LAPORAN KUNJUNGAN KERJA RUU JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN (JPSK) MANADO, 19 – 21 FEBRUARI 2009 Dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK), Komisi XI DPR RI telah melaksanakan Kunjungan ke Provinsi Sulawesi Utara tanggal 19-21 Februari 2009 untuk memperoleh masukan dari kalangan perbankan, pemerintah daerah, akademisi bidang terkait dan masyarakat umum. Rombongan Komisi XI DPR RI telah mengadakan pertemuan dengan pihak sivitas akademika Universitas Klabat di Minahasa Utara, sivitas akademika Universitas Sam Ratulangi di Manado, dan pihak Bank Indonesia dan kalangan Perbankan serta jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Biro Perekonomian di Manado. Dari tiga pertemuan tersebut diperoleh masukan–masukan yang sangat berharga bagi pembahasan RUU JPSK ini. I. Pertemuan Dengan Universitas Klabat Minahasa Utara Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 19 Februari 2009 jam 1517.30 Wita di Ruang Pertemuan Universitas Klabat Minahasa Utara, sebuah perguruan tinggi yang pernah dinobatkan oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional sebagai universitas swasta terbaik di luar Jawa. Universitas ini berdiri tahun 1965 dan memiliki fakultas ekonomi dengan lulusan bidang manajemen dan akuntansi yang terkenal menonjol di dunis bisnis. Rombongan Komisi XI DPR RI diterima oleh Rektor, jajaran pimpinan dan para dosen serta sejumlah mahasiswa. Setelah penyampaian sambutan oleh Rektor Dr Sepang dan oleh Ketua Komisi XI DPR RI Ir. A. Hafiz Zawawi, M.Si, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang RUU JPSK yang didahului dengan presentasi tentang JPSK oleh Ketua Rombongan Komisi XI DPR RI Olly Dondokambey, SE. Dari diskusi ini diperoleh beberapa masukan tentang RUU JPSK: 1. Berkaitan dengan Pasal 16: Fasilitas Pembiayaan Darurat yang dapat diberikan kepada perbankan yang mengalami kesulitan harus dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak bisa dipergunakan oelh bank yang menerima untuk hal-hal yang tidak diharapkan. Untuk itu diperlukan restriksi-restriksi yanga jelas dan tegas dalam Undang-Undang JPSK ini nanti. Ini berarti restriksi yang ada dalam RUU pasal 16 perlu diperluas dan dpertegas, tidak hanya pembagian dividen dan manfaat finansial lainnya. 2. Berkaitan dengan Pasal 11: Peran Presiden perlu diperjelas dan dipertegas lebih lanjut. 1 3. Berkaitan dengan Pasal 25 & 26: ada kekhawatiran bahwa Badan Khusus akan menjadi atau bernasib seperti BPPN. 4. Berkaitan dengan Pasal 25 ayat 3: dikatakan bahwa Badan Khusus bisa mengambil alih hak dan wewenang pemegang saham, direksi dan dewan komisaris, dan seterusnya. Pengambilalihan ini dikhawatirkan bisa memperburuk corporate governance. Karena itu, pasal ini perlu dicermati kembali terutama dalam kaitan dengan efektivitas pelaksanaan tugas Badan Khusus setelah pengambilalihan-pengambilalihan lembaga keuangan dilakukan. 5. Berkaitan dengan Pasal 33: disebutkan bahwa dimungkinkan pemerintah untuk menjual SBN, dibeli oleh BI, kemudian dpergunakan oleh BI menangani gangguan sistem finansial. Proses atau prosedur ini dipandang terlalu panjang. Sebaiknya prosedur ini diperpendek. 6. Berkaitan dengan Pasal 4, 8, 13, 21, 23, 24: batas antara gangguan ‘biasa’ dan gangguan ‘berdampak sistemik’ perlu diperjelas dan dipertegas. 7. Peran BI dalam mengawasi Perbankan perlu diperbaiki untuk meminimalkan berbagai kemungkinan buruk atau dampak sistemik pada perbankan dan sistem keuangan secara umum. 8. Berkaitan dengan Pasal 25 ayat 3 poin d, e, f dan g: kewenangan Badan Khusus seperti (i) meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan/atau mengubah kontrak yang mengikat perusahaan yang diambil alih dengan pihak ketiga, yang merugikan perusahaan; dan kewenangan (ii) menjual atau mengalihkan kekayaan perusahaan, Direksi, Komisaris dan Pemegang Saham; bisa menimbulkan ketidakpercayaan pihak lain untuk melakukan kontrak dan sebagainya dengan perusahaan keuangan karena berpotensi diperlakukan demikian oleh Pemerintah dalam hal ini Badan Khusus. Aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan PT yang bisa diberlakukan dalam kasus begini. II. Pertemuan dengan Universitas Sam Ratulangi Manado Pertemuan ini berlangsung tanggal 20 Februari jam 09.00 – 11.30 Wita di Ruang Pertemuan Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi. Rombongan Komisi XI DPR RI disambut oleh Rektor yang diwakili oleh Pembantu Rektor II, Dekan Fakultas Ekonomi, para pimpinan Fakultas Ekonomi, dosen-dosen serta sejumlah mahasiswa. Setelah penyampaian sambutan oleh Pembantu Rektor II Dr. Paulus Kindangen dan oleh Ketua Komisi XI DPR RI Ir. A. Hafiz Zawawi, M.Si, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang RUU JPSK yang dipandu oleh Dekan Fakultas Ekonomi Prof. Dr. Paul Saerang. Diskusi ini diawali dengan presentasi tentang JPSK oleh Ketua Rombongan Komisi XI DPR RI Olly Dondokambey, SE. Dari diskusi ini diperoleh beberapa masukan tentang RUU JPSK: 2 1. Fungsi dan peran LPS agar diperluas. 2. Sebaiknya peran BI saja yang diperbaiki dalam menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter sehingga tidak perlu menghadirkan UU JPSK. 3. Perguruan Tinggi keuangan. agar dilibatkan dalam pengontrolan sistem 4. Batas antara gangguan biasa dan gangguan sistemik perlu diperjelas dan dipertegas. Critical Conditions (IHSG yang telah turun drastis, inflasi yang luar biasa, dsb) perlu diperjelas dan dijadikan acuan dalam pencegahan krisis. 5. Posisi DPR dengan hak budgetnya perlu diperjelas. 6. Badan Khusus tidaklah diperlukan. 7. KSSK diperlukan. KSSK agar dikepalai oleh Presiden dengan anggota Menteri Keuangan, Gubernur BI, Menteri PPN/Kepala Bappenas, DPR dan Perguruan Tinggi. III. Pertemuan dengan Bank Indonesia di Manado, Perbankan dan Biro Perekonomian Pemprov Sulawesi Utara Pertemuan ini berlangsung tanggal 20 Februari jam 15.00 – 17.00 Wita di Ruang Pertemuan Bank Indonesia Manado. Rombongan Komisi XI DPR RI disambut oleh Kepala Kantor Bank Indonesia cabang Manado Jeffry Kairupan, perwakilan Bank-Bank di Sulawesi Utara dan Kepala Biro Perekonomian Pemprov Sulawesi Utara dan jajaran masing-masing. Setelah penyampaian kata-kata sambutan yang dilakukan oleh Kepala kantor BI Manado dan Ketua Rombongan Komisi XI DPR RI, acara dilanjutkan dengan diskusi. Dari diskusi ini diperoleh beberapa masukan tentang RUU JPSK: 1. Pihak BI, Perbankan dan Biro Perekonomian Pemprov Sulawesi Utara pada umumnya mendukung hadirnya UU JPSK. 2. Perlu ada pihak DPR ex officio dalam KSSK. Bahkan ada yang mengusulkan agar KSSK dipimpin oleh beberapa pihak secara kolektif. 3. Berkaitan dengan Pasal 13 dan 27 mengenai pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD), perlu ada pembatasan maksimum pembiayaan yang bisa diberikan. 4. Badan Khusus perlu diadakan manajemennya harus sangat baik. bila diperlukan, namun 5. LPS sebaiknya diperluas. 3 6. Perlu diperjelas dan dipertegas batas antara gangguan biasa dan gangguan berdampak sistemik. Pengertian krisis sdeperti yang ada dalam pasal 11 perlu diperjelas dan dipertegas. 7. Perlu dipertegas dan dibatasi bank/LKBB apa saja yang boleh dibantu. 8. JPSK jangan sampai mengganggu independensi BI. Demikian. Jakarta, Februari 2009 4