ASOSIASI DAN POLA SEBARAN BULU BABI

advertisement
Gani, L.A., dkk. (2013). Asosiasi dan Pola Sebaran Bulu Babi di Pantai Maregam
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
ISSN : 2301-4678
ASOSIASI DAN POLA SEBARAN BULU BABI (Echinoidea)
DI PANTAI MAREGAM KOTA TIDORE KEPULAUAN
Lista, A. Gani (1), Nuraini Sirajudin (2), dan Zulkifli Ahmad (2)
(1)
(2)
Alumni Prodi Pendidikan Biologi FKIP Unkhair
Staf Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Unkhair
Email : [email protected]
ABSTRAK
Sumber daya perikanan dalam konteks keanekaragaman hayati meliputi semua organisme
(biota) yang hidup di perairan laut, asosiasi adalah suatu tipe yang khas ditemukan dengan kondisi
yang sama dan berulang di beberapa lokasi. Hubungan ini ditemukan di lingkungan daratan maupun
lautan seperti halnya di perairan, penyebaran merupakan penanda interaksi keberadaan biota dalam
lingkungan yang ditujukan dengan berbagai pola yang terbentuk dari hasil interaksi, faktor-faktor
yang mendukung kelangsungan hidup suatu biota laut dapat pula menentukan keberadaan serta
penyebaran dari biota (Echinoidae) tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi bulu babi dengan lamun dan pola
penyebaran bulu babi di Perairan Pantai Desa Maregam Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore
Kepulauan. Tipe penelitian ini yaitu deskriptif, dan pencuplikan dilakukan pada 2 stasiun dengan 50
plot pengamatan yang berukuran 5x5 m2 secara sistematik. Pengukuran faktor lingkungan misalnya
salinitas, suhu, pH dengan menggunakan Refractometer, Thermometer air, dan pH meter air secara
in situ.
Hasil penelitian menunjukan bahwa asosiasi bulu babi dengan lamun di perairan pantai Desa
Maregam Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore Kepulauaan pada kedua stasiun adalah asosiasi
negatif. Sedangkan pola sebaraan bulu babi (Echinoidea) di perairan pantai Desa Maregam
Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore Kepulauan adalah mengelompok dengan nilai ID pada kedua
stasiun berturut-turut adalah 1,18 dan 1,55.
Kata Kunci : Asosiasi, pola sebaran, bulu babi, maregam, Tidore Kepulauan.
Sumber daya perikanan (fishery
resources atau aquatic living resource) dalam
konteks keanekaragaman hayati meliputi
semua organisme (biota) yang hidup di
perairan tawar dan perairan laut (Dahuri,
2003). Perairan laut yang luas memiliki
keanekaragaman biota laut yang tinggi. Dari
sekian banyaknya jenis biota laut, ada yang
bernilai ekonomis penting karena dapat
berguna bagi manusia serta ada juga yang
tidak memiliki nilai ekonomis penting, salah
satu biota yang memiliki nilai ekonomis
penting adalah bulu babi (Echinoidea). Bulu
babi termasuk dalam filum Echinodermata,
yang artinya kulit berduri, atau sering juga
disebut dengan istilah Sea urchins (Anonim,
2009). Jenis-jenis Echinoidea yang potensial
untuk diusahakan antara lain Diadema
setosum, Echinometra mathaei, Echinothrix
sp. dan Salamacis sp. (Nontji, 2005).
Salah satu sumber daya laut yang
sangat diperhatikan yaitu di bagian kawasan
pesisir, karena di kawasan tersebut merupakan
ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis yang tinggi.
Kawasan pesisir memiliki sejumlah fungsi
ekologis berupa penghasil sumberdaya dan
171
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
ISSN : 2301-4678
penyedia kebutuhan primer bagi kehidupan
laut (Dahuri, 2003).
masyarakat Desa Maregam, untuk senantiasa
tetap menjaga kondisi alamiah perairan dan
dapat mengelola serta memanfaatkan potensi
bulu babi (Echinoidea) secara berkelanjutan.
Ekosistem perairan yang seimbang, dapat
tercipta pola dinamika yang serasi dan
memiliki makna bagi keberlangsungan hidup
manusia. Pengetahuan tentang ekosistem,
dapat dipelajari dengan mengungkap asosiasi
dan interaksi antara organisme di perairan itu
sendiri, sehingga kajian terhadap asosiasi
antara bulu babi dan pola sebarannya di
perairan Desa Maregam, menjadi hal menarik
untuk dikaji dan diteliti.
Pola sebaran organisme sangat penting
karena merupakan salah satu faktor biologis
yang mempengaruhi keanekaragaman dalam
kehidupan biota perairan di zona intertidal
maupun pada zona dangkal, karena organismeorganisme yang hidup di daerah ini harus
memiliki sistem/alat tubuh khusus (cangkang
yang berduri) untuk mempertahankan hidup
dari pemangsa/predator dan habitatnya
(Sediadi, 2004).
Desa Maregam merupakan salah satu
pulau yang berada dalam propinsi Maluku
Utara. Desa Maregam terletak di antara Pulau
Tidore dan Pulau Halmahera, atau lebih
tepatnya berada di Kota Tidore Kepulauan
dengan luas ± 361 Ha. Pantai Desa Maregam
didominasi oleh tipe pantai berpasir putih dan
memiliki keanekaragaman biota (ikan,
teripang, bulu babi, karang, dan lamun) yang
masih terpelihara dengan baik. Hal ini karena
kondisi Desa Maregam masih dikategorikan
alami dan belum mengalami pencemaran
(Profil Desa Maregam, 2009). Karena kondisi
perairan yang masih alami dan belum tercemar
tersebut, bulu babi (Echinoidea) dapat
ditemukan tersebar dengan baik di perairan
Desa Maregam. Laut yang masih alami
memiliki makanan yang melimpah, sehingga
membuat bulu babi bertahan hidup (Nybaken,
1998).
Diadema setosum merupakan satu
diantara jenis bulu babi yang terdapat di
Indonesia dan memiliki nilai konsumsi.
Diadema setosum termasuk dalam kelompok
Echinoidea beraturan (regular echinoid),
yakni Echinoidea yang mempunyai struktur
cangkang seperti bola, biasanya oval pada
bagian oral dan sisi atas. Permukaan cangkang
di lengkapi dengan duri panjang yang berbedabeda, tergantung jenisnya (Barnes, 1994).
Berikut ini adalah sistematika dari salah satu
jenis bulu babi (Echinoidea sp.).
Regnum
Phylum
Classis
Ordo
Familia
Genus
Spesies
Pada umumnya, masyarakat Desa
Maregam memiliki mata pencaharian sebagai
nelayan, petani dan buruh bangunan, dengan
jumlah penduduk ± 427 jiwa (Profil Desa
Maregam, 2009). Pengetahuan masyarakat
tentang bulu babi-pun masih sangat minim.
Pemanfaatan bulu babi hanya dikomsumsi
saja, tidak dalam bentuk yang lain, misalnya
diperuntukkan sebagai bahan perhiasan, atau
dijual untuk meningkatkan pendapatan
keluarga. Hasil penelitian ini diharapkan; (1)
sebagai bahan pembelajaran bagi siswa pada
pokok bahasan keanekaragaman hayati di
jenjang pendidikan menengah (SMA); (2)
dapat memberikan informasi ilmiah kepada
: Animalia
: Echinodermata
: Echinoidea
: Cidaroidea
: Diadematidae
: Diadema
: Diadema setosum
Bulu babi adalah hewan dengan ukuran
tubuh yang kecil dengan bentuk tubuh bulat,
termasuk dalam kelas Echinoidae (Anonim,
2009). Bulu babi dapat ditemukan di seluruh
samudera dan habitat utamanya di lautan.
Kulit atau “Test” membentuk putaran secara
khas dari 3 sampai 10 cm berhadapan. Warna
umumnya hitam, coklat, hijau, ungu, dan
merah, dengan duri-durinya yang panjang dan
mudah sekali patah jika terinjak kaki, karena
komposisi utama penyusun duri adalah bahan
dari zat kapur (CaCO3).
172
Gani, L.A., dkk. (2013). Asosiasi dan Pola Sebaran Bulu Babi di Pantai Maregam
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
Bulu babi (Echinoidea) merupakan
salah satu biota laut yang mempunyai peranan
penting dalam komunitas, khususnya ditinjau
dari segi ekologis. Bulu babi termasuk salah
satu jenis hewan laut yang termasuk dalam
filum Echinodermata. Pergerakan bulu babi
dilakukan secara merayap dengan kaki tabung
langsing-panjang, mencuat di antara duri-duri
yang menempel di seluruh permukaan
tubuhnya. Duri-duri inilah yang dipakai untuk
bergerak, mencapit makanan dan melindungi
diri dari ancaman predator (Nybakken, 1998).
sebaran bulu babi (Echinoidea) dengan lamun
di Perairan Pantai Desa Maregam Kecamatan
Tidore Selatan Kota Tidore Kepulauan, dan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengungkap asosiasi dan pola sebaran bulu
babi (Echinoidea) dengan lamun di perairan
Pantai Desa Maregam Kecamatan Tidore
Selatan Kota Tidore Kepulauan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Desember 2012. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi; tali rafia, meteran rol,
kantung plastik, kertas label, penjepit, handheld refrakctometer, termometer raksa, pHmeter air, alat tulis, dan kamera digital. Objek
yang dikaji adalah semua jenis bulu babi yang
ditemukan di area pengamatan.
Asosiasi adalah suatu tipe yang khas,
ditemukan dengan kondisi yang sama dan
berulang di beberapa lokasi. Asosiasi terbagi
menjadi asosiasi positif dan asosiasi negatif.
Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis
hewan hadir secara bersamaan dengan jenis
hewan lainnya dan tidak akan terbentuk tanpa
adanya jenis hewan lainnya tersebut.
Sedangkan asosiasi negatif terjadi apabila
suatu jenis hewan tidak hadir secara
bersamaan (Nybakken, 1998).
Teknik Pengumpulan Data
Jenis- jenis data yang di lakukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Data Primer adalah data yang diperoleh
peneliti secara langsung dari sumber data.
Teknik yang di gunakan peneliti untuk
mengumpulkan data primer antara lain
adalah survey dan pengamatan langsung
terhadap bulu babi.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh
peneliti dari berbagai sumber data yang
telah ada melalui teknik observasi dan
mencari data pendukung lainnya pada
instansi terkait.
Penyebaran merupakan suatu pola atau
tata ruang individu yang satu relative terhadap
yang lain dalam populasi. Penyebaran atau
distribusi individu dalam satu populasi bisa
bermacam-macam, umumnya penyebaran
memperlihatkan tiga pola, yaitu pola acak
(random), pola mengelompok (clumped), dan
pola teratur (regular). Tiap-tiap jenis hewan
tentunya mempunyai pola sebaran yang
berbeda-beda
tergantung
pada
model
reproduksi dan lingkungan (Nybakken, 1998).
Prosedur kerja
Adapun langkah-langkah kerja dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Menentukan lokasi penelitian sebanyak 2
stasiun. Stasiun 1 berada di bagian Utara,
dan stasiun II berada di bagian Selatan
pulau, dengan jarak antar stasiun sepanjang
500 meter, setiap stasiun diletakkan
kuadran berukuran 2500m2 (panjang 50
meter dan lebar 50 meter)
2. Setiap stasiun pengamatan terdapat
linetransect dengan panjang 50 meter,
kemudian diletakan tegak lurus dari garis
Menyebarnya macam-macam biota
laut misalnya bulu babi dan hewan-hewan
lainnya di karenakan kondisi lingkungan, oleh
sebab itu bulu babi dapat hidup, tumbuh dan
menyebar di perairan pantai seiring dengan
lingkungan yang mempengaruhinya. Bulu babi
dapat menyebar pada daerah-daerah tertentu
antara lain pada terumbu karang, lamun, hutan
mangrove dan ganggang (Suwignyo, dkk,
2005).
adalah
ISSN : 2301-4678
Rumusan masalah dalam penelitian ini
bagaimanakah asosiasi dan pola
173
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
ISSN : 2301-4678
pantai ke laut, dengan jarak antara transek
5 meter.
3. Pada tiap transek diletakkan plot
pengamatan secara sistematik dengan
ukuran plot 5 x 5 meter, sebanyak 5 plot
dengan jarak antar plot 5 meter
Gambar
1. Penentuan Titik sebagai stasiun
penelitian
Gambar 2. Peletakan plot dan garis transek
4. Bulu babi yang ditemukan, diambil dan
dimasukan ke dalam tabel pengumpulan
data,
kemudian
dihitung
jumlah
individunya.
Berikut
ini
disajikan
pengumpulan data jenis bulu babi.
tabel
Tabel 1. Pengumpulan data jumlah individu jenis bulu babi (Echinoidae) pada stasiun 1
dan 2 di perairan pantai Desa Maregam.
No
Stasiun
No Transek
1
2
1
3
4
5
No Plot
Nama Jenis
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
174
Jumlah Individu
Keterangan
Gani,
L.A.,
dkk. (2013). Asosiasi dan Pola Sebaran Bulu Babi di Pantai Maregam
Jurnal
ßIOêduKASI
ISSN : 2301-4678
Vol 2 No (1) September 2013
Kurniawan, dkk. 2008). Selanjutnya untuk
mengatahui tingkat atau kekuatan asosiasi
digunakan rumus sebagai berikut :
Analisis Data
Untuk mengetahui tingkat kekuatan
asosiasi bulu babi terhadap lamun, dapat di
tentukan dengan rumus pada Tabel 2 di bawah
ini :
Tabel 2. Rumus tingkat kekuatan asosiasi
Ada
Ada
Tidak
ada
Jumlah
Jenis A
a
Jenis B
Tidak
ada
b
Berdasarkan rumus tersebut, maka
terdapat 2 jenis asosiasi yaitu : (1) asosiasi
positif, apabila nilai a>E(a) berarti pasangan
jenis terjadi bersama lebih sering dari yang
diharapkan, (2) asosiasi negatif , apabila nilai
sering a < E(a) berarti pasangan jenis terjadi
bersama kurang sering dari yang diharapkan.
Selanjutnya hasil ini diuji dengan perhitungan
Indeks Asosiasi (Ludwig dan Reynold, 1988
dalam Kurniawan, dkk. 2008).
Jumlah
a+b
c
d
c+d
a+c
b+d
N= a+b+c+d
Ket: a = pengamatan jumlah titik pengukuran yang
terdapat jenis A dan B, b = pengamatan jumlah titik
pengukuran yang terdapat jenis B saja, c = pengamatan
jumlah titik pengukuran yang terdapat jenis C saja, d =
pengamatan jumlah titik pengukuran yang tidak terdapat
jenis A dan B.
Keterangan : IO = Indeks Ochiai, a = jenis A dan B
hadir, b = jenis A hadir dan B tidak hadir, c = jenis A
tidak hadir dan B hadir.
Selanjutnya dilakukan pengukuran
parameter lingkungan yang meliputi suhu air
laut, salinitas dan pH air laut. Untuk
mengetahui adanya kecendurungan berasosiasi
atau tidak, digunakan Chi-Square test dengan
formulasi sebagai berikut:
Untuk mengetahui pola sebaran bulu
babi (Echinoidea), data yang diperoleh telah
dianalisis dengan menggunakan formula yang
dikemukakan oleh Ludwig dan Reynold,
(1988) dalam Kurniawan, dkk. (2008), yakni
sebagai berikut :
Keterangan:
a = Jumlah titik pengamatan yang mengandung
jenis A dan jenis B.
b = Jumlah titik pengamatan yang mengandung
jenis A saja.
c = Jumlah titik pengamatan yang mengandung
jenis B saja.
d = Jumlah titik pengamatan yang tidak
mengandung jenis A dan jenis B.
N = Jumlah titik pengamatan.
̅
Keterangan : ID = Indeks Dispersion
S2 = Keanekaragaman
̅ = Rata-rata untuk contoh
Untuk mencari nilai ̅ dan S2 digunakan rumus
sebagai berikut:
∑
̅
∑
∑(
Nilai Chi-Square hitung kemudian
dibandingkan dengan nilai Chi-Square tabel
pada derajat bebas = 2, pada taraf uji 1% dan
5%. Apabila nilai Chi- Square hitung > nilai
Chi-Square tabel, maka asosiasi bersifat nyata.
Apabila nilai Chi-Square hitung < nilai ChiSquare tabel, maka asosiasi bersifat tidak
nyata (Ludwing dan Reynold, 1988 dalam
)
n
Keterangan: f = Frekuensi satuan contoh
x = jumlah individu dari satuan jenis
dalam satuan contoh
n = Jumlah satuan contoh keragaman
Nilai hasil analisis, kemudian di
konversikan ke dalam rentang skala, untuk
175
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
ISSN : 2301-4678
menentukan pola sebaran (distribusi) bulu
babi. Rentang skala yang dianalisis gunakan
kriteria sebagai berikut :
ID = 1, maka pola sebaran bentuk acak
(random)
ID < 1, maka pola sebaran bentuk seragam
(reguler)
ID > 1, maka pola sebaran bentuk
mengelompok.
Tabel 5. Nilai Indeks asosiasi Echinoidea
dengan lamun dan nilai tabel
contingency 2x2
HASIL PENELITIAN
Tabel 6. Indeks asosiasi Echinoidea dengan
lamun di perairan pantai Desa
Maregam
Stasiun
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
2 jenis bulu babi yaitu Echinothrix calamaris
sebanyak 26 individu pada stasiun 1, dan 8
individu pada stasiun 2, serta Diadema sitosum
sebanyak 73 individu pada stasiun 1, dan 92
individu pada stasiun 2. Data tersebut
kemudian dianalisis untuk mengetahui pola
sebaran Echinoidea dan asosiasi antara
Echinoidea dengan lamun yang hasilnya
disajikan sebagai berikut :
Tabel
No
1
2
3
4
3. Hasil analisis pola sebaran
Echinoidea di Desa Maregam
Stasiun
Nilai ID
Pola Sebaran
1
1,18
Mengelompok
2
1,55
Mengelompok
1
2
3.84
6.64
x2Hit
E(a)
0.70ns
Tipe
asosiasi
td
1.86ns
td
3.36
2
0.76
25
Indeks
Keterangan
asosiasi
1.00-0.75 Sangat tinggi
(ST)
0.74-0.49 Tinggi (T)
0.48-0.23 Rendah (R)
<0.22
Sangat rendah
(SR)
Jumlah
Jumlah Persentase
kombinasi
(%)
1
50
1
0
0
50
0
0
2
100
Tabel 7. Hasil pengukuran faktor lingkungan
di perairan pantai Desa Maregam
Tabel 4. Hasil perhitungan asosiasi antara
Echinoidea dengan lamun di Desa
Maregam
x2t
x2t
(1%) (5%)
3.84 6.64
Nilai tabel
contingency 2x2
25
Berdasarkan hasil pengukuran faktor
lingkungan di perairan pantai Desa Maregam
Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore
Kepulauan, ditemukan hasil sebagaimana
disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat
bahwa pola sebaran Echinoidea pada stasiun 1
dan 2 secara mengelompok, sedangkan
asosiasi antara Echinoidea dengan lamun
hasilnya disajikan pada Tabel 4 s/d 6 berikut
ini.
Stasiun
1
Nilai indeks
asosiasi
0.66
No
Faktor Lingkungan
1
2
3
4
pH
Suhu (oC)
Kedalaman air (cm)
alinitas (‰)
Rerata
Stasiun 1
Stasiun 2
6.4
6.6
28.2
28.3
38.8
40.5
35
35
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data tentang asosiasi
bulu babi (Echinoidea) dengan lamun pada
stasiun 1 dan 2 diperoleh nilai Chi-square
hitung (x2Hit) berturut-turut adalah 0.70 dan
1.86. Nilai x2Hit ini kemudian dibandingkan
dengan nilai x2tab pada taraf signifikan 1% dan
5%, ternyata x2Hit pada kedua stasiun lebih
kecil dibandingkan dengan nilai x2t, sehingga
tidak berbeda nyata (non signifikan).
3.36
176
Gani,
L.A.,
dkk. (2013). Asosiasi dan Pola Sebaran Bulu Babi di Pantai Maregam
Jurnal
ßIOêduKASI
ISSN : 2301-4678
Vol 2 No (1) September 2013
Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata,
namun secara ekologi memiliki interaksi
antara 2 spesies. Keberadaan lamun
merupakan pelindung sekaligus penyedia
makanan bagi biota laut yang ada di zona
intertidal, termasuk salah satunya adalah bulu
babi.
Berdasarkan hasil analisis pola sebaran
menunjukkan pola sebaran bulu babi
(Echinoidae) pada stasiun 1 dan stasiun 2
adalah
mengelompok.
Hal
tersebut
dikarenakan
terdapat
beberapa
faktor
lingkungan yang mempengaruhi, diantaranya
suhu, pH, salinitas, persaingan serta pemangsa,
sehingga dapat mengubah kumpulan serta
mempengaruhi penyebaran organisme tertentu.
Selain itu, dapat pula disebabkan oleh faktor
biologis dan faktor fisik, terutama perbedaan
komponen fisiko-kimia di alam. Munculnya
beberapa faktor fisiko-kimia, umumnya
menunjukan adanya penambahan organisme
yang melimpah atau berbeda (Nybakken,
1998). Hasil analisis data asosiasi di dua
stasiun berturut-turut menunjukkan nilai ID
adalah 1,18 dan 1,55. Menurut Ludwig dan
Reynold, (1988) dalam Kurniawan, dkk.
(2008), jika nilai ID = 1 maka individu
tersebut berdistribusi acak (random), jika nilai
ID>1 maka individu tersebut berdistribusi
mengelompok, dan jika ID<1 maka
penyebaran jenis tersebut dikategorikan
seragam. Pola sebaran ini sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan organisme tersebut
hidup.
Untuk mengetahui kehadiran asosiasi
antara spesies (bulu babi dan lamun), maka
dihitung indeks kekuatan asosiasi E(a) antara
keduanya di stasiun 1 dan 2, sehingga
diperoleh nilai E(a) pada kedua stasiun adalah
3,36. Karena nilai E(a) untuk kedua stasiun
lebih kecil dari nilai a, ini berarti bahwa kedua
jenis tersebut memiliki frekuensi kehadiran
bersama dalam area pengamatan diasumsikan
kurang dari yang diharapkan. Hal ini
dikarenakan individu Echinoidea yang
ditemukan hadir bersamaan dengan lamun
dalam jumlah yang sedikit.
Indeks asosiasi Echinoidea dengan
lamun pada stasiun 1 dikategorikan tinggi
dengan nilai IO yaitu 0,66. Sedangkan pada
stasiun 2 dikategorikan sangat tinggi dengan
nilai IO yaitu 0.76. Ini memiliki hubungan
yang baik dengan nilai statistik pada Tabel
contigency 2x2 stasiun 1 jumlahnya 10 dan
stasiun 2 jumlahnya 13.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Odum (1996), faktor-faktor yang mendukung
kelangsungan hidup suatu biota laut dapat pula
menentukan keberadaan serta penyebaran dari
biota
(Echinoidae)
tersebut,
sehingga
penyebaran biota di alam sangat bergantung
pada keadaan lingkungan. Penyebaran
merupakan penanda interaksi keberadaan biota
dalam lingkungan yang ditujukan dengan
berbagai pola yang terbentuk dari hasil
interaksi.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks
asosiasi maka kedua spesies pada masingmasing stasiun dikategorikan tinggi dan
sanggat
tinggi.
Sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Ludwig dan Reynold
(1988) dalam Kurniawan (2008), indeks
asosiasi (IO)=1,00-0,75 dikategorikan sangat
tinggi, dan IO=0.74-0.49 dikategorikan tinggi.
Menurut Nybakken (1998), daun
tumbuhan lamun berperan sebagai tudung
pelindung, melindungi penghuni padang
lamun dari pengaruh cahaya matahari yang
kuat. Jika padang lamun berada di daerah
pasang-surut, daunnya dapat menutupi substrat
dasar pada waktu air surut, serta melindungi
penghuninya
dari
kekurangan
air
(desiccation).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Suwignyo,
dkk (2005), menyebarnya macam-macam
biota laut misalnya bulu babi dan hewanhewan lainnya disebabkan oleh kondisi
lingkungan. Oleh sebab itu, bulu babi dapat
hidup, tumbuh dan menyebar di perairan
pantai seiring dengan lingkungan yang
mempengaruhinya. Bulu babi dapat menyebar
177
Jurnal ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
ISSN : 2301-4678
pada daerah-daerah tertentu, antara lain pada
terumbu karang, lamun, dan hutan mangrove.
Bulu babi merupakan salah satu hewan
yang menjadikan rumput laut (lamun) sebagai
pakan secara langsung (herbivore). Hal ini
menunjukan
kedua
spesies
saling
membutuhkan dan interaksi yang tercipta
bersifat negatif (-) maupun positif (+). Rumput
laut (lamun) sebagai produsen perairan,
membuat makanannya sendiri melalui
peristiwa fotosintesis, kemudian rumput/lamun
tersebut akan dimakan oleh hewan laut lain
(herbivor perairan).
Dari
hasil
pengukuran
faktor
lingkungan di perairan pantai Desa Maregam
Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore
Kepulauan seperti yang terlihat pada Tabel 7
menunjukkan rata-rata pH air laut pada stasiun
1 dan 2 berturut-turut adalah 6,4 dan 6,6. Ini
merupakan pH yang ideal bagi biota laut.
Sebagaimana
yang
dikemukakan
oleh
Nybakken (1998), organisme perairan dapat
hidup ideal dalam kisaran pH antara asam
lemah sampai dengan basa lemah. Kondisi
perairan yang bersifat asam kuat ataupun basa
kuat akan membahayakan kelangsungan hidup
biota, karena akan mengganggu proses
metabolisme dan respirasi.
Dengan adanya asosiasi antara
organisme, dapat terbentuk pola sebaran yang
unik dan khas. Adanya faktor fisik dan
biologis yang saling berinteraksi di alam,
dapat pula menyebabkan terjadinya pola
sebaran. Selain itu, asosiasi dicirikan dengan
adanya komposisi floristik yang mirip,
memiliki fisiognomi yang seragam, dan pola
sebarannya juga memiliki habitat yang khas.
Asosiasi dapat tersebar di seluruh lautan tropik
dan subtropik. Adanya asosiasi di antara biota
perairan laut, umumnya disebabkan karena
sumberdaya dan tempat tinggal, sehingga
timbul suatu pola penyebaran.
Hasil pengukuran rerata suhu air 28,2
C dan 28,3 oC, serta salinitas air terukur
adalah 35‰. Ini merupakan suhu dan salinitas
yang baik bagi pertumbuhan bulu babi. Rondo
(2001) menjelaskan bahwa, kisaran suhu
perairan yang optimal bagi kehidupan bulu
babi antara 28-40 oC. Menurut Nybaken
(1998), nilai salinitas yang optimal untuk
perairan berkisar antara 30–35‰, dan
kedalaman airnya adalah 33-50 cm.
o
Asosiasi dan pola penyebaran spesies
dapat terjadi secara vertikal maupun
horisontal. Pola penyebaran species secara
vertikal merupakan ciri umum yang dijumpai
di dasar perairan laut dan di beberapa subtrat
berpasir, berlumpur dan berbatu. Adanya
interaksi antara organisme dalam suatu
komunitas/ekosistem
dapat
membentuk
simbiosis (-,+) ataupun persaingan (-) antara
spesies. Namun demikian, dengan adanya
interaksi dapat terjadi pemeliharaan tingkat
penyebaran jenis secara alami dalam suatu
komunitas.
Interaksi antara bulu babi dan lamun
dapat dilihat dalam setiap komunitas.
Dikatakan asosiasi karena ada interaksi atau
spesies yang diamati tidak terisolosi, tetapi
berinteraksi dengan spesies perairan lainnya.
Oleh sebab itu, interaksi ini penting untuk
menduga komposisi komunitas. Akibat
interaksi ini, antara tipe organisme yang
berbeda akan terjadi asosiasi yang berbeda
pula. Walapun rumput-rumputan laut jelas
merupakan kunci unit produksi primer di
perairan pantai, relatif sedikit diketahui
mengenai peranan energinya dalam ekonomi
ekosistem pantai. Berbeda dengan keadaan di
lingkungan teresterial ataupun intertidal. Di
perairan, rumput laut (lamun) merupakan
sumber pakan bagi sejumlah herbivora
vertebrata maupun invertebrata (Nybakken,
1998).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Asosiasi bulu babi (Echinoidea) dengan
lamun pada stasiun 1 dikategorikan tinggi
dengan nilai IO (indeks asosiasi) yaitu 0,66,
178
Gani, L.A., dkk. (2013). Asosiasi dan Pola Sebaran Bulu Babi di Pantai Maregam
Jurnal
ßIOêduKASI
Vol 2 No (1) September 2013
sedangkan stasiun 2 sangat tinggi dengan
nilai IO yaitu 0,76.
2. Pola sebaran bulu babi (Echinoidea) Pada
stasiun 1 dan 2 adalah mengelompok
dengan nilai ID berturut-turut adalah 1,18
dan 1,55
ISSN : 2301-4678
Nybakken, J.W. 1998. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.
Jakarta.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Nazir, Moh. 2007.
Metode Penelitian.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Odum, E. P. 1996. Ekologi Umum. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Profil Desa Maregam. 2009. Pedoman
Penyusunan Dan Pendayagunaan Data
Profil Desa dan Kelurahan Kota Tidore
Selatan Kota Tidore Kepulauaan.
Romimohtarto, K., dan Juwana S. 2001.
Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut). Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Rondo, M. 2001. Ekologi Kuantitatif Pola
Distribusi
Internal Organisme
Perairan. Jurusan MSP Fakultas
Perikanan dan
Ilmu
Kelautan.
Universitas Sam Ratulangi. Manado .
Sediadi, 2004. Dominansi, Pola Penyebaran
di Perairan Pantai Timur Lampung
Selatan. [Thesis].
Bogor:
Institut
Pertanian Bogor.
Suwignyo, Wibison M, dan Pustekom. 2005.
Avertebrata Air Jilid I. Swadaya
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes,
R. D. 1994. Invertebrata Zoologi,
(Terjemahan). Academic press. New
York.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati
Laut, Aset Pembangunan Indonesia.
PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Hasan, F. 2002. Pengaruh konsentrasi garam
terhadap mutu produk fermentasi
gonad bulu babi jenis Tripneustes
gratilla L. [skripsi]. Departemen
Teknologi Hasil Perairan-Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Kurniawan, A., Undaharta N.K.E, dan Pendit
I.M.R. 2008. Asosiasi Jenis-jenis
Pohon Dominan di Hutan dataran
Rendah Cagar Alam Tangkoko,
Bitung, Sulawesi Utara. UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya”
Eka Karya Bali-LIPI. Biodiversitas. 9
(3). hal:199-203
.
179
Download