Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia - USU-IR

advertisement
BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL
KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS
HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR
DISERTASI
OLEH
MINTO SUPENO
NIM: 038103003
Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL
KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS
HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR
Disertasi
Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia pada Universitas
Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara
Profesor Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K)
dipertahankan pada tanggal 28 Maret 2007
di Medan, Sumatera Utara
Oleh
MINTO SUPENO
NIM: 038103003
Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Judul
: BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL
KATALIS/
Co-KATALIS
PEMBUATAN
GAS
HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR
Nama
: MINTO SUPENO
NIM
: 038103003
Program
: Doktor (S-3)
Program Studi
: Kimia
MENYETUJUI,
Promotor
Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.
Co. Promotor,
Co. Promotor,
Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.
Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc.
PROGRAM STUDI DOKTOR
ILMU KIMIA
Ketua,
SEKOLAH PASCASARJANA
Direktur,
Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc.
iii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
PROMOTOR
Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.
Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
CO – PROMOTOR
Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.
Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
CO – PROMOTOR
Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc.
Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
iv
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
TIM PENGUJI
Ketua
: Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.
Anggota
: Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.
Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc.
Prof. Dr. Tonel Barus
Prof. Dr. Yunazar Manjang
Prof. Dr. Ir. Sumono
v
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
PERNYATAAN
BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL
KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS
HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR
DISERTASI
Saya mengakui bahwa disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri,
kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing
disebutkan sumbernya.
Medan, 28 Maret 2007
MINTO SUPENO
NIM: 038103003
vi
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan desertasi ini berjudul “BENTONIT
ALAM
TERPILAR
SEBAGAI
MATERIAL
KATALIS/
Co-KATALIS
PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR”. Pada
kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Medan, Prof. Dr. Chairuddin P.
Lubis, DTM&H., Sp.A(K), yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan
selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B., M.Sc.
3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc.
4. Bapak Pembimbing penulis Prof. Dr. Seribima Sembiring, M.Sc., Prof. Basuki
Wirjosentono, M.S., Ph.D., dan Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pikiran baik
maupun saran kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia.
6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Studi Ilmu Kimia.
Akhirnya penulis ingin juga mengucapkan terima kasih yang
sedalamnya dan penghargaan setingginya kepada Ayahanda Miskandar dan Ibuku
Supiah, beserta istriku tercinta Dra. Dwitri Saulina, M.Si. dan anakku Puspa Ayu
vii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Maretha dan Arya Saka Wicaksono yang telah memberikan semangat penulis
dalam pendidikan dan dalam menyelesaikan tulisan ini.
Medan, 28 Maret 2007
Penulis,
Minto Supeno
viii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co –
KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR
ABSTRAK
Berdasarkan analisis, maka bentonit Kecamatan Padang Tualang Kabupaten
Langkat merupakan jenis Na–bentonit. Bentonit ini dijenuhkan dengan larutan
natrium klorida NaCl 1 M selama 1 (satu) hari untuk memperkaya Na–bentonit.
Na–bentonit selanjutnya diaktivasi menggunakan asam sulfat (0,5 – 2,0) M
selama 24 jam, lalu dikeringkan. Material ini diinterkalasi dan dipilarisasi
menggunakan larutan TiCl4 0,82 M dan dikalsinasi pada suhu 350°C
menghasilkan bentonit terpilar TiO2 dan selanjutnya dianalisa menggunakan
XRD, FTIR, Luas Permukaan (BET) dan SEM. Dari data hasil analisa diketahui
bahwa aktivasi yang terbaik
untuk bentonit terpilar yang baik terjadi pada
konsentrasi asam sulfat 1,5 M.
Pengetsaan bentonit terpilar TiO2 dilakukan dengan menggunakan larutan (HNO3/
HF/ CH3COOH/ I2) dan larutan HF/ H2O/ NH4F dengan maksud untuk
memperbanyak rongga pada jarak antar muka dalam silikat, setelah itu dipanaskan
pada 400–500°C selama 1 jam. Hasil etsa pada 450°C menghasilkan material
dengan luas permukaan terbesar 92,01 m2/g dan volum pori 0,044 cc/g, dan difoto
SEM. Silikat yang telah dietsa ini dapat digunakan sebagai co-katalis, yang
berfungsi mempercepat terjadinya reaksi peruraian gas hidrogen dan oksigen. Gas
total yang dihasilkan sebanyak 78,5% selama 4 hari dibandingkan dengan bentonit
TiO2 yang tidak dietsa menghasilkan 60,4 % dalam waktu yang sama.
ix
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
CATALYST/ Co-CATALYST MATERIAL PILLARIED CLAY IN
FORMING HYDROGEN AND OXYGEN GASES FROM WATER
ABSTRACT
Bentonite obtanained from Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat was a
Na–bentonite. This bentonite was saturated with 1 M NaCl solution for 1 day to
enrich the Na–bentonite. Then the Na–bentonite was activated by (0.5 – 2.0) M
H2SO4 for 24 hours, then was dried. In the end this material was intercalated and
pillaried with 0.82 M Ti complex solution and calcinated at 350°C to produce
TiO2–bentonite and analyzed using XRD, FTIR, Surface area (BET) and SEM.
From the analysis data, it was known that the best activation condition for Na–
bentonite was at the H2SO4 at concentration of 1,5 M.
Etching TiO2–bentonite using (HNO3/ HF/ CH3COOH/ I2) and HF/ H2O/ NH4F
solutions was made to increase the hole at the between the layer distances inside
the silica, then heated at 400–500°C for 1 hour. The resulting etched TiO2–
bentonite which was heated at 450°C produce the material with a wide surface
area 92,01 m2/g and the porous volum 0,044 cm3/g and was scanned with SEM.
The etched pillary TiO2–bentonite was used as a co-catalyst in the
hydrolisis of H2O, and showed that the total hydrogen and oxygen gases produced
was 78.5 % after 4 days, compared was only 60.4 % using non-etched TiO2–
bentonite.
x
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Permasalahan
4
1.3. Tujuan Penelitian
4
1.4. Manfaat Penelitian
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Koloid Anorganik
6
2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1)
13
2.1.2. Haloisit (Tipe 1 : 1)
15
2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2:1)
16
2.1.4. Ilit (Tipe 2:1)
19
2.1.5. Vermikulit (Tipe 2 : 1 )
20
2.1.6. Khlorit (Tipe 2 : 2)
22
2.2. Bentonit
23
2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam
23
2.2.2. Komposisi Bentonit
25
2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit
26
xi
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
2.2.4. Jenis Bentonit
26
2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit
28
2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit
41
2.3. Lempung Terpilar
42
2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar
44
2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar
46
2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar
50
2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar
54
2.3.5. Lempung Induk
56
2.3.6. Larutan Pemilar
57
2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion
57
2.4. Aplikasi Lempung Terpilar
61
2.5. Proses Etsa terhadap Silikon
62
2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan
65
2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar
70
2.8. Titania (TiO2)
73
2.9. Semikonduktor Titania
75
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat Penelitian
77
3.2. Bahan Penelitian
77
3.3. Lokasi Penelitian
78
3.4. Metode Penelitian
78
3.4.1. Penyediaan Na–Bentonit
78
3.4.2. Aktivasi Na-Bentonit dengan Asam
79
3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi
80
3.4.4. Pengetsaan Bentonit TiO2
80
3.4.5. Pembuatan
Gas
Hidrogen
dan
Oksigen
Menggunakan Katalis/ Co-katalis Bentonit TiO2
81
3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen
81
3.4.7. Mekanisme Reaksi
82
xii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
84
4.2. Pembahasan
95
4.2.1. Pembuatan Na–Bentonit
95
4.2.2. Interkalasi dan Pilarisasi
96
4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2
96
4.2.4. Bentonit
Terpilar
TiO2
Pembuatan Gas Hidrogen
sebagai
Katalis
97
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
99
5.2. Saran-saran
99
DAFTAR REFERENSI
100
LAMPIRAN
104
xiii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.
Struktur Kristal Memperlihatkan Pola Kelompok Atom
akan Berulang-ulang pada Tiga Arah
Gambar 2.2.
Struktur Tunggal Silika Tetraeder
Gambar 2.3.
Struktur
Kaolinit
dari
Lembar-lembar
9
11
Silika
Tetrahedral dan Oktahedral
14
Gambar 2.4.
Model Struktur Montmorilonit
17
Gambar 2.5.
Skematis Proses Pengolahan Bentonit
31
Gambar 2.6.
Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit
41
Gambar 2.7.
Mekanisme Hidrasi dan Dispersi Ca–Bentonit
42
Gambar 2.8.
Hidrasi dan Dehidrasi yang Terjadi pada Lempung dan
Gambar 2.9.
PILC
45
Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar
46
Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer
48
Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan
menggunakan Agen Pemilar
50
Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar
55
Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar
60
Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsosrpsi
69
Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar
71
Gambar 2.16. Penggambaran Ideal Sampel yang Diperoleh Melalui
Udara Kering dan Beku Kering
72
xiv
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania
73
Gambar 2.18. Level Pita Energi pada Permukaan Titania Sesudah
Radiasi dan Sebelum Radiasi
76
Gambar 4.1.
Hasil Difraktogram untuk Na–Bentonit
86
Gambar 4.2.
Hasil Difraktogram Bentonit Terpilar
88
Gambar 4.3.
Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit
91
Gambar 4.4.
Spektrum Serapan FT-IR Bentonit Terpilar–TiO2
91
Gambar 4.5.
Foto SEM untuk Na–Bentonit
94
Gambar 4.6.
Foto SEM untuk Bentonit Terpilar Tio2 yang Dietsa dan
Dipanaskan 450°C
Gambar 4.7.
Pilarisasi
Bentonit
95
Menggunakan
TiO2
dan
Terbentuknya Hole pada Silika Setelah Dietsa
Gambar 4.8.
97
Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan
Hidrogen
98
xv
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah
7
Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah
8
Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit
26
Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar
47
Tabel 2.5. Evaluasi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada
Temperatur Berbeda
52
Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur
Lempung Terpilar
53
Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa untuk Semikonduktor
64
Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi
Sinar-X
87
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal Spacing
90
Tabel 4.3. Analisa Gugus dari FTIR
92
Tabel 4.4. Penentuan Luas Permukaan dan Volum Pori Total dengan
Menggunakan Persamaan BET
Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa
93
94
xvi
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4
0,5 M
Lampiran 2.
104
Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4
1M
Lampiran 3.
105
Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4
2M
Lampiran 4.
106
Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada
H2SO4 0,5 M
Lampiran 5.
107
Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada
H2SO4 1 M
Lampiran 6.
108
Hasil Diffraksi Sinar x Bentonit Terpilar TiO2 pada
H2SO4 2 M
109
Lampiran 7.
Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar
110
Lampiran 8.
Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2
pada Asam Sulfat 0,5 M
Lampiran 9.
111
Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2
pada Asam Sulfat 1 M
112
Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2
pada Asam Sulfat 1,5 M
113
Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2
pada Asam Sulfat 2 M
114
Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa
(450°C)
115
Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa
(400oC)
116
xvii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa
(450oC)
117
Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit
118
xviii
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Sumatera Utara terdapat dua jenis bentonit alam yaitu bentonit
wyoming dan non bentonit wyoming, dan keduanya mempunyai komposisi utama
SiO2/ Al2O3 dengan perbandingan (4 – 6 : 1). Bentonit merupakan nama umum
dari jenis tanah liat yang dapat digunakan untuk mengadsorpsi warna, minyak,
lemak dan lilin. Tanah pemucat adalah suatu silikat dari bermacam-macam
komposisi, dengan penyusun utama SiO2 dan Al2O3 yang mengandung air dan
terikat secara kimia. Selain kedua senyawa di atas bentonit juga mengandung
CaO, MgO, Fe2O3, Na2O dan K2O. Berdasarkan teori dari Davis dan Masser
bahwa perbedaan pada perbandingan kadar SiO2 dan Al2O3 akan mempengaruhi
daya aktif. Tanah yang mempunyai perbandingan SiO2 dan Al2O3 yang besar
adalah tanah yang paling baik mengadsorpsi. Sedangkan tanah yang mempunyai
perbandingan SiO2 dan Al2O3 kecil mempunyai kemampuan mengadsorpsi yang
kecil. Perbandingan SiO2 dan Al2O3 untuk bentonit yang baik 5 – 6 : 1 yang
mampu mengadsorpsi, dan mempunyai luas permukaan besar.
Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila
bercampur dengan air maka dapat mengembang (wyoming). Bentonit dalam
keadaan kering berwarna krem sampai hijau dengan berat jenis antara 2,4 – 2,8
1
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
2
g/mm3 dan titik leleh antara 1330 – 1430°C. Bentonit alam pada umumnya
mengandung sedikit kalsit, karbonat, gipsum dan kwarsa. Permukaan dan poripori bentonit alam dapat diperbesar dengan teknik aktivasi kimia maupun fisik
(Burch, R., 1997), atau dengan pemilaran menggunakan unsur Zr, Ti, Fe, Na, Ca
melalui teknik interkalasi dan kalsinasi pada suhu 450°C menghasilkan bentonit
terpilar yang disebut serbuk fotokatalis ( Vansant, E.R., 1998; Palverejen, M.,
2002).
Serbuk fotokatalis semikonduktor telah banyak dipelajari ditemukan
bahwa aktivitas dari fotokatalis ini semakin baik dengan turunnya ukuran partikel
yang menyebabkan naiknya luas permukaan. Penurunan ukuran partikel antara
5–10 nm menyebabkan perubahan struktur pita energi menjadi semikonduktor
yang dikenal sebagai efek samping kwantum. Penelitian lebih lanjut telah
dilakukan menghasilkan fotokimia dari berbagai macam ukuran dan bentuk,
partikel semikonduktor kolokogenide seperti CdS, ZnS, CdSe, GeSe, ZnSe dan
semikonduktor oksida dari jenis ZnO, Fe2O3, TiO2 telah banyak digunakan untuk
fotokatalis untuk memproduksi hidrogen dari air (Miyoshi, H., 1989).
Prinsip mengubah permukaan dan pori-pori bentonit adalah dengan
melarutkan logam-logam yang terdapat pada pori bentonit dengan suatu asam dan
karena logam sudah larut maka pori-pori menjadi lebih luas. Metode lain untuk
memperluas pori dengan cara pemilaran, dalam hal ini pori-pori bentonit yang
mengandung logam Na dan K diinterkalasi dengan kation logam yang
diameternya lebih besar sehingga pori tersebut mengembang, selanjutnya
dikalsinasi pada suhu 300 – 500°C (Bask,1992, Long dan Yang, 1999). Logam-
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
3
logam akan membentuk oksida-oksida yang berikatan dengan antar lapis,
menghasilkan bentonit terpilar (Palverejen, M., 2002). Melalui teknik ini porositas
bentonit akan menjadi besar, oksida-oksida logam sebagai agen pemilar dapat
digunakan untuk katalis.
Pada
penelitian
ini
dilakukan
interkalasi
pori-pori
bentonit
menggunakan TiO2 dan suhu kalsinasi dari 300 – 500°C untuk menghasilkan
bentonit terpilar– TiO2. Bagian isolatornya yaitu oksida-oksidanya dapat dietsa
untuk menghilangkan oksida-oksida dengan menggunakan campuran HF/ H2O/
NH4F atau HF/ HNO3/ H2O atau dengan menggunakan CF4/ H2 yang
menghasilkan lapisan silikon yang bebas dari oksida dan silikon ini selanjutnya
dietsa dengan larutan HF/ HNO3/ CH3COOH/ I2 sehingga silikon akan terlarut.
Besarnya luas permukaan yang dihasilkan tergantung waktu yang digunakan
untuk mengetsa. Jika waktu yang digunakan terlalu lama SiO2 atau Si larut semua
dan hal demikian tidak diharapkan sehingga waktu yang digunakan untuk
mengetsa perlu dikontrol (Wouter, I., 1999; Sze, S.M., 1997).
Jika teknik pengetsaan ini tercapai maka permukaan dan pori-pori
bentonit terpilar menjadi lebih besar yang diduga menghasilkan makropori
bentonit terpilar. Pemilaran dengan menggunakan TiO2 dan pengetsaan silikat
bentonit ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia, meningkatkan basal spasing
(d001), luas permukaan spesifik, volume total, keasaman permukaan dan
menurunkan jejari rerata pori.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
4
Bentonit terpilar TiO2 ini dapat digunakan untuk katalis pada
pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air, maka dalam penelitian ini peneliti
tertarik untuk meneliti penyediaan bentonit terpilar ini sebagai katalis.
1.2. Permasalahan
Bentonit alam mempunyai 60% kandungan silikatnya, untuk
menyediakan material ini sebagai katalis maka perlu meningkatkan luas
permukaan dan volum porinya dengan cara melakukan interkalasi dengan TiO2
dan menjadi bentonit terpilar–TiO2. Oksida logam titania ini merupakan material
yang sensitif terhadap cahaya dan baik menjadi katalis fotokimia. Jika bentonit
terpilar TiO2 dilakukan pengetsaan dengan bahan kimia maka bentonit terpilar
yang teretsa dapat menjadi co-katalis.
Sehingga perlu dipelajari pembuatan
katalis yang sensitif terhadap cahaya matahari dari bentonit alam dan apakah
bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa dapat sebagai co-katalis pembuatan gas
hidrogen dan oksigen dari air.
1.3. Tujuan Penelitian
Pemilaran bentonit menggunakan TiO2 menghasilkan bentonit–TiO2
yang akan meningkatkan basal spacing, atau porositas dan luas permukaan.
Dengan menggunakan campuran HF/ CH3COOH/ HNO3 / I2 akan mengetsa
silikat dan menjadi hole (h+) yang ada pada SiO2. Karena material ini telah
menjadi makropori maka dapat menyerap molekul air dan pilar oksida logam
(titania) sebagai katalis dan silikat yang dietsa sebagai co-katalis pada pembuatan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
5
gas hidrogen dari air. Dengan demikian tujuan penelitian ini mempelajari apakah
bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dapat digunakan katalis dan co-katalis pada
pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu terutama rekayasa
nanopori serta dapat juga digunakan untuk mempelajari penyediaan katalis dari
bentonit.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Koloid Anorganik
Fraksi anorganik tanah terdiri dari pecahan batuan dan mineral dengan
komposisi dan ukuran yang berbeda-beda. Selain komposisi beragam, fraksi
anorganik itu di dalam tanah didominasi oleh ikatan-ikatan silikat dan oksida.
Fraksi anorganik kadang-kadang dapat dibedakan menurut mineral primer dan
sekunder. Namun kadang-kadang pembagian ini menimbulkan kesulitan oleh
karena seringkali dalam endapan mineral sekunder dianggap mineral primer,
karena mineral sekunder sering tercampur mineral primer.
Dengan berdasarkan ukuran, maka dikenal tiga fraksi utama anorganik
di dalam tanah:
1. Fraksi kasar (0,05 – 2,00 mm) disebut fraksi pasir
2. Fraksi halus (0,002 – 0,05 mm) disebut debu
3. Fraksi sangat halus < 0,002mm disebut liat (USDA, 1975).
Dalam ilmu tanah biasanya liat dianggap koloid, meskipun ada liat
dalam jumlah yang sedikit yang tidak bermuatan. Atas dasar penyusunan SiO4–
tetrahedral dalam strukturnya, maka dikenal enam tipe silikat tanah yaitu: siklo,
ino, neso, filo, soro dan tekto-silikat. Seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
6
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
7
Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah
Silikat tanah
Mineral
Siklosilikat
Turmalin
Inosilikat
Amfibol, Piroksi, Hornblende
Nesosilikat
Garnet, Olifin, Zirkon, Topaz
Filosilikat
Kaolinit, Montmorillonit, Ilit, Vermikulit, Klorit
Sorosilikat
Epidot
Tetosilikat
Felspat, Zeolit
(Tan, 1982)
Fraksi pasir dan sebagian besar debu termasuk ke dalam siklo, ino,
neso, soro atau tektosilikat. Faksi-fraksi ini merupakan “Kerangka” dari tanah.
Oleh karena ukuran mineral termasuk kasar, maka luas permukaannya yang kecil
dan tidak memperlihatkan sifat-sifat koloid. Meskipun tidak aktif dalam
melaksanakan reaksi-reaksi kimia, fraksi ini berpartisipasi sedikit dalam hal
serapan. Kebanyakan mineral-mineral pasir dan debu diketahui penting pula
dalam pembentukan liat. Fraksi liat termasuk tipe filosilikat.
Tanah liat memegang peranan penting dalam kimia tanah, karena sifat
permukaannya yang berbeda dengan butir-butir mineral yang ukurannya lebih
besar. Kebanyakan mineral tanah liat berstruktur kristal, sedangkan fraksi lain
memperlihatkan perkembangan kristal yang sangat lemah (poorly exhibit crystal)
atau tidak mengkristal sama sekali. Beberapa tipe tanah liat dapat pula berbentuk
amorf, misalnya gel silika, alumina, okida besi dan sebagainya. Fraksi tanah liat
yang lain dapat disebutkan poligorskit (mineral berstruktur rantai), misalnya
kuarsa dengan ukuran butir <2μm. Tanah liat kebanyakan berwujud kristal
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
8
ataupun amorf. Jika tanah liat itu bersifat amorf, maka bentuknya sukar dikenal.
Dengan metode analisis yang canggih dapat dilihat perbedaan yang jelas antara
tanah liat mengkristal dan amorf.
Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah
Tipe Lapisan
1 : 1
Nama Kelompok
Kaolinit
Mineral
Kaolinit
Haloisit
Khrisotil
Lizardit
Antogorit
2 : 1
Montmorilonit
Montmorilonit
Beidelit
Saponit
Hektorit
Saukonit
Mika
Muskovit
Paragonit
Biotit
Flogopit
2 : 2
Ilit
Ilit
Vermikulit
Vermikulit
Khlorit
Khlorit
(Tan,1982)
Dalam ilmu tanah tanah liat dianggap amorf jika mineral
memperlihatkan bentuk yang tidak dibatasi bidang-bidang datar, jika diperiksa
dengan sinar-x, penyusunan atom dalam tanah liat amorf tidak beraturan, sehingga
difraktogram yang dihasilkan sinar-x tidak memperlihatkan bentuk yang jelas.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
9
Berbeda dalam sistem kristal, penyusunan atom biasanya berulang-ulang
beraturan (regular pattern) dengan arah tiga dimensi. Dalam bahan yang bersifat
amorf seperti gelas, ikatan kimia dan komponen-komponen atom acapkali hanya
pengulangan unit-unitnya. Penyusunan atom-atom akan menghasilkan satu unit
bangunan kristal yang disebut sel satuan, bangunan ini memperlihatkan pola
kelompok atom-atom yang posisinya berulang-ulang dalam arah tiga dimensi
dalam ruang menurut sumbu x, y dan z
Gambar 2.1. (A) Struktur kristal memperlihatkan pola kelompok atom
yang kedudukan atom akan berulang-ulang pada tiga arah di
dalam ruang menurut sumbu x, y, z. (B) Gambar dari satu
satuan sel, menunjukkan panjang satuan a, b dan c pada garis
terputus-putus yang terletak pada sumbu x, y, dan z dan
membentuk kristal kubus (Tan,1982).
Sumbu z kadang-kadang disebut sumbu c, ukuran atau panjang
pinggiran (edges) sel satuan pada tiap arah dinyatakan dengan istilah-istilah a, b
dan c yang masing-masing memiliki panjang tertentu menurut kristalnya. Dalam
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
10
kristal berbentuk kubus, panjang a, b dan c adalah sama dan sudut-sudut α, β dan
γ masing-masing 90°. Dalam tanah liat sudut-sudut ini bervariasi menurut
struktur, dengan menempatkan beberapa sel satuan secara bersama-sama susunan
kristal akan menghasilkan apa yang disebut struktur kisi. Sebuah kristal yang
sempurna dapat terdiri dari beberapa sel satuan, yang masing-masing satuan
selnya mempunyai volum lebih kurang 1 μm3. Kelompok-kelompok atom di
dalam kisi kristal dapat tersusun dalam bidang-bidang pada jarak yang sama di
sepanjang arah kristal. Beberapa tipe bidang atom dapat digambarkan di dalam
kristal dengan jarak antar bidang yang disebut dengan jarak d (d-spacing). Bidang
yang dibatasi oleh a dan b paralel dengan sumbu-sumbu x dan y (Gambar 2.1)
memotong sumbu z dan c, tetapi tidak memotong sumbu x dan y. Menurut sistem
“Indeks” dari Miller (Miller Indices System, Grimshaw, 1971) bidang ini diberi
kode 001, jarak dasar (Basal (001) Spacing) memegang peranan penting dalam
mengidentifikasikan mineral liat dengan analisis difraksi sinar-x. Bidang yang
memotong sumbu a sejajar sumbu b dan c diberi kode 100, sedangkan yang
memotong sumbu a dan c diberi kode 010.
Silikat dibangun menurut silika tetrahedral, dalam hal ini setiap atom
oksigen menerima satu valensi dari atom silikon. Agar kebutuhan divalensinya
tercapai, maka atom-atom oksigen dapat mengadakan ikatan dengan kation
lainnya (Gambar 2.2). Ikatan silika tetrahedral menghasilkan tiga kelompok
penyusunan struktur dari silikat-silikat: rantai, lembar, dan struktur jaringan
(frame work structure). Mineral-mineral silikat tanah liat dicirikan oleh struktur
lembar.
Kebalikan
dengan
silikat
lainnya,
struktur
tanah
liat
tidak
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
11
menggambarkan kerangka tiga dimensi dari ikatan sederhana dari unit-unit
silikon-oksigen. Akan tetapi ia dibangun oleh lapisan mampat (Stacked layer) dari
lembar-lembar silika tetrahedral dan oktahedral. Lembar-lembar ini dibangun oleh
pengikatan tiga atom oksigen di dalam sel tiap tetrahedral dengan satuan silika
tetraheral yang berhadapan, silika tetraeder disusun menurut cincin heksagonal.
Gambar 2.2. Struktur tunggal silika tetraeder (atas), penyusunan beberapa
silika tetraeder ke dalam bentuk lembar dengan bekerjasama
atom-atom oksigen (Tan, 1982).
Dalam pola silika tetrahedral seperti ini, satu atom oksigen dalam tiap
tetrahedral secara elektris tetap tidak berimbang. Agar tercapai kebutuhan valensi
dua, maka yang terakhir diikatkan pada Al dalam koordinasi oktahedral. Dengan
susunan serupa ini yakni lapisan dan lembar-lembar silika tetrahedral dan Al
oktahedral, maka struktur berlapis dari tanah liat terbentuk. Beberapa lapisan
lembar silika tetra dan aluminium oktahedral dapat lengket satu sama lainnya.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
12
Namun setiap lapisan merupakan satuan yang bebas dan dianggap sebagai satuan
kristal. Ikatan lapisan-lapisan secara relatif kuat, misalnya kaolinit, atau relatif
lemah seperti montmorilonit. Di dalam tiap lapisan, kelompok atom tertentu akan
berulang-ulang atomnya dalam arah lateral. Kelompok ini atau unit lapisan (Unit
Layer) disebut satuan sel, sementara jumlah lapisan ditambah dengan bahan antar
lapisan disebut struktur unit.
Dengan dasar jumlah lembar-lembar tetraeder dan oktaeder dalam satu
lapis, maka dikenal tipe struktur tanah liat sebagai berikut :
1:1
(Diamorfik)
2:1
(Trimorfik)
2:2
(Tetramorfik)
2:1:1 (Tetramorfik)
Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya
terdiri atas satu lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder, golongan
montmorilonit termasuk kedalam tipe 2 : 1, karena strukturnya terbangun dari dua
lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder. Golongan khlorit adalah contoh
dari tipe 2 : 2. Sedangkam paligorskit dan sepiolit termasuk tipe 2 : 1 :1. Setiap
golongan mineral tanah liat dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni: diokdaeder
dan trioktaeder. Jika dua dari tiga posisi oktaeder diduduki oleh Al3+, maka
keadaan ini disebut diokataeder, jika semua posisi oktaeder diduduki Mg 2+, maka
ini disebut trioktaeder.
Sebagai tambahan dari uraian di atas, pelekatan (stacking) dari lapisanlapisan dapat juga dilakukan oleh tipe yang berbeda dari satuan lapisan-lapisan di
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
13
dalam pola beraturan ataupun tidak, gejala ini menghasilkan mineral bertingkat
(interstratified group) atau mineral lapisan tercampur. Struktur mineral ini amat
beragam jika dua atau lebih tipe berbeda dari satuan lapisan dapat melekatkan
bersama-sama. Misalnya unit-unit vermikulit dengan khlorit dengan smektit, mika
dengan smektit, dan kaolinit dengan smektit.
2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1)
Mineral kaolinit adalah alumino-silikat yang terhidrasi dengan
komposisi kimia umum Al2O3 : SiO2 : H2O = 1:1:2 atau 2SiO2.Al2O3.2H2O per
satuan sel. Seperti telah dinyatakan, golongan ini termasuk tanah liat filosilikat
dengan tipe 1 : 1. Kristalnya terdiri dari lapisan aluminium oktahedral tersusun di
atas lembar silika tetraeder (Gambar 2.3). Lembar-lembar ini memanjang terus
menerus dengan arah a dan b dan satu tersusun di atas lembar lainnya dalam arah
sumbu z atau c. Satuan sel adalah non-simetris, dengan satu lembar silika
tetraeder pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktaeder pada sisi lain. Sebagai
akibatnya, bidang dasar (basal – plane) atom-atom oksigen pada satu unit krsital
berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Gejala
terakhir menghasilkan mineral-mineral memiliki dua tipe permukaan. Kedua
lembar yang membentuk satu satuan lapisan (unit layer) diikat oleh atom oksigen.
Atom oksigen ini satu valensinya berpegangan erat dengan silikon, sedangkan
yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi sedangkan satuan-satuan lapisan
berpegangan satu sama lain melalui ikatan H (Hydrogenbonding), menghasilkan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
14
ruang antar-misel dengan dimensi tertentu. Basal spacing dari mineral kaolinit
adalah 7,14 Å.
Gambar 2.3. Struktur kaolinit terdiri dari lembar-lembar silika tetrahedral
dan aluminium oktahedral (Tan, 1982)
Hanya sedikit jika tidak nol berlangsung substitusi isomorf dan muatan
permanen persatuan sel. Namum berhubung dengan terdapatnya gugusan OH
yang tersembul (exposed), maka muatan negatis kaolinit beragam tergantung pH.
Seperti terlihat strukturnya, posisi gugusan OH membuka kesempatan bagi
disosiasi ion H, yang menjadi alasan untuk perkembangan muatan beragam
terutama bidang gugusan OH yang tertentu pada permukaan yang tersembul dari
tapak Al–oktahedral (Octahedral site). Bidang gugusan OH yang lain juga
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
15
terdapat, tetapi gugusan ini terletak sebagai bidang bagian permukaan dari Al-okta
yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Kemungkinan disosiasi H+
melalui jaringan oksigen ini masih belum diketahui. Sebagai akibatnya nilai KTK
kaolinit menjadi kecil dan dapat berubah jika pH berubah, nilai KTK biasanya
antara 1-10 me/ 100 g. Oleh karena kuatnya ikatan struktural, maka partikel
kaolinit tidak mudah pecah. Keadaan ini juga menyebabkan kaolinit bersifat sukar
mengerut dan mengembang serta kurang plastis.
Keterbatasan permukaan aktif menyebabkan daya adsorpsinya rendah.
Luas permukaan spesifik kaolinit kira-kira 7 – 30 m2/g. Ada tidaknya kaolinit
dalam suatu tanah dapat diidentifikasi dengan difraksi sinar-x dengan menetapkan
nilai d (jarak antara bidang atom di dalam kristal). Nilai d untuk kaolinit d001
adalah 7,14 Å. Anggota golongan kaolinit adalah kaolinit, dikit, nakrit dan
haloisit. Kecuali haloisit, mineral lainnya tidak dapat mengebang dalam air. Dari
mineral-mineral disebutkan di atas mineral kaolinit yang distribusinya terluas.
Mineral ini banyak didapati pada tanah ordo ultisol dan oxisol di daerah tropik.
2.1.2. Haloisit (Tipe 1:1)
Mineral
ini
mempunyai
komposisi
umum
Al2O3.2SiO2.4H2O.
Strukturnya mirip kaolinit, perbedaan dengan kaolinit terletak pada susunan yang
tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan
air (water interlayer). Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola
heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal
melalui ikatan H. Oleh karena terdapatnya air di antara lapisan maka haloisit
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
16
memiliki nilai α =10,1 Å lebih besar dari kaolinit. Jika haloisit dipanaskan, maka
nilai d turun menjadi 7,2 Å. Mineral yang airnya telah keluar disebut metahaloisit.
Haloisit dilaporkan cepat berubah menjadi metehaloisit jika suhu menjadi 50°C.
Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop
elektron, bentuk ini berbeda dengan kaoilinit yang berbentuk heksagonal. Proses
pembentukan dan kemantapan haloisit di dalam tanah diketahui dipengaruhi oleh
kelembaban tanah. Kondisi tanah lembab diperlukan untuk perkembangan mineral
itu. Terdapat indikasi bahwa haloisit dipercaya sebagai bahan asal dari kaolinit.
Proses pembentukan kaolinit mengikuti urutan (sequence) pelapukan berikut ini:
Montmorilonit
Haleisit
Metahaloisit
Kaolinit
2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2 : 1)
Mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut smektit dan
mempunyai komposisi beragam. Namun rumus umum dinyatakan sebagai
Al2O3.4SiO2.H2O + xH2O. Nama montmorilonit diperuntukkan bagi jenis
aluminosilikat berhidrasi dengan substitusi rendah. Tipe tanah liat ini sering pula
disebut bentonit. Montmorilonit memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ di dalam posisi
oktaeder, sementara beidelit yang baik tidak mengdung Mg dan Fe di dalam
lembar oktaeder. Beidelit dicirikan oleh kandungan Al yang tinggi. Muatan
lapisan silika semua berasal dari penggantian Si4+ oleh Al3+.
Dua macam teori struktur dari montmorilonit ialah (1) menurut
Hofmann dan Endell serta (2) menurut Edelman dan Favajee. Kedua teori itu
menunjukkan kemiripan yakni dalam hal struktur unit sel yang dianggap simetris,
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
17
sehingga berlawanan dengan kaolinit. Satu lembar aluminium oktaeder terselip
atau terjepit di antara dua lembar silika tetraeder.
Ikatan antara lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar
lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Perbedaan antara
struktur Hofmann dan Endell dengan struktur menurut Edelman dan Favajee
adalah dalam penyusunan jaringan silika tetraeder seperti yang dilukiskan pada
Gambar 2.4. Edelmann dan Favajee berpendapat bahwa susunan alternatif dari
silika tetraeder terwujud dengan ikatan Si-O-Si bersudut 180°, dengan bidang
dasar terdiri dari gugusan OH yang diikat oleh silika di dalam tetraeder.
Gambar 2.4. (a) Model Struktur montmorilonit menurut Edelman dan
Favajee, dan (b) Model struktur menurut Hofmann dan Endell
(Tan, 1982)
Muatan negatif montmorilonit umumnya berasal dari substitusi
isomorfik yaitu penggatian kation bervalensi tinggi dengan kation valensi yang
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
18
lebih rendah dengan syarat jari-jari atom relatif sama. Hanya terdapat sedikit
muatan berubah, karena semua gugusan hidroksil berlokasi dalam bidang
permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Van Olphen (1977)
mengemukakan nilai KTK monmorilonit kira-kira 70 me/ 100g, luas permukaan
antara 700–800 m2/g dan oleh karena besarnya nilai ini maka montmorilonit
memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah. Montmorilonit
umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-komponen dalam lapisan
tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara
lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat dapat berlipat
ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit
meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat
bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda
pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara
lapisan.
Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit
menjadi alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion
logam dan persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus
pembentukan kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat
menggantikan kedudukan kation-kation organik di dalam ruang antar misel.
Jerapan persenyawaan organik sperti gliserol dan etilen glikol merupakan penciri
dalam mengidentifikasi montmorilonit dengan analisa difraksi sinar-x. Jika
montmorilonit dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C, maka biasanya mineral
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
19
ini dicirikan oleh puncak difraksi dari jarak dasar 10 Å, sedangkan nilai untuk
kondisi kering udara adalah 12,4 – 14 Å.
Dari keanekaragaman jenis tanah liat, monmorilonit ditemukan dalam
bentuk tanah kebanyakan montmorilonit termasuk oktaeder, dan banyak
ditemukan pada jenis tanah Vertisol, Mollisol, Affisol maupun Entisol. Tingginya
daya plastis, mengembang dan mengkerut mineral ini menyebabkan tanah
menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan
tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.
2.1.4. Ilit (Tipe 2 : 1)
Golongan mineral ini termasuk mineral mika (2 : 1) yang tidak
mengembang, namun berbeda dengan mika sesungguhnya yang termasuk dalam
mineral sekunder. Mineral ini juga dikenal dengan nama mika berair (hydrous
mica) atau mika tanah. Dalam kelompok ini ilit digunakan untuk mineral berbutir
halus sedangkan berbutir kasar dinamakan mika berair. Sejumlah peneiliti
menolak mengklasifikasikan ilit sebagai tanah liat, mereka mengukakan ilit adalah
mika berukuran tanah liat sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mineral
tanah liat (Theng, 1974). Namum mineralogi tanah liat ilit dimasukkan dalam soil
taxonomy (USDA,1975). Van Olphen (1977) berpendapat, bahwa mika terutama
muskovit adalah prototipe dari ilit, hubungannya yang dekat dengan mika menjadi
alasan namanya disebut sebagai mika berair atau mika tanah.
Mineral ilit hampir mirip komposisinya dengan muskovit, tetapi
mengandung lebih banyak SiO2 dan lebih sedikit K. Beberapa peneliti
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
20
berpendapat bahwa suatu seri yang berkelanjutan dari suatu ilit terjadi ketika
berlangsung perubahan mineral muskovit menjadi montmorilonit.
H2KAl3Si3O12
Muskovi
Seri Ilit
Al2O3.4 SiO2.H2O + x H2O
Montmorilonit
Oleh karena ilit mengandung K dalam ruang di antara lapisan, maka
unit lapisan terikat lebih kuat dibandingkan dengan monmorilonit. Jadi ruang di
antara misel dari ilit dapat mengembang jika ditambahkan air. Nilai jarak dasar
(basal spacing) adalah 10 Å, sedangkan KTK kira-kira 30 me/ 100 g. Plastisitas,
pengerutan dan pengembangan mineral ilit jauh lebih kecil dibandingkan dengan
montmorilonit sehingga sifat mineral ini lebih mirip kaolinit daripada
montmorilonit, kandungan K dalam ilit berkisar antara 5 – 8 %.
Ilit ditemukan pada tanah-tanah mollisol, alfisol, spodosol, aridisol,
inceptisol dan entisol. Pada tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi,
mineral ilit cenderung berubah menjadi montmorilonit, sedangkan di bawah
pengaruh iklim sedang atau bersuhu tinggi, strutur ilit dilaporkan dapat berubah
menjadi strutur kaolinit.
2.1.5. Vermikulit (Tipe 2:1)
Nama vermikulit berasal dari “vermiculare” atau “vermicularis” dalam
bahasa latin berarti mirip cacing = wormlike, yang jika dipanaskan mineralnya
dapat memanjang hingga 20–30 kali dari ukuran semula. Kelompok mineral ini
membentuk jonjotan mirip mika sperti ilit. Vermikulit dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu vermikulit sesungguhnya (true vermiculite) dan vermikulit liat
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
21
(clay vermiculit). Vermikulit sesungguhnya tidak dianggap sebagai mineral tanah
liat, tetapi sebagai mineral pembentuk batuan (Douglas, 1977). Vermikulit
berukuran tanah liat ditemukan dalam tanah dianggap sebagai “vermikulit liat”
atau vermikulit tanah. Kehadiran dalam fraksi tanah liat untuk pertama kalinya
diperkenalkan pada tahun 1974 di Skodlandia. Pelacakan mineral ini dalam tanah
dilakukan dengan alat Sinar–x dengan puncak difraksi pada 14 Å sehingga
acapkali mineral ini disebut sebagai mineral 14 Å. Tanah liat vermikulit adalah
magnesium–aluminium silikat, dengan Mg menduduki posisi oktaeder di antara
dua lembar silika tetraeder, beberapa atom Fe juga ditemukan. Rumus kimia
secara umum dituliskan sebagai berikut:
22 MgO. 5Al2O3. Fe2O3. 22 SiO2. 40 H2O atau Mg3 Si4O10(OH)2x H2O
Struktur vermikulit amat mirip dengan struktur khlorit, perbedaannya
ialah terdapatnya lapisan yang terdiri dari molekul-molekul air setebal 5 Å di
dalam ruang antar misel. Di dalam lapisan tetraeder terjadi penggantian Si4+ oleh
Al3+, sehingga muatan negatif pada mineral ini adalah tinggi. Vermikulit termasuk
mieneral tanah liat yang tertinggi nilai KTK-nya. Nilai KTK vermikulit kira-kira
150 me/ 100 g dan lebih besar dari montmorilonit. Kebanyakan vermikulit tanah
berstruktur dioktaeder dan diketahui dapat menfiksasi K+, NH4, dan kation
lainnya. Daya menfiksasi ini lebih besar dibandingkan dengan bentonit atau ilit.
Pengenalan tanah liat vermikulit biasanya dilakukan dengan analisa difraksi sinarx dan dengan metode Defferential Termal Analysis (DTA). Dengan sinar-x
puncak difraksi yang dihasilkan adalah 14 Å. Jika suhu ditingkatkan menjadi
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
22
700°C, maka nilai d akan turun menjadi 11,8 atau 9,3 Å. Dalam tanah umumnya
sebagian vermikulit berlapis tercampur dengan montmorilonit, khlorit, dan biotit,
jika vermikulit diberi larutan KCl akan dihasilkan mineral dengan struktur mika.
Vermikulit dalam jumlah yang relatif sedikit diketemukan pada tanahtanah ultisol, mollisol, dan aridisol. Ionnya lebih mudah terbentuk pada tanah
berdrainase baik dan berlawanan dengan pembentukan montmorilonit yang
menghendaki lembab.
2.1.6. Khlorit (Tipe 2:2)
Mineral tanah liat ini tersusun dari magnesium dan aluminium silikat
berair yang memiliki hubungan dengan mineral mika. Kebanyakan khlorit
berwarna hijau, struktur khlorit mirip dengan talk atau tanah liat tipe 2:1 yang
memperlihatkan kemiripan dengan vermikulit. Namun kini sejumlah penulis
bersepakat menyebut khlorit sebagai mineral tipe 2:2. Lapisan oktaeder terdiri dari
hidroksida Al dan Mg yang terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Lembar
Mg atau Mg(OH)2 sebelumnya disebut lembar brusit. Dalam ruang antar misel
juga ditempati oleh lembar brusit, sehingga disebut tanah liat tipe 2 :2. Komposisi
mineral beragam, tetapi komposisi umum dilaporkan adalah:
(Mg, Fe, Al)6(Si, Al)4 O10 (OH)8.
Substitusi isomorfik berlangsung di dalam kedua lapisan tetraeder
maupun oktaeder. Kation Si dapat digantikan oleh Al dan Fe dapat menggantikan
Mg di dalam posisi oktaeder.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
23
Jika pergantian Mg oleh Al dalam lembar brusit, maka menimbulkan
muatan positip. Muatan positip ini akan menetralisir muatan negatif dari lapisan
mika sebagai akibatnya khlorit memiliki muatan yang rendah dan dengan nilai
KTK yang kecil. Khlorit ditemukan dalam jumlah sedikit tercampur dengan jenis
tanah liat lain. Pada tanah afisol, mollisol, dan andosol kebanyakan mineral
khlorit termasuk trioktaeder.
2.2. Bentonit
Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang
banyak mengandung mineral montmorilonit (sekitar 85 %), yaitu suatu mineral
hasil pelapukan, pengaruh hidrotermal, atau akibat transformasi/ devitrifikasi dari
tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya
pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/ kristobalit, feldspar, kalsit,
gipsum, kaolinit, plagioklas, illit, dan lain sebagainya (Zulkarnaen, Wardoyo, S.,
Marmer, D.H., 2002).
Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas
senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2 μm.
Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari
lembaran tetrahedral silikon–oksigen dan lembaran oktahedral aluminium–
oksigen–hidroksida (Lestari, S., 2002).
2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam
Secara umum, asal mula endapan bentonit ada 4 (empat), yaitu:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
24
1. Terjadi karena proses pelapukan batuan
Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah
komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineralmineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium–
feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan
ferromagnesia. Secara umum faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini
adalah iklim, jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas
batuan tersebut.
Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga
disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam
air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam
batuan.
2. Terjadi karena proses hidrotermal di alam
Proses hidrotermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah,
sehingga mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti hornblende dan
biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran
unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika,
ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk
montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur magnesium.
Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam yang
mengandung klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini
selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
25
selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan
asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk bentonit.
3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari
gunung berapi
Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai
komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi
secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau,
lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang
sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam
cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi
pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari
daratan, seperti batu pasir dan danau.
4. Terjadi karena proses pengendapan batuan
Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai
endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) dan terbentuk pada cekungan
sedimen yang bersifat basa, di mana unsur pembentuknya antara lain:
karbonat, silika pipih, fosfat laut, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan
unsur aluminium dan magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah
Sumatera Utara, 2001).
2.2.2. Komposisi Bentonit
Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel bentonit yang diambil
langsung di lapangan, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
26
Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit
Komposisi
%
Kalsium oksida (CaO)
0,23
Magnesium oksida (MgO)
0,98
Aluminium oksida (Al2O3)
13,45
Ferri oksida (Fe2O3)
2,18
Silika (SiO2)
74,9
Kalium oksida (K2O)
1,72
4
Air
2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit
Sifat-sifat umum dari bentonit adalah:
1. Memiliki kilap lilin,
2. Memiliki warna yang cukup bervariasi, mulai dari warna dasar putih, hijau
muda kelabu, merah muda dalam keadaan segar, dan akan berubah warna
menjadi krem apabila telah melapuk, dan lama-kelamaan akan menjadi kuning
dengan sedikit kemerahan, atau kecoklatan, serta hitam keabu-abuan,
tergantung pada jenis dan jumlah fragmen mineralnya,
3. Bersifat sangat lunak, dan plastis, memiliki porositas yang tinggi, ringan,
mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air, dan dapat melakukan
pertukaran ion (ion exchanging),
4. Mempunyai berat jenis berkisar antara 2,4 – 2,8 g/ml.
2.2.4. Jenis-jenis Bentonit
Ada 2 (dua) jenis bentonit yang banyak dijumpai, yaitu:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
27
1. Swelling Bentonite (bentonit yang dapat mengembang) atau sering juga
disebut Bentonit Jenis Wyoming atau Na-bentonit, yaitu jenis mineral
montmorilonit yang mempunyai partikel lapisan air tunggal (Single Water
Layer Particles) yang mengandung kation Na+ yang dapat dipertukarkan.
Bentonit jenis ini mempunyai kemampuan mengembang hingga 8 (delapan)
kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di
dalam air. Dalam keadaan kering, berwarna putih, atau kuning gading,
sedangkan dalam keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna
mengkilap. Perbandingan antara kation Na+ dan kation Ca+ yang terdapat di
dalamnya sangat tinggi, serta suspensi koloidalnya mempunyai pH 8,5 sampai
9,8. Kandungan NaO dalam bentonit jenis ini, pada umumnya lebih besar dari
2 %. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka bentonit jenis ini dapat
digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan,
bahan pencampur cat, sebagai bahan baku farmasi, bahan perekat pada pasir
cetak dalam industri pengecoran, dan lain sebagainya.
2. Non Swelling Bentonite (Bentonit yang kurang dapat mengembang) atau
sering juga disebut Ca-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang
kurang dapat mengembang apabila dicelupkan di dalam air, namun setelah
diaktifkan dengan asam, maka akan memiliki sifat menyerap sedikit air dan
akan cepat mengendap tanpa membentuk suspensi. Yang mempunyai pH-nya
sekitar 4,0 – 7,1. Daya tukar ionnya juga cukup besar. Bentonit jenis ini
mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan
dengan kandungan natriumnya. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
28
bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap (pemucat) warna
(Bleaching Earth).
2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit
Pemanfaatan bentonit dalam bidang industri, sangat erat kaitannya
dengan sifat yang dimiliki oleh bentonit itu sendiri, yaitu:
a. Komposisi dan jenis mineral
Untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral yang terkandung
dalam bentonit, dilakukan pengujian dengan menggunakan Difraksi Sinar–X.
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara kualitatif komposisi mineral yang
terkandung di dalamnya.
b. Sifat Kimia
Pengujian terhadap beberapa sifat kimia yang terkandung di dalam
bentonit perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas (mutu) yang dimilikinya.
c. Sifat Teknologi
Pemanfaatan bentonit berkaitan dengan sifat teknologi yang
dimiliki bentonit tersebut, yaitu antara lain: sifat pemucatan, sifat bagian
suspensi yang dapat digunakan untuk pengerasan semen, sifat mengikat dan
melapisi untuk pembuatan makanan ternak dan industri logam.
d. Sifat Pertukaran Ion
Pengujian
terhadap
sifat
pertukaran
ion
bertujuan
untuk
mengetahui seberapa besar jumlah air (uap air) yang dapat diserap oleh
bentonit, sehingga akan tercapai kesetimbangan reaksi kimia yang diperlukan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
29
untuk proses selanjutnya. Hal ini sangat penting diketahui karena bentonit
diharapkan dapat membentuk dinding diafragma yang mencegah terjadinya
rembesan air.
e. Daya Serap
Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang
pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidakseimbangan antara
muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada
pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Hal ini
disebabkan karena bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam
berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah (suspensi) maupun kering
(tepung).
f. Luas Permukaan
Luas permukaan bentonit dinyatakan dalam jumlah total luas
permukaan kristal atau butir kristal bentonit yang berbentuk tepung dalam
setiap
gram
massa
bentonit
tersebut
(m2/g).
Semakin
tinggi
luas
permukaannya maka semakin banyak pula zat-zat yang terbawa atau melekat
pada bentonit. Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pembawa (carrier) dalam
insektisida dan pestisida serta sebahai bahan pengisi (filler) dalam industri
kertas (pulp), dan bahan pengembang industri makanan dan plastik.
g. Kekentalan dan Suspensi
Sifat kekentalan dan daya serap yang tinggi sangat diharapkan
terutama untuk pengeboran minyak, eksplorasi, industri cat, dan industri
kertas.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
30
Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan
dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukukan untuk
aktivasi bentonit, yaitu:
1. Secara Pemanasan (heat activation and extrusion)
Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300 – 350°C untuk
memperluas permukaan butiran bentonit.
2. Secara Kontak Asam
Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada
dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan
pengotor-pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik
bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan
asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses
bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi
penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur
(framework) mempunyai area yang lebih luas. Proses pelepasan Al dari
bentonit disajikan dalam persamaan berikut ini:
(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+
(Al3)(Si8)O20(OH)2 + Al3+ + 2 H2O
(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+
(Al2)(Si8)O20(OH)2 + 2 Al3+ + 4 H2O
Pada kondisi di atas, separuh dari atom Al berpindah dari struktur bersama
dengan gugus hidroksida. Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom
Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4
(empat) atom oksigen tersisa.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
31
Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal
bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion
hidrogen. Pada proses aktivasi selanjutnya terjadi pelarutan lebih banyak lagi.
Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut ini:
(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+
Al3+ + (Al)(Si8H4)O20
(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+
2 Al3+ + (Si8H8)O20
Sementara proses pengolahan bentonit dapat dilihat secara skematis berikut:
Bentonit Alam
Asam
- Asam sulfat
- Asam klorida
Bentonit aktif
- Bahan penyerap
(Bleaching earth)
Basa
- Soda abu
- Soda api
Bentonit aktif
- Bahan perekat
- Bahan pengisi
- Bahan lumpur bor
Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit
Setelah bentonit selesai diaktivasi dan diolah, maka bentonit tersebut
siap untuk digunakan untuk beberapa aplikasi selanjutnya, yaitu:
1. Bentonit sebagai Bahan Penyerap (Adsorben) atau Bahan Pemucat pada
Industri Minyak Kelapa Sawit
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
32
Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang
sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak
nabati, minyak bumi, dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu
bahan penyerap yang tepat dan murah.
Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan tinggi
untuk menjernihkan warna. Kemampuan penyerapan warna ini dapat
ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan.
Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam
bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu:
a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan
yang rendah,
b. Fuller’s earth, biasanya digunakan sebagai bahan pembersih bahan wool
dari lemak.
Fuller’s earth adalah sejenis lempung yang secara alami
mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan
pelumas. Karakteristik dari lempung jenis ini adalah mempunyai kandungan
air yang tinggi, plastisitas yang rendah, dan struktur yang berlapis-lapis.
Sebagian besar fuller’s earth menunjukkan perbandingan silika terhadap
alumina antara 4 – 6. Sifat alami lain adalah pH antara 6,5 – 7,5, dengan
porositas 60 – 70 %, dan luas permukaan butiran 170 – 200 Å. Mineral ini
pada umumnya didominasi oleh mineral montmorilonit, atapulgit, dengan
mineral ikutan berupa kaolinit, halloysit dan illit.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
33
Proses penyerapan zat warna organik yang terdapat dalam minyak,
lemak, dan pelumas terdiri atas penyerapan fisika dan kimia. Peyerapan secara
kimia pada prinsipnya adalah merusak zat warna dengan penambahan
oksidator, misalnya hidrogen peroksida. Penyerapan secara fisika adalah
karena kontak antara permukaan butiran pada kondisi tertentu, yang meliputi
temperatur, waktu kontak, pengadukan, dan konsentrasi yang dinyatakan oleh
Frieundlich.
Proses pemucatan kelapa sawit dengan menggunakan adsorben
pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, di mana pada umumnya
minyak kelapa sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan
pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit adalah salah satu
minyak nabati yang sulit untuk dipucatkan karena mengandung pigmen β–
karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan minyak biji-bijian lainnya.
Penggunaan adsorben dengan pemanasan yang dilakukan dalam
proses pemucatan ini tidak selalu sama untuk semua produk pengolahan
minyak kelapa sawit, tetapi tergantung kepada kondisi minyak kelapa sawit,
proses pabrik, dan sifat adsorben yang digunakan.
Pada umumnya, penggunaan adsorben adalah 1 – 5 % dari massa
minyak dengan pemanasan pada suhu 120°C selama ± 1 jam. Dalam hal ini,
adsorben yang sering digunakan adalah bentonit (dalam hal ini berfungsi
sebagai bleaching earth/ tanah pemucat) dan arang aktif (activated charcoal).
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah dengan komposisi
utama terdiri dari silikat, air terikat, ion-ion kalsium, magnesium oksida, dan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
34
besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth ditimbulkan oleh adanya ion-ion
Al3+ pada permukaan partikel adsorben yang dapat mengasorbsi partikel zat
warna (pigmen). Sementara daya pemucatan tersebut tergantung pada
perbandingan antara komponen SiO2 dan AlO2 yang terdapat dalam bleaching
earth tersebut.
Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl/ H2SO4)
akan mempertinggi daya pemucatan, karena asam mineral tersebut akan
bereaksi dan melarutkan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang
menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al2O3
sehingga menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2 – 3) : 1
menjadi (5 – 6) : 1.
Bentonit yang telah ditambang diangkut ke tempat penampungan
sementara (stock pile). Bentonit dalam bentuk bongkahan atau lepas, baik
dalam kondisi basah maupun kering, dilakukan penirisan dan pengeringan.
Kemudian dimasukkan ke dalam reaktor (aktivasi) dengan menambahkan air
dan asam sulfat. Langkah selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang melekat pada mineral montmorilonit untuk selanjutnya
akan masuk ke dalam thickener. Media pemisahannya adalah air. Setelah itu,
akan masuk ke dalam proses penyaringan dan dilakukan pengeringan.
Bentonit yang telah kering dimasukkan ke proses penggerusan
untuk mendapatkan ukuran butiran kurang lebih 200 mesh.
2. Bentonit sebagai Katalis
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
35
Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan,
yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral
montmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai
katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi. Oleh
karena itu diperkenalkan jenis material baru lempung terpilar yang memiliki
stabilitas termal relatif lebih tinggi dari material asal.
3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion
Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada
sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation
dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Sifat ini juga
merupakan hal yang penting dalam pengubahan Ca–bentonit menjadi Na–
bentonit. Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran
kapasitas tukar kation (KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah,
yaitu berkisar antara 50–100 meq/ 100 g. Hal ini disebabkan karena perbedaan
komposisi kandungan kimianya.
4. Bentonit sebagai Lumpur Bor
Penggunaan utama mineral lempung adalah pada industri lumpur
bor, yaitu sebagai lumpur pemilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi,
serta uap panas bumi.
Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses
pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, harus ditiriskan terlebih
dahulu sedangkan jika kondisinya telah kering maka dapat langsung dilakukan
penghancuran. Setelah mencapai ukuran tertentu maka dilakukan proses
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
36
pengeringan kembali, di mana sumber panas untuk pengeringan tersebut
berasal dari energi listrik. Setelah butiran bentonit sesuai dengan ukuran
tertentu maka dimasukkan ke dalam reaktor untuk proses aktivasinya. Dalam
hal ini, fraksi pasir harus dihilangkan untuk mempertinggi kualitas bentonit
sebagai lumpur pengeboran. Ke dalam reaktor aktivasi dimasukkan sejumlah
air dan H2SO4. Setelah proses ini selesai maka dilakukan pengeringan kembali
dengan sumber panas dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan
untuk mencapai ukuran butiran halus bentonit (200 mesh) sebelum
dimasukkan ke dalam siklon. Hasil siklon berupa produk dicampur dengan
karbosil metil selulosa (CMC) dan ditampung di silo.
Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu
perlakuan untuk mengubah Ca–bentonit menjadi Na–bentonit dengan
penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah natrium
karbonat dan natrium hidroksida. Dengan perubahan tersebut diharapkan sifat
hidrasi, dispersi, reologi, swelling, dan lain-lain akan berubah, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor.
Persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut API (American
Petroleum Institute) adalah sebagai berikut:
•
Kekentalan suspensi bentonit untuk 10 g dalam 350 ml air adalah 15.
•
Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk
larutan 10 g dalam 350 ml air harus lebih kecil dari 15 ml.
•
Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah < 2,5 %.
•
Kandungan uap air (kelembaban) adalah < 12 %.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
37
Sementara persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut OCMA
(Oil Companies Materials Association) adalah sebagai berikut:
•
Kekentalan suspensi bentonit untuk 6,5 g dalam 100 ml air adalah 15.
•
Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk
larutan 6,5 g dalam 100 ml air harus lebih kecil dari 15 ml.
•
Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah <15 %.
•
Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan basah) adalah <2,5 %.
•
Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan kering) adalah >98 %.
•
Kandungan uap air (kelembaban) adalah <15 %.
5. Bentonit sebagai Bahan Konstruksi Bangunan
Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di
daerah tropis, mempunyai bermacam–macam jenis tanah, di antaranya
mempuyai sifat yang kurang baik. Di antaranya sifat fisik, seperti
plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik, akibatnya sifat teknik yang
dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah.
Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam
bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan.
Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di
beberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik
yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat
ekspansif, yaitu mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila
kondisinya
jenuh
akibat
“Compressibility”-nya
tinggi
dan
sulit
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
38
memadatkannya, sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul
gaya-gaya yang bekerja padanya.
Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah
dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat
bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah astu bahan yang dapat digunakan
adalah kapur yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah
pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih
mengandung air. Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara
kimia, limbah ini mengandung oksida-oksida logam dan persenyawaan kimia
lainnya.
Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat
digunakan sebagai bahan aditif kimia dalam stabilitas tanah. Karena dengan
kandungan: 70,90 % kalsium hidrat; 0,31 % magnesium oksida; 0,66 % silika;
2,56 % alumina; 1,76 % besi oksida; pH 12,5; dan kadar air 3,76 %, maka
limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif
pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang
digunakan untuk stabilisasi tanah.
6. Bentonit sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak
Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup
sederhana, yaitu:
Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di
mana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilalukan penirisan untuk
mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
39
siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya di mana sumber panas berasal
dari energi listrik.
Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran
sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon.
Setelah proses siklon selesai maka bentonit sebagai bahan perekat pada
pembuatan pasir cetak disimpan di silo.
7. Bentonit untuk Pembuatan Tambahan Makanan Ternak (Urea Mollases Block)
Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan
ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
•
Kandungan bentonit yang digunakan dalam pembuatan tambahan makanan
ternak < 30 %.
•
Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh.
•
Memiliki daya serap >60 %.
•
Memiliki kandungan mineral montmorilonit sebesar 70 %.
8. Bentonit untuk Industri Kosmetik
Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
•
Mengandung mineral magnesium silikat (Ca–bentonit).
•
Mempunyai pH netral.
•
Kandungan air dalam bentonit adalah <5 %.
•
Tidak mengalami perubahan panas selama dan setelah pemanasan.
•
Ukuran butiran bentonit adalah 325 mesh.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
40
Secara umum dapat dikemukakan bahwa mineral montmorilonit
termasuk ke dalam kelompok smektit. Beberapa mineral yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah beidelit, hektorit, dan stevensit.
Pada praktiknya, komposisi montmorilonit itu sendiri adalah berbeda
dari bentonit yang satu dengan bentonit yang lain dan kandungan elemennya
bervariasi tergantung pada proses pembentukannya di alam. Setiap struktur kristal
montmorilonit mempunyai 3 (tiga) lapisan utama, yaitu lapisan oktahedral dari
lapisan aluminium dan oksigen yang terletak di antara 2 (dua) lapisan silikon dan
oksigen. Kandungan air kristalnya juga bervariasi sehingga jarak antar partikelnya
dapat berubah-ubah, sehingga dapat mengembang (swelling). Adapun rumus
umum kimia dari montmorilonit itu sendiri, yaitu: [Al2O3.4SiO2.xH2O]. Molekul
montmorilonit terdiri dari lapisan-lapisan yang berjarak beberapa Amstrong. Salah
satu lapisan berbentuk silika terkoordinasi dan dikombinasikan dengan lapisan
alumina dan magnesia yang oktahedral.
Partikel montmorilonit sangatlah kecil sehinngga strukturnya hanya
dapat disimpulkan melalui penelitian menggunakan Difraksi Sinar-X (X-Ray
Difraction).
Gambar 2.6 di bawah ini menunjukkan sketsa diagram dari struktur
montmorilonit. Kation yang dapat dipertukarkan dapat terjadi di antara lapisan
silika dan ruang sumbu alumino silikat dari montmorilonit tersebut yang terhidrasi
sempurna tergantung pada ukuran kation-kation antar lapisan.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
41
Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit (Cool, P., 2002)
2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit
Secara teori dapat diterangkan bahwa susunan partikel lempung
umumnya terdiri atas lapisan-lapisan yang bertumpuk seperti tumpukan kartu.
Tumpukan tersebut terdiri dari lapisan silikat, alumina, dan oksigen yang di
dalamnya terdapat gugusan hidrosil serta logam–logam. Bila tersuspensi di dalam
air akan memperbesar jarak antara lapisan sampai beberapa Amstrong dan ini
berarti akan meningkatkan daya swelling dari lempung tersebut. Jenis lempung
yang terbaik yang berkenaan dengan hal ini adalah jenis Na–montmorilonit. Di
dalam air, lempung jenis ini akan mengembang sampai lapisan-lapisan tersebut
terpisah dari kelompoknya dan membentuk suspensi.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
42
Jarak antar lapisan pada Na–bentonit kering adalah 9,8 Å sedangkan
pada Ca–bentonit adalah 12,1 Å. Pada saat terjadinya hidrasi yang disebabkan
oleh udara yang lembab ataupun suatu kondisi yang berair, maka jarak tersebut
akan bertambah. Pada Ca–bentonit menjadi 17 Å dan pada Na–bentonit akan
bertambah menjadi 17 – 40 Å dan selanjutnya tumpukan tersebut akan berpisah
dan membentuk suspensi. Gambar 2.7 menyajikan mekanisme hidrasi dan dispersi
pada Ca–bentonit.
Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi pada Ca-bentonit (Figueras,
F., 1988)
2.3. Lempung Terpilar (Pillaried Inter Layered Clay/ PILC)
Lempung Terpilar (PILC) adalah sebuah kelas yang menarik dari
material-material dengan ukuran pori yang kecil secara 2 dimensi. Oleh karena
Lempung Terpilar (PILC) mempunyai luas permukaan yang tinggi dengan
porositas yang tetap, maka sangat baik digunakan untuk adsorbsi dan sebagai
katalis. Sejak pori-pori Lempung Terpilar (PILC) dapat dilokalisasikan ke dalam
daerah pori yang kecil, substrat ini membentuk sebuah jembatan antara mikropori
zeolit pada suatu sisi dengan padatan mesopori dan makropori anorganik (seperti
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
43
silika dan alumina) pada sisi lainnya. Sejarah dari Lempung Terpilar (PILC)
dimulai pada tahun 1955, namun studi intensifnya yang pertama dinyatakan
sekitar pada tahun 1980. Selama perintisan kerja ini, kation organik dan pilar
organometalik adalah yang terutama digunakan. Sekarang kation polioksida
anorganik merupakan yang paling baik karena stabil pada suhu tinggi. Dengan
cara mengubahnya secara alami, ukuran pilar dan porositas, maka akan
didapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang berbeda. Pori-porinya dikombinasikan
dengan bahan-bahan antar pilar dengan bahan dasar lempung, sangat penting
dalam berbagai aplikasi seperti adsorbsi gas, reaksi-reaksi katalitik, dan lain
sebagainya.
Preparasi pertama Lempung Terpilar (PILC) menggunakan ion tetraalkil-amonium dan menghasilkan lempung yang mengembang yang dapat
berfungsi sebagai penyaring molekuler (molecular sieves) untuk adsorbsi
molekular organik. Montmorilonit yang telah diinterkalasi oleh 1,4–diazobisiklo–
2,2,2–oktana ditemukan memiliki sifat penyaring molekul dan aktifitas katalitik
yang baik untuk reaksi esterifikasi asam karboksilat. Meskipun stabilitas termal
lempung organik ini lebih rendah dari 300°C sehingga membatasi penggunaannya
sebagai katalis. Kebutuhan dunia industri terhadap masalah material yang
memiliki sifat katalitik berkembang sangat cepat sehingga memacu munculnya
material Lempung Terpilar kation polioksida yang stabil di atas suhu 600°C.
Preparasi Lempung Terpilar (PILC) atau Cross-Lined Smectite (CLS)
didasarkan pada fenomena swelling (mengembang) yang merupakan sifat khas
smektit. Swelling dimungkinkan terjadi karena layer/ lembaran paralel dari
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
44
struktur ini terikat satu sama lain oleh gaya elektrostatik sehingga ia dapat
mengembang oleh penetrasi spesies polar antar lapisannya.
2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar
Meskipun lempung sangat luas penggunaannya dalam berbagai macam
aplikasi (sebagai katalis, adsorbsi, dan pertukaran ion), kekurangannya adalah
mempunyai porositas yang tetap. Smektit akan mengembang pada saat terjadi
hidrasi namun pada saat terjadinya dehidrasi layer akan terbuka dan pada
permukaan antar layer tidak akan memungkinkan terjadinya proses kimia.
Untuk menghindari hal tersebut, beberapa peneliti menemukan cara
untuk membuka lapisan-lapisan lempung yakni dengan memasukkan berupa pilar
yang stabil ke dalam daerah antar lapisan lempung tersebut. Dengan cara tersebut
maka akan diperoleh volume pori lempung yang tinggi. Lempung Terpilar (PILC)
mempunyai porositas selama terjadinya proses hidrasi dan dehidrasi. Hal ini dapat
dilihat pada gambar 2.8 berikut ini:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
45
Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang terjadi pada Lempung dan
Lempung Terpilar (PILC) (Pinnavaia, 1985)
Prinsip pilarisasi ini diperbaharui oleh Barrer dan McLeod yang
menunjukkan porositas yang tetap dalam montmorilonit dengan mengganti ionion alkali dengan ion tetraalkil amonium. Selama terjadinya krisis minyak (1973),
Lempung Terpilar (PILC) ini mendapat perhatian khusus para peneliti dalam
bidang katalisis di mana mereka menemukan Lempung Terpilar (PILC) dengan
porositas tinggi namun tidak stabil pada suhu tinggi. Untuk menghadapi
ketidakstabilan termal Lempung Terpilar (PILC) ini, maka Brindley, Sempels, dan
Vaughan mulai mengembangkan Lempung Terpilar (PILC) anorganik. Studi
pertama yang sangat mendasar dalam hal Lempung Terpilar (PILC) anorganik ini
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
46
muncul
pada akhir tahun 1970-an. Tipe Lempung Terpilar (PILC) ini tetap
mendapatkan perhatian sejak ditemukan stabil pada suhu tinggi, di atas 773°K.
Konsep pilarisasi ini pada dasarnya sederhana dan terdiri atas 2 (dua)
langkah utama. Langkah pertama, kation-kation kecil antar lapisan digantikan
dengan ion-ion yang lebih besar. Langkah kedua (langkah kalsinasi), yakni
menempatkan prekursor kation polioksida anorganik ke dalam lapisan antar
lapisan lempung, stabilisasi terhadap pilar logam oksida, serta mengikatnya secara
kuat ke dalam layer lempung. Konsep pilarisasi ini dapat dilihat pada gambar 2.9
berikut ini:
Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar (PILC) (Figureas,
F., 1988)
2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar (Prekursor)
Beberapa agen pemilar dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
47
Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar
Kelas
Kation-kation organik
Kation-kation kompleks organik
Senyawa-senyawa kluster logam
Kation-kation polioksida
Sol-sol oksida
Pilar-pilar oksida campuran
Contoh
Alkil amonium
Dialkil amonium
Co(en)33+
Kompleks M(2,2-bipiridin)
Kompleks M(O-penantrolin)
Si(acac)33+
Fe3O(OCOCH3)6CH3COOH+
Nb6Cl12n+ ,Ta6Cl12n+ , Mo8Cl84+
Al13O4(OH)24(H2O)127+
Zr4(OH)8(H2O)168+
(TiO)8(OH)124+
Crn(OH)m (3n-m)+
Garam Fe-hidrolis
Sol TiO2,TiO2-SiO2
Si2Al4O6(OH)8 atau imogolit
Fe/Al
Fe/Cr, Fe/Zr
La/Al
GaAl12O4(OH)24(H2O)127+
Cr/Al
LaNiOx
(Sumber C. P., 2002)
Penggunaan reaktan organik sebagai agen pemilar telah lama
dilaporkan oleh Barrer. Pinnavaia telah melaporkan interkalasi smektit
menggunakan kompleks organometalik di mana stabilitas struktur mencapai suhu
450°C. Kation logam hidroksida polinuklear menghasilkan spasi/ jarak yang lebih
tinggi, mencapai 15 Å, sehingga memiliki stabilitas pada suhu tinggi.
Prinsipnya, berbagai ion bermuatan positif digunakan sebagai agen
pemilar. Interkalasi ion kromium dan titanium menghasilkan lempung dengan
ukuran pori yang besar. Interkalasi menggunakan Al–hidroksidakation telah
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
48
dipelajari secara mendalam. Pertama kali digunakan teknik potensiometrik yang
memperkirakan pembentukan oligomer, seperti Al6(OH)153+ atau Al8(OH)204+.
Dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering, Rausch dan Bale
mengusulkan: untuk ratio OH/Al antara 1 dan 2,5; formasi spesies polimer
[Al13O4(OH)24(H2O)12]7+. Spesies polimer ini tersusun atas 12 Al oktahedral dan
satu pusat Al tetrahedral, seperti pada Gambar 2.10 berikut ini:
Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer Al13 (a), Zr4 (b) dan Si8 (c) (Burch,
R., 1997)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
49
Pada kasus Zirkonil klorida secara umum disetujui bahwa hidrolisis
parsial garam menghasilkan kation tetrometrik [Zr4(OH)8(H2O)16]8+. Analisis
larutan dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering menunjukkan hal
tersebut. Tetromer ini juga ditemukan sebagai unit struktural padatan. Situasi ini
analog dengan kasus Al di mana terdapat kemungkinan bahwa kation ini akan
menjadi spesies mayor dalam larutaan dengan adanya kompleks logam yang berat
molekulnya lebih besar.
Pendekatan yang berbeda telah diajukan oleh Lewis dengan
menggunakan senyawa organosilika yang bermuatan positif. Struktur silikat tiga
dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas dikenal sebagai polihedral
oligosilsesquioxon. Struktur tersebut terdiri dari skeleton polihedral silikon
oksigen yang mengandung substituen organik atau anorganik yang terikat pada
atom silikon. Z merupakan moiety organik yang mengandung spesies kationik
(ion amonium, posponium, dan piridium) yang memungkinkan terjadinya
pertukaran ion. Selanjutnya, kalsinasi material terinterkalasi, mendekomposisi
senyawa organik dan membentuk pilar sehingga struktur layer menjadi lebih
stabil.
Di bawah ini akan diberikan Gambar 2.11 yang menunjukkan beberapa
hasil Lempung Terpilar (PILC) dengan menggunakan prekursor (agen pemilar)
yang berbeda.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
50
Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan
Menggunakan Prekursor (agen pemilar) yang Berbeda: (A) AlPILC, (B) Zr-PILC, (C) Ti-PILC, dan (D) Fe-PILC (Vansant,
1998)
2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar
Al–lempung dan Zr–lempung dapat dipertimbangkan sebagai sebuah
model sehingga preparasinya lebih mendetil dan diskusinya difokuskan pada
kedua sistem ini. Proses kimia yang terjadi adalah pertukaran ion (Ion
Exchanging). Dapat diprediksikan kemudian bahwa faktor fisika dan kimia akan
mempengaruhi derajat pertukaran dan distribusi kation dalam partikel lempung.
Faktor tersebut antar lain: konsentrasi dan pH larutan, adanya kation lain di satu
sisi, dan batas difusi di sisi lain.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
51
Secara umum, berbagai spesies ion terdapat dalam larutan seperti
Al137+, Al3+, Al84+ dan H+. Proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai kompetisi
antara ion ini dengan kation asli lempung. Selektivitas pertukaran kation dalam
silikat tergantung pada muatan dan ukuran kation. Selektivitas akan tinggi apabila
kation bermuatan besar dan laju pertukaran menjadi lebih rendah untuk spesies
yang lebih meruah. Dapat diperkirakan bahwa pada kesetimbangan termodinamik,
kation Al137+ dan Zr48+ akan mengalami pertukaran secara spesifik meskipun
situasi intermediet mungkin saja berbeda bila kation ini memiliki ukuran yang
besar, yang seharusnya dapat dikeluarkan dari lempung.
Al dan Zr yang terdapat pada keadaan steady state tidak tergantung
pada kondisi eksperimen kecuali pH yang mengontrol distribusi spesies ionik
dalam larutan. Hal ini dapat diamati dengan membandingkan hasil yang berbeda
dalam literatur yaitu d(001) spacing dan luas permukaan (surface area).
Distribusi spesies polimer kationik dalam partikel tergantung pada
batas difusi dan kompetisi dengan kation lain, dan hal ini lebih sulit untuk
direproduksi karena tergantung pada kondisi eksperimen. Pertukaran makro kation
Zr dalam lempung montmorilonit merupakan suatu proses random, seperti
ditunjukkan dengan evolusi garis (001). Inisial sampel adalah sangat kristalin dan
garis (001) pertama yang melebar dan menurun intensitasnya selama pertukaran
ion selanjutnya meningkat dan menajam saat derajat pertukaran meningkat.
Luas permukaan juga berpengaruh, yaitu akan menurun apabila ukuran
partikel lempung meningkat. Menarik untuk dicatat bahwa stabilitas termal dari 2
(dua) sampel yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
52
Tabel 2.5. Evolusi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada
Temperatur yang Berbeda
Luas Permukaan (m2/g) setelah Kalsinasi pada Suhu
Sampel
250°C
500°C
700°C
Zr-PILC
360
260
205
Zr-PILC
280
210
130
Pengaruh distribusi pilar dalam lempung terhadap stabilitas termal
Lempung Terpilar (PILC) dapat dijelaskan dengan fakta jarak rata-rata antar pilar,
sehingga dapat memfasilitasi sintering yang tergantung pada distribusi ini. Jadi,
dapat dihipotesis bahwa stabilitas termal merupakan determinasi tidak langsung
dari distribusi pilar yang tergantung pada kondisi eksperimen pertukaran ion.
Secara garis besar, pengaruh temperatur yang digunakan terhadap
penampilan pertukaran ion telah diselidiki oleh Bartley dan Burch. Keduanya
mengamati stabilitas termal yang lebih baik untuk Zr–lempung yang dipreparasi
melalui refluks terhadap larutan ZrOCl2 dengan lempung.
Kation dari lempung juga menunjukkan beberapa pengaruh, seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.6 dalam kasus Zr–lempung dan Al–lempung. Pada Zr–
lempung, stabilitas termal sangat jelas berpengaruh dan struktur lempung
terinterkalasi rusak pada suhu yang lebih rendah bila padatan dipreparasi dari
bentuk Na–lempung menggunakan jenis lempung yang sama. Pada sampel ini,
garis (001) tidak muncul melalui kalsinasi pada suhu 500°C. Dapat dikatakan,
bahwa luas permukaan sedikit lebih tinggi pada sampel yang dipreparasi dari
bentuk Ca–lempung. Pada kasus Al–lempung, pengaruh kation lempung terhadap
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
53
tekstur material yang dihasilkan juga sangat jelas. Difraksi Sinar-X tidak
merefleksikan variasi terlalu banyak tetapi luas permukaan menunjukkan
interkalasi lempung yang lebih baik bila kation lempung memiliki muatan positif
yang lebih besar. Pengaruh ini dapat dijelaskan melalui kompetisi antara kation
asal dengan agen pemilar. Selektivitas pertukaran kation meningkat dengan
meningkatnya muatan sehingga kompetisi antara Na+ dengan Al137+ lebih baik
atau lebih menguntungkan terhadap inkorporasi Al dibandingkan dengan
kompetisi antara Ce3+ dengan Al137+. Dengan tidak adanya kompetisi ion, Al137+
bertukar secara cepat dan akan bergerak ke pusat partikel. Penggunaan kompetisi
ion, seperti Cl3+, akan menurunkan kekuatan adsorbsi dan daya kation Al137+
dalam partikel sehingga menghasilkan distribusi kation yang homogen dan luas
permukaan yang lebih besar.
Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung
Terpilar (PILC) (a)
Kation
Asal
d(001)
Å
(25°C)
400°C / 500°C (b)
250°C
S
m2/g
d(001)
Å
d’(001)
Å
S
m2/g
Zr-montmorilonit
Na
21,5
288
21
Rusak
-
Ca
21
323
21
18,0
284
Al-montmorilonit
Na-Ca
20
18,4
329
Li
20
18,0
295
Ca
20
18,2
453
La
20
18,6
430
(Kozo Ishisaki, 1998)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
54
Keterangan:
(a)
Jenis lempung yang digunakan adalah Na–bentonit
(b)
Zr–montmorilonit
dikalsinasi
pada
suhu
500°C
dan
Al–montmorilonit dikalsinasi pada suhu 400°C.
2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar
Prosedur preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara umum dapat
dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini, yang terdiri atas 4 langkah utama, yaitu:
1. Pemurnian dan penjenuhan lempung induk ke dalam bentuk Na+-lempung.
2. Preparasi larutan pemilar.
3. Reaksi pertukaran antara ion-ion Na+ antar lapisan lempung dengan kationkation polioksida yang terdapat dalam larutan pemilar.
4. Kalsinasi untuk pembentukan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
55
Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara Umum
(Burch, R., 1997)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
56
2.3.5. Lempung Induk
Lempung induk selalu berada dalam bentuk Na–lempung pada saat
dipergunakan sebagai bahan dasar (substrat) untuk pilarisasi. Seperti yang telah
diketahui, Na+ sebagai ion penyeimbang muatan menghasilkan hidrasi yang baik,
pada gilirannya akan memfasilitasi proses interkalasi prekursor-prekursor pemilar.
Pada lempung alam yang ukuran fraksinya <2μm di mana cukup kecil untuk
mendapatkan suatu lempung yang dapat mengembang. Lempung alam masih
mengandung pengotor-pengotor dan perlu dipisahkan, dimurnikan, serta
dijenuhkan dengan larutan natrium sebelum digunakan dalam pemilaran.
Sementara pada lempung alam yang ukuran fraksinya >2μm juga masih
mengandung pengotor-pengotor dapat dipisahkan secara sentrifugasi.
Smektit hektorit alam yang dapat diperoleh dari Clay Repository of the
Clay
Minerals
Society
masih
mengandung
pengotor
karbonat.
Untuk
menghilangkan pengotor ini hektorit tersebut perlu ditambahkan dengan larutan
Natrium asetat/ asam asetat pada pH 4 sehingga pengotor karbonat diubah
bentuknya menjadi H2CO3, yang selanjutnya akan dibebaskan menjadi H2O dan
CO2 di dalam larutan. Setelah dipisahkan dari pengotor karbonatnya, hektorit ini
kemudian dimasukkan ke dalam laruran jenuh NaCl kemudian dicuci dengan air
suling untuk menghilangkan ion-ion kloridanya sehingga akan diperoleh Na–
hektorit. Laponit sintetik yang dapat diperoleh dari Laporte Inorganics telah
tersedia dalam bentuk Na–laponit yang bebas dari pengotor-pengotornya.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
57
2.3.6. Larutan Pemilar
Larutan pemilar untuk Al dan Zr telah ditemukan. Dalam Metode
Lahav, AlC3 0,2 M dihidrolisis dengan NaOH 0,2 menghasilkan perbandingan
OH / Al 2,33 pada pH 4. Konsentrasi akhir larutan Al adalah 0,07 M. Proses akhir
dilakukan pada kondisi refluks selama 24 jam.
Untuk larutan pemilar Zr, digunakan ZrOCl2.8H2O 0,1 M. Proses akhir
juga dilakukan pada kondisi refluks dan pH larutan akhir didapatkan mendekati 1.
2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion
Proses Interkalasi dilakukan dengan menambahkan lempung (dalam
bentuk tepung atau suspensi) ke dalam larutan pemilar. Mekanisme ini didasarkan
pada proses pertukaran antara ion-ion Na+ (antar lapisan/ layer lempung) dengan
prekursor pemilar (ion-ion Al atau Zr). Setelah reaksi pertukaran ion, Lempung
Terpilar (PILC) dipisahkan dari larutan secara sentrifugasi dan mencucinya
dengan air demineral untuk membuang larutan pemilar dan ion-ion Cl-. Sangat
penting artinya mencuci Lempung Terpilar (PILC) tersebut untuk meningkatkan
kualitas dari Lempung Terpilar (PILC) itu. Hal ini mendukung distribusi homogen
pilar antar lapisan/ layer menghasilkan jarak antar lapisan lempung meningkat
(dari 12 Å tanpa pencucian menjadi 18 Å setelah pencucian).
Pengeringan juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan
Lempung Terpilar (PILC). Pengeringan yang baik akan menghasilkan Lempung
Terpilar (PILC) dengan Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure).
Struktur ini terlihat pada lempung laponit. Lempung Terpilar (PILC) yang telah
kering memiliki mesoporositas yang tinggi namun kristalinitasnya rendah.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
58
Beberapa metode telah diajukan untuk mengeringkan produk
interkalasi, di antaranya adalah pengeringan dengan sistem semprot atau oven,
dan metode freeze drying. Pinnavaia membandingkan metode ini dengan
mengamati pengaruh metode yang digunakan terhadap porositas. Pengeringan di
udara mengarah pada produk seperti zeolit yang tidak mengabsorbsi 1,3,5–trietil
benzena dengan diameter kinetik 9,2 Å dan 10,4 Å. Sedangkan lempung yang
menggunakan metode freeze drying menunjukkan absorbsi yang besar untuk
reaktan terebut atau memiliki ukuran porositas yang tinggi. Pengeringan dalam
oven dapat memadatkan lempung sehingga menjadi sangat teraglumerasi.
Langkah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 573–773°K mengubah
prekursor polioksida kation Al dan Zr menjadi pilar-pilar alumina oksida dan
zirkonia oksida. Proses pemanasan sangat diperlukan untuk mendapatkan
Lempung Terpilar (PILC) yang stabil dengan mikroporositas yang permanen
tanpa memperhatikan fenomena mengembang dan hidrolisis. Selama proses
kalsinasi, berlangsung reaksi dehidrasi dan dehidroksida terhadap prekursor
pemilar bermuatan yang akan menghasilkan partikel-partikel oksida yang netral.
Persamaan reaksi dalam kesetimbangan elektrik diperoleh dengan
melepaskan proton selama konversi pada temperatur tinggi :
[Al13O4(OH)24(H2O)12]7+
[Zr4(OH)8(H2O)16]8+
6,5 Al2O3 + 20,5 H2O + 7 H+
4 ZrO2 + 16 H2O + 8 H+
Pada struktur partikulat smektit, lapisannya terpisah dan tidak mempunyai struktur
range yang panjang sehingga dapat diamati. Efek ini semakin jelas pada dilusi
yang tinggi. Saat pertukaran ion dan pengeringan produk menghasilkan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
59
disordered structure yang dikarakterisasi dengan luas permukaan (surface area)
yang tinggi dan tidak adanya garis Difraksi Sinar-X (001) yang teramati. Produk
ini memiliki stuktur makropori yang dengan mudah mengabsorbsi 1,3,5–trietil
benzen dari fase gas. Delaminasi merupakan sifat yang untuk dari struktur layer,
yang
memberi
tambahan
kemungkinan
penyesuaian
porositas
pada
penggunaannya sebagai katalis.
Untuk tujuan adsorbsi dan pemisahan, tambahan modifikasi Lempung
Terpilar (PILC) kadang kala sangat diperlukan. Aplikasi ini membutuhkan
kapasitas adsorbsi yang tinggi, selektifitas terhadap molekul-molekul gas, dan
kekuatan adsorbsi yang tinggi. Modifikasi ini dapat dilakukan selama sintesis atau
setelah sintesis Lempung Terpilar (PILC) tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan porositas
Lempung Terpilar/ PILC (dalam hal ini dilakukan modifikasi) adalah dengan cara
pra-adsorbsi dari molekul-molekul awal ke dalam reaksi pertukaran ion dengan
prekursor (agen) pemilar. Ion-ion n-alkil amonium lebih dahulu dipertukarkan
dengan Na-lempung dalam suatu massa yang lebih rendah dari massa kapasitas
tukar kation (Cation Exchanged Capacity/ CEC). Sebagai hasilnya, densitas pilar
menurun jika jarak antar lapisan/ layer Lempung Terpilar (PILC) bertindak
sebagai templet. Selama proses kalsinasi, molekul-molekul templet organik
dibuang dan diperoleh distribusi pilar yang homogen.
Heylen et al, melaporkan bahwa luas permukaan (Surface area) dan
volume mikropori pada Lempung Terpilar Fe (Fe-PILC) yang disintesis
(dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet adalah 2,5
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
60
kali lebih besar jika dibandingkan dengan lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang
tidak dimodifikasi. Suatu peningkatan yang juga penting dapat dilihat dari
kapasitas adsorbsinya terhadap gas N2, O2, dan CO pada temperatur 194°K (Peq=
4,5 x 104 Pa) telah diteliti pada lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang disintesis
(dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet (BuA–Fe–
PILC), di mana didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N2 = 0,23 mmol/g; untuk
gas O2 = 0,17 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,30 mmol/g. Sedangkan pada
Lempung Terpilar Fe (Fe–PILC) yang tidak dimodifikasi didapatkan: kapasitas
adsorbsi untuk gas N2 = 0,00 mmol/g; untuk gas O2 = 0,03 mmol/g; dan untuk gas
CO = 0,27 mmol/g.
Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure) biasanya digunakan
untuk menggambarkan struktur lempung berlapis. Hal ini berbeda dengan struktur
Face-to-Face lamelar pada Lempung Terpilar (PILC) yang menyerupai struktur
kue dadar. Struktur kedua lempung ini dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini:
Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar/ PILC (kiri) dan Struktur
Lempung Berlapis (Burch, R., 1997)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
61
2.4. Aplikasi Lempung Terpilar
Aplikasi utama dari Lempung Terpilar (PILC) adalah pada bidang
katalitik dan adsorpsi. Sifat keasaman (acidity) Lempung Terpilar (PILC) sangat
penting
dalam
mengontrol
reaksi
katalitik.
Lempung
Terpilar
(PILC)
menunjukkan sifat keasaman Lewis dan juga Bronsted-Lowry. Pilar yang terdapat
pada Lempung Terpilar (PILC) adalah sumber utama untuk sifat keasaman Lewis,
sementara gugus Hidroksida (OH) yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC)
tersebut menyumbangkan sifat keasaman Bronsted-Lowry. Pada Lempung
Terpilar yang mengandung kation Al3+ yang berkoordinasi 3 dan tersubstitusi
untuk Si4+ dalam lapisan T (T-layer), Al3+ bertindak sebagai Asam Lewis. Namun
ketika hidrasi terjadi (dalam Lempung Terpilar/ PILC tersebut) Al3+ diubah ke
bentuk Al terkoordinasi oktahedral oleh keasaman Bronsted.
Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh asam yang terkandung dalam
Lempung Terpilar (PILC) di antaranya:
Cumene Cracking dilakukan sebagai reaksi pengujian terhadap keasaman
Bronsted-Lowry. Oligomerisasi poli-propilen dikatalisis oleh bagian Asam Lewis
pada montmorilonit terpilar-Al (Al-pillared Montmorillonite). Pada Reaksi
disproporsionasi terhadap trimetil benzen yang mungkin akan menghasilkan
durene (1,2,4,5–tetrametil benzen), bagian Asam Lewis pada Lempung Terpilar
(PILC) mengkatalisis reaksi ini, sementara dalam reaksi isomerisasi trimetil
benzen (reaksi samping), bagian Asam Bronsted-Lowry pada Lempung Terpilar
(PILC) juga ikut berperan.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
62
Pada proses pemisahan gas N2 dan O2 dari udara yang dilakukan
melalui destilasi kriogenik dan melalui adsorpsi tekanan putar (Pressure Swing
Adsorption/ PSA), penggunaan Lempung Terpilar (PILC) sebagai alternatif juga
menarik yaitu sebagai penyaring molekul karbon dan Lempung Terpilar (PILC)
ini digunakan sebagai adsorben dalam teknik PSA ini. Kapasitas dan selektifitas
terhadap komponen-komponen udara adalah sifat Lempung Terpilar (PILC) yang
sangat berguna dalam aplikasi adsorpsi gas.
2.5. Proses Etsa (Etching) terhadap Silikon
Untuk material-material semikonduktor, pengetsaan kimia secara
basah biasanya berlangsung melalui oksidasi yang diikuti dengan penguraian
oksida dalam suatu reaksi kimia. Untuk silikon, bahan pengetsa (etchants) yang
lazim digunakan adalah campuran antara asam nitrat (HNO3), asam fluorida (HF),
dan asam asetat (CH3COOH). Reaksi berlangsung dengan mengubah silikon dari
keadaan oksidasi lebih rendah ke tingkat oksidasi yang lebih tinggi:
Si
+
2h+
Si2+
(a)
Dalam reaksi oksidasi ini dibutuhkan lubang (h+). Oksidator utama dalam
pengetsaan semikonduktor adalah ion OH-, di mana ion OH- tersebut dihasilkan
dari reaksi disosiasi air (H2O):
H2O
+
OH-
H+
(b)
Si2+ dalam reaksi (a) bereaksi dengan OH-, menghasilkan:
Si2+ +
2OH-
Si(OH)2
(c)
Kemudian akan membebaskan hidrogen untuk membentuk SiO2:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
63
Si(OH)2
+
SiO2
H2
(d)
Asam fluorida (HF) digunakan untuk melarutkan SiO2:
SiO2
+
6HF
H2SiF6 +
2H2O
(e)
Di mana H2SiF6 dapat larut dalam air.
Lubang (h+) dalam reaksi (a) dihasilkan dari suatu reaksi autokatalitik
yang dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam reaksi antara HNO2 dengan HNO3
dalam air akan dihasilkan:
HNO2
+
HNO3
2NO2- + 2h+ + 2H2O
(f)
2NO2-
+
2H+
2 HNO2
(g)
HNO2 yang dihasilkan dalam reaksi (g) akan kembali bereaksi dalam
reaksi (f) sehingga didapatkan reaksi akhir (overall reaction) sebagai berikut:
Si + HNO3 + 6HF
H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2
(h)
Tabel 2.7 berikut ini memperlihatkan beberapa jenis bahan pengetsa
(etchants) lainnya untuk semikonduktor dari bahan Silikon (Si):
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
64
Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa (etchants) untuk Semikonduktor
dari Bahan Silikon (Si)
No.
Formula
Nama
1.
1 ml HF, 1 ml C2O3 (5 M)
Sirtl
2.
1 ml HF, 3 ml HNO3, 1 ml CH3COOH
Dash
2 ml HF, 1 ml K2Cr2O7 (0,15 M)
Secco
2 ml HF, 1 ml Cr2O3 (0,15 M)
Secco
3.
4.
200 ml HF, 1 HNO3
5.
60 ml HF, 30 ml HNO3
60 ml H20
Jenkins
Wright
60 ml CH3COOH, 30 ml
(1 g CrO3 dalam 2 ml H20)
6.
2 ml HF, 1 ml HNO3, 2 ml AgNO3 (0,65 M dalam H2O) Silver
7.
5 g H5IO6, 5 mg KI dalam 50 ml H2O, 2 ml HF
8.
Shipley 112°
9.
6 ml HF, 19 ml HNO3
10.
(150g/l 1,5M, CrO3 dalam H2O) dan HF 1:1
Yang
11.
600 ml HF, 300 ml HNO3 28g Cu(NO3)2, 3 ml H2O
Copper Etch
12.
Sponheimer Mills
1000 ml H2O, 1 ml (1,0 N) KOH, 3,54 g KBr, 708 g
KBrO3
13.
55 g CuSO4, SH 20, 950 ml H2O, 50 ml HF
Copper
Displacement
14.
1 ml HF, 3 ml HNO3
White
15.
3 ml HF, 5 ml HNO3, 3 ml CH3COOH
CP-4
16a. 25 ml HF, 18 ml HNO3,
SD1
5 ml CH3COOH/ 1g Br2
10 ml H20, 1g Cu(NO3)2
16b. 100 ml HF; 1 ml dalam 5 ml HNO3
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
65
16c. 50 ml Cu(NO3)2; 1 ml dalam 2 ml HF
16d. 4% NaOH + 40 NaClO hingga H2 habis dari Si
17.
Sailer
300 ml HNO3, 600 ml HF 2 ml Br2, 24 g Cu(NO3)2
larutkan 10:1 dengan H2O.
18.
a) 75g CrO3 dalam 1000 ml H2O (bagian 1).
Schimmel
Campurkan (bagian 1) dengan 48% HF (bagian 2).
b) Campurkan (bagian 1) dengan (bagian 2) ke dalam
1,5 bagian H2O.
19.
5 g H5IO6, 50 ml H2O, 2 ml HF, 5 mg KI
Periodic HF
Sze, S.M.,1985
2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan
Sifat permukaan padatan berpori dapat diklasifikasikan ke dalam dua
karakter, yaitu karakter fisik dan karakter kimia (Baksg, 1992). Karakter fisik
meliputi basal spacing ( d001), luas permukaan spesifik, dan porositas, sedangkan
karakter kimia terdiri dari keasaman permukaan. Pengukuran kedua karakter
tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakteristik padatan baik
sebagai katalis, pendukung katalis, maupun sebagai adsorben.
Pada dasarnya permukaan nyata padatan tidak pernah memiliki bentuk
yang sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau
rongga yang menenbus jauh ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan
terhadap luas permukaan dalam. Retakan dan lekukan yang dangkal akan
memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben yang berupa
padatan berpori mengadsorpsi adsorbat maka fenomena ini terjadi tidak hanya
dipermukaan luar saja tetapi juga di dalam pori-pori (Lowell, 1984). Prilaku
adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
66
porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik karakterisasi dengan metode
adsorpsi gas dapat memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik,
rerata jejari pori, volum total pori, distribusi ukuran pori, dan isoterm adsorpsi
(Lowell, 1984). Persamaan adsorpsi yang sering digunakan untuk menghitung
adsorpsi permukaan padatan adalah persamaan yang diturunkan oleh Brunauer,
Emmett, dan Teller (BET) dapat dituliskan seabagai berikut (Lowel, 1984).
1
1
C −1
=
+
( P / Po)
W (Po / P − 1) Wm.C WmC
Di mana,
(1)
W = berat gas yang teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po
Wm = berat gas yang teradsorpsi pada lapis tunggal
C = konstanta BET
Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi
P = Tekanan gas
Asumsi menurut teori BET bahwa permukaan padatan tidak akan
tertutupi secara sempurna selama tekanan uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika
adsorpsi mengikuti teori BET maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] lawan (P/Po)
akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan ini digunakan adsorbat gas N2
dan adsorpsi berlangsung pada temperatur 77°K. Pada adsorpsi isoterm ini
tekanan relatif (P/Po) yang berlaku menurut teori BET dibatasi pada rentang 0,05–
0,35. Selanjutnya harga Wm dan C dapat dihitung dari harga slop (angka arah, s)
dan intersep, I dari plot BET tersebut di mana:
s=
C −1
Wm.C
(2)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
67
i=
1
WmC
(3)
Gabungan kedua persamaan ini memberikan persamaan berikut:
Wm =
1
s+i
(4)
Solusi untuk menghitung C konstanta BET adalah
s
C = +1
i
(5)
Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S) terlebih dahulu diketahui luas
permukaan total (St) yang dihitung dari harga Wm yang didapatkan dari
persamaan BET. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
St =
Di mana
WmNσ
M
(6)
St = luas permukaan total adsorben
N = Bilangan Avogadro (6,022 x 1023molekul/mol)
σ = luas penampang lintang adsorbat
M = berat molekul adsorbat
Dalam aplikasinya menggunakan N2 (sebagai adsorbat) dengan densitas fasa cair
pada tekanan 1 atm dan temperatur 77°K dan harga σ = 16,2 Å2/molekul. Untuk
menghitung luas permukaan spesifik (S1) padatan dapat menggunakan persamaan
seperti berikut:
S1 =
Di mana
St
W
(7)
S1 = luas permukaan spesifik
W = berat sampel
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
68
Volum total pori adalah volum gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh untuk
menghitung volum total pori menggunakan persamaan:
V =
Di mana
Wa
(8)
Vρ = volum total pori
Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99
ρ = densitas nitrogen pada 77°K
Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk
silindris sehingga rerata jejari pori dapat dihitung dari perbandingan volum total
pori dan luas permukaan spesifik dengan menggunakan persamaan:
rp =
Di mana
2Vp
S
(9)
rp = rerata jejari pori
Vp = volume total pori
Ishizaki dkk (1998) memberikan persamaan distribusi ukuran pori
yang diperoleh dari perubahan volum yang dipengaruhi oleh perubahan jejari pori.
Persamaan yang diberikan adalah:
dV = -Dv( r )dr
(10)
Di mana, Dv ( r ) = fungsi distribusi ukuran pori
dr = perubahan jejari pori
dV = perubahan volum
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
69
Gas bebas dan gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamik dan fraksi
penutupan (θ) tergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada
tekanan dan temperatur tertentu disebut isoterm adsorpsi (Atkins, 1990).
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan padatan akan memberikan
berbagai bentuk isoterm, umunya digambarkan dalam 5 tipe, yang diusulkan oleh
Brunauer, Deming dan Teller seperti gambar berikut:
Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsorpsi, W adalah Berat Nitrogen yang
Teradsorpsi, P/Po adalah Tekanan Relatif (Levin, 1997)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
70
Adsorpsi isoterm tipe I merupakan isoterm Langmuir dengan
penutupan satu lapis atau hanya beberapa lapis molekul yang khas pada padatan
mikropori. Isoterm tipe II, adsorpsi terjadi bila frekuensi kontak antara adsorben
dengan adsorbat relatif tinggi. Adsorpsi tipe ini umumnya terjadi pada padatan
dengan diameter pori lebih besar dari diameter mikropori. Adsorpsi ini sesuai
dengan mekanisme isoterm BET, yaitu diawali terjadinya adsorpsi satu lapis
kemudian dengan peningkatan tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya
tertutupi secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Isoterm adsorpsi tipe III
yaitu terjadinya adsorpsi karena interaksi antara adsorbat dan lapis adsorben lebih
besar dibandingkan interaksi dengan permukaan adsorben. Isoterm adsorpsi tipe
IV, adsorpsi terjadi pada adsorben yang memiliki jejari pori antara 15–1000 Å,
sedangkan isoterm adsorpsi Tipe V, adsorpsi terjadi bila interaksi yang dihasilkan
dari adsorbat-adsorben sangat kecil. Hal ini terjadi karena adanya assosiasi dengan
pori (Lowell dan Shields, 1984).
2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar
Kapasitas adsorpsi diharapkan berubah dengan metode kering. Pada
reaksi penukaran ion dengan cara kering, sejumlah cuplikan lempung
dicampurkan dengan garam tertentu, misalnya garam alkali, kemudian dipanaskan
hingga titik lebur garam alkalinya. Reaksi penukaran ion berlangsung pada suhu
titik lebur, dalam hal ini garam yang digunakan bertitik lebur cukup rendah sebab
jika titik lebur tinggi struktur lempung dapat rusak. Dalam suatu kasus ideal,
struktur pori dari lempung terpilar ditentukan oleh ukuran pilar menghasilkan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
71
porositas (fraksi dari volum pori terhadap volum total) dua dimensi seperti zeolit,
dengan pori terbuka 8 – 9 Å untuk pilar–Al dan pilar–Zr 9 – 11 Å.
d3
d2
d1
Agen pemilar
d1 = jarak antar layer dalam kristal
d2 = jarak bebas di antara lapisan
d3 = jarak bebas antara pilar
Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar
Pori diklasifikasikan kedalam dua tipe, yaitu pori terbuka dan pori
tertutup. Dalam pori terbuka fluida dapat masuk dan menembus ke dalam, oleh
karena itu pori terbuka ini utamanya digunakan sebagai filter (penyaring).
Perbedaan antara pori-pori mikro dan pori makro dapat dilihat melalui
pengelompokan material berpori yang didasarkan pada ukuran pori menurut
IUPAC (The International of Pure and Applied Chemistry) penamaan material
berpori sebagai berikut :
Mikropori, bila diameter pori < 2 nm
Mesopori, bila 2 nm < diameter pori < 50 nm
Makropori, bila 50 nm < diameter pori
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
72
Gambar 2.16. Penggambaran ideal dari sampel yang diperoleh melalui (a)
Udara Kering (b) Beku Kering (Burch, R.,1997)
Umumnya tumpukan dari lapisan menghasilkan mikroporositas seperti zeolit,
struktur house-ofcards untuk lempung terdelaminasi. Pada gambar (b)
menggabungkan mikropori dan makropori dengan tipe berbeda dari tumpukan
lapisan.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
73
2.8. Titania (TiO2)
Titanium oksida (titania) dan dasar campuran titania adalah yang
paling putih dan paling cerah dari pigmen-pigmen putih yang diperdagangkan.
Hal ini karena indeks bias yang tinggi dari titania dan relatif sedikit mengadsorpsi
cahaya visibel. Titania kemungkinan mempunyai beberapa bentuk kristal tetapi
pigmen titania yang diperdagangan dalam bentuk mineral anatase atau rutile.
Kimia dari pigmen-pigmen titania dapat dilihat dengan struktur hipotesa Gambar
(2.17) di mana permukaan mengandung (1) terminal dasar, (2) jembatan hidrogen,
di mana mungkin titania atau suatu oksida air menutupinya, (3) ikatan-ikatan TiO-Ti, (4) molekul air diadsorpsi oleh asam Lewis atau perpindahan kepermukaan
kumpulan gugus hidroksil, (5) anion-anion yang diadsorpsi seperti sulfat atau
khlorida dari residu, (6) permukaan yang mempunyai elektron donor potensial dan
akseptor, (7) dan mungkin mengandung oksidan-oksidan yang diabsorpsi seperti
hidroksil atau radikal-radikal hidroksil atau jenis-jenis oksigen yang digerakakan
dan (8) dihasilkan oleh proses fotokatilik.
Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania (D.H. Solomon, 1991)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
74
Titania anhidrus cepat menyerap air. Hasil hidrasi permukaan titania
adalah amfoter dan mengandung satu jenis hidoksil yang meliputi ion dari
sebagian group hidroksil. Sifat dan lokasi permukaan dari penyerapan tersebut
telah dipelajari lebih luas dan kesimpulan telah ditinjau pada skema yang lebih
jelas dari model pembentukan, struktur, dan sifat dari permukaan hidroksil akan
diberikan di sini.
Besar bentuk permukaan grup hidroksil dari serapan kimia pada air,
teori untuk menghitung proses pemisahan adsorpsi cahaya dipercaya melibatkan:
(1) Pada awalnya adsorpsi pada molekul air pada 5 koordinat permukaan Ti4+
lokasi yang lebih disukai pada bidang (110) latar dan rutil atau (100) latar
anatase.
(2) Ionisasi air pada permukaan bidang kristal yang kuat untuk jenis Ti-OH
digambarkan seperti sebuah terminal grup hidroksil (Gambar 2.17),
penguraian ini lebih luas pada permukaan rutile daripada anatase.
(3) Migrasi dari proton bebas ke tempat yang berdekatan Ti-O-Ti dengan jenis
formasi jembatan hidroksil dari kisi kisi anion O2-.
Spektrum infra merah pada sebuah hidrasi penuh dengan rutile
mungkin mengandung 8 O–H yang jelas struktur harus ditinjau yang sekarang
telah diakui.
3725 cm-1
: SiOH tidak munrni (atau anatase TiO-H)
3700 cm-1
: Terminal TiO-H pada tempat kisi pinggir
3680 cm-1
: Terminal TiOH pada (110) rata-rata
2610 dan 3520 cm-1
: Jembatan TiOH pada (100)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
75
3655 cm-1
: Terminal TiOH (110) rata-rata
3610 dan 3520 cm-1
: Jembatan TiOH pada (100) atau (100) rata-rata
3410 cm-1
: Jembatan TiOH pada (110)
3400 cm-1
:
Diadsorpsi dan koodinat H2O
Adsorpsi lain mungkin ada dalam rutile yang mengandung substituen kation atau
adsorpsi anion, ketentuan di atas adalah sesuai dengan tipe variasi dari group
hidroksil pada hidrasi lain logam oksida. Beberapa yang telah dilaporkan
terdahulu rutil mempunyai puncak utama 3600 – 3700 cm-1 sedangkan spektrum
infra merah anatase terdiri dari 4 O–H.
3730 cm-1
: Terminal TiOH (001) atau (111)
3680 dan 3620 cm-1
: Jembatan (asam ) TiOH
3480 cm-1
: Adsorpsi dan koordinat H2O
2.9. Semikonduktor Titania
Permukaan titania dapat mengoksidasi dan mereduksi keanekaragaman
serapan organik dan anorganik ketika menerima cahaya berjarak 300 – 400 nm.
Aktivitas ini memiliki sejumlah aplikasi penting misalnya: fotoreduksi reversible
dari serapan-serapan ion perak pada fotografik dan prosesnya yang dikembangkan
dari oksidasi reduksi oleh Leuco-Dyestuffs. Fotodekomposisi dari air ke
permukaan titania dapat menghasilkan hidrogen oleh sinar matahari.
Serapan atom kristal titania mendekati cahaya ultraviolet merupakan
kelompok adsorpsi rutile yang memiliki batas maksimum mendekati 350 nm,
absorpsi ini menghasilkan perubahan cahaya quanta dan spesies atom yang
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
76
elektron-elektronya dipromosikan dari ikatan valensi ke struktur atom elektronik.
Pemisahan energi atom rutile sekitar 3,05 eV . Tingkatan ini berhubungan dengan
quanta cahaya yang berkisar 420 nm yang berhubungan pada batas rutile dengan
kelompok absorpsi. Titania menggambarkan cahaya aktinik di bawah media
hampa atau di dalam suasana bebas oksigen.
Hububungan antara fotoadsorspi oksigen dengan struktur titania
semikonduktor digambarkan pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18. Level Pita Energi Elektron pada Permukaan Titania (a)
Sebelum Iradiasi (b) Sesudah Diradiasi (Neville, G. H. J., 1962)
Energi serapan kimia dari molekul pertama dari oksigen mempunyai
nilai proporsional (-Q) di mana Q potensial kimia, energi ekstra di atas tingkat
fermi dikehendaki untuk sebuah elektron meninggalkan permukaan titania, (a)
adalah afinitas elektron dari adsorpsi oksigen. Tingkat fermi dari titania yang
tidak teradiasi adalah terlalu rendah untuk transfer elektron.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Peralatan gelas
2. Peralatan untuk preparasi sampel seperti ayakan ukuran 100 mesh, oven,
desikator, lumpang, penggerus porselin, krus porselin, pinset, pengaduk
magnit, kertas saring Whatman no. 1, pH meter digital, termometer 100°C,
timbangan analitik, gelas plastik, dan manometer.
3. Peralatan instrumen meliputi FT-IR, X-RD Phillips, Gas Sorption Analyzer
(BET) Nova, SEM, Spektrometer, tanur 1000°C.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Lempung bentonit diambil dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara, yang telah lolos ayakan 100 mesh.
2. Bahan-bahan kimia dengan kualitas p.a., buatan E.Merck sebagai berikut:
TiCl4, HCl pekat, H2SO4, AgNO3, BaCl2, NaCl, etanol, HF, NH4F,
CH3COOH, I2.
3. Akuades dan air demineral.
77
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
78
3.3. Lokasi Penelitian
Pembuatan Na–bentonit dan bentonit terpilar dilakukan di Lab Kimia
Anorganik, FMIPA–USU. Karakterisasi fisika dan kimia dilakukan di Pusat
Penelitian Kimia–LIPI, Bandung dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
IPTEK–BATAN, Tangerang. Penelusuran Literatur di Perpustakaan USU dan
Pusat Dokumentasi Ilmiah–LIPI, Jakarta.
3.4. Metode Penelitian
Lempung bentonit dengan komposisi SiO2 61,02 %; Al2O3 15,21 %;
Fe2O3 4,89 %; TiO2 0,62 %; CaO 2,08 %; MgO 1,94 %, K2O 0,46 %, Na2O
3,45%; hilang pijar 10,31 %. Berdasarkan
komposisi ini maka bentonit
Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, jenis Na–bentonit. Bentonit ini
diayak hingga lolos ayakan 100 mesh kemudian dicuci dengan akuades beberapa
kali dan disaring dengan penyaring vakum dan dikeringkan dalam oven pada
temperatur 100°C selama 5 jam. Setelah kering lempung bentonit dikeringkan dan
digerus sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh.
3.4.1. Penyediaan Na-bentonit
Seratus gram lempung bentonit dari (3.3) selanjutnya didispersikan ke
dalam 1,5 l larutan NaCl 1 M dan direndamkan selama 1 minggu di mana setiap
dua hari sekali larutan NaCl diganti dengan yang baru. Pada setiap penggantian
larutan NaCl dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan pemanasan 60–70°C
selama 4 jam, kemudian setelah disaring endapanya dicuci dengan air demineral
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
79
sampai terbebas dari ion klorida, dibuktikan dengan uji negatif terhadap perak
nitrat. Penyaringan dilakukan menggunakan penyaring vakum dan bentonit yang
diperoleh dikeringkan dalam oven 100°C, setelah kering digerus dan diayak
menggunakan ayakan 100 mesh.
Selanjutnya dilakukan penjenuhan bentonit dengan menggunakan
NaCl 6 M sambil diaduk selama 24 jam, kemudian disaring dengan penyaring
vakum dan dicuci dengan akuades sampai terbebas dari ion klorida dengan uji
negatif terhadap AgNO3. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C.
Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan 100
mesh. Hasil penjenuhan lempung bentonit ini dinamakan Na–bentonit.
3.4.2. Aktivasi Na–Bentonit dengan Asam
Masing-masing 35 gram Na–bentonit didispersikan kedalam 150 ml
larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; dan 2,0 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit
selama 6 jam. Lalu didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan
penyaring vakum dan dicuci dengan akuades panas sampai terbebas dari ion
sulfat. Hal ini ditunjukkan dengan uji negatif terhadap BaCl2. Na–bentonit
teraktivasi asam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah
kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100
mesh. Produk ini disebut dengan Na–bentonit, produk diuji dengan difraksi sinarX dan FT-IR.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
80
3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi Na–bentonit.
Ditimbang masing-masing 30 gram lempung Na–bentonit lalu
didespersikan kedalam 1,5 l air bebas ion (akuabides) dan diaduk dengan
pengaduk magnit selama 6 jam. Kemudian ke dalam masing-masing Na–bentonit
dituangkan sedikit demi sedikit larutan TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan
pengaduk magnit selama 10 jam. Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring
vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan air bebas ion sampai terbebas ion
klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji dengan perak nitrat tidak
membentuk endapan putih. Lempung bentonit yang telah diinterkalasi dengan
TiCl4 dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah kering digerus sampai
halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya dikalsinasi pada suhu
350°C. Produk ini disebut dengan bentonit–TiO2 (Bask, 1992, Long dan Yang,
1999).
3.4.4. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2
Bentonit terpilar TiO2 yang telah dikalsinasi pada suhu 400°C diambil
sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik. Selanjutnya
ditambahkan larutan pengetsa (campuran antara: 3ml HF(p) + 5ml HNO3 (p) + 3ml
CH3COOH(glasial)/ 0,3 g I2/ 250 ml H2O). Kemudian diaduk dengan menggunakan
pengaduk plastik selama 10 menit, lalu endapan dipisahkan dari larutannya
dengan cara dekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Endapan kemudian
dispersikan dalam aqua bidestilat lalu dinetralkan pH-nya, didekantasi
menggunakan pipet tetes plastik. Produk etching dibagi 3 bagian, masing-masing
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
81
ditanur pada suhu 400, 450, 500°C selama 1 jam. Kemudian produk yang rendah
dipanaskan dianalisis dengan foto SEM dan Surface Area Analiser.
Hasil Foto SEM dari surface area analiser menunjukkan bahwa
produk yang dipanaskan pada suhu 450°C mempunyai luas permukaan yang
paling luas dan selanjutnya digunakan untuk uji katalis/co-katalis dalam air.
3.4.5. Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air Menggunakan
Katalis/Co-katalis Bentonit Terpilar TiO2 dengan Penyinaran UV
Panjang Gelombang 180 nm
Bentonit dari (3.7) dan (3.8) ditimbang sebanyak 4 g, lalu dimasukkan
dalam labu yang di dalam telah diisi akuades sebanyak 10 ml dan diaduk selama
10–15 menit selanjutnya diukur pH larutan. Labu dihubungkan dengan
termometer dan pipa cabang tiga yang terhubung dengan manometer. Selanjutnya
disinari dengan ultraviolet pada panjang gelombang λ =180 nm penyinaran
dilakukan selama 1–5 hari dan diamati perubahan yang ada pada manometer. Dari
perubahan manometer akibat tekanan gas total dapat dihitung total gas (%).
3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen dari Air Akibat Penyinaran UV Panjang
Gelombang 180 nm
Pengujian
gas
hidrogen
yang
terbentuk
dari
air
(akuades)
menggunakan katalis bentonit terpilar TiO2 dan bentonit TiO2 yang dietsa secara
kualitatif:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
82
1. Akibat penyinaran UV pada panjang gelombang 180 nm pada hari ketiga
terjadi gelembung-gelembung gas dari dasar labu menunju ke atas dan
semakin banyak sehingga menggeser tekanan manometer.
2. Pada hari keempat gelembung gas yang dihasilkan semakin banyak dan
tekanan manometer semakin berubah.
3. Gas yang dihasilkan diuji dengan mengalirkan gas pada serbuk oksida logam
CuO yang membara maka akan terbentuk uap air pada dinding pipa uji ini
menunjukkan adanya gas hidrogen.
4. Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari air dideteksi oleh sensor gas
hidrogen dan oksigen digital.
3.4.7. Mekanisme Reaksi
Menggunakan etchant HF/ CH3COOH/ HNO3.
Silikon dioksida
Si
+
Si2+
2h
Pada reaksi oksidasi akan terbentuk hole (h+).
OH-
H2O
+
H+
Si2+
+
2OH-
Si(OH)2
SiO2
+
6HF
H2SiF6 +
SiO2 + H2
2H2O
Autokatalitik HNO2 dalam HNO3.
HNO2
+
HNO3
2NO2 + 2 h+ + H2O
2NO2
+
2H+
2HNO2
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
83
Reaksi Keseluruhan
Si + HNO3 + 6HF
H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2
Dari reaksi di atas dapat dihasilkan isoetcing curve (Sze, S.M.,1997,
http//www.memsnet.org//mems//beginner/etch.2004).
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat
mempunyai komposisi:
SiO2
61,02 %
MgO
1,94 %
Al2O3
15,21 %
K2O
0,46 %
Fe2O3
4,89 %
Na2O
3,45 %
TiO2
0,62 %
Hilang Pijar
10,31 %
CaO
2,08 %
Kadar Air
7,07 %
(SNI 13-3608-1994)
Berdasarkan analisa komposisi bentonit Kabupatan Langkat maka
bentonit di atas termasuk jenis Na–bentonit atau Swelling, bentonit ini seterusnya
dikeringkan dalam oven pada 100°C dan digerus dan diayak hingga lolos ayakan
100 mesh. Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1 M selama 1 minggu, supaya
terjadi pengkayaan Na–bentonit setelah terbentuk natrium bentonit maka
dimasukan ke dalam oven 100°C sampai kering dan setelah kering diayak hingga
lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakir pengkayaan natrium bentonit dilakukan
dengan mendispersikan Na–bentonit larutan NaCl 6 M atau NaCl jenuh selama 24
jam, lalu dicuci dan dikeringkan 100°C, material ini dinamakan Na–bentonit.
84
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
85
Na–bentonit selanjutnya didispersikan ke dalam beberapa larutan asam
sulfat 0,5; 1; 1,5; 2 M diaduk dengan pengaduk magnit, aktivasi dilakukan selama
24 jam, disaring dengan penyaring vakum lalu dikeringkan dalam oven. Aktivasi
ini bertujuan untuk meningkatkan jarak antar layer Na–bentonit sehingga menjadi
lebih besar.
Setelah jarak antar layer Na–bentonit membesar baru dilakukan
interkalasi dan pilarisasi di mana Na–bentonit teraktvasi didespersikan larutan
komplek TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 18 jam.
Hasil interkalasi ini dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan intekalasi untuk
memasukan kompleks Ti ke dalam jarak antar layer bentonit, selanjutnya di
kalsinasi 350°C untuk membentuk pilar oksida yang lebih kokoh.
Analisa dilakukan dengan difraksi sinar-X, dengan menggunakan
metode bubuk yang diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2 gram bentonit
terpilar TiO2 dan lempung teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel kemudian
dibuat difraktogram dengan λ = 1,5425 Å.
Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing (d001) ada peningkatan
basal spacing pada bentonit terpilar–TiO2 yang menggunakan aktivasi asam 0,5
dan 1,5 M sedangkan yang menggunakan aktivasi bentonit terpilar TiO2
mengalami kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari data difraksi sinar-X. Peningkatan
basal spacing akan diikuti peningkatan luas permukaan, peningkatan porositas,
dan volum total.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
86
Gambar 4.1. Hasil difraktogram untuk Na-bentonit yang Diaktivasi dengan
Asam Sulfat 1,5 M
Dari hasil difraktogram Gambar 4.1, dapat diperoleh informasi bahwa
bentonit ini masih mengandung kaolinit, kuarsa, mika hal ini dapat dibandingkan
dengan Tabel 4.1 di bawah ini :
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
87
Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X
Jenis mineral
Na–Bentonit
Kaolinit
Kuarsa
Mika
d ( A)
2- Teta
14,91
5,92
13,88
6,36
4,70
18,84
3,04
29,28
8,27
10,68
3,57
24,88
2,32
38,68
4,07
21,80
2,51
35,68
3,34
3,34
Berdasarkan Tabel 4.1 maka Na–bentonit ditandai dengan puncak
pada 2-teta yaitu: 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal spacing d(A) masingmasing: 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa,
mika artinya bentonit ini belum diperkaya sehingga masih ada pengotornya.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
88
Gambar 4.2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit terpilar–TiO2
Dari difraktogram ini (Gambar 4.2) dapat diberikan informasi
mengenai perubahan pada sudut 6 teta terjadi perubahan jarak antar lapis dari Na–
bentonit menjadi bentonit terpilar–TiO2 karena pengamatan atau perubahan
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
89
bentonit terpilar di daerah sudut teta 0–5. Dari Gambar 4.1 dan 4.2 telah terjadi
perubahan puncak intensitas dan berubahnya jarak antar lapis d001.
Dari data difraksi sinar–X di atas (Gambar 4.1 dan 4.2) dapat
ditentukan jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal dalam mengidentifikasi
jenis-jenis mineral liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) mineral bentonit
dapat digunakan rumus Bragg:
nλ = 2 d Sin θ
d =
di mana,
d
n.λ
2 sin θ
= jarak antara bidang-bidang atom kristal
λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m)
θ = sudut difraksi
n
= order difraksi
(a) Jarak antar lapis (d) untuk Na–bentonit
n
= 1
λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m)
2 θ = 5,920; θ = 2,960
1 × 1,5410 −10
d=
2 sin θ
d = 14,917 Å
(b) Bentonit terpilar TiO2 menggunakan asam sulfat 1,5 M dapat dihitung sebagai
berikut:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
90
n
= 1
λ = 1,54 x 10-10 m
2 θ = 5,920; θ = 2,960
d = 16,9807 Å
Selanjutnya perubahan jarak antar lapis (Δd) adalah:
(Δd)
= d(b) - d(a)
= 16,980 - 14,916
= 2,063 Å
Berdasarkan analisa difraksi sinar-X maka dengan interkalasi dan
pilarisasi menambah, meningkatkan porositas dengan basal spacing = 2,06 Å.
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal spacing (D) dari Bentonit Terpilar yang
Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat
Konsentrasi H2SO4 (M)
Basal spacing d001
Na–Bentonit
14,9167
0,5 M
15,6566
1,0 M
13,8857
1,5 M
16,8857
2,0 M
9,0554
Berdasarkan data Tabel 4.2, maka pilarisasi telah berhasil pada
konsentrasi 1,5 M H2SO4 dengan d = 16,8857 Å, berarti pilarisasi TiO2 telah
meningkatkan jarak antar lapis sebesar d = 2,0633 Å. Selanjutnya dilakukan
analisa menggunakan data FT-IR.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
91
Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit
Gambar 4.4. Spektrum FTIR Bentonit Terpilar TiO2
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
92
Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya Ti adalah pada
bilangan gelombang sebagai berikut:
Tabel 4.3. Analisa gugus dari FTIR
No
Gugus
Serapan cm-1
1
SiOH tidak murni
3898
2
TiOH pada Kisi pinggir
3701
3
Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H2O
3445
4
Terminal TiOH pada (110)
3622
5
Jembatan asam TiOH
6
TiOH pada (100)
3587
7
TiOH pada (110)
3445
8
TiO2
3680 dan 3620
796
Pada spektra FT-IR ini terlihat pergeseran bilangan gelombang
disekitar 798 cm-1 menjadi 794 cm-1 pada bentonit terpilar ini disebabkan karena
proses pemilaran sudah terbentuk dengan baik pada pendispesi asam sulfat 1,5 M,
hal ini disesuaikan dengan data X-RD yang menyatakan bahwa telah terjadi
interkalasi dan pilarisasi yang sempurna dan kondisi ini merupakan yang terbaik
untuk terjadinya pilar.
Dari data penghitungan luas permukaan oleh surface area analizer
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.4.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
93
Tabel 4.4. Luas Permukaan dan Volum Pori Total dari Bentonit Terpilar
pada Kondisi Asam dengan Menggunakan Persamaan BET
Konsentrasi Asam Sulfat
(M)
Luas Permukaan
(m2/g)
Vol. Pori Total
(cc/g)
0,5
83,3018
0,0415
1
86,8939
0,0435
1,5
89,0563
0,0445
2
88,7607
0,0443
Berdasarkan tiga data X-RD, FT-IR dan luas permukaan terlihat pada
konsentrasi 1,5 M asam sulfat baik untuk interkalasi pada pilarisasi menghasilkan
perubahan fisik basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total meningkat.
Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 yang diaktifkan pada H2SO4 terbaik
dietsa dengan menggunakan campuran (28 ml HF + 170 ml H2O + 113 g NH4F)
selama 2–10 menit tujuan untuk mengetsa oksida pada silika dan menjadikan
banyak hole (h+) pada silika, selanjutnya dietsa menggunakan larutan (1 ml HF +
5 ml HNO3 + 2 ml CH3COOH + 0,3 g I2/ 250ml H2O) selama 5–10 menit untuk
etsa silikon selanjutnya dipanaskan 400, 450, dan 500°C selama 1 jam. Dengan
teknik demikian akan dihasilkan bentonit terpilar makropori dan memperbanyak
hole (h+).
Berdasarkan data ini (Tabel 4.5) maka pengetsaan meningkatkan luas
permukaan dari luas permukaan Na–bentonit 89,0563 m2/g meningkat menjadi
92,0123 m2/g sehingga secara rata-rata meningkatkan luas permukaan 2,956 m2/g
hasil ini sudah memuaskan. Hasil ini selanjutnya diuji menggunakan analisa luas
permukaan (BET) yang hasilnya adalah sebagai berikut:
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
94
Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa pada
Berbagai Suhu
Suhu
(o C )
Luas Permukaan
(m2/g)
Volum Total pori
(cc/g)
400
90,2387
0,0446
450
92,0123
0,0444
500
91,1255
0,0444
Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 difoto SEM memperlihatkan bahwa
permukaan menjadi besar.
Gambar 4.5. Foto SEM Untuk Na–Bentonit
Hasil foto SEM (Gambar 4.5) memperlihatkan permukaan yang masih
halus (gambar putih) yang terdiri dari silikat yang merupakan permukaan yang
belum teretsa oleh bahan kimia.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
95
Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar TiO2 yang Dietsa dan
Dipanaskan 450°C
Gambar 4.6 memperlihatkan banyaknya hole dari permukaan silikat
hampir menyeluruh pada bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa. Permukaan ini
bisa mengartikan bahwa pada bentonit terpilar TiO2 telah banyak dietsa maka
terjadi hole di silikat eksternal dan kemungkinan di internal.
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Na–Bentonit
Sampel bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat
yang belum dilakukan pengkayaan bentonit, dibuat menjadi Na–bentonit
menghasilkan basal spacing d001 = 14,917 Å, sedangkan secara teori Na–bentonit
basal spacing-nya = 9,8 Å. Hal ini berarti Na–bentonit menyerap air dari
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
96
kelembaban sehingga waktu pengukuran difraksi sinar–X menjadi besar. Dari data
difraksi sinar-X (Gambar 4.1) jelas menunjukkan Na–bentonit yang masih
mengandung koilinit, kuarsa dan mika. Na–bentonit dapat diamati puncaknya
pada sudut 0 – 5 teta, pada puncak ini merupakan identitas dari Na–bentonit.
4.2.2 Interkalasi dan Pilarisasi
Na–bentonit selanjutnya direndam menggunakan asam sulfat 0,5–2 M
dan diinterkalasi menggunakan Ti2+ selanjunya dipilarisasi pada suhu 350°C.
Kalsinasi ini berguna membentuk pilar-pilar oksida pada bentonit. Sehingga
terbentuk bentonit terpilar TiO2. Untuk identifikasi bantonit terpilar dilihat dari
data difraksi sinar-X pada sudut 0 – 5 teta, yang mana basal spacing berubah
menjadi 16,9807 Å.
Artinya pembuatan bentonit terpilar telah berhasil meningkatkan basal
spacing, luas permukaan, dan volume pori. Studi literatur basal spacing diperoleh
28,3 Å. Hal ini bisa terjadi karena kemurnian dari bentonit yang digunakan,
artinya bahan bentonit berbeda maka basal spacing pada pilar dihasilkan berbeda.
4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2
Bentonit terpilar TiO2 selanjutnya dietsa menggunakan bahan kimia
pengetsa yang tujuan memperbanyak hole (h+). Hole pada silikat yang terbentuk
ditandai berubahnya luas permukaan dan volume pori dari semula. Juga
berdasarkan foto SEM maka permukaan menjadi lebih kasar dibandingkan
sebelumnya.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
97
Silikat
d
Pilar TiO2
Hole (h+)
Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit Menggunakan TiO2 dan Terbentuknya Hole
pada Silikat Setelah Dietsa
4.2.4. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen
Bentonit terpilar TiO2 diuji sebagai katalis. Karena TiO2 merupakan
material yang sensitif pada cahaya sehingga dalam H2O bentonit terpilar
sensitifnya terhadap cahaya tidak mengalami perubahan. Akitvitas titania di dalam
bentonit akan menurunkan energi aktivasi dari molekul air sehingga cahaya
ultraviolet akan dapat menjadikan molekul oksigen dan hidrogen aktif. Lama
kelamaan molekul hidrogen dan oksigen akan terlepas dari ikatan molekul air.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
98
H
O
H
Ikatan Hidrogen
H
O
H
UV, 180 nm
O
H
H2 + O2
H
Hole Silika sebagai
Co-Katalis
Gambar 4.8. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen
Akibat penyinaran ultraviolet λ =180 nm, ikatan hidrogen dari air akan
terlepas lalu oksigen dari air melakukan interaksi dengan oksida logam TiO2 dan
hidrogen dari molekul air akan berinteraksi dengan silika. Interaksi ini dapat
menurunkan energi aktivasi molekul air. Cahaya ultraviolet masuk ke pori-pori
bentonit oleh SiO2 cahaya ultraviolet diubah menjadi gelombang pendek
mengakibatkan molekul hidrogen dan oksigen putus.
Dari pengujian dihasilkan gas total sebanyak 78,5 % menggunakan
bentonit terpilar yang dietsa, sedangkan yang menggunakan bentonit terpilar–TiO2
dihasilkan gas sebanyak 60,4 %.
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Bentonit terpilar TiO2 dibuat dari jenis natrium bentonit dapat meningkatkan
basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total.
2. SiO2 dari bentonit terpilar TiO2 yang dietsa terjadi hole sehingga silika
merupakan volum yang berlobang, sehingga dapat sebagai co-katalis.
3. Bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dalam suasana asam sulfat 1,5 M dapat
digunakan sebagai katalis pembuatan gas hidrogen.
5.2. Saran-Saran
Perlu diteliti cara memisahkan gas hidrogen dan oksigen yang
terbentuk dari peruraian air.
99
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR REFERENSI
Anthony, R. W., 1990, “Solid State Chemistry and Its Applications”, John Wiley
and Sons, New York.
Al-Qunaibit, M. H., Mekhemer, W. K., 2004, “The Adsorption of Cu (II) Ion on
Bentonite – a Kinetic Study”, J. Colloid and Interface Science, p. 2 (1 – 6).
Atkins, P. W., 1990, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York.
Barksdale, J., 1966, “Titanium”, 2nd Ed., Ronald, New York.
Barrer, R. M., 2002, “Zeolites and Clay Minerals as Sorbent and Molecular
Sieves”, Academic Press, London.
Bask, 1992, “Introduction to Colloid Chemistry Interscience” , Ch. 15, New York.
Bean, K. E., 1978, “Anisotrpic Etching in Silicon”, IEEE. Trans Electron Devices,
ED – m 25, 1185.
Bradley, S. M., Kydd, R.A., Yamdagni R., Fyfe, C. A., 1992, “Expanded Clays
and Other Microporous Materials: Synthesis of Microporous Materials”,
Vol. 2, Van Nostrand Reinhold, New York.
Brawn, G., 1972, “The X-Ray Identification and Crystal Structures of Clay
Mineral”, Min. S. D.
Brunaeur, S., Emmet, P.H., Teller, E., 1938, “Adsorption of Gases in Multi
Molecular Layers”, J. of Amateur Chemistry Society, Vol. 60, p. 309 –
319.
Buckkmann, 1969, “Ilmu Tanah,” Alih Bahasa: Soesimen., Bharata Karya
Aksara, Jakarta.
Burch, R., 1997, “Pillared Clay”, Elseiver Science Publishier Amsterdam, 283 –
297.
Cool, P., Vansant, E. F., 2002, “Pillared Clays: Preparation, Characterization,
and Application”, Laboratory of Inorganic Chemistry, Department of
Chemistry.
Cullity, B. D., 1998, “Element of X-Ray Diffraction”, 2th Edition, Addison Wesley
Publishing Company, Inc., Sydney.
102
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Danas, 1980, “Textbook of Mineralogy”, 1st Edition, Boston: Wendy Ford Book
Company, p. 188.
Darby, D., 1997, “Titanium Dioxide Pigment, in Modern Inorganic Chemical
Industry”, Special Publication No. 31, Chemical Sociaty, London.
Douglass, 1977, “Vermiculities in Minerals in Soil Environment Soil Sci. Soc.”,
Amer. J. 44: 512 – 514.
Figueras, F., 1998, “Pillared Clay as Catalysts”, Catal. Rev-Sci. Eng, 30(3), 457 –
499.
Gates, B. C., Katzer, J. R. and Schuit, G. C. A., 1979, “Chemistry of Catalytic
Processes”, Mc. Graw-Hill, New York.
Ishisaki, K., Komarmeni, S., and Nanko, M., 1998, “Porous Material Process
Technology and Application”, Kluwer Academic Publisher London, 6–11.
Juhasz, A. Z., 2001, “Some Surface Properties of Hungarian Bentonite”, J.
Colloid and Surface, Vol. 49 (41-55).
Jui – Ming Yeh., Shir – Joe Lou, 2002, “Anticorrosively Enhanced PMMA – Clay
Nanocomposite Material with Quaternary Alkylphosphonium Salt as an
Intercalating Agent”, Chem. Mater. 14, 154 – 161.
Katder, S. P., Rasmaswany, V., 1997, “Intercalation of Al Oligomers Into Ca2+ Montmorillonite Using Ultrasonic”, J. Matter. Chem, 7 (11), 2197 – 2199.
Kawatra, K., Ripke, S. J., 2003, “Studies for Improving Green Ball Strength in
Bentonite – Bonded Magnetite Concentrate Pellets”, J. Int. Mineral
Process, 72 (429-441).
Kharitonova, G. V., Shein, E. V., Vityazev, V. G., Lapekina, C. I., 2004, “Water
Vapour Adsorption by Soil Aggregate Fractions”, J. of International
Agrophysics, Vol. 19, p. 47 – 52, Russia.
Klinowski, J., 1984, “Activation of Alumina-Silica”, J. Am. Chem. Soc. Comm.,
525.
Lagaly, G., 2003, “Principle of Flow of Kaolin and Bentonite Dispersions”, Vol.
4, Nuclear and Chemical Waste Management, Issue 4, 291 – 299.
Levine, I. N., 1980, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York.
103
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Lizhoung Zhu, Runliang Zhu, 2007, “Simultaneous Sorpstion of Organic
Compounds and Phosphate to Inorganic-organic Bentonite from Water”,
Vol. 54, ISSUE 1, 71 – 76.
Miyoshi, H. and Yoneyama, H., 1989, “Photochemical Properties of Iron Oxide
Incoroorated in Clay Interlayers”, J. Chem. Soc. Faraday, 1, 85 (7), 1873
– 1880.
Murley, R. D., 1962, “Structural Chemistry of Soil Humic Substances,” Advant
Agronomy, 17: 327 – 368.
Occeli, M. L., Robson, H. E., 1992, “Synthesis of Microporous Solids: Expanded
Clays and Other Microporous Solids”, Vol. 2, Van Nostrand Reinhold,
New York.
Ohtsuka, K., 1998, “Preparation and Properties of Two – Dimentional
Microporous Pillared Interlayered Solids”, Chem. Mater, 9, 2039 – 2050.
Olphen, V., 1977, “The Nature and Properties of Soil”, 8th Ed., Mac Millan, New
York.
Palinko, I., Lazar, K. and Kiricsi, I., 1999, “Cationic Mixed Pillared Layer Clay:
Infrared and Massbouer Characteristics of the Pillaring Agent and
Pillared Structures in Fe, Al and Cr, Al Pillared Bentonite”, J. of
Molecular Structure, 410 – 411.
Palinko, I., Malnar, A., 1997, “Mixed-Metal Pillared Layer Clay and Their
Pillaring Precursor”, J. Chem. Soc., Faraday Trans, 93 (8), 1591 – 1599.
Palverejem, M., Yu Liu and Pinnavaia, T., 2002, “Aluminated of Porous Clay
Hetrostructure (PCH) Assembled from Synthetic Saponite Clay: Porous as
Supermicroporous to Small Mesoporous Acid Chatalist”, Chem. Mater,
12, 2283 – 2288.
Patton, T. C., 1994, “Surface Properties of Titanium Dioxide Pigments, in T. C.
Patton Ed., Pigment Handbook”, Vol. 3, Wiley – Interscience, New York.
Pinnavaia, 1985, “Layer Cross Linking in Pillared Clays”, J. of Amateur
Chemistry Society, p. 722.
Pinnavaia, 1985, “New Chromia Pillared Clay Catalyst”, J. of Amateur Chemistry
Society, p. 4783.
Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 1999/2000,
“Pengukuran Pencadangan Wilayah Pertambangan Bahan Galian
104
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Golongan C Komoditi Bentonit di Desa Tapus Kecamatan Saipar Dolok
Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan”, Medan.
Sukatendel, P. dan Supeno, M., 2002, ”Studi Bentonit Terpilar Jenis Wyoming
dan non-Wyoming Sumatera Utara”, Laporan Penelitian, Medan.
Sze, S. M., 1997, “Semiconductor Device Physics and Technology”, John Wiley
and Sons, New York, 454 – 462.
Tan, K. H., 1977, “Thermal Analysis of Soil in Mineral and Soil Environment”,
Soil Sci. Soc. Amer, Inc., Madison Wis., p. 865 – 884.
Theng, B. K. G., 1974, “The Chemistry of Clay-Organics Reactions”, John Wiley
and Sons, New York.
USDA., 1975, “Soil Conservation Service, Soil Survey, Soil Taxonomy-Basis
System of Soil Clasification for Making and Interpreting Soil Survey,
Agriculture Handbook,” No: 435, USDA, SCS, Government Printing
Office, Washington.
Vansant, E. R., Voort, V. D. and Vranken, K. C., 1998 , “Characterization
Chemical Modification of the Silica Surface”, Elseiver Science B. V.,
Amsterdam, 133 – 168.
Voughan, D. E. W., 1998, “Pillared Clay – A Historical Perspective”, Elseiver
Science Publisher Amsterdam Catalysis Today, 2, 187 – 198.
Wouter, I. I. and Thomas J., Pinnavaia, 1999, “Solid Solution Formation in
Amphiphilic Organic – Inorganic Clay Hatrostructures”, Chem. Mater,
11, 3227 – 3231.
Zulkarnaen, Wardoyo S., Marmer D. H., 1990, “Pengkajian Pengolahan dan
Pemanfaatan Bentonit dari Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek
Provinsi Jawa Timur Sebagai Bahan Penyerap dan Bahan Lumpur Bor”,
Buletin PPTM Vol. 12, No. 6, Jakarta, Hal. 9 – 12.
http://www.memsnet.org/mems/beginner/etch.html, 2004, “Etching Processes”.
http://pearl 1.lanl.gov/piriodic/elements/14.html, 2004, “Silicon”.
105
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
104
Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
105
Lampiran 2. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
106
Lampiran 3. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
107
Lampiran 4. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
108
Lampiran 5. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
109
Lampiran 6. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
110
Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
111
Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada
Asam Sulfat 0,5 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
112
Lampiran 9. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada
Asam Sulfat 1 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
113
Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada
Asam Sulfat 1,5 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
114
Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada
Asam Sulfat 2 M
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
115
Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
116
Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (400°C)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
117
Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C)
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
118
Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Drs. Minto Supeno, M.S.
Tempat/ tanggal lahir : Magelang/ 9 Mei 1961
NIP
: 131 689 799
Alamat kantor
: Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU, Medan – 20155
Fakultas
: Departemen Kimia MIPA – USU
Nama Orang Tua
: Miskandar
Nama istri
: Dra. Dwitri Saulina Silitonga, M.Si.
Anak
: 1. Puspa Ayu Maretha (SMP)
2. Arya Saka Wicaksono (SD)
1. Pendidikan
No
Pendidikan
Kota
Tahun Lulus
Bidang Studi
1
S2 FMIPA-ITB
Bandung
1992
Kimia Fisik
2
S1 FMIPA-USU
Medan
1986
Kimia Fisik
3
SMA
Magelang
1980
IPA
4
SMP
Magelang
1977
IPA
5
SD
Magelang
1971
119
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
120
2. Pelatihan
1. Kursus Singkat Teknologi Polimer HEDS-JICA Medan (1993).
2. Pelatihan Wafer dan IC di ITB Bandung (1993).
3. Magang Polimer di ITB Bandung (1994).
4. Training MS, NMR, dan GC di Medan (1994).
5. Pelatihan UV, AAS, dan Flame di Lampung Heds (1995).
3. Seminar Nasional yang Diikuti
1. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Hibah Bersaing; DIKTI,
Cisarua.
2. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Riset Unggulan Terpadu;
BPPT, Jakarta.
3. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Program Katalis Teknologi;
BPPT, Jakarta.
4. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Basic Science Award III; DIKTI,
Cisarua.
4. Pengalaman Riset Nasional
1. Peranan Aditif dalam Poliblend dan Gejala Antarmuka; Basic Science,
Jakarta (1993).
2. Efek Substitusi Hitam Karbon dengan Arang terhadap Perbaikan Sifat
Mekanik dan Listrik; BBI-DIKTI, Jakarta (1994).
3. Irradiasi UV dan Termal sebagai Inisiator Termoplastik Ketermoset dari
Blend PE/ Karbon; Basic Science Award III, Jakarta (1995).
4. Pemanfaatan Arang Berkerapatan Rendah dan Tinggi sebagai Bahan
Pengisi Ban; RUT III, Jakarta (1995 – 1997).
5. Efek Penyimpanan dan Luas Permukaan Bahan Pengisi Karbon terhadap
Sifat Mekanik Polipropilena/ Karbon; BBI-DIKTI , Jakarta (2001).
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
121
5. Patent Nasional
Batok Sebagai Antena Televisi, Paten Indonesia melalui UBER HAKI DIKTI (2005).
6. Penghargaan
1. Piala Presiden R.I., Gelar Teknologi Tepat Guna di Bandung (2001).
Judul: Antena Batok Indoor sebagai Antena UHF
2. Piala RISTEK, Gelar Teknologi Tepat Guna di Medan (2004).
Judul: Antena Batok Outdoor sebagai Antena UHF
3. Piala Gubernur SUMUT, INOTEK di Medan (2004)
Judul: Antena Batok
Medan, 28 Maret 2007
Minto Supeno
NIP. 131 689 799
Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007.
USU e-Repository © 2008
Download