Kajian Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi, Status Gizi, Denyut Nadi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari bahasa
Latin “adolescare” (kata bendanya = remaja), yang berarti tumbuh menjadi
dewasa atau dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
(Desmita 2005). Lebih lanjut, Desmita menyebutkan bahwa batasan usia remaja
yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Ahmadi
dan Sholeh (2005) mengungkapkan bahwa pada masa ini terdapat beberapa
fase, yaitu fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia14-18
tahun), fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut banyak ahli jiwa, fase
remaja akhir berkisar pada umur 17-19 tahun atau 17-21 tahun (Kartono 1990).
Hurlock (2000) menyebutkan bahwa masa remaja dikenal dengan masa
storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi oleh pertumbuhan
fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis secara bervariasi. Terdapat
perubahan psikologis yang sama dan bersifat universal, yaitu : 1. Meningginya
emosi, yang intensitasnya tergantung paada tingkat perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi. Meningginya emosi lebih menonjol pada masa awal
periode akhir masa remaja. 2. Perubahan tubuh, minat dan peran diharapkan
oleh kelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru pada tahap
ini. 3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah; dan
4. Sebagian besar remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi
mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan
kemampuan mereka untuk dapat mengatasi pertanggungjawaban tersebut.
Selanjutnya Hurlock (2000) menjalaskan bahwa remaja dianggap sebagai
suatu saat terjadinya ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik
dan kelenjar. Namun meningginya emosi terutama disebabkan oleh kondisi
sosial dan kondisi baru yang membutuhkan penyesuaian. Papalia et al (2008)
mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus risiko.
Selain itu, masa remaja merupakan masa yang menarik perhatian, karena sifatsifat khasnya dan karena peranannya yang menetukan dalam kehidupan individu
dalam masyarakat orang dewasa (Ahmadi dan Sholeh 2005).
Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia
remaja berada pada vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada
pada taraf operasional formal, sehingga kemampuan nalarnya tinggi. Atkinson et
al. (1993) mengemukakan bahwa tugas penting yang dihadapi remaja ialah
5
mengembangkan persepsi identitas diri. Mencari identitas diri termasuk dalam
hal memutuskan apa yang penting dan patut serta memformulasikan standar
tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal
ini mencangkup juga perasaan harga diri daan kompetensi diri. Papalia et al
(2008) mengungkapkan bahwa identitas diri muncul ketika anak muda memilih
nilai, bukan sekedar mengikuti pilihan orangtuanya.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya
kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi dapat diperoleh
melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum
yang diterapkan di sekolah. Dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang
ketat untuk tingkat usia sasarannya. Sementara pendidikan informal tidak
terorganisasi secara struktural dan tidak mengenal tingkatan kronologi menurut
usia, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di
lingkungan sekitar manusia (Hayati 2000). Pendidikan gizi menjadi landasan
yang menentukan konsumsi pangan. Remaja yang memiliki pendidikan gizi yang
baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sepenunya
dalam pemilihan maupun pengolahan pangan (Nasution & Khomsan 1995).
Pengetahuan
gizi
merupakan
prasyarat
penting
untuk
terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu
perimbangan seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Semakin
baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas
dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik
pengetahuan gizinya akan lebih baik mempergunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuannya
dibandingkan
panca
inderanya
sebelum
mengkonsumsi
makanan (Sediaoetama 1996).
Mariani (2002) menyatakan bahwa ketidaktahuan akan gizi dapat
mengakibatkan seseorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan
tetapi sebaliknya, seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya akan
mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Selain itu
menurut Harper, Deaton dan Driskel (1995) menyatakan bahwa pengetahuan
gizi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan
makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam
memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya.
6
Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk siswa
sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi siswa.
Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang
dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam
latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan
energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3)
menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu
latihan intensif sebelum, selama dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan
prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang
diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat
rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan
metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya
cerna siswa.
Sikap Gizi
Menurut Azwar (2004) sikap merupakan suatu bentuk respon evaluatif.
Respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
mengkehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk
reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi
dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk
nilai baik-buruk, positif-negatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi
reaksi terhadap objek sikap.
Sikap seseorang dapat diketahui dan kecenderungan seseorang tersebut
dalam bertingkah laku terhadap suatu objek tertentu. Sikap tersebut karena ada
faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agam,
serta pengaruh faktor emosional (Azwar 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap akan sangat berguna bagi seseorang,
sebab sikap akan mengarahkan [erilaku secara langsung. Dengan demikian
sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya sikap
negatif akan mrnumbuhkan perilaku yang negatif saja, seperti menolak,
menjauhi, meninggalkan, bahkan sampai hal-hal merusak.
Di dalam sikap ada tiga komponen yaitu :
1. Komponen kognitif, yang menyangkut pengertian, kepercayaan, motif,
dan sebagainya.
7
2. Komponen efektif, yang memrikan proses internal yang berkembang
sebagai bagian dari emosi dan perasaan.
3. Komponen perilaku yang membentuk kecenderungan tertentu dan
mengarahkannya pada suatu tindakan tertentu.
Sikap bersifat relatif tetap, stabil, dan terus menerus. Suatu sikap yang
sudah tumbuh dalam psikis seseorang tidak mudah akan berubah. Secara umum
diketahu bahwa sikap itu terbentuk melalui pengetahuan (akal) dan pengalaman.
Bahkan untuk membentuk sikap diperlukan penguatan-penguatan yang sebgaja
dilakukan.
Sikap
mengandung
komponen
efektif,
sikap
terbentuk
dari
pengalaman seseorang, bertambah dan berkembang dalam psikis yang lain,
merupakan proses internal, melibatkan keseluruhan pribadi dalam menanggapi
objek pada suatu situasi.
Sikap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau
tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan. Sikap gizi
sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Mereka yang berpengetahuan
gizi baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula. Sikap gizi
dikategorikan ke dalam kalsifikasi kurang (<60), sedang (60-79), dan baik (≥80).
Sikap gizi akan sangat berperan untuk mengubah praktik atau perilaku gizi.
Hanya saja perilkau konsumsi pangan seseorang sering kali dipengaruhi oleh
faktor yang lebih kompleks (Khomsan et al. 2009).
Survei Konsumsi Makanan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang
dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan
mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat
gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis
pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang
(sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992).
Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode
yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Dalam
melakukan penilaian konsumsi makanan banyak terjadi bias yang disebabkan
oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur,
waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan,
8
kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar
komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang
dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh
karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi
makanan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data
konsumsi makanan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan
status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi
seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa et al. 2002).
Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi
makanan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode
kuantitatif, serta gabungan dari keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk
mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan,
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitatif digunakan
untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Bahan Komposisi Makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga
(URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak
(DPM).
Kebutuhan Zat Gizi
Kebutuhan Energi
Aktivitas fisik seseorang membutuhkan energi. Energi diperoleh dari
makanan yang dikonsumsi setiap hari. Penyusunan menu dalam menentukan
besarnya kebutuhan zat gizi untuk seorang siswa harus dimulai dengan
menentukan kebutuhan energi (Depkes 1993)
Energi yang tersedia serta siap dipakai untuk kontraksi otot berupa
Adenosin Trifosfat (ATP) terdapat di dalam otot. Terjadinya kontraksi otot
diperlukan energi yang diperoleh dari energi yang dibebaskan pada reaksi kimia
terutama reaksi kimia pada perubahan ATP menjadi ADP.
ATP ====> ADP + pelepasan energi
Gerakan otot yang terus menerus pada saat beraktivitas dapat
menyebabkan ATP habis terpakai. Supaya gerakan otot tetap berlangsung maka
ATP yang telah habis terpakai harus dibentuk lagi.
Pada saat awal melakukan suatu aktivitas, aliran darah belum cukup
memberikan suplai oksigen ke otot maka suplai energi untuk membentuk ATP
diperoleh dari energi yang dibebaskan melalui proses katabolisme anaerobik.
9
Mula-mula pembentukan ATP yang digunakan untuk kontraksi otot diperoleh dari
penguraian kreatin fosfat (CP). Kreatin fosfat bekerja paling cepat untuk
membentuk ATP kembali namun simpanan protein sangat terbatas sehingga
energi yang dihasilkan hanya untuk kerja otot beberapa detik saja. Apabila
aktivitas terus berlangsung maka pembentukan
kembali ATP berasal dari
glukosa dan cadangan glikogen hati dan otot.
Pada aktivitas fisik yang berlangsung lama dan suplai oksigen telah
mencukupi untuk pembebasan energi maka pembentukan kembali ATP
berlangsung melalui proses aerobik. Pada awal proses aerobik, energi untuk
pembentukan ATP berasal dari energi yang dibebaskan dari penguraian
glikogen. Pada fase aerobik selanjutnya, ATP dibentuk dari penguraian lemak
(trigliserida) dan protein terutama asam amino rantai cabang (Depkes 1993).
Kebutuhan Karbohidrat
Masalah utama yang sering ditemui siswa adalah kelelahan atau ketidak
mampuan untuk memulihkan rasa lelah, dari satu kegiatan ke kegiatan
berikutnya. Oleh karena itu pemenuhan energi dan karbohidrat harus menjadi
prioritas bagi siswa yang menjalani aktivitas yang intensif (Damayanti 2000).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan
sangat penting untuk seorang siswa dalam melakukan aktivitas fisik. Untuk
beraktivitas, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat
dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati.
Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber
energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen
otot dipergunakan langsung oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan
glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke
peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot.
Pemberian karbohidrat bagi seorang siswa bertujuan untuk mengisi
kembali simpanan glikogen otot dan hati yang telah dipakai pada saat kontraksi.
Pada siswa yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan mengalami
cepat lelah dan kurang berprestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat
diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10
gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam
bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian
kecil saja (Depkes 1993).
10
Kebutuhan Lemak
Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan
gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat
pengangkut vitamin
yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak
yang esensial,
misalnya asam lemak linoleat (Primana 2000). Lemak yang digunakan untuk
pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang
dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak berkisar antara 20-25% dari total energi
perhari yang dibutuhkan seorang remaja (Depkes 1993).
Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi utama pada saat
melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang dalam waktu lama. Pada
aktivitas sedang, lemak yang digunakan dipecah terlebih dahulu menjadi asam
lemak dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan lain dan
dipergunakan sebagai sumber energi. Pembentukan energi dari asam lemak
membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan karbohidrat (Depkes 1993).
Kebutuhan Protein
Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang bermakna
selama beraktivitas karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan
berasal dari protein. Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan
struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot serta berperan dalam
pembentukan
enzim,
pembentukan
sel-sel
darah
merah,
hormon,
neurotransmitter, antibodi, dan sintesa jaringan tubuh lainnya. Protein dicerna
menjadi asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan
jaringan lainnya (Husaini 2000).
Protein dalam makanan dibutuhkan sebanyak 10-15% dari total energi.
Namun,
siswa remaja yang yang memiliki aktivitas fisik yang sedang perlu
mengkonsumsi protein 1,0-1,2 gr/kg BB/hari. Kebutuhan protein seorang siswa
remaja yang masih dalam masa pertumbuhan, kebutuhan terhadap protein lebih
meningkat lagi, tetapi tidak boleh lebih dari 2 gr/kg BB/hari.
Siswa sebaiknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi untuk
meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, siswa remaja tidak dianjurkan
mengkonsumsi makanan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein
yang berlebih akan diubah menjadi lemak badan. Selain itu menyebabkan
diuresis sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi (Depkes 1993).
11
Kebutuhan Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan
membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim, dan kofaktor.
Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan.
Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C) meningkat
sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Vitamin dan mineral yang
penting diperhatikan dalam kaitannya dengan aktivitas fisik seperti vitamin A, B,
C, D, E, dan K.
Siswa remaja memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk pembakaran
karbohidrat yang menghasilkan energi terutama pada saat beraktivitas. Untuk
mengangkut oksigen (O2) ke otot diperlukan Hemoglobin (Hb) atau sel darah
merah yang cukup. Untuk membentuk Hb yang cukup tubuh memerlukan zat
besi (Fe) yang bersumber dari daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak),
sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Oleh karena itu, siswa remaja tidak boleh
menderita anemia, agar dapat berprestasi. Siswa yang masih remaja
memerlukan kalsium yang relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya.
Sumber kalsium bisa didapatkan dari susu (rendah lemak). Oleh karena itu,
siswa siswaik yang masih remaja sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu
setiap hari agar mencapai tinggi badan optimal. Ikan juga merupakan sumber
kalsium terutama ikan yang dikonsumsi dengan tulangnya (contoh: ikan teri).
Kebutuhan kalsium pada remaja usia 15 tahun adalah 1200 mg dan pada remaja
dengan usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (Rumawas 2000).
Status Gizi dan Pengukurannya
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2004). Menurut Harper, Deaton & Driskel
(1996) status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan makanan. Demikian pula menurut Riyadi (2003)
mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok
orang
yang
diakibatkan
oleh
konsumsi,
penyerapan
dan
penggunaan zat gizi. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status
gizi yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokomia, dan klinis.
Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri ini
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
12
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai parameter atau jenis
ukuran tubuh yang digunakan sebagai indikator status gizi seperti umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan
antara
asupan
protein
dan
energi.
Gangguan
ketidakseimbangan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al.
2002).
Tujuan dari pengukuran antropometri adalah besaran komposisi tubuh
yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dikelompokkan
menjadi tiga yaitu : 1) penapisan status gizi, 2) survei status gizi, dan 3)
pemantauan status gizi (Arisman 2004). Penapisan diarahkan pada orang per
orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran
status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktor-faktor yang berkaitan.
Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari
waktu ke waktu.
Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan
dengan status gizi. Atas dasar ini ukuran antropometri diakui sebagai indeks
yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara
berkembang. Hal ini sangat penting karena cara penilaian status gizi lain lebih
sulit dan lebih mahal. Pada orang dewasa, status gizi dapat ditentukan dengan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (Riyadi 2003). Namun demikian, menurut
Damayanti (2000) Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibuat untuk populasi umum,
tidak cocok digunakan pada remaja, Siswa remaja dengan lean body mass yang
meningkat mungkin mempunyai kadar lemak yang rendah, namun IMTnya
melebihi batas yang dianjurkan. IMT masih dapat digunakan untuk perkiraan
pertama tentang interval berat badan yang diinginkan, atau pada siswa wanita
yang mengharapkan berat badan yang tidak realistik misalnya.
Status gizi sangat mempengaruhi prestasi akademik. Menurut Moelek
(1995) untuk mencapai prestasi akademik yang baik, banyak
faktor yang
berperan, antara lain kapasitas fungsional, status gizi, dan status psikologi.
Status gizi yang baik sangat diperlukan untuk memperoleh kondisi fisik yang
prima.
13
Denyut Nadi
Denyut nadi atau denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada
arteri bila darah dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba disuatu tempat
dimana arteri melintas di sebelah depan pergelangan tangan. Darah yang di
dorong ke arah aorta sistol tidak hanya bergerak maju dalam pembuluh darah,
tapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan sepanjang arteri.
Gelombang bertekanan meregang dinding arteri sepanjang perjalanannya dan
regangan dapat diraba sebagai denyut (Ganong & Hall 1998). Denyut yang
teraba bukan darah yang dipompa oleh jantung masuk ke aorta melainkan
gelombang tekanan yang dialihkan dari aorta dan merambat lebih cepat daripada
darah itu sendiri (Pearce 1997). Denyut nadi diukur dengan menghitung jumlah
denyutan pada pergelangan tangan selama satu menit.
Adapun kecepatan normal denyut nadi (denyut dalam satu menit) pada
orang dewasa yaitu 60-80 denyut/menit (Pearce 1997). Takikardi berarti denyut
jantung yang cepat, penyebab umum takikardi adalah tekanan suhu tubuh,
ransangan jantung oleh syaraf simpatis dan keadaan toksik pada jantung.
Demam menyebabkan takikardi karena kenaikan suhu tubuh akan meningkatkan
derajat metabolisme nodus sinus, yang selanjutnya langsung meningkatkan
eksitabilitas dan kecepatan irama jantung. Sedangkan bradikardi berarti denyut
jantung yang lambat (Ganong & Hall 1998).
Tekanan Darah
Tekanan darah arterial ialah kekuatan darah ke dinding pembuluh darah
yang menampungnya. Tekanan ini beubah-beubah pada setiap tahap siklus
jantung. Selama sistol ventrikuler, pada saat ventrikel kiri memaksa darah masuk
aorta, tekanan naik sampai puncak, yang disebut tekanan sistol. Selama diastol
tekanan turun, yaitu nilai tekanan terendah yang dicapai. Pusat vasomotorik
mengatur tahanan periferi untuk mempertahankan agar tekanan darah relatif
konstan. Sebaliknya tekanan darah diukur selalu sewaktu oranynya tenang,
istirahat dan sebaliknya dalam sikap rebahan (Pearce 1997).
Tinggi rendahnya tekanan darah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
curahan jantung (cardiac output) dan tekanan resistensi pembuluh darah perifer.
Menurut Budiman (1999) tingginya tekanan sistol berhubungan dengan besarnya
curah jantung dan tingginya tekanan diastol berhubungan dengan resistensi
perifer. Tekanan darah ini selalu berubah-ubah, tergantung waktu dan keadaan.
14
Moerdowo (1994) menyatakan bahwa kegelisahan atau adanya tekanan mental
dapat meningkatkan tekanan darah, begitu pula temperatur yang dingin.
Faktor-faktor yang mempertahankan tekanan darah, yaitu :
1. Kekuatan memompa jantung
Jantung adalah sebuah pompa dan kejadian yang terjadi dalam jantung
selama peredaran darah disebut siklus jantung. Gerakan jantung berasal
dari nodus sinus-atrial, kemudian kedia atrium berkontraksi. Gelombang
kontraksi ini bergerak melalui betkas His dan kemudian ventrikel
berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis yaitu kontraksi (sistol)
atau pengendoran (diastol).
2. Banyaknya darah yang beredar
Untuk membuat tekanan dalam suatu susunan tabung maka tabung perlu
diisi dengan penuh. Oleh karena itu, dinding pembuluh darah elastik dan
dapat menggembung, maka harus diisi lebih supaya dapat dibangkitkan
suatu tekanan.
3. Viskositas (kekantalan) darah
Viskositas darah disebabkan oleh protein plasma dan oleh jumlah sel
darah yang berada dalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua
faktor ini akan merubah tekanan darah. Misaknya dalam anemia jumlah
sel dalam darah berjurang dan dengan sendirinya tekanan menjadi lebih
rendah, seandainya jantung dan sistema vaskomotorik tidak bekerja lebih
giat unruk mengimbanginya.
4. Elastisitas dinding pembuluh darah
Didalam arteri tekanan lebih besar dibandingkan dalam vena, sebab otot
yang membungkus arteri lebih elastik dari pada pada vena.
5. Tahanan tepi (resistensi periferi)
Tahanan tepi adalah tahanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang
mengalir dalam pembuluh. Tahanan utama pada aliran darah dalam
sistem sirkulasi besar berada dalam arteriol, dan turunnya tekanan
terbesar terjadi pada tempat ini. Arteriol juga menghasilkan denyutan
yang keluar dari tekanan darah sehingga denyutan tidak kelihatan di
dalam kapiler dan vena (Pearce 1997).
15
Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi tk. 1
140-159
90-99
Hipertensi tk. 2
≥160
≥100
Sumber : National Institutes of Health (2010)
Tekanan darah rendah terjadi apabila tekanan darahnya di bawah normal.
Kebanyakan orang yang tekanan darahnya rendah tidak memperlihatkan gejala
dan hanya diketahui apabila tekanan darah diukur pada waktu pemeriksaan rutin.
Tekanan darah tinggi biasanya kedua tekanan
itu menaik, walaupun
untuk
orang tua hanya tekanan sistol yang mungkin naik. Secara keseluruhan, suatu
peningkatan dalam tekanan diastol jauh lebih serius dibandingkan dengan suatu
peningkatan tekanan sistol (Smith 1996).
Download