PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan tanaman yang tumbuh secara alami di hutan yang dapat mencapai ketinggian 40 meter. Tanaman kemiri tidak banyak membutuhkan syarat tumbuh dan dapat tumbuh di daerah beriklim kering dan beriklim basah. Tanaman kemiri yang pada awalnya tumbuh secara alami kemudian ditanam oleh masyarakat khususnya di daerah pedesaan sebab buah kemiri diketahui mempunyai banyak manfaat. Kemiri dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Inti biji kemiri digunakan sebagai bumbu masak; minyak kemiri (candlenut oil) digunakan sebagai bahan industri pembuatan sabun, cat lukis, ramuan obat-obatan, dan kosmetika; tempurung (cangkang) kemiri digunakan sebagai bahan bakar; kayu pohon kemiri untuk pembuatan perabotan rumah dan sebagai bahan bakar. Tanaman kemiri merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia disamping sebagai tanaman untuk reboisasi, penghijauan dan tempat berlindung ternak pada areal peternakan. Perkembangan penduduk yang pesat menyebabkan permintaan terhadap komoditas kemiri semakin meningkat. Di Indonesia selain untuk kebutuhan dalam negeri, permintaan ekspor kemiri juga meningkat. Negara-negara konsumen kemiri dari Indonesia adalah Amerika, Arab Saudi, Hongkong, Singapura, dan Australia. Mengingat kemiri sebagai komoditas yang sangat bermanfaat, maka produksi tanaman kemiri perlu ditingkatkan dari segi kuantitas dan kualitasnya. Untuk itu diperlukan usaha yang baik, termasuk pada penanganan panen dan Universitas Sumatera Utara pascapanen. Kualitas yang baik pada buah yang siap dipanen ditandai dengan buah yang telah berwarna coklat kehitaman. Beberapa kegiatan pascapanen buah kemiri yang dilakukan adalah pengupasan kulit luar buah, pengeringan, penyimpanan, sortasi, pemecahan kulit biji (tempurung/cangkang), pengeringan inti (daging) kemiri, sortasi dan pengemasan. Pengupasan kulit luar dilakukan dengan menggunakan tangan untuk mengupas kulit yang berwarna coklat kehitaman dan membersihkan lendirnya untuk menghasilkan gelondong. Kemudian pengeringan gelondong dimaksudkan untuk mencegah rusaknya kemiri oleh cendawan atau serangga sebelum pengolahan lebih lanjut. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari dan dengan menggunakan alat pengering mekanis. Biji kemiri mempunyai kulit biji (tempurung/cangkang) yang sangat keras. Kulit yang keras ini dikupas dengan cara memecahkan tempurung baik secara manual, mekanis ataupun secara kimia mekanis. Pengupasan secara manual menghasilkan inti biji yang tidak seragam; ada inti utuh, inti pecah dua bahkan inti pecah-pecah. Pada umumnya petani menjual kemiri dalam bentuk buah yang utuh dengan harga yang relatif murah. Jika dibandingkan dengan penjualan inti (daging), perbedaan harganya sangat mencolok. Perbedaan harga juga terjadi pada penjualan inti utuh, inti pecah dua dan inti pecah-pecah dimana harga jual inti kemiri yang pecah lebih murah daripada inti biji utuh sehingga sangat merugikan petani. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka cara dan penggunaan alat yang tepat dalam proses pengupasan kulit biji perlu dilaksanakan agar kerusakan mekanis biji dapat dihindari. Universitas Sumatera Utara Salah satu penerapan teknologi pada peralatan pascapanen kemiri adalah penggunaan mesin pemecah kemiri yang memiliki kapasitas kerja yang lebih tinggi dan dapat mengurangi resiko inti pecah. Mesin pemecah kemiri ini dapat menekan kerugian petani akibat banyaknya inti biji kemiri yang rusak. Alat pengupas/pemecah kemiri digerakkan dengan menggunakan sumber tenaga listrik dengan sistem banting. Alat ini mempunyai prinsip membantingkan biji kemiri dengan gaya sentrifugal pada landasan banting. Komponen utama alat tersebut antara lain hopper (pengumpan), pelempar biji, landasan banting, corong pengeluaran, rangka penunjang dan sistem transmisi sumber tenaga. Akibat gaya sentrifugal, biji yang mengenai landasan banting akan retak sehingga tempurungnya pecah. Daging kemiri dapat diambil dengan mudah dengan memisahkannya dari pecahan cangkang. Kemiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiri yang baru dipanen yang berasal dari Kabupaten Toba Samosir. Alasan menggunakan kemiri dari daerah Toba Samosir adalah karena jenis kemiri ini mempunyai keunggulan dibanding kemiri dari daerah lain antara lain cangkang kemiri lebih tipis, memiliki massa yang besar serta kandungan minyak kemiri cukup tinggi. Luas lahan kemiri di daerah Toba Samosir mencapai 2.485 ha dimana produksi kemiri sebesar 584 ton pada tahun 1998 dan 518,46 ton pada tahun 1999 (Leti dan Harianja, 2008). Selama proses pengupasan kulit biji pada alat pengupas ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja alat dan kualitas mutu hasil kupasan. Antara lain adalah suhu pengeringan, lama pengeringan, suhu pembekuan, lama pembekuan, jenis kemiri, diameter landasan banting dan kecepatan putaran mesin (rpm). Berdasarkan faktor tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan Universitas Sumatera Utara penelitian untuk menguji suhu pengeringan dan suhu pembekuan pada alat pemecah kemiri terhadap mutu hasil kupasan kemiri. Suhu pengeringan adalah besarnya suhu yang digunakan selama proses pengeringan untuk menurunkan kadar air biji kemiri, sedangkan suhu pembekuan adalah besarnya suhu yang digunakan untuk mendinginkan kemiri sesaat setelah dikeringkan dalam arti suhunya diturunkan lebih dahulu sebelum kemiri dipecah oleh alat pemecah kemiri. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar hasil kupasan lebih baik dan prosesnya lebih cepat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suhu pengeringan dan suhu pembekuan dengan tiga taraf perlakuan terhadap mutu kemiri yang dipecah secara mekanis. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha pascapanen pengupasan kulit biji (pemecahan) kemiri. Hipotesis Penelitian Ada pengaruh nyata pada mutu hasil pecahan kemiri akibat perbedaan suhu pengeringan dan suhu pembekuan serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Universitas Sumatera Utara