makna strategis prakarsa nuklir as di eropa

advertisement
MAKNA STRATEGIS PRAKARSA NUKLIR AS DI EROPA
Oleh:
DR. Yanyan Mochamad Yani, Drs., M.A.
Akhir-akhir ini masyarakat dunia dihangatkan oleh perang retorika yang bernuansa era
Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) dengan Rusia. Fokus perdebatan yakni tentang
prakarsa AS untuk menempatkan pertahanan nuklir nasional di negara Chekolowaskia dan
Polandia. Rusia berposisi bahwa prakarsa nuklir AS di Eropa kali ini akan sangat mengancam
kedaulatan wilayah Rusia. Hal itu dikarenakan moncong-moncong nuklir yang akan dipasang
di kedua negara bekas satelit Uni Soviet itu diarahkan ke wilayah nasional Rusia. Sebaliknya,
elit pemerintahan AS di bawah kepemimpinan George W. Bush Jr. bersikukuh bahwa
penempatan rudal-rudal nuklir di Chekolowaskia dan Polandia itu merupakan salah satu dari
strategi besar dalam perang global melawan terorisme, khususnya dalam upaya mencegat
serangan rudal-rudal nuklir dari musuh-musuh AS --- yakni Iran, Suriah, dan Korea Utara -ke berbagai kepentingan AS di Eropa.
Perselisihan diantara AS dan Rusia sebagai dua negara besar (major powers) dalam
kepemilikan senjata nuklir di bumi ini perlu secara saksama dikaji oleh negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Makna tersirat dari fenomena perang retorika diantara AS
dan Rusia ini puncaknya nanti akan berdampak pada kelangsungan dunia. Misalnya saja
dengan menyeruaknya kembali upaya pembangunan senjata strategis di mandala Eropa
berarti memunculkan kembali ancaman bahaya perang nuklir yang dapat memusnahkan
peradaban dunia apabila AS dan Rusia terlibat perang nuklir. Bahkan, alokasi dana yang
selama ini untuk meningkatkan taraf hidup umat manusia akan dialihkan bagi pendanaan
militer untuk pembuatan senjata nuklir.
Maka itu, pertanyaannya kini adalah apa makna strategis dari prakarsa AS yang
berkeinginan membangun pertahanan misil nasional (national missile defense) di Eropa kali
ini?. Faktor-faktor apa yang diperhitungkan dalam kebijakan AS tersebut?, dan mengapa
Rusia bersikeras menentang prakarsa AS tersebut?. Tulisan ini mencoba untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu dengan berpijak pada determinan-determinan utama kepentingan
strategis AS dan Rusia dalam persaingan senjata nuklir, khususnya di mandala Eropa.
*****
1
Beda Persepsi
Pada galibnya persoalan konfigurasi senjata strategis antara AS dan Rusia itu menyangkut
pada dua bidang utama. Pertama, dalam bidang persenjataan strategis interkontinental, yang
putaran perundingannya lebih umum disebut perundingan SALT – seterusnya berkembang
sebagai START (Strategic Arms Reductions Talks). Kedua, perundingan-perundingan
mengenai rudal nuklir jarak menengah (INF).
Selain dua bidang utama di atas sebenarnya ada satu forum yang sifatnya lebih kompleks
dalam hubungan AS-Rusia, yaitu pengawasan dan pengurangan kekuatan konvensional di
medan Eropa (Mutual and Balanced Force Reduction, MBFR). Dari ketiga perundingan
inilah pada akhirnya banyak memunculkan determian-determinan pokok pemikiran strategis
kedua negara dalam persaingan senjata nuklir menurut persepsinya masing-masing.
AS sudah lama menempatkan rudal jarak menengah dan rudal jelajah darat Pershing dan
Cruise (Grounded-Launched Cruise Missile, GLCM) di lima negara Eropa yakni
Italia,
Jerman, Inggris, Belgia, dan Belanda. Tampaknya saat ini AS ingin terus meningkatkan
kapabilitas nuklirnya di Eropa dengan menggelar rudal nuklir di negara Chekolowaskia dan
Polandia yang notabene pada saat era Perang Dingin merupakan basis pangkalan nuklir jarak
menengah SS-20 Pakta Warsawa.
Maka itu, tidaklah mengherankan apabila adanya rencana AS untuk menempatkan
senjata nuklir jarak menengah di Polandia dan Chekolowaskia sekarang ini telah membuat
AS dan Rusia “berpolemik”. Rusia memang cemas sekali dengan rudal-rudal penjelajah AS
yang kini sudah menyebar di beberapa negara Eropa. Walaupun begitu, dari kalkulasi
perimbangan strategis, tampaknya penggelaran dan penyebaran peluru-peluru kendali
mutakhir AS ini diperlukan guna mengimbangi senjata konvensional Rusia yang kabarnya
jauh lebih unggul daripada persenjataan NATO. Ketimpangan dalam segi kuantitas senjata
konvensional ini diperhitungkan AS, sangat membahayakan keamanan sekutu-sekutunya di
Eropa, khususnya negara-negara Eropa mantan satelit Uni Soviet.
Maksud Terselubung
Kita mafhum bahwa sejak runtuhnya rejim Uni Soviet, Rusia bukan saja tetap
memelihara kekuatan konvensional yang besar, melainkan juga terus meningkatkan kualitas
dari kekuatan senjata konvensional. Sebaliknya, negara-negara sekutu AS di Eropa kurang
begitu leluasa meningkatkan kekuatan militernya dengan setimpal karena adanya tekanan
domestik yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi daripada militer.
2
Karena itu, usul Washington kali ini bukanlah tanpa maksud erselubung.
t
Tidak
berlebihan kiranya jika kita berasumsi bahwa apabila tidak ada lagi senjata nuklir di Eropa,
maka AS tidak akan dapat membalas suatu serangan dengan kekuatan konvensional oleh
Rusia terhadap negara-negara sekutu AS di Eropa. Itu berarti AS telah melepaskan Eropa
untuk masuk kekuasaan atau pengaruh Rusia.
Pijakan lainnya yang memperkuat perkiraan awal ini adalah tidak lepas dari makro
strategi AS yang merumuskan ukuran kemenangan perang nuklirnya yakni: pertama,
meskipun tidak terhindar dari kehancuran, AS masih harus tetap dapat bertahan dan dapat
memberikan balasan (second strike); kedua, melanjutkan perang sampai musuh tidak
berdaya; ketiga, menguasai atau menduduki Eropa; dan keempat, memegang kendali untuk
mengembangkan liberalisme di seluruh dunia.
Pada tataran mikro strategi, juga anehnya kenapa prakarsa penggelaran kekuatan nuklir
AS di Chekolowaskia dan Polandia itu diajukan di akhir tahun masa jabatan George W. Bush
Jr selaku Presiden AS. Sudah barang tentu Bush sangatlah menginginkan suasana yang baik
di akhir kepemimpinannya. Jadi, mungkin saja kiprah ini diacukan Washington untuk
memperlemah kedudukan Partai Demokrat, dan diharapkan Partai Republik akan kembali
tampil di puncak kekuasaan AS, sebab dipandang lebih tegas terhadap Rusia yang sering
mengkritik keras secara terbuka sepak terjang AS dalam perang global melawan terorisme
sebagai aktor yang bertindak sewenang-wenang dan melanggar hukum internasional.
Tak pelak lagi, usul Bush itu betul-betul sangat lihai dan cerdik. Di satu pihak ia merebut
simpati dunia, khususnya negara-negara Eropa, karena seolah-olah akan terlindungi dari
ancaman negara-negara axis of evil (Iran, Korea Utara, Suriah). Kemudian, empati publik
domestik AS diharapkan akan meningkat ke Bush. Elit pemerintahan AS di bawah
kepemimpinan Bush berharap keuntungan yang diperoleh dalam strategi global AS melawan
terorisme tidak hanya berhasilnya proses Amerikanisasi di negara-negara berkembang, tetapi
juga kedigdayaan AS juga kini dapat dihujamkan di jantung Eropa yang kebetulan berbatasan
langsung dengan wilayah Rusia.
Di pihak lain, usul Bush ini telah menempatkan Putin dan Rusia dalam posisi yang sukar
untuk memberikan alternatif jawaban atau usul balasan yang setimpal. Rusia perlu merancang
suatu strategi penangkalan nuklir yang tegas dan terarah serta didasari pemikiran-pemikiran
strategis. Hal itu dikarenakan dewasa ini upaya penguasaan Eropa tidak hanya melibatkan
konfigurasi militer dan politik, tetapi juga melalui penggunaan superiority yang kebetulan
paska Perang Dingin ini dipimpin oleh AS.
3
Secara demikian, bisa ditafsirkan bahwa usulan George W. Bush untuk menggelar
kekuatan nuklir AS di Chekolowaskia dan Polandia hanyalah suatu taktik diplomasi dan
senjata nuklir belaka, belum dapat menjamin terciptanya stabilitas strategi bagi masingmasing pihak. Karenanya, pembicaraan-pembicaraan mengenai senjata nuklir akan tetap
rumit. Hal itu disebabkan adanya perbedaan persepsi yang mendasar diantara AS dan Rusia.
Namun begitu, kita masih mengharapkan adanya terobosan-terobosan baru demi
terciptanya secercah perdamaian dunia, walau disadari ataupun tidak kita akui bahwa skala
kehancuran dunia jika perang nuklir terjadi semakin besar dan menakutkan.***
==================================================================
Penulis adalah Staf Pengajar Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.
4
Download