BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis
2.1.1. Hakikat Membaca Lancar
2.1.1.1.Pengertian Membaca Lancar
Artanto (2009:12) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca
merupakan aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis
kemudian menalarkannya. Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written
words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup
pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Menurut
Soedarso (2004:7) “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan
menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah”. Aktivitas yang
kompleks dalam membaca meliputi pengertian dan khayalan, mengamati, serta
mengingat-ingat.
Tarigan (2006:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang
hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses
yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis
merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna
kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka
pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca
sudah terlaksana dengan baik.
8
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu
kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang
tertulis. Makna bacaan tidak tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga
terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa
berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya
pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis
tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil
tanggapan mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian
dengan kecepatan yang lumayan (Mikarsa, 2007:13).
Djaja (2006:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan
hal yang sangat penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai
peranan yang sangat besar untuk mengembangkan serta meningkatkan
kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru
diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya kosakata mereka
dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan
menjelaskan arti suatu kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau
bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna
struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat
meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh mereka
membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan
membaca.
Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan
menemukan wujud skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang
suatu bacaan. Proses pemahaman suatu bacaan adalah menemukan bentuk atau
wujud skema yang menawarkan uraian yang memadai tentang suatu bacaan.
Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling memberikan
harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian
dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca
merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep
skema.
Soedarso (2004:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan
siswa tentang suatu bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan
berbagai jenis pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya
dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa
membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca.
Mikarsa (2007:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan
dalam membaca meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa
umum dan dapat menyimpulkan artinya dalam konteksnya, (2) memahami
bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi tertulis yang didapatkan dalam
bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang valid dari bahan
yang dibaca.
Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah
bagaimana seseorang dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan
dalam bacaan itu, sehingga informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali
dengan tepat, baik secara lisan maupun secara tulisan. Daminati (2004:2)
mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari
informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan
membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah.
Dalam membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga
tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
2.1.1.2.Tujuan dan Manfaat Membaca Lancar
Daminati (2004:2) mengatakan: Unsur-unsur kemampuan membaca dapat
ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan. Pertama, karena
membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi
cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan
penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi dengan
bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan
lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca.
Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan
berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata
dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan
membaca. Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut
yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka
keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman
membaca yang dimiliki.
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua
tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis
membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada
tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Makmur (2007:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca
permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal.
Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan. Membaca permulaan dianggap sebagai membaca
tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik.
Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap
makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian
kegiatan yang dilakukannya.
b.) Membaca Inspeksional. Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah
waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang
relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c.) Membaca Analitis. Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan
lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja,
tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca
jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca
lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas
dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d.) Membaca Sintopikal. Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk
mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal
pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah
yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca
perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak
informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini.
2) Membaca Berdasarkan Kecepatan dan Tujuannya
Gani dan Semi (2005:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu;
membaca kilat (skimming), membaca cepat (speed reading), membaca studi
(careful reading), dan membaca reflektif (reflektive reading).
a.) Membaca Kilat (skimming). Membaca kilat (skimming) merupaka salah satu
cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi materi bacaan,
tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut. Untuk membaca
kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian bacaan
yang mengandung ide atau pikiran pokok. Tujuan membaca kilat adalah
menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang penting
dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau
sikap penulis.
b.) Membaca Cepat (speed reading). Membaca cepat adalah membaca yang
dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca
kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata demi kata.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan
penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat.
c.) Membaca Studi (careful reading). Membaca studi dilakukan untuk
memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan, kadang-kadang
dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk keperluan ini,
membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah. Ciri-ciri
pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik dalam
membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca
dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca
dengan kecepatan yang terkontrol (Mikarsa, 2007:25).
d.) Membaca Reflektif (reflektive reading). Membaca reflektiv adalah membaca
untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya
kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang
diperoleh.
Biasanya membaca reflektif dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang
percobaan di labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca.
Disamping itu juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan suatu
bacaan, membaca untuk kesenangan dan membaca estetis.
2.1.1.3.Langkah-langkah Mambaca Lancar
Nurhadi (2004:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis
membaca
yang
mengutamakan
kecepatan,
dengan
tidak
meninggalkan
pemahaman terhadap aspek bacaannya”. Muchlisoh (2003:149) mengatakan
bahwa: Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh
jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini
diberikan dengan tujuan agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat
membaca secara lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis
membaca ini dilaksanakan tanpa suara.
Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Daminati (2007:128)
mengatakan bahwa “membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan
kecepatan mata dalam membaca”. Ritawati (2006:108) menyatakan “membaca
cepat adalah membaca sekejap mata, selayang pandang. Tujuannya adalah dalam
waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi secara cepat dan tepat”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat
adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan
gerakan mata dan dilakukan tanpa suara yang bertujuan untuk memperoleh
informasi secara tepat dan cermat dalam waktu singkat.
2.1.1.4.Pemahaman dan Kegunaan Membaca Lancar
Dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan
pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan.
Akan tetapi, bukan berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman.
Bahkan orang orang yang biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan
akan dapat mengambil manfaat yang besar dengan membaca cepat. Seorang
pembaca yang baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk
mencapai tujuannya. Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan
tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban dengan bahan bacaan. Kecepatan
membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan.
Daminati
(2007:127)
menyatakan
“keterampilan
membaca
yang
sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis
dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari
apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
“Seorang pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu
pada setiap keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya” (Nurhadi,
2004:32). Djaja (2006:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel.
Artinya, kecepatan tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu
diperlambat. Hal itu tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”.
Daminati (2007:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran
membaca cepat hendaknya bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan
yang diperkirakan dekat dan akrab dengan kehidupan pembaca”.
Pembaca yang efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacammacam. Sadar akan berbagai tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta
keperluan membacanya saat itu. Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman terhadap isi bacaan.
Depdikbud
(2005:7)
mengatakan:
Ada
berbagai
kegunaan
yang
terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1) membaca
cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3) semakin
sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka semakin
banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4) membaca
cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat
memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara
efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca
cepat meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu
mutakhir, dan (10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental.
2.1.1.5.Penghambat dan Penunjang Membaca Lancar
Depdikbud (2005:26) mengemukan: Beberapa kebiasaan umum negatif
yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun pembaca yang lambat, hal
itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara berlebihan dan melakukan
subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan waktu dan interupsi, dan
(3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca dihadapkan pada materi
bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya kesulitan fisik
lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia.
Depdikbud (2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang
harus dikembangkan atau perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan
motivasi, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya
panggil ulang, (4) meningkatkan pemahaman.”
Kemampuan membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena
bakat, karena “membaca cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26).
Seirama dengan itu Depdikbud (2005:5) menyatakan bahwa: Membaca cepat
adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini
sangat bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan
untuk mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan
untuk memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu.
Berdasarkan pernyataan di atas maka usaha peningkatan kemampuan
kemampuan membaca cepat membutuhkan seragkaian latihan secara bertahap
yang dirancang unuk menghilangkan kebiasaan negatif dalam membaca dan
sekaligus menonjolkan positifnya. Depdikbud (2005:26) mengungkapkan: Ada
beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang.
Beberapa upaya tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi
kebiasaan menunda dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan
konsentrasi, (5) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6)
menggunakan pola pemanggilan ulang.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat,
seseorang memerlukan latihan dengan menerapkan berbagai metode pendukung.
Salah satu metode yang dapat mendukung upaya kearah peningkatan kemampuan
membaca cepat adalah dengan menerapkan metode speed reading.
2.1.2. Hakikat Permainan Kartu kalimat
2.1.2.1.Pengertian Permainan Kartu kalimat
Bermain (play) mengacu pada beberapa teori bermain yang dikemukakan
para ahli. Pengertian bermain tak dapat dilepaskan dari sudut pandang teori yang
mendasari fungsinya. Dari sejumlah teori yang ada dapat dikemukakan tujuh
pandangan utama, yaitu : (1) teori surplus energi, (2) teori relaksasi, (3) teori
preparasi, (4) teori rekapitulasi, (5) teori perkembangan (6) teori penyaluran
sosioemosional, dan (7) teori kognitif ( Seto, 2004: 56; Soemitro, 1997: 10).
a) Teori surplus energi.
Dalam pandangan ini bermain merupakan penyaluran energi yang
berlebihan. Anak-anak yang memperoleh cukup gizi dan waktu beristirahat
umumnya memiliki kelebihan
energi sehingga untuk membuang energi berlebih itu dilakukan kegiatan bermain.
b) Teori relaksasi.
Pandangan ini menyatakan bahwa bermain merupakan cara seseorang
untuk menjadi lebih santai dan segar setelah tersalurnya energi. Frekuensi
bermain anak menunjukkan adanya kebutuhan untuk lebih santai setelah bersusah
payah mempelajari sesuatu. Dalam pandangan ini isi kegiatan bermain tidak
terlalu menjadi penekanan.
c) Teori preparasi atau insting.
Di sini bermain dijelaskan sebagai suatu perilaku instingtif. Kegiatan
manusia yang instingtif cenderung berdasarkan atas perkembangan anak dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, bermain merupakan kejadian alamiah yang
merupakan bagian dari persiapan perkembangan dan pertumbuhannya. Anak-anak
mempraktikkan elemen-elemen yang lebih kecil dari sejumlah perilaku orang
dewasa yang lebih kompleks. Misalnya, memandikan boneka melihat ibunya
memandikan adiknya.
d) Teori rekapitulasi.
Pandangan ini mencoba menemukan hubungan antara kegiatan bermain
dengan evolusi kebudayaan. Di sini ditekankan bahwa setiap anak kembali
melakukan berbagai perilaku manusia dewasa yang tampil selama masa transisi
antara zaman berburu hingga zaman modern saat ini.
e) Teori pertumbuhan dan perkembangan.
Pandangan ini menyatakan bahwa, bermain merupakan salah satu cara
mengembangkan kemampuan anak. Dengan bermain anak melatih berbagai
keterampilan baru dan menyempurnakannya. Pandangan ini menekankan
pentingnya bermain bagi anak untuk menuju kematangannya.
f) Teori Penyaluran emosi.
Menurut pandangan ini ada dua penjelasan, yaitu: pertama, bermain
merupakan ekspresi simbolik dari suatu harapan. Kedua, merupakan upaya
pengendalian pengalamanpengalaman yang menegangkan. Kedua pandangan ini
melihat bermain sebagai sarana menyalurkan emosi. Tidak sebagaimana Piaget
yang melihat bermain sebagai asimilasi, pandangan yang didasari psikoanalisis
ini, melihat bermain sebagai upaya anak memanfaatkan peluang-peluang tertentu
untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dalam kenyataannya belum tentu bisa
dikuasai.
g) Teori kognitif.
Pendapat ini menyatakan bahwa bermain adalah suatu upaya asimilasi.
Sebagaimana diketahui, Piaget (dikutip Seto, 2004: 57) mengemukakan adanya
dua aspek yang ada dalam kemampuan adaptasi seseorang yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses organisme menerapkan struktur yang sudah
ada tanpa modifikasi terhadap aspek-aspek baru dari lingkungan yang
dihadapinya. Sedangkan akomodasi adalah proses organisme memodifikasi
struktur yang sudah ada menjadi struktur baru untuk menyesuaikan diri terhadap
tuntutan lingkungan.
Selain itu Menurut Hetherington dan Parke (dalam Patmonodewo, 2000),
bermain bagi anak berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak.
Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan
mempelajari segala sesuatu, serta memecahkan masalah yang dihadapinya.
Permainan juga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan
menampilkan bermacam peran orang anak berusaha menghayatinya untuk
diambilnya setelah ia dewasa. Fungsi bermain tidak saja meningkatkan
perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga mengembangkan bahasa, emosi,
disiplin, kreativitas dan perkembangan fisik anak. Bermain simbolik misalnya,
dapat meningkatkan kognitif anak untuk dapat berimajinasi dan berfantasi menuju
berpikir abstrak. Melalui bermain perkembangan sosial anak juga terkembangkan,
misalnya sikap sosial, belajar berkomunikasi, mengorganisasi peran, dan lebih
menghargai orang lain. Melalui bermain anak dapat mengendalikan emosinya,
menyalurkan keinginannya, dan rasa percaya diri. Anak juga dapat menerapkan
disiplin dengan menunggu giliran atau mentaati peraturan. Bermain dapat
merangsang kreativitas anak untuk menciptakan angan dan imajinasinya. Oleh
karena itu, para ahli pendidikan modern berpendapat bahwa permainan
merupakan alat pendidikan. Pendidikan yang baik akan menggunakan bermain
sebagai alat pendidikan. Hal ini dilakukan oleh Pestalozzi (Patmonodewo, 2000)
ahli pendidikan terkenal dari Swiss pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, ia
sangat menekankan pentingnya permainan dalam pendidikan. Ia percaya bahwa
bermain mempunyai nilai-nilai untuk mengembangkan harmoni antara jiwa dan
raga. Bahkan Bennett (2005: 67 dalam Patmonodewo.2000:28) yang pernah
mengadakan penelitian pada sejumlah guru pada waktu siswa bermain, para guru
mengatakan bahwa para siswa mengungkapkan perilaku
yang mencerminkan kebutuhan batin mereka serta proses intelektual yang
mendalam.
Dengan bermain, guru mendapatkan gambaran yang lengkap tentang
keseluruhan diri siswa. Misalnya, seorang guru menyatakan bahwa perilaku para
siswa pada waktu bermain dapat mengungkapkan sifat-sifat siswa tersebut yang
berlangsung di rumahnya, apakah mereka takut akan sesuatu? Apakah mereka
manja di rumahnya? Contoh lain, guru melukiskan seorang anak yang biasanya
pendiam dan pasif, ternyata dia lebih vokal dan menjadi dominan ketika terlibat
permainan imajinatif. Siswa lebih berperilaku alamiah pada waktu bermain. Hal
ini membuat guru dapat lebih mudah menilai kemampuan berbahasa siswa yang
sesungguhnya dengan lebih akurat di dalam bermain daripada dalam stuasi
formal. Dari perspektif ini, permainan berpotensi untuk memiliki fungsi
diagnostik yang lebih dalam untuk mengembangkan keseluruhan diri siswa.
Froebel (dalam Sugianto,1997) seorang pendidik dari Jerman, ia percaya bahwa
salah satu alat yang terbaik untuk mendidik anak-anak ialah melalui permainan.
Menurut pendapatnya, anak-anak lebih siap dan berpotensi untuk bermain
daripada cara lain.
2.1.2.1. Karakteristik Permainan Kartu Kalimat
Perbedaan antara bermain dan bukan bermain tidak terletak pada jenis
kegiatan (apa) yang dilakukan, tetapi lebih pada (bagaimana) sikap individu
melakukannya. Beberapa karakteristik kegiatan bermain sebagai berikut : 1).
Bermain dilakukan karena kesukarelaan, bukan paksaan. 2). Bermain merupakan
kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya bermain selalu menyenangkan,
mengasyikan, dan menggairahkan. 3). Tanpa iming-iming apa pun, kegiatan
bermain itu sendiri sudah menyenangkan. 4). Dalam bermain, aktivitas lebih
penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri. 5). Bermain
menuntut partisipasi aktif, secara fisik atau pun mental. 6). Bermain itu bebas,
bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan. Individu bebas membuat aturan
sendiri dan mengoprasikan fantasi. 7). Dalam bermain individu bertingkah laku
secara spontan, sesuai dengan yang diinginkan saat itu. 8). Makna dan kesenangan
bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku.
2.1.2.2.Fungsi Permainan Kartu Kalimat
Kegiatan bermain dalam pendidikan dimulai oleh siswa TK Froebelian
dan Montessori. Froebel menggunakan media hadiah, mengajak siswa membuat
kerajinan dan melibatkan siswa pada situasi bermain dan bernyanyi. Kegiatan
bermain memang selalu menjadi bagian dari program pendidikan anak-anak.
Kegiatan bermain secara natural ini akhirnya digunakan dan diterima sebagai alat
pembelajaran pada seperempat pertama abad dua puluh walaupun tidak
sepenuhnya dianggap sebagai satusatunya cara belajar anak. Melalui situasi
bermain anak diharapkan mendapatkan pemahaman mendalam terhadap objekobjek dan memiliki keterampilan khusus dalam mengamati dan memperoleh
materi serta agar anak mendapat makna spiritual yang disimbolkan oleh materi
dan kegiatan-kegiatan tersebut. Bermain ini akhirnya dapat digunakan guru
sebagai wahana atau teknik pembelajaran untuk membentuk pemahaman melalui
kegiatan bermain atau dengan menggunakan berbagai media yang tersedia.
Dengan demikian bermain kaitannya dengan pendidikan ialah sebagai
wahana pembelajaran dalam bentuk pengunjukkan atau pun permainan sesuatu
yang bermakna dalam
menggambarkan pesan, suasana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
dan bernilai bagi anak dalam membuahkan pengalaman belajar tertentu.
2.1.2.3.Langkah-langkah Permainan Kartu Permainan
Di tengah permainan kita paling dekat dengan kekuatan penuh kita.
Kesenangan bermain yang tidak terhalang melepaskan segala macam endorfin
positif dalam tubuh, melatih kesehatan, dan membuat kita merasa hidup
sepenuhnya. Bagi banyak orang, ungkapan kehidupan dan kecerdasan kreatif yang
paling tinggi di dalam diri mereka tercapai dalam sebuah permainan. Permainan
belajar yang menciptakan atmosfer menggembirakan dan membebaskan
kecerdasan penuh dan tidak terhalang dapat memberi banyak sumbangan.
Dalam http://blogspot.com/2012/10/bermain-kartu-kata.html, disebutkan
bahwa permainan belajar (learning games), jika dimanfaatkan secara bijaksana
dapat:
a. Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat
b. Menghilangkan stres dalam lingkungan belajar
c. Mengajak orang terlihat penuh
d. Meningkatkan proses belajar.
Menurut Ngalim Purwanto (2007:13), dalam bermain juga terjadi proses
belajar. Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi
perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman.
Akan tetapi, antara keduanya terdapat perbedaan. Menurut arti katanya,
bermain merupakan kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun pada orang
dewasa terdapat juga. Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum,
terdapat pada manusia sejak lahir sampai mati. Belajar sambil bermain yang
ditekankan adalah belajarnya.
Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud atau tujuan yang ditentukan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:580).
Dalam melakukan pembelajaran guru menggunakan berbagai macam metode
sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih menarik yang pada akhirnya
tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.
Salah satu upaya guru merangsang pengembangan potensi siswa agar aktif
dan memperoleh hasil belajar yang optimal, dalam penelitian ini ditawarkan
metode diskusi dengan bermain kartu soal yakni metode pembelajaran dengan
permainan kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang disusun
oleh siswa sendiri/group/guru secara bersama. Hasil belajar siswa yang dibimbing
oleh temannya dengan pengarahan dari guru tidak kalah baik, bahkan menurut
pengamatan hasil belajar siswa yang membimbing sendiri pun juga naik akibat
mereka melaksanakan tugas sebagai pembimbing.
2.1.2.4.Permainan Kartu dalam Pembelajaran Membaca Lancar
Metode bermain kartu kata ini digunakan sebagai penguatan penguasaan
siswa atas keterampilan membaca yang dimiliki. Jadi, siswa seharusnya sudah
memiliki dasar pengenalan huruf dan kata, siswa sudah bisa membaca sedikitsedikit namun belum lancar. Sebaiknya metode bermain kartu kata ini digunakan
pada bulan-bulan setelah jeda tengah semester pertama tahun pelajaran baru,
karena pada bulan-bulan ini sebagian besar siswa kelas I SD biasanya sudah
memiliki kemampuan dasar membaca.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran membaca dengan
metode barmain kartu kata adalah sebagai berikut:
a. Persiapan sebelum pelaksanaan pembelajaran
-
Menginventarisasi dan menentukan kata-kata yang akan diajarkan
dalam pembelajaran sesuai tema. Misalnya, temanya adalah “menjaga
kebersihan badan”, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang
terkait dengan menjaga kebersihan badan. Contohnya: mandi, sabun,
segar, tiga, dua, baju, bersih, mencuci, air, dan lain-lain (guru dapat
memilih kata-kata yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
siswa);
-
Membuat kartu kata, berupa kertas kover (asturo, buffalo) yang
dipotong persegi panjang ukuran 20 cm x 8 cm, berisi kata-kata yang
sudah dipilih di atas, satu kata satu huruf;
-
Membuat kartu suku kata, berupa kertas yang dipotong kecil-kecil
berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 8 cm, berisi suku
kata dari kata-kata yang terpilih pada poin 2. Misalnya kartu kata
mandi, maka kartu suku katanya ada dua yaitu man dan di. Warna
kertas pada kartu suku kata sebaiknya dibedakan dari warna kartu kata
agar anak lebih mudah memilih.
-
Menyiapkan papan planel sebagai tempat menempel kartu kata atau
kartu suku kata. Apabila papan planel tidak ada, guru dapat
menggunakan meja siswa atau lantai kelas sebagai hantinya.
b. Pelaksanaan Pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai
prosedur (tematik untuk kelas rendah). Misalnya mulai dari bercerita,
menyanyi, atau tanya jawab tentang kebersihan badan. Ketika sampai pada
kegiatan penguatan kemampuan membaca siswa, guru menggunakan
metode bermain kartu kata seperti disebutkan di atas.
c. Langkah-langkah pelaksanaan
-
Guru menanyakan beberapa kata yang terkait dengan kegiatan menjaga
kebersihan badan kepada kelas secara umum. Setiap kata yang
disebutkan anak, guru menempel kartu kata di papan planel, kemudian
meminta anak untuk mengulangi mengucapkan kata tadi bersamasama. Variasi mengucapkan kata bisa dilakukan, misalnya dengan
menanyakan ke seluruh kelas, bisa menyuruh beberapa siswa
membaca, atau menanyakan kepada siswa bagaimana membacanya.
Kegiatan ini dilakukan hingga semua kata terkait tema yang sudah
disiapkan dapat ditempel di papan planel;
-
Selanjutnya, guru menyuruh siswa berlatih membaca kata-kata yang
tertempel di papan planel dalam hati, waktu kira-kira 10 menit. Yang
belum tahu bagaimana membacanya dapat bertanya kepada teman di
sebelahnya;
-
Guru dapat menugasi beberapa siswa untuk memilih beberapa kata
yang tertempel, kemudian mencari pasangannya yaitu kartu suku kata.
Kartu suku kata ini dipasang di bawah kartu kata, dan siswa
membacanya keras-keras;
-
Guru membagi siswa di kelas menjadi beberapa kelompok. Masingmasing kelompok mencari kelompok lain sebagai pasangan bermain.
Satu kelompok mengambil dua atau tiga kata dari yang tertempel di
papan, kemudian kelompok lainnya membuat kalimat berdasarkan
kata-kata yang dipilihkan oleh kelompok lain. Harus dipastikan bahwa
setiap kelompok mendapatkan giliran memilih kartu kata dan membuat
kalimat berdasarkan kartu kata terpilih.
d. Penilaian Pembelajaran. Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran,
guru dapat melakukan penilaian melalui pengamatan dan tugas.
2.2. Kajian Yang Relevan
Penelitian yang mengkaji masalah penggunaan metode permainan di SD
dapat dicantumkan sebagai berikut.
1) Penelitian Muji Rahayu (2010) dengan judul: Peningkatan Keterampilan
Membaca Permulaan Melalui Metode Bermain Kartu Huruf Secara Kelompok
pada Siswa Kelas I SD Muncanglarang 01 Tahun Pelajaran 2009/2010. Dalam
penelitian, Rahayu menyimpulkan bahwa bermaian kartu huruf akan
meningkatkan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan meningkatkan
keberhasilan keterampilan membaca permulaan. Setiap siklus selalu
membawa dampak positif ke arah peningkatan hasil belajar siswa kelas I SDN
Muncanglarang 01 Tahun Ajaran 2009/2010.
2) Nur Kholida (2012) mengambil judul: Penerapan Metode Bermain Kartu
Bilangan Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas I MI AlKhodijah Baujeng Beji Pasuruan. Hasil penelitian Kholida menunjukan bahwa
penerapan metode bermain kartu bilangan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa kelas I MI Al-Khodijah Baujeng Beji Pasuruan. Hasil analisis
data pada siklus I mencapai nilai rata-rata 67% dan pada siklus II mencapai
rata-rata 84,5%, maka penerapan metode bermain kartu bilangan dapat
meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas I MI Al-Khodijah Baujeng
Beji Pasuruan.
Berdasarkan kedua hasil penelitian di atas, tidak satu pun judul maupun
kajian yang sama dengan penelitian yang diambil oleh penulis. Untuk itu,
penelitian ini mempunyai peluang untuk dikembangkan pada analisis peningkatan
membaca lancar melalui permainan kartu kalimat.
2.3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan kajian teoretisnya, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah : Jika guru menerapkan metode permainan
kartu kalimat, maka kemampuan siswa kelas 1 SDN 05 Mananggu dalam
membaca lancar akan meningkat.
2.4. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ditetapkan oleh pelaksana tindakan (peneliti)
mengacu pada kurikulum yang berlaku di SD (KTSP). Dengan demikian, maka
indikator kinerja yang ditetapkan mencapai kualifikasi peningkatan dari 22% atau
4 siswa meningkat menjadi 14 siswa atau 78% dari jumlah siswa 18 yang
mengikuti proses pembelajaran.
Download