agent of change baik institusional ataupun normatif, dan Indonesia sebagai
pengangkat profil ASEAN dalam skala global. Indonesia memiliki potensi power
yang kuat untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikan konflik dan krisis
yang mengancam stabilitas keamanan regional ASEAN. Hal ini turut dibuktikan
dengan turunnya Indonesia dalam pembentukan Kuantan Statement pada tahun
1980 terkait permasalahan konflik di Kamboja.
Indonesia masih aktif membantu menyelesaikan permasalahan anggota
ASEAN hingga saat ini. Keaktifan Indonesia juga terasa dalam mengembangkan
norma dan institusi di ASEAN. Indonesia memiliki peran yang penting dalam
proses terbentuknya Treaty of Amity (TAC), begitu juga pada Bali Concord I.
Dapat disimpulkan bahwasannya Indonesia memiliki peran penting bagi ASEAN
mulai dari awal terbentuknya organisasi regional ini sampai sekarang. Indonesia
menjadi negara yang menggagas munculnya ASEAN dan turut aktif dalam
menjaga stabilitas regional.
2.4. Pengaruh Konflik Laut Cina Selatan terhadap Indonesia.
Sebagai negara terbesar diantara negara-negara di Asia Tenggara,
Indonesia memiliki kewajiban dalam menjaga stabilitas kawasan. Konflik Laut
Cina Selatan tentu akan berdampak pada terancamnya perdamaian dan stabilitas
kawasan. Kondisi tersebut bertentangan dengan kepentingan politik Indonesia
54
Universitas Sumatera Utara
dalam turut menjaga perdamaian dan ketertiban dunia—termasuk stabilitas
kawasan di dalamnya—sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Doktrin Pertahanan Negara Indonesia 2007, pencapaian sasaran
pertahanan dalam mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional adalah
bagian dari misi pertahanan negara yang sepanjang waktu diperjuangkan
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang berada dalam
pengaruh global dan regional. Perwujudan perdamaian dunia dan stabilitas
regional merupakan kepentingan nasional yang harus diperjuangkan dan
ditegakkan.
Konflik Laut Cina Selatan juga akan memberikan implikasi politik yang
signifikan terhadap Indonesia. Implikasi tersebut pada satu sisi adalah Indonesia
akan terjepit dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar di kawasan, yaitu
Amerika Serikat versus Cina. Amerika Serikat dengan orientasi baru kebijakan
keamanannya di Asia Pasifik, ingin menancapkan kehadiran yang lebih nyata,
masif dan intensif untuk mengimbangi kekuatan Cina. Selain itu, Amerika Serikat
dapat dipastikan akan selalu ikut campur dalam konflk Laut Cina Selatan atas
nama kepentingan kebebasan bernavigasi bagi angkatan lautnya, khususnya dalam
penyebaran kekuatan dari kawasan Asia Pasi
fik ke kawasan Samudera India dan
sebaliknya. 88
Sementara itu Cina semakin lama semakin berkembang dengan kekuatan
militernya. Besarnya jumlah anggaran pertahanan dan alutsista yang dimiliki Cina
tidak bisa dikalahkan oleh negara-negara pengklaim lain sekalipun mereka
88
Estu Prabowo. Op. Cit. Hal. 5
55
Universitas Sumatera Utara
digabungkan. Laut Cina Selatan menjadi flash point di kawasan Asia Pasifik,
karena merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi kekayaan minyak
bumi dan gas alam yang besar di dunia. 89
Selain itu, beberapa negara ASEAN yang bersengketa atas wilayah Laut
Cina Selatan memiliki aliansi pertahanan dengan negara-negara besar. Misalnya
Malaysia yang adalah salah satu negara pengklaim di
Laut Cina Selatan,
mempunyai aliansi pertahanan dalam Five Power Defence Arrangement (FPDA)
bersama dengan Inggris, Australia, Selandia Baru dan Singapura. Sementara
Filipina terikat pakta pertahanan dengan Amerika Serikat.
Terganggunya utara kepulauan Natuna dalam konflik Laut Cina Selatan
juga akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia secara langsung dari hasil
eksplorasi pertambangan minyak dan gas bumi di kawasan ZEE tersebut. Selama
ini ladang gas bumi di wilayah ZEE Indonesia memberikan kontribusi yang
sangat signifikan terhadap pendapatan negara dan menjadikan Kabupaten Natuna
sebagai salah satu daerah otonom dengan APBD terbesar di Indonesia. Wilayah
ZEEI di Laut Cina Selatan telah menyumbang kontribusi yang tidak sedikit
terhadap pendapatan migas Indonesia, yaitu sekitar 30 persen.
Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km sebelah utara Pulau Natuna
dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang
bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.
Dengan adanya konflik di Laut Cina Selatan, proses produksi migas di Natuna
89
Poltak Partogi. Op. Cit. Hal. 53
56
Universitas Sumatera Utara
terganggu dan hal ini berpengaruh kepada berkurangnya pemasukan negara yang
bersumber dari migas. 90
Selanjutnya, kedaulatan NKRI juga akan terganggu karena konflik ini.
Indonesia sebagai negara kepulauan tidak dapat mengabaikan kepentingannya atas
Laut Cina Selatan. Kepentingan ini yaitu terkait pemanfaatan Zona Ekonomi
Eksklusif yang dijamin oleh PBB bagi para peratifikasi Hukum Laut (UNCLOS)
1982. Di luar wilayah teritorial negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh
tetapi memiliki hak berdaulat, yaitu hak untuk mengelola laut bagi kepentingan
eksplorasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam baik hayati maupun non
hayati serta untuk keperluan ekonomi di zona tersebut seperti produksi energi dari
air, arus dan listrik. 91
Berdasarkan ketentuan tersebut Indonesia memiliki hak berdaulat di
perairan Natuna dan sebenarnya berhak untuk mengeksplorasi sumber daya alam
disana. Namun, Cina malah melarang segala aktifitas Indonesia di Laut Cina
Selatan. Dilain pihak, pemerintah Cina bahkan melakukan kegiatan ilegal di ZEEI,
dengan mengoperasikan kapal-kapal ikan yang dikawal oleh Coast Guard Cina.
Kepulauan Natuna merupakan bagian dari kepentingan vital nasional dan bagian
integral dari NKRI yang sebenarnya tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun.
Negara manapun tidak berhak untuk mengeksplorasi tanpa izin sumber daya Laut
90
Nurul Fitri Zainia Ariffien. 2014. Upaya Diplomatik Indonesia Terhadap China dalam
Menyelesaikan Potensi Konflik Landas Kontinen Natuna di Laut China Selatan. eJournal Ilmu
Hubungan Internasional. Vol.2 (3) Universitas Mulawarman. Hal. 3 http://www.portal.fisipunmul.ac.id/site/?p=2494 diakses pada 9 Juli 2017 pukul 23.00 WIB
91
Pasal 56 UNCLOS 1982
57
Universitas Sumatera Utara
Natuna, termasuk ikan yang berada dalam ZEE Indonesia seperti yang dilakukan
oleh nelayan-nelayan Cina. 92
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan bahwa enam
kapal dari negara asing yaitu tiga dari Vietnam dan tiga dari Filipina, tertangkap
oleh petugas PSDKP di Laut Sulawesi Utara tengah melakukan kegiatan
pencarian ikan secara ilegal di perairan Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina
Selatan. 93 Kapal-kapal Filipina yang tersita telah menangkap ikan jenis tuna
dengan jumlah 25 ekor, dengan bobot total mencapai 250 kilogram. Sedangkan
kapal-kapal Vietnam ditemukan mencuri ikan sebanyak 50-200 kg per kapal. 94
Laut Cina Selatan mengandung potensi perikanan yang cukup besar bagi
Indonesia. Data Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), menunjukkan bahwa
potensi perikanan di Laut Cina Selatan adalah 1.057,05 ton, sedangkan produksi
yang tergarap baru 379.90 ton atau tergolong wilayah underfishing. Di Natuna
sendiri, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai, sektor
perikanannya diperkirakan mencapai USD 400 juta atau sekitar Rp5,26 triliun
(estimasi kurs Rp13.166/USD). 95 Praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi
sangat merugikan nelayan lokal serta mengancam keberlanjutan pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia. Pelanggaran tersebut
menyebabkan kerugian yang sangat besar.
92
Sandy Nur Ikfal Raharjo. Op.Cit. Hal. 56
93
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 75
94
Enam Kapal Asing Curi Ikan. 2013. KOMPAS.
http://nasional.kompas.com/read/2013/04/22/02454529/Enam.Kapal.Asing.Curi.Ikan diakses
pada 14 Juli 2017 pukul 23.58 WIB
95
Lily Rusna Fajriah. SINDO NEWS. 2016.
https://ekbis.sindonews.com/read/1126359/34/potensi-laut-di-natuna-diperkirakan-capaiusd400-jutatahun-1469528835 diakses pada 16 Juli 2017 pukul 01.02 WIB.
58
Universitas Sumatera Utara
Konflik Laut Cina Selatan tentunya juga akan berdampak kepada lalu
lintas perdagangan Indonesia dengan negara-negara yang bekerjasama dengan
Indonesia. Hal itu akan mengancam kelangsungan perdagangan Indonesia dengan
raksasa-raksasa ekonomi di Asia Timur yang berdasarkan statistik, negara-negara
itu merupakan salah satu mitra penting ekonomi Indonesia. Kondisi demikian
dipastikan akan berpengaruh langsung terhadap ekonomi domestik Indonesia
nantinya.
Selain itu, pengaruh ekonomi secara tidak langsung adalah meningkatnya
biaya asuransi kapal niaga pengangkut komoditas ekspor Indonesia ke kawasan
Asia Timur. Sementara nilai perdagangan Indonesia melalui jalur perdagangan
internasionl Laut Cina Selatan ke negara-negara di kawasan Asia Timur cukup
tinggi dalam ASEAN-China Free Trade Zone (ACFTA) dan Japan-Indonesia
Economic Partnership Agreement (JIEPA). Laut Cina Selatan juga menjadi lalu
lintas ekspor-impor Indonesia menuju kawasan Asia Timur, seperti Cina, Taiwan,
Jepang, dan Korea Selatan. Jika perang terjadi di kawasan laut tersebut, maka
akan mengganggu alur perdagangan Indonesia. Selain menurunkan minat FDI
(Foreign Direct Invesment) untuk menanamkan modal di kawasan ASEAN,
konflik juga berkonsekuensi menimbulkan persaingan kekuatan militer, sehingga
mengalihkan daya ekonomi serta mengundang masuknya negara besar untuk
saling mencari pengaruh. 96
Pengaruh besar yang lainnya akibat konflik Laut Cina Selatan adalah
munculnya modernisasi alutsista militer dari seluruh negara kawasan ASEAN.
96
Dilan Salsabila. 2016. Peran Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan.
http://news.unair.ac.id/2016/06/01/peran-indonesia-penyelesaian-sengketa-laut-cina-selatan/ diakses
pada 17 Juli 2017 pukul 23.07 WIB
59
Universitas Sumatera Utara
Modernisasi kekuatan pertahanan khususnya kekuatan maritim di sekitar Laut
Cina
Selatan
merupakan
upaya
negara-negara
untuk
mengamankan
kepentingannya masing-masing di perairan tersebut. Peningkatan konflik yang
terjadi di kawasan secara tidak langsung mendorong negara kawasan Asia
Tenggara terus melakukan modernisasi di bidang pertahanan negaranya.
60
Universitas Sumatera Utara
Download