BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Definisi Kanker atau tumor ganas merupakan pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, dan terus bertumbuh/bertambah (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Kanker adalah penyakit yang tidak terkait dengan status sosial dan dapat menyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh (Lubis dan Hasnida, 2009). Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut dapat menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan secara langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan bermetastasis (Lestari, 2009). 2.1.2 Epidemiologi Berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas), di Indonesia menunjukkaan kecenderungan peningkatan kasus kanker baik dalam kematian maupun kasus baru. Prevalensi penyakit kanker pada kelompok umur meningkat pada umur ≥ 15 tahun, dan tertinggi pada umur ≥ 75 tahun, yaitu sebesar 2,1 % (usia 35-44 tahun) dan 3,5 % (usia 45-54 tahun) dan 3,2 % (usia 55-64 tahun) dan 3,9 % (usia 65-74 tahun) dan 5% (usia >75 tahun). Prevalensi penyakit kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari laki-laki. Di RS Dharmais jumlah 7 Universitas Sumatera Utara kanker baru dan jumlah kematian akibat kanker pada tahun 2010-2013 meningkat selama 4 tahun berturut-turut adalah kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar hepatoma, dan nasofaring. Selama tahun 2010-2013, kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru merupakan tiga penyakit terbanyak dan jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker tersebut terus meningkat (Kementerian Kesehatan RI, 2015). 2.1.3 Klasifikasi Kanker Menurut National Cancer Institute terdapat lebih dari 100 jenis kanker. Jenis kanker biasanya dinamai terkait organ atau jaringan dimana kanker terbentuk. Misalnya, kanker paru-paru dimulai di sel paru-paru. Kanker dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis dari sel tertentu yaitu sarkoma, karsinoma, adenokarsinoma, limfoma, dan leukimia: a. sarkoma adalah kanker yang terbentuk pada jaringan tulang dan lunak seperti tulang rawan, pembuluh darah, pembuluh getah bening, dan lemak. b. karsinoma adalah jenis kanker yang paling umum, dan terbentuk pada jaringan epitel seperti kulit, dan lapisan rongga. c. adenokarsinoma adalah kanker yang terbentuk pada sel epitel yang menghasilkan cairan atau lendir yang meyerupai jaringan kelenjar seperti usus besar, prostat, dan ovarium. d. limfoma adalah kanker yang dimulai pada limfosit (sel T atau sel B) yang terbentuk di kelenjar getah bening dan merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. e. leukimia adalah kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah sumsum tulang. 8 Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Patofisiologi Organ tubuh manusia memiliki beberapa jenis sel yang akan tumbuh dan membelah secara terkontrol untuk menghasilkan lebih banyak sel yang dibutuhkan oleh tubuh. Ketika sel menjadi tua dan rusak, sel-sel tersebut akan mati dan diganti dengan sel-sel baru. Kematian sel ini disebut apoptosis. Ketika proses ini rusak, kanker akan mulai terbentuk jadi sel tumbuh dan tidak terkendali disebut mutasi DNA (deoxyribose nucleic acid) (National Cancer Institute, 2015). 2.1.5 Patologi Menurut National Cancer Institute, tes pemeriksaan kanker dapat dibagi menjadi: a. tes skrining b. tes laboratorium. Tes laboratorium darah, urin, dan cairan tubuh lainnya dapat membantu mendiagnosis penyakit kanker sehingga jika terjadi peningkatan atau rendahnya suatu zat dapat menjadi pertanda kanker. c. teknik pencitraan seperti x-ray, CT scan, MRI scan, PET scan, dan ultrasound digunakan untuk mendeteksi lokasi tumor. d. biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu dokter mendiagnosa kanker dengan cara mengambil jaringan yang dirusak oleh kanker. 2.1.6 Manifestasi Klinis Menurut National Cancer Institute gejala klinis kanker bervariasi tergantung jenis atau lokasi kanker: a. nyeri dapat terjadi akibat tumor yang meluas menekan saraf dan pembuluh darah di sekitarnya. Nyeri juga disebabkan ketakutan dan kecemasan. 9 Universitas Sumatera Utara b. perdarahan atau pengeluaran cairan yang tidak wajar, misalnya muntah berdarah, mimisan terus menerus, dan cairan puting susu mengandung darah. c. perubahan kebiasaan buang air besar d. penurunan berat badan secara drastis e. gangguan pencernaan f. luka yang tidak sembuh 2.1.7 Faktor Risiko Beberapa faktor risiko yang dapat membantu pertumbuhan kanker: a. Faktor Genetik Kanker disebabkan oleh perubahan pada gen tertentu yang mengubah cara fungsi sel. Beberapa perubahan genetik bisa terjadi secara alami ketika replikasi DNA selama proses pembelahan sel atau penyebab lain adalah akibat terpapar lingkungan yang merusak DNA. Paparan ini termasuk zat kimia dalam asap tembakau, atau radiasi, seperti sinar ultraviolet dari sinar matahari. b. Faktor karsinogen, diantaranya zat kimia, radiasi, virus, dan hormon. i. Zat kimia Banyak zat kimia yang ditambahkan dalam makanan dapat memicu kanker, misalnya bahan pengawet, pemanis buatan, dan pewarna buatan. ii. Radiasi Radiasi panjang gelombang tertentu, yang disebut radiasi pengion, memiliki cukup energi untuk merusak DNA dan menyebabkan kanker. iii. Virus Beberapa agen infeksius, termasuk virus, bakteri, dan parasit, dapat menyebabkan kanker atau meningkatkan risiko kanker. Beberapa virus 10 Universitas Sumatera Utara dapat mengganggu sinyal sehingga menyebabkan pertumbuhan sel dan proliferasi. Beberapa infeksi bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh kurang mampu melawan infeksi penyebab kanker lainnya. iv. Hormon Hormon estrogen yang berlebih juga dapat meningkatkan kanker kandungan dan payudara sedangkan hormon progesteron dapat mencegah timbulnya kanker endotrium, tetapi meningkatkan risiko kanker payudara. c. faktor perilaku/gaya hidup, diantaranya yaitu merokok, pola makan yang tidak sehat, mengkonsumsi alkohol, dan kurang aktivitas fisik i. merokok memiliki risiko kanker karena rokok dan asap rokok memiliki banyak bahan kimia yang merusak DNA. ii. pola makan yang tidak sehat iii.mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kanker mulut, tenggorokan, kerongkongan, laring, hati, dan payudara vi. kurang aktivitas fisik (Kementerian Kesehatan RI, 2015; National Cancer Institute, 2015). 2.1.8 Penatalaksanaan Terapi Terapi kanker tergantung pada jenis, stadium kanker, usia, dan status kesehatan. Terapi kanker memerlukan multimodalitas terapi dan diberi kombinasi terapi dan terapi paliatif. Pengobatan ini diberi untuk membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, menghentikan pertumbuhan agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker. Beberapa cara pengobatan yang dilakukan yaitu: 11 Universitas Sumatera Utara a. Operasi Pembedahan merupakan terapi utama dalam penanganan kanker solid tetapi bukan pilihan untuk kanker yang sudah metastasis. Dengan pembedahan maka keseluruhan kanker akan diangkat atau dibuang. Namun tidak semua keadaan kanker dapat dilakukan tindakan pembedahan (National Cancer Institute, 2015). b. Radioterapi Terapi radiasi adalah jenis pengobatan kanker menggunakan radiasi dosis tinggi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor (National Cancer Institute, 2015). c. Kemoterapi Kemoterapi adalah jenis pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk membunuh sel kanker. Berbeda dengan pembedahaan atau radiasi yang bersifat setempat, kemoterapi bersifat sistemik. Sehingga kemoterapi merupakan pilihan pertama untuk menangani kanker yang sudah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh lain (Calabresi dan Bruce, 2012). d. Imunoterapi Imunoterapi digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker. Misal, vaksin yang terdiri dari antigen diperoleh dari sel tumor bisa meningkatkan antibodi atau sel kekebalan (limfosit T) (National Cancer Institute, 2015). e. Terapi Hormon Terapi hormon adalah pengobatan yang memperlambat atau menghentikan pertumbuhan kanker payudara dan prostat (National Cancer Institute, 2015). 12 Universitas Sumatera Utara 2.2 Kemoterapi 2.2.1 Definisi Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu zat-zat yang menghambat proliferasi sel-sel kanker. Tujuan intervensi kemoterapi pada pasien kanker antara lain pengobatan, mengurangi massa tumor selain dengan terapi pembedahan atau radiasi, meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi komplikasi akibat metastasis dan efek samping kemoterapi (Smeltzer, dkk., 2002). 2.2.2 Jenis-jenis Kemoterapi Kemoterapi diberikan berdasarkan diagnosa, dan stadium kanker pada pasien. Berikut beberapa jenis cara pemberian kemoterapi: a. Kemoterapi neoadjuvan Kemoterapi ini diberikan pada pasien kanker sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor. b. Kemoterapi adjuvan Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi atau bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastasis (Harvey dan Pamela, 2009). 2.2.3 Klasifikasi Obat Kemoterapi Obat sitotoksik mempengaruhi sintesis dan fungsi DNA-proses yang terjadi ketika siklus sel. Siklus Sel memiliki 4 fase: a. Fase M atau fase mitosis, terjadi ketika pembelahan sel b. Fase first gap (posmitotik atau presinetik) (G1), terjadi ketika sel memerlukan enzim untuk sintesis DNA. 13 Universitas Sumatera Utara c. Fase S atau fase sintesis, fase ini DNA direplikasi d. Fase second gap (posmitorik/presinetik) (G2), terjadi ketika RNA dan protein lain disintesis untuk fase M (Harvey dan Pamela, 2009). 2.2.4 Efek Samping Kemoterapi Efek samping kemoterapi terjadi akibat obat kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker termasuk sel normal yang membelah dengan cepat seperti saluran pencernaan, kulit, rambut dan sumsum tulang. Efek samping kemoterapi yang perlu dicermati antara lain mual-muntah, mielosupresi (menekan produksi darah), kelelahan, rambut rontok, dan sariawan (Chohan, et al., 2006). 2.3 Depresi 2.3.1 Definisi Depresi adalah gangguan perasaan hati (mood) yang ditandai oleh kemurungan, kesedihan yang mendalam, sampai hilangnya kegairahan hidup, dan terganggunya perilaku tetapi tidak mengalami gangguan menilai realitas (Hawari, 2008). 2.3.2 Gejala Depresi 2.3.2.1 Gejala Fisik Beberapa gejala fisik yang sering dialami pasien depresi: a. gangguan pola tidur (sulit tidur atau terlalu sering tidur) b. menurunnya tingkat aktivitas; pada orang depresi umumnya menjukkan perilaku pasif. c. menurunnya efisiensi kerja; pada orang depresi sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal. 14 Universitas Sumatera Utara d. menurunnya prokduktivitas kerja; pada orang depresi kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerja. e. mudah merasa letih dan sakit; pada dasarnya depresi adalah perasaan negatif sehingga ketika seseorang memiliki perasaan negatif akan membuatnya letih karena membebani pikirannya. 2.3.2.2 Gejala Psikis Beberapa gejala psikis yang sering dialami pasien depresi: a. kehilangan rasa percaya diri; penyebabnya, penderita memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. b. sensitif; penderita senang sekali mengkaitkan sesuatu pada dirinya, sehingga sering peristiwa yang netral dipandang dari sudut yang berbeda. Akibatnya penderita mudah tersinggung dan marah. c. merasa tidak berguna; perasaan tidak berguna ini muncul karena penderita merasa gagal di suatu bidang atau lingkungan yang seharusnya. d. perasaan bersalah; terkadang timbul pada orang depresi, penderita memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai hukuman atau akibat dari kegagalan melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya. e. perasaan terbebani; cenderung menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya, penderita merasa mempunyai beban berat karena mereka terlalu dibebani tanggung jawab yang berat. 2.3.2.3 Gejala Sosial Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan anggota keluarga, rekan kerja, atasan ataupun bawahan. Masalahnya tidak berbentuk konflik tetapi merasa malu, minder dan cemas jika berada di antara 15 Universitas Sumatera Utara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi (Lubis dan Hasnida, 2009). 2.3.3 Faktor Penyebab Depresi Menurut Beck dan Young (1985) ada beberapa kondisi yang dapat mencetus depresi, yaitu: a. stres yang spesifik yaitu kondisi atau peristiwa yang memilki persamaan dengan pengalaman traumatik individu pada masa lalu. b. stres non-spesifik, depresi ditimbulkan oleh serangkaian kejadian tetapi bukan kejadian yang traumatik. Situasi stres non-spesifik tidak hanya menimbulkan depresi saja, tetapi dapat menimbulkan reaksi patologis lainnya. c. faktor-faktor lain, pada beberapa pasien yang mengalami ketegangan psikologis yang berlebihan serta berkepanjangan akan menderita depresi Menurut Hawari (2008) depresi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dibedakan menjadi faktor intern dan ekstern, yaitu: a. Faktor Intern i. Faktor Usia Berbagai kajian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting. ii. Jenis Kelamin Perempuan pada umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi terkena depresi dibanding laki-laki. Perbedaan tingkat depresi pada laki-laki dan perempuan ditentukan oleh faktor biologis dan lingkungan, yaitu adanya perubahan peran sosial yang lebih cepat sehingga menimbulkan berbagai konflik serta 16 Universitas Sumatera Utara membutuhkan penyesuaian diri yang lebih intens. Serta adanya perbedaan fisiologis dan hormonal dibandingkan laki-laki, seperti masalah reproduksi serta berbagai perubahan hormon yang dialami perempuan. iii. Kepribadian Aspek-aspek kepribadian juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individuindividu yang rentan terhadap depresi seperti yang mempunyai konsep diri dan pola pikir yang negatif. b. Faktor Ekstern i. Faktor keluarga ii. Faktor Lingkungan iii. Faktor Tekanan hidup (Lubis dan Hasnida, 2009). 2.3.4 Depresi pada pasien penyakit kanker Penyakit kanker adalah penyakit fisik, sedangkan depresi adalah penyakit mental yang keduanya mampu muncul pada waktu yang bersamaan. Depresi dapat muncul sebagai gangguan utama ataupun menyertai berbagai jenis gangguan medis (Beck dan Young, 1985). Kondisi fisik, mental dan kognitif seseorang akan mempengaruhi kondisi psikologis, dengan kata lain setiap penyakit fisik yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja, tetapi juga dapat membawa masalah pada kondisi psikologisnya. Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Lubis dan Hasnida, 2009). 17 Universitas Sumatera Utara 2.4 Sindroma Dispepsia 2.4.1 Definisi Sindroma dispepsia adalah gejala/sindrom yang mengacu pada suatu kondisi dimana terdapat keluhan pada perut tengah bagian atas seperti kembung, cepat kenyang, nafsu makan berkurang, nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, rasa panas di dada dan perut, dan banyak mengeluarkan gas masam dari mulut (Hadi, 2002). 2.4.2 Epidemiologi Dispepsia berada pada peringkat ke-10 dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Pada tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke-15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke-35 dari daftar 50 penyebab penyakit yang menyebabkan kematian dengan PMR 0,6 % (Departemen Kesehatan RI, 2006). 2.4.3 Klasifikasi Sindroma Dispepsia 2.4.3.1 Dispepsia Organik Dispepsia organik banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan jika penyebabnya sudah jelas, seperti dispepsia tukak, dispepsia bukan tukak, refluks gastroesofageal, sindroma malabsorbsi, dan penyakit saluran empedu. 2.4.3.2 Dispepsia Fungsional Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi memiliki kelainaan fungsi dari saluran makanan, seperti dispepsia dismotilitas. 18 Universitas Sumatera Utara Pada dispepsia dismotilitas umumnya terjadi gangguan motilitas, di antara pengosong lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap kenaikan asam lambung. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang ada pengaruhnya dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal (Hadi, 2002). 2.4.4 Hubungan psikis dengan saluran cerna bagian atas Kelainan jiwa seseorang dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna bagian atas, di antaranya ialah: a. menimbulkan keluhan yang bersumber dari saluran cerna bagian atas i. nafsu makan, kelainan atau gangguan jiwa seseorang dapat menyebabkan nafsu berkurang atau menghilang. Berkurang atau menghilangnya nafsu makan secara kronis atau secara periodik dapat menyebabkan anoreksia nervosa. ii. Mual muntah, kelainan jiwa seseorang dapat menimbulkan reaksi muntah, yang dapat digolongkan pada muntah kejiwaan atau nervous vomiting. Sebagai akibat kelainan jiwa seseorang maka akan mengakibatkan kontraksi yang kuat dari antrum dan pilorus yang menimbulkan antiperistaltik yang kuat di antrum sendiri, disertai dengan relaksasi dari otot sfingter kardia, sehingga timbul reaksi muntah. 19 Universitas Sumatera Utara b. kelainan di esofagus Kelainan esofagus yang terjadi sebagai akibat kelainan kejiwaan, umumnya berupa kesulitan waktu menelan yang dirasakan tidak mau turun. Keluhan semacam ini dapat berupa: i. Neurosis Esofageal adalah gangguan pada saat menelan makanan sehingga penderita merasakan semua makanan tidak atau sulit ditelan. ii. Kardio Spasme, faktor pencetus terjadinya kardio spasme diantaranya adalah pengaruh emosi, ketegangan jiwa yang merangsang spasme pada otot di daerah kardial. Keluhan yang diajukan, mula-mula sukar menelan makan atau perlu dibantu dengan minum atau makan yang banyak yang mengandung air. Bila kelainan jiwa ini terus berlangsung lama maka kardio spasme akan tetap ada dan semakin berat untuk menelan makanan lembek atau cairan sekalipun. c. kelainan pada lambung dan duodenum, seseorang yang mengalami gangguan/kelainan kejiwaan dapat menimbulkan kelain pada lambung dan duodenum antara lain gastrik neurosis dan tukak peptik (Hadi, 2002). Hubungan sebab akibat antara gangguan kejiwaan dengan gangguan pencernaan funsional telah menjadi kontroversial. Bukti yang menunjukkan hubungan ini berasal dari penelitian besar meta-analysis oleh dispepsia fungsional dan irritable bowelsyndrome (IBS) berhubungan erat dengan kecemasan dan depresi. Studi ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat depresi antara pasien yang mendapat pengobatan medis dengan yang tidak, sedangkan tingkat kecemasan sedikit lebih tinggi pada pasien yang mendapat pengobatan medis (Henningsen, et al., 2003). 20 Universitas Sumatera Utara