TINJAUAN PUSTAKA Sistematika, Distribusi, Potensi Ekologi dan Ekonomi Kijing Air Tawar Anodonta woodiana Kijing famili Unionidae adalah moluska bivalva akuatik yang dikenal sebagai kijing air tawar. Famili ini tersebar di seluruh benua dan terdapat paling beragam di Amerika Utara. Terdapat 18 genera di dalam famili Unionidae, di antaranya adalah genus Anodonta. Beberapa spesies yang termasuk di dalam genus Anodonta adalah A. calypigos, A. complinata, A. grandis, A. suborbiculata, A. imbecilis, A. cygnea, A. anatina, A. californiensis dan A. woodiana. Klasifikasi Anodonta sp. menurut Brusca dan Brusca (2003) adalah sebagai berikut: Filum Klas Sub Klas Super Ordo Sub Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : : : : : : : : : Mollusca Bivalvia Lamellibranchia Eulamellibranchia Unionidea Unionidae Unioninae Anodonta Anodonta sp. A. woodiana Gambar 3 Bentuk dan struktur A. woodiana. Di Indonesia, A. woodiana merupakan alien spesies dari Taiwan sejak tahun 1971 dan sudah lama dikenal penduduk serta memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang besar (Hamidah 2006). A. woodiana merupakan salah satu sumber protein hewani, dengan kandungan nutrisi yang baik tercantum pada Tabel 1 (Hartono 2007). Bagian tubuh kijing ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan obat penyakit kuning. Cangkangnya sebagai bahan industri kancing dan penghasil mutiara air tawar (Suwignyo et al. 2005). Kijing ini mempunyai peran ekologis karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena bersifat filter feeder. Menurut Komarawijaya & Arman (2007) kijing jenis ini mampu menyerap kandungan total padatan tersuspensi (TSS) sebesar 62,52% dan total padatan terlarut (TDS) sebesar 37,07%. 10 Tabel 1 Kandungan zat gizi A. woodiana per 100 g tubuh kijing Zat gizi Lokasi Air (g) Abu (g) Lemak (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (μg) Karoten (μg) Vitamin B1 (μg) Vitamin C (mg) Kalori (kkal) Sumber: Hartono (2007) Cibalagung 87 1,6 0,78 7,37 3,3 366 308 31,02 115 877 100 0 50 Kebun Raya 85,1 1,5 0,64 7,31 5,5 374 261 35,85 112 898 70 0 57 Hasil penelitian Krolak & Zdanowski (2001) menunjukkan bahwa A. woodiana memiliki kemampuan sebagai bioakumulator sehingga dapat mengurangi kadar logam berat di Danau Konin, Polandia. Kijing yang dipelajari adalah A. woodiana yang hidup di dalam saluran pembuangan pembangkit tenaga listrik Patnow. Konsentrasi logam berat terutama Cu, Zn, Pb dan Cd di dalam tubuh kijing ini, lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di dalam waduk air tawar yang tidak terpolusi oleh debu yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik tersebut. Kandungan Cu, Zn, Pb, dan Cd di dalam tubuh A. woodiana di dalam saluran pembuangan berturut-turut 0,12 g m-3; 1,8 g m-3; 750 mg m-3, dan 1,3 mg m-3, sedangkan yang terdapat di dalam waduk air tawar yaitu: 0,9 g m-3; 0,3 g m-3; 13 mg m-3, dan 0,4 mg m-3. Struktur Anatomis dan Histologis A. woodiana Menurut Suwignyo et al. (2005), secara morfologis tubuh kijing Anodonta sp. adalah pipih lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal melalui hinge ligament yaitu semacam pita elastik yang terdiri atas bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin). Hinge ligament ini bersambungan dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian 11 dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor anterior dan sebuah otot adduktor posterior. Kedua otot ini bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot adduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka. Demikian pula sebaliknya, bila otot adduktor berkontraksi dan ligamen rileks maka kedua cangkang akan tertutup. Hewan ini memiliki tipe insang eulamellibranchia (pertautan antar filamen menjadi permanen, dengan adanya jaringan, sehingga jajaran filamen membentuk suatu lembaran selaput yang berlubang-lubang atau ostia). Struktur bagian dalam dan irisan vertikal tubuh A. woodiana terdapat pada Gambar 4. A B Gambar 4 Struktur anatomis A. woodiana. (A). Struktur organ dalam setelah menyingkirkan cangkang atas (B). Irisan vertikal tubuh kijing (Suwignyo, S. et al. 2005). Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel di sisi kiri dan kanan. Di ujung posterior terdapat dua sifon, yaitu sifon inkuren untuk memasukkan air dan sifon ekskuren untuk mengeluarkan air. Terdapat otot-otot adduktor (anterior dan posterior) yang berfungsi untuk menutup cangkang, otot protraktor untuk menjulurkan kaki dan otot retraktor untuk menarik kaki. Kaki berbentuk pipih, yang terletak di bagian antroventral tubuh. Proses respirasi berlangsung di dalam insang yang berjumlah 12 empat buah (sepasang pada tiap sisi cangkang). Insang luar sebagian atau seluruhnya berhubungan dengan mantel. Insang luar kijing Unionidae berfungsi sebagai marsupia untuk mengerami telur hasil fertilisasi sampai terbentuk larva glokidia yang matang. Mantel pada A. woodiana berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan dalam, tengah, dan luar. Lipatan dalam adalah yang paling tebal, dan lipatan ini berisi otot radial dan otot melingkar. Lipatan tengah mengandung alat indera. Lipatan luar terbagi dua, yaitu permukaan dalam dan permukaan luar (Gambar 5). Gambar 5 Irisan vertikal cangkang dan mantel A. woodiana (Brusca dan Brusca 2003) Siklus Hidup A. woodiana Sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma akan menetas menjadi glokidia. Glokidia ini akan keluar dari induknya dengan cara meninggalkan insang melalui rongga suprabrankial dan sifon inhalant. Glokidia ini selanjutnya akan jatuh ke dasar perairan atau terbawa arus air. Bila ada ikan berenang dekat dasar perairan, maka glokidia akan menempelkan kaitnya pada sirip ikan atau bagian permukaan tubuh ikan. Tiap jenis kijing muda mempunyai satu atau beberapa jenis ikan sebagai induk semangnya. Menurut Rheichard et al. (2006), ikan kelompok Cyprinidae merupakan inang yang baik bagi A. woodiana karena memiliki hubungan simbiosis mutualisma (saling menguntungkan). Glokidia kijing membutuhkan inang sebagai tempat menempel untuk pertumbuhannya, sedangkan ikan menggunakan glokidia sebagai foster parents (orangtua asuh) yang membantu perkembangan embrio mereka. Daur hidup A. woodiana tercantum pada Gambar 6. 13 Ikan inang Glokidia pada insang Juvenil Siklus Hidup Kijing Sperma Glokidia Fertilisasi Dewasa Gambar 6 Diagram daur hidup Anodonta woodiana (Rahayu et al. 2009). Menurut Suwignyo et al. (2005), penempelan glokidia menimbulkan reaksi inang dengan tumbuhnya jaringan sekitar parasit dan membentuk siste (cyst). Larva glokidia di dalam siste hidup sebagai parasit, dengan mantelnya yang berisi phagocyte memakan jaringan tubuh inang untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis Unionidae memiliki sifat parasit spesifik terhadap satu macam ikan inang (Smith, 2001). Selama periode parasit antara 10 sampai 30 hari terjadi metamorfosa menjadi anak kijing. Akhirnya anak kijing keluar dari siste, jatuh ke dasar perairan dan hidup di dasar perairan berlumpur dan berkembang menjadi dewasa. Pendapat ini berbeda dari hasil penelitian Reichard et al. (2006) tersebut di atas. Oleh karena itu, interaksi antara glokidia kijing dan inangnya selain bersifat simbiosis mutualisma juga dapat bersifat parasitisme. Glokidia (Gambar 7A) melekat pada insang ikan inang (Gambar 7B) dan encyst, yaitu glokidia dalam filamen insang ikan (Gambar 7C). Kira-kira 3 minggu glokidia-glokidia tersebut jatuh dari insang dan menetap di dasar dan berubah menjadi juvenil. Juvenil tersebut panjangnya mendekati 0.75 mm (Gambar 7D). 14 A B C D 0,75 mm Gambar 7 Transformasi dari glokidia menjadi kijing muda (Rahayu et al., 2009). Reproduksi A. woodiana Menurut Suwignyo et al. (2005), Unionidae umumnya dioecious, mempunyai sepasang gonad yang terletak berdampingan dengan usus. Beberapa di antaranya termasuk kijing yang berkelamin ganda, tetapi tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri (hermaprodit sinkroni). Saat masih muda, jenis kelamin kijing dapat dibedakan berdasarkan ukuran cangkangnya. Ukuran cangkang betina lebih tebal daripada jantannya. Namun pada saat kijing mencapai usia dewasa maka dapat dibedakan dengan cara melihat gonadnya, yaitu berwarna merah (berisi telur) pada betina dan putih (berisi sperma) pada jantannya. Kijing famili ini tidak mengalami kopulasi karena fertilisasi bersifat eksternal. Kijing betina matang gonad setelah berumur 6 bulan (Hakim, 2007). Kijing betina yang dalam kondisi stadium matang gonad akan mengeluarkan telurnya ke dalam lembaran insang. Pada subklas lamellibranchia, gonoduct bermuara dalam rongga suprabrankial (Gambar 4). Kemudian kijing jantan yang berada di dekatnya akan melepaskan sperma. Pembuahan terjadi dalam ruang suprabrankial. Sperma dibawa aliran air masuk melalui sifon inhalant dan bersatu dengan sel telur. Di daerah tropis, temperatur air tidak terlalu berpengaruh pada gametogenesis, terutama aktivitas spermatogenesis pada kijing jantan. Aktivitas gametogenesis dapat berlangsung sepanjang tahun. Menurut Suwignyo et al. (2005), A. woodiana mudah dikembangbiakkan. Kijing ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi karena 15 dapat berkembang biak lebih dari sekali dalam setahun. Anodonta woodiana di Taiwan hanya memijah pada musim panas, namun di Indonesia jenis ini memijah setiap saat sepanjang tahun dan tiap pemijahan mampu menghasilkan telur 317.287– 371.779 butir (Rahayu et al. 2009). Viabilitas telur hingga dibuahi menjadi glokidia relatif tinggi, yaitu dapat mencapai 90%. Hal ini disebabkan karena pembuahan terjadi di dalam insang kijing betina, sehingga aman dari gangguan yang berasal dari lingkungannya. Kualitas Air Kolam Pemeliharaan Kijing A. woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24-29oC (Suwignyo et al. 2005). Kijing Unionidae menyukai perairan yang dangkal dengan kedalaman kurang dari dua meter (Smith 2001). Menurut Dan dan Ruobo (2002) secara umum kondisi yang baik untuk pertumbuhan kijing mutiara air tawar di daerah Jiangsu, Cina, adalah perairan yang mengandung oksigen terlarut (DO) rata-rata ≥ 3 ppm, dengan nilai pH 7 – 8 dan temperatur antara 15 – 250C. Di Indonesia, menurut Suwignyo et al. (2005), lingkungan perairan yang optimum untuk kehidupan A. woodiana adalah perairan dengan pH 6,0 - 7,6 serta kandungan oksigen terlarut (DO) 3,8 - 12,5 mg l-1 . Berdasarkan penjelasan di atas, kisaran kualitas fisika dan kimia air yang ideal bagi kijing famili Unionidae terangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Kisaran kualitas fisika dan kimia air yang ideal bagi kijing famili Unionidae Parameter Suhu (oC) pH DO (ppm) Alkalinitas (mg/l CaCO 3 ) BOD (mg/l) Kisaran ideal 24 - 29 6,0 - 7,6 3,8 - 12,5 0,1 - 10 0 - 1,3 mg/l Pustaka Suwignyo et al. (2005) Suwignyo et al. (2005) Suwignyo et al. (2005) Oliver (2000) Oliver (2000) Ditambahkan oleh Skinner et al. (2003) bahwa di Sungai Nore, Irlandia, pertumbuhan optimal kijing famili Margaritiferidae dan Unionidae pada kondisi perairan oligotrofik (walaupun jumlahnya sedikit, namun jenis fitoplankton di daerah limnetik merupakan pakan yang sesuai bagi kijing tersebut). Ciri-cirinya adalah 16 berair jernih, subtrat pasir berbatu dengan kedalaman optimum 30 – 40 cm dan konduksi aliran air kurang dari 100 μS cm-1. Terdapat korelasi erat antara kedalaman air dan bentuk cangkang kijing. Obesitas cangkang (nisbah lebar cangkang terhadap panjang cangkang) pada Elliptio complanata semakin rendah dengan meningkatnya kedalaman air. Artinya adalah semakin dalam habitatnya, maka semakin rendah obesitas cangkang kijing tersebut. Kebutuhan oksigen biologi (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme untuk melakukan oksidasi senyawa-senyawa organik. Menurut Oliver (2000), pertumbuhan kijing famili Unionidae yang baik pada perairan dengan nilai BOD antara 0 hingga 1,3 mg l-1 . Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi yang ideal dan baik bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang memiliki konsentrasi kalsium di perairan pada kisaran 0,1 - 10 CaCO 3 . Sebagian besar senyawa kalsium yang membentuk cangkang larva berasal dari induk, hanya sebagian kecil saja yang diambil langsung dari lingkungan. Selama masa pengeraman larva dalam marsupia induk, berlangsung penyaluran kalsium dari induk ke larva. Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan Anodonta woodiana biasanya hidup pada substrat dasar-sungai, pada areal lumpur yang didominasi pasir (pasir berlumpur). Kondisi ini sesuai dengan namanya mudflat mussel). Adanya pasir akan meningkatkan pertukaran massa air dan tersedianya oksigen sehingga baik bagi pertumbuhan dan kehidupan kijing (Suwignyo 2005). Terdapat korelasi erat antara jenis substrat dan cangkang kijing Unionidae (Smith 2001). Kijing di perairan mengalir dengan substrat pasir yang berstruktur longgar, membutuhkan cangkang yang tebal dan besar untuk mempertahankan posisinya. Sebaliknya, kijing di perairan tenang dan bersubstrat lumpur membutuhkan cangkang yang kecil dan tipis agar tidak tenggelam dalam lumpur. Faktor ini diduga mempengaruhi besar atau kecilnya ukuran kijing. Karakteristik ukuran partikel substrat habitat kijing A. woodiana tercantum dalam Tabel 3. Dari data tersebut tampaknya lokasi Situ Taman Gadog merupakan 17 habitat paling baik bagi pertumbuhannya, karena mengandung persentase pasir dan lumpur yang seimbang (44,67% dan 48%). Tabel 3. Karakteristik ukuran partikel substrat dari habitat kijing A. woodiana. Lokasi Persentase rataan ukuran partikel (%) Lumpur Liat Pasir Situ Cikaret 47,33 34,67 18 Situ Cilala 42,70 34,63 22,67 Situ Tonjong 42,71 27,12 30,16 Situ Taman Gadog*) 44,67 7,33 48 Kebun Raya Bogor 27 8,33 65,67 Sumber : Prihatini (1999) Rataan kepadatan populasi (ind m-2) Inlet Tengah Outlet 0,22 2,11 3,89 0,67 1,44 2,00 0 0,22 0 1,89 4,56 5,67 2,56 0,89 3,22 Menurut segitiga Millar (Brower et al. 1990), substrat di sungai Situ Taman Cigadog termasuk dalam loamy (Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Clay Percent (%) Clay Silty clay Sandy clay Clay loam Sandy clay loam Sandy loam Percent (%) Silt Loam Silty clay loam Silt loam Loamy Sand sand Silt Percent (%) Sand Gambar 8. Penentuan jenis substrat menurut segitiga Millar (Brower et al. 1990) 18 sungai di Situ Taman Cigadog, dengan kandungan pasirnya 45-50% dan liatnya < 10%. Menurut Suwignyo (2005) A. woodiana menyukai lingkungan yang didominasi oleh “pasir berlumpur”. Berdasarkan segitiga Millar, istilah “pasir berlumpur” menurut Suwignyo (2005) adalah tepat karena kandungan pasirnya 70-90% dan liatnya 10-20%. Selanjutnya dikatakan bahwa karakteristik ukuran partikel substrat dari habitat kijing A. woodiana yang baik bagi pertumbuhannya adalah debu 27%, liat 8,33% dan pasir 65,67%. Pakan dan Cara Makan Kijing merupakan hewan filter feeder, makanan diperoleh dengan cara menyaring makanannya dengan menggunakan insang yang berlubang-lubang. Menurut Smith (2001) kijing memakan zooplankton, fitoplankton dan detritus. Namun demikian, makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton. Saluran pencernaannya terdiri atas mulut, esophagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rektum, dan anus (Gambar 4). A. woodiana tidak mempunyai radula (bentuk seperti lidah atau kikir yang lentur, mengandung suatu barisan dari deretan gigi yang tersusun secara transversal). Semua makanan yang masuk ke dalam insang sudah disortir oleh palp (tonjolan berbentuk lebar dan pipih). Makanan yang terbungkus lendir yang dihasilkan oleh permukaan insang, selanjutnya masuk ke dalam mulut. Kemudian dari mulut makanan tersebut masuk ke dalam lambung melalui esophagus. Lambung terbagi dua, bagian dorsal yang berhubungan dengan esofagus dan kelenjar pencernaan, pada bagian ventral terdapat suatu kantung crystalline style. Lambung berfungsi memisahkan makanan dari gulungan lendir. Partikel makanan yang halus mula-mula dicerna dengan pepsin untuk dilanjutkan dengan pencernaan intracellular. Kantung crystalline style merupakan sumber pepsin (Suwignyo et al. 2005). Dikemukakan lebih lanjut, bahwa makanan yang tidak dapat dicerna disalurkan oleh minor typhosole ke usus. Usus biasanya panjang dan melingkarlingkar di sekitar bagian dalam kaki dan gonad. Rektum memanjang ke posterior melalui bilik (ventricle) dan bagian dorsal otot adduktor posterior. Usus dan rektum 19 berfungsi menjadikan sisa pencernaan (feces) ke dalam bentuk pellet. Pelet dibuang ke luar melalui sifon ekshalant di bagian dorsal. Pertumbuhan Soft Tissue dan Cangkang Menurut Anwar (2002), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan pada ukuran atau jumlah materi tubuh pada periode waktu tertentu. Kualifikasi ukuran untuk pertumbuhan dapat berupa panjang dan bobot (basah, kering atau abu). Pertumbuhan kijing meliputi pertumbuhan daging dan cangkang (bobot kijing). Pada dasarnya pertumbuhan dan pelapisan mutiara pada A. woodiana adalah pertumbuhan bobot daging dan cangkangnya. Pertumbuhan bobot cangkang kijing dipengaruhi oleh kandungan mineral makro dan mineral mikro, terutama fosfor dan nitrogen di perairan. Perairan yang ideal bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang tingkat kesuburannya oligotrofik. Pada perairan ini, biomassa fitoplankton sebesar 20-100 mg C m-3, Fosfor total sebesar < 1-5 μg l-1 dan Nitrogen total sebesar 1-250 μg l-1. A. woodiana yang hidup di Danau Konin, Polandia, mengakumulasi fosfor dan kalsium sebesar 60 g P m-3 tahun-1 dan 8 kg Ca m-3 tahun-1. Akumulasi kalsium di dalam 1 g bobot kering jaringan lunak dan cangkang adalah sama, sedangkan kandungan fosfor yang terdapat pada jaringan lunak kijing ini lebih besar daripada yang terdapat di dalam cangkangnya (Krolak & Zdanowski 2007). Laju pertumbuhan tercepat adalah pada tinggi cangkang atau pertumbuhan yang sangat lambat terdapat pada ketebalan cangkang. Pengukuran dorso-ventral merupakan indikator terbaik bagi pertumbuhan tinggi cangkang individu serta ketebalannya yang bervariasi. Selain itu, struktur mikro dan komposisi asam amino mempengaruhi pula pembentukan cangkang dan lapisan mutiara atau nacre (Anwar, 2002). Kandungan asam amino pada daging A. woodiana terdapat pada Tabel 4. Kecepatan pertumbuhan daging tidak selalu seiring dengan kecepatan pertumbuhan cangkang karena kedua pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Pertumbuhan adalah hasil perkembangan yang harmonis dari organorgan, seperti cangkang, otot, jaringan adiposa, dan jaringan-jaringan perekat yang merupakan komponen utama tubuh kijing. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lingkungan, pakan, fisiologis, dan genetik. Faktor-faktor ini 20 bekerja secara simultan dalam mengontrol kecepatan tumbuh yang saling berinteraksi sehingga proses pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. A. woodiana memiliki pertumbuhan yang cepat ketika berukuran 2-5 cm sedangkan kijing yang berukuran lebih dari 10 cm memiliki laju pertumbuhan yang lambat (Hakim 2007). Hal ini disebabkan karena ketika mulai dewasa, makanan dan energi yang diperoleh sebagian besar dipakai untuk kegiatan reproduksi (pematangan gonad). Selanjutnya dikatakan bahwa kijing muda berukuran 35-45 mm lebih cepat pertumbuhannya daripada yang berukuran 75-85 mm. Tabel 4. Kandungan asam amino pada daging A. woodiana (Cibalagung, Bogor). Asam amino Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin Sumber : Hartono (2006) mg g-1 N 215 406 297 122 80 206 187 243 65 268 387 93 280 566 953 307 245 271 mg 100 g-1 bahan 230 434 318 131 86 220 200 260 70 287 414 100 300 606 1020 328 262 290 Secara umum, pertumbuhan kijing dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu dan salinitas) dan ketersediaan pakan maupun kemampuan tubuh kijing (Anwar, 2002). Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kandungan asam amino di dalam tubuh kijing. Perubahan suhu dan alkalinitas dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kijing. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg l-1 CaCO 3 . 21 Nilai alkalinitas yang baik pada perairan alami adalah 40 mg l-1 CaCO 3 (Effendi, 2003). Proses Pembentukan Mutiara Secara Alami Proses pembentukan mutiara menurut Strack (2006) merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap masuknya benda asing ke dalam rongga mantel agar tidak membahayakan tubuh kijing. A. Pembentukan Mutiara di dalam Mantel Terdapat dua teori pembentukan mutiara round menurut Strack (2006), yaitu teori irritant dan teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel. Penjelasan dari kedua teori tersebut adalah sebagai berikut: (1). Teori irritant : mutiara terbentuk akibat masuknya cacing yang bisa merusak mantel dan memasuki rongga mantel tanpa sengaja membawa bagian epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel, maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk pearl sack (kantung mutiara) dan akhirnya terbentuklah mutiara. (2) Teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel : partikel padat dapat terperangkap di dalam tubuh kijing akibat dorongan air. Saat kijing ini tak bisa mengeluarkannya, partikel inipun dapat masuk ke rongga mantel dan epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan nacre ke partikel padat tersebut. Proses terjadinya mutiara round secara alami tercantum pada Gambar 9 (Suwignyo et al. 2005). Menurut Anwar (2002), mutiara round terbentuk oleh intrusi sel epitel ke dalam rongga mantel, di antara mantel dengan cangkang. Pada kondisi yang sesuai, mantel dapat dicangkokkan ke dalam gonad untuk menghasilkan mutiara bulat. Intrusi tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu ketika seekor ikan menggigit mantel dan menyebabkan sel epitel masuk ke dalam rongga mantel sehingga membentuk kantung mutiara. 22 epitel mantel mantel Gambar 9 Proses terjadinya mutira round (A). suatu parasit tertangkap di antara cangkang dan epitel mantel; (B). parasit hampir seluruhnya terbungkus dalam kantung yang terbentuk dari epitel mantel; (C). lapisan mutiara yang cukup tebal telah menyelimuti parasit, hingga berbentuk sebutir mutiara, dan tidak membahayakan tubuh kijing (Suwignyo et al. 2005). Jika potongan mantel dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam, maka sel epitel tersebut dapat memproduksi sel-sel epitel baru dan terus berkembang di samping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi sel epitelium ialah memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara. Mekanisme pembentukan mutiara round secara alami tercantum pada Gambar 10. Menurut Strack (2006), formasi dari mutiara bulat alami dijelaskan pada Gambar 10-I sebagai berikut: (A) Suatu irritant terperangkap di antara mantel dan cangkang bagian dalam dari tubuh kijing; (B) Sel epitel mulai membelah dan berusaha membungkus irritant tersebut; (C) Irritant tersebut mulai terbungkus seluruhnya oleh epitel sel dan bergerak di dalam mantel dan terbentuklah kantung sel epitel yang disebut pearl sack; (D) Dari bagian luar ke bagian dalam, sel epitel dari pearl sack mengeluarkan nacre dan conchiolin terhadap irritant dan mutiara mulai tumbuh. Irisan vertikal mutiara bulat alami tercantum pada Gambar 10-II. Jika irritant melekat pada cangkang, maka tidak terbentuk pearl sack dan sel epitel hanya mendeposit nacre dan conchiolin pada irritant dan bagian dalam cangkang sehingga terbentuk mutiara blister (Fengming et al. 2003). 23 A B nacre D C I irritant II Gambar 10 (I) Mekanisme pembentukan mutiara round secara alami (II) irisan vertikal mutiara bulat alami (Strack, 2006). B. Pembentukan Mutiara pada Cangkang Pembentukan lapisan cangkang pada kijing tercantum pada Gambar 11. Permukaan dalam menghasilkan periostrakum, dan permukaan luarnya menghasilkan lapisan kapur. Oleh karena itu lipatan luar ini merupakan bagian penghasil cangkang. Antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian dalam terdapat rongga (kecuali pada tempat melekatnya otot palial). Rongga ini berisi cairan ekstrapalial, yang kemudian mengendap menjadi butiran-butiran kapur serta kerangka organiknya (Brusca dan Brusca 2003). Gambar 11 Proses pembentukan cangkang dalam tubuh A. woodiana (Brusca dan Brusca 2003) 24 Menurut Winanto (2004), mutiara round maupun blister dapat diperoleh dengan manipulasi artifisial dengan cara implantasi. Kijing yang sehat dan ukurannya sesuai, dapat digunakan untuk implantasi mutiara. Implantasi mutiara blister lebih mudah dilakukan dibandingkan implantasi inti bulat karena tidak perlu membuat sayatan pada gonad. Umumnya satu ekor tiram jenis Pinctada maxima dapat dipasang 4 hingga 10 buah inti blister. Masa pemeliharaan mutiara blister untuk P. maxima (Famili Pteridae) di Indonesia memerlukan waktu sekitar 9 hingga 11 bulan sedangkan masa pemeliharaan pada Pteria penguin (Famili Pteridae) selama kurang lebih satu tahun. Inti blister ditempatkan pada cangkang yang posisinya sedikit di sebelah atas otot adduktor. Dalam penempatan inti mutiara blister harus diperhatikan jarak antara inti dengan otot. Perkiraan jarak tersebut bergantung pada ukuran inti dan ketebalan lapisan yang dikehendaki. Perlu diperhitungkan pertumbuhan otot adduktor, untuk mencegah agar inti tidak tertutup oleh otot tersebut. Menurut Bueno et al. (2003), penempelan inti blister pada cangkang akan menginduksi kijing untuk membentuk mutiara blister (Gambar 12). Inti berbentuk setengah bulat dilekatkan dengan lem pada cangkang bagian dalam atau pada lapisan nacre, tepatnya di antara cangkang dan mantel (A). Kemudian sel epitel bagian luar akan mendeposit eksudat berupa conchiolin dan nacre pada inti blister, secara lebih cepat dibandingkan dengan pemasukan inti di luar mantel secara alami (B). Nacre dan conchiolin melapisi inti dan mutiara mulai tumbuh (C). Lapisan nacre semakin tebal sehingga terbentuklah mutiara blister di sisi dalam cangkang kijing (D). Epitelium dalam A B C D Jaringan penghubung Inti blister Epitelium luar (mensekresikan nacre) Cangkang Mutiara blister Gambar 12. Implantasi dan pelapisan mutiara blister (Bueno et al. 2003) Adanya penambahan ukuran inti pada akhir pemeliharaan memperlihatkan bahwa inti yang diimplankan di bawah mantel telah berhasil tumbuh walaupun sangat 25 lambat. Epitel mantel bagian luar secara langsung bertanggung jawab atas pembentukan mutiara blister. Selanjutnya, mekanisme seluler mengisyaratkan bahwa sekresi nacre telah terelusidasi seluruhnya. Kultur primer dari epitel mantel bagian luar jaringan mantel bertujuan untuk mempelajari proses pembentukan mutiara (Barik et al. 2004). Secara fisiologis, A. woodiana mempunyai kemampuan untuk menghasilkan nacre dan kristal prismatik penghasil mutiara (Ram dan Gayatri 2003). Menurut Rahman (2007) bahwa secara histologis, mantel merupakan selaput jaringan penghubung yang dilindungi oleh sel-sel epitel, bagian yang bersentuhan dengan cangkang disebut epitel luar. Selanjutnya dijelaskan bahwa sel-sel epitel luar ini menghasilkan crystaline calcium carbonat (CaCO 3 ) dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal sebagai nacre, sedang komponen pembentuk lapisan prismatik adalah kristal heksagonal kalsit. Selain itu sel-sel tersebut juga mengeluarkan zat organik conchiolin (C 32 H 48 N 2 O 11 ) dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai bahan perekat (Gambar 13). Epidermis Lapisan nacre Lapisan prismatik Periostrakum Gambar 13 Komponen dari cangkang kijing dan lapisan nacre (Brusca dan Brusca 2003). Menurut Winanto (2004), adanya inti yang menempel pada cangkang secara otomatis akan terjadi pelapisan nacre yang menyebabkan terbentuknya lapisan prismatik. Besar kecilnya mutiara setengah bulat yang terjadi akan sangat bergantung pada ketebalan lapisan prismatik yang dihasilkan dan inti yang diimplankan. Selanjutnya dikatakan, panen dan pascapanen mutiara setengah bulat dilakukan 26 dengan cara sebagai berikut: (1) cangkang dibuka sebagian dengan shell opener; (2) otot adduktor dipotong dengan pisau; dan (3) cangkang dibuka dan daging dikeluarkan, sehingga tinggal mutiara blister yang menempel pada cangkang. Selanjutnya mutiara setengah bulat dapat diproses menjadi liontin kalung (pendant) ataupun butiran mutiara setengah bulat (blister pearl). Proses pembuatan mutiara blister adalah dengan memotong sangat dekat bagian sekeliling nacre yang melapisi inti, kemudian melepaskan lapisan nacre yang tipis yang terbentuk di atas inti. Kubah nacre tersebut kemudian diisi dengan resin khusus, ditutup dengan cangkang kijing dan mabe dapat diperhalus, dibentuk seperti yang diinginkan serta dibuat mengkilap. Pemutihan dan pengecatan bagian dalam kubah nacre juga sering dilakukan (Haws et al. 2006). Irisan vertikal mutiara blister tercantum pada Gambar 14. Gambar 14. Irisan vertikal mutiara blister (Haws et al. 2006). Gerinda digunakan untuk menggergaji nacre yang menutupi inti mutiara setengah bulat. Selanjutnya peralatan dan kertas pasir juga digunakan untuk memperhalus dan mengkilapkan. Bagian belakang mutiara setengah bulat juga diampelas untuk mengekspos kilau dan kilap bagian dalam cangkang kijing. C. Proses Biologi Terbentuknya Mutiara Pembentukan mutiara hasil budidaya membutuhkan campur tangan manusia karena harus melakukan implantasi pada gonad dengan memasukan inti dan saibo (irisan mantel kijing mutiara lain). Organ mantel ini diambil dari individu kijing mutiara yang lain dan berperan sebagai donor. Inti dan irisan mantel ditempatkan di dalam gonad kijing setelah sebelumnya dibuat irisan kecil pada dinding gonad, irisan 27 daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sack) dan nantinya akan memproduksi nacre (Strack, 2006). Proses pelapisan mutiara membutuhkan biomineralisasi yang rumit sehingga sampai sekarang belum jelas diketahui, walaupun demikian telah banyak penelitian dilakukan untuk mengungkap hal ini. Menurut Dwiponggo (1976), jika potongan mantel yang diambil dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam (gonad), maka sel epitel mantel tersebut dapat memproduksi sel-sel baru dan terus berkembang disamping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi dari sel epitel ialah memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara (Wada 1991). Pada kondisi yang sesuai mantel dapat dicangkokkan ke dalam organ lain (Mulyanto 1987). Sel epitel luar dari mantel juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO 3 ) dalam bentuk kristal aragonit, lebih dikenal sebagai “nacre” atau mother of pearl dan kristal kalsite yang merupakan pembentuk lapisan seperti lapisan prismatik pada cangkang. Sel-sel ini juga mengeluarkan zat organik dan protein yang disebut conchiolin (C 32 H 48 N 2 O 11 ), dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai perekat dan seperti lendir (Cahn 1949 ; Anwar 2002). Proses selanjutnya memerlukan kontrol bahan-bahan inorganik seperti kalsium dan karbonat oleh hormon serta enzim.