BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brand)

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Merek (Brand)
2.1.1 Defenisi Merek (Brand)
Menurut para ahli, defenisi merek (brand) adalah:
a. Merek adalah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasinya yang
ditunjukan untuk mengidentifikasi dan mendefenisi barang atau
layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain
(Simamora, 2001:61).
b. Merek adalah nama dan simbol yang bersifat membedakan (seperti
sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi
barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual
tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh pesaing (Aaker dalam
Rangkuti, 2002:36).
c. Merek adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang
mensimbolisasikan
produk,
jasa
dan
perusahaan
yang
memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita, 2005:15).
d. Merek sebenarnya adalah cermin dari janji yang diucapkan oleh
produsen terhadap konsumen atas kualitas produk yang akan
mereka hasilkan (Kotler, 2003:26).
Universitas Sumatera Utara
Merek adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya
membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen
atau
kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan
menjamin
konsistensi
bahwa
sebuah
produk
akan
selalu
dapat
menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.
Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Menurut Kotler
merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam
pengertian berikut :
a. Atribut
Atribut berarti mengingatkan pada atribut – atribut tertentu
b. Manfaat
Manfaat berarti merek perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional
dan emosional
c. Nilai
Nilai berarti merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen
d. Budaya
Budaya berarti merek juga mewakili budaya tertentu
e. Kepribadian
Kepribadian berarti merek juga mencerminkan kepribadian tertentu
f. Pemakai
Pemakai berarti merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan merek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen yaitu :
a. Bagi Produsen
Menurut Keller (dalam Tjiptono, 2005:20), merek berperan
penting sebagai:
1. Sarana identifikasi untuk mempermudah proses penanganan atau
pelacakan
produk
bagi
perusahaan,
terutama
dalam
pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang
unik. Merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar
(registered trade marks), proses pemanufakturan bisa dilindungi
melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak
cipta (copyrights) dan desain. Hak – hak properti intelektual ini
memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi
dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dalam
meraup manfaat dari riset bernilai tersebut.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain
waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability
dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan
hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk
memasuki pasar.
Universitas Sumatera Utara
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik untuk yang terbentuk
dalam benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan
masa datang.
b. Bagi Konsumen
Merek memiliki delapan fungsi dan manfaat pokok terlihat pada
Tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1
Fungsi Merek Bagi Konsumen
No
Fungsi
Manfaat Bagi Konsumen
1 Identifikasi
Bisa dilihat dengan jelas, memberikan makna bagi
produk, gampang mengidentifikasi produk yang
dibutuhkan atau dicari.
2 Praktikalitas Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui
pembeliaan ulang identik dan loyalitas
3 Jaminan
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka
bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalian
pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat
berbeda.
4 Optimisasi
Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat mebeli
alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan
pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.
5 Karakterisasi Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri
konsumen atau citra yang ditampilkan pada orang lain.
6 Kontinuitas
Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi
dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi
pelanggan selama bertahun – tahun.
7 Hedonistik
Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan
komunikasinya.
8 Etis
Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung
jawab merek bersangkutan dalam hubungannya
dengan masyarakat.
Sumber : Tjiptono, 2005:21
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Aaker (dalam Rangkuti, 2002:39) ekuitas merek (brand
equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan
suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi
nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau
pelangga. Menurut Kotler dan Keller (2007:334) ekuitas merek
(brand
equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa yang dapat
tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam
hubungannya dengan merek, harga, dan pangsa pasar, serta profitabilitas yang
diberikan merek bagi perusahaan.
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek
(brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan
dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada
perusahaan atau pelanggan. Dengan demikian ekuitas merek merupakan nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa.
Menurut Aaker (dalam Durianto, et al., 2001:4) ekuitas merek dapat
dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu:
2.1.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek (brand awareness) merupakan kesanggupan seorang
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu. Bagian dari suatu
Universitas Sumatera Utara
kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan antara
kategori produk dengan merek yang dilibatkan.
Kesadaran merek (brand awareness) memiliki empat tingkatan akan
pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkat kesadaran merek yang
paling rendah adalah pengenalan merek (brand recognition) atau disebut juga
sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan. Tingkatan berikut
adalah tingkatan pengingat kembali merek (brand recall) atau tingkatan
pengingatan kembali merek tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu
dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan berikutnya adalah merek yang
disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan kesadaran
puncak pikiran (top of mind). Top of mind adalah kesadaran merek tertinggi
yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran
konsumen.
Kesadaran merek (brand awareness) dapat dicapai dengan beberapa
cara:
1.
Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan harus ada hubungan
antara merek dengan kategori produknya.
2.
Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.
3.
Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereknya.
4.
Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena
membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
6.
Kesadaran merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang
sesuai kategori produk, merek atau keduanya.
2.1.3.2 Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi merek (brand association) adalah segala sesuatu yang
muncul dan terkait dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek.
Asosiasi merek (brand association) mencerminkan pencitraan suatu merek
terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebriti, dan lain – lain
(Durianto, et al., 2001:69).
Asosiasi – asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya
dihubungkan dengan berbagai hal berikut:
1.
Atribut produk
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan
strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan
asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna,
asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian
suatu merek.
Universitas Sumatera Utara
2.
Atribut tidak berwujud
Suatu faktor tidak berwujud merupakan atibut umum, seperti halnya
persepsi kualitas, kemajuan teknologi,, atau kesan nilai yang
mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.
3.
Manfaat bagi pelanggan
Sebagian besar atibut produk memberikan manfaat bagi pelanggan,
maka terdapat hubungan antara pelanggan dengan produsen.
4.
Harga relatif
Evaluasi terhadap suatu merek dengan suatu penggunaan atau aplikas
tertentu.
5.
Penggunaan
Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan suatu pengguna atau
aplikasi tertentu.
6.
Pelanggan
Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan sebuah tipe pengguna
atau pelanggan dari produk.
7.
Orang terkenal atau khalayak
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat
mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
8.
Gaya hidup atau kepribadian
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh
asosiasi para pelanggan merek dengan aneka kepribadian dan
karakteristik gaya hidup yang hampir sama.
9.
Kelas produk
Mengasosiakan sebuah merek menurut kelas produknnya.
10.
Jasa pesaing
Mengetahui persaingan dan berusaha untuk menyamai atau bahkan
menggungguli persaingan.
Fungsi asosiasi merek (brand association) dalam pembentukan ekuitas
merek adalah :
1.
Membantu penyusunan informasi merek
2.
Membedakan merek tersebut dengan merek lainnya
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya
pembedaaan suatu merek yang lain.
3.
Sebagai alasan konsumen untuk membeli
Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat
bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen
untuk membeli dan menggunakan merek itu.
4.
Menciptakan sikap positif terhadap merek tersebut
Asosiasi dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman
tersebut menjadi sesuatu berbeda.
Universitas Sumatera Utara
5.
Sebagai landasan untuk melakukan perluasan merek (brand expansion).
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru, atau
dengan memunculkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
2.1.3.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas (perceived quality) yakni persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas atau jasa layanan berkenaan dengan maksud
yang
diharapkan
konsumen.
Persepsi
kualitas
(perceived
quality)
mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu
merek. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan
karena setiap pelanggan atau konsumen memiliki kepentingan yang berbeda –
beda terhadap suatu produk atau jasa (Durianto, et al., 2001:96).
Persepsi kualitas (perceived quality) suatu merek dapat dipahami
melalui pengukuran dimensi yang terkait dengan karakteristik. Dimensi
tersebut adalah :
1.
Kinerja, melibatkan karakteristik operasional utama seperti kenyamanan
mengunakan produk.
2.
Pelayanan, mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut.
3.
Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
4.
Keandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk
dari suatu pembelian ke pembelian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
5.
Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas
produk manufaktur (tidak ada cacat produk ) sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan dan teruji.
6.
Hasil, mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam
dimensi sebelumnya.
2.1.3.4 Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan ukuran kedekatan
pelanggan pada sebuah merek. Konsumen yang loyal pada umunya akan
melanjutkan penggunaan merek tersebut walaupun dihadapkan dengan
banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik
produk yang lebih unggul.
Fungsi loyalitas merek (brand loyalty) bagi perusahaan :
1.
Mengurangi biaya perusahaan
Bagi perusahaan, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dengan
upaya mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran
akan
semakin kecil jika loyalitas merek meningkat.
2.
Meningkatkan perdagangan
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan
peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan para perantara
pemasaran, seperti pengecer dan distributor.
Universitas Sumatera Utara
3.
Menarik minat pelanggan baru
Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang puas dan suka pada
merek itu akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsi produk tersebut. Disamping itu, pelanggan yang puas
umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang
dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
4.
Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing
Loyalitas merek akan memberikan waktu pada perusahaan untuk
merespon gerakan pesaing . Jika salah satu pesaing mengembangkan
produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada
perusahaan untuk mempengaruhi produknya.
Ada lima tingkatan loyalitas merek (Durianto. et al., 2001:128) yaitu:
1.
Berpindah – pindah
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi
frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembelian dari suatu merek ke
merek lain mengindikasi konsumen sebagai pembeli yang sama sekali
tidak loyal atau tidak tertarik pada merek.
2.
Pembelian yang bersifat kebiasan
Pembelian yang berada dalam tingkat loyalitas dapat dikategorikan
sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi. Pada
tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk
menciptakan keinginan untuk menciptakan keinginan untuk membeli
Universitas Sumatera Utara
merek produk yang lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan
tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan.
3.
Pembelian yang puas dengan biaya peralihan
Pembeli
merek
masuk
dalam
kategori
puas,
bila
konsumen
mengkonsumsi merek, meskipun demikian pembeli dapat memindahkan
pembelinya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan yang
terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan
tindakan beralih merek.
4.
Menyukai merek
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas merupakan pembeli yang
sungguh – sungguh menyukai merek. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja
didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman
dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami secara pribadi maupun
oleh orang lain ataupun disebabkan oleh persepsi kualitas yang tinggi.
5.
Pembelian yang komitmen
Pembeli memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan
bahkan merek tersebut menjadi sangat penting untuk mengekspresikan
mengenai siapa sebenarnya mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.5 Aset – Aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Asset)
Aset – aset lain yang dimaksud adalah royalty, lisensi/merek dagang
dan hak paten. Amir (2005:148) mengatakan bahwa tinggi rendahnya ekuitas
ditentukan oleh :
1.
Sejauhmana konsumen akan mengenalnya sebagai sebuah merek (brand
awareness)
2.
Sejauhmana konsumen akan loyal untuk selalu membeli merek tersebut
(brand loyalty)
3.
Adanya kesesuaian mutu yang diharapkan (perceived quality)
4.
Asosiasi tentang suatu hal dengan merek tertentu (strong association)
5.
Konsekuensi merek, misalnya dengan mutu atau ketahanan.
6.
Nilai lain seperti legalisasi yang dimiliki (hak paten/ trade mark).
2.2 Perilaku Konsumen
American Marketing Association (dalam Setiadi, 2003:3) mendefenisikan
perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,
perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran
dalam hidup mereka. Dari defenisi tersebut terdapat tiga ide penting perilaku
konsumen, yaitu:
1.
Perilaku konsumen bersifat dinamis, yang artinya bahwa perilaku konsumen,
kelompok konsumen, atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak
sepanjang waktu.
Universitas Sumatera Utara
2.
Perilaku
konsumen
melibatkan
interaksi
afeksi
(perasaan),
kognisi
(pemikiran), perilaku dan kejadian di lingkungannya.
3.
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah
untuk menciptakan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah untuk
menciptakan pertukan dengan konsumen melalui penerapan berbagai strategi
pemasaran.
2.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor
kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah
faktor – faktor yang dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar – benar
diperhitungkan (Setiadi, 2003:11) mengemukakan beberpa faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
A. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan terdiri dari :
1.
Kebudayaan, merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
keinginan dan perilaku seseorang. Seseorang anak yang sedang
tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan
perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan
lembaga sosial lainnya.
2.
Sub budaya, memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih
spesifik untuk para anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Kelas sosial, merupakan kelompok yang relatif homogen dan bertahan
lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan
keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.
B. Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri dari:
1.
Kelompok referensi, terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai
penagaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang.
2.
Keluarga, dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
keluarga
orientasi yakni merupakan orang tua dari seseorang, dan keluarga
prokreasi yakni pasangan hidup anak – anak seorang keluarga,
merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting
dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif.
3.
Peran dan status
C. Faktor Pribadi
Faktor pribadi terdiri dari :
1.
Umur dan tahapan siklus hidup
2.
Pekerjaan
3.
Keadaan ekonomi, terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan
(tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya
(termasuk presentase yang mudah dijadiakn uang), kemampuan untuk
meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
Universitas Sumatera Utara
4.
Gaya hidup, merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan
oleh kegiatan, minat dan pendapatan seseorang. Gaya hidup juga
mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang.
5.
Kepribadian dan konsep diri, merupakan karakteristik psikologis yang
berbeda
D. Faktor Psikologi
Faktor psikologis terdiri dari :
1.
Motivasi, merupakan dorongan yang timbul dari suatu keadaan
fisiologis tertentu seperti rasa lapar, rasa haus, dan rasa tidak nyaman.
2.
Persepsi, didefenisikan sebagai proses dimana seseorang memilih,
mengorganisasikan,
mengartikan
masukan
informasi
untuk
menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini.
3.
Proses belajar, menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman.
4.
Kepercayaan dan sikap, merupakan suatu gagasan deskriptif yang
dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu.
2.3
Proses Pengambilan Keputusan Pembeliaan
Keputusan pembelian diartikan sebagai proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternatif, dan memilih salah satu di antaranya. Hasil dan proses pengintegrasian
ini adalah suatu pilihan (choice), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan
berperilaku untuk mengambil suatu keputusan pembelian (Setiadi, 2003:415).
Universitas Sumatera Utara
Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut:
pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian dan perilaku pasca pembelian, sehingga jelas bahwa pemasar perlu
fokus pada seluruh proses pengambilan keputusan (Setiadi, 2003:16).
Tahap – tahap pengambilan keputusan dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku Pasca
Pembelian
Sumber: Setiadi (2003:16)
Gambar 2.1
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan pembelian dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan. Kebutuhan dapat
dipicuh oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang
seperti rasa lapar, haus, seks muncul pada tingkat yang cukup tinggi untuk
menjadi dorongan. Kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan eksternal. Pada
tahap ini, pemasaran harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan
atau masalah yang akan muncul, dan bagaimana kebutuhan atau masalah
mengarah pada konsumen.
2.
Pencarian informasi
Konsumen yang tertarik akan mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan
konsumen begitu kuat dan produk yang memuaskan berada dalam jangkauan,
konsumen kemungkinan besar akan membelinya. Jika tidak, konsumen mungkin
Universitas Sumatera Utara
menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang
berkaitan dengan kebutuhan. Pada
satu tingkat, konsumen hanya mengalami
perhatian yang meningkatkan jumlah pencarian yang dilakukan tergantung pada
kuatnya dorongan jumlah pencarian yang dimilikinya pada saat memulai,
kemudahan memperoleh informasi yang banyak, nilai yang diberikannya pada
tambahan informasi, dan kepuasan yang didapat.
Konsumen dapat mempengaruh informasi dari beberapa sumber. Sumber –
sumber ini meliputi:
1. Sumber pribadi, keluarga, teman, tetangga, kenangan.
2. Sumber komersial, wiraniaga, dealer, kemasan dan panjangan.
3. Sumber publik, media massa, organisasi penilai pelanggan.
4. Sumber pengalaman, mengenali, memeriksa, menggunakan produk.
Pengaruh relatif dari sumber – sumber informasi ini bervariasi menurut produk
dan pembeli. Biasanya, konsumen menerima hampir semua informasi mengenai
produk dari sumber komersial yang dikendalikan orang pemasaran. Namun
sumber yang paling efektif cenderung pada sumber pribadi. Sumber pribadi
tampaknya lebih penting dalam mempengaruhi pembelian suatu jasa.
3. Evaluasi alternatif
Pemasar telah mengetahui bagaimana konsumen menggunakan informasi
untuk mencapai satu set pilihan merek akhir. Pemasaran perlu mengetaui
bagaimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif. Konsep – konsep dasar
yang membantu pemasar menjelaskan proses evaluasi konsumen yaitu : pertama,
berasumsi bahwa setiap konsumen melihat suatu produk sebagai satu paket atribut
Universitas Sumatera Utara
produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat kepentingan yang berbeda
pada atribut – atribut yang berbeda menurut kebutuhan kebutuhan dan keinginan
yang unik.
Ketiga, konsumen kemungkinan akan mengembangkan satu susunan
keyakinan merek mengenai posisi setiap merek pada setiap atribut. Seperangkat
keyakinan mengenai merek tertentu dikenal sebagai citra merek (brand image),
berdasarkan pengalamannya dan pengaruh persepsi selektif, distorsi selektif, dan
retensi selektif, keyakinan konsumen mungkin berbeda dari atribut sebenarnya.
Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi terhadap
tingkat – tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen mencapai suatu sikap
terhadap yang berbeda lewat prosedur evaluasi.
Konsumen didapati menggunakan suatu atau lebih dari beberapa prosedur
evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembeliannya. Bagaimana
konsumen dan keputusan pembeliannya. Bagaimana konsumen mengevaluasi
alternatif pembelian
tergantung
pada
individu
konsumen
menggunakan
perhitungan yang cermat dan pemikiran yang logis. Konsumen yang sama hanya
sedikit mengevaluasi, bahkan membeli hanya berdasarkan dorongan sesaat dan
tergantung pada instuisi. Kadang kala konsumen mengambil keputusan pembelian
sendiri, kadangkala mereka bertanya pada teman, pemerhati konsumen, atau
wiraniaga untuk nasehat pembeli.
4.
Keputusan pembeliaan
Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai.
Ada dua faktor dapat mempengaruhi keputusan pembelian yaitu faktor pertama
Universitas Sumatera Utara
adalah siakap lain, sejauh mana sikap orang lain tersebut terhadap alternatif
pilihan seseorang. Faktor kedua adalah situasi yang tidak diharapkan. Konsumen
mungkin membentuk niat membeli berdasarkan faktor- faktor seperti pendapatan
yang diperkirakan, harga yang diharapkan. Namun, kejadian – kejadian yang tidak
diharapkan dapat mengubah niat untuk membeli. Konsumen menentukan pilihan
dan niat membeli tidak selalu menghasilkan pilihan menjadi aktual.
5.
Perilaku pasca pembeliaan
Tugas seorang pemasar tidak berakhir ketika produknya dibeli. Setelah
membeli produk, konsumen bisa puas atau tidak puas akan terlihat dalam perilaku
pasca pembelian yang tetap menarik bagi pemasar. Penentu apakah pembeli puas
atau tidak puas, ada hubungan antara harapan konsumen dengan kinerja yang
dirasakan dari produk. Jika produk gagal memenuhi harapan, konsumen kecewa,
jika harapan terpenuhi, konsumen puas, jika harapan terlampaui, konsumen amat
puas.
Konsumen mendapatkan informasi yang mereka terima dari penjual, teman
dan sumber lainnya. Jika penjual melebih – lebihkan kinerja produk, harapan
konsumen tidak akan terpenuhi, dan hasilnya adalah ketidakpuasan. Semakin
besar kesenjangan antara harapan dengan kinerja, semakin besar ketidakpuasan
konsumen. Penelitian ini menunjukan bahwa penjual harus memberikan informasi
yang jujur mengenai kinerja produknya sehingga pembeli terpuaskan. Beberapa
penjual mungkin memberikan informasi yang lebih rendah dalam menilai tingkat
kinerja produknya untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Pembelian yang menghasilkan ketidakcocokan disebabkan konflik pasca
pembelian. Setelah membeli, konsumen puas dengan manfaat merek yang mereka
pilih dan merasa senang karena terhindar dari kelemahan merek yang tidak dibeli.
Pemuasan pelanggan begitu penting karena penjualan perusahaan berasal dari dua
kelompok dasar yaitu pelanggan baru dan pelanggan yang kembali membeli.
2.4 Perilaku Pembelian
Kotler (2001:247) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen
berdasarkan derajat keterlibatan pembeli dan derajat perbedaan antara berbagai
merek keempat jenis perilaku tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.
Perilku pembelian kompleks
Konsumen mempunyai perilaku pembelian kompleks ketika konsumen sangat
terlibat dalam suatu pembelian dan menyadari adanya perbedaan nyata antara
berbagai merek. Konsumen sangat terlibat bila suatu produk mahal, jarang dibeli,
beresiko, dan mempunyai ekspresi pribadi yang tinggi. Biasanya konsumen tidak
mengetahui banyak mengenai kategori produk dan harus banyak belajar. Pembeli
akan
melakukan
suatu
proses
belajar
yang
pertama
ditanda
dengan
mengembangkan kepercayaan mengenai produk dan kemudian membuat pilihan
pembelian dengan bijaksana.
Pemasar dari suatu produk yang mempunyai keterlibatan tinggi harus
memahami perilaku pengumpulan informasi dan evaluasi tinggi. Pemasar perlu
mengembangkan strategi yang membantu pembeli dalam mempelajari atribut –
atribut dari kelas produk, kepentingan relatifnya, dan kedudukan merek
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang tinggi pada atribut yang penting. Pemasar perlu membedakan
keistimewaan produk, banyak menggunakan media cetak dan tulisan panjang
untuk menjelaskan manfaat merek, dan memotivasi personil penjualan dan
kenaikan pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek terakhir.
2.
Perilaku pembelian yang mengurangi ketidaksesuaian
Konsumen sangat terlibat dalam suatu pembelian, tetapi tidak melihat banyak
perbedaan dalam merek. Keterlibatan yang tinggi berdasarkan kenyataan bahwa
pembeli tersebut bersifat mahal, jarang, dan berisiko. Dalam kasus ini pembeli
akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia tetapi akan membeli dengan
cukup cepat karena perbedaan merek tidak nyata. Pembeli menanggapi hanya
menurut harga yang baik atau menurut kemudahan dalam membeli.
Konsumen kemungkinan mengalami ketidaksesuaian setelah melakukan
pembelian yang disebabkan oleh adanya hal tertentu yang mengganggu dari
produk. Komunikasi pemasaran harus diarahkan untuk memberi kepercayaan dan
evaluasi yang membantu konsumen untuk merasa puas dengan pilihan mereknya.
3.
Perilaku pembelian menurut kebiasaan
Konsumen mempunyai keterlibatan yang terlibat yang rendah dengan banyak
murah dan sering dibeli. Konsumen tidak secara ektensif mencari informasi
mengenai merek, mengevaluasi karakteristiknya, dan membuat keputusan penuh
pertimbangan mengenai merek apa yang dibeli. Konsumen merupakan penerima
informasi pasif ketika mereka melihat iklan televisi atau iklan di media cetak.
Pengenalan iklan menciptakan keakraban merek dan bukan keyakinan merek.
Universitas Sumatera Utara
Konsumen tidak membentuk pendirian yang kuat atas suatu merek tetapi
memilihnya karena konsumen sering sering mendengar nama merek.
Pemasar produk dengan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit
perbedaan merek merasa efektif untuk menggunakan harga dan promosi penjualan
untuk mendorong percobaan produk, karena pembeli tidak terlalu terikat dengan
suatu merek. Pemasar dapat berusaha untuk mengubah produk dengan
keterlibatan rendah menjadi produk dengan keterlibatan tinggi, hal ini dapat
tercapai dengan menghubungkan produk dengan isu – isu tertentu yang menarik.
4.
Perilaku pembelian yang mencari variasi
Konsumen banyak melakukan peralihan merek, karena konsumen memiliki
sebuah merek tanpa terlalu banyak mengevaluasi. Pada waktu pembelian
berikutnya, konsumen beralih ke merek yang lain karena rasa bosan atau karena
ingin rasa yang berbeda. Peralihan merek terjadi karena alasan untuk variasi dan
bukan karena ketidakpuasan.
Pemasar harus berusaha untuk mendorong perilaku pembelian menurut
kebiasaan dengan mendominasi rak – rak penjualan, menghindari situasi
kehabisan stok dan meresponsori iklan yang sering untuk mengingat mereknya.
Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga murah,
hadiah, kupon, sampel gratis, dan iklan yang memberikan alasan untuk mencoba
sesuatu yang baru.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Ekuitas Merek (Brand Equity) dilakukan
oleh Emilda Fatma Cici Sinaga (2011) dengan judul skripsi “Analisis Brand
Equity Kalkulator Karce Yang Mempengaruhi Keputusan Pembeliaan Pada
Mahasiswa
Manajemen
Ekstensi
Fakultas
Ekonomi
USU”.
Dalam
penelitiannya Emilda Fatma Cici Sinaga meneliti bagaimana pengaruh brand
equity kalkulator Karce terhadap keputusan pembelian Mahasiswa Manajemen
Ekstensi Fakultas Ekonomi USU. Dimana hasil uji F menunjukan bahwa terdapat
pengaruh secara serentak variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi
kualitas, loyalitas merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian kalkulator Karce pada Mahasiswa Manajemen Ekstensi Fakultas
Ekonomi USU.
Megawati Dwi Wahyuni (2010) dengan judul skripsi “ Pengaruh Brand
Equity terhadap Keputusan Pembelian Donat Kemasan Paket Pada J.CO
Donut & Coffee Cabang Sun Plaza Medan”. Dari hasil penelitian Uji F
menunjukan bahwa terdapat pengaruh secara serentak variabel kesadaran merek,
asosiasi merek, persepsi kualitas, Loyalitas merek berpengaruh secara signifikan
terhadap keputusan pembelian donat kemassan paket pada J.CO Donuts & Coffee.
Berdasarkan uji-t diperoleh hasil variabel brand association berpengaruh secara
negatif dan tidak signifikan, sedangkan variabel brand awareness, perceived
quality, loyalitas merek berpengaruh positif dan signifikan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konseptual
American
Marketing
Asssociation
(dalam
Kotler,
2001:575)
mendefenisikan merek adalah nama istilah, tanda, simbol atau kombinasi dari hal
– hal tersebut, yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Salah satu defenisi ekuitas merek yang paling banyak dikutip adalah defenisi
Aaker (dalam Tjiptono, 2005:38) yang menyatakan bahwa ekuitas merek adalah
serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama,
dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah
produk atau jasa kepada perusahaan maupun pelanggan perusahaan maupun
pelanggan perusahaan tersebut”.
Menurut Aaker (dalam Durianto dkk, 2001:4) ekuitas merek (brand equity)
dapat dikelompokan ke dalam lima kategori yaitu :
1.
Kesadaran merek (brand awareness) yaitu kesanggupan seorang pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori atau produk tertentu.
2.
Asosiasi merek (brand association) yaitu segala kesan yang muncul dan
terikat dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek.
3.
Persepsi kualitas (perceived quality) yaitu presepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan
konsumen.
4.
Loyalitas merek (brand loyalty) yaitu merupakan ukuran kedekatan
pelanggan pada sebuah merek.
Universitas Sumatera Utara
5.
Aset – aset lainnya (other proprietary brand assets)
Empat elemen ekuitas merek (brand equity) diluar aset – aset merek lainnya
dikenal dengan elemen – elemen utama dari ekuitas merek. Aset – aset merek
lainnya (other proprietary brand assets) tidak diteliti oleh penulis, karena aset –
aset merek lainnya akan terbentuk secara otomatis apabila keempat elemen utama
dari ekuitas merek sudah sangat kuat.
Suatu produk yang memiliki ekuitas merek dapat mempengaruhi dalam
keputusan pembelian calon konsumen. Keputusan pembelian yang dilakukan
pelanggan melibatkan keyakinan pelanggan pada suatu merek sehingga timbul
rasa percaya diri atas kebenaran tindakan yang diambil. Rasa percaya diri
pelanggan atas keputusan pembelian yang diambilnya mempresentasikan sejauh
mana pelanggan memiliki keyakinan diri atas keputusannya memilih suatu merek.
Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut:
pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku setelah pembelian, sehingga jelas bahwa
pemasar perlu fokus pada seluruh proses pengambilan keputusan (Setiadi,
2003:16). Semakin kuat ekuitas merek handphone Nokia maka semakin kuat
pengaruh dalam penagambilan keputusan pembelian. Berdasarkan teori yang
sudah disebutkan sebelumnya dapat diambil suatu kerangka konseptual sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran Merek (X1)
Asosiasi Merek (X2)
Keputusan Pembelian (Y)
Persepsi Kualitas (X3)
Loyalitas Merek (X4)
Sumber : Durianto dkk (2001:5), diolah penulis
Gambar : 2.2
Kerangka konseptual
2.7
Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan penulis sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dari penelitian ini
adalah “ Ekuitas merek (brand equity) yang terdiri dari kesadaran merek (brand
awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived
quality) dan loyalitas merek (brand loyalty) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian handphone Nokia pada Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Download