BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI OLEH MINTO SUPENO NIM: 038103003 Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR Disertasi Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia pada Universitas Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Profesor Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 28 Maret 2007 di Medan, Sumatera Utara Oleh MINTO SUPENO NIM: 038103003 Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Judul : BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR Nama : MINTO SUPENO NIM : 038103003 Program : Doktor (S-3) Program Studi : Kimia MENYETUJUI, Promotor Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Co. Promotor, Co. Promotor, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc. PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KIMIA Ketua, SEKOLAH PASCASARJANA Direktur, Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc. iii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 PROMOTOR Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara CO – PROMOTOR Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara CO – PROMOTOR Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara iv Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 TIM PENGUJI Ketua : Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Anggota : Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. Prof. Dr. Tonel Barus Prof. Dr. Yunazar Manjang Prof. Dr. Ir. Sumono v Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 PERNYATAAN BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI Saya mengakui bahwa disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, 28 Maret 2007 MINTO SUPENO NIM: 038103003 vi Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan desertasi ini berjudul “BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR”. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Medan, Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Ibu Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. 3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. 4. Bapak Pembimbing penulis Prof. Dr. Seribima Sembiring, M.Sc., Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., dan Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pikiran baik maupun saran kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia. 6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia. Akhirnya penulis ingin juga mengucapkan terima kasih yang sedalamnya dan penghargaan setingginya kepada Ayahanda Miskandar dan Ibuku Supiah, beserta istriku tercinta Dra. Dwitri Saulina, M.Si. dan anakku Puspa Ayu vii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Maretha dan Arya Saka Wicaksono yang telah memberikan semangat penulis dalam pendidikan dan dalam menyelesaikan tulisan ini. Medan, 28 Maret 2007 Penulis, Minto Supeno viii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co – KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR ABSTRAK Berdasarkan analisis, maka bentonit Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat merupakan jenis Na–bentonit. Bentonit ini dijenuhkan dengan larutan natrium klorida NaCl 1 M selama 1 (satu) hari untuk memperkaya Na–bentonit. Na–bentonit selanjutnya diaktivasi menggunakan asam sulfat (0,5 – 2,0) M selama 24 jam, lalu dikeringkan. Material ini diinterkalasi dan dipilarisasi menggunakan larutan TiCl4 0,82 M dan dikalsinasi pada suhu 350°C menghasilkan bentonit terpilar TiO2 dan selanjutnya dianalisa menggunakan XRD, FTIR, Luas Permukaan (BET) dan SEM. Dari data hasil analisa diketahui bahwa aktivasi yang terbaik untuk bentonit terpilar yang baik terjadi pada konsentrasi asam sulfat 1,5 M. Pengetsaan bentonit terpilar TiO2 dilakukan dengan menggunakan larutan (HNO3/ HF/ CH3COOH/ I2) dan larutan HF/ H2O/ NH4F dengan maksud untuk memperbanyak rongga pada jarak antar muka dalam silikat, setelah itu dipanaskan pada 400–500°C selama 1 jam. Hasil etsa pada 450°C menghasilkan material dengan luas permukaan terbesar 92,01 m2/g dan volum pori 0,044 cc/g, dan difoto SEM. Silikat yang telah dietsa ini dapat digunakan sebagai co-katalis, yang berfungsi mempercepat terjadinya reaksi peruraian gas hidrogen dan oksigen. Gas total yang dihasilkan sebanyak 78,5% selama 4 hari dibandingkan dengan bentonit TiO2 yang tidak dietsa menghasilkan 60,4 % dalam waktu yang sama. ix Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 CATALYST/ Co-CATALYST MATERIAL PILLARIED CLAY IN FORMING HYDROGEN AND OXYGEN GASES FROM WATER ABSTRACT Bentonite obtanained from Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat was a Na–bentonite. This bentonite was saturated with 1 M NaCl solution for 1 day to enrich the Na–bentonite. Then the Na–bentonite was activated by (0.5 – 2.0) M H2SO4 for 24 hours, then was dried. In the end this material was intercalated and pillaried with 0.82 M Ti complex solution and calcinated at 350°C to produce TiO2–bentonite and analyzed using XRD, FTIR, Surface area (BET) and SEM. From the analysis data, it was known that the best activation condition for Na– bentonite was at the H2SO4 at concentration of 1,5 M. Etching TiO2–bentonite using (HNO3/ HF/ CH3COOH/ I2) and HF/ H2O/ NH4F solutions was made to increase the hole at the between the layer distances inside the silica, then heated at 400–500°C for 1 hour. The resulting etched TiO2– bentonite which was heated at 450°C produce the material with a wide surface area 92,01 m2/g and the porous volum 0,044 cm3/g and was scanned with SEM. The etched pillary TiO2–bentonite was used as a co-catalyst in the hydrolisis of H2O, and showed that the total hydrogen and oxygen gases produced was 78.5 % after 4 days, compared was only 60.4 % using non-etched TiO2– bentonite. x Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR ISI Halaman UCAPAN TERIMA KASIH vii ABSTRAK ix ABSTRACT x DAFTAR ISI xi DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR TABEL xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 4 1.3. Tujuan Penelitian 4 1.4. Manfaat Penelitian 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koloid Anorganik 6 2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1) 13 2.1.2. Haloisit (Tipe 1 : 1) 15 2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2:1) 16 2.1.4. Ilit (Tipe 2:1) 19 2.1.5. Vermikulit (Tipe 2 : 1 ) 20 2.1.6. Khlorit (Tipe 2 : 2) 22 2.2. Bentonit 23 2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam 23 2.2.2. Komposisi Bentonit 25 2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit 26 xi Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 2.2.4. Jenis Bentonit 26 2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit 28 2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit 41 2.3. Lempung Terpilar 42 2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar 44 2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar 46 2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar 50 2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar 54 2.3.5. Lempung Induk 56 2.3.6. Larutan Pemilar 57 2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion 57 2.4. Aplikasi Lempung Terpilar 61 2.5. Proses Etsa terhadap Silikon 62 2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan 65 2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar 70 2.8. Titania (TiO2) 73 2.9. Semikonduktor Titania 75 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat Penelitian 77 3.2. Bahan Penelitian 77 3.3. Lokasi Penelitian 78 3.4. Metode Penelitian 78 3.4.1. Penyediaan Na–Bentonit 78 3.4.2. Aktivasi Na-Bentonit dengan Asam 79 3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi 80 3.4.4. Pengetsaan Bentonit TiO2 80 3.4.5. Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen Menggunakan Katalis/ Co-katalis Bentonit TiO2 81 3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen 81 3.4.7. Mekanisme Reaksi 82 xii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 84 4.2. Pembahasan 95 4.2.1. Pembuatan Na–Bentonit 95 4.2.2. Interkalasi dan Pilarisasi 96 4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2 96 4.2.4. Bentonit Terpilar TiO2 Pembuatan Gas Hidrogen sebagai Katalis 97 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 99 5.2. Saran-saran 99 DAFTAR REFERENSI 100 LAMPIRAN 104 xiii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Struktur Kristal Memperlihatkan Pola Kelompok Atom akan Berulang-ulang pada Tiga Arah Gambar 2.2. Struktur Tunggal Silika Tetraeder Gambar 2.3. Struktur Kaolinit dari Lembar-lembar 9 11 Silika Tetrahedral dan Oktahedral 14 Gambar 2.4. Model Struktur Montmorilonit 17 Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit 31 Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit 41 Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi Ca–Bentonit 42 Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang Terjadi pada Lempung dan Gambar 2.9. PILC 45 Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar 46 Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer 48 Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan menggunakan Agen Pemilar 50 Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar 55 Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar 60 Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsosrpsi 69 Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar 71 Gambar 2.16. Penggambaran Ideal Sampel yang Diperoleh Melalui Udara Kering dan Beku Kering 72 xiv Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania 73 Gambar 2.18. Level Pita Energi pada Permukaan Titania Sesudah Radiasi dan Sebelum Radiasi 76 Gambar 4.1. Hasil Difraktogram untuk Na–Bentonit 86 Gambar 4.2. Hasil Difraktogram Bentonit Terpilar 88 Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit 91 Gambar 4.4. Spektrum Serapan FT-IR Bentonit Terpilar–TiO2 91 Gambar 4.5. Foto SEM untuk Na–Bentonit 94 Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar Tio2 yang Dietsa dan Dipanaskan 450°C Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit 95 Menggunakan TiO2 dan Terbentuknya Hole pada Silika Setelah Dietsa Gambar 4.8. 97 Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen 98 xv Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah 7 Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah 8 Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit 26 Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar 47 Tabel 2.5. Evaluasi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada Temperatur Berbeda 52 Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung Terpilar 53 Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa untuk Semikonduktor 64 Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X 87 Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal Spacing 90 Tabel 4.3. Analisa Gugus dari FTIR 92 Tabel 4.4. Penentuan Luas Permukaan dan Volum Pori Total dengan Menggunakan Persamaan BET Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa 93 94 xvi Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5 M Lampiran 2. 104 Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1M Lampiran 3. 105 Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2M Lampiran 4. 106 Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5 M Lampiran 5. 107 Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M Lampiran 6. 108 Hasil Diffraksi Sinar x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M 109 Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar 110 Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 0,5 M Lampiran 9. 111 Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1 M 112 Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1,5 M 113 Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 2 M 114 Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa (450°C) 115 Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa (400oC) 116 xvii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa (450oC) 117 Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit 118 xviii Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Sumatera Utara terdapat dua jenis bentonit alam yaitu bentonit wyoming dan non bentonit wyoming, dan keduanya mempunyai komposisi utama SiO2/ Al2O3 dengan perbandingan (4 – 6 : 1). Bentonit merupakan nama umum dari jenis tanah liat yang dapat digunakan untuk mengadsorpsi warna, minyak, lemak dan lilin. Tanah pemucat adalah suatu silikat dari bermacam-macam komposisi, dengan penyusun utama SiO2 dan Al2O3 yang mengandung air dan terikat secara kimia. Selain kedua senyawa di atas bentonit juga mengandung CaO, MgO, Fe2O3, Na2O dan K2O. Berdasarkan teori dari Davis dan Masser bahwa perbedaan pada perbandingan kadar SiO2 dan Al2O3 akan mempengaruhi daya aktif. Tanah yang mempunyai perbandingan SiO2 dan Al2O3 yang besar adalah tanah yang paling baik mengadsorpsi. Sedangkan tanah yang mempunyai perbandingan SiO2 dan Al2O3 kecil mempunyai kemampuan mengadsorpsi yang kecil. Perbandingan SiO2 dan Al2O3 untuk bentonit yang baik 5 – 6 : 1 yang mampu mengadsorpsi, dan mempunyai luas permukaan besar. Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila bercampur dengan air maka dapat mengembang (wyoming). Bentonit dalam keadaan kering berwarna krem sampai hijau dengan berat jenis antara 2,4 – 2,8 1 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 2 g/mm3 dan titik leleh antara 1330 – 1430°C. Bentonit alam pada umumnya mengandung sedikit kalsit, karbonat, gipsum dan kwarsa. Permukaan dan poripori bentonit alam dapat diperbesar dengan teknik aktivasi kimia maupun fisik (Burch, R., 1997), atau dengan pemilaran menggunakan unsur Zr, Ti, Fe, Na, Ca melalui teknik interkalasi dan kalsinasi pada suhu 450°C menghasilkan bentonit terpilar yang disebut serbuk fotokatalis ( Vansant, E.R., 1998; Palverejen, M., 2002). Serbuk fotokatalis semikonduktor telah banyak dipelajari ditemukan bahwa aktivitas dari fotokatalis ini semakin baik dengan turunnya ukuran partikel yang menyebabkan naiknya luas permukaan. Penurunan ukuran partikel antara 5–10 nm menyebabkan perubahan struktur pita energi menjadi semikonduktor yang dikenal sebagai efek samping kwantum. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan menghasilkan fotokimia dari berbagai macam ukuran dan bentuk, partikel semikonduktor kolokogenide seperti CdS, ZnS, CdSe, GeSe, ZnSe dan semikonduktor oksida dari jenis ZnO, Fe2O3, TiO2 telah banyak digunakan untuk fotokatalis untuk memproduksi hidrogen dari air (Miyoshi, H., 1989). Prinsip mengubah permukaan dan pori-pori bentonit adalah dengan melarutkan logam-logam yang terdapat pada pori bentonit dengan suatu asam dan karena logam sudah larut maka pori-pori menjadi lebih luas. Metode lain untuk memperluas pori dengan cara pemilaran, dalam hal ini pori-pori bentonit yang mengandung logam Na dan K diinterkalasi dengan kation logam yang diameternya lebih besar sehingga pori tersebut mengembang, selanjutnya dikalsinasi pada suhu 300 – 500°C (Bask,1992, Long dan Yang, 1999). Logam- Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 3 logam akan membentuk oksida-oksida yang berikatan dengan antar lapis, menghasilkan bentonit terpilar (Palverejen, M., 2002). Melalui teknik ini porositas bentonit akan menjadi besar, oksida-oksida logam sebagai agen pemilar dapat digunakan untuk katalis. Pada penelitian ini dilakukan interkalasi pori-pori bentonit menggunakan TiO2 dan suhu kalsinasi dari 300 – 500°C untuk menghasilkan bentonit terpilar– TiO2. Bagian isolatornya yaitu oksida-oksidanya dapat dietsa untuk menghilangkan oksida-oksida dengan menggunakan campuran HF/ H2O/ NH4F atau HF/ HNO3/ H2O atau dengan menggunakan CF4/ H2 yang menghasilkan lapisan silikon yang bebas dari oksida dan silikon ini selanjutnya dietsa dengan larutan HF/ HNO3/ CH3COOH/ I2 sehingga silikon akan terlarut. Besarnya luas permukaan yang dihasilkan tergantung waktu yang digunakan untuk mengetsa. Jika waktu yang digunakan terlalu lama SiO2 atau Si larut semua dan hal demikian tidak diharapkan sehingga waktu yang digunakan untuk mengetsa perlu dikontrol (Wouter, I., 1999; Sze, S.M., 1997). Jika teknik pengetsaan ini tercapai maka permukaan dan pori-pori bentonit terpilar menjadi lebih besar yang diduga menghasilkan makropori bentonit terpilar. Pemilaran dengan menggunakan TiO2 dan pengetsaan silikat bentonit ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia, meningkatkan basal spasing (d001), luas permukaan spesifik, volume total, keasaman permukaan dan menurunkan jejari rerata pori. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 4 Bentonit terpilar TiO2 ini dapat digunakan untuk katalis pada pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti penyediaan bentonit terpilar ini sebagai katalis. 1.2. Permasalahan Bentonit alam mempunyai 60% kandungan silikatnya, untuk menyediakan material ini sebagai katalis maka perlu meningkatkan luas permukaan dan volum porinya dengan cara melakukan interkalasi dengan TiO2 dan menjadi bentonit terpilar–TiO2. Oksida logam titania ini merupakan material yang sensitif terhadap cahaya dan baik menjadi katalis fotokimia. Jika bentonit terpilar TiO2 dilakukan pengetsaan dengan bahan kimia maka bentonit terpilar yang teretsa dapat menjadi co-katalis. Sehingga perlu dipelajari pembuatan katalis yang sensitif terhadap cahaya matahari dari bentonit alam dan apakah bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa dapat sebagai co-katalis pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air. 1.3. Tujuan Penelitian Pemilaran bentonit menggunakan TiO2 menghasilkan bentonit–TiO2 yang akan meningkatkan basal spacing, atau porositas dan luas permukaan. Dengan menggunakan campuran HF/ CH3COOH/ HNO3 / I2 akan mengetsa silikat dan menjadi hole (h+) yang ada pada SiO2. Karena material ini telah menjadi makropori maka dapat menyerap molekul air dan pilar oksida logam (titania) sebagai katalis dan silikat yang dietsa sebagai co-katalis pada pembuatan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 5 gas hidrogen dari air. Dengan demikian tujuan penelitian ini mempelajari apakah bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dapat digunakan katalis dan co-katalis pada pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu terutama rekayasa nanopori serta dapat juga digunakan untuk mempelajari penyediaan katalis dari bentonit. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koloid Anorganik Fraksi anorganik tanah terdiri dari pecahan batuan dan mineral dengan komposisi dan ukuran yang berbeda-beda. Selain komposisi beragam, fraksi anorganik itu di dalam tanah didominasi oleh ikatan-ikatan silikat dan oksida. Fraksi anorganik kadang-kadang dapat dibedakan menurut mineral primer dan sekunder. Namun kadang-kadang pembagian ini menimbulkan kesulitan oleh karena seringkali dalam endapan mineral sekunder dianggap mineral primer, karena mineral sekunder sering tercampur mineral primer. Dengan berdasarkan ukuran, maka dikenal tiga fraksi utama anorganik di dalam tanah: 1. Fraksi kasar (0,05 – 2,00 mm) disebut fraksi pasir 2. Fraksi halus (0,002 – 0,05 mm) disebut debu 3. Fraksi sangat halus < 0,002mm disebut liat (USDA, 1975). Dalam ilmu tanah biasanya liat dianggap koloid, meskipun ada liat dalam jumlah yang sedikit yang tidak bermuatan. Atas dasar penyusunan SiO4– tetrahedral dalam strukturnya, maka dikenal enam tipe silikat tanah yaitu: siklo, ino, neso, filo, soro dan tekto-silikat. Seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini. 6 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 7 Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah Silikat tanah Mineral Siklosilikat Turmalin Inosilikat Amfibol, Piroksi, Hornblende Nesosilikat Garnet, Olifin, Zirkon, Topaz Filosilikat Kaolinit, Montmorillonit, Ilit, Vermikulit, Klorit Sorosilikat Epidot Tetosilikat Felspat, Zeolit (Tan, 1982) Fraksi pasir dan sebagian besar debu termasuk ke dalam siklo, ino, neso, soro atau tektosilikat. Faksi-fraksi ini merupakan “Kerangka” dari tanah. Oleh karena ukuran mineral termasuk kasar, maka luas permukaannya yang kecil dan tidak memperlihatkan sifat-sifat koloid. Meskipun tidak aktif dalam melaksanakan reaksi-reaksi kimia, fraksi ini berpartisipasi sedikit dalam hal serapan. Kebanyakan mineral-mineral pasir dan debu diketahui penting pula dalam pembentukan liat. Fraksi liat termasuk tipe filosilikat. Tanah liat memegang peranan penting dalam kimia tanah, karena sifat permukaannya yang berbeda dengan butir-butir mineral yang ukurannya lebih besar. Kebanyakan mineral tanah liat berstruktur kristal, sedangkan fraksi lain memperlihatkan perkembangan kristal yang sangat lemah (poorly exhibit crystal) atau tidak mengkristal sama sekali. Beberapa tipe tanah liat dapat pula berbentuk amorf, misalnya gel silika, alumina, okida besi dan sebagainya. Fraksi tanah liat yang lain dapat disebutkan poligorskit (mineral berstruktur rantai), misalnya kuarsa dengan ukuran butir <2μm. Tanah liat kebanyakan berwujud kristal Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 8 ataupun amorf. Jika tanah liat itu bersifat amorf, maka bentuknya sukar dikenal. Dengan metode analisis yang canggih dapat dilihat perbedaan yang jelas antara tanah liat mengkristal dan amorf. Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah Tipe Lapisan 1 : 1 Nama Kelompok Kaolinit Mineral Kaolinit Haloisit Khrisotil Lizardit Antogorit 2 : 1 Montmorilonit Montmorilonit Beidelit Saponit Hektorit Saukonit Mika Muskovit Paragonit Biotit Flogopit 2 : 2 Ilit Ilit Vermikulit Vermikulit Khlorit Khlorit (Tan,1982) Dalam ilmu tanah tanah liat dianggap amorf jika mineral memperlihatkan bentuk yang tidak dibatasi bidang-bidang datar, jika diperiksa dengan sinar-x, penyusunan atom dalam tanah liat amorf tidak beraturan, sehingga difraktogram yang dihasilkan sinar-x tidak memperlihatkan bentuk yang jelas. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 9 Berbeda dalam sistem kristal, penyusunan atom biasanya berulang-ulang beraturan (regular pattern) dengan arah tiga dimensi. Dalam bahan yang bersifat amorf seperti gelas, ikatan kimia dan komponen-komponen atom acapkali hanya pengulangan unit-unitnya. Penyusunan atom-atom akan menghasilkan satu unit bangunan kristal yang disebut sel satuan, bangunan ini memperlihatkan pola kelompok atom-atom yang posisinya berulang-ulang dalam arah tiga dimensi dalam ruang menurut sumbu x, y dan z Gambar 2.1. (A) Struktur kristal memperlihatkan pola kelompok atom yang kedudukan atom akan berulang-ulang pada tiga arah di dalam ruang menurut sumbu x, y, z. (B) Gambar dari satu satuan sel, menunjukkan panjang satuan a, b dan c pada garis terputus-putus yang terletak pada sumbu x, y, dan z dan membentuk kristal kubus (Tan,1982). Sumbu z kadang-kadang disebut sumbu c, ukuran atau panjang pinggiran (edges) sel satuan pada tiap arah dinyatakan dengan istilah-istilah a, b dan c yang masing-masing memiliki panjang tertentu menurut kristalnya. Dalam Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 10 kristal berbentuk kubus, panjang a, b dan c adalah sama dan sudut-sudut α, β dan γ masing-masing 90°. Dalam tanah liat sudut-sudut ini bervariasi menurut struktur, dengan menempatkan beberapa sel satuan secara bersama-sama susunan kristal akan menghasilkan apa yang disebut struktur kisi. Sebuah kristal yang sempurna dapat terdiri dari beberapa sel satuan, yang masing-masing satuan selnya mempunyai volum lebih kurang 1 μm3. Kelompok-kelompok atom di dalam kisi kristal dapat tersusun dalam bidang-bidang pada jarak yang sama di sepanjang arah kristal. Beberapa tipe bidang atom dapat digambarkan di dalam kristal dengan jarak antar bidang yang disebut dengan jarak d (d-spacing). Bidang yang dibatasi oleh a dan b paralel dengan sumbu-sumbu x dan y (Gambar 2.1) memotong sumbu z dan c, tetapi tidak memotong sumbu x dan y. Menurut sistem “Indeks” dari Miller (Miller Indices System, Grimshaw, 1971) bidang ini diberi kode 001, jarak dasar (Basal (001) Spacing) memegang peranan penting dalam mengidentifikasikan mineral liat dengan analisis difraksi sinar-x. Bidang yang memotong sumbu a sejajar sumbu b dan c diberi kode 100, sedangkan yang memotong sumbu a dan c diberi kode 010. Silikat dibangun menurut silika tetrahedral, dalam hal ini setiap atom oksigen menerima satu valensi dari atom silikon. Agar kebutuhan divalensinya tercapai, maka atom-atom oksigen dapat mengadakan ikatan dengan kation lainnya (Gambar 2.2). Ikatan silika tetrahedral menghasilkan tiga kelompok penyusunan struktur dari silikat-silikat: rantai, lembar, dan struktur jaringan (frame work structure). Mineral-mineral silikat tanah liat dicirikan oleh struktur lembar. Kebalikan dengan silikat lainnya, struktur tanah liat tidak Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 11 menggambarkan kerangka tiga dimensi dari ikatan sederhana dari unit-unit silikon-oksigen. Akan tetapi ia dibangun oleh lapisan mampat (Stacked layer) dari lembar-lembar silika tetrahedral dan oktahedral. Lembar-lembar ini dibangun oleh pengikatan tiga atom oksigen di dalam sel tiap tetrahedral dengan satuan silika tetraheral yang berhadapan, silika tetraeder disusun menurut cincin heksagonal. Gambar 2.2. Struktur tunggal silika tetraeder (atas), penyusunan beberapa silika tetraeder ke dalam bentuk lembar dengan bekerjasama atom-atom oksigen (Tan, 1982). Dalam pola silika tetrahedral seperti ini, satu atom oksigen dalam tiap tetrahedral secara elektris tetap tidak berimbang. Agar tercapai kebutuhan valensi dua, maka yang terakhir diikatkan pada Al dalam koordinasi oktahedral. Dengan susunan serupa ini yakni lapisan dan lembar-lembar silika tetrahedral dan Al oktahedral, maka struktur berlapis dari tanah liat terbentuk. Beberapa lapisan lembar silika tetra dan aluminium oktahedral dapat lengket satu sama lainnya. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 12 Namun setiap lapisan merupakan satuan yang bebas dan dianggap sebagai satuan kristal. Ikatan lapisan-lapisan secara relatif kuat, misalnya kaolinit, atau relatif lemah seperti montmorilonit. Di dalam tiap lapisan, kelompok atom tertentu akan berulang-ulang atomnya dalam arah lateral. Kelompok ini atau unit lapisan (Unit Layer) disebut satuan sel, sementara jumlah lapisan ditambah dengan bahan antar lapisan disebut struktur unit. Dengan dasar jumlah lembar-lembar tetraeder dan oktaeder dalam satu lapis, maka dikenal tipe struktur tanah liat sebagai berikut : 1:1 (Diamorfik) 2:1 (Trimorfik) 2:2 (Tetramorfik) 2:1:1 (Tetramorfik) Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya terdiri atas satu lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder, golongan montmorilonit termasuk kedalam tipe 2 : 1, karena strukturnya terbangun dari dua lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder. Golongan khlorit adalah contoh dari tipe 2 : 2. Sedangkam paligorskit dan sepiolit termasuk tipe 2 : 1 :1. Setiap golongan mineral tanah liat dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni: diokdaeder dan trioktaeder. Jika dua dari tiga posisi oktaeder diduduki oleh Al3+, maka keadaan ini disebut diokataeder, jika semua posisi oktaeder diduduki Mg 2+, maka ini disebut trioktaeder. Sebagai tambahan dari uraian di atas, pelekatan (stacking) dari lapisanlapisan dapat juga dilakukan oleh tipe yang berbeda dari satuan lapisan-lapisan di Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 13 dalam pola beraturan ataupun tidak, gejala ini menghasilkan mineral bertingkat (interstratified group) atau mineral lapisan tercampur. Struktur mineral ini amat beragam jika dua atau lebih tipe berbeda dari satuan lapisan dapat melekatkan bersama-sama. Misalnya unit-unit vermikulit dengan khlorit dengan smektit, mika dengan smektit, dan kaolinit dengan smektit. 2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1) Mineral kaolinit adalah alumino-silikat yang terhidrasi dengan komposisi kimia umum Al2O3 : SiO2 : H2O = 1:1:2 atau 2SiO2.Al2O3.2H2O per satuan sel. Seperti telah dinyatakan, golongan ini termasuk tanah liat filosilikat dengan tipe 1 : 1. Kristalnya terdiri dari lapisan aluminium oktahedral tersusun di atas lembar silika tetraeder (Gambar 2.3). Lembar-lembar ini memanjang terus menerus dengan arah a dan b dan satu tersusun di atas lembar lainnya dalam arah sumbu z atau c. Satuan sel adalah non-simetris, dengan satu lembar silika tetraeder pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktaeder pada sisi lain. Sebagai akibatnya, bidang dasar (basal – plane) atom-atom oksigen pada satu unit krsital berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Gejala terakhir menghasilkan mineral-mineral memiliki dua tipe permukaan. Kedua lembar yang membentuk satu satuan lapisan (unit layer) diikat oleh atom oksigen. Atom oksigen ini satu valensinya berpegangan erat dengan silikon, sedangkan yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi sedangkan satuan-satuan lapisan berpegangan satu sama lain melalui ikatan H (Hydrogenbonding), menghasilkan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 14 ruang antar-misel dengan dimensi tertentu. Basal spacing dari mineral kaolinit adalah 7,14 Å. Gambar 2.3. Struktur kaolinit terdiri dari lembar-lembar silika tetrahedral dan aluminium oktahedral (Tan, 1982) Hanya sedikit jika tidak nol berlangsung substitusi isomorf dan muatan permanen persatuan sel. Namum berhubung dengan terdapatnya gugusan OH yang tersembul (exposed), maka muatan negatis kaolinit beragam tergantung pH. Seperti terlihat strukturnya, posisi gugusan OH membuka kesempatan bagi disosiasi ion H, yang menjadi alasan untuk perkembangan muatan beragam terutama bidang gugusan OH yang tertentu pada permukaan yang tersembul dari tapak Al–oktahedral (Octahedral site). Bidang gugusan OH yang lain juga Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 15 terdapat, tetapi gugusan ini terletak sebagai bidang bagian permukaan dari Al-okta yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Kemungkinan disosiasi H+ melalui jaringan oksigen ini masih belum diketahui. Sebagai akibatnya nilai KTK kaolinit menjadi kecil dan dapat berubah jika pH berubah, nilai KTK biasanya antara 1-10 me/ 100 g. Oleh karena kuatnya ikatan struktural, maka partikel kaolinit tidak mudah pecah. Keadaan ini juga menyebabkan kaolinit bersifat sukar mengerut dan mengembang serta kurang plastis. Keterbatasan permukaan aktif menyebabkan daya adsorpsinya rendah. Luas permukaan spesifik kaolinit kira-kira 7 – 30 m2/g. Ada tidaknya kaolinit dalam suatu tanah dapat diidentifikasi dengan difraksi sinar-x dengan menetapkan nilai d (jarak antara bidang atom di dalam kristal). Nilai d untuk kaolinit d001 adalah 7,14 Å. Anggota golongan kaolinit adalah kaolinit, dikit, nakrit dan haloisit. Kecuali haloisit, mineral lainnya tidak dapat mengebang dalam air. Dari mineral-mineral disebutkan di atas mineral kaolinit yang distribusinya terluas. Mineral ini banyak didapati pada tanah ordo ultisol dan oxisol di daerah tropik. 2.1.2. Haloisit (Tipe 1:1) Mineral ini mempunyai komposisi umum Al2O3.2SiO2.4H2O. Strukturnya mirip kaolinit, perbedaan dengan kaolinit terletak pada susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (water interlayer). Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal melalui ikatan H. Oleh karena terdapatnya air di antara lapisan maka haloisit Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 16 memiliki nilai α =10,1 Å lebih besar dari kaolinit. Jika haloisit dipanaskan, maka nilai d turun menjadi 7,2 Å. Mineral yang airnya telah keluar disebut metahaloisit. Haloisit dilaporkan cepat berubah menjadi metehaloisit jika suhu menjadi 50°C. Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop elektron, bentuk ini berbeda dengan kaoilinit yang berbentuk heksagonal. Proses pembentukan dan kemantapan haloisit di dalam tanah diketahui dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Kondisi tanah lembab diperlukan untuk perkembangan mineral itu. Terdapat indikasi bahwa haloisit dipercaya sebagai bahan asal dari kaolinit. Proses pembentukan kaolinit mengikuti urutan (sequence) pelapukan berikut ini: Montmorilonit Haleisit Metahaloisit Kaolinit 2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2 : 1) Mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut smektit dan mempunyai komposisi beragam. Namun rumus umum dinyatakan sebagai Al2O3.4SiO2.H2O + xH2O. Nama montmorilonit diperuntukkan bagi jenis aluminosilikat berhidrasi dengan substitusi rendah. Tipe tanah liat ini sering pula disebut bentonit. Montmorilonit memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ di dalam posisi oktaeder, sementara beidelit yang baik tidak mengdung Mg dan Fe di dalam lembar oktaeder. Beidelit dicirikan oleh kandungan Al yang tinggi. Muatan lapisan silika semua berasal dari penggantian Si4+ oleh Al3+. Dua macam teori struktur dari montmorilonit ialah (1) menurut Hofmann dan Endell serta (2) menurut Edelman dan Favajee. Kedua teori itu menunjukkan kemiripan yakni dalam hal struktur unit sel yang dianggap simetris, Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 17 sehingga berlawanan dengan kaolinit. Satu lembar aluminium oktaeder terselip atau terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Ikatan antara lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Perbedaan antara struktur Hofmann dan Endell dengan struktur menurut Edelman dan Favajee adalah dalam penyusunan jaringan silika tetraeder seperti yang dilukiskan pada Gambar 2.4. Edelmann dan Favajee berpendapat bahwa susunan alternatif dari silika tetraeder terwujud dengan ikatan Si-O-Si bersudut 180°, dengan bidang dasar terdiri dari gugusan OH yang diikat oleh silika di dalam tetraeder. Gambar 2.4. (a) Model Struktur montmorilonit menurut Edelman dan Favajee, dan (b) Model struktur menurut Hofmann dan Endell (Tan, 1982) Muatan negatif montmorilonit umumnya berasal dari substitusi isomorfik yaitu penggatian kation bervalensi tinggi dengan kation valensi yang Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 18 lebih rendah dengan syarat jari-jari atom relatif sama. Hanya terdapat sedikit muatan berubah, karena semua gugusan hidroksil berlokasi dalam bidang permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Van Olphen (1977) mengemukakan nilai KTK monmorilonit kira-kira 70 me/ 100g, luas permukaan antara 700–800 m2/g dan oleh karena besarnya nilai ini maka montmorilonit memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah. Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus pembentukan kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat menggantikan kedudukan kation-kation organik di dalam ruang antar misel. Jerapan persenyawaan organik sperti gliserol dan etilen glikol merupakan penciri dalam mengidentifikasi montmorilonit dengan analisa difraksi sinar-x. Jika montmorilonit dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C, maka biasanya mineral Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 19 ini dicirikan oleh puncak difraksi dari jarak dasar 10 Å, sedangkan nilai untuk kondisi kering udara adalah 12,4 – 14 Å. Dari keanekaragaman jenis tanah liat, monmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan montmorilonit termasuk oktaeder, dan banyak ditemukan pada jenis tanah Vertisol, Mollisol, Affisol maupun Entisol. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering. 2.1.4. Ilit (Tipe 2 : 1) Golongan mineral ini termasuk mineral mika (2 : 1) yang tidak mengembang, namun berbeda dengan mika sesungguhnya yang termasuk dalam mineral sekunder. Mineral ini juga dikenal dengan nama mika berair (hydrous mica) atau mika tanah. Dalam kelompok ini ilit digunakan untuk mineral berbutir halus sedangkan berbutir kasar dinamakan mika berair. Sejumlah peneiliti menolak mengklasifikasikan ilit sebagai tanah liat, mereka mengukakan ilit adalah mika berukuran tanah liat sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mineral tanah liat (Theng, 1974). Namum mineralogi tanah liat ilit dimasukkan dalam soil taxonomy (USDA,1975). Van Olphen (1977) berpendapat, bahwa mika terutama muskovit adalah prototipe dari ilit, hubungannya yang dekat dengan mika menjadi alasan namanya disebut sebagai mika berair atau mika tanah. Mineral ilit hampir mirip komposisinya dengan muskovit, tetapi mengandung lebih banyak SiO2 dan lebih sedikit K. Beberapa peneliti Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 20 berpendapat bahwa suatu seri yang berkelanjutan dari suatu ilit terjadi ketika berlangsung perubahan mineral muskovit menjadi montmorilonit. H2KAl3Si3O12 Muskovi Seri Ilit Al2O3.4 SiO2.H2O + x H2O Montmorilonit Oleh karena ilit mengandung K dalam ruang di antara lapisan, maka unit lapisan terikat lebih kuat dibandingkan dengan monmorilonit. Jadi ruang di antara misel dari ilit dapat mengembang jika ditambahkan air. Nilai jarak dasar (basal spacing) adalah 10 Å, sedangkan KTK kira-kira 30 me/ 100 g. Plastisitas, pengerutan dan pengembangan mineral ilit jauh lebih kecil dibandingkan dengan montmorilonit sehingga sifat mineral ini lebih mirip kaolinit daripada montmorilonit, kandungan K dalam ilit berkisar antara 5 – 8 %. Ilit ditemukan pada tanah-tanah mollisol, alfisol, spodosol, aridisol, inceptisol dan entisol. Pada tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi, mineral ilit cenderung berubah menjadi montmorilonit, sedangkan di bawah pengaruh iklim sedang atau bersuhu tinggi, strutur ilit dilaporkan dapat berubah menjadi strutur kaolinit. 2.1.5. Vermikulit (Tipe 2:1) Nama vermikulit berasal dari “vermiculare” atau “vermicularis” dalam bahasa latin berarti mirip cacing = wormlike, yang jika dipanaskan mineralnya dapat memanjang hingga 20–30 kali dari ukuran semula. Kelompok mineral ini membentuk jonjotan mirip mika sperti ilit. Vermikulit dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu vermikulit sesungguhnya (true vermiculite) dan vermikulit liat Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 21 (clay vermiculit). Vermikulit sesungguhnya tidak dianggap sebagai mineral tanah liat, tetapi sebagai mineral pembentuk batuan (Douglas, 1977). Vermikulit berukuran tanah liat ditemukan dalam tanah dianggap sebagai “vermikulit liat” atau vermikulit tanah. Kehadiran dalam fraksi tanah liat untuk pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1974 di Skodlandia. Pelacakan mineral ini dalam tanah dilakukan dengan alat Sinar–x dengan puncak difraksi pada 14 Å sehingga acapkali mineral ini disebut sebagai mineral 14 Å. Tanah liat vermikulit adalah magnesium–aluminium silikat, dengan Mg menduduki posisi oktaeder di antara dua lembar silika tetraeder, beberapa atom Fe juga ditemukan. Rumus kimia secara umum dituliskan sebagai berikut: 22 MgO. 5Al2O3. Fe2O3. 22 SiO2. 40 H2O atau Mg3 Si4O10(OH)2x H2O Struktur vermikulit amat mirip dengan struktur khlorit, perbedaannya ialah terdapatnya lapisan yang terdiri dari molekul-molekul air setebal 5 Å di dalam ruang antar misel. Di dalam lapisan tetraeder terjadi penggantian Si4+ oleh Al3+, sehingga muatan negatif pada mineral ini adalah tinggi. Vermikulit termasuk mieneral tanah liat yang tertinggi nilai KTK-nya. Nilai KTK vermikulit kira-kira 150 me/ 100 g dan lebih besar dari montmorilonit. Kebanyakan vermikulit tanah berstruktur dioktaeder dan diketahui dapat menfiksasi K+, NH4, dan kation lainnya. Daya menfiksasi ini lebih besar dibandingkan dengan bentonit atau ilit. Pengenalan tanah liat vermikulit biasanya dilakukan dengan analisa difraksi sinarx dan dengan metode Defferential Termal Analysis (DTA). Dengan sinar-x puncak difraksi yang dihasilkan adalah 14 Å. Jika suhu ditingkatkan menjadi Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 22 700°C, maka nilai d akan turun menjadi 11,8 atau 9,3 Å. Dalam tanah umumnya sebagian vermikulit berlapis tercampur dengan montmorilonit, khlorit, dan biotit, jika vermikulit diberi larutan KCl akan dihasilkan mineral dengan struktur mika. Vermikulit dalam jumlah yang relatif sedikit diketemukan pada tanahtanah ultisol, mollisol, dan aridisol. Ionnya lebih mudah terbentuk pada tanah berdrainase baik dan berlawanan dengan pembentukan montmorilonit yang menghendaki lembab. 2.1.6. Khlorit (Tipe 2:2) Mineral tanah liat ini tersusun dari magnesium dan aluminium silikat berair yang memiliki hubungan dengan mineral mika. Kebanyakan khlorit berwarna hijau, struktur khlorit mirip dengan talk atau tanah liat tipe 2:1 yang memperlihatkan kemiripan dengan vermikulit. Namun kini sejumlah penulis bersepakat menyebut khlorit sebagai mineral tipe 2:2. Lapisan oktaeder terdiri dari hidroksida Al dan Mg yang terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Lembar Mg atau Mg(OH)2 sebelumnya disebut lembar brusit. Dalam ruang antar misel juga ditempati oleh lembar brusit, sehingga disebut tanah liat tipe 2 :2. Komposisi mineral beragam, tetapi komposisi umum dilaporkan adalah: (Mg, Fe, Al)6(Si, Al)4 O10 (OH)8. Substitusi isomorfik berlangsung di dalam kedua lapisan tetraeder maupun oktaeder. Kation Si dapat digantikan oleh Al dan Fe dapat menggantikan Mg di dalam posisi oktaeder. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 23 Jika pergantian Mg oleh Al dalam lembar brusit, maka menimbulkan muatan positip. Muatan positip ini akan menetralisir muatan negatif dari lapisan mika sebagai akibatnya khlorit memiliki muatan yang rendah dan dengan nilai KTK yang kecil. Khlorit ditemukan dalam jumlah sedikit tercampur dengan jenis tanah liat lain. Pada tanah afisol, mollisol, dan andosol kebanyakan mineral khlorit termasuk trioktaeder. 2.2. Bentonit Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang banyak mengandung mineral montmorilonit (sekitar 85 %), yaitu suatu mineral hasil pelapukan, pengaruh hidrotermal, atau akibat transformasi/ devitrifikasi dari tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/ kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit, dan lain sebagainya (Zulkarnaen, Wardoyo, S., Marmer, D.H., 2002). Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2 μm. Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silikon–oksigen dan lembaran oktahedral aluminium– oksigen–hidroksida (Lestari, S., 2002). 2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam Secara umum, asal mula endapan bentonit ada 4 (empat), yaitu: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 24 1. Terjadi karena proses pelapukan batuan Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineralmineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium– feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Secara umum faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim, jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam batuan. 2. Terjadi karena proses hidrotermal di alam Proses hidrotermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah, sehingga mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti hornblende dan biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur magnesium. Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam yang mengandung klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 25 selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk bentonit. 3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari gunung berapi Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau. 4. Terjadi karena proses pengendapan batuan Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, di mana unsur pembentuknya antara lain: karbonat, silika pipih, fosfat laut, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur aluminium dan magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 2001). 2.2.2. Komposisi Bentonit Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel bentonit yang diambil langsung di lapangan, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 26 Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit Komposisi % Kalsium oksida (CaO) 0,23 Magnesium oksida (MgO) 0,98 Aluminium oksida (Al2O3) 13,45 Ferri oksida (Fe2O3) 2,18 Silika (SiO2) 74,9 Kalium oksida (K2O) 1,72 4 Air 2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit Sifat-sifat umum dari bentonit adalah: 1. Memiliki kilap lilin, 2. Memiliki warna yang cukup bervariasi, mulai dari warna dasar putih, hijau muda kelabu, merah muda dalam keadaan segar, dan akan berubah warna menjadi krem apabila telah melapuk, dan lama-kelamaan akan menjadi kuning dengan sedikit kemerahan, atau kecoklatan, serta hitam keabu-abuan, tergantung pada jenis dan jumlah fragmen mineralnya, 3. Bersifat sangat lunak, dan plastis, memiliki porositas yang tinggi, ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air, dan dapat melakukan pertukaran ion (ion exchanging), 4. Mempunyai berat jenis berkisar antara 2,4 – 2,8 g/ml. 2.2.4. Jenis-jenis Bentonit Ada 2 (dua) jenis bentonit yang banyak dijumpai, yaitu: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 27 1. Swelling Bentonite (bentonit yang dapat mengembang) atau sering juga disebut Bentonit Jenis Wyoming atau Na-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang mempunyai partikel lapisan air tunggal (Single Water Layer Particles) yang mengandung kation Na+ yang dapat dipertukarkan. Bentonit jenis ini mempunyai kemampuan mengembang hingga 8 (delapan) kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering, berwarna putih, atau kuning gading, sedangkan dalam keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan antara kation Na+ dan kation Ca+ yang terdapat di dalamnya sangat tinggi, serta suspensi koloidalnya mempunyai pH 8,5 sampai 9,8. Kandungan NaO dalam bentonit jenis ini, pada umumnya lebih besar dari 2 %. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur cat, sebagai bahan baku farmasi, bahan perekat pada pasir cetak dalam industri pengecoran, dan lain sebagainya. 2. Non Swelling Bentonite (Bentonit yang kurang dapat mengembang) atau sering juga disebut Ca-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang kurang dapat mengembang apabila dicelupkan di dalam air, namun setelah diaktifkan dengan asam, maka akan memiliki sifat menyerap sedikit air dan akan cepat mengendap tanpa membentuk suspensi. Yang mempunyai pH-nya sekitar 4,0 – 7,1. Daya tukar ionnya juga cukup besar. Bentonit jenis ini mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan natriumnya. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 28 bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap (pemucat) warna (Bleaching Earth). 2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit Pemanfaatan bentonit dalam bidang industri, sangat erat kaitannya dengan sifat yang dimiliki oleh bentonit itu sendiri, yaitu: a. Komposisi dan jenis mineral Untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral yang terkandung dalam bentonit, dilakukan pengujian dengan menggunakan Difraksi Sinar–X. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara kualitatif komposisi mineral yang terkandung di dalamnya. b. Sifat Kimia Pengujian terhadap beberapa sifat kimia yang terkandung di dalam bentonit perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas (mutu) yang dimilikinya. c. Sifat Teknologi Pemanfaatan bentonit berkaitan dengan sifat teknologi yang dimiliki bentonit tersebut, yaitu antara lain: sifat pemucatan, sifat bagian suspensi yang dapat digunakan untuk pengerasan semen, sifat mengikat dan melapisi untuk pembuatan makanan ternak dan industri logam. d. Sifat Pertukaran Ion Pengujian terhadap sifat pertukaran ion bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah air (uap air) yang dapat diserap oleh bentonit, sehingga akan tercapai kesetimbangan reaksi kimia yang diperlukan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 29 untuk proses selanjutnya. Hal ini sangat penting diketahui karena bentonit diharapkan dapat membentuk dinding diafragma yang mencegah terjadinya rembesan air. e. Daya Serap Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidakseimbangan antara muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Hal ini disebabkan karena bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah (suspensi) maupun kering (tepung). f. Luas Permukaan Luas permukaan bentonit dinyatakan dalam jumlah total luas permukaan kristal atau butir kristal bentonit yang berbentuk tepung dalam setiap gram massa bentonit tersebut (m2/g). Semakin tinggi luas permukaannya maka semakin banyak pula zat-zat yang terbawa atau melekat pada bentonit. Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pembawa (carrier) dalam insektisida dan pestisida serta sebahai bahan pengisi (filler) dalam industri kertas (pulp), dan bahan pengembang industri makanan dan plastik. g. Kekentalan dan Suspensi Sifat kekentalan dan daya serap yang tinggi sangat diharapkan terutama untuk pengeboran minyak, eksplorasi, industri cat, dan industri kertas. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 30 Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukukan untuk aktivasi bentonit, yaitu: 1. Secara Pemanasan (heat activation and extrusion) Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300 – 350°C untuk memperluas permukaan butiran bentonit. 2. Secara Kontak Asam Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan pengotor-pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur (framework) mempunyai area yang lebih luas. Proses pelepasan Al dari bentonit disajikan dalam persamaan berikut ini: (Al4)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ (Al3)(Si8)O20(OH)2 + Al3+ + 2 H2O (Al4)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ (Al2)(Si8)O20(OH)2 + 2 Al3+ + 4 H2O Pada kondisi di atas, separuh dari atom Al berpindah dari struktur bersama dengan gugus hidroksida. Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4 (empat) atom oksigen tersisa. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 31 Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion hidrogen. Pada proses aktivasi selanjutnya terjadi pelarutan lebih banyak lagi. Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut ini: (Al2)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ Al3+ + (Al)(Si8H4)O20 (Al2)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ 2 Al3+ + (Si8H8)O20 Sementara proses pengolahan bentonit dapat dilihat secara skematis berikut: Bentonit Alam Asam - Asam sulfat - Asam klorida Bentonit aktif - Bahan penyerap (Bleaching earth) Basa - Soda abu - Soda api Bentonit aktif - Bahan perekat - Bahan pengisi - Bahan lumpur bor Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit Setelah bentonit selesai diaktivasi dan diolah, maka bentonit tersebut siap untuk digunakan untuk beberapa aplikasi selanjutnya, yaitu: 1. Bentonit sebagai Bahan Penyerap (Adsorben) atau Bahan Pemucat pada Industri Minyak Kelapa Sawit Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 32 Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak nabati, minyak bumi, dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu bahan penyerap yang tepat dan murah. Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan tinggi untuk menjernihkan warna. Kemampuan penyerapan warna ini dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan. Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu: a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang rendah, b. Fuller’s earth, biasanya digunakan sebagai bahan pembersih bahan wool dari lemak. Fuller’s earth adalah sejenis lempung yang secara alami mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas. Karakteristik dari lempung jenis ini adalah mempunyai kandungan air yang tinggi, plastisitas yang rendah, dan struktur yang berlapis-lapis. Sebagian besar fuller’s earth menunjukkan perbandingan silika terhadap alumina antara 4 – 6. Sifat alami lain adalah pH antara 6,5 – 7,5, dengan porositas 60 – 70 %, dan luas permukaan butiran 170 – 200 Å. Mineral ini pada umumnya didominasi oleh mineral montmorilonit, atapulgit, dengan mineral ikutan berupa kaolinit, halloysit dan illit. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 33 Proses penyerapan zat warna organik yang terdapat dalam minyak, lemak, dan pelumas terdiri atas penyerapan fisika dan kimia. Peyerapan secara kimia pada prinsipnya adalah merusak zat warna dengan penambahan oksidator, misalnya hidrogen peroksida. Penyerapan secara fisika adalah karena kontak antara permukaan butiran pada kondisi tertentu, yang meliputi temperatur, waktu kontak, pengadukan, dan konsentrasi yang dinyatakan oleh Frieundlich. Proses pemucatan kelapa sawit dengan menggunakan adsorben pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, di mana pada umumnya minyak kelapa sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak nabati yang sulit untuk dipucatkan karena mengandung pigmen β– karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan minyak biji-bijian lainnya. Penggunaan adsorben dengan pemanasan yang dilakukan dalam proses pemucatan ini tidak selalu sama untuk semua produk pengolahan minyak kelapa sawit, tetapi tergantung kepada kondisi minyak kelapa sawit, proses pabrik, dan sifat adsorben yang digunakan. Pada umumnya, penggunaan adsorben adalah 1 – 5 % dari massa minyak dengan pemanasan pada suhu 120°C selama ± 1 jam. Dalam hal ini, adsorben yang sering digunakan adalah bentonit (dalam hal ini berfungsi sebagai bleaching earth/ tanah pemucat) dan arang aktif (activated charcoal). Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah dengan komposisi utama terdiri dari silikat, air terikat, ion-ion kalsium, magnesium oksida, dan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 34 besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth ditimbulkan oleh adanya ion-ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben yang dapat mengasorbsi partikel zat warna (pigmen). Sementara daya pemucatan tersebut tergantung pada perbandingan antara komponen SiO2 dan AlO2 yang terdapat dalam bleaching earth tersebut. Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl/ H2SO4) akan mempertinggi daya pemucatan, karena asam mineral tersebut akan bereaksi dan melarutkan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2 – 3) : 1 menjadi (5 – 6) : 1. Bentonit yang telah ditambang diangkut ke tempat penampungan sementara (stock pile). Bentonit dalam bentuk bongkahan atau lepas, baik dalam kondisi basah maupun kering, dilakukan penirisan dan pengeringan. Kemudian dimasukkan ke dalam reaktor (aktivasi) dengan menambahkan air dan asam sulfat. Langkah selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada mineral montmorilonit untuk selanjutnya akan masuk ke dalam thickener. Media pemisahannya adalah air. Setelah itu, akan masuk ke dalam proses penyaringan dan dilakukan pengeringan. Bentonit yang telah kering dimasukkan ke proses penggerusan untuk mendapatkan ukuran butiran kurang lebih 200 mesh. 2. Bentonit sebagai Katalis Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 35 Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan, yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral montmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu diperkenalkan jenis material baru lempung terpilar yang memiliki stabilitas termal relatif lebih tinggi dari material asal. 3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Sifat ini juga merupakan hal yang penting dalam pengubahan Ca–bentonit menjadi Na– bentonit. Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran kapasitas tukar kation (KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah, yaitu berkisar antara 50–100 meq/ 100 g. Hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi kandungan kimianya. 4. Bentonit sebagai Lumpur Bor Penggunaan utama mineral lempung adalah pada industri lumpur bor, yaitu sebagai lumpur pemilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi, serta uap panas bumi. Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, harus ditiriskan terlebih dahulu sedangkan jika kondisinya telah kering maka dapat langsung dilakukan penghancuran. Setelah mencapai ukuran tertentu maka dilakukan proses Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 36 pengeringan kembali, di mana sumber panas untuk pengeringan tersebut berasal dari energi listrik. Setelah butiran bentonit sesuai dengan ukuran tertentu maka dimasukkan ke dalam reaktor untuk proses aktivasinya. Dalam hal ini, fraksi pasir harus dihilangkan untuk mempertinggi kualitas bentonit sebagai lumpur pengeboran. Ke dalam reaktor aktivasi dimasukkan sejumlah air dan H2SO4. Setelah proses ini selesai maka dilakukan pengeringan kembali dengan sumber panas dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk mencapai ukuran butiran halus bentonit (200 mesh) sebelum dimasukkan ke dalam siklon. Hasil siklon berupa produk dicampur dengan karbosil metil selulosa (CMC) dan ditampung di silo. Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu perlakuan untuk mengubah Ca–bentonit menjadi Na–bentonit dengan penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah natrium karbonat dan natrium hidroksida. Dengan perubahan tersebut diharapkan sifat hidrasi, dispersi, reologi, swelling, dan lain-lain akan berubah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor. Persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut API (American Petroleum Institute) adalah sebagai berikut: • Kekentalan suspensi bentonit untuk 10 g dalam 350 ml air adalah 15. • Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk larutan 10 g dalam 350 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. • Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah < 2,5 %. • Kandungan uap air (kelembaban) adalah < 12 %. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 37 Sementara persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut OCMA (Oil Companies Materials Association) adalah sebagai berikut: • Kekentalan suspensi bentonit untuk 6,5 g dalam 100 ml air adalah 15. • Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk larutan 6,5 g dalam 100 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. • Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah <15 %. • Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan basah) adalah <2,5 %. • Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan kering) adalah >98 %. • Kandungan uap air (kelembaban) adalah <15 %. 5. Bentonit sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di daerah tropis, mempunyai bermacam–macam jenis tanah, di antaranya mempuyai sifat yang kurang baik. Di antaranya sifat fisik, seperti plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik, akibatnya sifat teknik yang dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah. Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di beberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat ekspansif, yaitu mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh akibat “Compressibility”-nya tinggi dan sulit Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 38 memadatkannya, sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul gaya-gaya yang bekerja padanya. Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah astu bahan yang dapat digunakan adalah kapur yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih mengandung air. Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara kimia, limbah ini mengandung oksida-oksida logam dan persenyawaan kimia lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat digunakan sebagai bahan aditif kimia dalam stabilitas tanah. Karena dengan kandungan: 70,90 % kalsium hidrat; 0,31 % magnesium oksida; 0,66 % silika; 2,56 % alumina; 1,76 % besi oksida; pH 12,5; dan kadar air 3,76 %, maka limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang digunakan untuk stabilisasi tanah. 6. Bentonit sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup sederhana, yaitu: Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilalukan penirisan untuk mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 39 siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya di mana sumber panas berasal dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon. Setelah proses siklon selesai maka bentonit sebagai bahan perekat pada pembuatan pasir cetak disimpan di silo. 7. Bentonit untuk Pembuatan Tambahan Makanan Ternak (Urea Mollases Block) Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: • Kandungan bentonit yang digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak < 30 %. • Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh. • Memiliki daya serap >60 %. • Memiliki kandungan mineral montmorilonit sebesar 70 %. 8. Bentonit untuk Industri Kosmetik Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: • Mengandung mineral magnesium silikat (Ca–bentonit). • Mempunyai pH netral. • Kandungan air dalam bentonit adalah <5 %. • Tidak mengalami perubahan panas selama dan setelah pemanasan. • Ukuran butiran bentonit adalah 325 mesh. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 40 Secara umum dapat dikemukakan bahwa mineral montmorilonit termasuk ke dalam kelompok smektit. Beberapa mineral yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah beidelit, hektorit, dan stevensit. Pada praktiknya, komposisi montmorilonit itu sendiri adalah berbeda dari bentonit yang satu dengan bentonit yang lain dan kandungan elemennya bervariasi tergantung pada proses pembentukannya di alam. Setiap struktur kristal montmorilonit mempunyai 3 (tiga) lapisan utama, yaitu lapisan oktahedral dari lapisan aluminium dan oksigen yang terletak di antara 2 (dua) lapisan silikon dan oksigen. Kandungan air kristalnya juga bervariasi sehingga jarak antar partikelnya dapat berubah-ubah, sehingga dapat mengembang (swelling). Adapun rumus umum kimia dari montmorilonit itu sendiri, yaitu: [Al2O3.4SiO2.xH2O]. Molekul montmorilonit terdiri dari lapisan-lapisan yang berjarak beberapa Amstrong. Salah satu lapisan berbentuk silika terkoordinasi dan dikombinasikan dengan lapisan alumina dan magnesia yang oktahedral. Partikel montmorilonit sangatlah kecil sehinngga strukturnya hanya dapat disimpulkan melalui penelitian menggunakan Difraksi Sinar-X (X-Ray Difraction). Gambar 2.6 di bawah ini menunjukkan sketsa diagram dari struktur montmorilonit. Kation yang dapat dipertukarkan dapat terjadi di antara lapisan silika dan ruang sumbu alumino silikat dari montmorilonit tersebut yang terhidrasi sempurna tergantung pada ukuran kation-kation antar lapisan. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 41 Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit (Cool, P., 2002) 2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit Secara teori dapat diterangkan bahwa susunan partikel lempung umumnya terdiri atas lapisan-lapisan yang bertumpuk seperti tumpukan kartu. Tumpukan tersebut terdiri dari lapisan silikat, alumina, dan oksigen yang di dalamnya terdapat gugusan hidrosil serta logam–logam. Bila tersuspensi di dalam air akan memperbesar jarak antara lapisan sampai beberapa Amstrong dan ini berarti akan meningkatkan daya swelling dari lempung tersebut. Jenis lempung yang terbaik yang berkenaan dengan hal ini adalah jenis Na–montmorilonit. Di dalam air, lempung jenis ini akan mengembang sampai lapisan-lapisan tersebut terpisah dari kelompoknya dan membentuk suspensi. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 42 Jarak antar lapisan pada Na–bentonit kering adalah 9,8 Å sedangkan pada Ca–bentonit adalah 12,1 Å. Pada saat terjadinya hidrasi yang disebabkan oleh udara yang lembab ataupun suatu kondisi yang berair, maka jarak tersebut akan bertambah. Pada Ca–bentonit menjadi 17 Å dan pada Na–bentonit akan bertambah menjadi 17 – 40 Å dan selanjutnya tumpukan tersebut akan berpisah dan membentuk suspensi. Gambar 2.7 menyajikan mekanisme hidrasi dan dispersi pada Ca–bentonit. Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi pada Ca-bentonit (Figueras, F., 1988) 2.3. Lempung Terpilar (Pillaried Inter Layered Clay/ PILC) Lempung Terpilar (PILC) adalah sebuah kelas yang menarik dari material-material dengan ukuran pori yang kecil secara 2 dimensi. Oleh karena Lempung Terpilar (PILC) mempunyai luas permukaan yang tinggi dengan porositas yang tetap, maka sangat baik digunakan untuk adsorbsi dan sebagai katalis. Sejak pori-pori Lempung Terpilar (PILC) dapat dilokalisasikan ke dalam daerah pori yang kecil, substrat ini membentuk sebuah jembatan antara mikropori zeolit pada suatu sisi dengan padatan mesopori dan makropori anorganik (seperti Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 43 silika dan alumina) pada sisi lainnya. Sejarah dari Lempung Terpilar (PILC) dimulai pada tahun 1955, namun studi intensifnya yang pertama dinyatakan sekitar pada tahun 1980. Selama perintisan kerja ini, kation organik dan pilar organometalik adalah yang terutama digunakan. Sekarang kation polioksida anorganik merupakan yang paling baik karena stabil pada suhu tinggi. Dengan cara mengubahnya secara alami, ukuran pilar dan porositas, maka akan didapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang berbeda. Pori-porinya dikombinasikan dengan bahan-bahan antar pilar dengan bahan dasar lempung, sangat penting dalam berbagai aplikasi seperti adsorbsi gas, reaksi-reaksi katalitik, dan lain sebagainya. Preparasi pertama Lempung Terpilar (PILC) menggunakan ion tetraalkil-amonium dan menghasilkan lempung yang mengembang yang dapat berfungsi sebagai penyaring molekuler (molecular sieves) untuk adsorbsi molekular organik. Montmorilonit yang telah diinterkalasi oleh 1,4–diazobisiklo– 2,2,2–oktana ditemukan memiliki sifat penyaring molekul dan aktifitas katalitik yang baik untuk reaksi esterifikasi asam karboksilat. Meskipun stabilitas termal lempung organik ini lebih rendah dari 300°C sehingga membatasi penggunaannya sebagai katalis. Kebutuhan dunia industri terhadap masalah material yang memiliki sifat katalitik berkembang sangat cepat sehingga memacu munculnya material Lempung Terpilar kation polioksida yang stabil di atas suhu 600°C. Preparasi Lempung Terpilar (PILC) atau Cross-Lined Smectite (CLS) didasarkan pada fenomena swelling (mengembang) yang merupakan sifat khas smektit. Swelling dimungkinkan terjadi karena layer/ lembaran paralel dari Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 44 struktur ini terikat satu sama lain oleh gaya elektrostatik sehingga ia dapat mengembang oleh penetrasi spesies polar antar lapisannya. 2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar Meskipun lempung sangat luas penggunaannya dalam berbagai macam aplikasi (sebagai katalis, adsorbsi, dan pertukaran ion), kekurangannya adalah mempunyai porositas yang tetap. Smektit akan mengembang pada saat terjadi hidrasi namun pada saat terjadinya dehidrasi layer akan terbuka dan pada permukaan antar layer tidak akan memungkinkan terjadinya proses kimia. Untuk menghindari hal tersebut, beberapa peneliti menemukan cara untuk membuka lapisan-lapisan lempung yakni dengan memasukkan berupa pilar yang stabil ke dalam daerah antar lapisan lempung tersebut. Dengan cara tersebut maka akan diperoleh volume pori lempung yang tinggi. Lempung Terpilar (PILC) mempunyai porositas selama terjadinya proses hidrasi dan dehidrasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 45 Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang terjadi pada Lempung dan Lempung Terpilar (PILC) (Pinnavaia, 1985) Prinsip pilarisasi ini diperbaharui oleh Barrer dan McLeod yang menunjukkan porositas yang tetap dalam montmorilonit dengan mengganti ionion alkali dengan ion tetraalkil amonium. Selama terjadinya krisis minyak (1973), Lempung Terpilar (PILC) ini mendapat perhatian khusus para peneliti dalam bidang katalisis di mana mereka menemukan Lempung Terpilar (PILC) dengan porositas tinggi namun tidak stabil pada suhu tinggi. Untuk menghadapi ketidakstabilan termal Lempung Terpilar (PILC) ini, maka Brindley, Sempels, dan Vaughan mulai mengembangkan Lempung Terpilar (PILC) anorganik. Studi pertama yang sangat mendasar dalam hal Lempung Terpilar (PILC) anorganik ini Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 46 muncul pada akhir tahun 1970-an. Tipe Lempung Terpilar (PILC) ini tetap mendapatkan perhatian sejak ditemukan stabil pada suhu tinggi, di atas 773°K. Konsep pilarisasi ini pada dasarnya sederhana dan terdiri atas 2 (dua) langkah utama. Langkah pertama, kation-kation kecil antar lapisan digantikan dengan ion-ion yang lebih besar. Langkah kedua (langkah kalsinasi), yakni menempatkan prekursor kation polioksida anorganik ke dalam lapisan antar lapisan lempung, stabilisasi terhadap pilar logam oksida, serta mengikatnya secara kuat ke dalam layer lempung. Konsep pilarisasi ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini: Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar (PILC) (Figureas, F., 1988) 2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar (Prekursor) Beberapa agen pemilar dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 47 Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar Kelas Kation-kation organik Kation-kation kompleks organik Senyawa-senyawa kluster logam Kation-kation polioksida Sol-sol oksida Pilar-pilar oksida campuran Contoh Alkil amonium Dialkil amonium Co(en)33+ Kompleks M(2,2-bipiridin) Kompleks M(O-penantrolin) Si(acac)33+ Fe3O(OCOCH3)6CH3COOH+ Nb6Cl12n+ ,Ta6Cl12n+ , Mo8Cl84+ Al13O4(OH)24(H2O)127+ Zr4(OH)8(H2O)168+ (TiO)8(OH)124+ Crn(OH)m (3n-m)+ Garam Fe-hidrolis Sol TiO2,TiO2-SiO2 Si2Al4O6(OH)8 atau imogolit Fe/Al Fe/Cr, Fe/Zr La/Al GaAl12O4(OH)24(H2O)127+ Cr/Al LaNiOx (Sumber C. P., 2002) Penggunaan reaktan organik sebagai agen pemilar telah lama dilaporkan oleh Barrer. Pinnavaia telah melaporkan interkalasi smektit menggunakan kompleks organometalik di mana stabilitas struktur mencapai suhu 450°C. Kation logam hidroksida polinuklear menghasilkan spasi/ jarak yang lebih tinggi, mencapai 15 Å, sehingga memiliki stabilitas pada suhu tinggi. Prinsipnya, berbagai ion bermuatan positif digunakan sebagai agen pemilar. Interkalasi ion kromium dan titanium menghasilkan lempung dengan ukuran pori yang besar. Interkalasi menggunakan Al–hidroksidakation telah Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 48 dipelajari secara mendalam. Pertama kali digunakan teknik potensiometrik yang memperkirakan pembentukan oligomer, seperti Al6(OH)153+ atau Al8(OH)204+. Dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering, Rausch dan Bale mengusulkan: untuk ratio OH/Al antara 1 dan 2,5; formasi spesies polimer [Al13O4(OH)24(H2O)12]7+. Spesies polimer ini tersusun atas 12 Al oktahedral dan satu pusat Al tetrahedral, seperti pada Gambar 2.10 berikut ini: Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer Al13 (a), Zr4 (b) dan Si8 (c) (Burch, R., 1997) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 49 Pada kasus Zirkonil klorida secara umum disetujui bahwa hidrolisis parsial garam menghasilkan kation tetrometrik [Zr4(OH)8(H2O)16]8+. Analisis larutan dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering menunjukkan hal tersebut. Tetromer ini juga ditemukan sebagai unit struktural padatan. Situasi ini analog dengan kasus Al di mana terdapat kemungkinan bahwa kation ini akan menjadi spesies mayor dalam larutaan dengan adanya kompleks logam yang berat molekulnya lebih besar. Pendekatan yang berbeda telah diajukan oleh Lewis dengan menggunakan senyawa organosilika yang bermuatan positif. Struktur silikat tiga dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas dikenal sebagai polihedral oligosilsesquioxon. Struktur tersebut terdiri dari skeleton polihedral silikon oksigen yang mengandung substituen organik atau anorganik yang terikat pada atom silikon. Z merupakan moiety organik yang mengandung spesies kationik (ion amonium, posponium, dan piridium) yang memungkinkan terjadinya pertukaran ion. Selanjutnya, kalsinasi material terinterkalasi, mendekomposisi senyawa organik dan membentuk pilar sehingga struktur layer menjadi lebih stabil. Di bawah ini akan diberikan Gambar 2.11 yang menunjukkan beberapa hasil Lempung Terpilar (PILC) dengan menggunakan prekursor (agen pemilar) yang berbeda. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 50 Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan Menggunakan Prekursor (agen pemilar) yang Berbeda: (A) AlPILC, (B) Zr-PILC, (C) Ti-PILC, dan (D) Fe-PILC (Vansant, 1998) 2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar Al–lempung dan Zr–lempung dapat dipertimbangkan sebagai sebuah model sehingga preparasinya lebih mendetil dan diskusinya difokuskan pada kedua sistem ini. Proses kimia yang terjadi adalah pertukaran ion (Ion Exchanging). Dapat diprediksikan kemudian bahwa faktor fisika dan kimia akan mempengaruhi derajat pertukaran dan distribusi kation dalam partikel lempung. Faktor tersebut antar lain: konsentrasi dan pH larutan, adanya kation lain di satu sisi, dan batas difusi di sisi lain. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 51 Secara umum, berbagai spesies ion terdapat dalam larutan seperti Al137+, Al3+, Al84+ dan H+. Proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai kompetisi antara ion ini dengan kation asli lempung. Selektivitas pertukaran kation dalam silikat tergantung pada muatan dan ukuran kation. Selektivitas akan tinggi apabila kation bermuatan besar dan laju pertukaran menjadi lebih rendah untuk spesies yang lebih meruah. Dapat diperkirakan bahwa pada kesetimbangan termodinamik, kation Al137+ dan Zr48+ akan mengalami pertukaran secara spesifik meskipun situasi intermediet mungkin saja berbeda bila kation ini memiliki ukuran yang besar, yang seharusnya dapat dikeluarkan dari lempung. Al dan Zr yang terdapat pada keadaan steady state tidak tergantung pada kondisi eksperimen kecuali pH yang mengontrol distribusi spesies ionik dalam larutan. Hal ini dapat diamati dengan membandingkan hasil yang berbeda dalam literatur yaitu d(001) spacing dan luas permukaan (surface area). Distribusi spesies polimer kationik dalam partikel tergantung pada batas difusi dan kompetisi dengan kation lain, dan hal ini lebih sulit untuk direproduksi karena tergantung pada kondisi eksperimen. Pertukaran makro kation Zr dalam lempung montmorilonit merupakan suatu proses random, seperti ditunjukkan dengan evolusi garis (001). Inisial sampel adalah sangat kristalin dan garis (001) pertama yang melebar dan menurun intensitasnya selama pertukaran ion selanjutnya meningkat dan menajam saat derajat pertukaran meningkat. Luas permukaan juga berpengaruh, yaitu akan menurun apabila ukuran partikel lempung meningkat. Menarik untuk dicatat bahwa stabilitas termal dari 2 (dua) sampel yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 52 Tabel 2.5. Evolusi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada Temperatur yang Berbeda Luas Permukaan (m2/g) setelah Kalsinasi pada Suhu Sampel 250°C 500°C 700°C Zr-PILC 360 260 205 Zr-PILC 280 210 130 Pengaruh distribusi pilar dalam lempung terhadap stabilitas termal Lempung Terpilar (PILC) dapat dijelaskan dengan fakta jarak rata-rata antar pilar, sehingga dapat memfasilitasi sintering yang tergantung pada distribusi ini. Jadi, dapat dihipotesis bahwa stabilitas termal merupakan determinasi tidak langsung dari distribusi pilar yang tergantung pada kondisi eksperimen pertukaran ion. Secara garis besar, pengaruh temperatur yang digunakan terhadap penampilan pertukaran ion telah diselidiki oleh Bartley dan Burch. Keduanya mengamati stabilitas termal yang lebih baik untuk Zr–lempung yang dipreparasi melalui refluks terhadap larutan ZrOCl2 dengan lempung. Kation dari lempung juga menunjukkan beberapa pengaruh, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 dalam kasus Zr–lempung dan Al–lempung. Pada Zr– lempung, stabilitas termal sangat jelas berpengaruh dan struktur lempung terinterkalasi rusak pada suhu yang lebih rendah bila padatan dipreparasi dari bentuk Na–lempung menggunakan jenis lempung yang sama. Pada sampel ini, garis (001) tidak muncul melalui kalsinasi pada suhu 500°C. Dapat dikatakan, bahwa luas permukaan sedikit lebih tinggi pada sampel yang dipreparasi dari bentuk Ca–lempung. Pada kasus Al–lempung, pengaruh kation lempung terhadap Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 53 tekstur material yang dihasilkan juga sangat jelas. Difraksi Sinar-X tidak merefleksikan variasi terlalu banyak tetapi luas permukaan menunjukkan interkalasi lempung yang lebih baik bila kation lempung memiliki muatan positif yang lebih besar. Pengaruh ini dapat dijelaskan melalui kompetisi antara kation asal dengan agen pemilar. Selektivitas pertukaran kation meningkat dengan meningkatnya muatan sehingga kompetisi antara Na+ dengan Al137+ lebih baik atau lebih menguntungkan terhadap inkorporasi Al dibandingkan dengan kompetisi antara Ce3+ dengan Al137+. Dengan tidak adanya kompetisi ion, Al137+ bertukar secara cepat dan akan bergerak ke pusat partikel. Penggunaan kompetisi ion, seperti Cl3+, akan menurunkan kekuatan adsorbsi dan daya kation Al137+ dalam partikel sehingga menghasilkan distribusi kation yang homogen dan luas permukaan yang lebih besar. Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung Terpilar (PILC) (a) Kation Asal d(001) Å (25°C) 400°C / 500°C (b) 250°C S m2/g d(001) Å d’(001) Å S m2/g Zr-montmorilonit Na 21,5 288 21 Rusak - Ca 21 323 21 18,0 284 Al-montmorilonit Na-Ca 20 18,4 329 Li 20 18,0 295 Ca 20 18,2 453 La 20 18,6 430 (Kozo Ishisaki, 1998) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 54 Keterangan: (a) Jenis lempung yang digunakan adalah Na–bentonit (b) Zr–montmorilonit dikalsinasi pada suhu 500°C dan Al–montmorilonit dikalsinasi pada suhu 400°C. 2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar Prosedur preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini, yang terdiri atas 4 langkah utama, yaitu: 1. Pemurnian dan penjenuhan lempung induk ke dalam bentuk Na+-lempung. 2. Preparasi larutan pemilar. 3. Reaksi pertukaran antara ion-ion Na+ antar lapisan lempung dengan kationkation polioksida yang terdapat dalam larutan pemilar. 4. Kalsinasi untuk pembentukan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 55 Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara Umum (Burch, R., 1997) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 56 2.3.5. Lempung Induk Lempung induk selalu berada dalam bentuk Na–lempung pada saat dipergunakan sebagai bahan dasar (substrat) untuk pilarisasi. Seperti yang telah diketahui, Na+ sebagai ion penyeimbang muatan menghasilkan hidrasi yang baik, pada gilirannya akan memfasilitasi proses interkalasi prekursor-prekursor pemilar. Pada lempung alam yang ukuran fraksinya <2μm di mana cukup kecil untuk mendapatkan suatu lempung yang dapat mengembang. Lempung alam masih mengandung pengotor-pengotor dan perlu dipisahkan, dimurnikan, serta dijenuhkan dengan larutan natrium sebelum digunakan dalam pemilaran. Sementara pada lempung alam yang ukuran fraksinya >2μm juga masih mengandung pengotor-pengotor dapat dipisahkan secara sentrifugasi. Smektit hektorit alam yang dapat diperoleh dari Clay Repository of the Clay Minerals Society masih mengandung pengotor karbonat. Untuk menghilangkan pengotor ini hektorit tersebut perlu ditambahkan dengan larutan Natrium asetat/ asam asetat pada pH 4 sehingga pengotor karbonat diubah bentuknya menjadi H2CO3, yang selanjutnya akan dibebaskan menjadi H2O dan CO2 di dalam larutan. Setelah dipisahkan dari pengotor karbonatnya, hektorit ini kemudian dimasukkan ke dalam laruran jenuh NaCl kemudian dicuci dengan air suling untuk menghilangkan ion-ion kloridanya sehingga akan diperoleh Na– hektorit. Laponit sintetik yang dapat diperoleh dari Laporte Inorganics telah tersedia dalam bentuk Na–laponit yang bebas dari pengotor-pengotornya. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 57 2.3.6. Larutan Pemilar Larutan pemilar untuk Al dan Zr telah ditemukan. Dalam Metode Lahav, AlC3 0,2 M dihidrolisis dengan NaOH 0,2 menghasilkan perbandingan OH / Al 2,33 pada pH 4. Konsentrasi akhir larutan Al adalah 0,07 M. Proses akhir dilakukan pada kondisi refluks selama 24 jam. Untuk larutan pemilar Zr, digunakan ZrOCl2.8H2O 0,1 M. Proses akhir juga dilakukan pada kondisi refluks dan pH larutan akhir didapatkan mendekati 1. 2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion Proses Interkalasi dilakukan dengan menambahkan lempung (dalam bentuk tepung atau suspensi) ke dalam larutan pemilar. Mekanisme ini didasarkan pada proses pertukaran antara ion-ion Na+ (antar lapisan/ layer lempung) dengan prekursor pemilar (ion-ion Al atau Zr). Setelah reaksi pertukaran ion, Lempung Terpilar (PILC) dipisahkan dari larutan secara sentrifugasi dan mencucinya dengan air demineral untuk membuang larutan pemilar dan ion-ion Cl-. Sangat penting artinya mencuci Lempung Terpilar (PILC) tersebut untuk meningkatkan kualitas dari Lempung Terpilar (PILC) itu. Hal ini mendukung distribusi homogen pilar antar lapisan/ layer menghasilkan jarak antar lapisan lempung meningkat (dari 12 Å tanpa pencucian menjadi 18 Å setelah pencucian). Pengeringan juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan Lempung Terpilar (PILC). Pengeringan yang baik akan menghasilkan Lempung Terpilar (PILC) dengan Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure). Struktur ini terlihat pada lempung laponit. Lempung Terpilar (PILC) yang telah kering memiliki mesoporositas yang tinggi namun kristalinitasnya rendah. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 58 Beberapa metode telah diajukan untuk mengeringkan produk interkalasi, di antaranya adalah pengeringan dengan sistem semprot atau oven, dan metode freeze drying. Pinnavaia membandingkan metode ini dengan mengamati pengaruh metode yang digunakan terhadap porositas. Pengeringan di udara mengarah pada produk seperti zeolit yang tidak mengabsorbsi 1,3,5–trietil benzena dengan diameter kinetik 9,2 Å dan 10,4 Å. Sedangkan lempung yang menggunakan metode freeze drying menunjukkan absorbsi yang besar untuk reaktan terebut atau memiliki ukuran porositas yang tinggi. Pengeringan dalam oven dapat memadatkan lempung sehingga menjadi sangat teraglumerasi. Langkah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 573–773°K mengubah prekursor polioksida kation Al dan Zr menjadi pilar-pilar alumina oksida dan zirkonia oksida. Proses pemanasan sangat diperlukan untuk mendapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil dengan mikroporositas yang permanen tanpa memperhatikan fenomena mengembang dan hidrolisis. Selama proses kalsinasi, berlangsung reaksi dehidrasi dan dehidroksida terhadap prekursor pemilar bermuatan yang akan menghasilkan partikel-partikel oksida yang netral. Persamaan reaksi dalam kesetimbangan elektrik diperoleh dengan melepaskan proton selama konversi pada temperatur tinggi : [Al13O4(OH)24(H2O)12]7+ [Zr4(OH)8(H2O)16]8+ 6,5 Al2O3 + 20,5 H2O + 7 H+ 4 ZrO2 + 16 H2O + 8 H+ Pada struktur partikulat smektit, lapisannya terpisah dan tidak mempunyai struktur range yang panjang sehingga dapat diamati. Efek ini semakin jelas pada dilusi yang tinggi. Saat pertukaran ion dan pengeringan produk menghasilkan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 59 disordered structure yang dikarakterisasi dengan luas permukaan (surface area) yang tinggi dan tidak adanya garis Difraksi Sinar-X (001) yang teramati. Produk ini memiliki stuktur makropori yang dengan mudah mengabsorbsi 1,3,5–trietil benzen dari fase gas. Delaminasi merupakan sifat yang untuk dari struktur layer, yang memberi tambahan kemungkinan penyesuaian porositas pada penggunaannya sebagai katalis. Untuk tujuan adsorbsi dan pemisahan, tambahan modifikasi Lempung Terpilar (PILC) kadang kala sangat diperlukan. Aplikasi ini membutuhkan kapasitas adsorbsi yang tinggi, selektifitas terhadap molekul-molekul gas, dan kekuatan adsorbsi yang tinggi. Modifikasi ini dapat dilakukan selama sintesis atau setelah sintesis Lempung Terpilar (PILC) tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan porositas Lempung Terpilar/ PILC (dalam hal ini dilakukan modifikasi) adalah dengan cara pra-adsorbsi dari molekul-molekul awal ke dalam reaksi pertukaran ion dengan prekursor (agen) pemilar. Ion-ion n-alkil amonium lebih dahulu dipertukarkan dengan Na-lempung dalam suatu massa yang lebih rendah dari massa kapasitas tukar kation (Cation Exchanged Capacity/ CEC). Sebagai hasilnya, densitas pilar menurun jika jarak antar lapisan/ layer Lempung Terpilar (PILC) bertindak sebagai templet. Selama proses kalsinasi, molekul-molekul templet organik dibuang dan diperoleh distribusi pilar yang homogen. Heylen et al, melaporkan bahwa luas permukaan (Surface area) dan volume mikropori pada Lempung Terpilar Fe (Fe-PILC) yang disintesis (dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet adalah 2,5 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 60 kali lebih besar jika dibandingkan dengan lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang tidak dimodifikasi. Suatu peningkatan yang juga penting dapat dilihat dari kapasitas adsorbsinya terhadap gas N2, O2, dan CO pada temperatur 194°K (Peq= 4,5 x 104 Pa) telah diteliti pada lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang disintesis (dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet (BuA–Fe– PILC), di mana didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N2 = 0,23 mmol/g; untuk gas O2 = 0,17 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,30 mmol/g. Sedangkan pada Lempung Terpilar Fe (Fe–PILC) yang tidak dimodifikasi didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N2 = 0,00 mmol/g; untuk gas O2 = 0,03 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,27 mmol/g. Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure) biasanya digunakan untuk menggambarkan struktur lempung berlapis. Hal ini berbeda dengan struktur Face-to-Face lamelar pada Lempung Terpilar (PILC) yang menyerupai struktur kue dadar. Struktur kedua lempung ini dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini: Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar/ PILC (kiri) dan Struktur Lempung Berlapis (Burch, R., 1997) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 61 2.4. Aplikasi Lempung Terpilar Aplikasi utama dari Lempung Terpilar (PILC) adalah pada bidang katalitik dan adsorpsi. Sifat keasaman (acidity) Lempung Terpilar (PILC) sangat penting dalam mengontrol reaksi katalitik. Lempung Terpilar (PILC) menunjukkan sifat keasaman Lewis dan juga Bronsted-Lowry. Pilar yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC) adalah sumber utama untuk sifat keasaman Lewis, sementara gugus Hidroksida (OH) yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC) tersebut menyumbangkan sifat keasaman Bronsted-Lowry. Pada Lempung Terpilar yang mengandung kation Al3+ yang berkoordinasi 3 dan tersubstitusi untuk Si4+ dalam lapisan T (T-layer), Al3+ bertindak sebagai Asam Lewis. Namun ketika hidrasi terjadi (dalam Lempung Terpilar/ PILC tersebut) Al3+ diubah ke bentuk Al terkoordinasi oktahedral oleh keasaman Bronsted. Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh asam yang terkandung dalam Lempung Terpilar (PILC) di antaranya: Cumene Cracking dilakukan sebagai reaksi pengujian terhadap keasaman Bronsted-Lowry. Oligomerisasi poli-propilen dikatalisis oleh bagian Asam Lewis pada montmorilonit terpilar-Al (Al-pillared Montmorillonite). Pada Reaksi disproporsionasi terhadap trimetil benzen yang mungkin akan menghasilkan durene (1,2,4,5–tetrametil benzen), bagian Asam Lewis pada Lempung Terpilar (PILC) mengkatalisis reaksi ini, sementara dalam reaksi isomerisasi trimetil benzen (reaksi samping), bagian Asam Bronsted-Lowry pada Lempung Terpilar (PILC) juga ikut berperan. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 62 Pada proses pemisahan gas N2 dan O2 dari udara yang dilakukan melalui destilasi kriogenik dan melalui adsorpsi tekanan putar (Pressure Swing Adsorption/ PSA), penggunaan Lempung Terpilar (PILC) sebagai alternatif juga menarik yaitu sebagai penyaring molekul karbon dan Lempung Terpilar (PILC) ini digunakan sebagai adsorben dalam teknik PSA ini. Kapasitas dan selektifitas terhadap komponen-komponen udara adalah sifat Lempung Terpilar (PILC) yang sangat berguna dalam aplikasi adsorpsi gas. 2.5. Proses Etsa (Etching) terhadap Silikon Untuk material-material semikonduktor, pengetsaan kimia secara basah biasanya berlangsung melalui oksidasi yang diikuti dengan penguraian oksida dalam suatu reaksi kimia. Untuk silikon, bahan pengetsa (etchants) yang lazim digunakan adalah campuran antara asam nitrat (HNO3), asam fluorida (HF), dan asam asetat (CH3COOH). Reaksi berlangsung dengan mengubah silikon dari keadaan oksidasi lebih rendah ke tingkat oksidasi yang lebih tinggi: Si + 2h+ Si2+ (a) Dalam reaksi oksidasi ini dibutuhkan lubang (h+). Oksidator utama dalam pengetsaan semikonduktor adalah ion OH-, di mana ion OH- tersebut dihasilkan dari reaksi disosiasi air (H2O): H2O + OH- H+ (b) Si2+ dalam reaksi (a) bereaksi dengan OH-, menghasilkan: Si2+ + 2OH- Si(OH)2 (c) Kemudian akan membebaskan hidrogen untuk membentuk SiO2: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 63 Si(OH)2 + SiO2 H2 (d) Asam fluorida (HF) digunakan untuk melarutkan SiO2: SiO2 + 6HF H2SiF6 + 2H2O (e) Di mana H2SiF6 dapat larut dalam air. Lubang (h+) dalam reaksi (a) dihasilkan dari suatu reaksi autokatalitik yang dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam reaksi antara HNO2 dengan HNO3 dalam air akan dihasilkan: HNO2 + HNO3 2NO2- + 2h+ + 2H2O (f) 2NO2- + 2H+ 2 HNO2 (g) HNO2 yang dihasilkan dalam reaksi (g) akan kembali bereaksi dalam reaksi (f) sehingga didapatkan reaksi akhir (overall reaction) sebagai berikut: Si + HNO3 + 6HF H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2 (h) Tabel 2.7 berikut ini memperlihatkan beberapa jenis bahan pengetsa (etchants) lainnya untuk semikonduktor dari bahan Silikon (Si): Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 64 Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa (etchants) untuk Semikonduktor dari Bahan Silikon (Si) No. Formula Nama 1. 1 ml HF, 1 ml C2O3 (5 M) Sirtl 2. 1 ml HF, 3 ml HNO3, 1 ml CH3COOH Dash 2 ml HF, 1 ml K2Cr2O7 (0,15 M) Secco 2 ml HF, 1 ml Cr2O3 (0,15 M) Secco 3. 4. 200 ml HF, 1 HNO3 5. 60 ml HF, 30 ml HNO3 60 ml H20 Jenkins Wright 60 ml CH3COOH, 30 ml (1 g CrO3 dalam 2 ml H20) 6. 2 ml HF, 1 ml HNO3, 2 ml AgNO3 (0,65 M dalam H2O) Silver 7. 5 g H5IO6, 5 mg KI dalam 50 ml H2O, 2 ml HF 8. Shipley 112° 9. 6 ml HF, 19 ml HNO3 10. (150g/l 1,5M, CrO3 dalam H2O) dan HF 1:1 Yang 11. 600 ml HF, 300 ml HNO3 28g Cu(NO3)2, 3 ml H2O Copper Etch 12. Sponheimer Mills 1000 ml H2O, 1 ml (1,0 N) KOH, 3,54 g KBr, 708 g KBrO3 13. 55 g CuSO4, SH 20, 950 ml H2O, 50 ml HF Copper Displacement 14. 1 ml HF, 3 ml HNO3 White 15. 3 ml HF, 5 ml HNO3, 3 ml CH3COOH CP-4 16a. 25 ml HF, 18 ml HNO3, SD1 5 ml CH3COOH/ 1g Br2 10 ml H20, 1g Cu(NO3)2 16b. 100 ml HF; 1 ml dalam 5 ml HNO3 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 65 16c. 50 ml Cu(NO3)2; 1 ml dalam 2 ml HF 16d. 4% NaOH + 40 NaClO hingga H2 habis dari Si 17. Sailer 300 ml HNO3, 600 ml HF 2 ml Br2, 24 g Cu(NO3)2 larutkan 10:1 dengan H2O. 18. a) 75g CrO3 dalam 1000 ml H2O (bagian 1). Schimmel Campurkan (bagian 1) dengan 48% HF (bagian 2). b) Campurkan (bagian 1) dengan (bagian 2) ke dalam 1,5 bagian H2O. 19. 5 g H5IO6, 50 ml H2O, 2 ml HF, 5 mg KI Periodic HF Sze, S.M.,1985 2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan Sifat permukaan padatan berpori dapat diklasifikasikan ke dalam dua karakter, yaitu karakter fisik dan karakter kimia (Baksg, 1992). Karakter fisik meliputi basal spacing ( d001), luas permukaan spesifik, dan porositas, sedangkan karakter kimia terdiri dari keasaman permukaan. Pengukuran kedua karakter tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakteristik padatan baik sebagai katalis, pendukung katalis, maupun sebagai adsorben. Pada dasarnya permukaan nyata padatan tidak pernah memiliki bentuk yang sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau rongga yang menenbus jauh ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan terhadap luas permukaan dalam. Retakan dan lekukan yang dangkal akan memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben yang berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat maka fenomena ini terjadi tidak hanya dipermukaan luar saja tetapi juga di dalam pori-pori (Lowell, 1984). Prilaku adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 66 porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik karakterisasi dengan metode adsorpsi gas dapat memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, volum total pori, distribusi ukuran pori, dan isoterm adsorpsi (Lowell, 1984). Persamaan adsorpsi yang sering digunakan untuk menghitung adsorpsi permukaan padatan adalah persamaan yang diturunkan oleh Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) dapat dituliskan seabagai berikut (Lowel, 1984). 1 1 C −1 = + ( P / Po) W (Po / P − 1) Wm.C WmC Di mana, (1) W = berat gas yang teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po Wm = berat gas yang teradsorpsi pada lapis tunggal C = konstanta BET Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi P = Tekanan gas Asumsi menurut teori BET bahwa permukaan padatan tidak akan tertutupi secara sempurna selama tekanan uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika adsorpsi mengikuti teori BET maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] lawan (P/Po) akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan ini digunakan adsorbat gas N2 dan adsorpsi berlangsung pada temperatur 77°K. Pada adsorpsi isoterm ini tekanan relatif (P/Po) yang berlaku menurut teori BET dibatasi pada rentang 0,05– 0,35. Selanjutnya harga Wm dan C dapat dihitung dari harga slop (angka arah, s) dan intersep, I dari plot BET tersebut di mana: s= C −1 Wm.C (2) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 67 i= 1 WmC (3) Gabungan kedua persamaan ini memberikan persamaan berikut: Wm = 1 s+i (4) Solusi untuk menghitung C konstanta BET adalah s C = +1 i (5) Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S) terlebih dahulu diketahui luas permukaan total (St) yang dihitung dari harga Wm yang didapatkan dari persamaan BET. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: St = Di mana WmNσ M (6) St = luas permukaan total adsorben N = Bilangan Avogadro (6,022 x 1023molekul/mol) σ = luas penampang lintang adsorbat M = berat molekul adsorbat Dalam aplikasinya menggunakan N2 (sebagai adsorbat) dengan densitas fasa cair pada tekanan 1 atm dan temperatur 77°K dan harga σ = 16,2 Å2/molekul. Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S1) padatan dapat menggunakan persamaan seperti berikut: S1 = Di mana St W (7) S1 = luas permukaan spesifik W = berat sampel Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 68 Volum total pori adalah volum gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh untuk menghitung volum total pori menggunakan persamaan: V = Di mana Wa (8) Vρ = volum total pori Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99 ρ = densitas nitrogen pada 77°K Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rerata jejari pori dapat dihitung dari perbandingan volum total pori dan luas permukaan spesifik dengan menggunakan persamaan: rp = Di mana 2Vp S (9) rp = rerata jejari pori Vp = volume total pori Ishizaki dkk (1998) memberikan persamaan distribusi ukuran pori yang diperoleh dari perubahan volum yang dipengaruhi oleh perubahan jejari pori. Persamaan yang diberikan adalah: dV = -Dv( r )dr (10) Di mana, Dv ( r ) = fungsi distribusi ukuran pori dr = perubahan jejari pori dV = perubahan volum Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 69 Gas bebas dan gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamik dan fraksi penutupan (θ) tergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada tekanan dan temperatur tertentu disebut isoterm adsorpsi (Atkins, 1990). Adsorpsi yang terjadi pada permukaan padatan akan memberikan berbagai bentuk isoterm, umunya digambarkan dalam 5 tipe, yang diusulkan oleh Brunauer, Deming dan Teller seperti gambar berikut: Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsorpsi, W adalah Berat Nitrogen yang Teradsorpsi, P/Po adalah Tekanan Relatif (Levin, 1997) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 70 Adsorpsi isoterm tipe I merupakan isoterm Langmuir dengan penutupan satu lapis atau hanya beberapa lapis molekul yang khas pada padatan mikropori. Isoterm tipe II, adsorpsi terjadi bila frekuensi kontak antara adsorben dengan adsorbat relatif tinggi. Adsorpsi tipe ini umumnya terjadi pada padatan dengan diameter pori lebih besar dari diameter mikropori. Adsorpsi ini sesuai dengan mekanisme isoterm BET, yaitu diawali terjadinya adsorpsi satu lapis kemudian dengan peningkatan tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya tertutupi secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Isoterm adsorpsi tipe III yaitu terjadinya adsorpsi karena interaksi antara adsorbat dan lapis adsorben lebih besar dibandingkan interaksi dengan permukaan adsorben. Isoterm adsorpsi tipe IV, adsorpsi terjadi pada adsorben yang memiliki jejari pori antara 15–1000 Å, sedangkan isoterm adsorpsi Tipe V, adsorpsi terjadi bila interaksi yang dihasilkan dari adsorbat-adsorben sangat kecil. Hal ini terjadi karena adanya assosiasi dengan pori (Lowell dan Shields, 1984). 2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar Kapasitas adsorpsi diharapkan berubah dengan metode kering. Pada reaksi penukaran ion dengan cara kering, sejumlah cuplikan lempung dicampurkan dengan garam tertentu, misalnya garam alkali, kemudian dipanaskan hingga titik lebur garam alkalinya. Reaksi penukaran ion berlangsung pada suhu titik lebur, dalam hal ini garam yang digunakan bertitik lebur cukup rendah sebab jika titik lebur tinggi struktur lempung dapat rusak. Dalam suatu kasus ideal, struktur pori dari lempung terpilar ditentukan oleh ukuran pilar menghasilkan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 71 porositas (fraksi dari volum pori terhadap volum total) dua dimensi seperti zeolit, dengan pori terbuka 8 – 9 Å untuk pilar–Al dan pilar–Zr 9 – 11 Å. d3 d2 d1 Agen pemilar d1 = jarak antar layer dalam kristal d2 = jarak bebas di antara lapisan d3 = jarak bebas antara pilar Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar Pori diklasifikasikan kedalam dua tipe, yaitu pori terbuka dan pori tertutup. Dalam pori terbuka fluida dapat masuk dan menembus ke dalam, oleh karena itu pori terbuka ini utamanya digunakan sebagai filter (penyaring). Perbedaan antara pori-pori mikro dan pori makro dapat dilihat melalui pengelompokan material berpori yang didasarkan pada ukuran pori menurut IUPAC (The International of Pure and Applied Chemistry) penamaan material berpori sebagai berikut : Mikropori, bila diameter pori < 2 nm Mesopori, bila 2 nm < diameter pori < 50 nm Makropori, bila 50 nm < diameter pori Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 72 Gambar 2.16. Penggambaran ideal dari sampel yang diperoleh melalui (a) Udara Kering (b) Beku Kering (Burch, R.,1997) Umumnya tumpukan dari lapisan menghasilkan mikroporositas seperti zeolit, struktur house-ofcards untuk lempung terdelaminasi. Pada gambar (b) menggabungkan mikropori dan makropori dengan tipe berbeda dari tumpukan lapisan. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 73 2.8. Titania (TiO2) Titanium oksida (titania) dan dasar campuran titania adalah yang paling putih dan paling cerah dari pigmen-pigmen putih yang diperdagangkan. Hal ini karena indeks bias yang tinggi dari titania dan relatif sedikit mengadsorpsi cahaya visibel. Titania kemungkinan mempunyai beberapa bentuk kristal tetapi pigmen titania yang diperdagangan dalam bentuk mineral anatase atau rutile. Kimia dari pigmen-pigmen titania dapat dilihat dengan struktur hipotesa Gambar (2.17) di mana permukaan mengandung (1) terminal dasar, (2) jembatan hidrogen, di mana mungkin titania atau suatu oksida air menutupinya, (3) ikatan-ikatan TiO-Ti, (4) molekul air diadsorpsi oleh asam Lewis atau perpindahan kepermukaan kumpulan gugus hidroksil, (5) anion-anion yang diadsorpsi seperti sulfat atau khlorida dari residu, (6) permukaan yang mempunyai elektron donor potensial dan akseptor, (7) dan mungkin mengandung oksidan-oksidan yang diabsorpsi seperti hidroksil atau radikal-radikal hidroksil atau jenis-jenis oksigen yang digerakakan dan (8) dihasilkan oleh proses fotokatilik. Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania (D.H. Solomon, 1991) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 74 Titania anhidrus cepat menyerap air. Hasil hidrasi permukaan titania adalah amfoter dan mengandung satu jenis hidoksil yang meliputi ion dari sebagian group hidroksil. Sifat dan lokasi permukaan dari penyerapan tersebut telah dipelajari lebih luas dan kesimpulan telah ditinjau pada skema yang lebih jelas dari model pembentukan, struktur, dan sifat dari permukaan hidroksil akan diberikan di sini. Besar bentuk permukaan grup hidroksil dari serapan kimia pada air, teori untuk menghitung proses pemisahan adsorpsi cahaya dipercaya melibatkan: (1) Pada awalnya adsorpsi pada molekul air pada 5 koordinat permukaan Ti4+ lokasi yang lebih disukai pada bidang (110) latar dan rutil atau (100) latar anatase. (2) Ionisasi air pada permukaan bidang kristal yang kuat untuk jenis Ti-OH digambarkan seperti sebuah terminal grup hidroksil (Gambar 2.17), penguraian ini lebih luas pada permukaan rutile daripada anatase. (3) Migrasi dari proton bebas ke tempat yang berdekatan Ti-O-Ti dengan jenis formasi jembatan hidroksil dari kisi kisi anion O2-. Spektrum infra merah pada sebuah hidrasi penuh dengan rutile mungkin mengandung 8 O–H yang jelas struktur harus ditinjau yang sekarang telah diakui. 3725 cm-1 : SiOH tidak munrni (atau anatase TiO-H) 3700 cm-1 : Terminal TiO-H pada tempat kisi pinggir 3680 cm-1 : Terminal TiOH pada (110) rata-rata 2610 dan 3520 cm-1 : Jembatan TiOH pada (100) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 75 3655 cm-1 : Terminal TiOH (110) rata-rata 3610 dan 3520 cm-1 : Jembatan TiOH pada (100) atau (100) rata-rata 3410 cm-1 : Jembatan TiOH pada (110) 3400 cm-1 : Diadsorpsi dan koodinat H2O Adsorpsi lain mungkin ada dalam rutile yang mengandung substituen kation atau adsorpsi anion, ketentuan di atas adalah sesuai dengan tipe variasi dari group hidroksil pada hidrasi lain logam oksida. Beberapa yang telah dilaporkan terdahulu rutil mempunyai puncak utama 3600 – 3700 cm-1 sedangkan spektrum infra merah anatase terdiri dari 4 O–H. 3730 cm-1 : Terminal TiOH (001) atau (111) 3680 dan 3620 cm-1 : Jembatan (asam ) TiOH 3480 cm-1 : Adsorpsi dan koordinat H2O 2.9. Semikonduktor Titania Permukaan titania dapat mengoksidasi dan mereduksi keanekaragaman serapan organik dan anorganik ketika menerima cahaya berjarak 300 – 400 nm. Aktivitas ini memiliki sejumlah aplikasi penting misalnya: fotoreduksi reversible dari serapan-serapan ion perak pada fotografik dan prosesnya yang dikembangkan dari oksidasi reduksi oleh Leuco-Dyestuffs. Fotodekomposisi dari air ke permukaan titania dapat menghasilkan hidrogen oleh sinar matahari. Serapan atom kristal titania mendekati cahaya ultraviolet merupakan kelompok adsorpsi rutile yang memiliki batas maksimum mendekati 350 nm, absorpsi ini menghasilkan perubahan cahaya quanta dan spesies atom yang Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 76 elektron-elektronya dipromosikan dari ikatan valensi ke struktur atom elektronik. Pemisahan energi atom rutile sekitar 3,05 eV . Tingkatan ini berhubungan dengan quanta cahaya yang berkisar 420 nm yang berhubungan pada batas rutile dengan kelompok absorpsi. Titania menggambarkan cahaya aktinik di bawah media hampa atau di dalam suasana bebas oksigen. Hububungan antara fotoadsorspi oksigen dengan struktur titania semikonduktor digambarkan pada Gambar 2.18. Gambar 2.18. Level Pita Energi Elektron pada Permukaan Titania (a) Sebelum Iradiasi (b) Sesudah Diradiasi (Neville, G. H. J., 1962) Energi serapan kimia dari molekul pertama dari oksigen mempunyai nilai proporsional (-Q) di mana Q potensial kimia, energi ekstra di atas tingkat fermi dikehendaki untuk sebuah elektron meninggalkan permukaan titania, (a) adalah afinitas elektron dari adsorpsi oksigen. Tingkat fermi dari titania yang tidak teradiasi adalah terlalu rendah untuk transfer elektron. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Peralatan gelas 2. Peralatan untuk preparasi sampel seperti ayakan ukuran 100 mesh, oven, desikator, lumpang, penggerus porselin, krus porselin, pinset, pengaduk magnit, kertas saring Whatman no. 1, pH meter digital, termometer 100°C, timbangan analitik, gelas plastik, dan manometer. 3. Peralatan instrumen meliputi FT-IR, X-RD Phillips, Gas Sorption Analyzer (BET) Nova, SEM, Spektrometer, tanur 1000°C. 3.2. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Lempung bentonit diambil dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang telah lolos ayakan 100 mesh. 2. Bahan-bahan kimia dengan kualitas p.a., buatan E.Merck sebagai berikut: TiCl4, HCl pekat, H2SO4, AgNO3, BaCl2, NaCl, etanol, HF, NH4F, CH3COOH, I2. 3. Akuades dan air demineral. 77 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 78 3.3. Lokasi Penelitian Pembuatan Na–bentonit dan bentonit terpilar dilakukan di Lab Kimia Anorganik, FMIPA–USU. Karakterisasi fisika dan kimia dilakukan di Pusat Penelitian Kimia–LIPI, Bandung dan Pusat Penelitian dan Pengembangan IPTEK–BATAN, Tangerang. Penelusuran Literatur di Perpustakaan USU dan Pusat Dokumentasi Ilmiah–LIPI, Jakarta. 3.4. Metode Penelitian Lempung bentonit dengan komposisi SiO2 61,02 %; Al2O3 15,21 %; Fe2O3 4,89 %; TiO2 0,62 %; CaO 2,08 %; MgO 1,94 %, K2O 0,46 %, Na2O 3,45%; hilang pijar 10,31 %. Berdasarkan komposisi ini maka bentonit Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, jenis Na–bentonit. Bentonit ini diayak hingga lolos ayakan 100 mesh kemudian dicuci dengan akuades beberapa kali dan disaring dengan penyaring vakum dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 100°C selama 5 jam. Setelah kering lempung bentonit dikeringkan dan digerus sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. 3.4.1. Penyediaan Na-bentonit Seratus gram lempung bentonit dari (3.3) selanjutnya didispersikan ke dalam 1,5 l larutan NaCl 1 M dan direndamkan selama 1 minggu di mana setiap dua hari sekali larutan NaCl diganti dengan yang baru. Pada setiap penggantian larutan NaCl dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan pemanasan 60–70°C selama 4 jam, kemudian setelah disaring endapanya dicuci dengan air demineral Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 79 sampai terbebas dari ion klorida, dibuktikan dengan uji negatif terhadap perak nitrat. Penyaringan dilakukan menggunakan penyaring vakum dan bentonit yang diperoleh dikeringkan dalam oven 100°C, setelah kering digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Selanjutnya dilakukan penjenuhan bentonit dengan menggunakan NaCl 6 M sambil diaduk selama 24 jam, kemudian disaring dengan penyaring vakum dan dicuci dengan akuades sampai terbebas dari ion klorida dengan uji negatif terhadap AgNO3. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil penjenuhan lempung bentonit ini dinamakan Na–bentonit. 3.4.2. Aktivasi Na–Bentonit dengan Asam Masing-masing 35 gram Na–bentonit didispersikan kedalam 150 ml larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; dan 2,0 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 6 jam. Lalu didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan penyaring vakum dan dicuci dengan akuades panas sampai terbebas dari ion sulfat. Hal ini ditunjukkan dengan uji negatif terhadap BaCl2. Na–bentonit teraktivasi asam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh. Produk ini disebut dengan Na–bentonit, produk diuji dengan difraksi sinarX dan FT-IR. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 80 3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi Na–bentonit. Ditimbang masing-masing 30 gram lempung Na–bentonit lalu didespersikan kedalam 1,5 l air bebas ion (akuabides) dan diaduk dengan pengaduk magnit selama 6 jam. Kemudian ke dalam masing-masing Na–bentonit dituangkan sedikit demi sedikit larutan TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 10 jam. Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan air bebas ion sampai terbebas ion klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji dengan perak nitrat tidak membentuk endapan putih. Lempung bentonit yang telah diinterkalasi dengan TiCl4 dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah kering digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya dikalsinasi pada suhu 350°C. Produk ini disebut dengan bentonit–TiO2 (Bask, 1992, Long dan Yang, 1999). 3.4.4. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2 Bentonit terpilar TiO2 yang telah dikalsinasi pada suhu 400°C diambil sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik. Selanjutnya ditambahkan larutan pengetsa (campuran antara: 3ml HF(p) + 5ml HNO3 (p) + 3ml CH3COOH(glasial)/ 0,3 g I2/ 250 ml H2O). Kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk plastik selama 10 menit, lalu endapan dipisahkan dari larutannya dengan cara dekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Endapan kemudian dispersikan dalam aqua bidestilat lalu dinetralkan pH-nya, didekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Produk etching dibagi 3 bagian, masing-masing Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 81 ditanur pada suhu 400, 450, 500°C selama 1 jam. Kemudian produk yang rendah dipanaskan dianalisis dengan foto SEM dan Surface Area Analiser. Hasil Foto SEM dari surface area analiser menunjukkan bahwa produk yang dipanaskan pada suhu 450°C mempunyai luas permukaan yang paling luas dan selanjutnya digunakan untuk uji katalis/co-katalis dalam air. 3.4.5. Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air Menggunakan Katalis/Co-katalis Bentonit Terpilar TiO2 dengan Penyinaran UV Panjang Gelombang 180 nm Bentonit dari (3.7) dan (3.8) ditimbang sebanyak 4 g, lalu dimasukkan dalam labu yang di dalam telah diisi akuades sebanyak 10 ml dan diaduk selama 10–15 menit selanjutnya diukur pH larutan. Labu dihubungkan dengan termometer dan pipa cabang tiga yang terhubung dengan manometer. Selanjutnya disinari dengan ultraviolet pada panjang gelombang λ =180 nm penyinaran dilakukan selama 1–5 hari dan diamati perubahan yang ada pada manometer. Dari perubahan manometer akibat tekanan gas total dapat dihitung total gas (%). 3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen dari Air Akibat Penyinaran UV Panjang Gelombang 180 nm Pengujian gas hidrogen yang terbentuk dari air (akuades) menggunakan katalis bentonit terpilar TiO2 dan bentonit TiO2 yang dietsa secara kualitatif: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 82 1. Akibat penyinaran UV pada panjang gelombang 180 nm pada hari ketiga terjadi gelembung-gelembung gas dari dasar labu menunju ke atas dan semakin banyak sehingga menggeser tekanan manometer. 2. Pada hari keempat gelembung gas yang dihasilkan semakin banyak dan tekanan manometer semakin berubah. 3. Gas yang dihasilkan diuji dengan mengalirkan gas pada serbuk oksida logam CuO yang membara maka akan terbentuk uap air pada dinding pipa uji ini menunjukkan adanya gas hidrogen. 4. Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari air dideteksi oleh sensor gas hidrogen dan oksigen digital. 3.4.7. Mekanisme Reaksi Menggunakan etchant HF/ CH3COOH/ HNO3. Silikon dioksida Si + Si2+ 2h Pada reaksi oksidasi akan terbentuk hole (h+). OH- H2O + H+ Si2+ + 2OH- Si(OH)2 SiO2 + 6HF H2SiF6 + SiO2 + H2 2H2O Autokatalitik HNO2 dalam HNO3. HNO2 + HNO3 2NO2 + 2 h+ + H2O 2NO2 + 2H+ 2HNO2 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 83 Reaksi Keseluruhan Si + HNO3 + 6HF H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2 Dari reaksi di atas dapat dihasilkan isoetcing curve (Sze, S.M.,1997, http//www.memsnet.org//mems//beginner/etch.2004). Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat mempunyai komposisi: SiO2 61,02 % MgO 1,94 % Al2O3 15,21 % K2O 0,46 % Fe2O3 4,89 % Na2O 3,45 % TiO2 0,62 % Hilang Pijar 10,31 % CaO 2,08 % Kadar Air 7,07 % (SNI 13-3608-1994) Berdasarkan analisa komposisi bentonit Kabupatan Langkat maka bentonit di atas termasuk jenis Na–bentonit atau Swelling, bentonit ini seterusnya dikeringkan dalam oven pada 100°C dan digerus dan diayak hingga lolos ayakan 100 mesh. Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1 M selama 1 minggu, supaya terjadi pengkayaan Na–bentonit setelah terbentuk natrium bentonit maka dimasukan ke dalam oven 100°C sampai kering dan setelah kering diayak hingga lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakir pengkayaan natrium bentonit dilakukan dengan mendispersikan Na–bentonit larutan NaCl 6 M atau NaCl jenuh selama 24 jam, lalu dicuci dan dikeringkan 100°C, material ini dinamakan Na–bentonit. 84 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 85 Na–bentonit selanjutnya didispersikan ke dalam beberapa larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; 2 M diaduk dengan pengaduk magnit, aktivasi dilakukan selama 24 jam, disaring dengan penyaring vakum lalu dikeringkan dalam oven. Aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan jarak antar layer Na–bentonit sehingga menjadi lebih besar. Setelah jarak antar layer Na–bentonit membesar baru dilakukan interkalasi dan pilarisasi di mana Na–bentonit teraktvasi didespersikan larutan komplek TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 18 jam. Hasil interkalasi ini dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan intekalasi untuk memasukan kompleks Ti ke dalam jarak antar layer bentonit, selanjutnya di kalsinasi 350°C untuk membentuk pilar oksida yang lebih kokoh. Analisa dilakukan dengan difraksi sinar-X, dengan menggunakan metode bubuk yang diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2 gram bentonit terpilar TiO2 dan lempung teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel kemudian dibuat difraktogram dengan λ = 1,5425 Å. Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing (d001) ada peningkatan basal spacing pada bentonit terpilar–TiO2 yang menggunakan aktivasi asam 0,5 dan 1,5 M sedangkan yang menggunakan aktivasi bentonit terpilar TiO2 mengalami kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari data difraksi sinar-X. Peningkatan basal spacing akan diikuti peningkatan luas permukaan, peningkatan porositas, dan volum total. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 86 Gambar 4.1. Hasil difraktogram untuk Na-bentonit yang Diaktivasi dengan Asam Sulfat 1,5 M Dari hasil difraktogram Gambar 4.1, dapat diperoleh informasi bahwa bentonit ini masih mengandung kaolinit, kuarsa, mika hal ini dapat dibandingkan dengan Tabel 4.1 di bawah ini : Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 87 Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X Jenis mineral Na–Bentonit Kaolinit Kuarsa Mika d ( A) 2- Teta 14,91 5,92 13,88 6,36 4,70 18,84 3,04 29,28 8,27 10,68 3,57 24,88 2,32 38,68 4,07 21,80 2,51 35,68 3,34 3,34 Berdasarkan Tabel 4.1 maka Na–bentonit ditandai dengan puncak pada 2-teta yaitu: 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal spacing d(A) masingmasing: 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa, mika artinya bentonit ini belum diperkaya sehingga masih ada pengotornya. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 88 Gambar 4.2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit terpilar–TiO2 Dari difraktogram ini (Gambar 4.2) dapat diberikan informasi mengenai perubahan pada sudut 6 teta terjadi perubahan jarak antar lapis dari Na– bentonit menjadi bentonit terpilar–TiO2 karena pengamatan atau perubahan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 89 bentonit terpilar di daerah sudut teta 0–5. Dari Gambar 4.1 dan 4.2 telah terjadi perubahan puncak intensitas dan berubahnya jarak antar lapis d001. Dari data difraksi sinar–X di atas (Gambar 4.1 dan 4.2) dapat ditentukan jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal dalam mengidentifikasi jenis-jenis mineral liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) mineral bentonit dapat digunakan rumus Bragg: nλ = 2 d Sin θ d = di mana, d n.λ 2 sin θ = jarak antara bidang-bidang atom kristal λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m) θ = sudut difraksi n = order difraksi (a) Jarak antar lapis (d) untuk Na–bentonit n = 1 λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m) 2 θ = 5,920; θ = 2,960 1 × 1,5410 −10 d= 2 sin θ d = 14,917 Å (b) Bentonit terpilar TiO2 menggunakan asam sulfat 1,5 M dapat dihitung sebagai berikut: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 90 n = 1 λ = 1,54 x 10-10 m 2 θ = 5,920; θ = 2,960 d = 16,9807 Å Selanjutnya perubahan jarak antar lapis (Δd) adalah: (Δd) = d(b) - d(a) = 16,980 - 14,916 = 2,063 Å Berdasarkan analisa difraksi sinar-X maka dengan interkalasi dan pilarisasi menambah, meningkatkan porositas dengan basal spacing = 2,06 Å. Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal spacing (D) dari Bentonit Terpilar yang Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat Konsentrasi H2SO4 (M) Basal spacing d001 Na–Bentonit 14,9167 0,5 M 15,6566 1,0 M 13,8857 1,5 M 16,8857 2,0 M 9,0554 Berdasarkan data Tabel 4.2, maka pilarisasi telah berhasil pada konsentrasi 1,5 M H2SO4 dengan d = 16,8857 Å, berarti pilarisasi TiO2 telah meningkatkan jarak antar lapis sebesar d = 2,0633 Å. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan data FT-IR. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 91 Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit Gambar 4.4. Spektrum FTIR Bentonit Terpilar TiO2 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 92 Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya Ti adalah pada bilangan gelombang sebagai berikut: Tabel 4.3. Analisa gugus dari FTIR No Gugus Serapan cm-1 1 SiOH tidak murni 3898 2 TiOH pada Kisi pinggir 3701 3 Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H2O 3445 4 Terminal TiOH pada (110) 3622 5 Jembatan asam TiOH 6 TiOH pada (100) 3587 7 TiOH pada (110) 3445 8 TiO2 3680 dan 3620 796 Pada spektra FT-IR ini terlihat pergeseran bilangan gelombang disekitar 798 cm-1 menjadi 794 cm-1 pada bentonit terpilar ini disebabkan karena proses pemilaran sudah terbentuk dengan baik pada pendispesi asam sulfat 1,5 M, hal ini disesuaikan dengan data X-RD yang menyatakan bahwa telah terjadi interkalasi dan pilarisasi yang sempurna dan kondisi ini merupakan yang terbaik untuk terjadinya pilar. Dari data penghitungan luas permukaan oleh surface area analizer diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.4. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 93 Tabel 4.4. Luas Permukaan dan Volum Pori Total dari Bentonit Terpilar pada Kondisi Asam dengan Menggunakan Persamaan BET Konsentrasi Asam Sulfat (M) Luas Permukaan (m2/g) Vol. Pori Total (cc/g) 0,5 83,3018 0,0415 1 86,8939 0,0435 1,5 89,0563 0,0445 2 88,7607 0,0443 Berdasarkan tiga data X-RD, FT-IR dan luas permukaan terlihat pada konsentrasi 1,5 M asam sulfat baik untuk interkalasi pada pilarisasi menghasilkan perubahan fisik basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total meningkat. Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 yang diaktifkan pada H2SO4 terbaik dietsa dengan menggunakan campuran (28 ml HF + 170 ml H2O + 113 g NH4F) selama 2–10 menit tujuan untuk mengetsa oksida pada silika dan menjadikan banyak hole (h+) pada silika, selanjutnya dietsa menggunakan larutan (1 ml HF + 5 ml HNO3 + 2 ml CH3COOH + 0,3 g I2/ 250ml H2O) selama 5–10 menit untuk etsa silikon selanjutnya dipanaskan 400, 450, dan 500°C selama 1 jam. Dengan teknik demikian akan dihasilkan bentonit terpilar makropori dan memperbanyak hole (h+). Berdasarkan data ini (Tabel 4.5) maka pengetsaan meningkatkan luas permukaan dari luas permukaan Na–bentonit 89,0563 m2/g meningkat menjadi 92,0123 m2/g sehingga secara rata-rata meningkatkan luas permukaan 2,956 m2/g hasil ini sudah memuaskan. Hasil ini selanjutnya diuji menggunakan analisa luas permukaan (BET) yang hasilnya adalah sebagai berikut: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 94 Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa pada Berbagai Suhu Suhu (o C ) Luas Permukaan (m2/g) Volum Total pori (cc/g) 400 90,2387 0,0446 450 92,0123 0,0444 500 91,1255 0,0444 Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 difoto SEM memperlihatkan bahwa permukaan menjadi besar. Gambar 4.5. Foto SEM Untuk Na–Bentonit Hasil foto SEM (Gambar 4.5) memperlihatkan permukaan yang masih halus (gambar putih) yang terdiri dari silikat yang merupakan permukaan yang belum teretsa oleh bahan kimia. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 95 Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar TiO2 yang Dietsa dan Dipanaskan 450°C Gambar 4.6 memperlihatkan banyaknya hole dari permukaan silikat hampir menyeluruh pada bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa. Permukaan ini bisa mengartikan bahwa pada bentonit terpilar TiO2 telah banyak dietsa maka terjadi hole di silikat eksternal dan kemungkinan di internal. 4.2. Pembahasan 4.2.1 Pembuatan Na–Bentonit Sampel bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat yang belum dilakukan pengkayaan bentonit, dibuat menjadi Na–bentonit menghasilkan basal spacing d001 = 14,917 Å, sedangkan secara teori Na–bentonit basal spacing-nya = 9,8 Å. Hal ini berarti Na–bentonit menyerap air dari Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 96 kelembaban sehingga waktu pengukuran difraksi sinar–X menjadi besar. Dari data difraksi sinar-X (Gambar 4.1) jelas menunjukkan Na–bentonit yang masih mengandung koilinit, kuarsa dan mika. Na–bentonit dapat diamati puncaknya pada sudut 0 – 5 teta, pada puncak ini merupakan identitas dari Na–bentonit. 4.2.2 Interkalasi dan Pilarisasi Na–bentonit selanjutnya direndam menggunakan asam sulfat 0,5–2 M dan diinterkalasi menggunakan Ti2+ selanjunya dipilarisasi pada suhu 350°C. Kalsinasi ini berguna membentuk pilar-pilar oksida pada bentonit. Sehingga terbentuk bentonit terpilar TiO2. Untuk identifikasi bantonit terpilar dilihat dari data difraksi sinar-X pada sudut 0 – 5 teta, yang mana basal spacing berubah menjadi 16,9807 Å. Artinya pembuatan bentonit terpilar telah berhasil meningkatkan basal spacing, luas permukaan, dan volume pori. Studi literatur basal spacing diperoleh 28,3 Å. Hal ini bisa terjadi karena kemurnian dari bentonit yang digunakan, artinya bahan bentonit berbeda maka basal spacing pada pilar dihasilkan berbeda. 4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2 Bentonit terpilar TiO2 selanjutnya dietsa menggunakan bahan kimia pengetsa yang tujuan memperbanyak hole (h+). Hole pada silikat yang terbentuk ditandai berubahnya luas permukaan dan volume pori dari semula. Juga berdasarkan foto SEM maka permukaan menjadi lebih kasar dibandingkan sebelumnya. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 97 Silikat d Pilar TiO2 Hole (h+) Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit Menggunakan TiO2 dan Terbentuknya Hole pada Silikat Setelah Dietsa 4.2.4. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Bentonit terpilar TiO2 diuji sebagai katalis. Karena TiO2 merupakan material yang sensitif pada cahaya sehingga dalam H2O bentonit terpilar sensitifnya terhadap cahaya tidak mengalami perubahan. Akitvitas titania di dalam bentonit akan menurunkan energi aktivasi dari molekul air sehingga cahaya ultraviolet akan dapat menjadikan molekul oksigen dan hidrogen aktif. Lama kelamaan molekul hidrogen dan oksigen akan terlepas dari ikatan molekul air. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 98 H O H Ikatan Hidrogen H O H UV, 180 nm O H H2 + O2 H Hole Silika sebagai Co-Katalis Gambar 4.8. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Akibat penyinaran ultraviolet λ =180 nm, ikatan hidrogen dari air akan terlepas lalu oksigen dari air melakukan interaksi dengan oksida logam TiO2 dan hidrogen dari molekul air akan berinteraksi dengan silika. Interaksi ini dapat menurunkan energi aktivasi molekul air. Cahaya ultraviolet masuk ke pori-pori bentonit oleh SiO2 cahaya ultraviolet diubah menjadi gelombang pendek mengakibatkan molekul hidrogen dan oksigen putus. Dari pengujian dihasilkan gas total sebanyak 78,5 % menggunakan bentonit terpilar yang dietsa, sedangkan yang menggunakan bentonit terpilar–TiO2 dihasilkan gas sebanyak 60,4 %. Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan 1. Bentonit terpilar TiO2 dibuat dari jenis natrium bentonit dapat meningkatkan basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total. 2. SiO2 dari bentonit terpilar TiO2 yang dietsa terjadi hole sehingga silika merupakan volum yang berlobang, sehingga dapat sebagai co-katalis. 3. Bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dalam suasana asam sulfat 1,5 M dapat digunakan sebagai katalis pembuatan gas hidrogen. 5.2. Saran-Saran Perlu diteliti cara memisahkan gas hidrogen dan oksigen yang terbentuk dari peruraian air. 99 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR REFERENSI Anthony, R. W., 1990, “Solid State Chemistry and Its Applications”, John Wiley and Sons, New York. Al-Qunaibit, M. H., Mekhemer, W. K., 2004, “The Adsorption of Cu (II) Ion on Bentonite – a Kinetic Study”, J. Colloid and Interface Science, p. 2 (1 – 6). Atkins, P. W., 1990, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York. Barksdale, J., 1966, “Titanium”, 2nd Ed., Ronald, New York. Barrer, R. M., 2002, “Zeolites and Clay Minerals as Sorbent and Molecular Sieves”, Academic Press, London. Bask, 1992, “Introduction to Colloid Chemistry Interscience” , Ch. 15, New York. Bean, K. E., 1978, “Anisotrpic Etching in Silicon”, IEEE. Trans Electron Devices, ED – m 25, 1185. Bradley, S. M., Kydd, R.A., Yamdagni R., Fyfe, C. A., 1992, “Expanded Clays and Other Microporous Materials: Synthesis of Microporous Materials”, Vol. 2, Van Nostrand Reinhold, New York. Brawn, G., 1972, “The X-Ray Identification and Crystal Structures of Clay Mineral”, Min. S. D. Brunaeur, S., Emmet, P.H., Teller, E., 1938, “Adsorption of Gases in Multi Molecular Layers”, J. of Amateur Chemistry Society, Vol. 60, p. 309 – 319. Buckkmann, 1969, “Ilmu Tanah,” Alih Bahasa: Soesimen., Bharata Karya Aksara, Jakarta. Burch, R., 1997, “Pillared Clay”, Elseiver Science Publishier Amsterdam, 283 – 297. Cool, P., Vansant, E. F., 2002, “Pillared Clays: Preparation, Characterization, and Application”, Laboratory of Inorganic Chemistry, Department of Chemistry. Cullity, B. D., 1998, “Element of X-Ray Diffraction”, 2th Edition, Addison Wesley Publishing Company, Inc., Sydney. 102 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Danas, 1980, “Textbook of Mineralogy”, 1st Edition, Boston: Wendy Ford Book Company, p. 188. Darby, D., 1997, “Titanium Dioxide Pigment, in Modern Inorganic Chemical Industry”, Special Publication No. 31, Chemical Sociaty, London. Douglass, 1977, “Vermiculities in Minerals in Soil Environment Soil Sci. Soc.”, Amer. J. 44: 512 – 514. Figueras, F., 1998, “Pillared Clay as Catalysts”, Catal. Rev-Sci. Eng, 30(3), 457 – 499. Gates, B. C., Katzer, J. R. and Schuit, G. C. A., 1979, “Chemistry of Catalytic Processes”, Mc. Graw-Hill, New York. Ishisaki, K., Komarmeni, S., and Nanko, M., 1998, “Porous Material Process Technology and Application”, Kluwer Academic Publisher London, 6–11. Juhasz, A. Z., 2001, “Some Surface Properties of Hungarian Bentonite”, J. Colloid and Surface, Vol. 49 (41-55). Jui – Ming Yeh., Shir – Joe Lou, 2002, “Anticorrosively Enhanced PMMA – Clay Nanocomposite Material with Quaternary Alkylphosphonium Salt as an Intercalating Agent”, Chem. Mater. 14, 154 – 161. Katder, S. P., Rasmaswany, V., 1997, “Intercalation of Al Oligomers Into Ca2+ Montmorillonite Using Ultrasonic”, J. Matter. Chem, 7 (11), 2197 – 2199. Kawatra, K., Ripke, S. J., 2003, “Studies for Improving Green Ball Strength in Bentonite – Bonded Magnetite Concentrate Pellets”, J. Int. Mineral Process, 72 (429-441). Kharitonova, G. V., Shein, E. V., Vityazev, V. G., Lapekina, C. I., 2004, “Water Vapour Adsorption by Soil Aggregate Fractions”, J. of International Agrophysics, Vol. 19, p. 47 – 52, Russia. Klinowski, J., 1984, “Activation of Alumina-Silica”, J. Am. Chem. Soc. Comm., 525. Lagaly, G., 2003, “Principle of Flow of Kaolin and Bentonite Dispersions”, Vol. 4, Nuclear and Chemical Waste Management, Issue 4, 291 – 299. Levine, I. N., 1980, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York. 103 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Lizhoung Zhu, Runliang Zhu, 2007, “Simultaneous Sorpstion of Organic Compounds and Phosphate to Inorganic-organic Bentonite from Water”, Vol. 54, ISSUE 1, 71 – 76. Miyoshi, H. and Yoneyama, H., 1989, “Photochemical Properties of Iron Oxide Incoroorated in Clay Interlayers”, J. Chem. Soc. Faraday, 1, 85 (7), 1873 – 1880. Murley, R. D., 1962, “Structural Chemistry of Soil Humic Substances,” Advant Agronomy, 17: 327 – 368. Occeli, M. L., Robson, H. E., 1992, “Synthesis of Microporous Solids: Expanded Clays and Other Microporous Solids”, Vol. 2, Van Nostrand Reinhold, New York. Ohtsuka, K., 1998, “Preparation and Properties of Two – Dimentional Microporous Pillared Interlayered Solids”, Chem. Mater, 9, 2039 – 2050. Olphen, V., 1977, “The Nature and Properties of Soil”, 8th Ed., Mac Millan, New York. Palinko, I., Lazar, K. and Kiricsi, I., 1999, “Cationic Mixed Pillared Layer Clay: Infrared and Massbouer Characteristics of the Pillaring Agent and Pillared Structures in Fe, Al and Cr, Al Pillared Bentonite”, J. of Molecular Structure, 410 – 411. Palinko, I., Malnar, A., 1997, “Mixed-Metal Pillared Layer Clay and Their Pillaring Precursor”, J. Chem. Soc., Faraday Trans, 93 (8), 1591 – 1599. Palverejem, M., Yu Liu and Pinnavaia, T., 2002, “Aluminated of Porous Clay Hetrostructure (PCH) Assembled from Synthetic Saponite Clay: Porous as Supermicroporous to Small Mesoporous Acid Chatalist”, Chem. Mater, 12, 2283 – 2288. Patton, T. C., 1994, “Surface Properties of Titanium Dioxide Pigments, in T. C. Patton Ed., Pigment Handbook”, Vol. 3, Wiley – Interscience, New York. Pinnavaia, 1985, “Layer Cross Linking in Pillared Clays”, J. of Amateur Chemistry Society, p. 722. Pinnavaia, 1985, “New Chromia Pillared Clay Catalyst”, J. of Amateur Chemistry Society, p. 4783. Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 1999/2000, “Pengukuran Pencadangan Wilayah Pertambangan Bahan Galian 104 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 Golongan C Komoditi Bentonit di Desa Tapus Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan”, Medan. Sukatendel, P. dan Supeno, M., 2002, ”Studi Bentonit Terpilar Jenis Wyoming dan non-Wyoming Sumatera Utara”, Laporan Penelitian, Medan. Sze, S. M., 1997, “Semiconductor Device Physics and Technology”, John Wiley and Sons, New York, 454 – 462. Tan, K. H., 1977, “Thermal Analysis of Soil in Mineral and Soil Environment”, Soil Sci. Soc. Amer, Inc., Madison Wis., p. 865 – 884. Theng, B. K. G., 1974, “The Chemistry of Clay-Organics Reactions”, John Wiley and Sons, New York. USDA., 1975, “Soil Conservation Service, Soil Survey, Soil Taxonomy-Basis System of Soil Clasification for Making and Interpreting Soil Survey, Agriculture Handbook,” No: 435, USDA, SCS, Government Printing Office, Washington. Vansant, E. R., Voort, V. D. and Vranken, K. C., 1998 , “Characterization Chemical Modification of the Silica Surface”, Elseiver Science B. V., Amsterdam, 133 – 168. Voughan, D. E. W., 1998, “Pillared Clay – A Historical Perspective”, Elseiver Science Publisher Amsterdam Catalysis Today, 2, 187 – 198. Wouter, I. I. and Thomas J., Pinnavaia, 1999, “Solid Solution Formation in Amphiphilic Organic – Inorganic Clay Hatrostructures”, Chem. Mater, 11, 3227 – 3231. Zulkarnaen, Wardoyo S., Marmer D. H., 1990, “Pengkajian Pengolahan dan Pemanfaatan Bentonit dari Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur Sebagai Bahan Penyerap dan Bahan Lumpur Bor”, Buletin PPTM Vol. 12, No. 6, Jakarta, Hal. 9 – 12. http://www.memsnet.org/mems/beginner/etch.html, 2004, “Etching Processes”. http://pearl 1.lanl.gov/piriodic/elements/14.html, 2004, “Silicon”. 105 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 104 Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 105 Lampiran 2. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 106 Lampiran 3. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 107 Lampiran 4. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 108 Lampiran 5. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 109 Lampiran 6. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 110 Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 111 Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 0,5 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 112 Lampiran 9. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 113 Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1,5 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 114 Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 2 M Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 115 Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 116 Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (400°C) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 117 Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C) Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 118 Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Drs. Minto Supeno, M.S. Tempat/ tanggal lahir : Magelang/ 9 Mei 1961 NIP : 131 689 799 Alamat kantor : Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU, Medan – 20155 Fakultas : Departemen Kimia MIPA – USU Nama Orang Tua : Miskandar Nama istri : Dra. Dwitri Saulina Silitonga, M.Si. Anak : 1. Puspa Ayu Maretha (SMP) 2. Arya Saka Wicaksono (SD) 1. Pendidikan No Pendidikan Kota Tahun Lulus Bidang Studi 1 S2 FMIPA-ITB Bandung 1992 Kimia Fisik 2 S1 FMIPA-USU Medan 1986 Kimia Fisik 3 SMA Magelang 1980 IPA 4 SMP Magelang 1977 IPA 5 SD Magelang 1971 119 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 120 2. Pelatihan 1. Kursus Singkat Teknologi Polimer HEDS-JICA Medan (1993). 2. Pelatihan Wafer dan IC di ITB Bandung (1993). 3. Magang Polimer di ITB Bandung (1994). 4. Training MS, NMR, dan GC di Medan (1994). 5. Pelatihan UV, AAS, dan Flame di Lampung Heds (1995). 3. Seminar Nasional yang Diikuti 1. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Hibah Bersaing; DIKTI, Cisarua. 2. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Riset Unggulan Terpadu; BPPT, Jakarta. 3. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Program Katalis Teknologi; BPPT, Jakarta. 4. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Basic Science Award III; DIKTI, Cisarua. 4. Pengalaman Riset Nasional 1. Peranan Aditif dalam Poliblend dan Gejala Antarmuka; Basic Science, Jakarta (1993). 2. Efek Substitusi Hitam Karbon dengan Arang terhadap Perbaikan Sifat Mekanik dan Listrik; BBI-DIKTI, Jakarta (1994). 3. Irradiasi UV dan Termal sebagai Inisiator Termoplastik Ketermoset dari Blend PE/ Karbon; Basic Science Award III, Jakarta (1995). 4. Pemanfaatan Arang Berkerapatan Rendah dan Tinggi sebagai Bahan Pengisi Ban; RUT III, Jakarta (1995 – 1997). 5. Efek Penyimpanan dan Luas Permukaan Bahan Pengisi Karbon terhadap Sifat Mekanik Polipropilena/ Karbon; BBI-DIKTI , Jakarta (2001). Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 121 5. Patent Nasional Batok Sebagai Antena Televisi, Paten Indonesia melalui UBER HAKI DIKTI (2005). 6. Penghargaan 1. Piala Presiden R.I., Gelar Teknologi Tepat Guna di Bandung (2001). Judul: Antena Batok Indoor sebagai Antena UHF 2. Piala RISTEK, Gelar Teknologi Tepat Guna di Medan (2004). Judul: Antena Batok Outdoor sebagai Antena UHF 3. Piala Gubernur SUMUT, INOTEK di Medan (2004) Judul: Antena Batok Medan, 28 Maret 2007 Minto Supeno NIP. 131 689 799 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008