BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Hakikat Membaca Lancar 2.1.1.1.Pengertian Membaca Lancar Artanto (2009:12) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis kemudian menalarkannya. Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Menurut Soedarso (2004:7) “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah”. Aktivitas yang kompleks dalam membaca meliputi pengertian dan khayalan, mengamati, serta mengingat-ingat. Tarigan (2006:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik. 8 Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Mikarsa, 2007:13). Djaja (2006:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan menjelaskan arti suatu kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan membaca. Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman suatu bacaan adalah menemukan bentuk atau wujud skema yang menawarkan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep skema. Soedarso (2004:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca. Mikarsa (2007:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan artinya dalam konteksnya, (2) memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang valid dari bahan yang dibaca. Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara lisan maupun secara tulisan. Daminati (2004:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik. 2.1.1.2.Tujuan dan Manfaat Membaca Lancar Daminati (2004:2) mengatakan: Unsur-unsur kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan. Pertama, karena membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi dengan bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca. Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca. Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki. Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan. 1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya Makmur (2007:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a.) Membaca Permulaan. Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian kegiatan yang dilakukannya. b.) Membaca Inspeksional. Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan. c.) Membaca Analitis. Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca. d.) Membaca Sintopikal. Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku. Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini. 2) Membaca Berdasarkan Kecepatan dan Tujuannya Gani dan Semi (2005:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu; membaca kilat (skimming), membaca cepat (speed reading), membaca studi (careful reading), dan membaca reflektif (reflektive reading). a.) Membaca Kilat (skimming). Membaca kilat (skimming) merupaka salah satu cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut. Untuk membaca kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian bacaan yang mengandung ide atau pikiran pokok. Tujuan membaca kilat adalah menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang penting dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau sikap penulis. b.) Membaca Cepat (speed reading). Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata demi kata. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat. c.) Membaca Studi (careful reading). Membaca studi dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan, kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk keperluan ini, membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah. Ciri-ciri pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik dalam membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca dengan kecepatan yang terkontrol (Mikarsa, 2007:25). d.) Membaca Reflektif (reflektive reading). Membaca reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh. Biasanya membaca reflektif dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang percobaan di labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca. Disamping itu juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan suatu bacaan, membaca untuk kesenangan dan membaca estetis. 2.1.1.3.Langkah-langkah Mambaca Lancar Nurhadi (2004:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya”. Muchlisoh (2003:149) mengatakan bahwa: Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara. Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Daminati (2007:128) mengatakan bahwa “membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan mata dalam membaca”. Ritawati (2006:108) menyatakan “membaca cepat adalah membaca sekejap mata, selayang pandang. Tujuannya adalah dalam waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi secara cepat dan tepat”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan gerakan mata dan dilakukan tanpa suara yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara tepat dan cermat dalam waktu singkat. 2.1.1.4.Pemahaman dan Kegunaan Membaca Lancar Dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan. Akan tetapi, bukan berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman. Bahkan orang orang yang biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan akan dapat mengambil manfaat yang besar dengan membaca cepat. Seorang pembaca yang baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban dengan bahan bacaan. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan. Daminati (2007:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”. “Seorang pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu pada setiap keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya” (Nurhadi, 2004:32). Djaja (2006:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel. Artinya, kecepatan tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu diperlambat. Hal itu tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”. Daminati (2007:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran membaca cepat hendaknya bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan yang diperkirakan dekat dan akrab dengan kehidupan pembaca”. Pembaca yang efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacammacam. Sadar akan berbagai tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta keperluan membacanya saat itu. Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap isi bacaan. Depdikbud (2005:7) mengatakan: Ada berbagai kegunaan yang terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1) membaca cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3) semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka semakin banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4) membaca cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca cepat meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu mutakhir, dan (10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental. 2.1.1.5.Penghambat dan Penunjang Membaca Lancar Depdikbud (2005:26) mengemukan: Beberapa kebiasaan umum negatif yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun pembaca yang lambat, hal itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara berlebihan dan melakukan subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan waktu dan interupsi, dan (3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca dihadapkan pada materi bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya kesulitan fisik lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia. Depdikbud (2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang harus dikembangkan atau perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan motivasi, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (4) meningkatkan pemahaman.” Kemampuan membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena bakat, karena “membaca cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26). Seirama dengan itu Depdikbud (2005:5) menyatakan bahwa: Membaca cepat adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini sangat bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan untuk mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan untuk memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu. Berdasarkan pernyataan di atas maka usaha peningkatan kemampuan kemampuan membaca cepat membutuhkan seragkaian latihan secara bertahap yang dirancang unuk menghilangkan kebiasaan negatif dalam membaca dan sekaligus menonjolkan positifnya. Depdikbud (2005:26) mengungkapkan: Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang. Beberapa upaya tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi kebiasaan menunda dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan konsentrasi, (5) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6) menggunakan pola pemanggilan ulang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat, seseorang memerlukan latihan dengan menerapkan berbagai metode pendukung. Salah satu metode yang dapat mendukung upaya kearah peningkatan kemampuan membaca cepat adalah dengan menerapkan metode speed reading. 2.1.2. Hakikat Permainan Kartu kalimat 2.1.2.1.Pengertian Permainan Kartu kalimat Bermain (play) mengacu pada beberapa teori bermain yang dikemukakan para ahli. Pengertian bermain tak dapat dilepaskan dari sudut pandang teori yang mendasari fungsinya. Dari sejumlah teori yang ada dapat dikemukakan tujuh pandangan utama, yaitu : (1) teori surplus energi, (2) teori relaksasi, (3) teori preparasi, (4) teori rekapitulasi, (5) teori perkembangan (6) teori penyaluran sosioemosional, dan (7) teori kognitif ( Seto, 2004: 56; Soemitro, 1997: 10). a) Teori surplus energi. Dalam pandangan ini bermain merupakan penyaluran energi yang berlebihan. Anak-anak yang memperoleh cukup gizi dan waktu beristirahat umumnya memiliki kelebihan energi sehingga untuk membuang energi berlebih itu dilakukan kegiatan bermain. b) Teori relaksasi. Pandangan ini menyatakan bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk menjadi lebih santai dan segar setelah tersalurnya energi. Frekuensi bermain anak menunjukkan adanya kebutuhan untuk lebih santai setelah bersusah payah mempelajari sesuatu. Dalam pandangan ini isi kegiatan bermain tidak terlalu menjadi penekanan. c) Teori preparasi atau insting. Di sini bermain dijelaskan sebagai suatu perilaku instingtif. Kegiatan manusia yang instingtif cenderung berdasarkan atas perkembangan anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu, bermain merupakan kejadian alamiah yang merupakan bagian dari persiapan perkembangan dan pertumbuhannya. Anak-anak mempraktikkan elemen-elemen yang lebih kecil dari sejumlah perilaku orang dewasa yang lebih kompleks. Misalnya, memandikan boneka melihat ibunya memandikan adiknya. d) Teori rekapitulasi. Pandangan ini mencoba menemukan hubungan antara kegiatan bermain dengan evolusi kebudayaan. Di sini ditekankan bahwa setiap anak kembali melakukan berbagai perilaku manusia dewasa yang tampil selama masa transisi antara zaman berburu hingga zaman modern saat ini. e) Teori pertumbuhan dan perkembangan. Pandangan ini menyatakan bahwa, bermain merupakan salah satu cara mengembangkan kemampuan anak. Dengan bermain anak melatih berbagai keterampilan baru dan menyempurnakannya. Pandangan ini menekankan pentingnya bermain bagi anak untuk menuju kematangannya. f) Teori Penyaluran emosi. Menurut pandangan ini ada dua penjelasan, yaitu: pertama, bermain merupakan ekspresi simbolik dari suatu harapan. Kedua, merupakan upaya pengendalian pengalamanpengalaman yang menegangkan. Kedua pandangan ini melihat bermain sebagai sarana menyalurkan emosi. Tidak sebagaimana Piaget yang melihat bermain sebagai asimilasi, pandangan yang didasari psikoanalisis ini, melihat bermain sebagai upaya anak memanfaatkan peluang-peluang tertentu untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dalam kenyataannya belum tentu bisa dikuasai. g) Teori kognitif. Pendapat ini menyatakan bahwa bermain adalah suatu upaya asimilasi. Sebagaimana diketahui, Piaget (dikutip Seto, 2004: 57) mengemukakan adanya dua aspek yang ada dalam kemampuan adaptasi seseorang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses organisme menerapkan struktur yang sudah ada tanpa modifikasi terhadap aspek-aspek baru dari lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan akomodasi adalah proses organisme memodifikasi struktur yang sudah ada menjadi struktur baru untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan. Selain itu Menurut Hetherington dan Parke (dalam Patmonodewo, 2000), bermain bagi anak berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan mempelajari segala sesuatu, serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Permainan juga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan menampilkan bermacam peran orang anak berusaha menghayatinya untuk diambilnya setelah ia dewasa. Fungsi bermain tidak saja meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga mengembangkan bahasa, emosi, disiplin, kreativitas dan perkembangan fisik anak. Bermain simbolik misalnya, dapat meningkatkan kognitif anak untuk dapat berimajinasi dan berfantasi menuju berpikir abstrak. Melalui bermain perkembangan sosial anak juga terkembangkan, misalnya sikap sosial, belajar berkomunikasi, mengorganisasi peran, dan lebih menghargai orang lain. Melalui bermain anak dapat mengendalikan emosinya, menyalurkan keinginannya, dan rasa percaya diri. Anak juga dapat menerapkan disiplin dengan menunggu giliran atau mentaati peraturan. Bermain dapat merangsang kreativitas anak untuk menciptakan angan dan imajinasinya. Oleh karena itu, para ahli pendidikan modern berpendapat bahwa permainan merupakan alat pendidikan. Pendidikan yang baik akan menggunakan bermain sebagai alat pendidikan. Hal ini dilakukan oleh Pestalozzi (Patmonodewo, 2000) ahli pendidikan terkenal dari Swiss pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, ia sangat menekankan pentingnya permainan dalam pendidikan. Ia percaya bahwa bermain mempunyai nilai-nilai untuk mengembangkan harmoni antara jiwa dan raga. Bahkan Bennett (2005: 67 dalam Patmonodewo.2000:28) yang pernah mengadakan penelitian pada sejumlah guru pada waktu siswa bermain, para guru mengatakan bahwa para siswa mengungkapkan perilaku yang mencerminkan kebutuhan batin mereka serta proses intelektual yang mendalam. Dengan bermain, guru mendapatkan gambaran yang lengkap tentang keseluruhan diri siswa. Misalnya, seorang guru menyatakan bahwa perilaku para siswa pada waktu bermain dapat mengungkapkan sifat-sifat siswa tersebut yang berlangsung di rumahnya, apakah mereka takut akan sesuatu? Apakah mereka manja di rumahnya? Contoh lain, guru melukiskan seorang anak yang biasanya pendiam dan pasif, ternyata dia lebih vokal dan menjadi dominan ketika terlibat permainan imajinatif. Siswa lebih berperilaku alamiah pada waktu bermain. Hal ini membuat guru dapat lebih mudah menilai kemampuan berbahasa siswa yang sesungguhnya dengan lebih akurat di dalam bermain daripada dalam stuasi formal. Dari perspektif ini, permainan berpotensi untuk memiliki fungsi diagnostik yang lebih dalam untuk mengembangkan keseluruhan diri siswa. Froebel (dalam Sugianto,1997) seorang pendidik dari Jerman, ia percaya bahwa salah satu alat yang terbaik untuk mendidik anak-anak ialah melalui permainan. Menurut pendapatnya, anak-anak lebih siap dan berpotensi untuk bermain daripada cara lain. 2.1.2.1. Karakteristik Permainan Kartu Kalimat Perbedaan antara bermain dan bukan bermain tidak terletak pada jenis kegiatan (apa) yang dilakukan, tetapi lebih pada (bagaimana) sikap individu melakukannya. Beberapa karakteristik kegiatan bermain sebagai berikut : 1). Bermain dilakukan karena kesukarelaan, bukan paksaan. 2). Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya bermain selalu menyenangkan, mengasyikan, dan menggairahkan. 3). Tanpa iming-iming apa pun, kegiatan bermain itu sendiri sudah menyenangkan. 4). Dalam bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri. 5). Bermain menuntut partisipasi aktif, secara fisik atau pun mental. 6). Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan. Individu bebas membuat aturan sendiri dan mengoprasikan fantasi. 7). Dalam bermain individu bertingkah laku secara spontan, sesuai dengan yang diinginkan saat itu. 8). Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku. 2.1.2.2.Fungsi Permainan Kartu Kalimat Kegiatan bermain dalam pendidikan dimulai oleh siswa TK Froebelian dan Montessori. Froebel menggunakan media hadiah, mengajak siswa membuat kerajinan dan melibatkan siswa pada situasi bermain dan bernyanyi. Kegiatan bermain memang selalu menjadi bagian dari program pendidikan anak-anak. Kegiatan bermain secara natural ini akhirnya digunakan dan diterima sebagai alat pembelajaran pada seperempat pertama abad dua puluh walaupun tidak sepenuhnya dianggap sebagai satusatunya cara belajar anak. Melalui situasi bermain anak diharapkan mendapatkan pemahaman mendalam terhadap objekobjek dan memiliki keterampilan khusus dalam mengamati dan memperoleh materi serta agar anak mendapat makna spiritual yang disimbolkan oleh materi dan kegiatan-kegiatan tersebut. Bermain ini akhirnya dapat digunakan guru sebagai wahana atau teknik pembelajaran untuk membentuk pemahaman melalui kegiatan bermain atau dengan menggunakan berbagai media yang tersedia. Dengan demikian bermain kaitannya dengan pendidikan ialah sebagai wahana pembelajaran dalam bentuk pengunjukkan atau pun permainan sesuatu yang bermakna dalam menggambarkan pesan, suasana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan bernilai bagi anak dalam membuahkan pengalaman belajar tertentu. 2.1.2.3.Langkah-langkah Permainan Kartu Permainan Di tengah permainan kita paling dekat dengan kekuatan penuh kita. Kesenangan bermain yang tidak terhalang melepaskan segala macam endorfin positif dalam tubuh, melatih kesehatan, dan membuat kita merasa hidup sepenuhnya. Bagi banyak orang, ungkapan kehidupan dan kecerdasan kreatif yang paling tinggi di dalam diri mereka tercapai dalam sebuah permainan. Permainan belajar yang menciptakan atmosfer menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tidak terhalang dapat memberi banyak sumbangan. Dalam http://blogspot.com/2012/10/bermain-kartu-kata.html, disebutkan bahwa permainan belajar (learning games), jika dimanfaatkan secara bijaksana dapat: a. Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat b. Menghilangkan stres dalam lingkungan belajar c. Mengajak orang terlihat penuh d. Meningkatkan proses belajar. Menurut Ngalim Purwanto (2007:13), dalam bermain juga terjadi proses belajar. Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman. Akan tetapi, antara keduanya terdapat perbedaan. Menurut arti katanya, bermain merupakan kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun pada orang dewasa terdapat juga. Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum, terdapat pada manusia sejak lahir sampai mati. Belajar sambil bermain yang ditekankan adalah belajarnya. Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau tujuan yang ditentukan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:580). Dalam melakukan pembelajaran guru menggunakan berbagai macam metode sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih menarik yang pada akhirnya tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Salah satu upaya guru merangsang pengembangan potensi siswa agar aktif dan memperoleh hasil belajar yang optimal, dalam penelitian ini ditawarkan metode diskusi dengan bermain kartu soal yakni metode pembelajaran dengan permainan kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang disusun oleh siswa sendiri/group/guru secara bersama. Hasil belajar siswa yang dibimbing oleh temannya dengan pengarahan dari guru tidak kalah baik, bahkan menurut pengamatan hasil belajar siswa yang membimbing sendiri pun juga naik akibat mereka melaksanakan tugas sebagai pembimbing. 2.1.2.4.Permainan Kartu dalam Pembelajaran Membaca Lancar Metode bermain kartu kata ini digunakan sebagai penguatan penguasaan siswa atas keterampilan membaca yang dimiliki. Jadi, siswa seharusnya sudah memiliki dasar pengenalan huruf dan kata, siswa sudah bisa membaca sedikitsedikit namun belum lancar. Sebaiknya metode bermain kartu kata ini digunakan pada bulan-bulan setelah jeda tengah semester pertama tahun pelajaran baru, karena pada bulan-bulan ini sebagian besar siswa kelas I SD biasanya sudah memiliki kemampuan dasar membaca. Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran membaca dengan metode barmain kartu kata adalah sebagai berikut: a. Persiapan sebelum pelaksanaan pembelajaran - Menginventarisasi dan menentukan kata-kata yang akan diajarkan dalam pembelajaran sesuai tema. Misalnya, temanya adalah “menjaga kebersihan badan”, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang terkait dengan menjaga kebersihan badan. Contohnya: mandi, sabun, segar, tiga, dua, baju, bersih, mencuci, air, dan lain-lain (guru dapat memilih kata-kata yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa); - Membuat kartu kata, berupa kertas kover (asturo, buffalo) yang dipotong persegi panjang ukuran 20 cm x 8 cm, berisi kata-kata yang sudah dipilih di atas, satu kata satu huruf; - Membuat kartu suku kata, berupa kertas yang dipotong kecil-kecil berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 8 cm, berisi suku kata dari kata-kata yang terpilih pada poin 2. Misalnya kartu kata mandi, maka kartu suku katanya ada dua yaitu man dan di. Warna kertas pada kartu suku kata sebaiknya dibedakan dari warna kartu kata agar anak lebih mudah memilih. - Menyiapkan papan planel sebagai tempat menempel kartu kata atau kartu suku kata. Apabila papan planel tidak ada, guru dapat menggunakan meja siswa atau lantai kelas sebagai hantinya. b. Pelaksanaan Pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai prosedur (tematik untuk kelas rendah). Misalnya mulai dari bercerita, menyanyi, atau tanya jawab tentang kebersihan badan. Ketika sampai pada kegiatan penguatan kemampuan membaca siswa, guru menggunakan metode bermain kartu kata seperti disebutkan di atas. c. Langkah-langkah pelaksanaan - Guru menanyakan beberapa kata yang terkait dengan kegiatan menjaga kebersihan badan kepada kelas secara umum. Setiap kata yang disebutkan anak, guru menempel kartu kata di papan planel, kemudian meminta anak untuk mengulangi mengucapkan kata tadi bersamasama. Variasi mengucapkan kata bisa dilakukan, misalnya dengan menanyakan ke seluruh kelas, bisa menyuruh beberapa siswa membaca, atau menanyakan kepada siswa bagaimana membacanya. Kegiatan ini dilakukan hingga semua kata terkait tema yang sudah disiapkan dapat ditempel di papan planel; - Selanjutnya, guru menyuruh siswa berlatih membaca kata-kata yang tertempel di papan planel dalam hati, waktu kira-kira 10 menit. Yang belum tahu bagaimana membacanya dapat bertanya kepada teman di sebelahnya; - Guru dapat menugasi beberapa siswa untuk memilih beberapa kata yang tertempel, kemudian mencari pasangannya yaitu kartu suku kata. Kartu suku kata ini dipasang di bawah kartu kata, dan siswa membacanya keras-keras; - Guru membagi siswa di kelas menjadi beberapa kelompok. Masingmasing kelompok mencari kelompok lain sebagai pasangan bermain. Satu kelompok mengambil dua atau tiga kata dari yang tertempel di papan, kemudian kelompok lainnya membuat kalimat berdasarkan kata-kata yang dipilihkan oleh kelompok lain. Harus dipastikan bahwa setiap kelompok mendapatkan giliran memilih kartu kata dan membuat kalimat berdasarkan kartu kata terpilih. d. Penilaian Pembelajaran. Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, guru dapat melakukan penilaian melalui pengamatan dan tugas. 2.2. Kajian Yang Relevan Penelitian yang mengkaji masalah penggunaan metode permainan di SD dapat dicantumkan sebagai berikut. 1) Penelitian Muji Rahayu (2010) dengan judul: Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Metode Bermain Kartu Huruf Secara Kelompok pada Siswa Kelas I SD Muncanglarang 01 Tahun Pelajaran 2009/2010. Dalam penelitian, Rahayu menyimpulkan bahwa bermaian kartu huruf akan meningkatkan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan meningkatkan keberhasilan keterampilan membaca permulaan. Setiap siklus selalu membawa dampak positif ke arah peningkatan hasil belajar siswa kelas I SDN Muncanglarang 01 Tahun Ajaran 2009/2010. 2) Nur Kholida (2012) mengambil judul: Penerapan Metode Bermain Kartu Bilangan Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas I MI AlKhodijah Baujeng Beji Pasuruan. Hasil penelitian Kholida menunjukan bahwa penerapan metode bermain kartu bilangan dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas I MI Al-Khodijah Baujeng Beji Pasuruan. Hasil analisis data pada siklus I mencapai nilai rata-rata 67% dan pada siklus II mencapai rata-rata 84,5%, maka penerapan metode bermain kartu bilangan dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas I MI Al-Khodijah Baujeng Beji Pasuruan. Berdasarkan kedua hasil penelitian di atas, tidak satu pun judul maupun kajian yang sama dengan penelitian yang diambil oleh penulis. Untuk itu, penelitian ini mempunyai peluang untuk dikembangkan pada analisis peningkatan membaca lancar melalui permainan kartu kalimat. 2.3. Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang dan kajian teoretisnya, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : Jika guru menerapkan metode permainan kartu kalimat, maka kemampuan siswa kelas 1 SDN 05 Mananggu dalam membaca lancar akan meningkat. 2.4. Indikator Kinerja Indikator kinerja yang ditetapkan oleh pelaksana tindakan (peneliti) mengacu pada kurikulum yang berlaku di SD (KTSP). Dengan demikian, maka indikator kinerja yang ditetapkan mencapai kualifikasi peningkatan dari 22% atau 4 siswa meningkat menjadi 14 siswa atau 78% dari jumlah siswa 18 yang mengikuti proses pembelajaran.