2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ane mon Anemon merupakan salah satu anggota dari Filum Cnidaria. Anemon mempunyai Nematocyst atau sel penyengat yang menjadi ciri khas dari golongan cnidaria. Populasi anemon tersebar keseluruh lautan mulai dari wilayah trop is sampai kutub. Anemon pasir (Heteractis malu) merupakan salah satu jenis anemon yang hidup di wilayah perairan tropis. Tampilan fisik Heteractis malu dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. Menurut Suwignyo et al. (2005), karakteristik anemon laut secara umum diantaranya; polip soliter, biasanya mempunyai pedal disk semacam kaki, Siphonoglyph biasanya berjumlah dua, tidak mempunyai rangka, hidup menempel tetapi tidak melekat pada batu, pasir, atau hewan avertebrata lain, dan dapat merayap menggunakan pedal disk semacam kaki. Sumber : Colin and Arneson (1995) Gambar 1. Anemon Jenis Heteractis malu dari Papua New Guinea 4 5 2.1.1. Taksonomi Heteractis malu Taksonomi Heteractis malu menurut WoRMS (2010) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Cnidaria Kelas : Anthozoa Subkelas : Hexacorallia Ordo : Actiniaria (anemon laut) Family : Stichodactylidae Genus : Heteractis Spesies : Heteractis malu (Haddon & Shackleton, 1893) 2.1.2. Struktur tubuh ane mon Secara umum anemon laut mempunyai struktur tubuh berbentuk polip dan hidup secara soliter. Bagian terbesar pada tubuh anemon laut adalah sebuah batang tubuh seperti tabung (column), dibawah aboral terdapat telapak kaki yang datar (pedal disc), dibagian oral agak melebar terdapat mulut yang dikelilingi tentakel (Gambar 2). Mulut terhubung secara langsung dengan actinopharynx (saluran seperti tenggorokan yang menghubungkan ke rongga perut/coelenteron). Pada rongga perut tedapat mesenterial filaments yang berfungsi sebagai pencerna makanan, sedangkan gonad dapat dilihat diantara mesentery dan mesenterial filaments. Sumber : McCloskey, 2011 Gambar 2. Struktur Tubuh Anemon Secara Umum 6 Pada bagian tentakel terdapat tiga lapisan tubuh yaitu ektoderm, mesoglea, dan endoderm (Gambar 3). Pada lapisan ektoderm terdapat sel nematocyst yang menjadi ciri khas Filum Cnidaria. Sedangkan pada lapisan endoderm dapat ditemukan alga symbion yaitu zooxanthellae. ect e.1 n.1 m.1 mg en mes end nem R1 R zoox (a) Sumber : McCloskey, 2011 (b) Gambar 3. Potongan Melintang Bunodeopsis antilliensis (a) dan Thelaceros rhizophorae (b). Ektodermal epithelium (e.1), Nervous layer (n.1), Ektodermal muscular (m.1), mesoglea (mg/mes), endoderm (en/end), rongga tentakel (R), rongga pada pertumbuhan tentakel (R1), nematocyst (nem), zooxanthellae (zoox) 2.1.3. Pengaruh suhu lingkungan te rhadap kehidupan ane mon laut dan he wan karang Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang dapat mempengar uhi kehidupan biota yang hidup di perairan. Beberapa pengaruh suhu terhadap kehidupan biota perairan khususnya anemon laut dan hewan karang adalah sebagai berikut : 1. Stan dan Hauter D (2010) menyatakan bahwa pemeliharaan anemon pada akuarium dengan suhu yang hampir sama di tempat asal anemon (80-900 F) tersebut memberikan jangka waktu bertahan hidup yang lebih lama daripada suhu akuarium yang lebih rendah (71-750 F). Selain itu, 7 pemeliharaan anemon pada akuarium dengan suhu air 76 0 -780 F memberikan jangka waktu bertahan hidup tiga kali lebih lama daripada pemeliharaan dengan suhu air 710 -750 F. 2. Peningkatan temperatur air laut dapat menyebabkan terganggunya proses fotosistesis yang kemudian dapat meningkatkan konsentrasi ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu berupa H2 O2 . Meningkatnya konsentrasi ROS akan menyebabkan kerusakan membran sel (host cell) yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada mekanisme pelepasan sel zooxanthellae yaitu exocytosis, host cell detachment, dan host cell apoptosis (Weis, 2008). Keluarnya zooxanthellae dari jaringan endoderm hewan karang menyebabkan terjadinya pemutihan hewan karang (bleaching). 3. Pada anemon pasir, jumlah pembelahan mitosis zooxanthellae berkurang seiring dengan bertambahnya suhu lingkungan (Zamani, 1995). 4. Pada kondisi laboratorium, Anthopleura elegantissima yang hidup pada suhu 20° C kehilangan berat badan secara signifikan dibandingkan dengan anemon dengan jenis sama yang hidup pada suhu 13° C (terlepas dari jenis anemon) (Saunders dan Parker, 1997). Hilangnya berat badan juga dialami oleh salah satu jenis anemon yaitu Actinia equina yang dipelihara pada suhu 25-30o C (Chomsky, et al., 2004). 5. Bertambahnya suhu perairan, akan menambah juga tingkat respirasi anemon (Chomsky, et al., 2004). 8 2.2. Zooxanthellae Zooxanthellae merupakan dinoflagellata dari genus Symbiodinium yang berwarna kuning-cokelat dan pada umumnya bersimbiosis dengan hewan bentik dari filum Cnidaria (Douglas, 2003). Adapun siklus hidup zooxanthellae menurut Sorokin, 1993 in Purnomo, 2011 adalah sebagai berikut : 1. Bentuk yang tetap (immotil) berupa cyst (dalam sel inang) dengan kulit sel yang keras (dalam media budidaya). 2. Bentuk gymnodinium flagella 3. Zoosporangia mengandung zoospora motil yang besar (dapat berenang aktif sehingg dapat menempel pada inang) 4. Zoosporangia mengandung 2-3 zoospora nonmotil Sebagai simbion, zooxanthellae mempunyai peran terhadap inangnya misalnya hewan karang, sebagaimana yang disebutkan oleh Sebens (1997) in Purnomo (2011) yaitu sebagai berikut : 1. Memberikan warna 2. Memberikan 95 % Energi hasil fotosintesis (Muscatine, 1990 in Purnomo, 2011) 3. Memenuhi 90% kebutuhan karbon polyp 2.2.1. Pengaruh suhu lingkungan te rhadap kehidupan Zooxanthellae dan simbiosis dengan inangnya. Beberapa pengaruh suhu lingkungan terhadap kehidupan Zooxanthellae dan simbiosis dengan inangnya adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan suhu perairan sebesar 2o C -3o C dari temperatur normal menyebabkan kerusakan simbiosis karang dengan zooxanthellae sehingga 9 jika terjadi dalam beberapa bulan, dapat menyebabkan bleaching yang luas dan bahkan kematian karang seperti observasi yang dilakukan di Indonesia oleh Brown (1983) dan Suharsono (1998) (Brown, 1983 dan Suharsono, 1998 in Purnomo, 2011). 2. Peningkatan suhu secara ekstrim juga dapat menyebabkan kerusakan sel zooxanthellae hingga menjadi mati (Zamani, 1995). 3. Zamani (1995) menyatakan bahwa peluluhan pigmen dan pelepasan zooxanthellae dari polip karang akibat adanya tekanan suhu tidak hanya terjadi dalam bentuk keluarnya zooxanthellae di dalam sel polip, tetapi proses pelepasan tersebut diikuti oleh kerusakan seluler. Berdasarkan hal tersebut maka proses degradasi dapat dilihat dengan cara mengamati perubahan kandungan endosimbion dan perubahan struktur sel. 4. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kepadatan zoochlorellae/zooxanthellae yang berasosiasi pada Anthopleura elegantissima, secara signifikan dan penurunan indeks mitosis alga (dari 15% menjadi <5% pembelahan sel setelah 6 hari) untuk waktu pemeliharaan (pemberian perlakuan) lebih dari 25 hari (Saunders dan Parker, 1997).