iv. gambaran umum

advertisement
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM
Struktur Organisasi dan Pelaku Pasar Modal di Indonesia
Berdasarkan bidang tugasnya, pelaku pasar modal dikelompokkan
meanjadi: pengawas, penyelenggara, pelaku utama, dan lembaga profesi
penunjang pasar modal.untuk tugas pengawasan, secara resmi dilakukan oleh
Bapepam-LK seperti yang tertera pada UU No.8/1995 tentang Pasar Modal.
Penyelenggara bursa dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia. Para pelaku utama dari
pasar modal antara lain: emiten, investor, underwriter, pialang, manajer investasi,
dan penasihat investasi. Secara struktural struktur pasar modal Indonesia
ditunjukkan dalam gambar 4.1.
Menteri Keuangan
Bapepam-LK
Badan
Usaha
Reksa
Dana
Perusahaan
Efek Lembaga
Penunjang
Pasar Modal
Bursa Efek
Indonesia
KPEI, KSEI,
PEFINDO
Profesi
Penunjang
Perusahaan
Efek Lembaga
Penunjang
Pasar Modal
Profesi
Penunjang
Pemodal/
Masyarakat
Agen
Penjualan
Pasar Perdana
Sumber: Kementrian Keuangan RI
Gambar 4.1. Struktur Pasar Modal Indonesia
Agen/ Sub
Agen
Pasar Sekunder
57
4.2.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Langkah awal perkembangan pasar modal syariah di Indonesia mulai
dengan diterbitkannya reksadana syariah pada 25 Juni 1997 diikuti dengan
diterbitkannya obligasi syariah pada akhir tahun 2002 dan pada tanggal 3 Juli
2000 telah hadir Jakarta Islamic Index (JII), dimana saham-saham yang tercantum
di dalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah. Untuk bisa masuk
dalam JII antara lain perusahaan tidak boleh bergerak dibidang tembakau, alkohol,
perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan,
lembaga keuangan ribawi dan lain-lain.
Secara formal, peluncuran pasar modal dengan prinsip-prinsip syariah
Islam dilakukan pada Maret 2003. Pada kesempatan itu ditandatangani Nota
kesepahaman antara Bapepam dan Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama
Indonesia (DSN-MUI), yang dilanjutkan dengan nota kesepahaman antara DSNMUI dengan SROs (Self Regulatory Organozations).
Bapepam-LK telah menerbitkan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:
Kep-325/BL/2007 tentang Daftar Efek Syariah. Kepetusan tersebut diterbitkan
pada tanggal 12 September 2007. Dikeluarkannya keputusan tersebut adalah
tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah, lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:
Kep-314/BL/2007. Daftar Efek Syariah sebagaimana termuat dalam keputusan
tersebut di atas merupakan panduan investasi bagi reksa dana syariah dalam
menempatkan dana kelolaannya. Selain itu, daftar efek syariah ini juga dapat
dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada
portofolio efek syariah. Pada tanggal 3 Desember 2007, Bapepam-LK kembali
58
menerbitkan Keputusan Ketua Bapepam-LK tentang Daftar Efek Syariah melalui
Keputusan
Nomor:
Kep-386/BL/2007
tanggal
30
November
2007.
Dikeluarkannya keputusan tersebut adalah dalam rangka melakukan updating atas
Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-325/BL/2007 tanggal 12 September
2007.
300
250
200
Periode 1
150
Periode 2
100
50
0
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Departemen Keuangan RI
Gambar 4.2. Perkembangan Saham Syariah
Dari gambar perkembangan saham syariah tersebut menunjukkan bahwa
jumlah saham syariah mengalami peninkatan tiap tahunnya. Untuk data Februari
2012, DES yang berlaku adalah DES periode II tahun 2011 yang berjumlah 252
saham. Dari 252 saham syariah tersebut, 250 saham diperoleh dari hasil
penelaahan DES periodik per tanggal 30 November 2011
dan dua saham
diperoleh dari hasil penelaahan DES insidentil bersamaan dengan efektifnya
pernyataan pendaftaran emiten yang melakukan penawaran umum perdana.
4.2.1. Potensi Jakarta Islamic Index (JII)
Selama ini pergerakan Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan
representasi pasar modal syariah di Indonesia bersifat pararel dengan Indeks
59
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan representasi pasar modal
konvensional. Tujuan dari pembentukan JII adalah untuk meningkatkan
kepercayaan investor agar melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan
memberi manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk
melakukan investasi di bursa efek. Selain itu JII dapat dijadikan panduan bagi
para investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut
tercampur dengan dana ribawi.
Di sebuah bursa efek tidak hanya terdapat satu saham yang diterbitkan
oleh satu perusahaan, tetapi terdapat banyak saham yang diterbitkan oleh banyak
perusahaan. Biasanya sebuah bursa efek akan menyediakan sebuah angka
indikator untuk melihat kinerja bursa tersebut secara umum. Angka indikator ini
berupa indeks saham. Indeks saham adalah harga rata-rata dari harga-harga saham
yang terdaftar pada bursa. Di Indonesia, Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa
jenis indeks saham yang dibagi menjadi beberapa kategori. Indeks saham paling
terkenal yang ada di Bursa Efek Indonesia adalah IHSG (Indeks Harga Saham
Gabungan) dan LQ45 (Liquidity 45 ). IHSG merupakan tolok ukur dari kinerja
seluruh saham. IHSG merupakan rata-rata harga saham dari keseluruhan saham
yang terdaftar di BEJ. Sedangkan LQ45 adalah rata-rata harga saham dari 45
saham yang memiliki likuiditas paling tinggi di BEJ atau yang biasa disebut
dengan saham blue-chip.
Lanskap pasar modal di dunia saat ini dibagi menjadi 3 bagian utama.
Amerika, Asia, dan Eropa. Amerika yang merupakan negara dengan pasar modal
terbesar di dunia, indeks saham utamanya adalah Dow Jones Industrial
Average (DJIA), Nasdaq Composite , dan Standard & Poor 500 . Untuk kawasan
60
Asia, ada beberapa negara yang indeks sahamnya menjadi acuan bagi negara lain
seperti Jepang dengan Nikkei 225, Hong Kong dengan Hangseng, Cina dengan
Shanghai Composite. Sedangkan untuk kawasan Eropa, Inggris dengan FTSE
100, Jerman dengan Xetra Dax, dan lain-lain.
Selama bulan Juni 2011, JII tumbuh seiring dengan penguatan IHSG.
Terlihat bahwa pergerakan JII sangatlah sensitif terhadap pergerakan IHSG
maupun LQ45. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar saham-saham yang
terdapat di dalam JII merupakan saham-saham berkapitalisasi besar yang juga
terdapat dalam indeks LQ45. IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa
Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh
pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark).
Indeks LQ45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan
tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar,
dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham
dilakukan setiap 6 (enam) bulan.
Dalam perkembangannya, sejak awal tahun 2011 hingga Juli kemarin JII
memiliki trend major yang bullish. Namun jatuhnya saham-saham IHSG dimana
pada ahir Juli hingga Agustus turun hingga 10 persen diakibatkan oleh sentiment
negatif yang diberikan oleh bursa global. Kuatnya fundamental saham-saham JII
serta perekonomian Indonesia yang terkontrol, mampu menahan derasnya
investasi yang keluar dari bursa saham Indonesia.
Secara fundamental, saham-saham yang dominan dalam pergerakan JII
adalah saham-saham berkapitalisasi besar dimana market cap mereka berada pada
urutan teratas saham-saham di BEI. Seperti saham Astra Group khususnya ASII
61
dan UNTR yang masih mendominasi kapitalisasi indeks syariah tersebut. Selain
dengan tingkat investasi yang tinggi, saham-saham tersebut juga masih murah
dibandingkan saham-saham di JII lainnya.
Pada saat krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu, JII sebagaimana
IHSG terkoreksi sangat tajam. Hal ini dapat kita lihat pada IDX statistic tahun
2008 yang mencatat penurunan tajam IHSG di level 1.111,390 pada tanggal 28
Oktober 2008. Di mana pada tanggal 11 Januari 2008, IHSG mencapai nilai
tertingginya pada level 2.830,263. Kondisi ini juga dialami JII yang turun pada
level terendahnya pada tanggal 28 Oktober 2008 yaitu pada level 172,710.
Penurunan ini tergolong curam bila dibandingkan level tertingginya pada tanggal
28 Februari 2008 sebesar 517,814. Fakta tersebut menimbukan persepsi yang ada
selama ini bahwa sistem keuangan syariah kebal terhadap krisis.
Saham-saham pada Jakarta Islamic Index masih dapat memberikan tingkat
keuntungan yang tinggi. Selain faktor fundamental masing-masing perusahaan
yang terus tumbuh, iklim investasi di Indonesia kedepannya juga masih
menjanjikan. Dengan stabilnya pertumbuhan perekonomian Indonesia serta
terkontrolnya tingkat inflasi Indonesia mampu menjadi daya tarik bagi para
investor, khususnya asing untuk terus menanamkan modalnya di BEI. Bahkan,
sejak Indonesia mendapat status negara investment grade, investasi di negara ini
menjadi lebih memiliki daya tarik dari sebelumnya. Besarnya peluang penguatan
pada JII juga terlihat pada analisa teknikal yang mengambil gambaran perjalanan
JII selama tahun 2011 ini. Berada pada level 553 major trend yang masih bullish
mencerminkan JII terus tumbuh dikala bursa-bursa regional mengalami
pelemahan pada bulan September 2011.
62
4.2.2. Kapitalisasi Saham Pasar Modal Syariah
Kapitalisasi saham merupakan jumlah total dari berbagai macam saham
dan obligasi yang berada di pasar modal dimana nilai dari kapitalisasi saham ini
merupakan nilai saham sesuai dengan harga penutup regularnya. Nilai dari
kapitalisasi saham ini dapat menggambarkan pertumbuhan atau perkembangan
dari pasar modal. Nilai kapitalisasi saham syariah yang meningkat secara
signifikan terjadi pada awal tahun 2009 hingga awal tahun 2010. Pada tahun
selanjutnya kondisi kapitalisasi saham syariah terus meningkat. Hal ini
disebabkan kondisi perekonomian yang lebih stabil dan kondusif bagi dunia
usaha. Informasi dari Bursa Efek Indonesia menyatakan bahwa hingga Februari
2012 ini nilai kapitalisasi saham syariah mencapai Rp1,504,411.75 Miliar.
1,600,000.00
1,400,000.00
Miliar Rp
1,200,000.00
1,000,000.00
800,000.00
KS
600,000.00
NPS
400,000.00
200,000.00
2006
2008
2009
2010
2012
Gambar 4.3. Perkembangan Kapitalisasi dan Nilai Perdagangan Saham Syariah
4.3.
Kondisi Moneter Indonesia
4.3.1. Perkembangan Nilai Sertifikat Bank Indonesia
Keberadaan SBI dimaksudkan sebagai pengendali atau stabilisator
perekonomian. SBI berfungsi menyeimbangkan permintaan (demand) dan
penawaran (supply) melalui penyesuaian jumlah uang beredar. Jika uang beredar
63
terlalu banyak hingga mendorong perekonomian pada ancaman inflasi, BI akan
memperkecil jumlah uang beredar melalui operasi pasar pelelangan SBI dengan
tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari tingkat inflasi saat itu.
Tingkat suku bunga SBI berperan sebagai policy rate. Policy rate ini akan
memengaruhi pendanaan dan pembiayaan perbankan melalui pasar uang
antarbank konvensional yang akan memengaruhi biaya dana perbankan dalam
menyalurkan kredit atau pembiayaannya. Ekspansi kredit dan pembiayaan akan
menghasilkan output dan memengaruhi tingkat inflasi.
Karena merupakan implementasi BI Rate, tingkat suku bunga SBI menjadi
lebih tinggi dari suku bunga komersial. Ukuran bunga komersial mengacu pada
tingkat suku bunga deposito. Oleh karena itulah, SBI menjadi lahan bisnis yang
sangat menarik bagi bank, karena memberi keuntungan yang cukup memadai.
Bank-bank akan menempatkan dananya di SBI selama marjin keuntungan dari
bunga SBI dianggap layak oleh perbankan. Sebaliknya, jika perbankan merasa
tingkat keuntungan dari penempatan dana di SBI lebih rendah dari penyaluran
kredit, maka perbankan tidak menempatkan dananya di SBI. Perlu diketahui
bahwa SBI tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder sebagaimana yang diatur
dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) No 10/XI/2008. Namun Sertifikat ini dapat
diagunkan kepada BI.
4.3.2. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Rendahnya tingkat sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI) dibandingkan
tingkat suku bunga SBI menimbulkan keluhan bagi dunia perbankan terutama
dalam industry keuangan syariah. Rendahnya SWBI dianggap mendorong
64
perbankan syariah untuk menyalurkan kredit yang mengakibatkan dana kelolaan
tidak menarik untuk disimpan terlalu lama. Perkembangan
terakhir
Bank
Indonesia selaku bank sentral telah menerbitkan sertifikat bank Indonesia
Syariah (SBIS) sebagai pengganti SWBI yang dituangkan dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/ 11 /PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835).
Kehadiran SBIS dimaksudkan untuk mendorong dan meningkatkan
pertumbuhan perbankan syariah yang sekian lama masih berkisar 1,7 persen dari
total aset perbankan nasional. Maka dari itu, usulan penerbitan SBIS disinyalir
dari
adanya
keluhan
bank-bank
syariah.
Perbankan
syariah
menilai return penempatan dana Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) lebih
rendah dibanding dengan penempatan dana bank konvensional di SBI. Dalam PBI
itu disebutkan SBIS diterbitkan melalui mekanisme lelang. Pihak yang berhak
mengikuti lelang adalah Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS),
dan pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS. Hanya BUS atau
UUS baru dapat mengikuti lelang SBIS jika memenuhi persyaratan Financing to
Deposit Ratio yang ditetapkan.
Pada Gambar 4.4 memberikan informasi mengenai perkembangan SBI dan
SBIS di Indonesia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bank Indonesia,
dalam lelang perdana awal bulan April 2008 SBIS 1 bulan (28 hari) menyerap
semua penawaran yang masuk dari investor sebesar Rp1,14 triliun. Tingkat
imbalan SBIS ini sebesar 7,97 persen. Selain itu, sejak SWBI berubah nama
menjadi SBIS, besarnya bonus SBIS sejak 2008 hampir mencapai kisaran SBI.
65
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2007 terlihat range yang cukup
jauh antara SBI dan SWBI.
12
10
8
6
4
SBI (%)
2
SBIS (%)
Sep-11
May-11
Jan-11
Sep-10
May-10
Jan-10
Sep-09
May-09
Jan-09
Sep-08
May-08
Jan-08
Sep-07
May-07
Jan-07
0
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.4. Perkembangan SBI dan SBIS
Sebelum April 2008, instrumen syariah yang ada adalah sertifikat wadiah
Bank Indonesia (SWBI). Akad yang digunakan dalam SBIS ini adalah ju’alah.
Ju’alah menggantikan suku bunga yang diterima bank konvensional saat
menanam uangnya di SBI. Bank syariah yang dibenarkan ikut lelang SBIS
hanyalah bank-bank syariah yang memiliki FDR sebesar 80 persen. Tujuan
pembatasan ini agar fungsi intermediasi bank syariah tetap berjalan secara baik
dan tetap melakukan pembiayaan ke sektor riil. SBIS ini sebenarnya lebih dekat
sebagai harga di sektor finansial konvensional.
Secara
konseptual
dan
mengingat
peran
pentingnya
terutama
pemberdayaan sektor riil, sistem keuangan syariah memang sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman serta sudah menjadi kewajiban sejarahnya untuk
lahir dan tumbuh menjadi sistem ekonomi dan keuangan alternatif-solutif. Karena
sistem keuangan syariah dapat memberikan kontribusi positif dalam memobilisasi
dana investasi antar berbagai belahan dunia. Keuangan syariah dapat mendorong
66
wilayah-wilayah yang mengalami kelebihan dana untuk menyalurkan dana ke
sejumlah wilayah yang kekurangan dana. Sehingga, kondisi ini dapat
mendorong integrasi keuangan regional bahkan pada tataran internasional.
4.3.3. Perkembangan Money Supply
Teori yang berdasar pada teori kuantitas uang dan menganggap aktivitas
ekonomi riil memerlukan tingkat real money balances (JUB) tertentu yang dapat
dikendalikan dan tingkat harga yang dapat dikendalikan oleh money supply.
Penjelasannya yaitu dengan jumlah money supply tertentu (bersifat eksogen dan
ditetapkan oleh kewenangan moneter) tingkat harga ditetapkan sebagai tingkat
harga yang unik dimana akan membuat daya beli money supply setara dengan
tingkat jumlah uang beredar yang diinginkan, artinya bank sentral mencoba untuk
memastikan jumlah uang dari pelaku yang diperlukan untuk transaksi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan pada suatu negara akan semakin
banyak masyarakat yang secara keseluruhan akan dapat menghabiskan uang pada
belanja pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa. Bank sentral yang dipegang
oleh Bank Indonesia dengan mudah dapat memainkan peranannya dalam
melakukan
penyesuaian
pasokan
uang
yang
dalam
persediaan
untuk
mengakomodasi perubahan dalam pertumbuhan uang berkaitan dengan transaksi
bisnis. Hal ini jelas berbeda saat negara memiliki tingkat pengangguran yang
tinggi. Akibatnya pendapatan masyarakat cenderung kecil. Kondisi ini akan
menyulitkan peranan bank sentral dalam melaksanankan tugas untuk mengatur
jumlah uang beredar. Di bawah ini adalah gambar pertumbuhan uang di Indonesia
yang diukur berdasarkan narrow money (M1) dan broad money (M2).
Miliar Rp
67
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
-
M2
M1
2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011
Gambar 4.5. Pergerakan Money Supply di Indonesia
Dari Gambar 4.5. menunjukkan bahwa trend yang muncul terhadap money
supply di Indonesia sejak periode 2004 hingga 2011 mengalami kenaikan. Jumlah
nominal money supply dapat berubah karena digunakannya seigniorage sebagai
sumber utama pembiayaan untuk pengeluaran publik atau sebagai hasil dari
operasi pasar terbuka (OPT) dari bank sentral yang membeli utang pemerintah
yang berbunga. Transaksi pertumbuhan uang akan sangat berhubungan dengan
tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan.
4.3.4. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
Nilai tukar Rupiah tidak akan melemah selama capital inflow masih terus
terjadi di Indonesia. Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata
mengalami apresiasi 3,56 persen dibandingkan rata-rata 2010. Tekanan depresiasi
terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi risiko yang memburuk
akibat krisis Eropa. Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan
untuk membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan
dengan fundamental maupun daya saing mata uang di kawasan.
68
XR
9.40
9.35
9.30
9.25
9.20
9.15
9.10
9.05
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.6. Pergerakan Exchange Rate Rupiah terhadap USD
Pada Gambar 4.6 menggambarkan kondisi nilai tukar Rupiah terhadap
USD. Selama Mei 2011, nilai tukar rupiah melemah 2,42 persen menjadi Rp9.059
per dollar AS dengan volatilitas yang meningkat. Hal tersebut dipicu oleh
tingginya permintaan valas di akhir tahun untuk pembiayaan kegiatan impor dan
sentimen risiko akibat imbas ketidakpastian ekonomi global. Belum tuntasnya
penyelesaian krisis utang dan fiskal kawasan Eropa serta menguatnya indikasi
pelemahan ekonomi dunia memengaruhi minat investasi non residen. Secara ratarata, rupiah terdepresiasi sebesar 0,61 persen ke level Rp9.063 per dolar AS.
Namun, secara point to point rupiah masih mampu menguat sebesar 0,46 persen
dari bulan sebelumnya dan ditutup pada level Rp9.098 per dolar AS. Pelemahan
rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan yang secara ratarata juga mengalami koreksi. Adapun tingkat volatilitas rupiah pada bulan laporan
menurun menjadi 0,23 persen.
Untuk keseluruhan tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mengalami
apresiasi meski penguatan lebih lanjut tertahan oleh tekanan depresiatif pada
69
semester kedua. Tertahannya tren penguatan rupiah tersebut terkait dengan
kebutuhan valas di pasar domestik dan imbas meningkatnya faktor risiko global
yang diakumulasi oleh berlarutnya krisis utang Eropa dan perekonomian AS yang
masih lemah.
Ekses likuiditas global pasca quantitative easing di masa krisis tahun
2008, dan terus berlanjutnya program pembelian aset oleh beberapa bank sentral,
serta kebijakan baru penurunan suku bunga dan pembelian surat-surat berharga
jangka waktu 3 tahun telah menjadi sumber aliran dana ke negara berkembang.
Kebijakan suku bunga rendah di negara maju menyebabkan investor
mencari lokasi penempatan dana yang memberikan imbal hasil lebih tinggi.
Emerging markets Asia yang tumbuh lebih tinggi menjadi tujuan utama
penempatan dana global ini, termasuk Indonesia. Indikator imbal hasil investasi di
aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri
(Uncovered Interest Parity) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa
negara di kawasan regional Asia. Bahkan jika memperhitungkan premi risiko,
daya tarik investasi dalam rupiah juga masih menarik. Untuk itu, Bank Indonesia
terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan
likuiditas Rupiah dalam menjaga keseimbangan pasar domestik.
Ketidakstabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dari waktu ke waktu
menyebabkan ketidakstabilan harga saham. Kondisi ini cenderung menimbulkan
keragu-raguan bagi investor, sehingga kinerja bursa efek menjadi menurun. Hal
ini dapat dilihat dari harga sekuritas atau harga saham yang sedang terjadi, baik
indeks harga saham sektoral maupun Indeks Harga Saham Gabungan.
70
4.4.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 sebesar 6,5 persen,
didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat serta masih
terjaganya kinerja ekspor meskipun sedikit melambat. Secara keseluruhan,
pertumbuhan ekonomi 2011 lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1
persen. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan
komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
350000
300000
Triliun Rp
250000
200000
150000
100000
50000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0
Belanja Modal
Pengeluaran Investasi
Sumber: Kementrian Keuangan 2012
Gambar 4.7. Perkembangan Belanja Modal dan Investasi Pemerintah
Gambar 4.7 menunjukkan dukungan pemerintah dalam dunia investasi
dalam pasar modal. Bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar
bebas (terbuka), pasar modal menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi.
Dalam perencanaan pembangunan, suatu negara memerlukan investasi yang
didasarkan pada perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pasar modal memiliki
fungsi penting bagi negara yaitu untuk dapat menciptakan fasilitas bagi keperluan
71
industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran
pasar modal (Hulwati, 2009).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan I- 2012 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
2011 didukung oleh kenaikan investasi. Kenaikan stabilitas investasi tumbuh pada
kisaran 6,8 persen - 7,2 persen.
Bagaimanapun juga modal telah menjadi komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari aktivitas pembangunan ekonomi. Pada negara berkembang,
kecukupan dana menjadi masalah dalam melakukan ekspansi perusahaan.
Tambahan dana yang diperoleh pada umumnya didapat melalui pinjaman kredit
pada sektor perbankan. Dengan meningkatnya stabilitas investasi di Indonesia,
mampu meningkatkan efektivitas pencarian dana alternatif perusahaan melalui
pasar modal. Dengan begitu, perusahaan dapat menerbitkan dan menjual sekuritas
pasar modal untuk menjaring dana pada masyarakat.
Download