THE SOCIAL CONTRUCTION OF MULTICULTURAL BASED ON THE UMMUL QUR’AN Ali Sukamtono* ABSTRACT The social reality of religion, state and nation in the lately twenty years in the world tends to more and more unrest fenomena, included in Indonesia although it is famous with the high pluralism and tolerant as a nation. The universal Islamic values (rahmatal lil alamin), as if, it were not able to respond some global challenges. The Ummul Qur’an (al-Fatihah) as a the essence of the Decree of God is so relevant to elaborate and to solve the events and social problems. The seven verses in surah alFatihah contains three major of Islamic teachings, God (Tuhan), Nature (Alam), and Man (Manusia). They are integrated and unseparated each others. In surah al-Fatihah verse 1, 2 and 3 is also manifestated in Pancasila verse 1, 2 and 3. Allahu Akbar, The Almighty God. First, the belief in God; is a essence of the belief, the oneness, and the truth of rality teachings (hablum minalloh). In short, how to have religion. Second, humanity in justice and civilized; is an extensive elaboration of the Islamic Teachings and Ritual Obligations (hablum minan nas); how to have a nation. Third, the Unity of Indonesia; is a * Teaching staff at Post Graduate Program, Darul Ulum University of Jombang, East Java. 211 International Seminar on Islamic Civilization reconstructed thoughts of charity, morals and mysticism (hablum minal alam); how to a state. By harmonizing and integrating the three components of TAM, Insya Alloh, God Willing, the crisis of religiousness, the crisis of stateness and the crisis of stateness will be resolved. This article is reconstructing an integrative, constructive, harmonized, interconnective social reality thought. This article is also a further development of research of the author. Key words: The Social Construction of Multicultural, Ummul Qur’an PENDAHULUAN K eberagaman kultur sosial Indonesia merupakan anugerah sekaligus masalah. Kekayaan alam yang melimpah dan jumlah suku bangsa, bahasa, agama dan budaya yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara adalah sebuah keniscayaan. Kenyataan ini patut kita syukuri, sebab bila tidak akan menjadi duri dalam urat nadi. Bagaimana cara mensyukurinya? Mengapa faham radikal terus berkembang? Alhamdulillah, kita telah diberi petunjuk berupa alQur ’an untuk memecahkan semua permasalahan. Kandungan al-Qur’an terangkum dalam um’mul Qur’an atau al Fatiha. Tujuh ayat yang dibaca beru-ulang ini sudah sangat familier di kalangan umat Islam. Mari kita gunakan Ummul Qur’an ini sebagai basik untuk memahami kenyataan sosial yang multikultural ini. Disamping kalam Ilahi tersebut, diperlukan teori sebagai pisau analisis untuk membedah peristiwa sosial yang terus berubah. Setidaknya ada dua teori yang relevan untuk 212 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an mengupasnya, yaitu teori Konnstruksi Sosial oleh Peter L. Berger dan teori Strukturasi oleh Antony Giddens. Keduanya adalah sosiolog kontemporer kenamaan. Gambar 1 INSPIRASI KONSTRUKTIF TAFSIR SOSIAL MULTIKULTURAL Pada tahun 1966 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menulis buku “The Social Construction of Reality, A Treatise in Sociology of Kowledge”. Pada tahun 1990 buku tersebut diterjemehkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan”, Penterjemah Hasan Basari; Pengantar Frans M. Parera, Penerbit LP3ES Jakarta. Buku tersebut penulis baca sejak tahun 1994, saat belajar di S2 dan S3 Ilmu Sosial PPs 213 International Seminar on Islamic Civilization Unair Surabaya. Di dalamnya terdapat kutipan dari tulisan Ibnu al Arabi, mistikus Islam terkenal: “Selamatkan kami ya Allah, dari lautan nama-nama!” “Seruan Ibnu al Arabi ini sering kami ulang selama kami belajar Sosiologi”. Kalimat singkat tersebut sangat unik, isinya yang sangat menginspirasi. Unik, di luar dugaan, ternyata terdapat sosiolog terkenal yang mengagumi karya Ibnu al Arabi, yang kemudian diikuti banyak sosiolog kontemporer. Justru, di kalangan ilmuwan muslim sendiri, baik dari kalangan pesantren maupun akademisi, gerakan ini jarang ditemui. Di sisi lain, konten isinya sangat manginspirasi; dari kalimat singkat tersebut bisa ditafsirkan atau di-breakdown tiga pengertian utama. Pertama, pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia yang multikultur ini, kata atau nama “Allah” bisa disebut dengan “Tuhan Yang Maha Esa”, yang menjadi sila pertama Pancasila, dasar negara Republik Indonesia. Sangat konstruktif dan strategik. Pengakuan ini sekaligus bermakna bahwa tidak alasan lagi faham atheis untuk hidup di Indonesia. Kedua, banyak sekali nama atau konsep di alam dunia ini yang tidak terhitung jumlahnya. Nama-nama atau konsepkonsep tersebut ada yang diciptakan oleh Allah dan ada yang dibuat oleh manusia. Setiap ada barang baru pasti muncul nama baru. Setiap ada hasil penemuan maka muncul nama atau konsep baru. Sudah begitu banyak hasil penemuan manusia, baik yang tidak sengaja, try and error, maupun yang disengaja melalui penelitian terstruktur. Kita bebas memilih konsep mana yang kita anggap penting. 214 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an Ketiga, manusia akan tenggelam dalam lautan namanama tanpa proteksi Allah, Tuhan YME. Kita sadar, bahwa sesungguhnya kita ini lemah, terutama ketika berhadapan dengan nama atau konsep yang begitu banyak. Tanpa perlindungan dari Allah pasti tersesat. Karena itu dalam ajaran Islam kita sangat dianjurkan membaca istiadah sebelum membaca ayat-ayat al-Quran, baik yang terdiri dari ayatayat kauniyah maupun yang qauliyah. Syetan akan selalu menyesatkan manusia melalui berbagai cara, termasuk dalam memahami atau menafsirkan nama-nama atau konsep-konsep tersebut. Ajaran tentang membaca isti’adah ini terdapat dalam Surat an Nahl ayat 98: LANGKAH PERTAMA YANG MENENTUKAN Sebagai umat Islam kita yakin al-Quran sebagai sumber kebenaran. Semua isi kandungannya terangkum dalam Umul Quran (al-Fatihah). Mari, tujuh ayat yang dibaca berulang– ulang ini (QS 15:87) kita gunakan sebagai unit analisis dalam konstruksi berfikir dan berbuat. Secara sistematik al Fatihah terdiri dari ayat 1,2,3,4,5,6 dan 7. Lalu kita beri angka berapa istiadah? Karena istiadah dibaca sebelum al Fatihah, logikanya sebelum angka 1 adalah angka nol. Maka yang paling tepat untuk istiadah adalah angka nol. Angka nol adalah angka yang sangat fenomental. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khusunya matematika, ilmuwan Arab (Islam) telah menemukan angka 0 (nol) yang kemudian dikenal dengan angka Arab (the Arabic number) 215 International Seminar on Islamic Civilization yang memiliki sepuluh angka (1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0). Berbeda dengan angka Romawi (the Greece number) yang tidak memiliki angka nol. Dengan ditemukannya angka nol ini, ilmu pengetahuan teknologi berkembang dengan sangat pesat seperti yang kita saksikan sekarang ini. Karena itu para ilmuwan, termasuk ilmuwan Barat menyatakan terima kasih kepada ilmuwan Islam yang telah menemukan angka nol ini. Angka nol digambar atau ditulis dengan bentuk bulat atau lingkaran. Mengapa? Karena faktanya ciptaan Allah semua wujudnya bulat. Matahari dan bulan wujud atau bentuknya bulat seperti yang kita lihat. Secara empirik mata kepala kita melihat sendiri secara langsung. Ini adalah kebenaran yang nyata, ainul yakin (kebenaran empirik alamiyah) yang berbasis pada keberadaan ALAM. Berikutnya, apa benar bumi itu juga bulat? Apa kita melihat sendiri? Tidak, tapi kata ilmuwan, yang menggambarkan bumi seperti globe yang berbentuk bulat mirip bola. Bentuk keyakinan ini disebut ilmul yakin (kebenaran teoretik insaniyah) yang berbasis pada hasil pemikiran (MANUSIA). Albert Einstein, ilmuwan terkemuka mengatakan bahwa bentuk asli fisik adalah bulat, dan dia berhasil menemukan Tuhan. “God is subtle, but he is not malicious”.1 Artinya: Tuhan itu halus (bulat), tapi Dia tidak jahat. Tentang wujud matahari, bulan, dan bumi berbentuk bulat juga sudah terindikasi oleh al Quran Surat Yasin ayat 1 Encyclopedia Britania, USA: Copyright under International Copyright Union, 1964. vol. 8, p. 97. 216 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an 40. Keyakinan akan kebenaran bahwa alam semesta, termasuk matahari dan bulan, langit dan bumi berbentuk bulat ini disebut haqqul yakin (kebenaran teologtik ilahiyah) yang bersumber pada firman (TUHAN). Mana yang benar, bintang itu bulat atau segilima? Mengapa orang menggambar bintang bentuknya segilima, padahal faktanya wujudnya bulat? Jawabnya, kesepakatan atau ijma’. Karena keterbatasan indera manusia dalam mengidenfikikasi alam nyata ini; apalagi alam gaib. Dibutuhkan petunjuk dari Yang menciptakannya; ini perlu disadari dengan sepenuh hati. Karena sangat jauh, bintang tidak tampak wujud, bentuk atau strukturnya. Yang tampak adalah sifatnya, bintang itu bersinar. Berapa jumlah sinarnya? Bila dilihat secara empirik dengan mata kepala, banyak sinar yang memancar, tampak kelap-kelip. Namun, bila dilihat dengan lensa cembung ada empat sinar yang panjang. Akhirnya disepakati secara teoretik konseptual bintang itu segilima bentuknya. Konseptualisasi ini berdasar asumsi, jari tangan dan kaki manusia jumlahnya lima. Untuk mencapai kebenaran yang ideal komprehensip, senergitas antara kebenaran empirik, teologik dan teoretik diperlukan langkah-langkah sistematik konstruktif. Bermula berangkat dari nol menuju ke titik. Nol artinya nihil (tidak ada), sedang titik maknanya ada (satu). Wujudnya, nol itu lingkaran tanpa isi, sebaliknya titik itu bulatan tanpa kulit. Kalau keduanya dijadikan satu, maka nol posisinya ada di 217 International Seminar on Islamic Civilization bagian luar sebagai kulitnya dan titik posisinya di dalam sebagai isinya. Dari mana kita mulai, dari luar atau dari dalam? Secara logik teoretik kita sulit menjawabnya, tergantung posisi kita. Namun, secara teologik, Allah telah memberi petunjuk kepada kia. Awalnya dimulai dari luar (lahir) diakhiri (batin), sebagaimana firman Allah dalam surat al Hadid ayat 3. Lingkaran itu sejatinya adalah garis lurus. Bila kita berjalan di atas bumi atau naik pesawat dari tempat ini, misalnya, lurus ke barat terus, pasti kita akan kembali ke tempat semula. Bumi yang kita kelilingi itu teryata berupa bulatan kecil, jauh bila dibanding planit-planit di alam jagat raya ciptaan-Nya. Dengan penalaran ini dapat kita fahami bahwa di dalam angka nol itu terdapat sesuatu, yaitu titik. Di mana kadang-kadang titik itu seolah-olah tidak berwujud (Wujuduhu ka adamihi). Pada suatu penelitian misalnya, sebelum kita terjun ke lapangan, sering disarankan agar mulai berangkat dari hipotesis nol (H0) yang berarti, kemungkinan tidak ada (nol), tidak ketemu sesuatu yang akan kita cari di lapangan nanti. Di sisi lain, digunakan hipotesis alternatif (Ha) yang berarti akan ada sesuatu yang bisa kita temukan. Dalam ajaran Islam, terdapat kalimat tauhid atau kalimah thoyibah (Tidak ada Tuhan selain Allah). Kalimat tauhid ini terdiri 4 kata: → → dan → . Dimulai 218 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an dari (nol) yang berarti tidak ada, manusia terus mencari (Tuhan) pencipta jagat raya beserta isinya ini. Banyak mereka yang tersesat sehingga mempertuhankan alam (musyrik); (kecuali) mereka yang sungguh-sungguh mencari-Nya, Dia akan memperoleh petunjuk-Nya, sehingga berhasil menemukan satu titik (ada), yaitu (makrifat), Dia itulah (+ ), Tuhan Yang Maha Esa. Konstruksi ini bisa difahami, bahwa suatu hakikat kenyataan itu dimulai diakhiri dengan . Allah berfirman dalam hadis Qudsi disebutkan: Agar manusia tidak tersesat sangat dianjurkan untuk sering-sering membaca isti’adah. Dengan pengertian, kita harus menyadari bahwa sesungguhnya diri kita lemah, kosong, tidak ada apa-apanya, bodoh, fakir, miskin, tidak berdaya, dst. Kita tidak boleh sombang, merasa lebih baik dari yang lain. Selama kita masih merasa lebih baik dari yang lain, hidayah Allah pasti tidak akan datang. Dalam al-Quran banyak kisah tentang itu, antara lain kisah Nabi Adam dan Nabi Yunus. Mereka baru mendapat pertolongan Allah ketika benar-benar menyadari kelemahannya. Dengan kesadaran ini, kita akan rela memposisikan diri pada strata yang paling rendah, seperti gelas yang kosong. Yang kita cari adalah air. Sedikit demi sedikit gelas tentu akan terisi air yang dituangkan oleh yang mengetahui. Dengan 219 International Seminar on Islamic Civilization demikian jelas, strategi sebelum melangkah mengerjakan sesuatu adalah mulai dari nol menuju titik (angka satu) dengan membaca isti’adah. Langkah berikutnya adalah membaca ummul Qur’an yang terdiri dari 7 (tujuh) ayat. Gambar 2 UMMUL QURAN SEBAGAI BASIK KONSTRUKSI SOSIAL Ayat pertama,,subtansinya adalah keberadaan Allah (Tuhan Yang Maha Esa), Dialah yang pertama ada (wujud) yang memiliki dua sifat utama yaitu Rahman dan Rahim. Rahman bersifat duniawi lahiriyah dan rahim bersifat ukhrowi batiniyah. Hubungan keduanya konstruktif dualitas (berpasangan), bukan destruktif dualisme (berlawanan). Istilah konstruktif dipinjam dari Berger2, dan istilah dualitas 2 Peter L. Berger, & Thomas Luckmann, 1966, The Social Construction of Reality, A Treatise in Sociology of Kowledge, Doubleday & Company, Inc. Garden City, New York. 220 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an pinjam dan Giddens.3 Dengan teori konstruktif dualitas ini bisa dieksplore berbagai istilah atau konsep seperti yang diisyaratkan-Nya dalam Surat Yasin ayat 36: Ayat kedua, subtansinya adalah alam (A), yang ada setelah Tuhan. Pada khazanah keilmuan Islam, alam sering dikontraskan dengan Tuhan sebagai kholiq (pencipta). Perdebatannya sangat panjang dan melelahkan, sehingga menimbulkan banyak aliran madzab dalam perkembangan pemikiran dan pergerakan Islam. Ayat ketiga, subtansinya adalah manusia (M), yang ada setelah Tuhan dan alamni. Manusia memang termasuk makhluk, tapi sangat berbeda dengan makhluk yang lain, karena sangat sempurna baik lahir jasadnya maupun batin ruhnya. Jasadnya berasal dari tanah (alam) dan ruhnya berasal dari Allah. Karena itulah para malaikat pun disuruh bersujud. 4 Penulis pernah menyajikan formula A + T = M, bila dibalik M = A + T. Artinya, manusia (M) terdiri dari dua unsur (A+T). Ilmu Sosial (M) merupakan sinergi dari sains (A) dan agama (T)5 Ayat keempat, Tuhan diposisikan sebagai tujuan ( ) iman tauhid, hablum minallah. Hakikat iman tauhid adalah 3 4 5 Anthony Giddens & Jonathan Turner, 1988, Social Theory Today, California: Stanford University Press. Sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan. Ali Sukamtono, Procceding Seminar Nasional Pascasarjana II, ITS Surabaya, 2002 221 International Seminar on Islamic Civilization selalu dekat dengan Tuhan . Manusia ingin selamat akhirat nanti, amalnya di dunia akan dibalas. Dengan kata lain, pada yaumul hisab, timbangan padalanya lebih berat6 atau pada hari qiyamat mendapat syafaat. Untuk itu harus persis penempatannya. Ayat kelima, manusia diposisikan sebagai proses ( ) fiqh Islam, hablum minan nas. Dulukan kewajiban, baru menuntut hak, dulu baru . Ibadah dan bekerja keras dulu, baru minta imbalan yang sepadan. Konstruksi yang dikembangkan oleh Kiai Musta’in, proses menegakkan syariat Islam ini harus menggunakan otak dan hati, dengan semboyan “Otak London Hati Masjidil Haram”. Otak urusan dunia, seperti Inggris yang ibu kotanya London berhasil menguasai dunia. Hati urusan akkhirat, seperti orang tawaf bersemangat mengelilingi Masjidil Haram walaupun dalam kondisi apapun, demi keselamatan di akhirat nanti.7 Ayat keenam, alam diposisikan sebagai sarana ( ) tasawuf Ihsan, hablum minal alam. Suatu tuuan ntuk sampai pada hasil dibutuhkan proses dan sarana atau jalan yang dalam bahasa al-Qur’an . Untuk mendapatkan jalan yang benar ini, menurut Kiai Musta’in, hatinya harus selalu berdikir dan otaknya harus selalu berfikir sebagaimana firman Allah (QS 3: 191). 6 7 Al Quraan Surat al Qoriah ayat 6-7 – Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Ali Sukamtono, Tafsir Sosial TAM, Rekonstruksi Pemikiran Trisula Kiai Musta’in Romly, Islamadina, Jurnal Pascasarana Agama Islam Swasta, Vol. I, No.2, Juli-Desember 2016. 222 The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an ) final, yang Ayat ketujuh, diposisikan sebagai hasil ( merupakan inti yang paling penting. Akhirnya, kalau tidak masuk surga, ya neraka. Tentu kita semua ingin masuk surga mengikuti jejak . Amin. Dengan demikian, umul Qur’an yang terdiri dari tujuh ayat bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian. Bagian pertama, subtansi ontologi, ayat 1,2, dan 3. Bagian kedua, posisi epstemologi, ayat 4, 5, dan 6. Bagian ketiga, esensi aksiologi, yaitu ayat 7. Semuanya penting, namun yang pal. ing penting adalah yang terakhir8, hasilnya Gambar 2 ARGUMEN TEOLOGIK, EMPIRIK, DAN TEORTIK 8 223 International Seminar on Islamic Civilization Pancasila adalah sebuah konsep hasil kesepakatan (ijma’) para pendiri bangsa yang mayoritas muslim. Rumusan Pancasila ini dibangun dari dua arah yang sangat fundamental. Pertama, berdasarkan fakta lahiriyah, material empirik, rasional historik, objektif mesureable, dan ilmiah nihilis, yang berangkat dari kekosongan ALAM (sains). Kedua, berdasarkan konsep batiniyah, ideal simbolik, spiritual normatif, subjektif interpretable (multitafsir), dan ilahiyah Teologis, yang bermuara pada keberadaan TUHAN (agama). Adapun MANUSIA (sosial) posisinya berada di tengah, sehingga urutannya menjadi: Ketuhanan – Kemanusiaan – Keindonesiaan; 224 Keagamaan – Kebangsaan – Kenegaraan; Spiritualis – Humanis – Natulalis; Religius – Sosiologik – Sainstifik; Ilahiyah – Insaniyah – Alamiyah, dst. The Social Contruction Of Multicultural Based On The Ummul Qur’an DAFTAR PUSTAKA Azevedo, Jane, 1997, Mapping Reality, An Evolutionary Realist Methodology for the Natural and social Sciences, State University of New York Press. Berger, Peter L. & Luckmann, Thomas, 1966, The Social Construction of Reality, A Treatise in Sociology of Kowledge, Doubleday & Company, Inc. Garden City, New York. ————,1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Penterjemah Hasan Basari; Pengantar Frans M. Parera, Jakarta: LP3ES. Giddens, Anthony,, 1999, Runaway World, London: Profile Books. Giddens, Anthony & Jonathan Turner, 1988, Social Theory Today, California: Stanford University Press. Sukamtono, Ali, Sinergi ATM (Sintesis Energi Alam, Tuhan, dan Manusia) : Sebuah Paradigma Penelitian Baru, Proceeding Seminar Nasional Pascasarjana II, ITS Surabaya: 4-5 September 2002 ————, SYNERGY NGM (Synthesis of Energy of Nature, God, and Man): A Paradigm towards World Peace, International Seminar Globalization, Religion, and the Media in the Islamic World: Intercultural Dialogue, Yogyakarta (Indonesia), October 8th-9th 2002 ————, Rekonstruksi Pemikiran Kiai Musta’in tentang Sistem Pendidikan di Universitas Darul ‘Ulum 225 International Seminar on Islamic Civilization Jombang, Disertatasi, Ilmu Sosial, Unmer Malang, 2011 ————, Tafsir Sosial TAM, Rekonstruksi Pemikiran Trisula Kiai Musta’in Romly, Islamadina, Jurnal Pascasarana Agama Islam Swasta, Vol. I, No.2, Juli-Desember 2016. 226