1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan
keanekaragaman hayati
tertinggi kedua setelah Brazilia. Meskipun memiliki kekayaan alam yang
melimpah, Indonesia masih terancam krisis pangan. Hal ini ditunjukkan dengan
impor beras yang justru semakin meningkat sehingga mengurangi devisa negara
(Supriyono 2008). Kekayaan sumber daya alam Indonesia belum dapat menjamin
kesejahteraan rakyat. Upaya diversifikasi sebagai pola penciptaan kemandirian
pangan harus segera dilakukan guna mengurangi permasalahan di subsektor
tanaman padi (Nurmiyati et al 2010).
Peningkatan produksi pangan dapat
ditempuh dengan cara pengembangan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati
yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimum. Salah satu keanekaragaman
tanaman pangan yang memiliki potensi untuk dikembangkan, adalah ubi jalar.
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu tanaman
pangan yang mempunyai gizi yang tinggi, bahkan di daerah tertentu khususnya
bagian timur Indonesia dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat. Tanaman
ini diduga berasal dari Benua Amerika dan menyebar ke seluruh dunia terutama
negara-negara beriklim tropis kurang lebih pada abad ke 16. Orang-orang Spanyol
menyebarkannya ke kawasan Asia terutama Pilipina, Jepang dan Indonesia. Cina
merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai ± 85% dari yang dihasilkan
dunia (Rubatzky dan Mas Yamaguchi 1998). Plasma nutfah (sumber genetik)
tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000
jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para peneliti. Di beberapa
daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok
(Trisnawati et al 2004).
Ubi jalar (Ipomea batatas L.) merupakan tanaman sebagai sumber
karbohidrat, vitamin A, C dan Mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Selain sebagai sumber bahan pangan, ubi jalar juga merupakan sumber
bahan baku industri dan pakan ternak (Sarwono 2011). Ubi jalar menduduki
peringkat ke sembilan di antara tanaman pangan di dunia. Tanaman ini merupakan
1
2
sumber karbohidrat penting selain padi, jagung, sagu, dan umbi-umbian lainnya
(Sarwono 2005). Produksi ubi jalar di Indonesia masih sangat rendah, di tingkat
petani baru mencapai 10 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian ubi jalar mampu
memberikan hasil 25-30 t/ha (Deptan 2007) Penghasil ubi jalar di Indonesia
adalah Jawa 45%, Sumatera 9%, Nusa Tenggara Timur 11% dan Irian Jaya 7%
(Brotonogoro dan Staveren 1985).
Rendahnya produksi ubi jalar dapat disebabkan beberapa kendala, antara
lain bibit yang potensi rendah, tingginya gangguan hama dan penyakit serta
tindakan kultur teknis yang belum baik. Gangguan hama dapat menurunkan
produksi yang sangat nyata terutama hama yang menyerang ubi. Penyebab
rendahnya hasil ubi jalar di tingkat petani karena ketergantungan petani masih
menggunakan varietas lokal dan belum menggunakan varietas unggul (Nasri
1993). Salah satu kendala dalam mempertahankan produktivitas dan kualitas ubi
jalar adalah serangan hama Cylas formicarius (Coleoptera: Curculionidae).
Hama Cylas formicarius dikenal sebagai hama boleng atau lanas. Kerusakan
awal terjadi ketika imago meletakkan telur pada permukaan kulit atau lapisan
epidermis umbi dengan membentuk lubang gerekan. Setelah telur menetas, larva
akan menyerang umbi sehingga umbi akan mempunyai bau khas dan rasa umbi
menjadi pahit akibat senyawa furanoterpen, coumarin, dan polifenol (Waluyo dan
Prasedja 1993). Pada serangan berat biasanya umbi menjadi busuk dan tidak layak
dikonsumsi lagi (Amalin dan Vasques 1993). Kerusakan umbi akibat serangan
hama boleng mencapai 80% di lahan kering.
Faktor yang akan dibahas pada penelitian ini menyangkut tentang
agroekosistem pada ubi jalar. Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik pada daerah
dengan ketinggian 0 – 3000 m dpl. Pada temperatur 240 C tumbuh dengan baik,
namun pertumbuhan terhambat jika temperatur di bawah 00 C. Curah hujan yang
optimum untuk pertumbuhannya antara 750 mm hingga 1.000 mm per tahun.
Menyukai sandy-loam soil dengan kadar bahan organik tinggi dan permeable subsoil. Tumbuh kurang baik pada tanah liat. Tanah dengan kerapatan tinggi atau
aerasi jelek menghambat pembentukan akar dan hasil rendah.
3
Ubi jalar dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Salah
satu faktor utama yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. ubi jalar adalah
temperatur, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan angin,
keadaan tanah, letak geografi tanah, tofografi tanah dan sifat tanah (Juanda dan
Cahyono 2000). Namun, hasil ubi jalar di dataran rendah (< 500 m dpl) lebih
tinggi dari pada di dataran tinggi (> 900 m dpl). Suhu udara yang dingin di
dataran tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kurang optimal (Rauf
dan Lestari 2009).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor agroekosistem
terhadap serangan hama Cylas Formicarius terhadap ubi jalar, dari beberapa
faktor agroekosistem dapat diketahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap
produksi ubi jalar. Selain faktor agroekosistem faktor lainnya adalah jenis varietas
dan sistem budidaya dari para petani. Sehingga, diharapkan penelitian ini
mendapatkan suatu hasil bagaimana cara pemilihan jenis varietas yang tahan
terhadap
serangan
hama
Cylas
formicarius
dan
diperhatikanya
aspek
agroekosistem untuk budidaya ubi jalar .
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi :
1.
Apakah ada hubungan antara keragaman varietas dan tingkat serangan hama
Cylas formicarius?
2.
Bagiamana pengaruh faktor agroekosistem (ketinggian tempat) terhadap
serangan hama Cylas formicarius?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi populasi hama C. formicarius. Berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh akan dapat dirumuskan cara-cara pengelolaan hama C.formicarius
yang aman dan berkelanjutan. Secara terinci, tujuan yanga akan dicapai
adalah:
a. Identifikasi varietas ubi jalar dan tingkat serangan hama Cylas formicarius
4
b. Identifikasi
faktor
agroekosistem
terhadap
populasi
hama
Cylas
formicarius
2.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yaitu mengetahui tingkat serangan hama Cylas
formicarius pada beberapa varietas dengan berbagai faktor agroekosistem di
daerah Karanganyar, Jawa Tengah.
Download