bab 1 pendahuluan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan ekonomi Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berlangsung secara terus menerus ini mampu memicu perubahan struktural dalam
perekonomian suatu wilayah. Perubahan struktural merupakan prasyarat dari
peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan,
sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri (Kariyasa, 2006).
Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa
sektor pertanian (primer); (2) meningkatnya pangsa sektor industri (sekunder); dan (3)
pangsa dari sektor jasa (tersier) yang cenderung konstan, namun kontribusinya akan
meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Dalam perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan
ekonomi Indonesia akan tergeser oleh peranan dari sektor industri manufaktur yang
berkembang secara pesat (Hill, 2001). Adanya pergeseran ini menyebabkan perubahan
struktural dalam perekonomian suatu negara dari struktur perekonomian yang berbasis
pada sektor agraris beralih menjadi perekonomian yang berbasis pada industri. Data dari
BPS menunjukkan bahwa Indonesia sudah mengalami perubahan struktural sejak tahun
1992, di mana pada saat itu peran dari sektor industri telah menggeser dominasi sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi. Sektor industri mampu menyumbang hingga
1
mencapai 40% dari PDB, sedangkan sumbangan sektor pertanian menurun drastis
hingga tinggal 19% dari PDB (BPS, 2000).
Tidak dipungkiri bahwa saat ini peranan sektor industri di Indonesia sangat
besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Artinya industri manufaktur mampu
menjadi sektor penyumbang yang dominan terhadap PDB Indonesia. Selama tahun
2010 hingga 2014, kontribusi sektor industri manufaktur di Indonesia terus
mendominasi struktur ekonomi Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor lain (lihat
Gambar 1.1). Dari tahun 2010-2014, sektor industri manufaktur rata-rata mampu
menyumbang sebesar 25,63% terhadap PDB Indonesia. Setelah itu baru diikuti oleh
sektor perdagangan, hotel, & restoran dengan rata-rata sumbangan sebesar 17,85% dan
sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 12,56%.
Gambar 1.1. Perkembangan Kontribusi Sektoral Terhadap PDB Indonesia, 20102014 (%)
Sumber: Diolah dari BPS (2015)
2
Jika dilihat dari pertumbuhan sektoral dari tahun 2010 hingga 2014, sektor
industri manufaktur masih dapat dibilang cukup mendominasi pertumbuhan
dibandingkan dengan sektor lainnya meskipun masih kalah dengan pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran di tahun 2014. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa
pertumbuhan sektor industri manufaktur terus mengalami tren pertumbuhan yang
meningkat dari tahun 2010 hingga 2011, namun setelah itu pertumbuhan sektor industri
manufaktur mulai mengalami penurunan hingga tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan
sektor ini dari tahun 2010 hingga 2014 mencapai 5,40%. Di sisi lain tingkat
pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran menunjukkan angka pertumbuhan
yang fluktuatif dari tahun 2010 hingga 2014. Terlihat bahwa di tahun 2011
pertumbuhan dari sektor ini perdagangan, hotel, dan restoran sempat mengalami
penurunan hingga mencapai level 4,70%. Namun setelah tahun 2011, pertumbuhan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran mulai meningkat mencapai pertumbuhan
sebesar 6,24% di tahun 2012, kemudian sempat turun sedikit di tahun 2013 dan
meningkat kembali di tahun 2014 hingga sebesar 5,57%. Sektor lainnya yaitu sektor
pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memiliki tren pertumbuhan yang
cenderung lebih stabil, di mana rata-rata tingkat pertumbuhan dari sektor ini mencapai
3,45% dari tahun 2010 hingga 2014. Sektor terakhir yaitu sektor pertambangan dan
penggalian, terlihat dalam grafik bahwa pertumbuhan pada sektor ini terus mengalami
penurunan sejak tahun 2010, bahkan di tahun 2014 pertumbuhannya turun hingga
negatif 0,14%.
3
Gambar 1.2. Pertumbuhan Sektoral Perekonomian Indonesia dari Tahun 20102014 (%)
Sumber: Diolah dari BPS (2015)
Pesatnya perkembangan peran sektor industri manufaktur dalam perekonomian
Indonesia selama ini tidak bisa lepas dari besarnya peranan Industri Kecil dan Mikro
(IKM) sebagai pondasi utama kinerja industri manufaktur. Hal ini dikarenakan selain
IKM mampu menjadi pilar penggerak perekonomian daerah juga mampu menyerap
tenaga kerja yang banyak, memiliki jumlah unit usaha yang paling besar dibandingkan
dengan Industri Besar, memiliki peranan dalam penciptaan lapangan pekerjaan yang
produktif, dan merupakan penyumbang terbesar bagi pendapatan nasional di Indonesia
dari sektor industri manufaktur. IKM di Indonesia juga telah memainkan peran penting
dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung
pendapatan rumah tangga (Kuncoro, 2000).
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2014), total persentase unit
usaha IKM dari tahun 2010 hingga 2013 jumlahnya selalu jauh diatas total unit usaha
IBS, dan angka persentasenya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase
4
IKM pada tahun 2010 terhitung sebesar 99,15%, kemudian naik menjadi 99,22% pada
tahun 2011, naik lagi menjadi 99,27% pada tahun 2012, dan terakhir pada tahun 2013
naik mencapai 99,30% (lihat Tabel 1.1). Sedangkan untuk persentase jumlah tenaga
kerja yang terserap oleh IKM pada tahun 2010 adalah sebesar 58,89%, kemudian
meningkat menjadi 64,12% tahun 2011, meningkat lagi menjadi 64,94% tahun 2012,
dan terakhir pada tahun 2013, IKM mampu mempekerjakan tenaga kerja sebanyak
68,95% dari total tenaga kerja di sektor industri.
Tabel 1.1. Data Perkembangan Industri Kecil dan Mikro (IKM) dan Industri
Besar Sedang (IBS) di Indonesia Tahun 2010-2013 (%)
INDIKATOR
Jenis Industri
Industri Kecil dan Mikro
Industri Besar Sedang
Tenaga Kerja
Industri Kecil dan Mikro
Industri Besar Sedang
Kontribusi Terhadap PDB
Industri Kecil dan Mikro
Industri Besar Sedang
2010
TAHUN
2011
2012
2013
99,15
0,85
99,22
0,78
99,27
0,73
99,30
0,70
58,89
41,11
64,12
35,88
64,94
35,06
68,95
31,05
57,83
42,17
57,60
42,40
57,48
42,52
58,08
40,93
Sumber: Kemenperin (2014)
Pertumbuhan IKM yang semakin pesat turut memberikan dampak yang positif
terhadap perekonomian khususnya dalam pembentukan PDB Indonesia. Dari tahun
2010 hingga 2013, terlihat bahwa perkembangan peranan sektor IKM selalu lebih besar
dibandingkan peranan sektor IBS. Pada tahun 2010, kontribusi IKM dalam
pembentukan PDB di Indonesia adalah mencapai 57,83%, sedangkan kontribusi IBS
adalah sebesar 42,17%. Kontribusi IKM sempat mengalami penurunan di tahun 2011
5
menjadi sebesar 57,60% dan kontribusi IBS sebesar 42,40%. Di tahun 2012 kontribusi
IKM kembali menurun menjadi sebesar 57,48% yang diikuti oleh kenaikan kontribusi
IBS mencapai 42,52%. Terakhir di tahun 2013, kontribusi IKM terhadap PDB
mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan angka kontribusi mencapai 58,08%
yang diikuti oleh penurunan kontribusi IBS yang hanya sebesar 40,93%.
Hingga saat ini, distribusi pendapatan industri manufaktur di Indonesia
cenderung terpusat di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan
pembangunan ekonomi Indonesia yang masih berkiblat di Pulau Jawa, kemudian
peraturan perdagangan dan perindustrian di Jawa yang lebih mendukung, sarana
prasarana yang lebih memadai, serta jumlah penduduk yang sangat padat menjadikan
Pulau Jawa sebagai pasar potensial yang besar bagi perkembangan industri manufaktur
khususnya industri Kecil dan Mikro (IKM).
Pada tahun 2014, provinsi-provinsi di Pulau Jawa sangat mendominasi distribusi
jumlah unit usaha IKM di bandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain di luar Pulau
Jawa (lihat Gambar 1.3). Dapat dilihat bahwa terdapat tiga provinsi yang memiliki
jumlah unit usaha yang jauh di atas rata-rata unit usaha IKM, yaitu Provinsi Jawa
Tengah dengan jumlah unit usaha sebanyak 832.472 unit, Provinsi Jawa Timur
sebanyak 648.706 unit, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 498.063 unit. Jika dilihat dari
kontribusi unit usaha IKM menurut pulau, Pulau Jawa memiliki nilai kontribusi unit
usaha yang sangat besar dibandingkan dengan kontribusi di luat Pulau Jawa. Tercatat
bahwa total kontribusi unit usaha di semua provinsi di Pulau Jawa adalah 2.179.090 unit
atau sama dengan 62,17% terhadap total unit usaha IKM di Indonesia. Hal ini sangat
timpang bila dibandingkan dengan total kontribusi unit usaha di luar Pulau Jawa di
6
mana jumlahnya hanya mencapai 1.325.974 unit atau sebesar 37,83% dari total unit
usaha IKM di Indonesia.
Gambar 1.3. Distribusi Jumlah IKM Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2014
Sumber: BPS (2015)
Distribusi jumlah tenaga kerja IKM di Indonesia pada tahun 2014 dapat dilihat
pada Gambar 1.4. Sama seperti distribusi jumlah unit usaha IKM, distribusi tenaga kerja
IKM juga sangat terkonsentrasi di provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Terdapat tiga
provinsi yang memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja IKM terbesar di Indonesia,
yaitu Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.934.998 orang, Provinsi Jawa Timur sebanyak
1.543.036 orang, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.333.138 orang. Selain itu, jika
jumlah tenaga kerja IKM dilihat berdasarkan provinsi di Pulau Jawa dan luar Pulau
Jawa, maka jumlah penyerapan tenaga kerja IKM di provinsi-provinsi Pulau Jawa
sangat dominan hingga mencapai jumlah tenaga kerja IKM sebesar 5.416.395 orang
atau sama dengan 64,7% dari total tenaga kerja IKM di Indonesia terserap di Pulau
7
Jawa. Sedangkan sisanya sebanyak 2.946.351 orang atau sama dengan 35,3% dari total
tenaga kerja IKM di Indonesia tersebar di provinsi-provinsi lain di luar Pulau Jawa.
Gambar 1.4. Distribusi Jumlah Tenaga Kerja IKM Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2014
Sumber: BPS (2015)
Dalam merencanakan suatu pembangunan ekonomi, banyak negara-negara
berkembang yang menjadikan sektor industri sebagai sektor yang mendapat prioritas
utama dibandingkan dengan sektor lainnya karena sektor ini dipercaya mampu menjadi
sektor unggul bagi perkembangan sektor lain seperti sektor pertanian dan sektor jasa.
Alhasil apabila sektor industri dapat terus dikembangkan, maka akan mampu
mendorong peran dari sektor pertanian dan sektor jasa.
Perkembangan industri kerap kali memunculkan sebuah fenomena yang dikenal
dengan konsentrasi spasial. Konsentrasi spasial ini muncul akibat tidak meratanya
perubahan struktural yang terjadi antar wilayah akibat pertumbuhan industri yang cepat
8
dan selektif. Konsentrasi spasial merupakan pengelompokan setiap industri dan
aktivitas ekonomi secara spasial (Fujita et al., 1999). Konsentrasi spasial menunjukkan
kontribusi dan distribusi daerah dari sektor industri manufaktur baik IBS maupun IKM.
Apabila kontribusi maupun distribusi daerah/provinsi dari sektor industri tidak merata,
yang artinya terdapat satu daerah/provinsi yang memiliki kontribusi yang sangat tinggi
sedangkan daerah/provinsi lainnya memiliki kontribusi yang sangat rendah (timpang),
seperti yang terjadi di Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa daerah/provinsi yang
memiliki kontribusi yang sangat tinggi sudah mendominasi berlokasinya industri dan
dapat dikatakan pula bahwa industri manufaktur sudah terkonsentrasi secara spasial di
daerah/provinsi tersebut.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan distribusi jumlah unit usaha IKM dan jumlah penyerapan tenaga
kerja IKM selama tahun 2010 hingga 2014, Indonesia memiliki permasalahan
ketimpangan spasial antardaerah di mana kluster IKM sangat terkonsentrasi di provinsiprovinsi yang ada di Pulau Jawa. Lebih dari 50% Pulau Jawa mendominasi peran dari
sektor IKM di Indonesia. Perbedaan kedalaman perubahaan struktural antarprovinsi
mungkin saja menjadi pemicu terjadinya ketimpangan spasial di Indonesia. Perubahan
struktural yang dimaksud adalah proses transformasi dari perekonomian yang bersifat
subsisten sektor pertanian menuju perekonomian yang lebih modern sektor industri.
Artinya proses pergeseran dari sektor primer menuju sektor industri khususnya IKM di
setiap provinsi berbeda-beda kecepatannya, ada provinsi yang proses perubahan
strukturalnya cepat dan ada juga yang lambat.
9
Permasalahan inilah yang mendasari penelitian ini sehingga memunculkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Di manakah lokasi utama kluster IKM berdasarkan jumlah unit usaha dan
jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia tahun 2010 dan 2014?
2. Seberapa jauh perubahan struktural tenaga kerja IKM yang terjadi di masingmasing provinsi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja IKM
tahun 2010 dan 2014?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis lokasi utama kluster IKM di Indonesia pada tahun 2010 dan 2014.
2. Menganalisis seberapa jauh perubahan struktural tenaga kerja IKM yang terjadi
di masing-masing provinsi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja
IKM di Indonesia tahun 2010 dan 2014.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membawa manfaat bagi beberapa pihak:
Bagi penulis penelitian dalam bentuk skripsi ini diharapkan selain membantu
mencapai gelar kesarjanaan, dapat memperdalam pemahaman terhadap teori-teori
terkait dan pengembangannya. Pemahaman dan terbukanya wawasan dalam
penggunaan alat analisis diharapkan mampu berguna bagi kehidupan di masa
mendatang.
10
Bagi khazanah ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini mampu berkontribusi
meningkatkan kualitas keilmuan, khususnya ekonomika industri. Penelitian ini
diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan dan bisa dikembangkan pada penelitian
selanjutnya.
Bagi pengambil kebijakan, khususnya pengambil kebijakan dalam perindustrian
nasional, diharapkan dapat menjadikan penelitan ini sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan kebijakan lebih lanjut terkait dengan kebijakan dan strategi pengembangan
industri IKM di Indonesia.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini terdiri dari lima bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan, di mana di dalamnya
menggambarkan isi dari penelitian. Bagian ini terdiri atas beberapa
bagian yaitu latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penelitian.
BAB II
: STUDI LITERATUR
Bab ini merupakan telaah terhadap literatur yang berkaitan dengan
penelitian di mana literatur-literatur tersebut dijadikan sebagai landasan
teori dari penelitian ini antara lain, Teori Perubahan Struktural, Teori
11
Spasial,
dan
Teori
Kluster/Industrial
Distrik.
Bab
ini
juga
mencantumkan dan membandingkan persamaan maupun pebedaan
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjabarkan mengenai sumber data yang digunakan untuk
menganalisis industri Kecil dan Mikro (IKM) dan metodologi
penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis IKM di Indonesia.
Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan alat analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), Korelasi
Pearson & Spearman Rank, Indeks Perubahan Struktural (IPS), dan
Analisis Regresi Data Panel.
BAB IV
: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil analisis dari data yang ada, beserta penjelasannya
dengan menggunakan metodologi yang telah dipilih.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan, berisikan
kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan selama penelitian, serta
saran atau implikasi kebijakan bagi pemerintah pusat dalam
meningkatkan potensi IKM di Indonesia.
12
Download