Biomineralisasi pada proses pelapisan inti mutiara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika, Distribusi, Potensi Ekologi dan Ekonomi
Kijing Air Tawar Anodonta woodiana
Kijing famili Unionidae adalah moluska bivalva akuatik yang dikenal sebagai
kijing air tawar. Famili ini tersebar di seluruh benua dan terdapat paling beragam di
Amerika Utara. Terdapat 18 genera di dalam famili Unionidae, di antaranya adalah
genus Anodonta. Beberapa spesies yang termasuk di dalam genus Anodonta adalah
A. calypigos, A. complinata, A. grandis, A. suborbiculata, A. imbecilis, A. cygnea, A.
anatina, A. californiensis dan A. woodiana.
Klasifikasi Anodonta sp. menurut Brusca dan Brusca (2003) adalah sebagai
berikut:
Filum
Klas
Sub Klas
Super Ordo
Sub Ordo
Famili
Subfamili
Genus
Spesies
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Mollusca
Bivalvia
Lamellibranchia
Eulamellibranchia
Unionidea
Unionidae
Unioninae
Anodonta
Anodonta sp.
A. woodiana
Gambar 3 Bentuk dan struktur A. woodiana.
Di Indonesia, A. woodiana merupakan alien spesies dari Taiwan sejak tahun
1971 dan sudah lama dikenal penduduk serta memiliki potensi ekonomi dan ekologi
yang besar (Hamidah 2006). A. woodiana merupakan salah satu sumber protein
hewani, dengan kandungan nutrisi yang baik tercantum pada Tabel 1 (Hartono 2007).
Bagian tubuh kijing ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan obat penyakit
kuning. Cangkangnya sebagai bahan industri kancing dan penghasil mutiara air tawar
(Suwignyo et al. 2005). Kijing ini mempunyai peran ekologis karena dapat
mengurangi pencemaran lingkungan karena bersifat filter feeder. Menurut
Komarawijaya & Arman (2007) kijing jenis ini mampu menyerap kandungan total
padatan tersuspensi (TSS) sebesar 62,52% dan total padatan terlarut (TDS) sebesar
37,07%.
10
Tabel 1 Kandungan zat gizi A. woodiana per 100 g tubuh kijing
Zat gizi
Lokasi
Air (g)
Abu (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (μg)
Karoten (μg)
Vitamin B1 (μg)
Vitamin C (mg)
Kalori (kkal)
Sumber: Hartono (2007)
Cibalagung
87
1,6
0,78
7,37
3,3
366
308
31,02
115
877
100
0
50
Kebun Raya
85,1
1,5
0,64
7,31
5,5
374
261
35,85
112
898
70
0
57
Hasil penelitian Krolak & Zdanowski (2001) menunjukkan bahwa A. woodiana
memiliki kemampuan sebagai bioakumulator sehingga dapat mengurangi kadar
logam berat di Danau Konin, Polandia. Kijing yang dipelajari adalah A. woodiana
yang hidup di dalam saluran pembuangan pembangkit tenaga listrik Patnow.
Konsentrasi logam berat terutama Cu, Zn, Pb dan Cd di dalam tubuh kijing ini, lebih
tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di dalam waduk air tawar yang tidak
terpolusi oleh debu yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik tersebut.
Kandungan Cu, Zn, Pb, dan Cd di dalam tubuh A. woodiana di dalam saluran
pembuangan berturut-turut 0,12 g m-3; 1,8 g m-3; 750 mg m-3, dan 1,3 mg m-3,
sedangkan yang terdapat di dalam waduk air tawar yaitu: 0,9 g m-3; 0,3 g m-3; 13 mg
m-3, dan 0,4 mg m-3.
Struktur Anatomis dan Histologis A. woodiana
Menurut Suwignyo et al. (2005), secara morfologis tubuh kijing Anodonta
sp. adalah pipih lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang
berhubungan di bagian dorsal melalui hinge ligament yaitu semacam pita elastik yang
terdiri atas bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin). Hinge ligament ini
bersambungan dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian
11
dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor anterior dan sebuah otot adduktor
posterior. Kedua otot ini bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot
adduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka.
Demikian pula sebaliknya, bila otot adduktor berkontraksi dan ligamen rileks maka
kedua cangkang akan tertutup. Hewan ini memiliki tipe insang eulamellibranchia
(pertautan antar filamen menjadi permanen, dengan adanya jaringan, sehingga jajaran
filamen membentuk suatu lembaran selaput yang berlubang-lubang atau ostia).
Struktur bagian dalam dan irisan vertikal tubuh A. woodiana terdapat pada Gambar 4.
A
B
Gambar 4 Struktur anatomis A. woodiana. (A). Struktur organ dalam setelah
menyingkirkan cangkang atas (B). Irisan vertikal tubuh kijing (Suwignyo, S. et al.
2005).
Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel di sisi kiri dan kanan. Di ujung
posterior terdapat dua sifon, yaitu sifon inkuren untuk memasukkan air dan sifon
ekskuren untuk mengeluarkan air. Terdapat otot-otot adduktor (anterior dan posterior)
yang berfungsi untuk menutup cangkang, otot protraktor untuk menjulurkan kaki dan
otot retraktor untuk menarik kaki. Kaki berbentuk pipih, yang terletak di bagian
antroventral tubuh. Proses respirasi berlangsung di dalam insang yang berjumlah
12
empat buah (sepasang pada tiap sisi cangkang). Insang luar sebagian atau seluruhnya
berhubungan dengan mantel. Insang luar kijing Unionidae berfungsi sebagai
marsupia untuk mengerami telur hasil fertilisasi sampai terbentuk larva glokidia yang
matang. Mantel pada A. woodiana berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup
seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan
dalam, tengah, dan luar. Lipatan dalam adalah yang paling tebal, dan lipatan ini berisi
otot radial dan otot melingkar. Lipatan tengah mengandung alat indera. Lipatan luar
terbagi dua, yaitu permukaan dalam dan permukaan luar (Gambar 5).
Gambar 5 Irisan vertikal cangkang dan mantel A. woodiana (Brusca dan Brusca
2003)
Siklus Hidup A. woodiana
Sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma akan menetas menjadi glokidia.
Glokidia ini akan keluar dari induknya dengan cara meninggalkan insang melalui
rongga suprabrankial dan sifon inhalant. Glokidia ini selanjutnya akan jatuh ke dasar
perairan atau terbawa arus air. Bila ada ikan berenang dekat dasar perairan, maka
glokidia akan menempelkan kaitnya pada sirip ikan atau bagian permukaan tubuh
ikan. Tiap jenis kijing muda mempunyai satu atau beberapa jenis ikan sebagai induk
semangnya. Menurut Rheichard et al. (2006), ikan kelompok Cyprinidae merupakan
inang yang baik bagi A. woodiana karena memiliki hubungan simbiosis mutualisma
(saling menguntungkan). Glokidia kijing membutuhkan inang sebagai tempat
menempel untuk pertumbuhannya, sedangkan ikan menggunakan glokidia sebagai
foster parents (orangtua asuh) yang membantu perkembangan embrio mereka. Daur
hidup A. woodiana tercantum pada Gambar 6.
13
Ikan inang
Glokidia
pada insang
Juvenil
Siklus Hidup Kijing
Sperma
Glokidia
Fertilisasi
Dewasa
Gambar 6 Diagram daur hidup Anodonta woodiana (Rahayu et al. 2009).
Menurut Suwignyo et al. (2005), penempelan glokidia menimbulkan reaksi
inang dengan tumbuhnya jaringan sekitar parasit dan membentuk siste (cyst). Larva
glokidia di dalam siste hidup sebagai parasit, dengan mantelnya yang berisi
phagocyte memakan jaringan tubuh inang untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis
Unionidae memiliki sifat parasit spesifik terhadap satu macam ikan inang (Smith,
2001). Selama periode parasit antara 10 sampai 30 hari terjadi metamorfosa menjadi
anak kijing. Akhirnya anak kijing keluar dari siste, jatuh ke dasar perairan dan hidup
di dasar perairan berlumpur dan berkembang menjadi dewasa. Pendapat ini berbeda
dari hasil penelitian Reichard et al. (2006) tersebut di atas. Oleh karena itu, interaksi
antara glokidia kijing dan inangnya selain bersifat simbiosis mutualisma juga dapat
bersifat parasitisme. Glokidia (Gambar 7A) melekat pada insang ikan inang (Gambar
7B) dan encyst, yaitu glokidia dalam filamen insang ikan (Gambar 7C). Kira-kira 3
minggu glokidia-glokidia tersebut
jatuh dari insang dan menetap di dasar dan
berubah menjadi juvenil. Juvenil tersebut panjangnya mendekati 0.75 mm (Gambar
7D).
14
A
B
C
D
0,75 mm
Gambar 7 Transformasi dari glokidia menjadi kijing muda (Rahayu et al., 2009).
Reproduksi A. woodiana
Menurut Suwignyo et al. (2005), Unionidae umumnya dioecious, mempunyai
sepasang gonad yang terletak berdampingan dengan usus. Beberapa di antaranya
termasuk kijing yang berkelamin ganda, tetapi tidak dapat mengadakan pembuahan
sendiri (hermaprodit sinkroni). Saat masih muda, jenis kelamin kijing dapat
dibedakan berdasarkan ukuran cangkangnya. Ukuran cangkang betina lebih tebal
daripada jantannya. Namun pada saat kijing mencapai usia dewasa maka dapat
dibedakan dengan cara melihat gonadnya, yaitu berwarna merah (berisi telur) pada
betina dan putih (berisi sperma) pada jantannya. Kijing famili ini tidak mengalami
kopulasi karena fertilisasi bersifat eksternal. Kijing betina matang gonad setelah
berumur 6 bulan (Hakim, 2007). Kijing betina yang dalam kondisi stadium matang
gonad akan mengeluarkan telurnya ke dalam lembaran insang. Pada subklas
lamellibranchia, gonoduct bermuara dalam rongga suprabrankial (Gambar 4).
Kemudian kijing jantan yang berada di dekatnya akan melepaskan sperma.
Pembuahan terjadi dalam ruang suprabrankial. Sperma dibawa aliran air masuk
melalui sifon inhalant dan bersatu dengan sel telur.
Di daerah tropis, temperatur air tidak terlalu berpengaruh pada gametogenesis,
terutama aktivitas spermatogenesis pada kijing jantan. Aktivitas gametogenesis dapat
berlangsung sepanjang tahun. Menurut Suwignyo et al. (2005), A. woodiana mudah
dikembangbiakkan. Kijing ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi karena
15
dapat berkembang biak lebih dari sekali dalam setahun. Anodonta woodiana di
Taiwan hanya memijah pada musim panas, namun di Indonesia jenis ini memijah
setiap saat sepanjang tahun dan tiap pemijahan mampu menghasilkan telur 317.287–
371.779 butir (Rahayu et al. 2009). Viabilitas telur hingga dibuahi menjadi glokidia
relatif tinggi, yaitu dapat mencapai 90%. Hal ini disebabkan karena pembuahan
terjadi di dalam insang kijing betina, sehingga aman dari gangguan yang berasal dari
lingkungannya.
Kualitas Air Kolam Pemeliharaan
Kijing A. woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24-29oC
(Suwignyo et al. 2005). Kijing Unionidae menyukai perairan yang dangkal dengan
kedalaman kurang dari dua meter (Smith 2001). Menurut Dan dan Ruobo (2002)
secara umum kondisi yang baik untuk pertumbuhan kijing mutiara air tawar di daerah
Jiangsu, Cina, adalah perairan yang mengandung oksigen terlarut (DO) rata-rata ≥ 3
ppm, dengan nilai pH 7 – 8 dan temperatur antara 15 – 250C. Di Indonesia, menurut
Suwignyo et al. (2005), lingkungan perairan yang optimum untuk kehidupan A.
woodiana adalah perairan dengan pH 6,0 - 7,6 serta kandungan oksigen terlarut (DO)
3,8 - 12,5 mg l-1 . Berdasarkan penjelasan di atas, kisaran kualitas fisika dan kimia air
yang ideal bagi kijing famili Unionidae terangkum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran kualitas fisika dan kimia air yang ideal bagi kijing famili
Unionidae
Parameter
Suhu (oC)
pH
DO (ppm)
Alkalinitas (mg/l CaCO 3 )
BOD (mg/l)
Kisaran ideal
24 - 29
6,0 - 7,6
3,8 - 12,5
0,1 - 10
0 - 1,3 mg/l
Pustaka
Suwignyo et al. (2005)
Suwignyo et al. (2005)
Suwignyo et al. (2005)
Oliver (2000)
Oliver (2000)
Ditambahkan oleh Skinner et al. (2003) bahwa di Sungai Nore, Irlandia,
pertumbuhan optimal kijing famili Margaritiferidae dan Unionidae pada kondisi
perairan oligotrofik (walaupun jumlahnya sedikit, namun jenis fitoplankton di daerah
limnetik merupakan pakan yang sesuai bagi kijing tersebut). Ciri-cirinya adalah
16
berair jernih, subtrat pasir berbatu dengan kedalaman optimum 30 – 40 cm dan
konduksi aliran air kurang dari 100 μS cm-1. Terdapat korelasi erat antara kedalaman
air dan bentuk cangkang kijing. Obesitas cangkang (nisbah lebar cangkang terhadap
panjang cangkang) pada Elliptio complanata semakin rendah dengan meningkatnya
kedalaman air. Artinya adalah semakin dalam habitatnya, maka semakin rendah
obesitas cangkang kijing tersebut.
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang
dibutuhkan organisme untuk melakukan oksidasi senyawa-senyawa organik. Menurut
Oliver (2000), pertumbuhan kijing famili Unionidae yang baik pada perairan dengan
nilai BOD antara 0 hingga 1,3 mg l-1 . Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi yang
ideal dan baik bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang memiliki konsentrasi
kalsium di perairan pada kisaran 0,1 - 10 CaCO 3 . Sebagian besar senyawa kalsium
yang membentuk cangkang larva berasal dari induk, hanya sebagian kecil saja yang
diambil langsung dari lingkungan. Selama masa pengeraman larva dalam marsupia
induk, berlangsung penyaluran kalsium dari induk ke larva.
Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan
Anodonta woodiana biasanya hidup pada substrat dasar-sungai, pada areal
lumpur yang didominasi pasir (pasir berlumpur). Kondisi ini sesuai dengan namanya
mudflat mussel). Adanya pasir akan meningkatkan pertukaran massa air dan
tersedianya oksigen sehingga baik bagi pertumbuhan dan kehidupan kijing
(Suwignyo 2005). Terdapat korelasi erat antara jenis substrat dan cangkang kijing
Unionidae (Smith 2001). Kijing di perairan mengalir dengan substrat pasir yang
berstruktur longgar, membutuhkan cangkang yang tebal dan besar untuk
mempertahankan posisinya. Sebaliknya, kijing di perairan tenang dan bersubstrat
lumpur membutuhkan cangkang yang kecil dan tipis agar tidak tenggelam dalam
lumpur. Faktor ini diduga mempengaruhi besar atau kecilnya ukuran kijing.
Karakteristik ukuran partikel substrat habitat kijing A. woodiana tercantum
dalam Tabel 3. Dari data tersebut tampaknya lokasi Situ Taman Gadog merupakan
17
habitat paling baik bagi pertumbuhannya, karena mengandung persentase pasir dan
lumpur yang seimbang (44,67% dan 48%).
Tabel 3. Karakteristik ukuran partikel substrat dari habitat kijing A. woodiana.
Lokasi
Persentase rataan ukuran
partikel (%)
Lumpur
Liat
Pasir
Situ Cikaret
47,33
34,67
18
Situ Cilala
42,70
34,63
22,67
Situ Tonjong
42,71
27,12
30,16
Situ Taman Gadog*)
44,67
7,33
48
Kebun Raya Bogor
27
8,33
65,67
Sumber : Prihatini (1999)
Rataan kepadatan populasi
(ind m-2)
Inlet
Tengah Outlet
0,22
2,11
3,89
0,67
1,44
2,00
0
0,22
0
1,89
4,56
5,67
2,56
0,89
3,22
Menurut segitiga Millar (Brower et al. 1990), substrat di sungai Situ Taman
Cigadog termasuk dalam loamy (Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Clay
Percent (%) Clay
Silty
clay
Sandy
clay
Clay loam
Sandy clay
loam
Sandy loam
Percent (%) Silt
Loam
Silty clay
loam
Silt loam
Loamy
Sand sand
Silt
Percent (%) Sand
Gambar 8. Penentuan jenis substrat menurut segitiga Millar (Brower et al. 1990)
18
sungai di Situ Taman Cigadog, dengan kandungan pasirnya 45-50% dan liatnya <
10%. Menurut Suwignyo (2005) A. woodiana menyukai lingkungan yang didominasi
oleh “pasir berlumpur”. Berdasarkan segitiga Millar, istilah “pasir berlumpur”
menurut Suwignyo (2005) adalah tepat karena kandungan pasirnya 70-90% dan
liatnya 10-20%. Selanjutnya dikatakan bahwa karakteristik ukuran partikel substrat
dari habitat kijing A. woodiana yang baik bagi pertumbuhannya adalah debu 27%, liat
8,33% dan pasir 65,67%.
Pakan dan Cara Makan
Kijing merupakan hewan filter feeder, makanan diperoleh dengan cara
menyaring makanannya dengan menggunakan insang yang berlubang-lubang.
Menurut Smith (2001) kijing memakan zooplankton, fitoplankton dan detritus.
Namun demikian, makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton.
Saluran pencernaannya terdiri atas mulut, esophagus yang pendek, lambung yang
dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rektum, dan anus (Gambar 4). A. woodiana
tidak mempunyai radula (bentuk seperti lidah atau kikir yang lentur, mengandung
suatu barisan dari deretan gigi yang tersusun secara transversal). Semua makanan
yang masuk ke dalam insang sudah disortir oleh palp (tonjolan berbentuk lebar dan
pipih). Makanan yang terbungkus lendir yang dihasilkan oleh permukaan insang,
selanjutnya masuk ke dalam mulut. Kemudian dari mulut makanan tersebut masuk ke
dalam lambung melalui esophagus. Lambung terbagi dua, bagian dorsal yang
berhubungan dengan esofagus dan kelenjar pencernaan, pada bagian ventral terdapat
suatu kantung crystalline style. Lambung berfungsi memisahkan makanan dari
gulungan lendir. Partikel makanan yang halus mula-mula dicerna dengan pepsin
untuk dilanjutkan dengan pencernaan intracellular. Kantung crystalline style
merupakan sumber pepsin (Suwignyo et al. 2005).
Dikemukakan lebih lanjut, bahwa makanan yang tidak dapat dicerna
disalurkan oleh minor typhosole ke usus. Usus biasanya panjang dan melingkarlingkar di sekitar bagian dalam kaki dan gonad. Rektum memanjang ke posterior
melalui bilik (ventricle) dan bagian dorsal otot adduktor posterior. Usus dan rektum
19
berfungsi menjadikan sisa pencernaan (feces) ke dalam bentuk pellet. Pelet dibuang
ke luar melalui sifon ekshalant di bagian dorsal.
Pertumbuhan Soft Tissue dan Cangkang
Menurut Anwar (2002), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan
pada ukuran atau jumlah materi tubuh pada periode waktu tertentu. Kualifikasi
ukuran untuk pertumbuhan dapat berupa panjang dan bobot (basah, kering atau abu).
Pertumbuhan kijing meliputi pertumbuhan daging dan cangkang (bobot kijing). Pada
dasarnya pertumbuhan dan pelapisan mutiara pada A. woodiana adalah pertumbuhan
bobot daging dan cangkangnya. Pertumbuhan bobot cangkang kijing dipengaruhi
oleh kandungan mineral makro dan mineral mikro, terutama fosfor dan nitrogen di
perairan. Perairan yang ideal bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang tingkat
kesuburannya oligotrofik. Pada perairan ini, biomassa fitoplankton sebesar 20-100
mg C m-3, Fosfor total sebesar < 1-5 μg l-1 dan Nitrogen total sebesar 1-250 μg l-1. A.
woodiana yang hidup di Danau Konin, Polandia, mengakumulasi fosfor dan kalsium
sebesar 60 g P m-3 tahun-1 dan 8 kg Ca m-3 tahun-1. Akumulasi kalsium di dalam 1 g
bobot kering jaringan lunak dan cangkang adalah sama, sedangkan kandungan fosfor
yang terdapat pada jaringan lunak kijing ini lebih besar daripada yang terdapat di
dalam cangkangnya (Krolak & Zdanowski 2007).
Laju pertumbuhan tercepat adalah pada tinggi cangkang atau pertumbuhan
yang sangat lambat terdapat pada ketebalan cangkang. Pengukuran dorso-ventral
merupakan indikator terbaik bagi pertumbuhan tinggi cangkang individu serta
ketebalannya yang bervariasi. Selain itu, struktur mikro dan komposisi asam amino
mempengaruhi pula pembentukan cangkang dan lapisan mutiara atau nacre (Anwar,
2002). Kandungan asam amino pada daging A. woodiana terdapat pada Tabel 4.
Kecepatan pertumbuhan daging tidak selalu seiring dengan kecepatan
pertumbuhan cangkang karena kedua pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor
yang berbeda. Pertumbuhan adalah hasil perkembangan yang harmonis dari organorgan, seperti cangkang, otot, jaringan adiposa, dan jaringan-jaringan perekat yang
merupakan komponen utama tubuh kijing. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu lingkungan, pakan, fisiologis, dan genetik. Faktor-faktor ini
20
bekerja secara simultan dalam mengontrol kecepatan tumbuh yang saling berinteraksi
sehingga proses pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. A. woodiana memiliki
pertumbuhan yang cepat ketika berukuran 2-5 cm sedangkan kijing yang berukuran
lebih dari 10 cm memiliki laju pertumbuhan yang lambat (Hakim 2007). Hal ini
disebabkan karena ketika mulai dewasa, makanan dan energi yang diperoleh sebagian
besar dipakai untuk kegiatan reproduksi (pematangan gonad). Selanjutnya dikatakan
bahwa kijing muda berukuran 35-45 mm lebih cepat pertumbuhannya daripada yang
berukuran 75-85 mm.
Tabel 4. Kandungan asam amino pada daging A. woodiana
(Cibalagung, Bogor).
Asam amino
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Fenilalanin
Tirosin
Treonin
Triptofan
Valin
Arginin
Histidin
Alanin
Asam aspartat
Asam glutamat
Glisin
Prolin
Serin
Sumber : Hartono (2006)
mg g-1 N
215
406
297
122
80
206
187
243
65
268
387
93
280
566
953
307
245
271
mg 100 g-1 bahan
230
434
318
131
86
220
200
260
70
287
414
100
300
606
1020
328
262
290
Secara umum, pertumbuhan kijing dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu
dan salinitas) dan ketersediaan pakan maupun kemampuan tubuh kijing (Anwar,
2002). Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kandungan asam amino di dalam
tubuh kijing. Perubahan suhu dan alkalinitas dapat mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan kijing. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg l-1 CaCO 3 .
21
Nilai alkalinitas yang baik pada perairan alami adalah 40 mg l-1 CaCO 3 (Effendi,
2003).
Proses Pembentukan Mutiara Secara Alami
Proses pembentukan mutiara menurut Strack (2006) merupakan mekanisme
pertahanan diri terhadap masuknya benda asing ke dalam rongga mantel agar tidak
membahayakan tubuh kijing.
A. Pembentukan Mutiara di dalam Mantel
Terdapat dua teori pembentukan mutiara round menurut Strack (2006), yaitu
teori irritant dan teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel. Penjelasan
dari kedua teori tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Teori irritant : mutiara terbentuk akibat masuknya cacing yang bisa merusak
mantel dan memasuki rongga mantel tanpa sengaja membawa bagian epithelium yang
ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel, maka
cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk pearl sack (kantung mutiara)
dan akhirnya terbentuklah mutiara.
(2) Teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel : partikel padat dapat
terperangkap di dalam tubuh kijing akibat dorongan air. Saat kijing ini tak bisa
mengeluarkannya, partikel inipun dapat masuk ke rongga mantel dan epithelium juga
ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga
terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan
nacre ke partikel padat tersebut. Proses terjadinya mutiara round secara alami
tercantum pada Gambar 9 (Suwignyo et al. 2005).
Menurut Anwar (2002), mutiara round terbentuk oleh intrusi sel epitel ke
dalam rongga mantel, di antara mantel dengan cangkang. Pada kondisi yang sesuai,
mantel dapat dicangkokkan ke dalam gonad untuk menghasilkan mutiara bulat.
Intrusi tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu ketika seekor ikan menggigit mantel
dan menyebabkan sel epitel masuk ke dalam rongga mantel sehingga membentuk
kantung mutiara.
22
epitel mantel
mantel
Gambar 9 Proses terjadinya mutira round (A). suatu parasit tertangkap di antara
cangkang dan epitel mantel; (B). parasit hampir seluruhnya terbungkus dalam
kantung yang terbentuk dari epitel mantel; (C). lapisan mutiara yang cukup tebal
telah menyelimuti parasit, hingga berbentuk sebutir mutiara, dan tidak
membahayakan tubuh kijing (Suwignyo et al. 2005).
Jika potongan mantel dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam,
maka sel epitel tersebut dapat memproduksi sel-sel epitel baru dan terus berkembang
di samping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi sel epitelium ialah
memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara. Mekanisme
pembentukan mutiara round secara alami tercantum pada Gambar 10.
Menurut Strack (2006), formasi dari mutiara bulat alami dijelaskan pada
Gambar 10-I sebagai berikut: (A) Suatu irritant terperangkap di antara mantel dan
cangkang bagian dalam dari tubuh kijing; (B) Sel epitel mulai membelah dan
berusaha membungkus irritant tersebut; (C) Irritant tersebut mulai terbungkus
seluruhnya oleh epitel sel dan bergerak di dalam mantel dan terbentuklah kantung sel
epitel yang disebut pearl sack; (D) Dari bagian luar ke bagian dalam, sel epitel dari
pearl sack mengeluarkan nacre dan conchiolin terhadap irritant dan mutiara mulai
tumbuh. Irisan vertikal mutiara bulat alami tercantum pada Gambar 10-II. Jika
irritant melekat pada cangkang, maka tidak terbentuk pearl sack dan sel epitel hanya
mendeposit nacre dan conchiolin pada irritant dan bagian dalam cangkang sehingga
terbentuk mutiara blister (Fengming et al. 2003).
23
A
B
nacre
D
C
I
irritant
II
Gambar 10 (I) Mekanisme pembentukan mutiara round secara alami
(II) irisan vertikal mutiara bulat alami (Strack, 2006).
B. Pembentukan Mutiara pada Cangkang
Pembentukan lapisan cangkang pada kijing
tercantum pada Gambar 11.
Permukaan dalam menghasilkan periostrakum, dan permukaan luarnya menghasilkan
lapisan kapur. Oleh karena itu lipatan luar ini merupakan bagian penghasil cangkang.
Antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian dalam terdapat rongga (kecuali
pada tempat melekatnya otot palial). Rongga ini berisi cairan ekstrapalial, yang
kemudian mengendap menjadi butiran-butiran kapur serta kerangka organiknya
(Brusca dan Brusca 2003).
Gambar 11
Proses pembentukan cangkang dalam tubuh A. woodiana (Brusca dan
Brusca 2003)
24
Menurut Winanto (2004), mutiara round maupun blister dapat diperoleh
dengan manipulasi artifisial dengan cara
implantasi. Kijing yang sehat dan
ukurannya sesuai, dapat digunakan untuk implantasi mutiara. Implantasi mutiara
blister lebih mudah dilakukan dibandingkan implantasi inti bulat karena tidak perlu
membuat sayatan pada gonad. Umumnya satu ekor tiram jenis Pinctada maxima
dapat dipasang 4 hingga 10 buah inti blister. Masa pemeliharaan mutiara blister untuk
P. maxima (Famili Pteridae) di Indonesia memerlukan waktu sekitar 9 hingga 11
bulan sedangkan masa pemeliharaan pada Pteria penguin (Famili Pteridae) selama
kurang lebih satu tahun. Inti blister ditempatkan pada cangkang yang posisinya
sedikit di sebelah atas otot adduktor. Dalam penempatan inti mutiara blister harus
diperhatikan jarak antara inti dengan otot. Perkiraan jarak tersebut bergantung pada
ukuran inti dan ketebalan lapisan yang dikehendaki. Perlu diperhitungkan
pertumbuhan otot adduktor, untuk mencegah agar inti tidak tertutup oleh
otot
tersebut.
Menurut Bueno et al. (2003), penempelan inti blister pada cangkang akan
menginduksi kijing untuk membentuk mutiara blister (Gambar 12). Inti berbentuk
setengah bulat dilekatkan dengan lem pada cangkang bagian dalam atau pada lapisan
nacre, tepatnya di antara cangkang dan mantel (A). Kemudian sel epitel bagian luar
akan mendeposit eksudat berupa conchiolin dan nacre pada inti blister, secara lebih
cepat dibandingkan dengan pemasukan inti di luar mantel secara alami (B). Nacre
dan conchiolin melapisi inti dan mutiara mulai tumbuh (C). Lapisan nacre semakin
tebal sehingga terbentuklah mutiara blister di sisi dalam cangkang kijing (D).
Epitelium
dalam
A
B
C
D
Jaringan penghubung
Inti blister
Epitelium luar
(mensekresikan nacre)
Cangkang
Mutiara blister
Gambar 12. Implantasi dan pelapisan mutiara blister (Bueno et al. 2003)
Adanya penambahan ukuran inti pada akhir pemeliharaan memperlihatkan
bahwa inti yang diimplankan di bawah mantel telah berhasil tumbuh walaupun sangat
25
lambat. Epitel mantel bagian luar secara langsung bertanggung jawab atas
pembentukan mutiara blister. Selanjutnya, mekanisme seluler mengisyaratkan bahwa
sekresi nacre telah terelusidasi seluruhnya. Kultur primer dari epitel mantel bagian
luar jaringan mantel bertujuan untuk mempelajari proses pembentukan mutiara (Barik
et al. 2004).
Secara fisiologis, A. woodiana mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
nacre dan kristal prismatik penghasil mutiara (Ram dan Gayatri 2003). Menurut
Rahman (2007) bahwa secara histologis, mantel merupakan selaput jaringan
penghubung yang dilindungi oleh sel-sel epitel, bagian yang bersentuhan dengan
cangkang disebut epitel luar. Selanjutnya dijelaskan bahwa sel-sel epitel luar ini
menghasilkan crystaline calcium carbonat (CaCO 3 ) dalam bentuk kristal aragonit
yang dikenal sebagai nacre, sedang komponen pembentuk lapisan prismatik adalah
kristal heksagonal kalsit. Selain itu sel-sel tersebut juga mengeluarkan zat organik
conchiolin (C 32 H 48 N 2 O 11 ) dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai
bahan perekat (Gambar 13).
Epidermis
Lapisan nacre
Lapisan prismatik
Periostrakum
Gambar 13 Komponen dari cangkang kijing dan lapisan nacre (Brusca dan Brusca
2003).
Menurut Winanto (2004), adanya inti yang menempel pada cangkang secara
otomatis akan terjadi pelapisan nacre yang menyebabkan terbentuknya lapisan
prismatik. Besar kecilnya mutiara setengah bulat yang terjadi akan sangat bergantung
pada ketebalan lapisan prismatik yang dihasilkan dan inti yang diimplankan.
Selanjutnya dikatakan, panen dan pascapanen mutiara setengah bulat dilakukan
26
dengan cara sebagai berikut: (1) cangkang dibuka sebagian dengan shell opener; (2)
otot adduktor dipotong dengan pisau; dan (3) cangkang dibuka dan daging
dikeluarkan, sehingga tinggal mutiara blister yang menempel pada cangkang.
Selanjutnya mutiara setengah bulat dapat diproses menjadi liontin kalung (pendant)
ataupun butiran mutiara setengah bulat (blister pearl). Proses pembuatan mutiara
blister adalah dengan memotong sangat dekat bagian sekeliling nacre yang melapisi
inti, kemudian melepaskan lapisan nacre yang tipis yang terbentuk di atas inti. Kubah
nacre tersebut kemudian diisi dengan resin khusus, ditutup dengan cangkang kijing
dan mabe dapat diperhalus, dibentuk seperti yang diinginkan serta dibuat mengkilap.
Pemutihan dan pengecatan bagian dalam kubah nacre juga sering dilakukan (Haws et
al. 2006). Irisan vertikal mutiara blister tercantum pada Gambar 14.
Gambar 14. Irisan vertikal mutiara blister (Haws et al. 2006).
Gerinda digunakan untuk menggergaji nacre yang menutupi inti mutiara
setengah bulat. Selanjutnya peralatan dan kertas pasir juga digunakan untuk
memperhalus dan mengkilapkan. Bagian belakang mutiara setengah bulat juga
diampelas untuk mengekspos kilau dan kilap bagian dalam cangkang kijing.
C. Proses Biologi Terbentuknya Mutiara
Pembentukan mutiara hasil budidaya membutuhkan campur tangan manusia
karena harus melakukan implantasi pada gonad dengan memasukan inti dan saibo
(irisan mantel kijing mutiara lain). Organ mantel ini diambil dari individu kijing
mutiara yang lain dan berperan sebagai donor. Inti dan irisan mantel ditempatkan di
dalam gonad kijing setelah sebelumnya dibuat irisan kecil pada dinding gonad, irisan
27
daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sack) dan nantinya akan
memproduksi nacre (Strack, 2006).
Proses pelapisan mutiara membutuhkan biomineralisasi yang rumit sehingga
sampai sekarang belum jelas diketahui, walaupun demikian telah banyak penelitian
dilakukan untuk mengungkap hal ini. Menurut Dwiponggo (1976), jika potongan
mantel yang diambil dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam (gonad),
maka sel epitel mantel tersebut dapat memproduksi sel-sel baru dan terus
berkembang disamping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi dari sel
epitel ialah memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara
(Wada 1991). Pada kondisi yang sesuai mantel dapat dicangkokkan ke dalam organ
lain (Mulyanto 1987).
Sel epitel luar dari mantel juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO 3 )
dalam bentuk kristal aragonit, lebih dikenal sebagai “nacre” atau mother of pearl dan
kristal kalsite yang merupakan pembentuk lapisan seperti lapisan prismatik pada
cangkang. Sel-sel ini juga mengeluarkan zat organik dan protein yang disebut
conchiolin (C 32 H 48 N 2 O 11 ), dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai
perekat dan seperti lendir (Cahn 1949 ; Anwar 2002). Proses selanjutnya memerlukan
kontrol bahan-bahan inorganik seperti kalsium dan karbonat oleh hormon serta
enzim.
Download