1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Salah satu

advertisement
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Salah satu masalah penting dalam bidang pendidikan adalah mutu
pendidikan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional telah
bertekad untuk melakukan peningkatan mutu pada semua jenis dan jenjang
pendidikan. Adanya peningkatan mutu pendidikan salah satunya dapat dillihat
dari hasil prestasi belajar siswa-siswanya.
Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara lainnya. Salah satu indikator keberhasilan pendidikan
dapat terlihat dari prestasi belajar anak didik. Prestasi belajar siswa di Indonesia
khususnya Matematika dapat dikatakan masih rendah. Hal ini dapat terlihat dari
data PISA (Programme for International Student Assessment) (OECD, 2012),
yang menunjukkan bahwa prestasi belajar Matematika siswa Indonesia berada di
peringkat dua terbawah untuk skor Matematika pada survei tahun 2012. Dari total
65 negara dan wilayah yang masuk pada survei PISA, Indonesia menduduki
peringkat ke-64 atau hanya lebih tinggi satu peringkat dari Peru.
Data lain menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat 38 dari 42
negara pada skor rata-rata prestasi belajar Matematika kelas delapan. Survei ini
berdasar data pada TIMSS (Trends in International Mathematics and Science
Study) tahun 2011 yang menyatakan bahwa negara Indonesia jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, dan
Malaysia (Keswara, 2013).
1
2
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan di Ujian
Nasional (UN) pada semua jenjang pendidikan termasuk Sekolah Menengah
Atas (SMA). Capaian yang diperoleh siswa pada mata pelajaran Matematika,
menjadi salah satu bobot penilaian yang penting dalam penentuan kelulusan di
UN. Meskipun demikian, bukan berarti prestasi Matematika senantiasa
menggembirakan. Hal ini tampak dari pernyataan Menteri Pendidikan Nasional,
Muhammad Nuh, yang menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada, mata
pelajaran yang banyak diulang oleh siswa adalah mata pelajaran Matematika,
bahasa Indonesia, dan Biologi (Kemdiknas, 2011).
Berdasarkan data Analisis dan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional SMA
Sederajat Tahun 2013-2014 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan &
Tempo, 2014) menyebutkan data bahwa daya serap nasional mata pelajaran
jurusan IPA adalah sebagai berikut: 1) Bahasa Indonesia (71,20%); 2) Fisika
(64,51%); 3) Bahasa Inggris (64,33%); 4) Biologi (61,02%); 5) Matematika
(60,12%); dan 6) Kimia (59,82%). Mata pelajaran Matematika pada siswa SMA
jurusan IPA dapat dikategorikan rendah dibandingkan dengan mata pelajaran
lainnya, meskipun bukan yang terendah.
Peneliti telah melakukan studi awal siswa SMA “X” jurusan IPA di
Yogyakarta. Data menunjukkan bahwa nilai raport semester ganjil T.A.
2013/2014 yang berada di bawah KKM (Kriteria Kelulusan Minimal) pada
pelajaran Matematika sebanyak 87 dari 309 siswa atau sebesar 28,16%. Nilai
KKM pelajaran Matematika di sekolah ini ialah 76.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menjelaskan
bahwa di masa sekarang ini, siapa saja yang memahami dan mampu menguasai
3
Matematika akan mempunyai peluang secara signifikan lebih besar untuk
membangun masa depannya (dalam Varol & Farran, 2006). Menurut Sembiring
(dalam Sembiring, Hadi, & Dolk, 2008), salah satu tujuan pengajaran dan
pembelajaran
Matematika
di
Indonesia
adalah
untuk
mengembangkan
kemampuan penalaran dan kemampuan logika siswa, serta menjadi salah satu
metode untuk mengembangkan pola penalaran siswa secara lebih sistematis.
Matematika menjadi ilmu yang penting, hal ini juga diungkap oleh Woolfolk
(2007) bahwa Matematika merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus
dikuasai siswa, di samping kemampuan membaca dan menulis, karena ketiga
kemampuan tersebut menjadi dasar untuk mempelajari ilmu yang lain.
Senada dengan pendapat di atas, ulasan dari Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP, 2006), mengemukakan bahwa Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia.
Dengan demikian, siswa dapat menggunakan kemampuan penalaran dan logika
berpikirnya untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya seharihari. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga SMA. Hal ini penting untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif,
dan kemampuan bekerjasama. Kompetensi tesebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif (BSNP, 2006).
4
Berbagai fakta di atas pada akhirnya menunjukkan masih ada yang perlu
dibenahi dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, khususnya
pada jenjang SMA terkait prestasi belajar Matematika. Prestasi belajar siswa
dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum, faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
faktor internal dan eksternal siswa/lingkungan sekitar siswa (Suryabrata, 2011).
Peran lingkungan dapat dilihat dari sudut pandang ekologi seperti yang
dijelaskan oleh Brofenbrenner (Santrock, 2010), bahwa faktor lingkungan dapat
mempengaruhi performa belajar siswa. Hal ini dapat dipahami dengan melihat
tingkatan yang dapat mempengaruhi individu. Interaksi yang terjadi pada
mikrosistem meliputi individu dengan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan
tetangga mampu saling memberikan pengaruh pada performa individu.
Keterkaitan antara lingkungan sekolah dengan rumah dapat menjadi
indikator capaian prestasi siswa di sekolah. Prestasi siswa di sekolah
memerlukan hubungan yang positif antara lingkungan sekolah dan rumah
(Santrock, 2011). Studi oleh Gregory dan Weinstein (2004) menunjukkan bahwa
prestasi belajar Matematika pada siswa SMA mampu diprediksi dari persepsi
siswa yang positif atas hubungan antara kondisi lingkungan di rumah (orangtua)
dan di sekolah (guru).
Interaksi individu dengan orang lain di lingkungan sekitarnya secara
positif merupakan konsep umum dari istilah dukungan sosial. Dukungan sosial
ialah adanya suatu rasa nyaman, adanya bantuan, dan adanya suatu informasi
yang didapat melalui adanya interaksi individu atau kelompok (Prokop, Bradley,
Burish, Anderson, & Fox, 1991). Dukungan sosial dapat meningkatkan fungsi
5
individu dan atau mampu menjadi penyokong dari akibat yang kurang baik
(Malecki & Demaray, 2002).
Siswa usia remaja identik dengan teman sebaya sebagai faktor
lingkungan yang banyak memberikan pengaruh, namun pada konteks pendidikan
khususnya terkait dengan keberhasilan siswa di sekolah, dukungan orangtua dan
guru merupakan sumber dukungan yang paling berkontribusi daripada dukungan
teman (Demaray & Malecki, 2002; Malecki & Demaray, 2003; Fezer, 2008).
Okun, Sandler, dan Baumann (dalam Goldsmith, 2004) mengungkapkan bahwa
dukungan guru dan keluarga (tetapi bukan dukungan dari teman) merupakan
penyangga siswa dari dampak negatif pada kejadian negatif di sekolah dan
mendorong dampak positif pada kejadian positif di sekolah.
Hasil studi oleh French, Rianasari, Pidada, Nelwan, dan Buhrmester
(2001) yang membandingkan antara remaja Amerika dengan Indonesia
menyebutkan bahwa remaja di Indonesia memeringkat lebih tinggi pada anggota
keluarga daripada teman dalam hal dukungan sosial yang diterimanya. Hal ini
senada dengan Mufarrikhatul (2011), bahwa faktor dukungan orangtua
memberikan kontribusi secara langsung pada prestasi akademik siswa (termasuk
Matematika) sebesar 81,6 % pada siswa SMA kemudian oleh dukungan sosial
yang diterima dari teman sebesar 11,6 % pada siswa SMA.
Dukungan orangtua dan guru berdampak positif pada siswa usia remaja
terkait prestasi belajar. Pada kenyataannya, masih terdapat siswa yang merasa
kurang mendapatkan dukungan, baik dari orangtua maupun dari guru. Hal ini
terlihat dari pemaparan guru Bimbingan dan Konseling (Ibu Etna) yang
disampaikan pada situs “Guraru” (Guru Era Baru) mengenai dukungan orangtua
6
dan guru. Beliau menyatakan bahwa dukungan orangtua dan guru mampu
memberikan keyakinan pada siswa untuk berperilaku rajin di sekolah sehingga
siswa mampu meraih prestasi belajar dengan lebih baik. Ibu Etna telah
menangani kasus seorang siswa yang bernama Gundi. Gundi mendapatkan
label “anak super malas” di sekolahnya. Gundi ingin merubah perilakunya yang
buruk namun terlihat hampir putus asa karena kurangnya dukungan sosial yang
diberikan kepadanya.
Ibu Etna menuturkan bahwa lingkungan di sekolah (guru dan temantemannya) kurang memberikan lingkungan yang kondusif pada masa perubahan
perilaku Gundi tersebut. Ibu Etna kembali menuturkan bahwa Gundi sebenarnya
anak yang baik. Gundi hanya membutuhkan dukungan dari lingkungannya
(orangtua, guru, dan teman-temannya). Selama proses konseling, Ibu Etna
memberikan dukungan sosial yang maksimal kepada Gundi selama di sekolah.
Tidak hanya itu, Ibu Etna juga melakukan mediasi dengan orangtua Gundi agar
mereka juga memberikan dukungannya atas usaha Gundi selama di rumah. Ibu
Etna menyatakan bahwa orangtua Gundi telah berupaya memberi dukungan
yang baik selama di rumah agar tetap bersemangat di sekolah. Selama proses
konseling berlangsung, Gundi mulai memperlihatkan perubahan perilakunya
yang mulai rajin dalam bidang akademik, baik di sekolah maupun di rumah
sehingga prestasi belajar di sekolah mulai meningkat (Etna, 2013).
Berdasarkan pendekatan humanistik, siswa yang mendapatkan dukungan
secara sosial (socially supportive) akan mampu mengurangi tekanan dan
kecemasan yang dirasakan siswa ketika siswa merasa kesulitan secara kognitif
untuk mempelajari sesuatu atau menghindar dari tugas akademiknya. Peran
lingkungan dengan adanya dukungan tersebut merupakan sumber pemenuhan
7
kebutuhan siswa terhadap rasa cemas dan takut yang melibatkan emosi siswa.
Hal ini dikarenakan adanya persepsi dan emosi yang negatif pada siswa akan
banyak memerlukan usaha dalam memenuhi kebutuan individu tersebut.
Dukungan dari orangtua dan guru merupakan sumber pemenuhan kebutuhan
siswa agar siswa memiliki perasaan positif mengenai diri mereka dan
mempersepsi sekolah sebagai tempat yang akan mendukung atas usaha siswa
untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang baru (Snowman &
McCown, 2012).
Penulis telah melakukan wawancara kepada guru BK (Bimbingan dan
Konseling) di tiga SMA di Yogyakarta. Penulis merangkum hasil pemaparan
guru-guru BK tersebut. Guru-guru BK tersebut menuturkan bahwa perilaku yang
secara umum dapat mengakibatkan prestasi siswa rendah ialah pertengkaran
antarsiswa/geng, perilaku membolos, bullying, dan ramai di kelas. Perilaku
negatif siswa di sekolah tersebut dapat diakibatkan karena siswa kurang
mendapatkan dukungan sosial, baik dari orangtuanya maupun dari gurunya.
Orangtua yang terlalu sibuk atau kondisi keluarga yang bermasalah juga dapat
menjadi penyebab siswa berprestasi rendah. Penyebab dari perilaku siswa ramai
di kelas dapat dikarenakan dukungan guru yang kurang (mengajar secara
monoton, pengajaran kurang menarik minat siswa, sikap guru yang tidak adil,
dsb.). Berdasar pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa rendahnya
dukungan dari orangtua dan guru dapat menyebabkan rendahnya prestasi
belajar siswa.
Berdasarkan pemaparan kasus di atas, dapat ditinjau dari pendekatan
humanistik. Menurut Schunk (2012), pada sejumlah SMA yang mempunyai
8
banyak kasus dengan kekerasan dan tekanan yang berkaitan dengan perilaku
gerombolan siswa (gang behaviors) dapat menyebabkan prestasi siswa yang
rendah. Peran orangtua dan guru menjadi penting dalam memberikan dukungan
kepada siswa. Jika siswa merasa takut atau terancam berada di sekolah
dikarenakan maraknya perilaku bullying/gang di sekolah, kebutuhan siswa akan
rasa aman tidak terpenuhi. Hal ini akan menyebabkan siswa menjadi terganggu
konsentrasi belajarnya di dalam kelas. Pada kasus seperti ini diperlukan adanya
komunikasi antara pihak guru, orangtua, serta siswa-siswa di sekolah. Pada
konteks keluarga, jika siswa berada pada lingkungan keluarga yang destruktif,
peran guru ialah mengkomunikasikan bahwa orangtua perlu untuk menyediakan
lingkungan rumah yang kondusif bagi anak. Proses pembelajaran dengan
pendekatan humanistik ini ialah mampu menunjukkan pandangan positif (positive
regard) kepada siswa, mendorong siswa pada pertumbuhan personalnya dengan
menyediakan kesempatan dan pilihan kepada siswa, serta memfasilitasi
pembelajaran dengan menyediakan sumber-sumber dan dukungan-dukungan
yang mewadai (Schunk, 2012).
Uraian di atas ditegaskan oleh pemaparan lebih lanjut dari hasil
wawacara dengan guru-guru BK. Guru-guru BK tersebut menegaskan akan
pentingnya perhatian, dukungan, dan pendekatan secara emosional yang
dilakukan oleh orangtua dan guru kepada siswa agar siswa lebih berperilaku baik
di sekolah. Jika anak merasa nyaman, dihargai, dan senang di rumah, anak akan
melakukan tindakan yang positif di sekolah karena kebutuhan emosinya
terpenuhi. Siswa akan lebih mudah dalam memahami materi yang dipersepsinya
sulit ketika guru mampu memberikan bentuk-bentuk dukungannya kepada siswa.
Siswa tidak takut untuk bertanya jika guru selalu menghargai siswa. Hal tersebut
9
akan berdampak positif pada nilai pelajarannya. Penulis menyimpulkan bahwa
dukungan dari orangtua dan guru diperlukan bagi siswa untuk memberikan
pengaruh positif pada prestasi belajar siswa.
Pada pendekatan humanistik, peran dukungan sosial menjadi hal yang
penting terkait prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan pada pendekatan ini
tidak hanya melibatkan faktor kognitif saja, tetapi juga faktor afeksi (Lefrancois,
2000; Woolfolk, 2007; Sternberg & Williams, 2009; Schunk, 2012), melibatkan
proses interaksi sosial yang positif (Parsons, Hinson, & Brown, 2001; Sternberg
& Williams, 2009; Santrock, 2011), serta dukungan sosial merupakan sumber
pemenuhan kebutuhan siswa untuk berprestasi (Lefrancois, 2000; Sternberg &
Williams, 2009; Schunk, 2012; Snowman & McCown, 2012).
Ulasan di atas dapat dijelaskan bahwa siswa yang mendapat dukungan
dari sosialnya untuk dapat memenuhi deficiency needs (kebutuhan fisiologis,
rasa aman, cinta dan kepemilikan, dan harga diri) akan mendorong siswa untuk
memenuhi kebutuhan selanjutnya, yaitu growth needs (kebutuhan kognitif,
estetik, dan aktulisasi diri). Prestasi siswa dalam hal ini adalah kebutuhan
aktualisasi diri (Lefrancois, 2000). Kebutuhan-kebutuhan defisiasi (deficiency
needs) ini dapat terpenuhi dengan adanya dukungan sosial, dengan melihat
aspek-aspek pada dukungan sosial yaitu: 1) Emotional support; 2) Appraisal
support; 3) Instrumental support; dan 4). Informational. Aspek-aspek dukugan
sosial tersebut mengacu pada House (dalam House & Kahn, 1985).
Prestasi belajar pada siswa SMA dapat dilihat dari tingkat penerimaan
dukungan sosial yang diberikan oleh orangtua. Pendapat ini dijelaskan oleh
Suhaili (2007) yang meneliti 130 siswa SMKN I Godean Sleman. Hasil studinya
10
menyatakan bahwa dukungan orangtua dan motivasi belajar siswa memberi
pengaruh pada prestasi belajar siswa (termasuk Matematika). Studi oleh
Mufarrikhatul (2011) pada 131 siswa SMA di Gresik menyatakan bahwa adanya
hubungan positif antara dukungan orangtua terhadap prestasi akademik siswa
(termasuk Matematika). Pendapat di atas ditegaskan oleh Iksan (2012) yang
menunjukkan hasil bahwa faktor dukungan orangtua memberikan kontribusi
secara langsung pada prestasi akademik (termasuk Matematika) siswa sebesar
81,6 % pada siswa SMA.
Prestasi belajar pada siswa SMA dapat dilihat dari tingkat penerimaan
dukungan sosial yang diberikan oleh guru. Studi oleh Widyaningsih (2006)
menyatakan bahwa persepsi anak terhadap dukungan guru, keterlibatan
orangtua, dan inteligensi berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
Dukungan orangtua dapat memberikan kontribusi positif pada prestasi
belajar Matematika siswa (Tocci & Engelhard, 1991; Lee, Smith, Perry & Smylie,
1999; Downs, 2006; Chiu, 2010; Harrison, 2011; dan Syafaruddin, 2012).
Prestasi belajar Matematika juga tidak lepas dari adanya dukungan dari guru.
Studi oleh Lee, et al. (1999); Lopez, Ehly, dan Garcia-Vazquez (2002); serta
Chen (2005) mengungkap adanya dukungan guru yang berkorelasi positif
terhadap prestasi belajar Matematika. Berdasarkan uraian di atas, dukungan
sosial dari orangtua dan guru merupakan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar Matematika pada siswa.
Inteligensi mempunyai kontribusi terkait prestasi Matematika. Hal ini
dikarenakan Matematika merupakan pelajaran yang menuntut kemampuan
abstraksi. Siswa dikenalkan dengan operasi yang menggunakan angka dan
11
simbol untuk memecahkan suatu masalah Matematika, misalnya penjumlahan
dan pengurangan. Oleh karena itu, faktor inteligensi merupakan faktor untuk
mendukung kesuksesan belajar Matematika karena Matematika meliputi proses
berpikir yang cukup kompleks (Woolfolk, 2007).
Inteligensi sebagai salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar Matematika dapat terlihat dari hasil studi Siegler, Duncan, DavisKean, Duckworth, Claessens, Engel, Susperreguy, dan Chen (2012); Rosal,
Jorge, dan Sierra (2012); Murayama, Pekrun, Lichtenfeld, dan Hofe (2012); dan
Rustika (2014). Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa dukungan
orangtua, dukungan guru, dan inteligensi berkorelasi positif terhadap prestasi
belajar, khususnya prestasi belajar Matematika.
B. Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah
dukungan orangtua, dukungan guru, dan inteligensi dapat memprediksi prestasi
belajar Matematika siswa SMA.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris dukungan
orangtua, dukungan guru, dan inteligensi sebagai prediktor prestasi belajar
Matematika siswa SMA.
Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menambah informasi data
empirik dan pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan
12
mengenai dukungan orangtua, dukungan guru, dan inteligensi sebagai prediktor
prestasi belajar Matematika siswa SMA.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
informasi bagi pihak sekolah tentang peranan dukungan orangtua, dukungan
guru, dan inteligensi siswa terhadap prestasi belajar Matematika siswa SMA.
Manfaat praktis bagi orangtua yaitu tentang peranan dukungan orangtua dan
inteligensi siswa terhadap prestasi belajar Matematika siswa SMA.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian
dengan
judul
Social
Support
from
Parents,
Friends,
Classmates, and Teachers in Children and Adolescents Aged 9 to 18 Years: Who
Is Perceived as Most Suportive? oleh Bokhorst,
Sumter,
dan Westenberg
(2009), bertujuan untuk melihat perbedaan di antara usia dan jenis kelamin
terhadap bentuk dukungan sosial yang dirasakannya dari orangtua, teman,
teman kelas, dan guru. Penelitian ini dilakukan kepada 304 siswa laki-laki dan
351 siswa perempuan dengan rentang usia 9-18 tahun. Alat ukur yang
digunakan adalah Social Support Scale for Children and Adolescents terdiri dari
24 butir dengan analisis statistik anava tiga jalur mix model. Hasilnya
menunjukkan bahwa tingkat persepsi siswa atas dukungan orangtua dan teman
dirasakan sama, hanya pada rentang usia 16-18 tahun. Dukungan guru lebih
rendah pada kelompok usia yang lebih tua.
Penelitian dengan judul Relation of Academic Support From Parents,
Teacher, and Peers to Hong Kong Adolescents’ Academic Achievement: The
Mediating Role of Academic Role of Academic Engagement oleh Chen (2005)
dengan subjek siswa usia remaja (14-20 tahun) di Hong Kong, menguji
13
hubungan dukungan akademik dari orangtua, guru, dan teman sebaya dengan
prestasi akademik (Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Cina) dengan
mediator keterlibatan akademik. Alat ukur yang digunakan yaitu Perceived
Parental Academic Support Scale, Perceived Teacher Academic Support Scale,
Perceived Friend/Peer Academic Support Scale,
dan
Perceived
Academic
Engagement Scale. Hasilnya berupa dukungan guru paling besar memprediksi
prestasi akademik, diikuti oleh dukungan orangtua, lalu kemudian dukungan
teman sebaya. Dukungan orangtua dan guru secara langsung berhubungan
dengan prestasi akademik.
Penelitian dengan judul Assessing Teacher and Parent Support as
Moderators in The Relationship Between Black High School Student’s Academic
Achievement and Sosioeconomic Status oleh Harrison (2011), menguji hubungan
di antara prestasi akademik siswa SMA, dukungan orangtua, dukungan guru,
status sosial ekonomi dengan menggunakan analisis sekunder dari Educational
Longitudinal Study 2002. Subjeknya ialah 15.362 siswa dari 752 sekolah di
Kolombia. Alat ukur yang digunakan berupa survei kepada siswa menggunakan
ELS:2002 serta kuisioner yang diberikan kepada siswa dan orangtua. Analisis
yang digunakan adalah analisis regresi. Hasilnya menunjukkan adanya korelasi
positif pada persepsi dukungan orangtua dengan prestasi akademik (Membaca
dan Matematika), namun pada dukungan guru hasil korelasi tidak signifikan
dengan prestasi akademik.
Penelitian oleh Fezer (2008) dengan judul Adolescent Social Network:
Student Academic Success It Relates To Source And Type Of Support Received,
menguji dampak dukungan sosial pada siswa SMA dengan keberhasilan di
14
sekolah (rata-rata hasil akademik, kehadiran di sekolah, kepuasan pada sekolah,
dan perilaku di sekolah). Penelitian ini fokus pada sumber dukungan (orangtua,
guru, dan teman) dan bentuk dukungan sosial yang diberikan (emosi, informasi,
instrumental, dan penghargaan). Subjeknya meliputi 471 sekolah dari tingkat 912
dari
wilayah
perkotaan
dengan
skala
menggunakan
laporan
diri
menggunakan Child and Adolescents Social Support Scale (CASSS). Hasilnya
menunjukkan tingkat dukungan sosial dari guru dengan bentuk dukungan
informasi dan emosi berkontribusi pada keberhasilan siswa di sekolah. Dukungan
orangtua dan dukungan guru berdampak pada kehadiran di sekolah, nilai hasil
belajar, kepuasan di sekolah, dan perilaku siswa di sekolah. Dukungan dari
teman sangat berpengaruh kepada perkembangan sosial remaja. Pada konteks
pendidikan, khususnya terkait dengan keberhasilan siswa di sekolah, dukungan
orangtua menjadi hal yang paling berkontribusi, diikuti oleh dukungan dari guru,
kemudian dari teman sekelas.
Dari uraian di atas, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, karakteristik subjek penelitian,
tinjauan yang digunakan, dan skala yang digunakan.
Download