peningkatan nilai tambah industri perunggasan melalui supply

advertisement
http: www.mb.ipb.ac.id
PENINGKATAN NILAI TAMBAH
INDUSTRI PERUNGGASAN MELALUI
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
PENDAHULUAN
Peningkatan dayasaing industri perunggasan harus dilakukan dengan pendekatan yang holistik
(menyeluruh), komprehensif dan terintegrasi, tidak parsial dan tidak egosektoral. Hal ini
dikarenakan salah satu karakteristik dasar dalam bisnis perunggasan adalah produk akhir dari
komoditas tersebut dihasilkan melalui tahapan-tahapan proses mulai dari hulu hingga hilir.
Restrukturisasi industri perunggasan memerlukan pembenahan di semua lini industri termasuk
produksi, pengolahan, distribusi, rumah pemotongan ayam (RPA) hingga jalur pemasaran akhir
produk-produk olahannya.
Salah satu kerangka analisis yang sangat populer digunakan akhir-akhir ini dalam peningkatan
nilai tambah dan dayasaing industri perunggasan adalah supply chain management (SCM).
Manajemen rantai pasokan tersebut pada hakekatnya merupakan koordinasi rantai-rantai pasokan
(supply chain) mulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga ¬konsumen
akhir (baik restoran maupun rumah tangga). Dengan demikian dalam memberikan nilai tambah
bisnis dan industri peternakan unggas secara menyeluruh (from farm to table business), para
pelaku dalam industri perunggasan perlu memperhatikan manajemen rantai pasokan tersebut.
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT INDUSTRI PERUNGGASAN
SCM merujuk pada manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran dimana
konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen
dapat memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat..
Dari sisi permintaan produk yang dihasilkan oleh industri perunggasan ke depan, harus disadari
bahwa permintaan konsumen semakin kompleks yang menuntut berbagai atribut atau produk
yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value perception). Kalau di masa
lalu, konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga,
maka sekarang ini dan di masa yang akan datang, konsumen sudah menuntut atribut yang lebih
rinci lagi seperti atribut keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional
attributes), atribut nilai (value attributes), atribut pengepakan (package attributes), atribut
lingkungan (ecolabel attributes) dan atribut kemanusiaan (humanistic attributes).
Restrukturisasi dalam industri perunggasan diarahkan agar ke depan pasar perunggasan lebih
terkonsentrasi dengan mengurangi jumlah peternak skala kecil yang tidak efisien,
memperbanyak skala menengah dan besar, pengaturan zonasi produksi, penataan kompartemen
RPA, sistem pemasaran rantai dingin dan mengurangi pangsa unggas hidup yang
diperdangangkan (live markets). Pendekatan SCM merupakan pilihan yang tepat dalam
mewujudkan restruktrisasi perunggasan semacam ini.
http: www.mb.ipb.ac.id
Minat untuk mempelajari SCM, baik secara akademis dan bisnis praktis, mulai muncul sejak
awal 1990-an di Eropa dan USA. Konsep dan aplikasi SCM telah menjadi salah satu area kunci
dalam riset dan bisnis praktis di bidang agribisnis di negara-negara maju selama 10 tahun
terakhir ini. Sayangnya, penggunaan SCM bagi perusahaan-perusahaan di bidang peternakan
unggas di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, saat ini masih sangat terbatas. Di
Indonesia antara setiap sub sistem yang terlibat pada umumnya masih tersekat-sekat, sehingga
sulit untuk bersaing di pasar bebas. Hal tersebut dapat dilihat dari terpisahnya operasional antara
sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir yang disebabkan oleh sub sistem budidaya
agribisnis peternakan ayam banyak diperankan oleh peternak rakyat dalam skala produksi kecil,
dan tidak memiliki posisi tawar yang kuat.
Untuk membangun industri peternakan yang memiliki nilai tambah yang besar, maka dengan
strategi SCM, struktur yang tersekat dan terpisah tersebut harus ditransformasikan kepada
struktur integrasi yang vertikal. Hal tersebut dimaksudkan untuk memadukan sub sistem hulu
sampai dengan hilir dalam satu keputusan manajemen. Pembangunan sistem yang terintegrasi
dalam industri peternakan merupakan upaya untuk meningkatkan dayasaing. Upaya tersebut
dikembangkan dengan bentuk-bentuk yang mampu mengakomodasi pelaku-pelaku industri
peternakan unggas dari setiap sub sistem yang ada.
Sebagai contoh negara yang telah berhasil menerapkan SCM dengan baik adalah Amerika
Serikat, Thailand dan Brazil. Ke tiga negara tersebut merupakan produsen hasil peternakan ayam
yang mampu bersaing di pasar global. Di ketiga negara tersebut terdapat alur aktivitas produksi
yang tersistematis dan terintegrasi sehingga produktivitasnya dapat dikendalikan. Di dalam alur
tersebut terangkai aktivitas dalam subsistem penyedia bibit (breeder), peternak dalam kelompokkelompok peternak, kelompok petani penyedia pakan (jagung, kedelai, dan sebagainya), rumah
pemotongan, dan pabrik pengolahan. Selain itu, distribusi untuk pasar lokal dan ekspor juga telah
ditentukan secara jelas, sehingga efisiensi dapat ditingkatkan melalui aktivitas-aktivitas tersebut.
Bila SCM dapat berjalan dengan baik minimal terdapat empat keuntungan yang dapat diraih
yang antara lain :
•
Adanya penambahan nilai yang antara lain meliputi kesesuaian dengan pesanan,
ketetapan dalam distribusi, dan kesesuaian dalam pembebanan biaya produksi.
•
Pengurangan biaya transaksi yang berdampak pada timbulnya respon terhadap pasar yang
lebih berorientasi pada kepentingan pedagang pengecer.
•
Pengurangan resiko bisnis, yaitu memberikan jaminan pemasaran produk dan
pengembangan modal yang disesuaikan dengan adopsi teknologi serta peningkatan
efisiensi maupun penambahan nilai produk yang dihasilkan.
•
SCM dalam industri peternakan unggas dapat dijadikan sarana alih teknologi dari
perusahaan-perusahaan yang menguasai teknologi modern kepada peternak-peternak
kecil sebagai mitra kerjanya. Proses alih teknologi tersebut akan berdampak pada
peningkatan kualitas dan pemenuhan preferensi kualitas konsumen, terutama untuk
http: www.mb.ipb.ac.id
tujuan ekspor. Dengan demikian nilai dan pasar ekspor dari produk peternakan Indonesia
dapat dikembangkan secara berkesinambungan.
Dalam memperlancar penerapan strategi SCM, bentuk-bentuk kerjasama dan kemitraan
merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan. Hal tersebut akan memberikan jaminan
pasokan dan pemasaran produk baik bagi peternak maupun perusahaan. Perusahaan akan
membantu peternak dalam pasokan Day Old Chick (DOC), pakan, dan obat-obatan sehingga
kualitas produk yang akan diterima perusahaan dapat terjaga dengan baik. Begitu pula dengan
alur informasi, adanya kemitraan alur informasi dapat bergerak secara mudah dan akurat di
antara jaringan atau mata rantai tersebut, serta pergerakan produk akan efektif dan efisien dalam
menghasilkan kepuasan maksimal bagi konsumen.
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Dalam menerapkan dan membangun strategi SCM di industri peternakan unggas, beberapa hal
penting yang harus menjadi perhatian bagi para stakeholders yang terkait antara lain :
•
Pertama, peningkatan kinerja SCM hendaknya ditekankan pada upaya pembangunan dan
pemeliharaan kerjasama dalam rantai pasokan, pola kemitraan yang terbentuk yaitu
hubungan kerja sama antara peternak, perusahaan maupun pembeli bersifat lebih spesifik
dan berfokus pada volume, distribusi, lead time, dan mutu. Para pelaku tersebut
hendaknya mampu menciptakan pola kemitraan yang mapan dan terpadu serta saling
membutuhkan dengan tetap memperhatikan kualitas dan kontinuitas.
•
Kedua, kontrol terhadap persediaan pasokan harus senantiasa dilakukan sehingga
efisiensi biaya dapat tercapai. Untuk menjaga kestabilan dalam aktivitas produksi, maka
jumlah pasokan bahan baku disesuaikan dengan jumlah produk yang dapat dijual.
Dengan demikian jumlah persediaan bahan baku ataupun hasil produksi di gudang akan
stabil dan tidak terjadi penumpukan stok yang berakibat meningkatnya biaya
penyimpanan atau pun penurunan kualitas produk akibat terlalu lama disimpan.
•
Ketiga, kebijakan penentuan lokasi dan transportasi dalam sebuah jaringan kerja rantai
pasokan harus dibuat berdasarkan perhitungan serta memperhatikan dampak terhadap
biaya persediaan, fasilitas dan proses. Hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat
kepekaan terhadap keinginan konsumen. Oleh sebab itu perusahaan harus mengevaluasi
berbagai alternatif lokasi dan transportasi rantai pasokan dengan berbagai biaya yang
ditimbulkan.
•
Keempat, diperlukan sebuah sistem informasi terpadu yang bertugas dalam
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi kepada setiap
stakeholders. Dengan adanya informasi dari setiap bagian yang terlibat dalam sistem
rantai pasokan akan mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing rantai
pasokan tersebut.
http: www.mb.ipb.ac.id
Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, penerapan SCM pada industri peternakan Indonesia
diyakini akan mampu meningkatkan nilai tambah dari masing-masing rantai yang dilalui produk
sehingga mampu bersaing dengan produk-produk peternakan di level internasional.
Oleh : Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc
Sumber : http://ariefdaryanto.wordpress.com/2007/09/23/peningkatan-nilai-tambah-industriperunggasan-melalui-supply-chain-management/
Download