1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alatalat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No.13/MEN/X/2011). Sedangkan menurut Montotalu dkk. (2014), bising lingkungan merupakan suara yang tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada setiap individu yang terpapar bising tersebut. Pengaruh kebisingan terhadap timbulnya gangguan kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas, frekuensi dan lamanya terpapar kebisingan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi semakin canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan banyaknya aktivitas manusia yang menimbulkan kebisingan khususnya dalam bidang industri. Masyarakat yang terpapar kebisingan dengan intensitas yang tinggi secara terus menerus akan mengalami gangguan kesehatan. Masalah kesehatan yang muncul diakibatkan karena stres tingkat tinggi. Menurut Zheng & Ariizumi (2007), bising adalah salah satu penyebab stres yang dapat mempengaruhi tubuh dengan meningkatnya sekresi dari hormon stres, seperti adrenalin dan dopamin. Stres merupakan kondisi yang dihasilkan ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya yang kemudian merasakan suatu pertentangan, apakah itu nyata ataupun tidak, antara tuntutan situasi dan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial. Dalam terminologi medis, stres akan mengganggu sistem homeostasis tubuh yang berakibat terhadap gejala fisik dan psikologis (Pradana, 2013). Banyak penelitian dilakukan peneliti yang menunjukkan bahwa paparan kebisingan terus menerus dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, antara lain menimbulkan kelelahan (Hanifa, 2006), mempengaruhi jumlah leukosit dan sistem imun (Inayah, 2008; Zheng & Ariizumi, 2007), meningkatkan kadar Universitas Sumatera Utara 2 kortisol plasma (Marpaung, 2006), menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Babba, 2007; Rusli, 2009), gangguan gastrointestinal (Fonseca et al., 2006), meningkatkan kadar asam lambung (Moslehi et al., 2010) dan dapat menyebabkan sindrom dispepsia (Hartono, 2005). Sindrom dispepsia adalah kumpulan gejala berupa keluhan yang berasal dari saluran makan bagian atas (Christy, 2010). Menurut Susanti dkk. (2011), sindrom dispepsia dipengaruhi oleh tingkat stres, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis dan ulcus pepticum). Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami sindrom dispepsia. Pada penelitian Kim et al. (1968), ditemukan adanya perubahan pengeluaran asam lambung pada relawan yang sehat dan anjing yang terpapar kebisingan dari mesin jet. Mereka juga menemukan ulseratif lesi lambung pada tikus yang terpapar kebisingan tersebut. Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Moslehi et al. (2010), dimana pada tikus yang diberi perlakuan kebisingan intensitas 86 dB selama 7, 14, 21 dan 28 hari mengalami peningkatan asam lambung, perbesaran sel parietal dan erosi mukosa lambung. Untuk mengatasi efek buruk dari kebisingan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obat herbal dan lain-lain. Menurut Chaverri et al. (2008), pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional pada saat ini terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan dari sebagian besar masyarakat bahwa penggunaan tanaman obat tersebut tidak menimbulkan efek samping. Salah satu simplisia yang berkhasiat obat adalah kulit manggis. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan pohon buah yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Secara umum, orang hanya mengkonsumsi buahnya saja dan cenderung membuang kulit buah manggis tersebut. Bagian tanaman yang secara tradisional sering dipakai dalam pengobatan tradisional (diare, disentri, eksim dan penyakit kulit lainnya) adalah kulit buah. Kulit buah manggis ternyata dilaporkan mengandung senyawa golongan xanthone (Nugroho, 2009). Xanthone merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa polifenolik (Hasyim & Iswari, 2008). Senyawa xanthone pada kulit buah manggis memiliki gugus hidroksil (OH-) yang efektif mengikat radikal bebas, termasuk Universitas Sumatera Utara 3 senyawa oksigen reaktif (ROS), dengan menyumbangkan ion H+ (Prista, 2012). Adanya gugus hidoksil (OH-) memungkinkan senyawa tersebut bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal bebas untuk membentuk produk akhir yang stabil sehingga tidak terjadi reaksi inisiasi atau propagasi lebih lanjut (Zarena & Sankar, 2009). Dalam penelitian Nugroho (2009), ekstrak kulit buah manggis dan senyawa aktifnya memiliki aktivitas farmakologi yaitu antialergi, antiinflamasi, antioksidan, antikanker, antimikroorganisme, antiaterosklerosis dan bahkan antiHIV. Pada uji toksistas, ekstrak etanol buah manggis yang mengandung senyawa aktif xanthone tidak menunjukkan toksisitas baik secara akut maupun subkronis. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kebisingan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan penelitian tentang ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) menunjukkan tanaman ini memiliki banyak khasiat sebagai tanaman obat. Hal tersebut membuat peneliti tertarik melakukan penelitian ini dan dikarenakan belum adanya penelitian tentang penggunaan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam mencegah efek yang ditimbulkan oleh kebisingan terutama efek pada lambung sehingga dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap gambaran histopatologis lambung tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar yang dipapari kebisingan. 1.2. Rumusan Permasalahan Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) berpengaruh dalam mencegah efek yang ditimbulkan dari kebisingan terhadap gambaran histopatologis lambung tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap gambaran histopatologis lambung tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar yang dipapari kebisingan. Universitas Sumatera Utara 4 1.4. Hipotesis Ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yang mengandung senyawa xanthone dapat mencegah kerusakan histopatologis lambung tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar yang dipapari kebisingan. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap kesehatan lambung dan pengaruh ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai proteksi atau mencegah efek yang ditimbulkan dari kebisingan. 2. Memberikan informasi atau referensi pada peneliti selanjutnya. Universitas Sumatera Utara