Hubungan Riwayat Reproduksi, Penggunaan Hormon, dan Riwayat Kanker pada Keluarga dengan Kanker Ovarium pada Pasien RS Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2013 Dini Maryani1*), Asri C. Adisasmita2*), Bambang Dwipoyono3 1 2 Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3 Divisi Ginekologi Onkologi, RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat 11420, Indonesia *) Email: [email protected], [email protected] ABSTRAK Kanker ovarium yaitu kanker yang terbentuk di jaringan pada ovarium. Studi kasus kontrol berbasis rumah sakit ini menilai hubungan riwayat reproduksi, penggunaan hormon, dan riwayat kanker pada keluarga dengan kejadian kanker ovarium pada pasien rawat jalan RSKD Jakarta tahun 2013, menggunakan alat kuesioner dan rekam medik pasien. Sampel terdiri dari 71 kasus kanker ovarium dan 140 kontrol (seluruhnya pasien kanker serviks). Hasil penelitian menemukan efek perlindungan yang signifikan terhadap risiko kanker ovarium dikarenakan jumlah melahirkan 1-2 (OR= 0.23, 95% CI= 0.08-0.64), ≥ 3 (OR= 0.07, 95% CI= 0.03-0.20) dibandingkan nulipara, pernah menyusui anak (OR= 0.17, 95% CI= 0.08-0.39), menyusui anak selama 1-24 bulan (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.13, 95% CI= 0.060.31) dibandingkan tidak pernah menyusui anak, pernah menggunakan kontrasepsi oral (OR= 0.37, 95% CI= 0.20-0.68), serta menggunakan kontrasepsi oral selama 1-24 bulan (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69) dibandingkan tidak pernah menggunakan kontrasespsi oral. Sebaliknya, ada peningkatan risiko terkena kanker ovarium akibat infertilitas (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13) dan adanya riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35). Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan promosi kesehatan mengenai faktor protektor dan faktor risiko tersebut kepada masyarakat. Kata kunci: Kanker ovarium; penggunaan hormon; riwayat kanker pada keluarga; riwayat reproduksi. ABSTRACT Ovarian cancer is originated the ovary tissues. This hospital-based case-control study evaluated reproductive history, hormone use, and family history of cancer in relation to ovarian cancer on patient of RSKD Jakarta in 2013. Data were collected using questionnaires and patients’medical records. A sample of 71 ovarian cancer cases and 140 controls (all of the controls are cervical cancer patients) were recruited. The results found a significant protection effect to ovarian cancer risk due to, parity 1-2 (OR= 0.23, 95% CI= 0.08-0.64), parity ≥ 3 (OR= 0.07, 95% CI= 0.03-0.20) compared to none, ever breastfeeding (OR= 0.17, 95% CI= 0.08-0.39), breastfeeding during 1-24 months (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80), breastfeeding during ≥ 25 months (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31) compared to no breastfeeding, ever use of oral contraceptive (OR= 0.37, 95% CI= 0.20-0.68), and using oral contraceptive during 1-24 months (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93), using oral contraceptive during ≥ 25 months (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69) compared to non-users. , Conversely, infertility (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13), and family history of ovarian cancer (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) increased ovarian cancer risk significantly. Therefore, the health promotion about protector factors and risk factors of ovarian cancer have to be increased. Key word: Family history of cancer; history of reproductive; hormone use; ovarian cancer. 1 Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 2 PENDAHULUAN Kanker payudara, kanker ovarium, kanker serviks, dan kanker uterus merupakan kanker pada organ reproduksi wanita (Globocan, 2008) walaupun kanker payudara dapat terjadi juga pada pria. Dari kanker-kanker tersebut, kanker ovarium dipandang sebagai silent killer (Zwaveling, et. al, 1985) karena etiologinya belum jelas dan sifatnya yang miskin gejala serta seringkali tidak bergejala sampai dapat teraba atau sudah terjadi penyebaran (Benson dan Pernoll, 2009). Secara rerata di dunia, di negara maju insiden kanker ovarium menempati urutan ke-6 sedangkan insiden kanker ovarium di negara berkembang berada pada urutan ke-9 (Globocan, 2008). Di Asia pada tahun 2008 diperkirakan ada 102.408 orang yang menderita kanker ovarium dan terdapat 60.142 orang meninggal akibat kanker ovarium. Dari 10 kanker tersering pada wanita di Asia, kanker ovarium menempati urutan ke-9 (Globocan, 2008). Pada tahun 2008 di Asia Tenggara kanker ovarium menempati urutan ke-6 kanker tersering pada wanita. Kanker ovarium termasuk ke dalam lima kanker tersering pada wanita di antara kanker payudara, kanker kolorektum, kanker serviks uteri, dan kanker paru di Indonesia (Globocan, 2008). Berdasarkan registrasi kanker oleh Subdit Kanker pada tahun 2007, kanker ovarium menjadi kanker ke-3 terbanyak setelah kanker payudara dan kanker serviks pada wanita di 31 Rumah Sakit DKI Jakarta pada tahun 2005 (P2&PL, 2008). Menurut data rekam medik rawat jalan (kasus baru) di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, kanker ovarium termasuk ke dalam 10 besar kanker tersering selama tahun 2004-2007. Kanker ovarium berbahaya bukan karena frekuensinya tetapi letalitasnya karena pertumbuhannya yang tidak menimbulkan gejala (Kumar et al, 2007). Skrinning berbasis populasi belum tersedia sampai sekarang (Gertig dan Hunter, 2002). Metode deteksi penapisan sedang dikembangkan tetapi sampai saat ini metode tersebut kurang mampu menemukan kanker ovarium saat masih dalam stadium yang dapat disembuhkan (Kumar et al., 2007). Padahal kanker ovarium bisa diobati jika terdiagnosa pada stadium awal namun prognosis sangat buruk jika terdeteksi di stadium lanjut (Kazeuroni, 2002). Oleh sebab itu, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kanker ovarium (yang mana kanker ovarium berhubungan dengan hormonal imbalance) seperti riwayat reproduksi, penggunaan hormon, dan riwayat kanker pada keluarga perlu diteliti. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, rumah sakit kanker di Indonesia, karena banyak penderita kanker ovarium yang berobat di rumah sakit rujukan kanker ini. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 3 TINJAUAN TEORITIS Etiologi kanker ovarium belum diketahui (Benson dan Pernoll, 2009) atau kurang diketahui secara jelas (Gertig dan Hunter, 2002). Namun, dari beberapa literature dan penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa faktor risiko kanker ovarium meliputi ovulasi yang tidak terputus atau infertile atau tidak pernah hamil atau pun nulipara (Gertig dan Hunter, 2002; Kazeuroni, 2002; Rarung, 2008; Zwaveling, et. al, 1985). Ovulasi tak terputus ini menyebabkan berulangnya luka di epitel ovarium sehingga meningkatkan risiko kanker ovarium (Gertig dan Hunter, 2002). Faktor risiko lainnya yaitu riwayat menderita kanker payudara dan atau riwayat kanker payudara atau kanker ovarium pada keluarga (Gertig dan Hunter, 2002; Kazeuroni, 2002), kanker endometrium, kanker prostat atau kanker kolon pada keluarga (Syafrudin dan Hamidah, 2007), membawa mutasi gen (Gertig dan Hunter, 2002; Kazeuroni, 2002), peningkatan usia seperti 40 tahun atau lebih (Zwaveling, et. al, 1985; Benson dan Pernoll, 2009), perilaku menyusui anak (Rosenblatt dan Thomas, 1993), tidak menggunakan kontrasepsi oral (Gertig dan Hunter, 2002), penggunaan obat fertilitas (Whittemore et al., 1992), terapi pengganti estrogen, pengikatan tuba dan histerektomi, jumlah siklus ovulasi sepanjang hidup, mekanisme hormonal, perilaku merokok, diet (laktosa, galaktosa, kafein, lemak jenuh, dan sayuran), alkohol, Indeks Massa Tubuh (IMT), infeksi, aktivitas fisik, radiasi, bahan-bahan di lingkungan kerja, riwayat penyakit yang pernah diderita beserta pengobatan yang pernah dilakukan, penggunaan talc/bedak (Gertig dan Hunter, 2002). METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah case-control study. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2013 di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta. Populasi kasus merupakan penderita kanker ovarium yang didiagnosa dan sedang melakukan rawat jalan di RS Kanker Dharmais Jakarta. Adapun sampel yang menjadi kasus yang memenuhi kriteria inklusi (penderita kanker ovarium yang telah dibuktikan oleh pemeriksaan anatomi dan patologi serta mampu/bersedia ikut terlibat sebagai responden) dan kriteria eksklusi (pasien dengan double primary diagnosed, dan pasien yang data-data pada rekam mediknya tidak lengkap). Populasi kontrol adalah penderita kanker yang secara genetik atau hormonal faktor risikonya berbeda dengan penderita kanker ovarium, yakni penderita kanker serviks yang merupakan kanker non hormonal, yang didiagnosa dan sedang melakukan rawat jalan di RS Kanker Dharmais Jakarta. Adapun sampel yang menjadi kontrol yang memenuhi kriteria inklusi (penderita Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 4 kanker serviks yang telah dibuktikan oleh pemeriksaan anatomi dan patologi dan mampu/bersedia ikut terlibat sebagai responden) dan kriteria eksklusi (pasien dengan double primary diagnosed, pasien yang data-data pada rekam mediknya tidak lengkap). Jumlah sampel dihitung menggunaan rumus besar sampel untuk pengujian hipotesis terhadap Odds Ratio (OR). Setelah dilakukan pengambilan data menggunakan consecutive sampling di mana semua pasien rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSKD pada hari dilakukan penelitian dipilih sebagai sampel, dan diperoleh sampel sebanyak 211 orang (71 kasus dan 140 kontrol). Peneliti melakukan analisis data menggunakan aplikasi statistik (software SPSS 13.0 for windows). Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. HASIL PENELITIAN Responden yang diwawancara pada kelompok kasus memiliki rentang umur 20-80 tahun, dengan nilai mean yaitu 50.0 tahun. Sedangkan responden yang diwawancara pada kelompok kontrol memiliki rentang umur 25-89 tahun, dengan nilai mean yaitu 51.5 tahun. Selain informasi tersebut, pada tabel 1 dapat terlihat bahwa persentase responden yang memiliki pendidikan SMA sebagai pendidikan terakhir adalah tertinggi dibandingkan pendidikan lainnya, baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Sosiodemografi Kasus N= 71 Variabel N Umur saat Diwawancara Min-Maks Median Mean (95% CI Mean) SD Nilai-p* Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma S1 S2 atau pun S3 Nilai-p** *nilai-p Uji t; **nilai-p Uji Chi Square Kontrol N= 140 % N 20-80 50.0 50.0 (47.0-53.0) 12.6 % 25-89 50.0 51.5 (49.9-53.1) 9.4 0.381 6 7 15 19 7 14 3 8.5 9.9 21.1 26.8 9.9 19.7 4.2 15 33 18 47 8 19 0 0.014 Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 10.7 23.6 12.9 33.6 5.7 13.6 0 5 Tabel 2. Kekuatan Hubungan Karakteristik Sosiodemografi dengan Kanker Ovarium Penyakit OR (95% CI) Nilai-p Kasus Kontrol N=71 N=140 Pendidikan Rendah 13 48 1.00 Menengah 34 65 1.93 (0.92-4.05) 0.079 Tinggi 24 27 3.28 (1.44-7.48) 0.004 Pekerjaan Tidak bekerja 51 108 1.00 Bekerja 20 32 1.32 (0.69-2.54) 0.398 Status Belum/tidak menikah 9 0 20.97 (5.13-85.79)ǂ 0.000 pernikahan Menikah 48 108 1.00 Janda 14 32 0.98 (0.48-2.01) 0.966 ǂ Perhitungan OR dan 95% CI menggunakan program kalkulator Hutchon karena ada sel yang angkanya 0 Variabel Kategori Pendidikan dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu rendah (tidak sekolah dan SD), menengah (SMP dan SMA), serta tinggi (Diploma, S1, dan S2 atau pun S3). Dari nilai odds ratio pada tabel 2 terlihat bahwa dibandingkan dengan responden berpendidikan rendah, responden yang memiliki pendidikan menengah memiliki risiko 1.93 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.079) namun tidak bermakna secara statistik, sedangkan responden berpendidikan tinggi memiliki risiko 3.28 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.004) dan bermakna secara statistik. Kekuatan hubungan antara pekerjaan dengan kanker ovarium terlihat bahwa responden yang bekerja memiliki risiko 1.32 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja (nilai-p= 0.398) namun hubungan pekerjaan dengan kanker ovarium ini tidak bermakna secara statistik. Nilai OR antara status pernikahan dengan kanker ovarium memberikan simpulan bahwa dibandingkan dengan responden berstatus menikah, responden berstatus tidak menikah memiliki risiko 20.97 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.000) dan bermakna secara statistik, sedangkan responden berstatus janda memiliki risiko yang sama besar (nilai-p= 0.966) namun tidak bermakna secara statistik. Tabel 3. Kekuatan Hubungan Kehamilan dan Melahirkan dengan Kanker Ovarium Penyakit OR (95% CI) Kasus Kontrol N=71 N=140 Jumlah kehamilan 0 18 4 1.00 1-2 22 28 0.18 (0.05-0.59) ≥3 31 108 0.06 (0.02-0.20) Riwayat keguguran Tidak pernah 52 85 1.00 Pernah 19 55 0.57 (0.30-1.06) Jumlah melahirkan 0 20 6 1.00 1-2 28 37 0.23 (0.08-0.64) ≥3 23 97 0.07 (0.03-0.20) <30 43 121 1.00 Umur melahirkan anak pertamaǂ (tahun) ≥30 8 13 1.73 (0.674.46) ǂ Ʃ≠N karena Ʃ yang dipakai adalah Ʃ responden yang pernah melahirkan Variabel Kategori Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 Nilai-p 0.003 0.000 0.072 0.003 0.000 0.252 6 Dari nilai OR antara jumlah kehamilan dengan kanker ovarium disimpulkan bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah hamil, responden yang pernah hamil sebanyak 1-2 kali memiliki kecenderungan 0.18 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.003) dan bermakna secara statistik, lalu responden yang pernah hamil sebanyak ≥ 3 kali memiliki kecenderungan 0.06 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.000) dan bermakna secara statistik. Berdasarkan nilai OR antara riwayat keguguran dengan kanker ovarium tampak bahwa responden yang pernah mengalami keguguran memiliki kecenderungan 0.57 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami keguguran (nilai-p= 0.072) namun tidak bermakna secara statistik. Nilai OR antara jumlah melahirkan dengan kanker ovarium tampak bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah melahirkan, responden yang pernah melahirkan 1-2 kali memiliki kecenderungan 0.23 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.003) dan bermakna secara statistik, lalu responden yang pernah melahirkan ≥ 3 kali memiliki kecenderungan 0.07 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.000) dan bermakna secara statistik. Dari nilai OR antara umur melahirkan anak pertama dengan kanker ovarium terlihat bahwa responden yang melahirkan anak pertama saat umur ≥ 30 tahun memiliki risiko 1.73 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang melahirkan anak pertama saat umur < 30 tahun (nilai-p= 0.252) namun tidak bermakna secara statistik. Tabel 4. Kekuatan Hubungan Menyusui Anak dengan Kanker Ovarium Variabel Kategori Riwayat menyusui anak Durasi menyusui anak (bulan) Tidak pernah Pernah 0 1-24 ≥25 Penyakit Kasus Kontrol N=71 N=140 22 10 49 130 22 10 20 29 29 101 OR (95% CI) 1.00 0.17 (0.08-0.39) 1.00 0.31 (0.12-0.80) 0.13 (0.06-0.31) Nilai-p 0.000 0.014 0.000 Nilai OR antara riwayat menyusui anak dengan kanker ovarium memberi simpulan bahwa responden yang pernah menyusui anak memiliki kecenderungan 0.17 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menyusui anak (nilai-p= 0.000) dan bermakna secara statistik. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 7 Berdasarkan nilai OR antara durasi menyusui anak dengan kanker ovaium tampak bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menyusui anak, responden yang pernah menyusui anak selama 1-24 bulan memiliki kecenderungan 0.31 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.014) dan bermakna secara statistik, lalu responden yang pernah menyusui anak selama ≥ 25 bulan memiliki kecenderungan 0.13 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.000) dan bermakna secara statistik. Tabel 5. Kekuatan Hubungan Infertilitas dengan Kanker Ovarium Penyakit OR (95% CI) Nilai-p Kasus Kontrol N=71 N=140 Riwayat infertilitasǂ Tidak pernah 42 114 1.00 Pernah 20 26 2.09 (1.06-4.13) 0.032 Riwayat penggunaan Tidak pernah 53 129 1.00 obat fertilitasǂ Pernah 9 11 1.99 (0.78-5.08) 0.144 Durasi penggunaan 0 53 129 1.00 obat fertilitasǂ ≤6 3 5 1.46 (0.34-6.33) 0.611 (bulan) >6 6 5 2.92 (0.85-9.98) 0.076 ǂ Ʃ≠N karena Ʃ yang dipakai adalah Ʃ responden yang sudah menikah, yang dapat dinilai pernah mengalami infertilitas atau tidak Variabel Kategori Nilai OR antara riwayat infertilitas dengan kanker ovarium terlihat bahwa responden yang pernah mengalami infertilitas memiliki risiko 2.09 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami infertilitas (nilai p=0.032) dan hubungan ini bermakna secara statistik. Dengan melihat nilai OR antara riwayat penggunaan obat fertilitas tampak bahwa responden yang pernah menggunakan obat fertilitas memiliki risiko 1.99 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menggunakan obat fertilitas (nilai p=0.144) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Dari nilai OR antara durasi penggunaan obat fertilitas dengan kanker ovarium terlihat bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menggunakan obat fertilitas, responden yang pernah menggunakan obat fertilitas selama ≤ 6 bulan memiliki risiko 1.46 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai p=0.611) namun tidak bermakna secara statistik, lalu responden yang pernah menggunakan obat fertilitas selama >6 bulan memiliki risiko 2.92 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai p=0.076) namun tidak bermakna secara statistik. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 8 Tabel 6. Kekuatan Hubungan Menopause dengan Kanker Ovarium Variabel Status menopause saat didiagnosis Umur saat menopauseǂ Kategori Ya Tidak Penyakit Kasus Kontrol N=71 N=140 37 58 34 82 OR (95% CI) 1.54 (0.87-2.73) 1.00 Nilai-p 0.140 <45 8 3 4.83 (1.12-20.82) 0.026 45-49 12 19 1.15 (0.45-2.95) 0.779 50-54 16 29 1.00 ≥55 1 7 0.26 (0.03-2.30) 0.198 Umur saat ≤50 37 76 0.92 (0.52-1.62) 0.765 didiagnosis >50 34 64 1.00 ǂ Ʃ≠N karena Ʃ yang dipakai adalah Ʃ responden yang sudah menopause saat didiagnosis Dengan melihat nilai OR antara status menopause dengan kanker ovarium dapat disimpulkan bahwa responden yang berstatus menopause memiliki risiko 1.54 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak berstatus menopause (nilai p=0.140) namun ini tidak bermakna secara statistik. Dari nilai OR antara umur menopause pada respoden yang telah menopause sebelum didiagnosis sakit dengan kanker ovarium terlihat bahwa dibandingkan dengan responden yang mengalami menopause saat umur 50-54 tahun, responden yang mengalami menopause saat umur < 45 tahun memiliki risiko 4.83 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai p=0.026) dan bermakna secara statistik, lalu responden yang mengalami menopause saat umur 45-49 tahun memiliki risiko 1.15 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium (nilai p=0.779) namun tidak bermakna secara statistik, kemudian responden yang mengalami menopause saat umur ≥ 55 tahun memiliki kecenderungan 0.26 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai p=0.198) namun tidak bermakna secara statistik. Berdasarkan nilai OR antara umur saat didiagnosis dengan kanker ovarium tampak bahwa responden yang didiagnosis kanker saat umur ≤ 50 tahun memiliki kecenderungan 0.92 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium daripada responden yang didiagnosis kanker saat umur > 50 tahun (nilai-p= 0.765) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 9 Tabel 7. Kekuatan Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Oral dengan Kanker Ovarium Variabel Kategori Penyakit Kasus Kontrol N=71 N=140 52 70 19 70 OR (95% CI) Nilai-p Riwayat Tidak pernah 1.00 penggunaan Pernah 0.37 (0.20-0.68) 0.001 kontrasepsi oral Durasi 0 52 70 1.00 penggunaan 1-24 14 41 0.46 (0.23-0.93) 0.029 kontrasepsi oral ≥25 5 27 0.25 (0.09-0.69) 0.005 (bulan) Umur pertama ≤25 7 37 1.00 kali menggunakan >25 12 31 2.05 (0.72-5.83) 0.176 kontrasepsi oralǂ (tahun) Umur terakhir kali >45 1 9 1.00 menggunakan ≤45 18 59 2.75 (0.36-23.16) 0.335 kontrasepsi oralǂ (tahun) Jenis Tidak pernah 52 70 1.00 kontrasepsi oral Minipil 3 7 0.58 (0.14-2.34) 0.436 yang digunakan Sediaan 13 58 0.30(0.15-0.61) 0.001 kombinasi dosis rendah Sediaan 2 4 0.67 (0.12-3.82) 0.653 kombinasi dosis tinggi Alasan berhenti Bukan 14 49 1.00 menggunakan karena efek kontrasepsi samping oralǂ Karena efek 4 20 0.70 (0.21-2.39) 0.567 samping ǂ Ʃ≠N karena Ʃ yang dipakai adalah Ʃ responden yang pernah menggunakan kontrasepsi oral Berdasarkan nilai OR antara riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium tampak bahwa responden yang pernah menggunakan kontrasepsi oral memiliki kecenderungan 0.37 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral (nilai-p= 0.001) dan hubungan ini bermakna secara statistik. Dari nilai OR antara durasi penggunaan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral, responden yang pernah menggunakan kontrasepsi oral selama 1-24 bulan memiliki kecenderungan 0.46 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.029) dan tidak bermakna secara statistik, sedangkan responden yang pernah menggunakan kontrasepsi oral selama ≥ 25 bulan memiliki kecenderungan 0.25 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.005) dan bermakna secara statistik. Nilai OR antara umur pertama kali menggunakan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium tampak bahwa responden yang pertama kali menggunakan kontrasepsi oral saat umur Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 10 > 25 tahun memiliki risiko 2.05 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang pertama kali menggunakan kontrasepsi oral saat umur ≤ 25 tahun (nilai-p= 0.176) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Berdasarkan nilai OR antara umur terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium terlihat bahwa responden yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral saat umur ≤ 45 tahun memiliki risiko 2.75 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral saat umur > 45 tahun (nilai-p= 0.335) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Dari nilai OR antara jenis kontrasepsi oral dengan kanker ovarium tampak bahwa dibandingkan dengan responden yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral, responden yang menggunakan kontrasepsi oral jenis minipil memiliki kecenderungan 0.58 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.436) namun tidak bermakna secara statistik, lalu responden yang menggunakan kontrasepsi oral jenis sediaan kombinasi dosis rendah memiliki kecenderungan 0.30 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.001) dan bermakna secara statistik, kemudian responden yang menggunakan kontrasepsi oral jenis sediaan kombinasi dosis tinggi memiliki kecenderungan 0.67 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium (nilai-p= 0.653) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Nilai OR antara alasan berhenti menggunakan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium memberi simpulan bahwa responden yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral karena efek samping memiliki kecenderungan 0.70 kali lebih rendah untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral bukan karena efek samping (nilai p=0.567) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Tabel 8. Kekuatan Hubungan Riwayat Kanker pada Keluarga dengan Kanker Ovarium Ada Tidak ada Ada Tidak ada Penyakit Kasus Kontrol N=71 N=140 7 2 64 138 8 12 63 128 7.55 (1.53-37.35) 1.00 1.35 (0.53-3.49) 1.00 0.004 Ada Tidak ada 4 67 2.03 (0.49-8.37) 1.00 0.318 Variabel Kategori Riwayat kanker ovarium pada keluarga Riwayat kanker payudara pada keluarga Riwayat kanker kolon dan atau kanker prostat pada keluarga 4 136 OR (95% CI) Nilai-p 0.528 Dengan melihat nilai OR antara riwayat kanker ovarium pada keluarga dapat disimpulkan bahwa responden yang ada riwayat kanker ovarium pada keluarga memiliki risiko 7.55 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 11 yang tidak ada riwayat kanker ovarium pada keluarga (nilai-p= 0.004) dan bermakna secara statistik. Berdasarkan OR antara riwayat kanker payudara pada keluarga dengan kanker ovarium dapat disimpulkan bahwa responden yang ada riwayat kanker payudara pada keluarga memiliki risiko 1.35 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak ada riwayat kanker payudara pada keluarga (nilai-p= 0.528) namun tidak bermakna secara statistik. Dengan melihat nilai OR antara riwayat kanker kolon dan atau kanker prostat dapat disimpulkan bahwa responden yang ada riwayat kanker kolon dan atau kanker prostat pada keluarga memiliki risiko 2.03 kali lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan dengan responden yang tidak ada riwayat kanker kolon dan atau kanker prostat pada keluarga (nilai-p= 0.318) namun tidak bermakna secara statistik. PEMBAHASAN Sampel yang diambil yaitu pasien rawat jalan yang didiagnosis kanker ovarium sebagai kasus, dan pasien rawat jalan yang didiagnosis kanker serviks sebagai kontrol. Penelitian ini menggunakan kontrol yaitu pasien yang melakukan rawat jalan di rumah sakit sehingga desain yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi kasus kontrol berbasis rumah sakit (Hospital-based Case-control Study). Pasien yang menderita kanker ovarium dan kanker serviks ini melakukan rawat jalan (konsultasi) di poli yang sama yaitu Poli Ginekologi. Menurut histologi kanker ovarium, dari keseluruhan penderita kanker ovarium, 90% menderita kanker ovarium epithelial sedangkan 10% penderita kanker ovarium non-epithelial sehingga dapat dikatakan kanker ovarium epithelial ini mewakili penderita kanker ovarium secara umum. Seperti pada umumnya, penelitian ini memiliki kekuatan dan kelemahan. Adapun kekuatan penelitian ini adalah desain kasus kontrol yang digunakan sehingga hubungan sebab akibat antara variabel dependen dan variabel independen dapat ditemukan. Karena penelitian ini berbasis rumah sakit maka identifikasi diagnosis penyakit menjadi pasti. Populasi penelitian yang merupakan penderita kanker membuat kesalahan atau ketelitian dalam mengingat di kasus maupun di kontrol setara. Selain itu, jumlah sampel yang diambil menggunakan perbandingan 1:2 sehingga kekuatan studi meningkat. Kuesioner yang digunakan sebagai alat untuk mewawancara telah diuji substansinya. Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner tersusun secara terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terpusat pada variabel yang diingat oleh responden sehingga bias informasi dapat Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 12 diminimalisir. Pertanyaan yang mungkin sulit untuk dijawab karena adanya keterbatasan dalam mengingat, dibantu dengan media gambar untuk. Informasi yang cukup detail mengenai riwayat kanker pada keluarga, riwayat reproduksi, dan riwayat penggunaan kontrasepsi oral menjadi salah satu kekuatan penelitian ini. Sedangkan kelemahan penelitian ini yaitu hanya menggunakan penderita kanker serviks sebagai kontrol, seharusnya ada kontrol lain yaitu penderita kanker lain di luar kanker bagian ginekologi yang tidak berisiko dengan variabel independen yang diteliti (contohnya kontrasepsi oral) atau masyarakat (tetangga atau teman kerja pasien kanker ovarium) dan tidak berhubungan dengan exposure. Pengumpul data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti sehingga ada bias informasi. Selain itu, jumlah kasus yang sedikit (<100 kasus) dan kekuatan uji pada penelitian ini hanya 80%. Metode wawancara pada variabel riwayat kanker pada keluarga tidak langsung menanyakan kanker yang dimaksud tetapi responden ditanya dengan pertanyaan ‘Adakah anggota keluarga yang menderita kanker?’ dan diminta menyebutkan penyakit kanker yang diderita oleh anggota keluarga tersebut sehingga celah bias informasi masih ada. Hal tersebut tampak pada hasil responden yang memiliki riwayat kanker endometrium pada keluarga adalah 0%, ini terjadi kemungkinan karena responden tidak tahu kanker endometrium seperti apa sehingga jika ada keluarga yang menderita kanker endometrium, kemungkinan mereka artikan sebagai kanker lain. Selain itu, variabel yang susah diingat seperti variabel durasi penggunaan kontrasepsi oral dan jenis kontrasepsi oral, memungkinkan adanya bias informasi. Peningkatan risiko terkena kanker ovarium terjadi pada responden seiring dengan meningkatnya latar belakang pendidikan yang diraih. Hal ini tampak dari keadaan responden yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi cenderung menunda untuk menikah atau jumlah kehamilan cenderung lebih sedikit sehingga risiko meningkat. Hasil pada penelitian ini menyebutkan bahwa pendidikan tinggi memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pendidikan rendah (OR= 3.28) dan sesuai dengan studi Rossing et al (2004) (OR= 1.2). Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan studi Ness et al (2000) (OR= 0.7) namun secara statistik tidak bermakna. Status bekerja menjadi faktor risiko untuk terkena kanker ovarium. Ini disebabkan oleh kondisi bekerja menyebabkan terpajan oleh benda-benda yang mungkin karsinogen yang tampak pada studi Sala et al, (1998) yang menyebutkan bahwa kematian akibat kanker ovarium tercatat pada pekerja di industri pelayanan kesehatan yang terdapat pajanan substansi berbahaya seperti radiasi dan obat kemoterapi. Pada penelitian ini tampak responden yang Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 13 bekerja lebih berisiko untuk terkena kanker ovarium daripada responden yang tidak bekerja (OR= 1.32) namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Status pernikahan menjadi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker ovarium. Hasil pada penelitian ini menyebutkan tidak menikah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium dibandingkan yang menikah (OR= 20.97), konsisten dengan studi Fujita et al (2008) dan Rossing et al (2004). Proteksi dari jumlah kehamilan 1-2 kali (OR= 0.18) dan ≥ 3 kali (OR= 0.06) secara konsisten bermakna dalam menurunkan risiko kanker ovarium dibandingkan jumlah kehamilan 0 kali, sesuai dengan studi Ness et al (2000). Ada dose response jumlah kehamilan terhadap penurunan risiko kanker ovarium. Menurut Ovulatory Suppression Hypothesis, kegagalan dalam kehamilan (keguguran, aborsi, atau kehamilan ektopik) dapat meningkatkan risiko kanker ovarium dibandingkan kehamilan penuh (Gertig dan Hunter, 2002). Namun jika dibandingkan dengan nuligravid, riwayat keguguran menjadi faktor protektor terhadap kejadian kanker ovarium tampak pada penelitian ini (OR= 0.57) dan sesuai dengan hasil pada studi Riman et al (2002) di Swedia. Pada penelitian ini, perlindungan dari paritas terhadap risiko kanker ovarium terlihat meningkat seiring dengan tingginya paritas, hal tersebut tampak baik dari paritas 1-2 kali (OR= 0.23) maupun paritas ≥ 3 kali (OR= 0.07) dibandingkan tidak pernah melahirkan, sesuai dengan studi Riman et al (2002). Ada dose response jumlah melahirkan terhadap penurunan risiko kanker ovarium. Salah satu penjelasan tentang efek protektif paritas adalah interupsi ovulasi karena kehamilan, konsisten dengan hipotesis ovulasi tak terputus (Incessant Ovulation Hypothesis) (Gertig dan Hunter, 2002). Variabel umur melahirkan anak pertama memberikan risiko yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya umur, tampak pada penelitian ini bahwa melahirkan anak pertama saat umur ≥ 30 tahun lebih berisiko 1.73 kali lebih tinggi dibandingkan melahirkan anak pertama saat umur < 30 tahun, sesuai dengan studi Fujita et al (2008) di Jepang dan studi Braem et al (2010) di Belanda namun tidak sesuai dengan studi lain Titus-Ernstoff (2001) di Inggris. Menyusui anak dapat mereduksi risiko kanker ovarium melalui penekanan ovulasi (Gertig dan Hunter, 2002). Pada penelitian ini, secara signifikan riwayat menyusui anak memberikan perlindungan terhadap kanker ovarium (OR= 0.17) dibandingkan tidak pernah menyusui anak, sesuai dengan studi lain yang pernah dilakukan sebelumnya seperti studi Jordan et al (2009) dan Titus-Ernstoff et al (2002). Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 14 Tren penurunan risiko dengan meningkatnya jumlah bulan menyusui anak tampak pada penelitian Rosenblatt dan Thomas (1993). Durasi menyusui anak yang panjang pun tampak berhubungan dengan penurunan risiko kanker ovarium pada studi Jordan et al (2009). Demikian pula dengan penelitian ini yang terlihat bahwa perlindungan yang dihasilkan dari durasi menyusui anak semakin meningkat seiring dengan panjangnya durasi tersebut terhadap kejadian kanker ovarium {1-24 bulan (OR= 0.31) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.13) dibandingkan 0 bulan} sehingga dapat dikatakan ada dose response durasi menyusui anak terhadap penurunan risiko kanker ovarium. Penelitian ini menyebutkan bahwa pernah mengalami infertilitas menjadi faktor penyebab yang signifikan terhadap kejadian kanker ovarium (OR= 2.09) dibandingkan tidak pernah mengalami infertilitas. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Rossing et al (2004) dan studi Moorman et al (2009). Pada penelitian ini, sebagian besar infertilitas tampak pada nuligravida dan nulipara sehingga faktor protektor graviditas dan paritas tidak terjadi pada wanita dengan infertilitas. Wanita yang pernah menggunakan obat fertilitas memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium daripada wanita yang tidak pernah menggunakan obat fertilitas pada penelitian ini (OR= 1.99) dan sesuai dengan penelitian Ness et al (2002). Semakin lama durasi penggunaan obat fertilitas maka semakin tinggi risiko terkena kanker ovarium, sehingga dapat dikatakan ada dose response jumlah melahirkan terhadap peningkatan risiko kanker ovarium {≤ 6 bulan (OR= 1.46) dan > 6 bulan (OR= 2.92) dibandingkan 0 bulan}, dan sesuai dengan studi Ness et al (2002). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang telah menopause memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium daripada wanita yang belum menopause (OR= 1.54). Hal ini dikarenakan oleh keadaan wanita yang telah menopause menyebabkan perlindungan yang dihasilkan dari kehamilan dan melahirkan sudah tidak dapat diperoleh lagi. Terlambatnya usia menopause secara general tidak ada asosiasi dengan risiko kanker ovarium (Parrazini et al, 1989). Akan tetapi, pada penelitian ini, semakin tua umur saat menopause semakin besar proteksi terhadap risiko kanker ovarium walaupun secara statistik tidak bermakna {< 45 tahun (OR= 4.83), 45-49 tahun (OR= 1.15), dan ≥ 55 tahun (OR= 0.26) dibandingkan 50-54 tahun}. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hipotesis ovulasi tak terputus, juga tidak sesuai dengan beberapa studi Ness et al (2002) yang menampilkan tidak ada asosiasi antara umur menopause dengan kanker ovarium. Adanya hasil yang berlawanan dengan hipotesis dan beberapa studi sebelumnya dikarenakan oleh umur saat menopause pada penelitian ini hanya pada responden yang sudah menopause secara natural saat didiagnosis dan dikarenakan oleh proporsi responden yang tidak pernah hamil pada kategori saat Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 15 menopause umur < 45 tahun yaitu 18.2%, lebih tinggi daripada kategori 45-49 tahun yaitu 9.7%, 50-54 tahun yaitu 4.4%, dan ≥ 55 tahun yaitu 0%. Keadaaan responden yang tidak pernah hamil menyebabkan meningkatnya risiko terkena kanker ovarium walaupun usia menopause yang lebih awal. Risiko terkena kanker ovarium meningkat seiring dengan pertambahan umur seperti 40 tahun atau lebih (Zwaveling et al, 1985; Benson dan Pernoll, 2009). Hal ini tampak pada penelitian ini, yang mana umur saat didiagnosis kanker dianalogikan sebagai umur, sehingga dapat dikatakan bahwa umur ≤ 50 tahun memberikan proteksi terhadap risiko kanker ovarium dibandingkan umur > 50 tahun (OR= 0.92), dengan kata lain umur > 50 tahun lebih berisiko terkenan kanker ovarium daripada umur ≤ 50 tahun. Pil pengendali kelahiran menghalangi ovulasi, mungkin dengan menekan LH (Lituenizing Hormone). Level progesteron yang rendah selama masa reproduksi wanita menunjukkan peningkatan risiko kanker ovarium dan ketidakmampuan untuk hamil atau terlambatnya masa reproduksi mengarah sebagai tanda kekurangan progesteron. Perlindungan dari pernah menggunakan kontrasepsi oral terhadap kejadian kanker ovarium dibandingkan tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral tampak pada studi ini (OR= 0.37) dan sesuai dengan banyak studi yang ada seperti studi Ness et. al (OR= 0.6), Riman et al (OR= 0.73), dan Fujita et al (OR= 0.46). Mekanisme perlindungan oleh kontrasepsi oral berhubungan dengan penekanan gonadotropin pituitari plasma atau menghambat ovulasi (Gertig dan Hunter, 2002). Pernyataan Baziad (2002) menyebutkan bahwa efek protektif kontrasepsi oral makin baik dengan makin lama durasi penggunaannya. Bila dilihat durasi penggunaan kontrasepsi oral, ditemukan bahwa semakin lama menggunakan kontrasepsi oral maka semakin rendah risiko terkena kanker ovarium sehingga dapat dikatakan bahwa ada dose response durasi penggunaan kontrasepsi oral terhadap penurunan risiko kanker ovarium pada penelitian ini (124 bulan (OR= 0.46) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.25) dibandingkan 0 bulan. Hasil yang didapat sesuai dengan banyak studi yang telah dilakukan seperti studi Ness et al (2000) dan studi Riman et al (2002). Wanita yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral ≤ 45 tahun lebih tinggi risiko terkena kanker ovarium daripada wanita yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral > 45 tahun (OR= 2.75) namun tidak sesuai dengan studi Braem et al (2010). Walaupun hasil ini secara statistik tidak bermakna dan tidak sesuai dengan studi sebelumnya namun secara teori wanita yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi oral saat umur ≤ 45 tahun memang Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 16 memiliki jumlah siklus ovulasi tak terputus yang lebih banyak daripada wanita yang terakhir kali menggunakan kontrasepsi saat umur > 45 tahun. Proteksi terhadap kanker ovarium tampak pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral jenis minipil (OR= 0.58), sediaan kombinasi dosis rendah (OR= 0.30), dan sediaan kombinasi dosis tinggi (OR= 0.67) dibandingkan yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral. Kontrasepsi oral jenis minipil hanya memiliki dosis progestin yang rendah, sediaan kombinasi dosis rendah memiliki dosis estrogen rendah dan dosis progestin rendah, sedangkan sediaan kombinasi dosis tinggi memiliki dosis estrogen tinggi dan dosis progestin tinggi. Adanya proteksi terhadap kanker ovarium yang tampak dari penggunaan kontrasepsi oral jenis sediaan kombinasi dosis rendah dan sediaan kombinasi dosis tinggi pada penelitian ini sesuai dengan studi Ness et al (2000). Proteksi tertinggi pada penelitian ini dihasilkan dari penggunaan kontrasepsi oral jenis sediaan kombinasi dosis rendah. Wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral karena efek samping memiliki risiko lebih rendah untuk terkena kanker ovarium daripada wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral bukan karena alasan efek samping. Alasan berhenti menggunakan kontrasepsi oral karena efek samping menjadi faktor protektor terhadap kanker ovarium (OR= 0.70). Hal ini tampak pula pada penelitian Greer et al (2005) yang menunjukkan bahwa durasi penggunaan kontrasepsi oral yang sama akan menghasilkan perlindungan yang berbeda antara wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral karena alasan efek samping dengan wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral bukan karena alasan efek samping. Secara konsisten riwayat kanker pada keluarga muncul sebagai faktor risiko untuk kanker ovarium di banyak studi kasus kontrol (Gertig dan Hunter, 2002). Riwayat kanker pada keluarga yang dimaksud adalah riwayat kanker payudara atau kanker ovarium pada keluarga (Gertig dan Hunter, 2002; Kazeuroni, 2002), kanker endometrium, kanker prostat atau kanker kolon pada keluarga (Syafrudin dan Hamidah, 2007). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa adanya riwayat kanker ovarium (OR= 7.55), kanker payudara (OR= 1.35), serta kanker kolon dan atau kanker prostat (OR= 2.03) pada keluarga menyebabkan risiko lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium daripada tidak ada riwayat kanker masing-masing tersebut pada keluarga. Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya seperti studi Kazeuroni (2002) yang menyebutkan bahwa adanya riwayat kanker pada first-­‐degree atau second-­‐ degree (RR= 1.4), dan second-­‐degree yang lain (RR= 1.3), meningkatkan risiko kanker ovarium. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 17 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan beberapa variabel yang diteliti dengan kanker ovarium, di antara variabel yang berhubungan tersebut, ada variabel yang menjadi faktor protektor dan ada pula variabel yang menjadi faktor risiko terhadap kanker ovarium. Variabel yang menjadi faktor protektor adalah riwayat reproduksi {jumlah kehamilan 1-2 kali (OR= 0.18) dan ≥ 3 kali (OR= 0.06), jumlah melahirkan 1-2 kali (OR= 0.23) dan ≥ 3 kali (OR= 0.07), pernah menyusui anak (OR= 0.17), durasi menyusui anak selama 1-24 bulan (OR= 0.31) dan selama ≥ 25 bulan (OR= 0.13)} dan penggunaan hormon {pernah menggunakan kontrasepsi oral (OR= 0.37), serta durasi penggunaan kontrasepsi oral selama 1-24 bulan (OR= 0.46) dan selama ≥ 25 bulan (OR= 0.25). Hasil ini didapat dengan cara membandingkan dengan kontrol yang seluruhnya terdiri dari pasien kanker serviks. Sedangkan variabel yang menjadi faktor protektor adalah riwayat reproduksi yaitu pernah mengalami infertilitas (OR= 2.09) dan riwayat kanker pada keluarga yaitu ada riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR= 7.55). SARAN Dalam upaya menurunkan insiden kanker ovarium diperlukan keterlibatan berbagai pihak seperti: a. RS Kanker Dharmais Jakarta dengan melakukan promosi kesehatan mengenai manfaat dari penggunaan kontrasepsi oral namun penggunaan kontrasepsi oral ini harus dikaji pada wanita yang berisiko kanker payudara; menggalakkan gerakan menyusui; mendukung program Keluarga Berencana. Kegiatan promosi kesehatan ini dapat berupa penyuluhan langsung, memasang poster, atau penyediaan leaflet yang dapat dibaca oleh pengunjung. b. Pada masyarakat yaitu perempuan dapat lebih waspada dan sadar akan risiko kanker ovarium bila pernah mengalami infertilitas, atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker ovarium untuk melakukan upaya deteksi dini kanker ovarium. c. Untuk penelitian selanjutnya, yaitu kontrol yang dipakai adalah penderita non kanker juga diikutsertakan, jumlah sampel yang diperbesar, serta jika ingin meneliti hubungan variabel kontrasepsi oral dengan kejadian kanker ovarium, kontrol yang digunakan bukan penderita kanker serviks karena kedua kanker tersebut secara literatur berhubungan dengan kontrasepsi oral. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 18 DAFTAR PUSTAKA Adami, Hans-Olov, Hunter, David, & Trichopoulos, Dimitrios. (2002). Textbook of Cancer Epidemiology. New York: Oxford University Press. Baziad, Ali. (2002). Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Benson, Ralph C., & Pernoll, Martin L. (2009). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. (Susiani Wijaya, Penerjemah). Jakarta: EGC. Bidang Rekam Medis RSKD. (2009). 10 Besar Kanker Tersering di RS Kanker "Dharmais" Rawat Jalan (Kasus Baru) Tahun 2004-2007. Rumah Sakit Kanker Dharmais. Oktober 18, 2012. http://www.dharmais.co.id/index.php/statistic-center.html. Braem, M. G. M., et al. (2010). Reproductive and Hormonal Factors in Association With Ovarian Cancer in the Netherlands Cohort Study. American Journal of Epidemiology. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2009). Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Tahun 2008. Jakarta: Dirjen P2PL. Fujita, Megumi, et al. (2008). Smoking, Earlier Menarche and Low Parity as Independent Risk Factors for Gynecologic Cancers in Japanese: A Case-Control Study. Tohoku Journal Exp Med. Globocan. (2012). Fact Sheets. International Agency for Research on Cancer. Oktober 18, 2012. Greer, Julia, B., et al. (2005). Short-Term Oral Contraceptive Use and the Risk of Epithelial Ovarian Cancer. American Journal of Epidemiology. Hutchon, David J R. (2001). Calculator for Confidence Intervals of Odds Ratio in An Unmatched Case Control Study Using the Null Hypothesis to Provide An Estimate. 7 Juni 2013. www.hutchon.net/confidor.htm. Jordan, Susan J., et al. (2010). Breastfeeding and Risk of Epithelial Ovarian Cancer. Cancer Causes and Control. Kazeuroni, Niloufar Neely. (2002). Family History of Breast Cancer as a Determinant of the Risk of Developing Endometrial and Ovarian Cancers: A Nationwide Cohort Study. Disertasi. ProQuest Information and Learning Company. Moorman, Patricia G., et al. (2009). Ovarian Cancer Risk Factors in African-American and White Women. American Journal of Epidemiology. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013 19 Ness, Roberta B. et al. (2000). Risk of Ovarian Cancer in Relation to Estrogen and Progestin Dose and Use Characterstics of Oral Contraceptives. American Journal of Epidemiology. Ness, Roberta B. et al. (2002). Infertility, Fertility Drugs, and Ovarian Cancer: A Pooled Analysis of Case-Control Studies. American Journal of Epidemiology. Oxorn, Harry, & Forte, William R. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Diterjemahkan oleh Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Parrazini, F., et al. (1989). Menstrual Factors and The Risk of Epithelial Ovarian Cancer. Journal Of Clinical Epidemiology. Rarung, Max. (2008). Kelangsungan Hidup Lima Tahun Kanker Ovarium yang Dikelola RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran. Riman, Tomas, et al. (2002). Hormone Replacement Therapy and the Risk of Invasive Epithelial Ovarian Cancer in Swedish Women. Journal of the National Cancer Institute. Rosenblatt, Karin A., et al. (2011). Genital Powder Exposure and The Risk of Epithelial Ovarian Cancer. Cancer Causes Control. Sala, Maria, Dosemeci, Mustafa, & Zahm, Sheila Hoar. (1998). A Death Certificate-Based Study of Occupation and Mortality From Reproductive Cancers Among Women in 24 US States. Journal of Occupational and Environmental Medicine. Rosenblatt, Karin A, & Thomas, David B. (1993). Lactation and The Risk of Ephitelial Ovarian Cancer. International Journal Epidemiology. Syafrudin, & Hamidah. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Titus-Ernstoff, L., et al. (2001). Menstrual and Reproductive Factors In Relation to Ovarian Cancer Risk. British Journal of Cancer. Whittemore, Alice E., et al. (1992). Characteristics Relating to Ovarian Cancer Risk: Collaborative Analysis of 12 US Case -Control Studies: II. Invasive Epithelial Ovarian Cancers in White Women. American Journal of Epidemiology. Zwaveling, A., et al. (1985). Onkologi. (Kelompok Penerjemah Team Kanker FK UGM, Penerjemah). Jakarta: PN Balai Pustaka. Hubungan riwayat…, Dini Maryani1, FKM UI, 2013