BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Di era globalisasi, hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Di beberapa negara, pasar modal telah menjadi sumber kemajuan negara sehingga dengan berkembangnya pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi. Pasar modal tidak hanya dimiliki negara-negara industri, bahkan banyak negaranegara sedang berkembang yang juga memiliki pasar modal. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah membuka diri bagi para investor asing. Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi yang ditampilkan pada tabel 1.1 halaman 4, Nilai IHSG pada mengalami peningkatan hingga 402 persen dan tahun 2000 (IHSG = 703,483), hingga 2008 ( IHSG 2.830,263) Kondisi ini juga diikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi Indonesia yang semakin kondusif. Ada dua pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di negara Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing yang masih mendominasi dengan porsi 60 % kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia, mengakibatkan bursa saham rentan terhadap keadaan sosial ` 1 Universitas Sumatera Utara 2 global karena kemampuan finansial para pemilik modal tersebut (Tempo Interaktif, 2008), Kedua di bidang Ekspor Impor, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20 % - 30 % dari total ekspor (Deppenin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara langsung akan mempengaruhi Ekspor Impor negara Indonesia juga. Dampak lain krisis finansial global adalah dari sisi tingkat suku bunga. Dengan naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Pengaruh gabungan antara kurs dollar tinggi dan suku bunga yang tinggi akan berdampak pada investasi dan sektor rill, dimana investasi sektor rill seperti properti dan Real Estate serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam hitungan semesteran akan sangat terganggu. Pengaruhnya pada investasi di pasar modal, krisis global ini akan membuat orang tidak lagi memilih pasar modal sebagai tempat yang menarik untuk berinvestasi karena kondisi makro yang kurang mendukung (Adiwarman, 2008). Dampak merosotnya rupiah terhadap pasar modal memang dimungkinkan mengingat sebagian besar perusahaan yang go publik di BEJ mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk Valuta Asing. Disamping itu produk yang dihasilkan oleh perusahaan publik banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor tinggi dan kepemilikan saham di bursa efek Indonesia masih didominasi asing. Merosotnya rupiah di mungkinkan menyebabkan jumlah utang perusahaan dan biaya produksi menjadi bertambah besar jika dinilai dengan rupiah. ` Universitas Sumatera Utara 3 Kenaikan tingkat suku bunga akan berdampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih perusahaan. Kenaikan tingkat suku bunga pada Tahun 2008 sebesar 5,66 % dari 8,63 pada tahun 2007 menjadi 9,12 tahun 2008 berakibat turunnya IHSG terendah tahun 2007 = 1.678,044 menjadi 1.111,390 tahun 2008. Reaksi tingkat Inflasi yang terjadi pada tahun 2008, tidak berdampak langsung terhadap perkembangan IHSG, inflasi yang terjadi pada tahun 2008 sebesar 4,9 % atau terjadi penurunan dari tahun 2007 (inflasi = 5,2 %) sebesar -5,77 % tidak berdampak terhadap perbaikan IHS menjadi lebih baik, begitu juga dengan inflasi yang terjadi tahun 2009 yang cukup tinggi 10,3 %, terjadi penurunan ISHG sebesar 10,45 % dari IHSG tertinggi tahun 2008 = 2.830,263 turun menjadi 2.534,356 pada Tahun 2009. Krisis ekonomi moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998, menunjukkan hubungan antara kondisi makro ekonomi terhadap kinerja, dimana dengan melemahnya nilai tukar rupiah telah berdampak besar terhadap pasar modal di Indonesia., Setyorini dan Supriadi (2000) mengungkapkan bahwa sejak minggu kedua bulan Juli 1997, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai tertekan ke bawah dan di luar perkiraan pada tanggal 1 September1997 melemah sampai 458,97 poin. Penurunan indeks tersebut terus berlangsung seiring dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar dan mencapai titik terendah pada tanggal 15 Desember 1997 sebesar 339,536 poin yang berarti turun sebesar 401,29 poin (54 %) sejak tanggal 8 Juli 1997 dan lebih rendah lagi pada tahun 1998. IHSG hanya 256,834 poin (tabel 1.1 halaman 4). ` Universitas Sumatera Utara 4 Perkembangan IHSG di Indonesia pada tabel 1.1 (halaman 4), menunjukkan bahwa pasar modal mulai menunjukkan peningkatan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Pada akhir tahun 1994, IHSG masih berada pada level 469,640. Meskipun sempat mengalami penurunan 14,46 % pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 di bandingkan tahun 1994, akan tetapi pada era tahun 2000- an IHSG mengalami pertumbuhan yang luar biasa, sejak tahun 2004 yaitu 112,98 % dan mengalami level tertinggi pada tahun 2008 sebesar 2.830,263 atau meningkat sebesar 502,65 % di bandingkan penutupan tahun 1994, dan pada tanggal 9 Desember 2010 IHSG di bursa efek Indonesia Tabel 1.1. Perkembangan Indeks Harga Saham GabunganTahun 1994-2009 Tahun 1994 Rata-rata transaksi hasrian Nilai Frek Volume (Rp. (Ribu (Juta) Miliar) X) 21,6 104,0 1,5 Indeks Harga Saham Gabungan Kapitalisasi Pasar (Rp. Triliun) Akhir Jumlah Emiten Tertinggi Terendah 612,888 447,040 469,640 104 217 1995 43,3 131,5 2,5 519,175 414,209 313,847 152 238 1996 118,8 304,1 7,1 637,432 512,478 637,432 215 253 1997 311,4 489,4 12,1 740,833 339,536 401,712 160 282 1998 366,9 403,6 14,2 554,107 256,834 389,038 176 288 1999 722,6 598,7 18,4 716,460 372,318 676,919 452 277 2000 652,9 513,7 19,4 703,483 404,115 416,321 260 287 2001 603,2 396,4 14,7 470,229 342,858 392,036 239 316 2002 698,8 492,9 12,6 551,607 337,475 424,945 168 331 2003 967,1 518,3 12,2 693,033 379,351 691,895 460 333 2004 1.708,6 1.024,9 15,1 1.004,430 668,477 1.000,233 680 331 2005 1.653,8 1.670,8 16,5 1.192,203 994,770 1.162,635 801 336 2006 1.805,5 1.841,8 19,9 1.805,523 1.171,709 1.805,523 1.249 344 2007 4.225,5 4.268,9 48,2 2.810,962 1.678,044 2.745,826 1.988 383 2008 4.282,7 4.435,5 55,9 2.830,263 1.111,390 1.355,408 1.076 396 2009 6.089,9 4.046,2 87,0 2.534,356 1.256,109 2.534,356 2.019 398 Sumber : BEI : JSX Mounthly Statistik, setelah diolah ` Universitas Sumatera Utara 5 mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu di tutup pada level 3.786,097 (BEI, 2010). Hal tersebut di dorong suku bunga perbankan yang terus menurun, sehingga investor mencari alternatif lain dalam menginvestasikan dana yang dimilikinya agar memperoleh return yang lebih besar, dan salah satunya adalah dengan berinvestasi dalam pasar modal. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi investor. Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu asset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi ( Suad Husnan, 1998). Investasi dapat berasal dari dalàm dan luar negeri yang berupa investasi langsung maupun tidak langsung dan mempunyai tingkat resiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi lainnya, seperti obligasi, deposito, dan tabungan. Apabila kesempatan investasi mempunyai tingkat resiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi resiko suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang disyaratkan oleh investor (Jogianto, 2000). Saham perusahaan yang go public sebagi komoditi investasi tergolong beresiko tinggi, karena sifat komoditinya sangat peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan di luar negeri maupun dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif terhadap nilai saham yang ada di pasar saham. Setiap investor di pasar saham sangat membutuhkan informasi untuk mengetahui perkembangan transaksi di bursa hal ini sangat penting untuk dijadikan ` Universitas Sumatera Utara 6 bahan pertimbangan dalam menyusun strategi dan pengembalian keputusan investasi di pasar modal. Menurut Cheng (1997), dalam melakukan pemilihan investasi di pasar modal dipengaruhi oleh informasi fundamental dan tehnikal. Informasi Fundamental adalah informasi kinerja dan kondisi internal perusahaan yang cenderung dapat dikontrol, sedangkan informasi teknikal adalah informasi kondisi makro seperti tingkat pergerakan, suku bunga, nilai tukar mata uang, inflasi, indeks saham di pasar dunia, kondisi keamanan dan politik. Informasi teknikal sering digunakan sebagai dasar analisa pasar modal. Jika kondisi indikator makro ekonomi mendatang diperkirakan jelek, maka kemungkinan besar refleksi Indeks harga saham menurun, demikian sebaliknya (Robbert Ang, 1977). Secara garis besar ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham yaitu faktor domestik, faktor asing dan faktor aliran modal ke Indonesia. Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar Rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap Investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008) Faktor asing merupakan salah satu implikasi dan bentuk globalisasi dan semakin terintegrasi pasar modal di seluruh dunia, Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju (developed) terhadap bursa yang sedang berkembang. Selama tiga periode terakhir, jumlah investor asing mendominasi kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia. Walaupun demikian kepemilikan investor lokal mengalami peningkatan pada dua ` Universitas Sumatera Utara 7 periode terakhir. Kondisi ini yang membuat pasar modal Indonesia rentan atas aliran dana yang masuk-keluar Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor di atas terhadap Indeks Harga Saham. Selain itu, pasar modal Indonesia yang termasuk kategori berkembang (emerging) sangat dipengaruhi oleh kinerja indeks saham pada negara maju (Amerika Serikat dan Cina), sehingga perlu dilihat pengaruhnya Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan termasuk didalamnya adalah Indeks Sektoral. Indeks sektoral adalah bagian dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa indeks sektoral. Kesemua indeks saham sektoral yang tercatat di BEI di klasifikasi kedalam sembilan sektor, menurut klasifikasi industri. Kesembilan sektor tersebut adalah Pertanian, Pertambangan, Industri dasar dan kimia, Aneka Industri, Industri Barang Konsumsi, Properti dan Tabel 1.2. Perubahan Indeks Sektoral Dari Desember 2008 Ke Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Indek Tertinggi Terendah Penutup Pertanian Pertambangan Industri Dasar Ragam Industri Konsumsi Properti & real estate infraktuktur Keuangan Perdagangan 1.931,65 2.328,78 237,93 604,60 671,31 166,19 918,87 871,00 121,80 212,50 326,84 95,17 1.753,09 2.230,18 273,93 601,47 671,31 46,80 745,02 318,82 283,81 444,31 145,59 143,00 728,53 301,42 275,76 perubahan Persentase dari Des. (%) 2008 834,32 90,81 1.325,80 151,06 138,95 102,93 386,53 179,84 344,46 105,39 43,31 41,85 23,18 125,09 127,43 48,57 0,94 85,91 Sumber : IDX Statistics, 2009 ` Universitas Sumatera Utara 8 Real Estate, Infrastruktur Utilitas dan Transportasi, Keuangan, Perdagangan Jasa dan Investasi. Perkembangan sembilan sektor dari bulan Desember 2008 ke tahun 2009 seperti terlihat pada tabel 1.2. bahwa perubahan terbesar terjadi pada sektor ragam Industri yaitu sebesar 179,84 %, dan perubahan yang paling sedikit adalah sektor properti dan real estate yaitu sebesar 41,85 %. Sektor properti dan real estate sebagai salah satu sektor yang penting karena merupakan indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara. Industri properti juga merupakan sektor yang pertama memberikan sinyal jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah negara (Santoso, 2005). Perkembangan indeks saham sektor properti dan real estate mulai tahun 1996 - 2009 dapat terlihat pada gambar 1.1. di bawah ini. Gambar 1.1. Perkembangan Indeks Sektor Properti dan real Estate tahun 1997 - 2009 ` Universitas Sumatera Utara 9 Sektor properti dan real estate adalah salah satu sektor yang perubahannya paling sedikit diantara sembilan sektor yaitu sebesar 41,85 %. Serta cakupan indeks sektoral ada 9 sektor, maka peneliti membatasi pada sektor properti dan real estate yang akan di teliti, begitu juga dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di batasi tiga faktor yaitu kurs rupiah terhadap US Dollar, tingkat suku bunga SBI dan inflasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap investasi yang dilihat dari pergerakan nilai indeks di bursa Efek Indonesia. Sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan maka dipilih judul dan penulisan ini adalah Pengaruh Kurs Rupiah - USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap Indeks Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang dan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada pengaruh perubahan Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia. ` Universitas Sumatera Utara 10 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan pokok masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral terutama pengaruh Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate. 2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan tambahan referensi dan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya. 3. Sebagai pertimbangan bagi perusahaan, pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dalam mengambil kebijakan mengenai kebijakan yang akan ditempuh sehubungan dengan pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate. 4. Bagi Investor, dapat memberikan informasi dan masukan yang dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak yang terkait lainnya. 1.5. Originalitas Sampai saat ini penelitian tentang hubungan Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia, masih sangat terbatas, seperti penelitian tentang faktor fundamental telah dilaksanakan oleh: 1. Suciwati dan Machfoedz (2002) telah meneliti tentang “ Pengaruh resiko nilai tukar rupiah terhadap return saham; Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur ` Universitas Sumatera Utara 11 yang terdaftar di BEJ”, menyimpulkan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan positif terhadap return saham sebelum terjadi depresiasi dan berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai tukar rupiah setelah terjadi depresiasi. 2. Muji dan Mudjilah (2003) telah meneliti tentang “Peranan Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal Indonesia selama krisis ekonomi, menyimpulkan bahwa Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan. 3. Almilia, (2004) telah meneliti tentang “Analisis Faktor-fàktor yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan yang terdaftar di BEJ, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara inflasi dan financial distress. 4. Suyanto, (2007) telah meneliti tentang” Analisa pengaruh nilai tukar uang, suku bunga dan inflasi terhadap return saham sektor properti tahun 2001 - 2005” menyimpulkan bahwa nilai tukar rupiah dan suku bunga berpengaruh negatif, sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap return saham. Peneliti-peneliti yang dikemukakan tersebut, memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini, diantaranya tahun penelitian, variabel dependen yang digunakan. ` Universitas Sumatera Utara