BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa sektor bisnis di Indonesia mengalami kemunduran akibat terjadinya krisis global. Krisis yang terjadi bersumber dari Amerika dengan nama krisis subprime mortgage. Subprime mortgage, atau yang biasanya disebut pinjaman subprime mortgage merupakan pinjaman yang diberikan kepada konsumen yang memiliki kelayakan kredit kurang dari cukup. Pertumbuhan pasar subprime mortgage meningkat dengan sangat cepat, sehingga penyalur KPR di Amerika bersaing satu sama lain untuk mendapat konsumen tanpa memperhatikan apakah konsumen kedepannya mampu membayar atau tidak. Sehingga pada akhirnya, banyak konsumen KPR yang gagal bayar dan menyebabkan krisis subprime mortgage yang kemudian berimbas ke seluruh dunia (Detik Finance, 2007). Walaupun perekonomian Indonesia terbukti cukup kuat dan tahan banting dengan adanya krisis tersebut, namun tidak dapat dihindari terjadi sedikit penurunan dalam beberapa sektor industri seperti industri tekstil, elektronik dan produk kayu yang mengalami penurunan daya saing. Hal ini disebabkan oleh lemahnya dukungan kegiatan investasi setelah krisis. Lain halnya dengan industri properti dan real estate yang terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh kuatnya perekonomian Indonesia selama empat tahun terakhir. Di tahun 2009, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,6%, di 1 tahun 2010 sebesar 6,2%, di tahun 2011 sebesar 6,5% dan di tahun 2012 sebesar 6,2%. Walaupun berhubungan cukup erat dengan industri yang mengalami krisis di Amerika, diindikasikan bahwa pertumbuhan di industri ini akan terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya (Global Property Guide, 2013). Kenaikan di sektor ini pada awalnya terlihat di pertengahan tahun 2009. Berdasarkan opini pengamat properti Indonesia, Martius Yusuf pada tahun 2009, di tahun 2010 dan 2011 akan terjadi kenaikan yang cukup tajam pada pertumbuhan pasar properti dan real estate di Indonesia. Beberapa faktor akan mempengaruhi terjadinya kenaikan ini, seperti suku bunga kredit yang turun saat itu dan bertahan di tingkat 9% - 12%, kemudahan pengambilan kredit, baik Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) ataupun kredit konstruksi. Selain itu, mengingat bahwa properti dan real estate, terutama perumahan merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat membuat sektor ini dinilai cukup stabil dan aman bagi para investor untuk berinvestasi. Dengan nilai investasi yang tinggi, sektor ini juga mengalami peningkatan harga setiap tahunnya sekitar 10% sehingga dalam waktu lima hingga sepuluh tahun kedepan harga rumah dapat mencapai dua kali lipat harga pembelian awal. Terlebih lagi, jumlah populasi masyarakat Indonesia merupakan yang terbesar ketiga di dunia, lebih tepatnya sebesar 246.864.191 jiwa. Hal ini akan juga dapat menjadi dasar pertimbangan para investor untuk berinvestasi, karena dengan jumlah sebesar itu, diperkirakan bisnis properti akan sulit untuk digoyahkan, karena masyarakat pasti akan terus membutuhkan kehadiran properti dan real estate dalam keseharian hidup mereka. 2 Karena alasan tersebut, perusahaan yang bergerak di sektor ini semakin berambisi untuk terus meningkatkan kinerjanya dan berkompetisi untuk menguasai pasar properti dan real estate di Indonesia. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya dilakukan pembangunan perumahan, mall, pusat perbelanjaan dan apartemen, terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan dan lain-lain. Peningkatan kinerja yang dilakukan oleh perusahaaperusahaan properti dan real estate dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan terus melakukan berbagai inovasi. Contohnya, beberapa perusahaan properti dan real estate menawarkan perumahan dengan konsep green living, yaitu konsep perumahan yang berfokus pada penghematan energi, air, pelestarian sumber daya alam dan meningkatkan kualitas udara. Atau one stop living, yaitu perumahan dengan berbagai fasilitas penunjang di sekitarnya, seperti mall, rumah sakit, dan sekolah. Untuk terus meningkatkan kinerjanya, perusahaan dalam bidang properti harus mengetahui secara jelas langkah-langkah apa saja yang harus diambil agar tidak tertinggal dengan inovasi yang dikeluarkan oleh para kompetitor. Manajemen perusahaan juga harus mampu memposisikan perusahaannya secara tepat sehingga pengambilan keputusan untuk terus memajukan perusahaan dapat dilakukan dengan baik. Salah satu langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menilai kinerjayang telah dilakukan selama ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan seseorang. Sementara itu, menurut Kusnadi (2003), kinerja 3 adalahsetiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan atau tindakan yang diarahkan untuk mencapai tujuan atau target tertentu. Perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan secara periodik agar manajemen dapat mengetahui bagaimana perkembangan yang telah dicapai perusahaan sehubungan dengan target atau tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu kinerja yang dianggap paling penting di dalam perusahaan adalah kinerja keuangan. Menurut Fahmi (2011), kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Tujuan dari dilakukannya penilaian kinerja keuangan menurut Munawir (2007) adalah: Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. 4 Mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk menjalankan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membyara beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat waktu dan membayar dividen secara rutin kepada para pemegang saham tanpa adanya hambatan. Kinerja keuangan merupakan elemen yang penting dalam rangka menilai kinerja keseluruhan perusahaan. Hal ini dikemukakan oleh Tulasi (2006), karena: Kinerja keuangan merupakan salah satu indikator utama yang dapat mendeskripsikan secara jelas kondisi perusahaan serta bagaimana operasionalnya. Terdapat hubungan yang kuat antara kinerja keuangan dengan aspek-aspek strategis lain, seperti manajemen dan ekspektasi dari investor, kreditor, masyarakat dan pemerintah. Pada batas marginal, kinerja keuangan perusahaan bisa memberikan petunjuk riil dan serangkaian interaksi antar manusia, gagasan, kegiatan dan aspek organisasi lainnya dalam upaya menggapai misi, tujuan,dan sasaran perusahaan. Terdapat beberapa macam cara untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, diantaranya yaitu analisis rasio-rasio arus kas, Tobin’s q analysis, Zeta Models, Seven S, Quality Circle, Teori Z, Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA), Analisis rasio profitabilitas dengan mengukur 5 tingkat Return On Investment (ROI), Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). Salah satu pendekatan yang paling umum dilakukan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah pendekatan rasio profitabilitas, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau keuntungan. Salah satu bentuk rasio profitabilitas adalah Return On Assets (ROA), yaitu rasio yang dipergunakan oleh perusahaan dalam rangka mengukur profitabilitas aset secara keseluruhan (Kieso, et al, 2008). Menurut Munawir (2007), terdapat beberapa kelebihan Return On Assets, yaitu: Posisi perusahaan terhadap industri dapat diketahui karena dengan mengukur ROA, perusahaan dapat membandingkan ROA yang dimiliki dengan rasio industri. Analisis ROA berguna untuk kepentingan perusahaan dalam hal perencanaan. Analisis ROA dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan perusahaan, dengan asumsi perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi yang baik. Namun, juga terdapat beberapa kelemahan dari ROA (Munawir, 2007), yaitu: Sebagai pengukur, ROA sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap. ROA mengandung distorsi yang cukup besar, terlebih lagi jika dalam keadaan inflasi. ROA akan cenderung tinggi akibat 6 penyesuaian (kenaikan) harga jual, sementara beberapa komponen biaya lainnya masih dinilai dengan harga distorsi. Oleh karena itu, dibutuhkan alat ukur lain selain ROA untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan agar pengukuran yang dilakukan dapat bersifat lebih akurat dan terpercaya. Seperti misalnya Tobin’s q analysis, yang merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dan nilai perusahaan berdasarkan perspektif investor. Menurut Chung and Pruitt (1994), analisis ini dapat menjelaskan sejumlah fenomena perusahaan yang berbeda-beda, yang diantaranya (a) perbedaan cross-sectional dalam keputusan investasi dan diversifikasi, (b) hubungan antara kepemilikan ekuitas manajerial dan nilai perusahaan, (c) hubungan antara performa manajemen, keuntungan penawaran tender, peluang investasi, dan respon penawaran tender, dan (d) kebijakan dalam hal keuangan, dividen, dan kompensasi. Nilai Tobin’s q menggambarkan suatu peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang, et al, 1989) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin & Brainard, 1968; Tobin, 1969). Sesuai dengan rumusnya, nilai Tobin’s q didapatkan dari penjumlahan nilai pasar saham dari seluruh saham yang beredar (market value of alloutstanding shares) dengan nilai pasar hutang (market value of all debt) yang kemudian dibandingkan dengan nilai seluruh modal yang ditempatkan dalam kapasitas produksi (replacement value of all production capacity). Melalui rumus dan definisi tersebut, maka terlihat jelas bahwa Tobin’s q menitikberatkan analisisnya pada nilai pasar yang dimiliki perusahaan. 7 Dalam pengukuran menggunakan Tobin’s q, standar yang ditetapkan sebagai nilai acuan adalah satu. Standar ini ditetapkan karena pada dasarkan Tobin’s q menyatakan bahwa nilai pasar suatu perusahaan seharusnya sama dengan nilai aktivanya, yang diasumsikan disini adalah sama dengan satu. Jika nilai Tobin’s q dari suatu perusahaan besarnya lebih dari satu, maka perusahaan akan dianggap baik oleh pasar, karena hal ini menandakan nilai pasar perusahaan lebih besar dari aktiva perusahaan yang tercatat. Namun, jika sebaliknya, maka perusahaan akan dianggap tidak terlalu baik oleh pasar karena pencatatan nilai aktivanya melebihi nilai pasar perusahaan. Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari analisis Tobin’s q. Menurut Ricardo dan Juniarti (2009), Tobin’s q mampu meringkas informasi yang akan datang yang relevan dengan keputusan investasi perusahaan. Selain itu, analisis Tobin’s q merupakan indikator yang fokus pada nilai pasar perusahaan, sehingga sangat bermanfaat jika dilihat dari perspektif investor. Melalui analisis ini, para investor juga dapat mengambil keputusan untuk membeli, menahan, atau menjual saham yang dimilikinya (Bambang & Ellen, 2010). Namun, terdapat pula beberapa kritik yang menandakan kelemahan dari analisis Tobin’s q. Menurut Fiakas (2005), Tobin’s q didasarkan pada pandangan bahwa nilai pasar modal merupakan nilai keseluruhan modal terpadang dan insentif yang diinvestasikan. Penelitian terbaru tentang kesalahan pengukuran menunjukkan bahwa ukuran q berkemungkinan tidak dapat dihitung jika terjadi “gelembung” di dalam penilaian pasar modal yang bersifat kontinyu atau terus menerus dari waktu ke waktu yang berhubungan dengan nilai fundamental. Bambang & Ellen (2010) 8 yang merupakan peneliti sebelumnya juga mengungkapkan bahwa Tobin’s q biasanya berkorelasi dengan investasi dalam studi empiris, dan hubungan ini terkadang lemah dan sering didominasi oleh pengaruh langsung aliran kas terhadap investasi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan dengan menggunakan analisis Return On Assets (ROA) dan Tobin’s q. Dengan alasan tersebut maka judul penelitian yang diangkat adalah “Analisis TOBIN’S Q dan Return On Assets Sebagai Indikator Kinerja Keuangan: Studi Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengukur kinerja perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah terjadinya krisis global subprime mortgage di Amerika. Dikarenakan krisis tersebut terjadi di dalam industri properti (perumahan), maka perlu diadakan penelitian mengenai bagaimana pengaruhnya terhadap industri properti dan real estate di Indonesia. Demi tercapainya tujuan tersebut, maka perlu dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja perusahaan-perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia jika dinilai melalui pendekatan ROA setelah krisis global? Berapa nilai ROA masing-masing perusahaan? 9 2. Bagaimana kinerja perusahaan-perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia jika dinilai melalui pendekatan Tobin’s q setelah krisis global? Berapa nilai Tobin’s q masing-masing perusahaan? 3. Bagaimana korelasi antara nilai Tobin’s q dengan ROA yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan properti dan realestate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah terjadinya krisis global? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kinerja perusahaan-perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah terjadinya krisis global dengan menggunakan pendekatan ROA; 2. Menganalisis kinerja perusahaan-perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah krisis global dengan menggunakan pendekatan Tobin’s q; 3. Menganalisis korelasi antara nilai Tobin’s q dengan ROA yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan properti dan realestate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah terjadinya krisis global. 1.4 Batasan Penelitian Dalam mengukur kinerja perusahaan, terdapat beragam cara dan alat pengukuran. Namun dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan dua variabel yaitu Return On Assets dan Tobin’s q. Keterbatasan penelitian juga terdapat dalam pemilihan perusahaan. Perusahaan yang diteliti hanya perusahaan 10 properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangannya dari tahun 2010 hingga tahun 2012. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan memperkaya penelitian akademis yang berkaitan dengan pengukuran kinerja keuangan. 2. Sebagai informasi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi terkait dengan pengukuran kinerja keuangan. 1.6 Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN Dalam pendahuluan, akan diuraikan dan dibahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 LANDASAN TEORIS Dalam landasan teori, akan diuraikan dan dibahas teori-teori dan literatur yang digunakan sebagai dasar penelitian, pengertian-pengertian dasar dan informasi lain yang berkaitan dengan penelitian. BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian, akan diuraikan dan dibahas langkah-langkah dilakukannya penelitian, seperti pemilihan sampel, jenis dan sumber data, metode analisis yang dipakai dan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk meneliti. 11 BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam analisis data dan pembahasan, akan diuraikan dan dibahas hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini meliputi data penelitian, pengujian model penelitian, uji hipotesis, dan pembahasan hasil. BAB 5 PENUTUP Dalam bab penutup, akan diuraikan dan dibahas kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian dan saran terkait dengan penelitian tersebut. 12