BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Ester alkil dari asam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Ester alkil dari asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani yang mengandung trigliserida dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif dengan reaksi esterifikasi atau reaksi transesterifikasi ( Joelianingsih,
2006) Secara kimia biodiesel merupakan mono alkil ester atau metil ester dengan
jumlah rantai atom C antara 12 sampai dengan 20 ( Darnoko, 2001 ). Biodiesel
memiliki persamaan sifat fisis dan sifat kimia dengan petroleum diesel ( solar )
sehingga biodiesel dapat juga dijadikan
salah satu campuran solar yang
digunakan untuk bahan bakar mesin-mesin diesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar menghasilkan kadar
polusi yang renda, tidak mengandung sulfur sehingga ramah terhadap lingkungan,
dapat diperbaharui karena
dapat diuraikan kembali ( biodegradable ) dapat
digunakan pada mesin-mesin diesel convensional tanpa perlu memodifikasi atau
penambahan converter kit. Emisi gas buang kenderaan diesel yang menggunakan
bahan bakar biodiesel lebih tidak beracun dibanding dengan menggunkan solar ,
karena penggunaan biodesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon
yang tidak terbakar, karbon monoksida yang sangat beracun dan partikel kasar
seperti debu dan karbon, dapat dicampur dengan solar, pada campuran 20%
dengan solar dapat mengurangi partikel 20%, CO2 sebesar 21%,biodiesel 100%
dapat menurunkan emisi CO2 sampai 100%, emisi SO2 sampai 100%, emsi CO
anta 10-50 %, emisi HC antara 10-50 %, (Tritoatmojo, 1995 ) Biodiesel memiliki
efek pelumasan yang tinggi sehingga dapat memperpanjang umur mesin, memiliki
angka setana relatif tinggi ( diatas 50 ) megurangi ketukan pada mesin sehingga
mesin bekerja lebih mulus, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena
Universitas Sumatera Utara
tidak mengandung racun, dapat diproduksi secara lokal dan bahan bakunya mudah
diperoleh.
Biodiesel dapat diperoleh melalui suatu rekasi yang disebut reaksi esterifikasi
asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan
bantuan katalis asam atau basa.
2.2. Bahan Baku Biodiesel
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewani, dari
minyak nabati dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti yang tertera
pada table 1, minyak nabati mengandung
trigliserida dan sejumlah kecil
monogliserida dan digliserida. Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak
rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada
umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam
oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat
merupakan jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat
merupakan asam lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya
akan menjadi lemak asam bebas
( free fatty acids = FFA ). Minyak nabati
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
berdasarkan kandungan FFA( Kinast. 2003) yaitu:
a. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
b. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
c. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
a. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basah untuk refined Oil atau
minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
b. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan
FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Dari hasil uji Gaskromatografi terhadap minyak kemiri yang digunakan sebagai
bahan baku untuk menghasilkan biodiesel dihasilkan bahwa kandungan asam
lemak bebas ( FFA ) didalam minyak biji kemiri < 1,5 % yaitu : 0,394, berdasakan
kandungan FFA minyak kemiri, untuk memperoleh biodiesel dari minyak kemiri
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan dengan proses transeseterifikasi dengan menggunakan katalis
basa.
Tabel 1 : Jenis tanaman Bahan Baku Biodiesel
N
o
Nama Lokal
Nama Latin
Sumber
Minyak
Isi %
Berat Kering
1
Jarak Pagar
Jatropha Curcas
Inti biji
40-60
2
Jarak Kaliki
Riccinus Communis
Biji
45-50
3
Kacang Suuk
Arachis Hypogea
Biji
35-55
4
Kapok / Randu
Ceiba Pantandra
Biji
24-40
5
Karet
Hevea Brasiliensis
Biji
40-50
6
Kecipir
Psophocarpus Tetrag
Biji
15-20
7
Kelapa
Cocos Nucifera
Inti biji
60-70
8
Kelor
Moringa Oleifera
Biji
30-49
9
Kemiri
Aleurites Moluccana
Inti biji
57-69
10
Kusambi
Sleichera Trijuga
Sabut
55-70
11
Nimba
Azadiruchta Indica
Inti biji
40-50
12
Saga Utan
Adenanthera Pavonina
Inti biji
14-28
13
Sawit
Elais Suincencis
Biji
46-54
14
Nyamplung
Callophyllum Lanceatum
Inti biji
40-73
15
Randu Alas
Bombax Malabaricum
Biji
18-26
( Tim Pengembangan BBM, 2008 )
2.3.Tanaman Kemiri
Kemiri dapat hidup didataran rendah dan di daratan tinggi, dengan tinggi
batang dapat mencapai 15 meter dan berumur hingga 75 tahun. Perakaran
tungggangnya dapat mencegah tanah longsor ( erosi ), mempunyai daun yang
lebat sehingga mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam
jumlah yang banyak. Potensi terbesar dari pohon kemiri ada pada buahnya yang
terdiri dari biji dan cangkang, biji kemiri mengandung lemak bila diperas atau
diekstraksi akan menghasilkan minyak yang dapat difungsikan sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
bakar biodiesel, sisa dari perasan atau ekstraksi biji dapat diolah lagi menjadi
biogas, cangkang biji kemiri dapat diolah menjadi briket sebagai sumber energi.
Didalam minyak biji kemiri pada suhu 150C mempunyai massa jenis sebesar
0,924-0,929 gr/cm3 terdapat beberapa jenis asam lemak yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh seperti tertera dalam tabel 2.
Tabel 2: Jenis asam lemak dalam minyak biji kemiri.
Nama asam
Struktur
%
Asam Palmitat
CH3(CH2)14 CO2H atauC16H32O2
5,5
Asam Stearat
CH3(CH2)16CO2H atau C18H36O2
6,7
Asam Oleat
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H atau C18H34O2{C18F1}
10,5
Asam Linoleat
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H atau C18H32O2{C18F2}
48,5
Asam
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7CO2H atau C18H30O2
28,5
Linolenat
{C18F3}
( .Ketaren,1986 )
2.4. Komponen Minyak Nabati
2.4.1.Trigliserida.
Trigliserida atau triasilgliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari
gliserol dan tiga asam lemak, penyusun utama minyak nabati atau lemak hewani
adalah trigliseridan, monogliserida dan digliserida. Rumus kimia trigliserida
adalah CH2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R’ dan R" masing-masing
adalah sebuah rantai alkil yang panjang atau asam lemak jenuh dan tak jenuh dari
rantai karbon ( Mescha, 2007 )
2.4.2. Asam Lemak .
Asam lemak tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk lemak dan
minyak, lemak dan minyak yang tergolong lipida berfungsi sebagai sumber energi
dan cadangan makanan, asam lemak merupakan senyawa potensial dari sejumlah
besar kelas lipid dialam yang berupa ester, gliserol dan sterol. Lemak atau lipida
terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dan minyak dalam bijibijian berfungsi sebagai sumber energi.( Sipayung, 2003 ). Penguraian lemak
Universitas Sumatera Utara
secara kimiawi akan menghasilkan jumlah energi yang lebih besar sekitar dua kali
lipat dibanding dengan energi yang dihasilkan dari penguraian karbohidrat( Estiti,
1995 ). Asam lemak bebas ( keasaman ) dalam konsentrasi tinggi yang terdapat
dalam nabati sangat merugikan, karena dapat menurunkan kwalitas atau akan
mempengaruhi sifat fisis dan sifat kimia dari bahan bakar, untuk itulah perlu
dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah terbentukya kadar asam lemak
bebas yang tinggi. Meningkatkan kadar asam dalam minyak nabati dapat terjadi
karena: pemanenan buah yang tidak tepat waktu, pasca panen ( penimpanan
digudang yang terlampau lama ), proses pengeringan dan penggilingan, selang
waktu antara pengilingan dan pemerasan, suhu pada saat pemerasan ( tidak boleh
diatas suhu 600C ) dan proses hidrolisa selama pembuatan biodiesel.
2.5. Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel.
2.5.1. Alkohol.
Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang
rantai carbon melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai
pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol
merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena
metanol ( CH3OH ) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih
stabil dibandingkan dengan etanol ( C2H5OH ), metanol memiliki satu ikatan
carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah
memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan
hasil biodiesl yang sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding
dengan metanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun
dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak
plastik dan karet, terbuat dari batu bara Metanol berwarna bening seperti air,
mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih
aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang
sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah
terbakar dan mudah bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan
menggunakan etanol lebih sulit dari metanol dan jika tidak berhati-hati akan
berakhir dengan emulsi.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Katalis
Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifika
perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi
tanpa ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara
yang
aktif,
tanpa
katalis
proses
pembuatan
biodiesel
dengan
reaksi
0
transesterifikasi dapat berlangsung pada temperature 250 C ( Widyastuti, 2007 ).
2.5.3. Katalis homogen
Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan
reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi
transesterifika
hidroksida
adalah katalis basa seperti kalium hidroksida dan natrium
( Darnoko, 2000 ). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai
kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata,
paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat
pencucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali ( Widyastuti,
2007 ). Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan
tekanan yang tinggi dalam reaksi.
2.5.2.2.Katalis heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak
sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan
pada reaksi transeseterifikasi diantaranya adalah CaO, MgO. Keuntungan
menggunakan katalis ini adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi
yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak
korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat
dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali. ( Bangun,
2007 ). Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia
minyak nabati hingga rantai ester minyak nabati akan terlepas, begitu ester
terlepas alkohol akan segera bereaksi dengannya dan membentuk biodiesel,
sedangkan gliserin dan katalis yang tersisa akan mengendap setelah reaksi selesai.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun terlampau sedikit,
penggunaan katalis yang terlampau banyak
reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan emulsi, dan jika sedikit mengakibatkan pemisahan gliserol dan
metil ester tidak sempurna
2.6. Reaksi Transesterifikasi
Transeseterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam
minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek hingga
menghasilkan metil ester asam lemak ( Fatty Acids Methyl Esters = FAME ) atau
biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi
diperlihatkan pada gambar 1. Proses ini
akan dapat berlangsung dengan
mengunakan katalis alkali / basa pada tekanan atmosfer dan temperatur 600C
dengan menggunakan alkohol, katalis yang biasa dugunakan adalah kalium
hidroksida atau natrium hidroksida.
Proses transesterifikasi meliputi: katalis basa dicampur dengan metanol
dan
minyak nabati dengan perbandingan katalis basa 1% dari berat minyak nabati
sedangkan perbandingan molar antara methanol dengan minyak nabati adalah 1:6
dengan kadar asam lemak bebas ( FFA ) di bawah 1% untuk mengasilkan
rendemen yang maximum.( Darnoko, 2005 ).
Gambar 2.1 : Proses Reaksi transesterifikasi.
H2C —O—COR1
Katalis
R1COOCH3
H C —O—COR2 + 3 CH3OH
R2COOCH3
H2C —O—COR3
R3COOCH3
Trigliserida
Metanol
Metil Ester
+
CH2
OH
CH
OH
CH2
OH
Gliserol
2.6.1. Fartor- Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi.
2.6.1.1. Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas.
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air
akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang dan harus
memiliki angka asam lemak bebas lebih kecil dari 1.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1.2. Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati.
Secara stoikiometri jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Semakin banyak jumlah alkohol yang dugunakan maka konversi metil
ester yang dihasilkan akan bertambah banyak dan pada rasio molar 1:6 setelah 1
jam konversi yang dihasilkan 98-99%, sedangkan pada rasio molar 1:3 adalah 7489% . Maka rasio molar yang terbaik adalah 1:6 karena dapat menghasilkan
rendemen yang optimum. (.Schuchatdr, 1998 )
2.6.1.3. Jenis Katalis
Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi
aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa
katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 2500C, katalis yang biasa digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hodroksida dan
natrium hidroksida
Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan
menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum ( 94 - 99% )
dengan jumlah katalis 0,5 – 1,5 % dari berat minyak nabati. Jumlah katalis KOH
yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi
transesterifikasi adalah 1% dari berat minyak nabati ( Darnoko, 2000 ).
2.6.1.4.Temperatur
Suhu
mempengaruhi
kecepatan
reaksi
transesterifikasi
dalam
pembentukan biodiesel. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan pada
suhu 600C – 650C pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat
sejalan dengan kenaikan temperatur yang berarti semakin banyak energi yang
dapat digunakan reaksi untuk mencapai energi aktivasi hingga akan menyebabkan
semakin banyak tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan .
2.6.1.5 Lama Reaksi
Universitas Sumatera Utara
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak eter yang dihasilkan karena
situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
semakin lama bertumbukan.
2.6.1.6. Pengadukan.
Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran
yang homogen antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi. Pada
kenyataannya
alkohol merupakan pelarut yang sangat buruk untuk gliserida,
sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung baik terutama awal reaksi.
Pengadukan dilaporkan sebagai salah satu cara untuk mencapai homogenitas
antara gliserida dan alkohol.
2.7. Kosolvent Eter
Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi
yang lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan penambahan kosolvent kedalam campuran minyak nabati, metanol
dan katalis, sehingga penambahan kosolvent bertujuan untuk membentuk sistem
larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa
kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang kurang
signifikan dibanding penambahan kosolvent ( Baidawi, 2007 ). Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam
metanol campuran reaktan membentuk dua lapisan ( membentuk dua fase ) dan
diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam metanol.
Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan
minyak nabati dan metanol) adalah dengan menambahkan kosolvent kedalam
campuran(Mahajan,2006 Kosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam
alkohol ( metanol ), memiliki titik didih yang dekat dengan metanol .Yang dapat
digunakan sebagai Kosolvent diantaranya: dietil eter, THF ( tetrahidronfuran ),
1,4-dioxane, metal tersier butil ester ( MTBE ) dan diisopropyl eter ( Baidawi,
2007 ).
Minyak nabati telah dilarutkan dalam metanol menggunakan katalis basa maupun
dalam campuran metanol dimetil eter, dengan sistem campuran metanol dimetil
Universitas Sumatera Utara
eter pada suhu 800C selama dua jam diperoleh FAME 97,1% sedangkan tanpa
dimetil eter pada lama reaksi dua jam hanya menghasilkan FAME 20%. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa pengaruh kosolvent membuat reaksi tahap awal dalam
keadaan homogen sehingga reaksi lebih cepat berlangsung, berbeda dengan jika
hanya menggunakan metanol reaksi belangsung dalam dua fase.( Guan, 2008 )
2.8. Karakteristik Bahan Bakar Biodiesel.
2.8.1.Densitas
Densitas merupakan perbandingan massa dengan volume bahan bakar pada
suhu 150C. Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan
oleh mesin diesel persatuan bahan bakar, dan utuk pengkajian kualitas penyalaan.
2.8.2.Viskositas
Viskositas merupakan ukuran resistansi bahan bakar yang dialirkan dalam
pipa kapiler terhadap gaya gravitasi. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan
awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang
memuaskan. Atomisasi yang jelek akan mengakibatkan terjadinya pembentukan
endapan karbon pada ujung burner sehingga pamanasan awal sangat penting
untuk atomisai yang tepat, jika bahan bakar terlampau kental akan menyulitkan
dalam aliran, pemompaan dan penyalaan, jika bahan bakar terlalu encer akan
menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga sulit terbakar dan akan
mengakibatkan kebocoran dalam pipa injeksi. Hukum viskositas Newton,
menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut fluida yang tertentu maka
tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas. Besarnya harga kekentalan
merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar
geseran.
u
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
∂y
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
h
Diam
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.2. Pendefenisian kekentalan dinamis berdasarkan
hukum Newton aliran viscositas.
Dari gambar secara matematis dapat ditulis:
µ=
τ
∂u
( 2.
∂y
1)
dengan:
µ = kekentalan dinamik (Poise)
τ = tegangan geser fluida (Newton/m2)
∂u = kecepatan relatif kedua permukaan (m/s)
∂y = tebal lapisan filem fluida (m)
Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut, viskositas gas meningkat
terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk
tekanan kecil, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung pada suhu
saja, untuk tekanan yang sangat besar , gas dan kebanyakan cairan menunjukkan
variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan.
Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik ( absolut
) dengan densitas ( rapat massa ) fluida :
υ=
μ
ρ
( 2.2 )
dengan: υ = viskositas kinematik (St),
µ = viskositas dinamik (Poise), ρ = rapat massa (kg/m3). Viskositas kinematik
berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari viskositas dinamik.
Satuan kekentalan dinamik ( absolute ) adalah Poise ( P ), atau senti ( cSt
). 1P = 100 cP ; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik
adalah Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah
m2/s. Untuk mengubah dari viskositas kinematik ( υ ) menjadi viskositas dinamik
( µ ), kita perlu mengalikan υ dengan
dalam kg/m3. Untuk mengubah dari Stoke
menjadi Poise kita mengalikan dengan kerapatan massa dalam gr/cm3, yang nilai
angkanya sama dengan jenis gravitasi.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3. Cloud Point (Titik Kabut ) dan Puor Point ( Titik Tuang )
Cloud Point = titik awan adalah temperatur saat bahan bakar
mulai
tampak berkeruh bagaikan kabut ( berawan = cloudy ) tidak lagi jernih pada saat
bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat mengalir pada suhu ini, keberadaan
kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di
dalam filter pompa dan injector, titik kabut dipengaruhi oleh bahan baku
biodiesel.
Titik tuang ( Pour point ) adalah temperatur terendah yang menunjukkan mulai
terbentuknya kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar atau
temperatur dimana bahan bakar mulai membeku atau mulai berhenti mengalir,
dibawah titk tuang bahan bakar tidak dapat lagi mengalir karena terbentuknya
kristal yang menyumbat aliran bahan bakar. Titik tuang ini depengaruhi oleh
derajat ketidak jenuhan ( angka iodium ), jika semakin tinggi ketidak jenuhan
maka titik tuang akan semakin rendah dan juga dipengaruhi oleh panjangnya
rantai karbon, jika semakin panjang rantai karbon maka titik tuang akan semakin
tinggi.
2.8.4. Flash Point ( Titik Nyala = Titik kilat )
Flash Point adalah temperatur bahan bakar terendah dimana bahan bakar
menyalah ( dipanaskan) sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila
dilewatkan suatu nyala api. Jika penyalaan terjadi dengan kontiniu, maka
temperaturnya disebut “ titk api ”, tetapi makin tinggi angka setana bahan bakar
maka makin rendah titik penyalaan. Titik nyala berkaitan dengan keamanan dalam
penyimpanan dan penangana bahan bakar, jika titik nyala bahan bakar tinggi
bahan bakar tidak
mudah terbakar dan
jika terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan keterlambatan dalam penyalaan didalam raung bakar mesin, jika
titik nyala
bahan bakar rendah bahan bakar akan mudah terbakar hal ini
berbahaya dalam penyimpanan dan dapat menimbulkan denotasi sebelum bahan
bakar memasuki ruang perapian ( Hardjono, 2000 )
2.8.4.Angka Iod
Universitas Sumatera Utara
Angka Iod menunjukkan tingkat ketidak jenuhan atau banyaknya ikatan
rangkap dua asam lemak penyusun biodiesel. Kandungan senyawa asam lemak
tak jenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel pada temperature rendah karena
disisilain banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodeasel memudahkan
senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer ( Azam, 2005 ). Biodiesel
dengan kandungan angaka iod yang tinggi ( lebih besar dari 115 ) akan
mengakibatkan tendensi polimerisasi dan pembentukan deposit di lubang saluran
injector noozle dan cicin piston pada saat mulai pembakaran ( Panjaitan, 2005 ).
2.8.5. Kadar Air dan Sedimen
Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak.
Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan
kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga
menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat krosif jika
bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam, di musim dingin kandungan
air dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran
bahan bakar. Kandungan sedimen yang terlampau tinggi dapat menyumbat dan
merusak mesin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 :Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
Parameter
Batas Nilai
Metode Uji
Massa jenis pada 40 C, kg/m
850 – 890
ASTM D 1298
ISO 3675
Viskositas kinematik pada 40
2,3 – 6,0
ASTM D 445
ISO 3104
min. 51
ASTM D 613
ISO 5165
min. 100
ASTM D 93
ISO 2710
maks. 18
ASTM D 2500
-
maks. no. 3
ASTM D 130
ISO 2160
Residukarbon,%-berat,
Maks. 0,05
ASTM D 4530
ISO 10370
Air dan sedimen, %-vol.
maks. 0,05
ASTM D 2709
-
Temperatur distilasi 90 %, C
maks. 360
ASTM D 1160
-
Abu tersulfatkan, %-berat
maks. 0,02
ASTM D 874
ISO 3987
Belerang, ppm-b (mg/kg)
maks. 100
ASTM D 5453
prEN ISO 20884
Fosfor, ppm-b (mg/kg)
maks. 10
AOCS Ca 12-55
FBI-A05-03
Angka asam, mg-KOH/g
maks. 0,8
AOCS Cd 3-63
FBI-A01-03
Gliserol bebas, %-berat
maks. 0,02
AOCS Ca 14-56
FBI-A02-03
Gliserol total, %-berat
maks. 0,24
AOCS Ca 14-56
FBI-A02-03
Kadar ester alkil, %-berat
min. 96,5
dihitung
Angka iodium, g-I /(100 g)
maks. 115
AOCS Cd 1-25
o
o
3
2
C, mm /s (cSt)
Angka setana
Titik
nyala
(mangkok
o
tertutup), C
o
Titik kabut, C
Korosi bilah tembaga ( 3 jam,
o
50 C)
o
2
*)
FBI-A03-03
FBI-A04-03
Universitas Sumatera Utara
Download