Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat

advertisement
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
i
JALAN BARU
PENDIDIKAN
POLITIK RAKYAT
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat:
Kumpulan Tulisan
Para Penulis :
Umar Alam Nusantara
Eddy Kurniadi
Mokhammad Ikhsan
Deni Riswandani
Wulandari
Dadan Ramdan
Heri Ferdian
Donny Setiawan
2010 ; viii+115 ; 23 x 15 cm
ISBN : 978-979-25-2107-8
Penyunting : Pius Widiyatmoko, Juandi
Penata Letak : Zeni S. Nugroho, Bima Putra Ahdiat
Sampul : Zeni S. Nugroho
Cetakan pertama, Desember 2010
Diterbitkan oleh :
Forum Diskusi Anggaran
Jl. Adipati Kertamanah No. 52 RT 04/ RW 15 Kel./Kec. Baleendah Kabupaten
Bandung
Perkumpulan INISIATIF
Jl. Guntursari IV No.16, Bandung 40264 Telp./Fax. 022-7309987
Email : [email protected] Website : http://www.inisiatif.org
Didukung oleh :
Yayasan Tifa
Daftar Isi
Kata Pengantar
Prolog
iv
vi
1. Budaya Politik
Eddy Kurniadi
2. Politik Anggaran
Mokhammad Ikhsan
3. Forum Diskusi Anggaran:
Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah
Umar Alam Nusantara dan Wulandari
4. Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan
Politik Rakyat di Kabupaten Bandung
Deni Riswandani
5. Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat
terhadap Kinerja Penerima Mandat
Dadan Ramdan dan Wulandari
6. Memancing Anggaran dengan Keping Koin
dan Gerakan Seribu Tangan
Umar Alam Nusantara
7. Kursus Politik Anggaran, Membangkitkan Gairah
Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung
Heri Ferdian
8. Mengembangkan Kurpola sebagai Upaya
Mencerdaskan Bangsa
Donny Setiawan
9. Kesaksian Beberapa Alumnus
93
106
Profil Para Penulis
113
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
1
11
23
34
59
73
83
iii
Kata Pengantar
Kurang lebih satu tahun yang lalu, gagasan melahirkan sekolah politik anggaran
muncul secara tidak sengaja ketika saya bertemu dengan Bung Diding Sakri,
Ketua Perkumpulan INISIATIF di Gedung Indonesia Menggugat, di Bandung.
Kebetulan, kami sama–sama mengikuti kegiatan pertukaran pengalaman
tentang proses–proses perencanaan dan anggaran yang baik dari lima daerah
di Indonesia. Bung Diding ketika itu menjadi moderator diskusinya, sementara
saya menjadi salah satu peserta dari Jakarta.
Ide sekolah politik anggaran tidak dapat dilepaskan dari otokritik yang saat itu
muncul dari sebagian besar peserta, termasuk penyelenggara : FPPM (Forum
Pengembangan Partisipasi Masyarakat). Salah seorang pembicara merefleksikan
dengan baik bagaimana aktivis Bandung sukses menjadi konsultan di Jakarta
sampai malang-melintang ke daerah–daerah lain di penjuru Indonesia.
Sementara, nasib proses perencanaan dan hasil–hasil keputusan anggaran di
Bandung masih saja jauh dari baik. Banyaknya aktivis ternyata tidak serta merta
menjadikan lebih baiknya proses perencanaan dan penganggaran di daerah ini.
Jadilah, gagasan Bandung butuh Sekolah Anggaran muncul dan semakin
mengerucut. Awalnya, Kursus Politik Anggaran –begitu seterusnya ia disebut,
hanya hendak ditujukan untuk masyarakat umum, aktivis LSM dan wakil–wakil
rakyat di parlemen daerah. Namun, ketika itu saya mengusulkan bagaimana
iv
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
bila pemuda, pelajar hingga mahasiswa juga dapat dilibatkan sebagai
pesertanya. Kelompok yang saya sebut terakhir memang agak sepi dari hingarbingar aktivisme sosial, padahal kelompok ini memendam potensi besar untuk
melakukan perubahan di masa depan. Gayung bersambut, jadilah Kursus
Politik Anggaran lengkap dengan empat kelompok sasaran utamanya; dari
warga biasa sampai aktivis; dari anggota DPRD sampai pemuda, pelajar dan
mahasiswa. Kelompok yang terakhir menjadi kelompok khas yang memerlukan
perhatian lebih serius ke depan.
Saya berkesempatan untuk mengunjungi Forum Diskusi Anggaran satu waktu
di pertengahan tahun ini. Ketika itu, saya bisa bertemu langsung dengan
beberapa orang alumni Kursus Politik Anggaran dan bertukar cerita tentang
bagaimana pengetahuan yang didapatkan mulai digunakan untuk mendorong
tanggung–jawab anggaran pemerintah daerah. Sebagian dari pengetahuan itu
berhasil mendorong terbitnya alokasi anggaran untuk korban banjir atau skema
kredit mikro untuk warga miskin di Kabupaten Bandung. Sungguh, cerita–cerita
ini merupakan cerita yang patut diapresiasi!
Buku yang ada di hadapan saudara–saudara ini hanyalah sebagian kecil dari
pengalaman Forum Diskusi Anggaran dan Perkumpulan INISIATIF dalam
mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang lebih baik di daerah.
Proses dan hasil–hasil yang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan,
terutama kelompok miskin dan terpinggirkan lainnya ketimbang bagi sebagian
orang atau kelompok yang dekat dengan sumber–sumber kekuasaan. Yayasan
Tifa menyambut baik dan mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Semoga
buku ini bisa menginspirasi upaya–upaya senada, bahkan mungkin gelombang
yang lebih besar atas perencanaan dan penganggaran yang lebih pro–rakyat.
Mickael B. Hoelman
Manajer Program Demokrasi dan Tata Pemerintahan
Yayasan Tifa
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
v
Prolog
Dua orang itu sedang duduk–duduk di teras sebuah gedung yang besar nan
megah sambil menyandarkan kakinya ke tiang tembok yang nampaknya
sangat kokoh, sembari mengisap rokok dalam-dalam. Tak lama kemudian
menyemburkannya keluar, tanpa memperdulikan peringatan tertulis pada
secarik kertas yang menempel di tembok dan tepat berada di atas kepalanya,
bahwa di situ dilarang merokok seraya berkata, “Bosenlah... terus wee... rame
di ...rencanakeun pelaksanaanna..mah.... nu taun kamari oge teu puguh
juntrungna...!” 1
Kemudian dibalas oleh temannya... yang ada di sebelahnya, ”Heuueh ....lah...
da lamun seug ..aya anu sejen,..nu daek jadi delegasi sayah mah ...geus hoream
kikieuanteh...komo deui di denge-denge teh.... lolobanamah program teh
..keur kapentingan politik maranehna keneh we... rakyatmah ngan ukur jadi
alat wungkul...terus we...dibobodo..” 2
1.“Bosanlah ... terus saja rame direncanakan, sementara pelaksanaannya yang tahun lalupun
tidak jelas ke mana arahnya”.
2. “Iya..lah.. seandainya ada orang lain yang mau jadi delegasi, saya sudah bosan terlibat seperti
ini,... apalagi didengar-dengar… kebanyakan program itu untuk kepentingan politik mereka
sendiri, sementara rakyat hanya jadi alat saja. Terus saja dibodohi”
vi
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Itulah sekelumit komentar para delegasi musrenbang di Kabupaten Bandung,
yang nampaknya sudah merasa jenuh dengan penyelenggaraan penyusunan
perencanaan pembangunan selama ini, baik musrenbang di tingkat kabupaten
maupun di tingkat kecamatan.
Terjadinya kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan
di lapangan, serta buruknya monitoring dan evaluasi kegiatan, ditambah
lagi makin rendahnya semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
anggaran oleh penyelenggara negara dan juga kurangnya keterlibatan atau
partisipasi masyarakat pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
penggunaan anggaran untuk pembangunan, mengakibatkan mayoritas
masyarakat sudah hampir hilang kepercayaan bahkan apriori terhadap berbagai
kebijakan politik terutama pada tata kelola anggaran.
Rakyat sebagai pemegang saham terbesar, (dari trilyunan uang yang dikelola
oleh penyelenggara negara) belum memperoleh penghasilan yang cukup
menggembirakan, laiknya sebagai pemegang saham. Bahkan sebagian
besar pemilik modal tersebut (rakyat) mengalami kehidupan yang sangat
memprihatikan. Keadaan mereka jauh di bawah standar kemiskinan, akses
untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan layanan sosial yang
layak, masih belum terjangkau secara maksimal.
LKPJ sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penyelenggara negara kepada
rakyat sebagai pemegang saham, masih bersifat normatif dan penuh rekayasa
politik yang substansinya hampir tidak menyentuh pada tujuan bagaimana
mensejahterakan rakyat. Sebagian besar pemegang saham (rakyat) tersebut
nampak tidak berdaya, karena mayoritas dari mereka tidak memiliki pengetahuan
tentang bagaimana dan seperti apa uang mereka itu dibelanjakan.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung, yang merupakan
representasi dari semangat anti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), buah hasil
jerih payah dan perjuangan reformasi, di tataran pelaksanaan masih dalam konteks
wacana belaka. Hasil dari telaahan Tim Advokasi Forum Diskusi Anggaran (FDA)
tahun 2008, menyebutkan pengetahuan masyarakat mengenai perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung
di bawah 10%. Persoalan inilah salah satu hal yang menjadi alasan Forum Diskusi
Anggaran (FDA), yang merupakan wadah aktivitas para pemerhati tata kelola
anggaran di Kabupaten Bandung, merasa terpanggil untuk ikut serta mendorong
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memahami pentingnya keterlibatan
mereka pada setiap kebijakan politik, terutama dalam bidang pengelolaan sumber
daya anggaran yang selama ini masih jauh sekali dari apa yang diharapkan
oleh rakyat. Yaitu, sesungguhnya sebesar apapun nilai uang yang dikelola oleh
pemerintah, muaranya mesti pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
vii
Buku yang ada di hadapan Anda ini adalah merupakan catatan–catatan
buah pikiran, gagasan-gagasan serta pengalaman kawan-kawan para pegiat
Forum Diskusi Anggaran dalam melakoni aktivitas dan perjalanannya, baik
selama melaksanakan Kursus Politik Anggaran yang lebih familiar kawankawan menyebutnya dengan istilah ”Kurpola”, maupun selama lembaga ini
digagas dan dilahirkan untuk mendampingi perjalanan politik penganggaran di
Kabupaten Bandung.
Merupakan sebuah harapan dengan terbitnya buku Jalan Baru Pendidikan
Politik Rakyat, selain menambah khasanah kepustakaan kita mengenai ilmuilmu sosial kemasyarakatan, juga harapannya menjadi literatur bagi para pegiat
dan aktivis dalam upaya mempercepat lahirnya pemerintahan yang harmonis,
bersih, bebas dari perilaku perselingkuhan, kolusi, korupsi dan nepotisme.
Terakhir, kami mengucapkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang telah
mengerahkan daya dan upayanya baik moril maupun materil hingga terbitnya
buku “Kurpola” ini, terutama kami sampaikan terima kasih kepada Yayasan
Tifa, dan Perkumpulan INISIATIF atas kepercayaan dan segala bantuannya
kepada FDA khususnya. Semoga upaya ini dapat menjadi sebuah sumbangan
bagi kehidupan rakyat yang lebih baik lagi.
Bandung September 2010
Ujang Sutisna
Ketua Presidium FDA
viii
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
1
Budaya Politik
Eddy Kurniady
Pengantar
Walaupun kajian masalah budaya politik di Indonesia akhir–akhir ini kurang lagi
mendapat minat di kalangan ilmuwan politik Indonesia, namun ia masih tetap
merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik. Hal itu terjadi karena
beberapa hal.
Penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang
representatif bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain. Penjelasan
yang bersifat kultural dipersepsikan terlampau berorientasi kepada perilaku
terhadap kelompok politik sebuah etnik dominan di Indonesia, sehingga tidak
dapat dijadikan parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer
yang sudah semakin kompleks.
Ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah mulai
dihadapkan pada penjelasan bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif
dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Penjelasan alternatif yang muncul
dikenal dengan pendekatan ekonomi politik, yang juga bersifat strukturalis,
yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan masalah ekonomi.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
1
Untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat
cultural atau structural, sekarang kita dihadapkan pada kenyataan munculnya
sebuah model analisis yang dapat dikatakan juga alternatif, yaitu analisis
yang lebih memperhatikan peranan civil society1. Hal itu mulai nampak ketika
memasuki dekade 1990-an, banyak sekali kalangan –akademisi, politisi,
pengamat sipil dan militer– yang berbicara tentang civil society dengan
pemahaman sendiri–sendiri.
Pertanyaannya, apakah pendekatan yang bersifat cultural masih relevan untuk
memahami politik Indonesia kontemporer? Gejala politik tertentu hanya
dapat dijelaskan dengan pendekatan cultural. Sementara ada gejala lain yang
penjelasannya memakai pendekatan struktural. Pola dukungan dan mobilisasi
politik pada masa pemilihan umum, misalnya, akan sangat tepat dengan
menggunakan pendekatan kultural daripada struktural.
Budaya Politik : Makna dan Perwujudannya
Budaya Politik
Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada
akhir Perang Dunia ke II, sebagai dampak perkembangan politik Amerika
Serikat. Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang
disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai behavioral revolution,
atau ada juga yang menamakannya dengan behaviorism. Terjadinya behavioral
revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak semakin menguatnya
tradisi atau mazhab positivism. Mazhab ini adalah paham yang percaya bahwa
ilmu sosial mampu memberikan penjelasan atas gejala-gejala sosial seperti halnya
ilmu–ilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejala–gejala alam. Paham ini
sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer,
August Comte, Emile Durkheim. Paham positivism merupakan pendapat yang
sangat kuat di Amerika serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya
di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau
disebut Mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik.
Selain itu, salah satu faktor penompang lahirnya behavioral revolution ini adalah
muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalam dunia penelitian,
yaitu kecenderungan melakukan penelitian survei (survey research). Penelitian
ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna
memahami sikap, orientasi dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar
belakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya penelitian survei tersebut
dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam usaha menelusuri opini publik dalam
rangka pemilihan Presiden, Gubernur maupun Senator di Amerika Serikat. Oleh
1 Gaffar Afan (1999), Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
2
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
karena itu, tidak heran di Amerika Serikat muncul sejumlah lembaga peneliti
opini publik dengan mengadakan jajak pendapat atau yang dikenal dengan
Public Opinion Poll, seperti Gallup Poll, Haris Poll, dan yang biasanya bekerja
sama dengan media massa yang ada seperti ABC, CBS, NBC dan CNN. Pada
saat itu di Amerika Serikat juga muncul sebuah revolusi baru dalam bidang
rekayasa dan teknologi ketika diketemukan komputer dengan kemampuan
analisis data secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
Salah satu dampak yang sangat menyolok dari behavioral revolution adalah
munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun yang ada pada
tingkat menengah (middle level theory). Akibatnya, ilmu politik diperkaya
dengan sejumlah istilah, seperti misalnya system analysis, interest aggregation,
interest articulation, political sozialization, politik culture, convertion, rule
making, rule aflication, rule adjudication dan lain sebagainya.
Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang
dikembangkan dalam memahami sistem politik. Di antara kalangan teoritisi ilmu
politik, yang sangat berperan mengembangkan teori kebudayaan politik adalah
Gabriel Almond dan Sidney Verba. Keduanya melakukan kajian di lima negara
yang kemudian melahirkan buku yang sangat berpengaruh pada 1960-an dan
1970-an, yaitu The Civic Culture2. Civic Culture inilah yang menurut Almond
dan Verba merupakan basis bagi budaya politik yang membentuk demokrasi.
Budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponenkomponennya, dan juga sikap individu terhadap peran-peran yang dapat
dimainkannya dalam sebuah sistem politik tertentu (Almond and Verba, 1963,
hal.13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap obyek sosial
(dalam hal ini sistem politik) kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam
bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif.
Orientasi kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap
sistem politik dan atributnya. Bisa diartikan seperti tentang ibukota negara,
lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai
dan lain sebagainya. Sementara orientasi afektif menyangkut ikatan emosional
yang dimilki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings
terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berhubungan dengan
kapasitas individu dalam memberikan penilaian terhadap sistem politik dan
bagaimana peran individu di dalamnya.
Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi oleh
karakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yang parochial.
Sedangkan yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik yang bersifat
2 Gabriel Almond, Sidney Verba (1963), The Civic Culture : Political Attitude and Democracy in
Five Nations, Princeton University Press, New York
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
3
subjektif. Adapun, masyarakat yang memiliki kompetensi politik yang tinggi,
yang warga masyarakatnya mampu memberikan evaluasi terhadap proses
politik yang berjalan, akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif.
Hal di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
ORIENTASI
POLITIK
Kognitif
Budaya Politik
Parokial Subjektif Partisipatif
X
Affektif
X
Evaluatif
X
Budaya politik yang demokratik, yaitu budaya politik yang partisipatif, akan
mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik karena
menyangkut “suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan
sejenisnya, yang menompang terwujudnya partisipasi “(Almond dan Verba,
h.178 ). Keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah
sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi
terbentuk dan terpeliharanya demokrasi.
Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Konsekuensi selanjutnya, pemerintah
harus mengambil langkah–langkah yang memperhatikan kepentingan warga
masyarakat. Kalau tidak, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, kecewa
dan meninggalkan pemerintahnya. Sebaliknya, apabila warga tidak merasa
kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya pemerintah akan
menjadi dominan dalam penyelenggaraan negara.
Almond dan Verba mengaitkan antara tinggi–rendahnya budaya politik, yaitu
civil culture dengan stabilitas demokrasi dalam sebuah negara seperti terlihat
pada gambar berikut ini :
Civic Culture
Matriks
Stabilitas
Demokrasi
4
TinggiMenengah
Tinggi
Rendah
Rendah
Sangat
Rendah
Jerman,
Italia
Meksiko,
Indonesia
Inggris,
AS
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Sosialisasi Politik sebagai Wahana Pembentukan Budaya Politik
Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui apa yang disebut sebagai
sosialisasi politik, yaitu proses penerusan dan pewarisan nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah
generasi dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai media,
seperti: keluarga, sanak-saudara, kelompok, sekolah, ditopang oleh media cetak,
elektronik dan lain sebagainya yang bisa disebut sebagai agent dari sosialisasi politik.
Keluarga merupakan agent pertama yang sangat menentukan pola pembentukan
nilai politik bagi seorang individu. Dalam lingkungan agama, ditanamkan nilai–nilai
agama yang sangat tinggi dengan segala atribut yang melekat di dalamnya. Dari
situlah sikap dan orientasi politik melekat dan terbentuk.
Dalam sebuah sistem yang negara memainkan peranan yang sangat dominan,
dalam pembentukan nilai–nilai dan norma politik, maka norma dan keyakinan
penguasa negara, harus diikuti oleh warganya. Oleh karena itu segala sesuatu
yang berbeda dengan kehendak negara disingkirkan.
Budaya Politik di Indonesia
Hierarki yang Tegar
Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia,
karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang barangkali dapat
dijadikan titik tolak untuk membicarakan masalah ini yaitu adanya sebuah pola
budaya dominan dari kelompok etnis tertentu yang sangat mewarnai sikap,
perilaku, dan orientasi kalangan elit politik di Indonesia sebagaimana ditulis
oleh Claire Holt, Benedict Anderson, dan James T. Siegel3.
Pembicaraan awal yang dikemukakan adalah menyangkut konsep kekuasaan
dalam masyarakat tertentu khususnya di Jawa. Menurut Anderson, konsep
kekuasaan dalam masyarakat Jawa berbeda sekali dengan apa yang dipahami
oleh masyarakat Barat. Karena, bagi masyarakat Jawa, kekuasaan itu bersifat
kongkrit, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan
dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat Barat
yang memandang kekuasaan itu bersifat abstrak dan dari berbagai macam
sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal usul, dan lain
sebagainya. Dan selama sumber kekuasaan itu tetap memberikan kekuasaan,
maka kekuasaan seorang penguasa akan tetap legitimate dan tidak perlu
dipersoalkan.
3 Claire Holt, Benedict Anderson, James T. Siegel (1972), Political Culture in Indonesia, Ithaca,
New York: Cornell University Press
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
5
Masyarakat tertentu di Indonesia dan sebagian besar masyarakat lainnya, pada
dasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial bukan didasarkan atas atribut
sosial yang bersifat materialistik, tetapi lebih pada akses kekuasaan. Ada
pemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan yang juga
disebut sebagai kalangan priyayi, dan itu diperlihatkan dalam bahasa, melalui
tingkatan bahasa kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko atau halus,
setengah halus dan kasar dan gesture atau gerak mimik/perilaku. Kalangan
rakyat harus berbahasa secara halus kepada pemegang kekuasaan. Kekuasaan
juga terungkap dengan istilah wong gede dan wong cilik.
Implikasi dari pola pemilahan seperti itu adalah kalangan birokrat seringkali
menampakkan diri dengan citra tertentu, seperti pamong praja yang melindungi
rakyat, pamong atau guru/pendidik bagi rakyatnya. Di lain pihak, penguasa
memiliki persepsi merendahkan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada tempatnya
rakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia apalagi memprotes kegiatan
pemerintah. Pemerintah adalah paling tahu dan rakyat tidak tahu apa-apa!
Ada implikasi negatif dari citra diri seperti itu dalam kebijakan publik. Kebijakan
publik merupakan kompetensi sekelompok kecil elit yang ada di puncak
kekuasaan pusat maupun daerah. Yang membentuk dan memformulasikan
kebijakan publik adalah kalangan pemerintah yang baru disesuaikan dan
disahkan oleh DPR. Rakyat mengalami proses alienasi, bahkan tersingkirkan dari
proses politik. Tidak ada diskusi publik mengapa kebijakan itu harus ditempuh?
Apakah memang perlu? Kemudian dalam implementasi kebijakan, rakyat
diwajibkan ikut serta di dalamnya.
Kecenderungan Patronase
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderungan
pembentukan pola hubungan patron-client, baik di kalangan penguasa maupun
masyarakat.
Si patron dan client melakukan interaksi resiprokal atau imbal-balik dengan
mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimiliki oleh masing–
masing pihak sampai ke dukungan politis dan loyalitas. Pola hubungan ini tetap
dipelihara selama masing–masing pihak tetap memiliki sumber daya tersebut.
Yang menarik diperhatikan, bahwa tidak jarang di tengah pola hubungan
clientilistic ini tumbuh dan berkembang orang ketiga yang menjadi perantara,
atau yang disebut sebagai broker atau middleman. Atau istilah populer sekarang
makelar kasus. Jelasnya pola tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini:
P_______________M/B__________________CL-----CL------CL---------CL------CL
P = Patron
6
M/B = Middleman/Broker
CL = Client
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Kecenderungan patronase ini dapat ditemukan secara meluas, baik dalam
lingkungan birokrasi maupun di kalangan masyarakat. Pada hubungan presiden
dengan para menterinya, beberapa menteri memfungsikan dirinya sebagai
broker atau middleman terhadap sejumlah menteri yang lain, yang berperan
menjadi client. Lalu, para menteri itu juga menjadi middleman dan membentuk
client–client lain ke bawahnya dan seterusnya.
Di kalangan partai politik juga ditemukan hal yang sama. Seorang gubernur yang
menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai, dapat menjadi patron bagi sejumlah
politisi, yang kemudian menjadi pengurus partai atau menjadi anggota DPRD.
Demikian juga antara penguasa dengan para pengusaha. Tak jarang mereka
memainkan peran sebagai client untuk memperoleh imbalan kemudahan
dalam proyek pembangunan Rumah Sakit misalnya. Pola hubungan seperti ini
yang kemudian di Indonesia disebut secara luas sebagai KOLUSI. Dan ini bukan
merupakan sesuatu yang baru di Indonesia.
Harapan terhadap Partai Politik
Sebagaimana diketahui bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibuat
oleh warga negara untuk ikut menentukan arah negara. Apa yang dilakukan oleh
negara dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari
rakyat. Partai politik secara tidak langsung maupun langsung, sangat berpengaruh
pada kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks itulah demokrasi meletakkan
partai politik sebagai sarana rakyat dalam menentukan arah dan masa depan
negara.
Rakyat memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu biasanya
memperhatikan beberapa hal, seperti (1) garis-garis besar haluan perjuangan, (2)
konsistensi, praktik dan sepak terjang partai, dan (3) kemampuan dan kapasitas
SDM dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan integritas yang baik. Dalam
hal ini jelas, partai memang berkepentingan atas dukungan yang diberikan rakyat
dan legitimasi tergantung dukungan rakyat4.
Dari gambaran di atas sudah tersirat beberapa fungsi penting partai politik.
Adapun fungsi–fungsi pokok partai politik adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sarana atau media pendidikan, komunikasi dan sosialisasi politik
bagi anggotanya atau masyarakat secara luas.
2. Sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat.
3. Sebagai media partisipasi politik warga negara.
4. Sebagai sarana rekrutmen untuk pengisian jabatan politik dalam
pemerintahan negara.
5. Sebagai pihak yang turut menciptakan kondisi kondusif bagi upaya
pemakmuran rakyat.
4 Naning Mardiniah, E. Sobirin Nadj, Anwar, Widodo Dwi Putro, Baharuddin (2004), Memperkuat Posisi Politik Rakyat, LP3ES, Jakarta. Lihat hal. 65-66
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
7
Telaahan sampai hari ini, sangat jarang partai politik yang secara sempurna
dapat melakukan fungsi–fungsinya. Dari lima fungsi partai politik di atas,
yang paling susah dilakukan dengan baik adalah fungsi penyerap, penyusun
dan penyalur aspirasi rakyat yang bisa disebut fungsi agregasi dan artikulasi
kepentingan rakyat.
Penutup
Uraian yang dikemukakan di atas memberikan gambaran untuk menjamin
keberhasilan perubahan pelaksanaan pemerintahan daerah sesuai undang–
undang. Diperlukan pemimpin yang memiliki visi kuat (visioner leader) yang
mampu menentukan arah dan mengendalikan jalannya perubahan, pada tiga
dimensi, struktural, fungsional dan dimensi kultural (budaya).
8
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
2
Politik Anggaran
Mokhamad Ikhsan
Bila dilihat dari konsep dan praktiknya yang ideal, proses penyusunan APBD
terdiri dari dua (2) hal mendasar, yaitu perencanaan dan penganggaran.
Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah
dilaksanakan secara terintegrasi (unified budgeting) dengan berlandaskan pada
konsep penggunaan sumber daya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan
publik (money follows function).
Apa Itu Politik Anggaran
Politik anggaran dapat dimaknai sebagai proses pengalokasian anggaran
berdasarkan kemauan dan proses politik, baik dilakukan oleh perorangan
maupun kelompok. Tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana publik akan
ditentukan kepentingan politik. Irene S. Rubin1 mengatakan, dalam penentuan
besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan
politik yang diakomodasi oleh pejabat. Yaitu alokasi anggaran acap kali juga
mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya.
1. Lihat Rubin, Irene S., (2000), The Politics of Public Budgeting : Getting and Spending, Borrowing and Balancing, New York, NY: Chatham House Publishers
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
11
Secara teoritik, anggaran merupakan instrumen pemerintah dalam
menyelenggarakan roda kekuasaannya. Dalam skema kebijakan, keputusan
alokasi sumber daya untuk berbagai keperluan berupa pengeluaran setiap
tahunnya, tercermin dalam APBN maupun APBD. Dalam praktiknya, anggaran
tak terlepas dari sejumlah kepentingan yang harus diakomodasi, sekaligus
menjadi mediasi berbagai kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks demikian, kebutuhan atau kepentingan itu seringkali memiliki
bobot prioritas yang relatif sama. Dari sanalah diperlukan pilihan-pilihan
memutuskan mana yang akan didanai terlebih dahulu. Tidak heran jika atas
pertimbangan itu pada akhirnya berbagai pihak dan kelompok kepentingan
akan berebut pengaruh di dalam memutuskan alokasi anggaran. Itulah yang
disebut dengan anggaran sebagai medan tempur strategis dalam politik
kebijakan pembangunan.
Politik Perwakilan yang Buruk
Fakta menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah dalam APBD ternyata
lebih banyak untuk menggerakkan mesin birokrasi daripada untuk kepentingan
rakyat. Ini menunjukkan politik anggaran belum berada dalam arah yang benar.
Sedangkan porsi belanja untuk kepentingan rakyat seringkali rawan dikorup,
tidak efektif memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, infrastruktur,
peningkatan pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian agar APBD benar-benar dapat dimanfaatkan rakyat, diperlukan
upaya ekstra untuk memastikan agar penggunaannya tidak menyeleweng ke
kegiatan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan anggaran
negara. Jika dibiarkan terjadi, bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap
institusi politik dan para politisi yang akan tergerus, tetapi tujuan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat juga semakin sulit dicapai karena prinsip
penggunaan keuangan negara yang berkeadilan, tidak boros, tepat sasaran,
proporsional, efektif dan efisien tidak tercapai. Sementara itu sumber daya
anggaran terbagi habis di bidang-bidang yang tidak berkaitan langsung dengan
kesejahteraan rakyat.
Ketika politik anggaran tidak berjalan diametral dengan kesejahteraan rakyat,
yang terjadi bukan hanya karena elit politik yang korup, tetapi juga perwakilan
politik yang buruk (poor political representation).
12
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Lebih Dalam Soal Politik APBD
Masalah proporsi atas APBD merupakan isu krusial dalam upaya membawa
pengelolaan keuangan daerah ke ranah politik, khususnya dalam hal distribusi
dan kelayakannya. Issue keadilan anggaran terkait keuangan negara dan
daerah pasca-UU otonomi daerah berkembang pesat seiring dengan semakin
besarnya kebutuhan daerah sendiri untuk menopang pembuatan kebijakan
publiknya. “Perkawinan” senyatanya kemudian terjadi antara “kebutuhan”
Pemda dan “kewajiban” melakukan akomodasi agen-agen politik daerah vis a
vis konstituen politiknya.
Dari persepektif keagenan (agency theory), APBD dapat dibagi ke dalam
beberapa tahapan, yakni: perencanaan, penyusunan program/kegiatan,
pelaksanaan APBD, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan.
Perencanaan APBD
Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus direncanakan dengan menetapkan
terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai. Money follows functions. Jika
tidak ada target, maka tidak ada aktivitas. Jika tidak ada aktivitas, maka tidak
ada alokasi dana dalam APBD.
Salah satu pendekatan yang dipakai dalam perencanaan APBD saat ini adalah
Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), yang melibatkan
masyarakat secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai
tingkat Kabupaten. Dalam penyampaian aspirasi (kebutuhan, keinginan, dan
kepentingan) dengan pendekatan ini, digunakan “perwakilan”. Dalam konsep
keagenan, perwakilan akan memiliki kecenderungan terjadinya adverse
selection dan moral hazard.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah:
aa Bagaimana keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dengan nama
program/kegiatan yang tercantum dalam RKPD? Artinya, apakah
program/kegiatan dalam RKPD akan memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat ? Atau dengan kata lain outcome tercapai?
aa Bagaimana “pergeseran” dan “proses” hilangnya usulan masyarakat dari
hasil Musrenbang tingkat desa/kelurahan sampai kemudian menjadi seperti
yang tercantum dalam RKPD? Apakah mewakili (secara proporsional)
berdasarkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk, pendapatan masyarakat,
atau faktor lainnya?
aa Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi dalam menentukan
nama program/kegiatan dalam RKPD?
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
13
aa Apakah nama program/kegiatan selalu mengikuti daftar yang tercantum
dalam Lampiran A-VII Permendagri No.13 Tahun 20062?
aa Apakah nama program/kegiatan sesuai dengan RENJA, RENSTRA, TUPOKSI
SKPD?
aa Apakah terdapat pengulangan atas program/kegiatan yang telah
dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya?
aa Apakah nama program/kegiatan sejalan dengan visi dan misi kepala daerah
yang tercantum dalam RPJMD?
Penyusunan Program/Kegiatan
Bila dipandang secara normatif, nama program/kegiatan yang tercantum dalam
RKPD mayoritas merupakan “milik” eksekutif dan, sangat minim “harapan”
masyarakat yang menitipkan kebutuhannya melalui mekanisme Musrenbang.
Namun, ketika penyusunan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS
(Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) dilakukan, tidak ada aturan yang
mewajibkan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)mengakomodasi seluruh
program/kegiatan yang ada di dalam RKPD. Jika nama program/kegiatan
tidak tercantum di dalam PPAS, meskipun ada di dalam RKPD, maka program/
kegiatan tersebut tidak akan didanai dalam APBD.
Idealnya, draft RKPD yang di-Musrenbang-kan disusun berdasarkan rencana
kerja (Renja) SKPD yang memuat program/kegiatan yang “terukur”.
Maksudnya, program/kegiatan tersebut telah dihitung besaran kebutuhan
anggaran belanjanya sesuai dengan beban kerja dan target kinerjanya. Dalam
bahasa lain, sudah ada rancangan awal RKA-SKPD (atau disebut juga pra-RKA)
sebelumnya, sehingga besaran jumlah input untuk masing-masing kegiatan
bukanlah taksiran kasar belaka.
Oleh karena itu, ada beberapa pertanyaan yang perlu ditemukan jawabannya
melalui kajian empiris, di antaranya:
aa Apakah besaran angka pagu/plafon sementara telah “wajar”? Tolok ukur
kewajaran alokasi ini adalah Analisis Standar Belanja (ASB), yang disusun
berdasarkan target kinerja, beban kerja, dan standar harga barang/jasa.
aa Apakah nama program/kegiatan dalam PPAS tercantum dalam RKPD? Jika
tidak, di mana atau dari mana munculnya nama program/kegiatan yang
baru ini? Apakah di TAPD atau di DPRD?
aa Apakah besaran alokasi (input) untuk masing-masing program/kegiatan
sudah mengalami perubahan dari RKPD ke PPAS? Jika iya, di mana
terjadinya? Apakah di TAPD atau di DPRD?
2. Ada 22 Lampiran A di permendagri ini. Lampiran A-VII merupakan Lampiran Kode dan Daftar
Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah.
14
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
aa Apakah makna kata ‘prioritas’ dalam pernyataan di PPAS sejalan dengan
besaran alokasi anggaran untuk masing-masing program/kegiatan?
Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD merupakan serangkaian langkah yang dimulai dengan
aktivitas penatausahaan (administrasi) dan aktivitas pelaksanaan teknis kegiatan.
Dalam penatausahaan, disiapkan dokumen-dokumen pelaksanaan berupa DPASKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-SKPD), anggaran kas SKPD, SPD3, SPP4,
SPM5, dan SP2D6. Sedangkan aktivitas teknis berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan, seperti pengadaan (procurement), perjalanan dinas, surat-menyurat,
pertanggungjawaban bendahara (SPJ7) dan pelaksana kegiatan (PPTK8).
Masalah keagenan dalam pelaksanaan APBD umumnya berkaitan dengan
persoalan keagenan dalam perencanaan dan penyusunan program/kegiatan.
serta penetapan alokasi atau plafon anggaran. Meskipun secara umum masalah
keagenan pada tahapan ini ada di aparatur pemerintah daerah, tidak tertutup
kemungkinan anggota legislatif juga terkait secara langsung.
Beberapa fenomena atau fakta yang perlu dianalisis lebih jauh adalah:
aa Kelancaran arus dokumen.
Dalam sistem dan prosedur penatausahaan, baik respon terhadap SPP
oleh kepala SKPD (dengan menerbitkan SPM), SPM oleh BUD9 (dengan
menerbitkan SP2D), dan SPJ oleh PPK-SKPD10 memiliki batas waktu
(maksimal), terkecuali ada ketidaklengkapan dokumen atau masalah
lainnya. Namun, ada kalanya muncul moral hazard: sengaja menundanunda meskipun melanggar sisdur (sistem dan prosedur), meminta uang
pelicin, karena ada kepentingan lain, dll.
Lalu, mengapa terjadi pelambatan proses oleh aparatur daerah? Berapa
kali/persen pelanggaran dilakukan terhadap sisdur yang ada?
aa Penggunaan uang/kas di luar yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pemberian uang kepada polisi, jaksa, wartawan, LSM, atau masyarakat
biasa, baik sebagai hadiah, upeti, suap, ataupun uang pelicin (grease
money) tidak diperkenankan karena tidak ada alokasi anggarannya
dalam APBD, terutama DPA-SKPD terkait. Biaya ini sering disebut ghost
expenditures (biaya hantu).
3. Surat Penyediaan Dana.
4. Surat Permintaan Pembayaran.
5. Surat Perintah Membayar.
6. Surat Perintah Pencairan Dana.
7. Surat Pertanggungjawaban.
8. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
9. Bendahara Umum Daerah.
10.Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
15
Pertanyaannya adalah: berapa besaran (jumlah rupiah dan persentase)
uang hantu ini? Apakah alokasi ini sudah diperhitungkan oleh penyusun
RKA-SKPD pada saat merencanakan besaran pagu anggaran kegiatan?
aa Peng-SPJ-an belanja sering dimanipulasi.
Misalnya, belanja untuk 5 kali perjalanan dinas, yang benar-benar
direalisasikan hanya 3 kali. Sementara sisanya, 2 kali, di-SPJ-kan secara fiktif.
Contoh lain: pembelian ATK berupa kertas HVS dalam DPA-SKPD sebanyak
100 rim selama setahun. Yang betul-betul dibeli hanya 70 rim, sementara
di-SPJ-kan sebesar 100 rim.
Berapa besaran rupiah/persentase SPJ fiktif untuk belanja barang dan
jasa ini? Apakah dalam perencanaan besaran plafon kegiatan terkait sudah
dilakukan mark-up (terjadi intention to corrupt)? Hal yang sama terjadi
untuk belanja makan dan minum.
aa “Setoran” ke atasan.
Biasanya ada setoran yang harus diberikan oleh pelaksana kegiatan
(PPTK) dan bendahara kepada atasannya, terutama kepala SKPD. Kadang
kala sampai juga ke sekda dan kepala daerah.
Mengapa harus ada setoran ini? Berapa jumlah/persentasenya? Apakah
hal ini terkait dengan mark-up pada saat penghitungan input di RKA-SKPD?
Bagaimanakah “format” tersebut? Apakah berupa uang, barang, atau
“service” tertentu (di luar kantro)?
aa Kasus “kas daerah kosong”.
Pada saat kepala SKPD mengajukan SPM ke BUD, terkadang BUD tidak
bisa menerbitkan SP2D dengan alasan “kas daerah kosong”. Oleh karena
sebagian besar kas daerah diisi dari DAU, yang diturunkan/dicairkan setiap
bulan oleh pemerintah pusat, maka alasan rekening kas daerah kosong
(tidak ada uangnya) pastilah mengada-ada. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa di banyak daerah tidak ada anggaran kas SKPD, karena BUD tidak
ingin “ditagih” oleh SKPD karena “kontrak” yang dibuat dalam anggaran
kas tersebut.
So, mengapa terjadi kas daerah kosong? Bagaimana persepsi bendahara
pengeluaran SKPD terhadap praktik ini? Apakah praktik ini berpengaruh
terhadap pencapaian realisasi anggaran belanja dan target kinerja? Apakah
menurut aparatur di BUD, pemerintah pusat berperan dalam persoalan ini?
aa “Stempel palsu“.
Mungkin sedikit agak konyol dan bodoh, tapi faktanya sering terjadi:
bendahara memiliki stempel palsu atau duplikat stempel pihak ketiga yang
melakukan transaksi dengan SKPD. Stempel-stempel ini digunakan untuk
mempertanggungjawabkan (membuat SPJ) pengeluaran-pengeluaran
dengan membuat kuitansi palsu, yang seakan-akan distempeli oleh pihak
ketiga.
16
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Keuangan
Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dapat dibagi ke dalam 2 kategori,
yakni pertanggungjawaban perbendaharaan dan pertanggungjawaban berupa
laporan keuangan. Pertanggungjawaban perbendaharaan dilakukan oleh
bendahara di SKPD, sementara pelaporan keuangan dilakukan oleh kapala
SKPD selaku pengguna anggaran. Format, dokumen, substansi, dan prosedur
kedua pertanggungjawaban ini berbeda.
Pertanggungjawaban oleh bendahara yang mengandung moral hazard sudah
dijelaskan di atas. Dalam bagian ini dijelaskan beberapa contoh dan pertanyaan
penelitian untuk pelaporan keuangan, baik di SKPD maupun Pemda. Beberapa
di antaranya adalah:
aa Tidak melaksanakan proses akuntansi, tetapi menghasilkan laporan
keuangan.
Sudah menjadi kelaziman saat ini bahwa SKPD dipandang tidak
perlu menyelenggarakan proses akuntansi (menjurnal, mem-posting,
menyesuaikan, menutup, dan menyusun laporan keuangan) secara manual,
karena telah ada software atau program yang membantu. Sekali dilakukan
entry data, maka laporan keuangan langsung jadi. Apakah akuntansi sama
dengan software di komputer?
aa Tenaga sarjana/diploma akuntansi tidak dibutuhkan lagi.
Konsekuensi dari poin 1 di atas adalah timbulnya anggapan bahwa peran
dan fungsi akuntan sudah digantikan oleh mesin yang disebut komputer.
Bagaimana persepsi/pandangan aparatur daerah tentang proses penyusunan
LK SKPD11, peran/fungsi sarjana/diploma akuntansi pada level SKPD?
aa Inspektorat daerah/Irda (dulu disebut Bawasda) melakukan reviu terhadap
laporan keuangan Pemda sebelum LK tersebut disampaikan ke BPK-RI.
Persoalan yang muncul adalah: apakah auditor/inspektur di Irda12
memahami akuntansi dan pemeriksaan keuangan? Bukan rahasia lagi jika
Irda/Bawasda adalah tempat “pembuangan” bagi pejabat atau pegawai yang
tidak sejalan dengan kepala daerah dan Sekda.
aa Tindak lanjut atas temuan BPK-RI.
Setelah melakukan audit, BPK menyampaikan temuan-temuannya
kepada kepala daerah untuk ditindaklajuti. Beberapa temuan tersebut
berindikasi korupsi, namun dalam LHP13 BPK-RI temuan ini sering tidak
muncul. Pertanyaannya: Apakah auditor BPK telah melaksanakan tugasnya
11 Laporan Keuangan SKPD.
12 Inspektorat Daerah.
13 Laporan Hasil Pemeriksaan.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
17
secara independen dan bertanggung jawab, sesuai dengan etika profesinya?
Apakah ada hubungan di luar keprofesionalan antara aparatur daerah dengan
auditor BPK?
Perspektif politik pada prinsipnya beranggapan bahwa seseorang akan
cenderung mengutamakan kepentingan politiknya ketika bertindak sebagai
agen. Praktiknya, self-interest ini bisa berupa keuntungan finansial maupun non
finansial, yang sering dikenal dengan istilah KKN.
Titik-Titik Rawan
Skema perencanaan dan penganggaran semestinya mensyaratkan perpaduan
antara pendekatan teknokrasi, politik dan partisipasi. Kaitan antar pendekatan
tersebut merupakan konstruksi demokratisasi kebijakan. Namun faktanya,
kecenderungan modus perencanaan dan penganggaran daerah masih bersifat
terlalu teknokratis-politis, tidak diimbangi dengan aspek partisipasi yang nyata.
Sebagai ukuran, seperti disinggung di depan, bahwa di setiap hasil Musrenbang
yang diolah pada tingkat SKPD, selalu mengalami pemangkasan di lintasan
eksekutif. Apalagi, pada fase penganggaran, senantiasa absen dari pantauan
dan keterlibatan warga. Tahap krusial yang perlu diperhatikan, karena sekaligus
menjadi titik strategis penentu perencanaan, tidak lain ada pada tahap
perumusan program/kegiatan SKPD yang dikoordinasikan Bappeda.
Proses dan rute dari bawah, sesungguhnya sangat bergantung bagaimana
pembahasan masuk dalam sistematisasi dan rasionalisasi dalam kacamata
SKPD yang di dalamnya terjadi “interaksi” sekaligus pertarungan antar sektor.
Arena ini, memang sebagian besar memiliki modus yang sama mengenai
kecenderungan para kepala dinas memperjuangkan segala usulan masingmasing instansi berbasis keinginannya.
Silang kepentingan dengan nalar teknokratik, berproses dengan (cenderung)
mengabaikan segala dokumen usulan dari hasil Musrenbang. Bahkan tragisnya,
produk perencanaan teknokratik tersebut meninggalkan koherensinya
dengan RPJMD, Renstra, maupun Renja SKPD. Hal itu bisa terjadi karena
mekanisme perencanaan pembangunan telah “terbakukan dalam sangkar
birokratik”.
Perangkat kelembagaan dan mekanisme perencanaan jika sudah memasuki area
kabupaten, daftar usulan dari hasil Musrenbang mengalami penyusutan secara
sistematik, dengan tergantikan oleh bermacam skema yang berasal dari dinasdinas (SKPD). Hal semacam ini memperlihatkan terjadinya gap (kesenjangan),
antara model perencanaan dari bawah berbasis spasial (desa), yang menunjukkan
pendekatan partisipasi, berhadapan dengan model perencanaan berbasis sektoral
(daerah/kabupaten), yang mencerminkan teknokratisasi.
18
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Salah satu akar penyebab kesenjangan, sebagaimana disinyalemen banyak
kalangan, bahwa jika perencanaan desa (dari bawah) itu masih melekat
dalam perencanaan daerah, sebagaimana diatur dalam tata kelembagaan
Musrenbang, kemungkinan berlanjutnya dominasi kabupaten akan terus
berlangsung. Secara hipotetis dapat dikatakan, set up tata kelembagaan
perencanaan pembangunan daerah, senantiasa menjadi perangkap formalisasi
partisipasi dan hanya memperkuat dominasi SKPD.
Pilihan-Pilihan Strategis Kontrol Rakyat
Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai (policy
driven). Dengan kata lain, harus ada keterkaitan antara bujet dengan arah
kebijakan sebagaimana tertuang dalam RPJMD dan RKPD. Politik anggaran
harus menjadi alat mencapai tujuan pembangunan daerah. Konsekuensi dari
politik anggaran ini adalah pemerintah didorong melakukan perubahan secara
mendasar di level birokrasi. Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
perlu didorong untuk meningkatkan penerimaan dan melakukan efisiensi dan
keefektifan pengeluaran. Dalam konteks ini, reformasi birokrasi secara total
perlu segera diimplementasikan.
Ketika pemerintah berisi birokrat yang tidak tersentuh reformasi, dan parlemen
yang tidak cukup menawarkan aspirasi perubahan dalam pola dan substansi
politik anggaran yang tidak menguntungkan rakyat, maka diperlukan sebuah
refleksi serius di kalangan kelompok masyarakat, akademisi dan aktivis pro
transparansi dan akuntabilitas anggaran di daerah.
Bila siklus penganggaran dan mekanisme penyusunan APBD selama ini telah
terbukti gagal menciptakan perubahan sosial yang lebih berkeadilan sebagai
tujuan politik warga, maka harus dipilih alternatif politik anggaran yang
bertumpu pada gerakan sosial yang masih berada di luar sistem politik daerah
yang sudah mapan.
Kekalahan-kekalahan gerakan rakyat yang dilibatkan di dalam sistem politik
anggaran ini harus menjadi faktor utama dalam merancang pola dan model
keterlibatan aktif warga, yang harus dimulai dengan membangun fondasi yang
kuat di aras akar rumput sekaligus cakap dalam membangun ruang politik yang
memadai antara kerja-kerja di tingkat lokal dan sistem politik yang lebih luas
melalui para kader, aktivis partai/ormas/OKP.
Gerakan sosial sejatinya adalah ruang antara (intermediary space) yang
menjembatani antara negara dan masyarakat sipil. Tapi juga harus menghindari
terjebak ke dalam pekerjaan-pekerjaan administratif daripada melakukan
pengorganisasian masyarakat.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
19
Yang masih perlu dicermati secara serius dalam praktiknya adalah sebagai berikut,
pertama, masalah pokoknya adalah keterputusan antara kelompok-kelompok yang
memahami aspek serta akibat politik anggaran daerah, dan massa di akar rumput
yang awam terhadap anggaran daerah, tetapi menerima dampak langsung dari
kinerja politik anggaran, serta mempunyai kebutuhan langsung yang signifikan.
Kedua, lemahnya advokasi dalam mobilisasi sumber daya (resource mobilization),
tempat ruang-ruang negosiasi politik dan transaksi anggaran dalam memobilisasi
sumber daya nyaris tertutup bagi kelompok-kelompok masyarakat.
Ketiga, kelemahan dalam melakukan mobilisasi politik, karena yang terjadi di
daerah adalah kuatnya kelompok demokrat mengambang -kini mengisi ruangruang pemerintahan- yang akan tetap mempertahankan sistem yang sudah mapan.
Oleh karena itu, perlu melakukan upaya serius secara terus-menerus. Berkaca
pada kelemahan gerakan kelompok masyarakat yang terjadi sekarang, dibutuhkan
setidaknya, pertama, karena keterputusan antara kelompok masyarakat yang
melek politik anggaran dan massa yang awam, maka dibutuhkan aksi kolektif
dari organisasi yang melakukan pendidikan dan pemahaman terhadap politik
anggaran dengan mengoptimalkan potential issue di masing-masing wilayah,
seperti menghimpun dan memobilisasi potensi wilayah versus alokasi anggaran
yang tersedia tiap tahun. Sehingga tercipta identitas kolektif dan ruang politik,
yang kemudian diharapkan menjadi energi politik yang semakin besar untuk
menegosiasikan kepentingan dalam proses politik anggaran.
Kedua, mengingat wilayah kerja yang luas. Upaya menanamkan agen-agen di tiap
kecamatan harus dilakukan, fokus di issue lokal, serta menggarap secara optimal
setiap masalah dalam ruang lingkup terbatas. Logikanya, akan lebih optimal dalam
merebut ruang politik kecamatan, dibandingkan dalam skala kabupaten.
Alasannya jelas, karena pengorganisasian politik akan lebih mudah dilakukan di
level lokal; wilayah kerja yang lebih kecil memudahkan untuk menemukan identitas
kolektif; menemukan masalah lokal yang lebih riil; jarak dengan konstituen massa
lebih dekat; karena keragaman jenis kebutuhan sosial di masing-masing wilayah
membutuhkan pendekatan yang berbeda; dan faktor kekayaan dan keragaman
nilai kultural di level lokal bisa lebih memperkaya potensi gerakan sosial.
Dua hal penting di atas, akan menjadi anti tesis dari politik anggaran yang sedang
berlangsung. Model ini diarahkan untuk melakukan mobilisasi politik untuk
melawan kaum demokrat mengambang yang menguasai ranah politik anggaran.
Dalam praktiknya, gerakan ini pun harus diisi oleh figur yang sudah terlebih dahulu
melewati proses rekrutmen politik di gerakan sosial yang mampu melakukan
koreksi dan reformasi dalam setiap siklus perencanaan dan penganggaran.
20
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
3
Forum Diskusi Anggaran:
Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah
Umar Alam Nusantara dan Wulandari
Setiap lima tahun, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif (DPR/
DPRD) maupun di eksekutif (pemerintah). Mereka dipilih secara prosedural
melalui pemilihan umum. Menurut konstitusi, legislatif dan eksekutif memegang
mandat dan otoritas untuk menyelenggarakan kekuasaan. Baik kekuasaan
atas pemerintahan, politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Kekuasaan itu
sepenuhnya harus ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Tatkala hajat demokrasi digelar, suasana berlangsung cukup meriah. Berbagai
aksesoris partai bertaburan janji–janji politik tersebar di setiap sudut. Kandidat
berlomba-lomba merebut simpati pemilih dengan bunga-bunga kampanye dan
janji manis politik. Inilah saat bulan madu antara pemilih dan para kandidat.
Transaksipun terjadilah. Pada umumnya, transaksi dibangun bukan atas dasar
nilai dari program yang ditawarkan. Uang menjadi alat tukar utama dalam
proses ini. Sangat pragmatis dan saling menipu.
Tragedi demokrasi ini berlangsung terus setiap lima tahun di berbagai level.
Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. Suara rakyat
dihargai sebatas nilai rupiah yang dibayarkan. Korbannya tentu saja saja nasib
rakyat selama kurun waktu 5 tahun.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
23
Sistem dan budaya politiklah yang menghasilkan malapetaka bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para angota legislatif yang dihasilkan tidak memiliki
motivasi kuat untuk menyerap aspirasi rakyat. Mereka kerap menyusun kebijakan
yang tidak peka pada kebutuhan rakyat. Pemerintahpun setali tiga uang. Mereka
terjebak dalam lingkar kekuasaan yang abai terhadap amanat penderitaan
rakyat. Birokasi menjadi kaku, lambat dan terkesan amatiran dalam memberikan
pelayanan kepada rakyat. Aroma ini tercium tajam dalam pelaksanaan tata kelola
pemerintahan di daerah.
Bandit Politik di Ruang Gelap Penganggaran Daerah
Bisa dibayangkan manakala kedua pihak ini (eksekutif dan legislatif) bertemu
di ruang-ruang pengambilan kebijakan yang menyangkut pengalokasian
anggaran publik. Bisa dipastikan yang terjadi adalah persekongkolan untuk
menelikung kepentingan rakyat dan mengalihkannya untuk sebesar–besarnya
keuntungan mereka semata. Skenario besar yang dirancang adalah bagaimana
keputusan politik bisa memfasilitasi kepentingan mereka. Proses penyusunan
dan penetapan kebijakan pun dilakukan di ”ruang-ruang gelap” yang sulit
dilihat oleh masyarakat. Transparansi dan partisipasi sebagai hakikat demokrasi
sejati menjadi nihil. Ruang partisipasi hanya bagi rakyat yang diberikan pada
saat memberikan suaranya di tempat–tempat pemungutan suara.
Selanjutnya
proses
perencanaan-penyusunan-pengambilan
keputusanpelaksanaan-pengawasan anggaran hanya merupakan sebuah proses politik,
menjadi arena perebutan sumber daya publik antara pemerintah, legislatif
serta kroni-kroninya. Posisi masyarakat sipil dalam menentukan kebijakan dan
keputusan anggaran terpinggirkan sama sekali. Proses pengambilan keputusan
anggaran hingga kini masih didominasi oleh kekuatan oligarkis dari unsur-unsur
pemerintahan dan swasta, gabungan kekuatan birokrasi dan politisi yang sibuk
dengan kepentingannya masing-masing.
Kalaupun ruang partisipasi itu masih dibuka, masyarakat hanya bisa memberikan
masukan saja. Sementara keputusan ditetapkan oleh kekuatan oligarkis. Hingga
saat ini, pemerintahan (eksekutif dan legislatif) merupakan kelompok yang
paling dominan dalam sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku.
Tak heran jika konstruksi APBD yang dihasilkanpun hanya untuk menopang
kepentingan mereka. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lebih banyak
dialokasikan untuk membiayai kepentingan pemerintah ketimbang untuk
membiayai program–program yang terkait dengan kepentingan masyarakat.
Situasi ini mencerminkan bagaimana para “Bandit Politik” menguasai ruang–
ruang gelap perencanaan dan penganggaran daerah.
Istilah bandit politik saya pinjam dari Mancur Olson melalui bukunya ”Power and
Prosperity ”(2000) yang dikutip oleh Didik J. Rachbini dalam bukunya, ”Teori
24
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Bandit”. Rachbini mencoba mendeskripsikan tersumbatnya saluran aspirasi
publik (rakyat) yang dipercayakan kepada legislatif baik pusat maupun daerah,
dan mandulnya kinerja eksekutif melakukan maksimalisasi pelayanan publik.
Politik anggaran tersumbat dan mandulnya aspirasi maupun kepentingan publik
disebabkan oleh politik anggaran yang cenderung self and group oriented atau
narrow self interest para ”bandit politik”.1
Jadi, bandit politik yang dimaksud di sini adalah eksekutif dan legislatif, yang
kerap berselingkuh dalam penyusunan anggaran. Para bandit politik ini tidak
memiliki komitmen yang kuat untuk perubahan, dan cenderung rakus. Sehingga
praktik pemburu rente ekonomi (economic rent seeking) masih menjadi tabiat
para politisi dan birokrasi yang masuk pada kategori ”bandit politik”.
Peluang Partisipasi Rakyat dalam Penganggaran Daerah
di Kabupaten Bandung
Politik anggaran seharusnya melahirkan kebijakan alokasi anggaran yang
menjamin pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yaitu hak ekonomi, sosial
dan budaya (hak ekosob) dan hak sipil politik (hak sipol). Situasi ini hanya
akan terwujud manakala daulat rakyat atas anggaran dapat ditegakkan. Agar
kedaulatan itu dapat direbut kembali, maka rakyat harus terlibat langsung dalam
semua proses pengambilan kebijakan publik. Pembuatan kebijakan publik bukan
lagi monopoli negara. Penentu kebijakan itu adalah pemerintahan (governance).
Sebuah konsep pengelolaan sumber daya publik yang mensyaratkan keterlibatan
pemerintah, DPRD, masyarakat (civil society) dan masyarakat ekonomi (private
sector). Kebijakan yang disusun merupakan hasil resultan dari berbagai jaringan
relasi berbagai pihak. Model ini memungkinkan rancangan sebuah kebijakan
diuji terlebih dahulu melalui apa yang diistilahkan sebagai diskursus publik. Rakyat
diajak bicara melalui forum, musyawarah, dialog dan diskusi yang fokus. Dalam
prosesnya terjadi saling interaksi, mempengaruhi, negosiasi dan konsensus
bersama antara rakyat, DPRD dan pemerintah. Idealnya, pihak-pihak ini dalam
posisi elegan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Sehingga legitimasi
hukum tercapai karena terbangun dari proses partisipasi politik rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrumen pemerintah
daerah dalam menjalankan kekuasaannya. APBD disusun melalui proses-proses
politik. Sistem dan mekanisme penyusunan APBD diatur oleh peraturan
perundang-undangan. Mulai dari proses perencanaan dan penganggaran. APBD
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi
di daerah. Dokumen ini memuat kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan
1. Dikutip dari tulisannya Dahnil Anzar S yang berjudul Bandit Politik dan Politik Anggaran, Radar
Banten, 5 Juli 2008.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
25
dan potret keberpihakan penguasa. APBD sebagai anggaran publik mempunyai
sifat terbuka, penyusunannya melibatkan banyak pihak dan harus mampu
mengagregasi kepentingan yang berbeda dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai dokumen politik, anggaran juga harus mampu menjadi resolusi. Resolusi
konflik berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dan kebutuhan berbeda.
Anggaran tidak akan mampu mengakomodasi semua karena kapasitasnya
yang terbatas.
Fungsi anggaran yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi
artinya anggaran diarahkan untuk menyediakan barang dan jasa untuk
memberikan pelayanan dan memenuhi hak dasar rakyat. Digunakan secara
efisien dan efektif supaya rakyat mempunyai otak encer, berbadan sehat dan
perut kenyang.
Fungsi distribusi untuk menanggulangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
Kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, antara daerah maju dan
tertinggal serta antara desa dan kota. Anggaran harus bisa memenuhi rasa
keadilan dan kepatutan. Sedangkan fungsi stabilisasi yaitu anggaran menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian dan menjadi indikator ekonomi makro.
Dasar Hukum Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan
Anggaran Daerah
Dari sisi kerangka regulasi, khususnya di Kabupaten Bandung telah diatur
mengenai hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan
anggaran tapi pada praktiknya hal ini tidak diimplementasikan secara maksimal.
Adapun Peraturan Daerah di Kabupaten Bandung yang menjamin hak atas
informasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas bagi masyarakat untuk ikut
dalam merumuskan dan mengambil keputusan anggaran di antaranya:
1. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan
Perencanaan Pembangunan Daerah
Kesempatan untuk terlibat dalam proses musyawarah dan pengambilan
keputusan setidaknya ditentukan oleh dua hal yaitu: pertama, adanya
ruang partisipasi. Kedua, adanya affirmative action mengenai kelompok
masyarakat yang akan memanfaatkan ruang partisipasi tersebut. Analisis
terhadap klausul dalam perda ini menunjukkan bahwa kedua hal tersebut
harus dipenuhi.
Pengertian partisipasi masyarakat menurut Perda No. 8 Tahun 2005
adalah keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
26
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
dalam mengontrol terhadap proses penyusunan rencana, penetapan
rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi rencana (Pasal 1 poin 38).
Ada tiga modus partisipasi yang dijamin oleh perda ini, yaitu musyawarah
perencanaan pembangunan, konsultasi publik dan sosialisasi publik.
Masing-masing modus partisipasi ini disertai pula dengan kejelasan input,
proses, dan output-nya.
Untuk perencanaan tahunan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) diselenggarakan dari mulai tingkat desa sampai kabupaten.
Masyarakat memiliki kesempatan untuk terlibat dari mulai pengusulan di
tingkat desa sampai dengan pengawalan penyusunan APBD.
Ada beberapa pasal yang secara affirmative menyebutkan mengenai unsurunsur masyarakat yang terlibat dalam musrenbang. Misalnya dalam pasal
20 ayat 3 disebutkan unsur-unsur berikut tanpa membatasi:
1. Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa (LPMD);
2. Organisasi masyarakat;
3. PKK atau organisasi perempuan;
4. Ketua RW;
5. Tokoh masyarakat desa;
6. Majelis Ulama Indonesia (MUI) desa;
7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) desa.
Sementara itu dalam pasal 10 ayat 2, disebutkan pula unsur berikut tanpa
membatasi:
1. Organisasi masyarakat;
2. Forum warga;
3. Organisasi kepemudaan;
4. Organisasi perempuan;
5. Perguruan tinggi;
6. Asosiasi profesi;
7. Media massa; dan
8. Delegasi dari tiap musrenbang pada jenjang sebelumnya.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
27
Sedangkan kesempatan warga terlibat dalam penganggaran tercantum
pada pasal 29, khususnya ayat 2c, yaitu :
Pasal 29
(1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 menjadi pedoman
penyusunan RAPBD;
(2) Pembahasan RAPBD melibatkan tiga pihak yaitu:
a. DPRD yang memiliki hak budget;
b. Pemerintah Kabupaten yang akan menjalankan APBD;
c. Delegasi masyarakat yang dipilih dari peserta
Musrenbang Kabupaten.
2. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi Partisipasi
dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten
Bandung
Materi pokok dari perda ini pada dasarnya membuka akses luas bagi warga
untuk memperoleh informasi, prosedur, dan mekanisme kebijakan publik
sebagaimana terlihat pada pasal 4 ayat 2b berikut ini :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
28
Bagian Ketiga
Jenis Informasi
Paragraf 1
Informasi yang wajib diumumkan secara aktif
Pasal 4
Hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik.
Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakan/
keputusan meliputi:
a. Informasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaan
kegiatan Badan Publik baik visi/strategi, perencanaan
tahunan mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan maupun
Kabupaten;
b. Informasi penganggaran, mulai dari mekanisme
dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan
penggunaan anggaran pada Badan Publik;
c. Informasi tentang pelayanan publik;
d. Informasi proses perjanjian/kontrak atau kesepakatan dan
yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah.
Informasi penyusunan tata ruang mulai dari perencanaan,
pembahasan, penetapan, sampai dengan peruntukkannya.
Informasi tentang pengadaan barang dan jasa.
Informasi hasil pengawasan.
Informasi kelembagaan dan ketatalaksanaan Badan Publik.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
(7) Aspek penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) pasal ini, dilakukan dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat
dijangkau dengan mudah oleh masyarakat luas.
(8) Cara-cara sebagaimana dimaksud ayat (7) pasal ini, harus
dirumuskan dalam mekanisme yang menjamin pemerataan
informasi yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Keputusan
Bupati.
3. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah
Dalam perda ini, ada klausul yang dapat menjadi landasan partisipasi
masyarakat dalam memastikan Kebijakan Umum APBD berpihak pada
rakyat miskin, seperti terlihat pada pasal 36 ayat 3 di bawah ini :
Bagian Kedua
Kebijakan Umum APBD
Pasal 36
Bupati berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
ayat (1), menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA).
(1) Penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD berpedoman
pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri setiap tahun.
(2) Bupati menyampaikan rancangan Kebijakan Umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambatlambatnya pertengahan Juni tahun anggaran berjalan.
(3) DPRD dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan
konsultasi publik dalam rangka menerima masukan
tentang Kebijakan Umum APBD.
(4) Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas Bupati
bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disepakati
menjadi Kebijakan Umum APBD.
Forum Diskusi Anggaran
Ruang bagi partipasi rakyat dalam proses perencanaan dan penganggaran
daerah adalah ruang yang dijamin oleh hukum. Sayangnya ruang ini masih
merupakan ruang kosong yang belum banyak dimanfaatkan oleh publik. Padahal
anggaran daerah adalah milik rakyat yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber daya untuk mencapai kesejahteraan. Sarana untuk pemenuhan hak-
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
29
hak dasar, pendidikan yang layak, jaminan pelayanan kesehatan, ketahanan
pangan, penciptaan lapangan kerja dan jaminan sosial.
Dengan semangat inilah, Forum Diskusi Anggaran (FDA) lahir sebagai bagian
dari gerakan sosial di Kabupaten Bandung dalam rangka mendorong terjadinya
percepatan perbaikan taraf hidup masyarakat miskin. Dalam keyakinan FDA,
situasi tersebut bisa dicapai antara lain dengan terjadi reformasi dalam proses
perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Bandung. Prasyarat reformasi
tersebut adalah terlibatnya masyarakat sipil dalam dinamika politik perencanaan
dan penganggaran daerah.
Pembentukan FDA diinisiasi melalui proses–proses pelatihan perencanaan
daerah serta diskusi–diskusi keliling di berbagai komunitas. Diskusi ini
sebagian besar dilakukan dalam rangka melakukan penelaahan terhadap
dokumen perencanaan penganggaran Kabupaten Bandung saat itu. Proses ini
berlangsung pada pertengahan tahun 2006.
Interaksi intensif antara berbagai komunitas yang memiliki konsen terhadap
reformasi perencanaan dan penganggaran daerah inilah yang akhirnya
bermuara pada melembaganya hubungan antar komunitas dalam alat
perjuangan bersama yang diberi nama Forum Diskusi Anggaran. Organisasi
atau komunitas yang tercatat sebagai inisiator FDA adalah Pusat Sumber Daya
Komunitas (PSDK), Forum Muzakarah, Wanaputri, Forum Komunikasi Guru
Honorer Sekolah (FKGHS), Kelompok Partisipasi Masyarakat (POKSIMAS)Cicalengka, Pemuda Persis, Perkumpulan INISIATIF, Sapa Institut, Foksui, PMII
Kab.Bandung, Paguyuban Becak Majalaya, Generasi Muda Majalaya, Forum
Manglayang, LP3U, FAGI, Kelompok Peduli Lingkungan (KPL), Masyarakat
Peduli Sumber Air (MPSA), Rakom Citra, Rakom Kombas dan Rakom Pass.
Konsolidasi–konsolidasi ini semakin diperkuat dengan munculnya gagasan
untuk melakukan advokasi terhadap pelayanan kesehatan. Dasar pemikirannya
adalah bahwa berdasarkan analisis terhadap dokumen anggaran yang ada,
maka sangat dimungkinkan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
fasilitas jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kabupaten
Bandung. Hasil penelaahan ini disampaikan kepada Komisi D DPRD Kabupaten
Bandung. Situasi ini terjadi pada awal bulan Oktober tahun 2007.
Mengingat pentingnya dukungan publik yang lebih luas maka pada pada
bulan November 2007, FDA menyelenggarakan seminar bertajuk “Mendukung
Penyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Seluruh Penduduk Kabupaten
Bandung” di Hotel Antik, Soreang. Kesimpulan seminar ini adalah bahwa faktor
utama keberhasilan penerapan kebijakan jaminan pelayanan kesehatan di
beberapa daerah terletak pada political will yang kuat dari pimpinan daerah.
Sedangkan rekomendasi seminar ini adalah “Petisi Antik” yang memuat tuntutan
30
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
warga Kabupaten Bandung kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung
untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan kesehatan gratis
bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Petisi ini ditandatangani oleh 54
lembaga yang hadir.
Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian petisi melalui surat kepada Bupati
Bandung, Ketua DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua Panitia Anggaran, Ketua
Komisi D, dan para pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung. Pada 6 November 2007, FDA diterima Komisi D dan menyampaikan
langsung petisi tersebut. Saat dengar pendapat itu, FDA meminta DPRD untuk
mengambil langkah-langkah konkrit guna merealisasikan petisi tersebut dan
memasukkan isi petisi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) 2008 yang akan
dibahas oleh DPRD dan Pemda.
Pengawalan terus dilakukan dengan berbagai aktivitas serta dalam tempo yang
sangat panjang. Sehingga pada tahun 2009 keluarlah Peraturan Daerah No 10
Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung yang menjadi
dasar bagi layanan kesehatan gratis di Puskesmas untuk semua warga Kab.
Bandung. Sedangkan bagi warga miskin akan mendapatkan jaminan pelayanan
kesehatan dasar sampai pelayanan rumah sakit secara gratis.
Proses advokasi ini merupakan momentum yang sangat penting bagi konsolidasi
jejaring FDA. Pada masa ini pula yakni pada bulan Desember tahun 2007 untuk
pertama kalinya FDA menggelar Musyawarah Umum Anggota (MUA) yang
memberi dasar lebih kuat bagi pengembangan peran sosial politiknya. Dalam
MUA inilah AD ART organisasi dan rencana strategis FDA ditetapkan.
Dalam rangka mencapai tujuannya, FDA merumuskan beberapa fungsi yang
akan menjadi ruang geraknya. Fungsi–fungsi tersebut adalah :
1. Wahana informasi kebijakan publik. Wahana untuk mewujudkan
proses penganggaran yang transparan dan partisipatif.
2. Wahana untuk mewujudkan substansi anggaran yang berpihak
kepada masyarakat miskin dan kelompok marginal.
3. Wahana penyaluran aspirasi dan pemberdayaan masyarakat.
4. Wahana advokasi anggaran.
5. Wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat dalam
perencanaan dan penganggaran.
Agar fungsi–fungsi tersebut dapat berjalan maka ditetapkanlah struktur
organisasi yang terdiri dari :
1. Presidium yang merepresentasikan kepemimpinan kolektif.
2. Sekretaris Eksekutif sebagai pelaksana harian.
3. Kelompok Kerja atau Pokja yang bertugas membantu Sekretaris
Eksekutif. Pokja ini terdiri dari Pokja Advokasi dan Kampanye, Pokja
Riset dan Data serta Pokja Pengorganisasian.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
31
Advokasi anggaran adalah ibarat sebuah arena pertarungan. Banyak pihak yang
terlibat dengan kepentingan yang beragam, memperebutkan kue anggaran yang
terbatas ini. Di situ ada masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi
dan masyarakat birokrasi. Masing-masing membawa program dan agenda yang
diperjuangkan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena nalar dan kepentingan
masing-masing pihak jelas berbeda bahkan seringkali berlawanan. Kekuatan
seringkali tidak berimbang dan masyarakat sipil selalu dalam posisi lemah.
Masyarakat politik, ekonomi dan birokrasi masih terlalu dominan. Dibutuhkan
kekuatan, kejelian strategi dan kepekaan politik untuk menyainginya.
Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil dalam melakukan
advokasi anggaran, yakni membangun kekuatan akar rumput, konsolidasi jaringan,
pendidikan politik anggaran, diseminasi informasi serta kerja-kerja politik.
Strategi advokasi ini harus berjalan utuh dalam sebuah kerangka advokasi.
Masyarakat sipil sering tampil tidak percaya diri. Lemah dalam konsolidasi,
kurang terampil dan gagap ketika masuk ruang-ruang politik. Kadangkala
kuat dalam kerja-kerja pengorganisasian dan jaringan tapi sering lemah dalam
penyusunan konsep dan kerja politik. Begitupun sebaliknya, ada yang kuat dalam
konsep tapi miskin dengan pengorganisasian jaringan. Kondisi ini menjadi faktor
penghambat partisipasi masyarakat sipil dalam advokasi anggaran. Salah satu
yang menonjol adalah lemahnya kapasitas dalam memahami sistem perencanaan
dan penganggaran. Anggaran sarat dengan peraturan perundang-undangan,
administrasi pemerintahan, dan angka-angka yang rumit sulit dipahami.
Di sisi lain, akses terhadap dokumen-dokumen anggaran sangat sulit. Seakanakan dokumen anggaran adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diketahui oleh
publik. Hal ini berakibat kepada terbentuknya satu kondisi asimetris. Satu kelompok
kecil (DPRD dan birokrat) menguasai banyak informasi dan kelompok besar
(masyarakat) memiliki sedikit informasi. Kesenjangan ini menjadi potensi terjadi
penyelewengan dan manipulasi anggaran. Dalam konteks ini, apartur birokrat
paling mempunyai kapasitas mumpuni dibandingkan dengan masyarakat bahkan
dengan DPRD sekalipun. Sehingga anggaran sengaja dirancang untuk pro birokrat.
Hasil analisis FDA menunjukkan birokrasi adalah pemangsa terbesar anggaran,
lebih banyak menghabiskan daripada menghasilkan.
Ada skenario politik bagaimana isu anggaran ini dijauhkan dari rakyat.
Rakyat tidak perlu repot-repot untuk ikut terlibat dalam perencanaan dan
penganggaran. Sehingga, dukungan peraturan perundang-undangan yang
mendorong dan menjamin partisipasi belum berjalan dengan baik. Teks hukum
berbenturan dengan budaya hukum. DPRD dan pemerintah belum sepenuhnya
siap harus duduk bersama masyarakat. Bagi mereka aneh rasanya ketika
melakukan rapat-rapat anggaran di situ hadir masyarakat sipil. Kondisi sosial
politik memang belum kondusif dengan partisipasi langsung. Proses rekayasa
sosial dan perubahan budaya politik menjadi bagian dari kerangka advokasi.
32
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Literasi adalah Kunci Pembuka
Literasi anggaran merupakan hal penting yang harus dilakukan kepada
masyarakat agar dapat mengambil peran dalam dinamika politik perencanaan
dan penganggaran. Kursus Politik Anggaran bagi masyarakat sipil merupakan
salah satu strategi untuk menembus blokade informasi. FDA berpandangan
bahwa masyarakat harus cerdas dan kritis terhadap anggaran, karena anggaran
merupakan instrumen untuk mewujudkan pelayanan publik dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Anggaran pada dasarnya merupakan perwujudan
amanah masyarakat kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, anggaran harus mampu mencerminkan kebutuhan
riil masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan pembangunan yang
terjadi di masyarakat. Anggaran harus mampu memenuhi, menjamin dan
melindungi hak-hak dasar masyarakat. Dengan anggaran, kita bisa menilai arah,
strategi dan implementasi kebijakan suatu pemerintahan. Pun kita bisa menilai
dan membuktikan apakah pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam
mensejahterakan masyarakatnya, menghormati, melindungi dan memenuhi
hak-hak dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya?
Upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap
anggaran inilah yang dinamakan literasi anggaran. Secara sederhana, literasi
berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks
sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek
teknologi, politik, anggaran, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan
sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young
Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang
dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan
pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Pada
tahun 2003, UNESCO mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan,
dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan tercetak termasuk
juga variasi bahan yang sesuai dengan konteks definisi literasi itu sendiri.
Di tengah gairah masyarakat yang mulai sadar akan haknya dalam perencanaan
dan penganggaran maka FDA dituntut untuk melakukan literasi anggaran secara
lebih sistematis. Dalam rangka merespon dinamika ini, maka diselenggarakanlah
Kursus Politik Anggaran. Sebuah kegiatan yang terkait dengan fungsi FDA
sebagai wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat. Proses
penyebaran informasi dan pengetahuan yang dilakukan secara sistematis
diyakini akan memberi dampak besar terhadap pengembangan gerakan
advokasi perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh FDA, organisasi
masyarakat sipil lainnya serta unsur partai politik yang memiliki mimpi yang
sama akan perubahan di Kabupaten Bandung.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
33
4
Kursus Politik Anggaran
sebagai Rintisan Pendidikan Politik
Rakyat di Kabupaten Bandung
Deni Riswandani
Pendahuluan
Kabupaten Bandung dengan luas wilayah ± 176.239 ha, memiliki jumlah
penduduk sebanyak ± 3.127.008 jiwa (Suseda 2008), yang tersebar di 31
kecamatan (266 desa dan 9 kelurahan). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kabupaten Bandung adalah 72,50.
Potensi anggaran di Kabupaten Bandung berdasarkan skenario RAPBD 2010
dapat diketahui bahwa Pendapatan berjumlah Rp. 1.570.939.835.012,- yang
terbagi atas Pendapatan Asli Daerah Rp. 183.311.889.409,- (11,67%), Dana
Perimbangan Rp. 1.274.083.648.080,- (81,10%), Lain-lain Pendapatan Yang
Sah sebanyak Rp. 113.544.297.523,- (7,23%).
Pendapatan tersebut digunakan untuk kebutuhan Belanja sebesar Rp.
1.794.562.613.186,-, yakni Belanja Langsung Rp 581.553.351.436 (32,41%)
dan Belanja Tidak Langsung Rp. 1.213.009.261.750,- (67,59%). Belanja
Langsung terdiri atas Belanja Langsung SKPD Rp. 90.485.862.133,- (15,56%)
dan Belanja Langsung Program/Kegiatan Rp. 491.067.489.303,- (84,44%).
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
35
Sedangkan Belanja Tidak Langsung meliputi :
1. Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Rp. 1.020.442.002.750,- (56,86%)
2. Belanja Bagi Hasil kepada Desa Rp. 62.770.679.000,- (3,50%)
3. Belanja Hibah Rp. 9.762.500.000,- (0,54%)
4. Belanja Bantuan Sosial Rp. 39.500.000.000,- (2,20%)
5. Belanja Bantuan Keuangan kepada Kelurahan/Desa Rp.
77.534.080.000,- (4,32%)
6. Belanja Tidak Terduga Rp. 3.000.000.000,- (0,17%)
Dengan demikian proporsi anggaran belanja dari RAPBD 2010 ternyata sebagian
besar anggaran masih dinikmati oleh APARATUR yaitu Rp. 1.303.495.123.883,(72,64%) dan sisanya untuk PUBLIK yaitu Rp. 491.067.489.303,- (27,36%).
Dari sisi regulasi, kebijakan terkait pengelolaan anggaran sebenarnya sudah
maksimal, walaupun belum dapat dikatakan sempurna. Beberapa regulasi itu,
antara lain ditandai dengan kehadiran TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kebijakan-kebijakan tersebut tidak saja mengatur teknis pengelolaan anggaran
saja, melainkan transparansi dan akuntabilitas anggaran serta dibukanya ruang
partisipasi publik dalam pengelolaan anggaran.
Secara khusus kebijakan pengelolaan anggaran harus menyentuh Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial Budaya). Negara -yang diwakili oleh
pemerintah-, bila melakukan penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran,
maka UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
telah siap untuk memberikan sanksi yang tegas.
Kursus Politik Anggaran
Indonesia selama 32 tahun di masa kepemimpinan rezim Suharto, demokrasi
telah dikebiri, begitu juga hak azasi manusia (HAM) telah dibungkam. Yang berani
mengkritik dianggap subversif, dan yang berani melawan tentunya akan dicekal.
Kedua-duanya akan berujung pada penjara karena telah dianggap dissident
(pembangkang) atau rioter (perusuh). Itulah potret Indonesia di masa Orde Baru.
36
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Kini Indonesia terus melakukan pembenahan dan perubahan di segala bidang,
terutama dalam penegakan demokrasi, HAM dan pengelolaan anggaran. Di era
reformasi sekarang ini, masyarakat sudah bebas berpendapat dan tidak dibatasi
lagi dalam berorganisasi karena telah dijamin konstitusi UUD 1945. Demikian
juga dalam UU No. 9 Tahun 19981 sebagai turunan UUD 1945 menjelaskan
bahwa Indonesia telah menyepakati kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum bagi masyarakatnya. Dengan demikian era reformasi adalah
era kesempatan membangun bangsa yang demokrasi, berkeadilan sosial dan
menjamin HAM.
Dalam rangka membangun kedewasaan politik masyarakat di Kabupaten
Bandung Forum Diskusi Anggaran (FDA) yang bekerja sama dengan Perkumpulan
INISIATIF dan Yayasan Tifa menggelar Kursus Politik Anggaran (Kurpola) bagi
perwakilan masyarakat (LSM/CSO, Mahasiswa, Pemuda Desa, Kader Partai dan
Pelajar). Maksud dilaksanakannya Kurpola adalah menumbuhkan kesadaran
masyarakat berperan serta dalam mengkonstruksi anggaran di Kabupaten
Bandung, sehingga anggaran tersebut dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakatnya. Sedangkan yang menjadi tujuan dari Kurpola adalah
meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi Anggaran
untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan hak
dasar warga negara di Kabupaten Bandung
Mekanisme Pelaksanaan Kurpola
Memang tidak gampang mendesain manajemen untuk pengelolaan Kurpola,
namun mengacu pada pendapat George R. Terry yang dikombinasikan dengan
pendapat Alan Hancock seperti yang dikutip oleh Drs. Onong Uchjana Effendy,
M.A dalam bukunya Psikologi Manajemen dan Administrasi2, maka desain
Kurpola mengacu kepada prinsip-prinsip manajemen, yaitu POACE (Planning,
Organizing, Actuating, Controlling, and Evaluating).
a) Planning atau perencanaan, yaitu para inisiator Kurpola menyusun silabus
pedoman pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
berdasarkan lokal spesifik Kabupaten Bandung. Materi tidak saja bersifat
edukatif atau sekedar memberi pemahaman pengetahuan belaka,
melainkan juga disusun strategi psikomotoriknya agar masyarakat peserta
Kurpola tumbuh dan mampu melakukan tindakan advokasi. Demikian
juga dengan staf pengajarnya, diambil dan disesuaikan dengan spesifikasi
keilmuan, kemampuan dan pengalaman advokasi.
1 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
2 Effendy, Onong Uchjana (1989), Psikologi Manajemen dan Administrasi, Mandar Maju, Bandung
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
37
Adapun materi serta staf pengajar Kurpola adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Materi Kelas LSM/CSO
Pokok
Bahasan
38
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
1
Analisis Pengelolaan Kebijakan Anggaran
untuk Penanggulangan Kemiskinan
dan Tindak Lanjut Penanggulangan
Kemiskinan
Ujang Sutisna
2
Konsep Hak Dasar dan Tanggung Jawab
Negara
Dadan Saputra
3
Analisis Kritis Dokumen RPJMD
Dadan Saputra
4
Memahami Sistem Perencanaan dan
Penganggaran Daerah
5
Partisipasi Masyarakat dalam
Perencanaan dan Penganggaran Daerah
Ujang Sutisna
6
Proses Musrenbang (Desa, Kecamatan,
Kabupaten) dan Forum SKPD di
Kabupaten Bandung
Ujang Sutisna
7
Memahami Politik Anggaran dalam
Proses Penyusunan KUA, PPA, RAPBD di
Kabupaten Bandung
Moch Ikhsan
8
Pengantar Analisis Anggaran
Saeful Muluk
9
Analisis Umum Anggaran
Saeful Muluk
10
Analisis Anggaran Berbasis Hak Ekosob
Andi Alifah
11
Peta dan Dinamika Politik yang
Mempengaruhi Kebijakan Anggaran di
Kabupaten Bandung
Dadan Saputra
12
Pengantar tentang Advokasi Anggaran
Dadan Saputra
13
Teknik Advokasi Anggaran
14
Pengawasan Pembangunan Berbasis
Masyarakat
Tatang RW
Elly
M. Jefri Rohman
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Tabel 2
Materi Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
1
Pemahaman Peran dan Posisi Mahasiswa
& Pemuda dalam Konteks Perubahan
Sosial di Masyarakat
Eddy Kurniadi
2
Melihat Beragam Wajah Kemiskinan
Ujang Sutisna
3
Potret Kemiskinan di Kab. Bandung
Andi Alifah
4
Konsep Hak Dasar dan Tanggung Jawab
Negara
5
Memahami Sistem Perencanaan dan
Penganggaran Daerah
6
Proses Musrenbang (Desa, Kecamatan,
Kabupaten) dan Forum SKPD di
Kabupaten Bandung
7
Memahami Peran dan Partisipasi
Masyarakat dalam Perencanaan dan
Penganggaran Daerah
8
Teknik Advokasi Anggaran
9
Azas dan Struktur APBD
10
Metode Pengumpulan Fakta dan Data
Kebijakan Anggaran
11
Memahami Pelaksanaan Anggaran
Pendidikan/Sekolah
Eddy Kurniadi
12
Peta dan Dinamika Politik yang
Mempengaruhi Kebijakan Anggaran di
Kabupaten Bandung
Dadan Saputra
13
Konsep dan Metode Pengorganisasian
Warga
Rival Zaelani
14
Pengawasan Pembangunan Berbasis
Masyarakat
15
Konsep dan Praktik Audit Sosial
Dadan Saputra
Juandi
Ujang Sutisna
Rival Zaelani
Elly
Saeful Muluk
Asep Yani
M. Jefry Rohman
Dadan Ramdan
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
39
Tabel 3
Materi Kelas Pelajar
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
1
Gambaran Kemiskinan di Kabupaten
Bandung
2
Memahami Hak-Hak Warga Negara dan
Tanggung Jawab Negara
Juandi
3
Memahami Kebijakan Perencanaan dan
Penganggaran Daerah/Desa dan Peran
Serta Masyarakat
M. Jefry Rohman
4
Pengenalan Struktur dan Azas APBD
5
Pengantar Advokasi Anggaran
6
Pengawasan Pembangunan Berbasis
Masyarakat
Ujang Sutisna
Saeful Muluk
Dadan Saputra
Asep Rohmandar
Tabel 4
Materi Kelas Kader Partai
40
Pokok
Bahasan
Materi Pembelajaran
Staf Pengajar
1
Budaya Politik di Kabupaten Bandung
Eddy Kurniadi
2a
Pengenalan Sistem Perencanaan dan
Penganggaran Daerah
Ir. H. Tatang R.
Wiraatmadja
2b
Dinamika Perencanaan dan
Penganggaran Daerah
Heri Ferdian
3
Platform Partai Politik dalam
Penguatan Otonomi Daerah
Setiabudhi
4
Pengantar Analisis Anggaran
Saeful Muluk
5
Teknik dan Simulasi Analisis Anggaran
Saeful Muluk
6
Politik APBD
Muhammad
Ikhsan
7
Konstituen Meeting sebagai Media
Penggalian Aspirasi Masyarakat
Oky Syeiful
Rahmadsyah
8
Peran Partai Politik dalam Reformasi
Tata Kelola Pemerintahan
Prof.DR
Asep Warlan
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
b) Organizing atau pengorganisasian, yaitu pembentukan kepengurusan
dan kelengkapan administrasi seperti Kepala Kurpola, Kurikulum Kurpola,
Bendahara Kurpola, Wali Kelas Kurpola dan Notulensi Kurpola.
Tabel 5
Kepengurusan dan Kelengkapan Administrasi
No.
Nama Pengurus
Jabatan Administrasi
1
Umar Alam Nusantara
Kepala Kurpola
2
Andi Alifah
3
Eli Latifah
4
Heri Ferdian
5
Ramdan
6
Deni Riswandani
7
Euis Iriawati
8
Eddy Kurniadi
9
Rifal Zaelani
Bendahara Kurpola
Penyusun Kurikulum
Wali Kelas Kurpola
Notulensi
Sedangkan pengorganisasian untuk peserta Kurpola, yaitu berupa proses
rekrutmen. Mengingat respon masyarakat cukup antusias sedangkan kuota
peserta Kurpola terbatas maka perekrutan peserta melalui tahap seleksi.
Hal tersebut dilakukan dengan harapan seluruh elemen masyarakat sipil
mempunyai keterwakilan dalam peserta Kurpola, dan juga yang menjadi
peserta Kurpola mempunyai motivasi dalam mengadvokasi anggaran,
khususnya di Kabupaten Bandung.
Dalam pengorganisasiannya peserta Kurpola dibagi empat kelas yaitu : 1).
kelas LSM/CSO, 2). Kelas Mahasiswa dan Pemuda Desa, 3). Kelas Pelajar,
dan 4). Kelas Kader Partai.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
41
Berikut merupakan daftar peserta berdasarkan masing-masing kelas:
Tabel 6
Peserta Kurpola Kelas LSM / CSO
Kelas Sabtu
No
Nama
Peserta
Kelas Minggu
Utusan
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
1
Eka
Susilawati
APDK (Asosiasi
Perpustakaan
Desa &
Kelurahan)
P
1
Laksmi
Krishna
Poksimas
(Kelompok
Partisipasi
Masy.)
P
2
Asep R.
FKSMPB
L
2
Eli Yulipah
Poksimas
P
3
Deden
Fatah
BKM
L
3
Yeti
Poksimas
P
4
Hani
Rofikoh
LP3U
L
4
Owi
Nahrowi
Elingan
(Elemen Lingk.)
L
5
Iwan Fauzi
LP3U
L
5
Fathoni
Elingan
(Elemen Lingk.)
L
6
Imas
Syarifah
PSDK (Pusat
Sumber Daya
Komunitas)
P
6
Hera
Nurrayati
PSDK
P
7
A Franca
K. S
Pers Pilar News
L
7
Asep
Maher
MAPAG
L
8
Andi Takari LP3U
L
8
Elga
Subangkit
PSDK
L
9
Agus
Tresna
Gemas
(Gerakan
Masyarakat
Solokanjeruk)
L
9
Hafidz
Muslim
LSIS (Lembaga
Studi Islam &
Sosial)
L
10 Komara
Gemas
P
10 Mulyana
SPSI
L
11 Edi Yusup
LPM
Baleendah
L
11 Nia Qolbu
Nia
Fatayat NU
P
12 Yudi
Paryudi
Pers Pilar News
L
12 Rukman
YPPPMD
Pembrdayaan
Masy. Desa)
L
13 Iwan Bace
PBM
L
13 Saefulloh
Forum Gunung
Manglayang
L
42
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Kelas Sabtu
No
Nama
Peserta
Utusan
Kelas Minggu
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
14 M. Ridwan GMM
(Generasi
Muda
Majalaya)
L
14 Dada
Rukanda
Koperasi Akur
L
15 Asep Indra Jabar Bangkit
L
15 Dian
Mardiana
FPPM
P
16 Saefulloh
Forum Gunung
Manglayang
L
16 Asep Iqbal
R.
Karang Taruna
Pangalengan
L
17 Jaja
Samsaka Ibun
L
17 Umar H.
Wanaputri
L
L
18 Tita
SAPA Institute
P
Pers Pilar News
L
19 Ai Kustini
SAPA Institute
P
20 Elita Cici
SAPA Institute
P
18 Arifin S.
19 Syarif
Hidayat
Gambar 1
Foto Kurpola Kelas LSM/CSO
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
43
Tabel 7
Peserta Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Kelas Sabtu
No Nama Peserta
Utusan
Kelas Minggu
L/P
No
Nama
Peserta
Utusan
L/P
1
Rismayanti
UNIBBA
P
1
Sumarna
Sukamantri
L
2
Asti Daryanti
UNIBBA
P
2
Elis N.
Darwati
P
3
Tita Puspita
UNIBBA
P
3
Agung
Hermawan
Tarumajaya
L
4
Diki Winandi
UNIBBA
L
4
Erick Usman Cipinang
L
5
Aji Setyo
Leksono
UNIBBA
L
5
Agus
Hidayat
Tarumajaya
L
6
M. Fauzi
Ridwan
UKSK UPI
L
6
Uus
Kusmana
Tarumajaya
L
7
N. Eva Nurasyi
STAI Baitul
Arqom
P
7
Dedi
Rustandi
Tarumajaya
L
8
Nur Saripah
STAI Baitul
Arqom
P
8
Agus
Dukuh
L
9
Deni Nurwandi
Warga
Bakti
L
9
Ridwan Sidiq Mekarsari
10
R. Nurdin
Hidayat
Yamisa
L
10 Ella
11 Septianto
UNIBBA
L
11
12 Eyang
Cipinang
L
12 Ira
44
Ellys
Hendrayati
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
UNIBBA
L
P
UNIBBA
P
UNIBBA
P
Gambar 2
Foto Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda
Tabel 8
Peserta Kurpola Kelas Pelajar
No.
Nama Peserta
Utusan
L/P
1
Nia Yulianti
SMK Ma’arif Cicalengka
P
2
Kiki Fitria S.
SMK Ma’arif Cicalengka
P
3
Iwa A. Rohiman
SMA PGRI Cicalengka
L
4
Rohmatul Hidayah
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
5
Ganjar Taufiq H.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
6
Tika K.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
P
7
Adni S.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
8
Gin Gin
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
9
Ilham Maulana
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
10
Iqbal Ali Musthofa
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
11
Ikbar Amad N.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
12
Septian Eko S.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
13
Ahmad Satia
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
14
Hendra Wiranata
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
15
Ishmah L.
SMA Al-Husaeni, Ciparay
P
16
Syahril Siddiq
SMA Al-Husaeni, Ciparay
L
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
45
No.
Nama Peserta
Utusan
17
Fahad Firmansyah
MA Al-Fatah, Kertasari
L
18
Yogi Gunawan
MA Al-Fatah, Kertasari
L
19
Rafi Nazmudin
SMA Bina Muda, Cicalengka
L
20
Yudi Romansyah
SMA Bina Muda, Cicalengka
L
21
Anggi Nuzulul Pratami
SMA Bina Muda, Cicalengka
P
22
Neng Tika Y.
SMA Bina Muda, Cicalengka
P
23
Yuni Nur’aeni
SMA PGRI, Cicalengka
P
24
Isma Purnamasari
SMAN 1 Dayeuhkolot
P
25
Dewi H.
SMPN 2 Baleendah
P
26
Trias OCD
SMPN 2 Baleendah
P
27
Sri Asih M.
SMPN 2 Baleendah
P
28
Fahri N.
SMPN 2 Baleendah
L
29
Cecep S.
Alumni SMPN 2 Baleendah
L
Gambar 3
Foto Kurpola Kelas Pelajar
46
L/P
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Tabel 9
Peserta Kurpola Kelas Kader Partai
No.
Nama
Partai
L/P
1
Yasin Muslim
Partai Gerindra
L
2
Hendi Suryadi
Partai Gerindra
L
3
Deni Rusmawan
Partai Amanat Nasional
L
4
Agus Saptaludin
Partai Amanat Nasional
L
5
Drs. Yuyun Saepudin
Partai Demokrat
L
6
Drs. H. Agus
Setiabudi
Partai Demokrat
L
7
Dede Waryat
Partai Demokrat
L
8
Eddy Hidayat, SE
PDI Perjuangan
L
9
Dena Acong
PDI Perjuangan
L
10
Atep Mulyana
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
L
11
Denny Muhammad
Abdullah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
L
12
Ade Sulaeman
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
L
13
Jajang Taryono
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
L
14
Hasan Basri , SThi
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
L
15
Hj. Enung Daruriyah,
Spdi
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
P
16
Yaya Karyana
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
L
17
Erik Faisal
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
L
18
Dadan Khoerudin
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
L
19
Reni Rohaeni
Partai Golkar
P
20
Eulis Wida Nengsih
Partai Golkar
P
21
Rukmin Suherman
Partai Bulan Bintang
L
22
Dadang Sambas
Partai Bulan Bintang
L
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
47
Gambar 4
Foto Kurpola Kelas Kader Partai
Dalam pengorganisasian juga tidak lupa menyusun anggaran bagi
penyelenggaraan Kurpola. Berikut rinciannya:
Tabel 10
Anggaran Kurpola
Penerimaan
Item
Pengeluaran
Item
Rp.
Donasi Yayasan Tifa
203.125.925
Operasional Kantor
29.882.825
Pelaksanaan Kurpola
159.683.100
Publikasi
Monev
Total
203.125.925
Rp.
Total
12.560.000
1.000.000
203.125.925
c) Actuating atau pelaksanaan, Kurpola secara subtansial adalah memberikan
pemahaman kepada peserta Kurpola terkait tahapan perencanaan dan
penganggaran di Kabupaten Bandung sesuai dengan kebijakan termasuk
implementasinya. Oleh karena itu, selaras dengan subtansi tersebut maka
dalam proses pembelajaran Kurpola peserta dilatih menganalisis mengenai
dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran.
1. Dokumen RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah)
dan dokumen RPJMD (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah
Daerah).
48
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Apakah isinya sesuai dengan Surat Edaran Mendagri No. 050/2020/
SJ Tahun 2005 tentang Petunjuk Penyusunan RPJP Daerah dan
RPJM Daerah, Perda No. 9 Tahun 2008 tentang RPJP Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2005-2025 dan Perda No. Tahun 2009 tentang
RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013 atau terjadi
penyimpangan ?
2. Dokumen RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah).
Apakah isinya sesuai dengan Pergub tentang RKPD Provinsi Jawa Barat
Tahun 2010 atau terjadi penyimpangan ?
3. Dokumen RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah).
Apakah petunjuk teknisnya sesuai dengan Permendagri No. 25 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 atau
terjadi penyimpangan ?
Tabel 11
Deskripsi Ringkasan
Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung RAPBD 2007
Kategori Belanja
% dari Total
Belanja
Jumlah (Rp.)
Belanja Tidak Langsung
Belanja Pegawai (Gaji)
922.834.832.039,00
47,03
Belanja Bunga
0,00
0,00
Belanja Subsisi
0,00
0,00
3.770.000.000,00
0,19
106.897.050.000,00
5,45
Belanja Bagi Hasil Kepada
Pemerintah Desa
72.035.982.000,00
3,67
Belanja Bantuan Keuangan
52.295.576.500,00
2,67
9.420.000.000,00
0,48
1.167.253.440.539,00
59,49
Belanja Pegawai (Honor)
110.096.257.450,00
5,61
Belanja Barang dan Jasa
214.906.783.695,00
10.95
Belanja Modal
469.920.579.115,00
23,95
Sub Total
794.923.620.620,00
40,51
1.962.177.060.799,00
100,00
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Tidak Terduga
Sub Total
Belanja Langsung
Total Belanja
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
49
Tabel 12
Hasil Latihan Analisis Peserta Terhadap
Ringkasan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung RAPBD 2007
Kategori Belanja
Jumlah (Rp.)
% dari Total
Belanja
Belanja Yang Dinikmati Oleh Aparatur Birokrasi
Belanja Pegawai (Gaji)
922,834,832,039,00
47,03
Belanja Pegawai (Honor)
110,096,257,450,00
5,61
1.032.931.089.489,00
52,64
Belanja Bunga
0,00
0,00
Belanja Subsidi
0,00
0,00
3.770.000.000,00
0,19
Belanja Bantuan Sosial
106.897.050.000,00
5,45
Belanja Bagi Hasil
Kepemerintahan Desa
72.035.982.000,00
3,67
Belanja Bantuan Keuangan
52.295.576.500,00
2,67
9.420.000.000,00
0,48
Belanja Barang Dan Jasa
214.906.783.695,00
10,95
Belanja Modal
469.920.579.115,00
23,95
Sub Total
929.245.971.310,00
47,36
1.962.177.060.799,00
100,00
Sub Total
Belanja yang Diterima Publik
Belanja Hibah
Belanja Tidak Terduga
Total Belanja
Kesimpulannya adalah ada ketimpangan belanja langsung hanya 40,51%
sementara itu belanja tidak langsung 59,49%. Penikmat anggaran adalah
aparatur birokrasi yaitu 52,64%, sedangkan publik hanya mendapat
47,36%. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya aparatur dalam birokrasi.
50
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Tabel 13
Hasil Latihan Analisis Peserta terhadap Perhitungan Rata-rata
Kondisi APBD Kabupaten Bandung dari Tahun 2007 – 2010
Pendapatan Daerah
Uraian
Jumlah
(triliun)
Belanja Daerah
%
Pendapatan Asli Daerah
0,145
9
Dana Perimbangan
1,275
81
a.Dana Alokasi Khusus
1,144
73
b. Dana Alokasi Umum
0,017
1
c. Dana Bagi Hasil
0,114
7
Lain-lainnya yang sah
0,155
10
Total Pendapatan
Daerah
1,576
100
Uraian
Jumlah
(triliun)
%
Belanja
Pegawai
0,986
57
Belanja Publik
0,589
43
Total Belanja
Daerah
1,732
100
Dari hasil Perhitungan Analisis Kondisi Anggaran APBD dalam tabel tersebut
maka anggaran belanja publik yang terserap atau terealisasi sebesar 416
Miliar (71 %) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar 173 Miliar (29
%).
Selain menganalisis pengelolaan anggaran, peserta juga diberikan
pengetahuan terkait CRC (Citizen Report Card) yaitu suatu informasi yang
berisi penilaian masyarakat terhadap kinerja lembaga pelayanan publik.
Sedangkan untuk teknik riset CRC bisa dilakukan secara kualitatif melalui
pertanyaan terbuka seperti FGD (Focus Group Discussion) atau bisa juga
melalui pertanyaan tertutup kuantitatif statistik berbentuk kuesioner.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
51
Adapun hasil metode riset CRC melalui FGD dengan peserta Kurpola terkait
pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut :
Tabel 14
Hasil Riset CRC
Masalah
Situasi
Pemerintahan
Kebobrokan birokrasi
pemerintahan menyebabkan
akses dan kapasitas masyarakat
tersumbat yang pada akhirnya
memunculkan masalah Hak
Ekosob masyarakat seperti :
Tidak Aspiratif,
Tidak Partisipatif,
Tidak Transparan,
Tidak Akuntabel
1. Ketidakmampuan masyarakat
memenuhi kebutuhan pokok,
2. Ketidakmampuan masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak,
3. Ketidakmampuan untuk
mengenyam pendidikan yang
tinggi.
Terjadinya Korupsi,
Kolusi dan
Nepotisme
Karakteristik
Pelayanan Publik
Pelayanan publik
tidak terbuka
Pengawasan dan
penegakan hukum
yang lemah
Hasil riset CRC menyimpulkan bahwa permasalahan yang utama dalam
pemerintahan Kabupaten Bandung adalah kebobrokan birokrasi yang
bagaikan fenomena gunung es yang berimbas kepada tertutupnya akses
dan kapasitas publik sehingga mengakibatkan masalah Hak Ekosob.
Peserta menyimpulkan bahwa yang pertama dan utama harus direformasi
di Pemerintahan Kabupaten Bandung adalah birokrasi.
Tidak kalah penting juga peserta Kurpola diberikan pengetahuan tentang
strategi advokasi. Advokasi dapat diartikan sebagai aksi-aksi sosial, politik
dan kultural yang dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan
secara kolektif, melibatkan berbagai strategi termasuk lobi, kampanye,
membangun koalisi, tekanan aksi massa untuk mempengaruhi kebijakan
dalam rangka melindungi hak rakyat dan menghindari bencana buatan
manusia.3 Adapun salah satu metode advokasi adalah melalui strategi
SWOT (Strength = Kekuatan, Weakness = Kelemahan, Opportunity =
Peluang, Threath = Ancaman).
3 Lihat Prolog hal. xi, Tulus dkk (2002), Memecah Ketakutan Menjadi Kekuatan, kisah-kisah
advokasi di Indonesia, Insist Press, Yogyakarta.
52
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Adapun hasil pemetaan yang dilakukan oleh peserta Kurpola dalam strategi
advokasi kebijakan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut:
Tabel 15
Strategi Advokasi Kebijakan Anggaran
Strength
Weakness
Opportunity
Threath
Persamaan
persepsi
masyarakat
Kapasitas materi
pengetahuan
lemah
Adanya kebijakan
reformasi atau
kebijakan prorakyat
Masyarakat dianggap
lemah dan dianggap
salah dalam
menginterprestasikan
kebijakan reformasi
Memperluas
jaringan
masyarakat
Sarana kurang
Mencari donatur
non pemerintah
Akses jaringan
masyarakat dan
donatur ditutup
Mobilisasi
masyarakat
Gampang
emosi, mudah
dipecah belah
Terbangunnya
kekuatan
masyarakat
Munculnya demo
tandingan, politik adu
domba
Dalam advokasi kebijakan anggaran ada 2 strategi yang harus diperankan
yaitu pertama, advokasi horizontal yang mengarah ke masyarakat
sipil dengan tujuan menyatukan persepsi, memperluas jaringan dan
mobilisasi, guna membangun kekuatan. Tentu kita menyadari akan segala
kelemahannya yaitu kapasitas masyarakat yang masih lemah dan gampang
emosi atau terprovokasi. Kedua, melakukan advokasi vertikal yaitu ke
pemerintahan atau pemangku kebijakan dengan tujuan mereformasi
pengelolaan anggaran.
Ada banyak peluang untuk menciptakan reformasi pengelolaan anggaran
di Kabupaten Bandung, karena banyak regulasi negara yang menjamin
akan memberikan sanksi bagi tindak penyelewengan anggaran dan banyak
regulasi yang menjamin partisipasi masyarakat dalam pengelolaan negara.
Namun di balik peluang tersebut, kita juga harus menyadari ada ancaman,
seperti kecenderungan-kecenderungan militerisasi, premanisasi, termasuk
konflik kepentingan yang akhirnya menyebabkan advokasi menjadi chaos
dan deskruktif. Dengan demikian advokasi bisa disebut juga strategi
mengukur kemampuan.
d) Controlling dan Evaluating atau bisa juga disebut MONEV (Monitoring
dan Evaluasi), senantiasa dilaksanakan terutama menyangkut proses
dan teknik Kurpola. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan subtansinya.
Jika pengawasan (monitoring) lebih mengarah kepada kedisiplinan dan
aktivitas para pengelola dan peserta selama Kurpola berlangsung, maka
evaluasi lebih menekankan kepada target atau hasil yang diharapkan dari
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
53
kegiatan Kurpola tersebut. Dengan cara seperti itu, motivasi dan semangat
pengelola program dan peserta Kurpola untuk mengadvokasi kebijakan
anggaran yang pro– kesejahteraan rakyat akan tetap selalu ada.
Dinamika Pelaksanaan Kurpola
Dinamika yang terjadi dalam diskusi pelaksanaan Kurpola menyimpulkan bahwa
secara obyektif jenis masyarakat sipil di Kabupaten Bandung terkait kebijakan
pengelolaan anggaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
Kelompok masyarakat yang tidak mau tahu tentang urusan pengelolaan
anggaran. Mereka beralasan karena itu sudah merupakan tugas pemerintah
untuk mengelola anggaran. Alasan lainnya adalah trauma Orde Baru, yakni takut
dianggap sebagai pembangkang (dissident), jika ikut mengkritik pemerintahan
di Kabupaten Bandung.
Kelompok masyarakat yang tidak tahu, artinya mereka betul-betul tidak
tahu akan haknya dalam kebijakan pengelolaan anggaran. Sebagian besar
waktu mereka hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kelompok masyarakat yang tahu. Di Kabupaten Bandung, masyarakat yang
tahu akan haknya dalam kebijakan pengelolaan anggaran persentasenya masih
kecil. Itupun kapasitasnya masih terbatas.
Suatu kritikan yang obyektif bahwa yang memainkan kebijakan pengelolaan
anggaran di Kabupaten Bandung adalah masih diperankan oleh pejabat birokrasi
dan elit politik. Sementara peran masyarakat sipil belum dapat memberikan
kontribusi yang berarti karena masyarakat sipil sendiri masih terfragmentasi
oleh pengaruh pejabat birokrasi dan terkontaminasi oleh kepentingan elit
politik. Oleh karena itu, baik pengelola program Kurpola ataupun peserta
Kurpola sepakat bahwa harus menciptakan ruang pendidikan politik yang luas,
supaya masyarakat sipil tahu akan haknya dan turut serta dalam menentukan
kebijakan pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung. Pentingnya peran
serta masyarakat sipil dalam kebijakan pengelolaan anggaran adalah untuk
menggugah, membangkitkan political will Pemerintahan Kabupaten Bandung
sendiri.
Ada dua konsep ruang bagi partisipasi politik masyarakat sipil yang disepakati
sebagai rencana tindak lanjut Kurpola dalam merintis pendidikan politik
masyarakat sipil terkait advokasi kebijakan anggaran di Kabupaten Bandung.
Kedua konsep tersebut mengadopsi pendapat Cornwall4 yaitu : a) Invited
Space yaitu kegiatan yang difasilitasi oleh pemerintah dalam merespon tuntutan
masyarakatnya. Invited Space akan lebih mudah mendapatkan dukungan
4 Cornwall, Andrea (2004),’New Democratic Spaces?’, IDS Bulletin Vol.35 No.2, Brighton: IDS
54
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
pemerintah. Pola-pola partnership atau kemitraan serta co–production lebih
mungkin berkembang dalam konsep ini. b) Popular Space yaitu arena
solidaritas dari sesama kelompok dalam masyarakat sipil yang tidak puas
bahkan termarjinalkan dengan kebijakan. Popular Space biasanya mendapat
dukungan dari NGO (Non Government Organization), dan lebih leluasa dalam
melakukan tuntutannya.
Penutup
Negara telah menjamin bahwa setiap warga negara, tidak terkecuali masyarakat
sipil di Kabupaten Bandung berhak berperan serta dalam pengelolaan negara
(Kabupaten Bandung). Negarapun telah menjamin bahwa semua warganya
harus mendapatkan pelayanan hak dasar ekonomi, sosial, budaya, politik dan
kenyamanan lingkungan. Namun disadari atau tidak nampaknya Pemerintahan
di Kabupaten Bandung belum sungguh-sungguh menjalankan jaminan tersebut
dikarenakan pemusatan kekuasaan yang bersifat eksesif di tangan birokrasi
dan pengambil kebijakan, yang akhirnya mempengaruhi (baca : melemahkan)
kontrol sosial dari masyarakatnya. Padahal dalam sebuah negara yang demokrasi
kontrol sosial adalah mutlak.
Untuk menghadapi pemerintahan yang eksesif tersebut, gerakan advokasi
masyarakat sangat diperlukan, karena walau bagaimanapun masyarakatlah
punya kuasa dalam menentukan tatanan pemerintahan dan tujuan negara.
Pemerintah hanyalah abdi masyarakat yang harus mengemban tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya. Oleh karena itu, yang
harus dilakukan masyarakat sipil adalah membangun kekuatan untuk merebut
kedaulatan.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
55
5
Rapor Merah Bupati:
Hasil Penilaian Rakyat
terhadap Kinerja Penerima Mandat
Dadan Ramdan dan Wulandari
Latar Belakang
Rapor adalah dokumen penilaian yang dikenal luas oleh publik. Pemberian Rapor
Merah sebagai hukuman kepada pemimpin yang dianggap gagal menjalankan
mandat memang bukan fenomena baru di Indonesia. BIGS (Bandung Institute
of Governance Studies) telah melakukannya terhadap Pemkot Bandung pada
tahun 20061. Sementara itu tahun 2010 ini, ICW memberikannya untuk
Kapolri Bambang Hendarso Danuri2 dan Lingkaran Survei Indonesia kepada
Pemerintahan SBY-Boediono3.
Namun dalam konteks Kabupaten Bandung, hal itu baru pertama kali dilakukan.
Bupati Bandung selama 5 tahun periode kepemimpinannya dipandang belum
1 Lihat Kompas, Rapor Merah untuk Pemerintah Kota Bandung di http://antikorupsi.org/indo/
content/view/7030/ (akses 11/19/2010 4:56:45 PM)
2 Lihat Okezone news, ICW : Kapolri BHD Dapat Rapor Merah di http://news.okezone.com/
read/2010/10/18/339/383446/icw-kapolri-bhd-dapat-rapor-merah (akses 11/19/2010
5:05:32 PM)
3 Lihat Antaranews, LSI : SBY-Boediono Dapatkan Empar Rapor Merah di http://www.
antaranews.com/berita/1287564464/lsi-sby-boediono-dapatkan-empat-rapor-merah (akses
11/19/2010 5:02:56 PM)
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
57
melahirkan kebijakan–kebijakan yang berdampak terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan masih tinggi, infrastruktur
wilayah masih buruk, kinerja pelayanan publik rendah. Di samping itu aspek
partisipasi, akuntabilitas dan transparansi masih rendah.
Hasil rapat paripurna DPRD untuk menilai Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati Kabupaten Bandung
periode 2005-2010 memiliki banyak kelemahan. Tidak menyentuh subtansi
permasalahan. Dua fraksi yaitu PDI Perjuangan dan PKS walk out dari
persidangan. Sementara 5 Fraksi lainnya yakni Golkar, PAN, Demokrat, dan
Madani memilih melanjutkan persidangan. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan pandangan di antara anggota DPRD dalam menilai kinerja Bupati
selama 5 tahun.
Berangkat dari kondisi ini, maka Forum Diskusi Anggaran bersama alumni
Kursus Politik Anggaran melakukan penilaian terhadap kinerja Bupati Bandung
selama lima tahun dengan menggunakan instrumen rapor. Pemberian rapor
merupakan metode yang akan sangat mudah diadopsi oleh masyarakat dalam
menilai kinerja pemerintah di berbagai tingkatan. Rakyat bisa mengukur
sejauh mana pemerintah telah menjalankan mandat yang diberikan. Caranya
yakni dengan menyandingkan antara janji dan bukti. Janji adalah visi dan misi
yang telah dituangkan dalam dokumen-dokumen perencanaan sedangkan
bukti adalah hasil–hasil pembangunan yang telah dirasakan langsung oleh
masyarakat. Penilaian ini akan makin bernilai, manakala bukti–bukti tersebut
diperkuat oleh dokumen–dokumen perencanaan dan penganggaran.
Menyusun Rapor
Penyusunan rapor dimulai dengan mengkaji dokumen perencanaan dan
penganggaran sebagai data sekunder. Dokumen–dokumen tersebut adalah
: dokumen RPJMD tahun 2005-2010, data BPS Kabupaten Bandung 2008,
dokumen APBD tahun 2005-2010 Dokumen RKPD tahun 2010. Dokumen
tersebut disandingkan dengan fakta–fakta yang ada di lapangan. Fakta–fakta
lapangan diambil dari hasil observasi dan pengalaman para peserta diskusi.
Hal ini dilakukan melalui diskusi yang diikuti oleh FDA dan jaringan termasuk
beberapa alumni Kursus Politik Anggaran. Diskusi diselenggarakan tanggal 1920 Oktober 2010 di Saung Anggaran FDA. Hasil diskusi tersebut kemudian
dituangkan dalam Dokumen Rapor untuk Bupati.
58
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Melakukan Pertemuan dengan Wartawan
Publikasi mengenai hasil penilaian dilakukan melalui sebuah media meeting
yang diselenggarakan pada tanggal 21 Oktober di Saung Anggaran FDA.
Kegiatan itu dihadiri oleh wartawan dari Pikiran Rakyat, Kompas, Tribun Jabar,
Bandung Ekspres, Koran Tempo dan Galamedia. Keesokan harinya berita
tentang Rapor Merah untuk Bupatipun menghiasi halaman–halaman media
massa yang beredar di Kabupaten Bandung.
Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari para pihak terutama pihak pemerintah
daerah. Reaksi tersebut antara lain berupa pelarangan beredarnya media
yang memuat berita Rapor Merah di lingkungan kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung pada hari itu. Reaksi lain adalah pernyataan dari Sekretaris
Daerah yang mempertanyakan validitas metode penilaian. Pernyatan tersebut
dimuat dalam beberapa media keesokan harinya.
Sayangnya rencana untuk menyerahkan Dokumen Rapor Merah ke pihak DPRD
urung dilakukan. Sehingga opini tentang penilaian versi rakyat tersebut tidak
bergulir menjadi gerakan yang lebih luas.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
59
Rapor Merah baru sebatas alat kampanye publik. Belum menjadi alat ukur yang
memiliki dampak hukum terhadap para pengelola pemerintahan yang gagal
menjalankan janji–janji politiknya. Jangankan gerakan masyarakat yang bersifat
ekstra parlementer, legislatif sekalipun tidak memiliki kewenangan politik
untuk “menghukum” pengingkaran janji–janji tersebut. Fraksi–fraksi yang
menganggap bupati gagal menjalankan mandatnya, paling banter, hanya bisa
melakukan walk out pada saat pembahasan LKPJ. Inilah sikap paling keras yang
mungkin dilakukan oleh anggota legislatif.
Sebagai instrumen gerakan sosial, Rapor Merah perlu terus dikembangkan untuk
melakukan kontrol terhadap kinerja para pejabat publik termasuk terhadap para
anggota legislatif dan pelaksana kewenangan yudikatif. Kekuatan rakyat dalam
melakukan kontrol, bukan pada ketajaman analisisnya. Kekuatan rakyat pada
kedaulatannya sebagai pemberi mandat. Kekuatan rakyat ada pada fakta–
fakta yang mereka rasakan langsung sebagai akibat dari kegagalan pelaksana
mandat. Rapor Merah dari rakyat adalah celah untuk memberi arti bahwa
suara rakyat yang dikumpulkan melalui bilik–bilik suara pemilihan bukanlah
suara bisu. Suara yang selama ini disulap menjadi deretan angka kemenangan
para kandidat. Suara rakyat bisa menjadi suara yang memiliki bunyi, berdenting
nyaring manakala mandatnya dikhianati.
60
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Visi
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih Kertaraharja,
melalui Akselerasi Pembangunan Partisipatif yang Berbasis Religius, Kultural
dan Berwawasan Lingkungan, dengan Berorientasi Pada Peningkatan Kinerja
Pembangunan Desa.
Misi
1. Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik
2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram,
dan Dinamis
3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat
5. Memantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa
6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda
7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan
8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa
Penilaian
Misi 1: Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik
Isu
Good
Governance/
Tata
Pemerintahan
yang Baik
Kebijakan/Program
Peningkatan transparansi
program-program
pembangunan.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
• Kurangnya sosialiasi programprogram pembangunan yang
melibatkan masyarakat luas
(media sosialisasi terbatas).
• Tidak tersosialiasikannya
anggaran program
pembangunan secara luas.
• Dokumen kebijakan
perencanaan dan
penganggaran sulit diakses.
• Dokumen anggaran masih
dianggap dokumen rahasia.
• Ketersediaan informasi
dokumen dan data
pendukung sangat lemah.
4,5
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
61
Isu
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Pengembangan
• SKPD belum melaksanakan
akuntabilitas kinerja Instansi
akuntansi dan keuangan
Pemerintah.
secara mandiri (masih
melibatkan konsultan/tim
badan keuangan daerah).
• Renstra dan Renja SKPD tidak
berdasarkan data yang valid.
• Tidak ada konsistensi
kebijakan pelaksanaan
pembangunan dengan
kebijakan perencanaan.
Pengembangan manajemen • Partisipasi baru dalam proses
Partisipatif.
perencanaan, belum sampai
pada proses pembahasan
dan penetapan anggaran
pembangunan.
• Tidak ada jaminan kepastian
usulan masyarakat di
Musrenbang teranggarkan di
APBD .
Kebijakan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik:
1. Intensifikasi Standar
Pelayanan Minimal.
2. Debirokratisasi
Pelayanan Publik.
• Pemerintah Daerah belum
memiliki SPM untuk setiap
sektor pelayanan publik.
• Perizinan masih membebani
pelaku usaha (sulit, mahal,
lambat).
• Pembuatan KTP dan KK
terlalu mahal dan lama
(menurut perda biaya
pembuatan KTP Rp 6.250,-).
Kebijakan Peningkatan
• PAD di bawah 10% per
Kapasitas Keuangan Daerah
tahun, terindikasi mark
1. Optimalisasi pendapatan
down.
asli daerah melalui
• Belanja publik lebih kecil dari
intensifikasi retribusi dan
belanja pegawai.
pajak daerah.
• SILPA di atas 10%,
2. Peningkatan efisiensi
menunjukkan buruknya
dan keefektifan
kinerja pemerintah daerah.
pembiayaan daerah.
3. Optimalisasi kinerja
Badan Usaha Milik
Daerah.
62
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Nilai
Misi 2: Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib,
Tentram dan Dinamis
Isu
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di
Lapangan
Good
Governance/
Tata
Pemerintahan
yang Baik
1.Kebijakan
•Dalam Pilkada 2010
Peningkatan
terjadi money politic.
Kewaspadaan
•Pembiaran korban
Terhadap Ancaman
bencana.
Instabilitas Kehidupan
Masyarakat.
2.Kebijakan Penegakan
Supremasi Hukum
dan Perlindungan
HAM.
3.Kebijakan
Peningkatan
Kesadaran Politik
Masyarakat dan
Pengembangan
Tatanan Kehidupan
Politik yang
Demokratis.
Nilai
6
Misi 3: Meningkatkan Sumber Daya Manusia/IPM
Isu
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Pendidikan
Kebijakan Peningkatan
Kualitas Pendidikan.
•Belanja Langsung pelayanan sektor
pendidikan rata-rata 15,97%. Artinya
masih di bawah standar minimal 20%
dari APBD, sebagaimana dimandatkan
UUD 1945.
•Dari 15,97%, belanja peningkatan
akses dan mutu hanya 22%. Sebesar
70% digunakan untuk belanja
infrastruktur dan 8% untuk belanja
administrasi perkantoran dan
aparatur.
•Meskipun IPM pendidikan cenderung
naik, namun masih terdapat
sekitar 24 kecamatan yang angka
pencapaian IPM-nya masih di bawah
rata-rata Kabupaten Bandung.
•Modus-modus penyelewengan
anggaran sering terjadi (BOS,
Infrastruktur, DAK).
3,5
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
63
Isu
Kesehatan
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Peningkatan rata-rata
lama sekolah (RLS).
Rata-rata lama sekolah warga Bandung
hanya 8,86, artinya rata-rata setingkat
SLTP
1.Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan
masyarakat.
2.Perlindungan ibu,
anak dan reproduksi
3.Penanggulangan
penyakit.
4.Pengembangan
jaminan pelayanan
kesehatan bagi
masyarakat.
•Total belanja kesehatan hanya
mendapat porsi 7,88% (relatif kecil)
sehingga sulit meningkatkan akses
dan mutu kesehatan.
•Tidak terlayaninya dengan baik pasien
rujukan GAKIN dan JAMKESMAS di
rumah sakit.
•Belum optimalnya implementasi Perda
No. 8 Tahun 2009 tentang KIBBLA.
•Belum terimplementasinya Perda No.
10 Tahun 2009 tentang Jaminan
Kesehatan di Kabupaten Bandung.
•Kapasitas penanganan Pilariasis yang
lemah mengakibatkan kematian
•Masih banyak pungutan dari orang
sakit
Nilai
5,5
Misi 4: Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat
Isu
Kemiskinan
64
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Kebijakan Peningkatan
Potensi Perekonomian
Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan.
•Alokasi sektor ekonomi hanya
4% dari total APBD yang dikelola untuk 7 SKPD sehingga
sulit meningkatkan pengelolaan potensi ekonomi dan
menanggulangi kemiskinan.
•Angka Kemiskinan selama 5
tahun mengalami kenaikan.
•Selama 5 tahun, indeks daya
beli masyarakat tidak mencapai target yang ditentukan.
•Berdasarkan data dalam
angka BPS, ada 24 Kecamatan memilik IPM di bawah
IPM kabupaten Bandung.
3.5
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Isu
Kebijakan/Program
Kebijakan Perbaikan Iklim
Ketenagakerjaan.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
• Sempitnya lapangan pekerjaan.
• Upah buruh masih tergolong
rendah.
Misi 5: Memantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa
Isu
Sosial
keagamaan
Kebijakan/Program
Peningkatan bimbingan
agama bagi aparatur
pemerintah dan
masyarakat.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
• Pemerintah daerah belum
amanah.
• Masih terdapat
praktik korupsi atau
penyelewenangan
anggaran.
• Iman dan Takwa belum
masuk ke dalam ruangruang pengambilan
keputusan.
• Baru sebatas seremonial.
Nilai
4
Misi 6: Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda
Isu
Budaya
Kebijakan/Program
1.Kebijakan Peningkatan
Kesadaran dan
Kecintaan Terhadap
Budaya Sunda.
2.Kebijakan
Pengembangan dan
Pelestarian Budaya
Sunda.
3.Kebijakan Pemantapan
Ketahanan Budaya
Masyarakat.
Evaluasi/Fakta di Lapangan
•Rendahnya apresiasi dan
dukungan pemda pada
pegiat seni dan budaya
yang ada dikomunitas.
•Belum adanya regulasi
yang berkaitan dengan
pengembangan dan
pelestarian budaya sunda.
•Pagelaran Seni Budaya
dipolitisasi.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Nilai
4
65
Misi 7: Memelihara Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan
Isu
Lingkungan
Hidup dan
Kebencanaan
66
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
1.Kebijakan
•Rata-rata alokasi anggaran
meningkatkan daya
hanya 1,16% dari totat APBD
dukung dan kualitas
padahal wilayah kabupaten
lingkungan.
Bandung memiliki tingkat
2.Pengelolaan dan
kerusakan yang tinggi dan
pendayagunaan limbah.
menimbulkan bencana.
3.Penegakan hukum
•Tingkat
pencemaran sumber
lingkungan.
daya
air
yang tinggi.
4.Pengelolaan dan
pendayagunaan limbah. •Lemahnya penegakan hukum
sektor lingkungan.
•Buruknya penanganan
bencana (gempa, banjir dan
longsor).
Kebijakan Menyerasikan
Pemanfaatan dan
Pengendalian Ruang
Dalam Sistem Tata Ruang
Yang Terpadu.
• Alih fungsi lahan di kawasan
hutan, sawah.
• Tingkat pengawasan yang
rendah.
• Menjamurnya galian-galian
C di perbukitan yang
dilegalkan.
Penanggulangan
Bencana.
• Pemerintah belum memiliki
Rencana Aksi Daerah (RAD)
dalam penanganan bencana.
• Pengurangan resiko bencana
belum menjadi masinstream
dalam pengambilan kebijakan
pembangunan.
• Pemerintah daerah kurang
tanggap dan lambat dalam
melakukan tindakan tanggap
darurat bencana (terlalu
birokratis).
• Dana bantuan rehab rekon
untuk korban gempa
terlambat karena tidak
ditetapkan APBD Perubahan
2009.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Nilai
4,5
Misi 8: Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa
Isu
Kebijakan/Program
Evaluasi/Fakta di Lapangan
Nilai
Otonomi Desa
1.Kebijakan
Meningkatkan
Kapasitas
Pemerintahan Desa
dan Ketahanan
Masyarakat Desa.
2.Kebijakan
Meningkatkan
Pemberdayaan
Ekonomi Perdesaan.
3.Kebijakan
Meningkatkan
Pembangunan
Kawasan Perdesaan.
•Rata-rata Alokasi Dana
Perimbangan Desa /ADPD hanya
2 % per tahun, sedangkan dalam
aturan minimal 10% dari APBD.
•Alokasi Dana Perimbangan
Desa/ADPD setiap tahun
mengalami penurunan sehingga
sulit meningkatkan kualitas
kemandirian desa.
•Rendahnya kapasitas desa dalam
menyusun RPJMDes.
•Meskipun ada Perda No. 10
Tahun 2007 tentang penyerahan
sebagian urusan kabupaten
ke desa namun kewenangan
yang diberikan ke desa belum
dijalankan.
4
Rapor Merah Obar Sobarna
Misi
Mewujudkan Kepemerintahan yang baik
Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib,
Tentram dan Dinamis
Nilai
4,5
6
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
4,5
Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat
3,5
Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa
4
Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda
4
Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan
Berkelanjutan
Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa
Nilai Rata-Rata
4,5
4
4,4
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
67
6
Memancing Anggaran dengan Keping Koin
dan Gerakan Seribu Tangan
Kisah Advokasi Korban Banjir Bandung Selatan
Umar Alam Nusantara
Keping demi keping koin dikumpulkan oleh warga korban banjir di Kecamatan
Baleendah dan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung. Kardus–kardus bertuliskan
Koin Peduli Citarum terus diedarkan warga di pinggir jalan raya selama berhari
hari. Yang menarik, ternyata koin–koin yang terkumpul bukan digunakan untuk
kebutuhan para warga yang masih bertahan di tempat–tempat pengungsian.
Keping–keping koin tersebut dikumpulkan untuk menyumbang Pemerintah
Provinsi Jawa Barat yang mengaku tidak memiliki anggaran untuk menangani
persoalan banjir di Bandung Selatan.
Puncak pengumpulan koin dilakukan bertepatan dengan Aksi Seribu Tangan
untuk Citarum yang digelar tanggal 5 Juni 2010. Dalam kegiatan ini warga
korban banjir bersama dengan para relawan bencana dari Baraya Bandung
melakukan aksi pengerukan lumpur dan sampah di badan Sungai Citarum,
tepat di bawah jembatan yang menghubungkan Kota Kecamatan Dayeuh
Kolot dengan Baleendah. Aksi yang menggunakan pelatan seadanya inipun
merupakan sindiran terhadap pemerintah provinsi yang belum juga menurunkan
alat berat untuk mengeruk endapan Sungai Citarum. Mengeruk badan sungai
yang sedemikian lebar dan dalam menggunakan peralatan seadanya tentu hal
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
69
yang kurang masuk akal di zaman seperti sekarang. Namun warga korban banjir
terpaksa melakukannya karena pemerintah terkesan tidak serius menyikapi
persoalan banjir yang rutin terjadi setiap tahunnya.
Banjir tahunan yang melanda Kawasan Bandung Selatan terutama di Kecamatan
Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang diakibatkan oleh meluapnya
sungai Citarum. Kondisi ini terjadi akibat menurunnya daya tampung Sungai
Citarum di musim penghujan. Tingginya tingkat sedimentasi sungai membuat
sungai semakin dangkal. Hal ini diperparah dengan oleh rekayasa pelurusan
aliran sungai pada beberapa titik di daerah yang lebih hulu. Pelurusan ini
mengakibatkan volume air yang bisa ditampung Citarum menjadi berkurang
sehingga mempercepat laju air dari wilayah lebih hulu seperti Sapan dan
Majalaya ke Baleendah.
Di antara masyarakat korban banjir tersebut terdapat tokoh–tokoh yang
sebelumnya telah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diselenggarakan
oleh FDA pada tahun 2010. Sedangkan Baraya Bandung adalah tim tanggap
darurat bencana yang dibentuk oleh Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK)
beserta Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bandung Selatan, Garda Caah
Majalaya dan komunitas lainnya.
Pemerintah Lamban
Menurut Komandan Operasi Baraya Bandung, Cecep Yusuf Mulyana advokasi
terhadap kebijakan penanganan banjir dilakukan karena masyarakat menilai
Pemkab Bandung, Pemprov Jabar, dan pemerintah pusat, lamban dalam
menyelesaikan permasalahan pascabanjir yang terjadi di Kawasan Bandung
Selatan.
“Kawasan Cekungan Bandung, khususnya Kabupaten Bandung menyimpan
banyak potensi bencana alam. Terutama banjir dan tanah longsor serta gempa
bumi. Namun situasi ini sepertinya tidak memacu pemerintah untuk melakukan
percepatan terhadap penanganan bencana. Saat ini merupakan waktunya
untuk mengatasi masalah pascabencana banjir secara menyeluruh. Agar banjir
tidak lagi menjadi bencana langganan bagi warga Bandung Selatan,” kata
Cecep
Menurut Cecep, saat pengumpulan koin dilakukan, belum ada tanda-tanda
yang mengarah kepada penyelesaian masalah pascabanjir, seperti pengerukan
badan sungai yang sudah sangat dangkal. Sehingga bisa dipastikan bahwa
warga Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang akan mengalami hal yang
sama di penghujung tahun 2010 manakala musim hujan kembali datang.
70
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Pada saat itu Baraya Bandung dan warga korban menilai alasan ketiadaan dana
sangatlah tidak masuk akal. Sebagai kawasan bencana, alokasi untuk cadangan
dana tanggap darurat harus selalu tersedia dalam kas pemerintah kabupaten
maupun provinsi. Persoalan utamanya adalah lemahnya kemauan politik jajaran
pemerintahan untuk memberikan pelayanan publik kepada warga yang tertimpa
bencana. “Kelambatan penanganan adalah cermin lemahnya birokrasi. Hal ini
jelas menjadi hambatan utama dalam penanggulangan banjir. Karena itu, untuk
menyuntik motivasi para birokrat maka warga bergerak mengumpulkan koin
untuk disumbangkan kepada pemerintah.
Rencana advokasi dimatangkan dalam konsolidasi antara Baraya Bandung dan
masyarakat korban banjir kerap dilakukan di “Saung Anggaran” yang merupakan
istilah bagi tempat berkumpulnya jaringan Forum Diskusi Anggaran (FDA). Posisi
“Saung Anggaran” menjadi strategis karena jaraknya yang dekat dengan korban
banjir Baleendah dan Dayeuhkolot.
Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen anggaran pemerintah kabupaten dan
provinsi, ditarik kesimpulan bahwa pemerintah provinsi tidak tanggap terhadap
ancaman banjir selanjutnya karena kegiatan penanggulangan Ci tarum belum
masuk dalam daftar kegiatan yang tertera di dalam APBD provinsi tahun 2010.
Maka strategi yang dibangun adalah mendesak agar pemerintah propinsi segera
membahas penanganan banjir Bandung Selatan dalam APBD Perubahan. Serta
mendorong agar pemerintah kabupaten mengucurkan dana stimulan bagi
masyarakat korban.
Bentuk aksi yang dipilih adalah aksi alegoris, yaitu aksi yang ditujukan untuk
menyindir “kemiskinan” pemerintah yang tidak memiliki anggaran untuk
program pengerukan sungai Citarum. Masyarakat korban banjir menggalang
pengumpulan koin yang akan diserahkan kepada pemerintah provinsi sebagai
modal awal membeli alat berat untuk pengerukan. Bentuk sindiran lainnya
adalah aksi mengeruk citarum dengan menggunakan tangan dan cangkul.
Aksi ini diberi nama “Aksi Seribu Tangan untuk Citarum” Pesan yang ingin
disampaikan adalah bahwa korban banjir terpaksa harus mengumpulkan dana
sendiri serta mengeruk Sungai Citarum dengan menggunakan tangan karena
pemerintah provinsi tidak memiliki anggaran untuk pengerukan Citarum.
Pengumpulan Koin dan Gerakan Seribu Tangan
untuk Citarum
Aksi pengumpulan koin dilakukan mulai tanggal 29 Mei 2010. Aksi dilakukan
oleh warga korban banjir dari Kampung Leuwi Bandung, Desa Citeureup,
Kecamatan Dayeuh Kolot dan Kelurahan Andir maupun Kelurahan Baleendah
serta Kampung Cieunteung, Kecamatan Baleendah. Mereka mendatangi pusat-
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
71
pusat keramaian yang berlokasi di sekitar Dayeuhkolot dan Baleendah. Aksi ini
berhasil mengumpulkan koin sejumlah Rp. 1.130.000,Menurut Umar Alam Nusantara Sekretaris Eksekutif FDA, koin yang dikumpulkan
berasal dari warga korban banjir serta masyarakat lain yang memiliki kepedulian.
Aksi ini merupakan gerakan moral untuk mengetuk hati birokrasi agar lebih
serius dalam mengalokasikan anggaran bagi penyelesaian masalah–masalah
yang berkembang di masyarakat. Koin yang terkumpul akan diserahkan kepada
Ahmad Heryawan selaku kepala pemerintahan provinsi Jawa Barat. “Mudah
mudahan dengan modal yang dikumpulkan oleh masyarakat, para pemegang
kuasa pengaturan dan pengelolaan anggaran akan termotivasi untuk segera
mengalokasikan anggaran penanganan banjir di Bandung Selatan sesegera
mungkin.
Meski jumlah koin yang berhasil dikumpulkan tidak terlalu banyak, namun aksi
ini berhasil membangun solidaritas di antara korban banjir. Serta menguatkan
kesadaran mereka akan pentingnya melakukan advokasi kebijakan pascabanjir.
Tidak berhenti sebatas pengumpulan koin, warga memperkuat kampanyenya
dengan mengelar “Gerakan Seribu Tangan Citarum”. Momentum yang dipilih
bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertepatan dengan
tanggal 5 Juni 2010. Gerakan ini ditandai dengan aksi pengerukan sampah
dan lumpur di Sungai Citarum oleh warga korban banjir beserta komunitas–
komunitas yang peduli dengan persoalan Citarum.
Dalam siaran persnya, Baraya Bandung menyebutkan bahwa Gerakan Seribu
Tangan untuk Citarum ini diikuti oleh:
1. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 20 Kelurahan Baleendah
Kecamatan Baleendah
2. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 28 Kelurahan Baleendah
Kecamatan Baleendah
3. Warga Korban Banjir RW 09 Kelurahan Baleendah Kecamatan
Baleendah
4. Warga Korban Banjir Kp. Cigosol RW 09 Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah
5. Warga Korban Banjir Kp. Leuwi Bandung RW 14 Desa Citeureup
Kecamatan Dayeuhkolot
6. Warga Korban Banjir Kp. Kaum RW 09 Desa Dayeuhkolot Kecamatan
Dayeuhkolot
7. Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK)
8. Baraya Bandung
9. Aruphadatu
10. Ikatan Pelajar Peduli Bencana (IPPB)
11. Solidaritas Masyarakat Korban Bencana (SMKG)
12. Garda Caah Rescue
72
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
13. Masyarakat Peduli Sumber Air (MPSA)
14. FK Kompepar Kab. Bandung
15. Elemen Lingkungan (Elingan)
16. BEM FKIP UNIBBA
17. Wanapasa
18. FKS Merah Putih Bersatu
19. POKSIMAS
20. CAKRAM
21. TAPAL
22. Forum Komunikasi Pencinta Alam Kabupaten Bandung
Terkait dengan kegiatan tersebut , Pikiran Rakyat On Line tanggal 6 Juni
2010 melansir berita bahwa sedikitnya lima ratus orang warga korban banjir
Citarum menggelar aksi “1.000 Tangan untuk Keselamatan Warga Citarum”
di sekitar jembatan Dayeuh Kolot, Sabtu (5/6). Selain untuk memperingati
Hari Lingkungan Hidup Sedunia, aksi itu dilakukan sebagai bentuk kritik warga
terhadap tindakan pemerintah yang terkesan lamban dalam menangani banjir
Citarum.
Aksi mulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung sekitar dua jam. Sejumlah warga
turun ke Sungai Citarum di bawah jembatan Dayeuh Kolot untuk mengeruk
lumpur dengan menggunakan peralatan seadanya. Bahkan sebagian warga
mengeruk sungai dengan tangan. Sementara itu, warga lainnya mengumpulkan
koin peduli banjir di sekitar jembatan. Seperti dikutip oleh PR, koordinator aksi
Heri Ferdian mengatakan, aksi itu bertujuan mendesak pemerintah agar segera
melakukan penanganan terhadap korban banjir. “Pemerintah selaku pemegang
kebijakan publik seharusnya bertindak cepat menangani masalah ini karena
sudah banyak warga yang menjadi korban,” katanya.
Aksi ini mendapat tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Harian
Galamedia memuat pernyataan Camat Baleendah, Drs. Yogi J.B., M.Si .
“Berdasarkan hasil kajian kecamatan dan tim teknis Dinas Sumber Daya Air
Pertambangan dan Energi (SDAPE) Kab. Bandung, Kebutuhan dana untuk
menanggulangi atau meminimalisasi bencana banjir di Kec. Baleendah, Kab.
Bandung mencapai Rp 14 miliar,” ungkap Yogi seperti dikutip oleh Galamedia.
Yogi mengatakan, pihaknya telah mengusulkan agar Pemkab Bandung
memberikan bantuan untuk menanggulangi dan meminimalisasi banjir di Kec.
Baleendah sebesar Rp 14 miliar. Dana tersebut diantaranya untuk normalisasi,
pembuatan tanggul, pintu air, gorong-gorong, dan hal lainnya. Namun dana
itu akan lebih diprioritaskan untuk saluran gelontoran kota yang ada di Kp.
Cieunteung, Mekarsari, Cigadog yang masuk Kel. Baleendah, di Kel. Andir,
Desa Rancamanyar, dan di desa-desa lainnya.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
73
“Usulan anggaran pembangunan untuk meminimalisasi bencana banjir di Kec.
Baleendah itu, diharapkan bisa dikawal terus oleh Pansus Banjir dan Bencana
Alam DPRD Kab. Bandung, guna dimasukkan dalam anggaran APBD Kab.
Bandung 2011 mendatang,” harapnya.
Audiensi dengan Pansus Banjir dan Bencana Alam DPRD
Kabupaten Bandung
Setelah melakukan pengkondisian di tingkat masyarakat dan melakukan
penggalangan dukungan serta kampanye di media massa, maka tibalah giliran
untuk melakukan audiensi dengan para pemegang keputusan. Pada tanggal
10 Juni 2010, sekitar dua puluh orang perwakilan warga Cieunteung, Andir,
Cigosol, Leuwi Bandung dan Parung Halang mendatangi DPRD Kabupaten
Bandung. Perwakilan ini diterima oleh Pansus Bencana Alam yang dibentuk
oleh DPRD. Menurut Komandan Operasional Baraya Bandung, Cecep M Yusuf,
beberapa poin penting dari audiensi tersebut antara lain:
1. Warga korban banjir menolak dilakukannya relokasi sebagai solusi
penanganan seperti yang telah ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten
Bandung melalui angket yang disebarkan kepada warga. Pola ini
pernah diterapkan pada tahun 1986 dan gagal. Masyarakat Kampung
Cieunteung Baleendah yang direlokasi ke perbukitan sekitar perlahan–
lahan kembali ke lokasi. Tempat relokasi dianggap tidak layak karena
akses jalannya buruk dan jauh dari tempat kerja warga.
2. Warga meminta agar pemerintah melakukan pengerukan Sungai
Citarum di wilayah banjir. Saling lempar tanggung jawab dalam
penyelesaiaan masalah banjir Bandung Selatan harus segera dihentikan.
Warga berharap agar kordinasi dan sinergitas antara instansi baik di
tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional segera dilakukan..
3. Warga mendesak agar pemerintah dapat memenuhi hak-hak
dasar warga korban banjir seperti kesehatan, makanan, sandang,
pendidikan, ekonomi yang terganggu akibat banjir berkepanjangan.
Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh warga korban banjir
adalah pemulihan ekonomi. Karena dengan banjir, tempat usaha,
akses mereka berusaha terhambat.
Menanggapi tuntutan warga tersebut Pansus berjanji akan segera melakukan
koordinasi dengan eksekutif serta pihak lain yang terkait dengan penanganan
masalah–masalah tersebut. Terkait dengan penanggulangan masalah ekonomi,
Dewan berjanji akan memprioritaskan alokasi bantuan modal usaha bagi pelaku
ekonomi kecil di kawasan banjir.
74
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Turunnya Dana Stimulan untuk Korban Banjir
Dalam kesempatan kunjungan ke wilayah banjir Baleendah, Bupati Kabupaten
Bandung menyatakan bahwa pihaknya akan mengucurkan dana sebesar 4,1
milyar rupiah. Anggaran tersebut merupakan dana stimulan yang bisa digunaka
oleh masyarakat korban banjir untuk memperbaiki kerusakan–kerusakan yang
dialami.
Cecep M Yusuf menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelusuran Baraya
Bandung, anggaran yang turun untuk Kecamatan Baleendah adalah sebesar
680 juta rupiah. Warga Kampung Cieunteung Baleendah mendapatkan
bantuan perbaikan tempat tinggal sebesar Rp 300.000,- untuk rusak ringan, Rp
1.000.000,- untuk rusak sedang dan Rp 2.500.000,- untuk rusak berat. Masih di
Kecamatan Baleendah , warga Kampung Andir menerima bantuan sebesar Rp
150.000,- untuk rusak ringan tetapi pada kenyataannya warga hanya menerima
uang Rp 100.000,- Menurut penjelasan aparat setempat yang 50 ribu rupiah
akan didistribusikan kepada warga korban banjir yang belum terdata. Warga
korban banjir di Dayeuh Kolot menerima dana stimulan sebesar 477 juta rupiah.
Dana ini dibagikan kepada warga korban banjir di Desa Citeureup, Dayeuh
Kolot dan Cangkuang Wetan.
Menyerahkan Koin Kepada Gubernur
Selain melakukan tekanan terhadap pemerintahan di tingkat kabupaten, advokasi
juga diarahkan untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Pada tanggal 28 Juni 2010 sedianya warga akan melakukan aksi long march sejauh
lebih kurang 10 km dari Jembatan Citarum di Dayeuh Kolot menuju Gedung Sate.
Namun memperimbangkan kemacetan yang mungkin ditimbulkan maka pilihannya
adalah melakukan aksi unjuk rasa langsung di halaman Gedung Sate.
Dalam unjuk rasa ini warga meminta bertemu Gubernur. Warga ingin untuk
menyerahkan koin langsung ke tangan Gubernur sebagai modal pembelian alat
berat yang bisa digunakan mengeruk Citarum. Sayangnya meski warga sudah
melayangkan surat permohonan audiensi beberapa hari sebelumnya, Gubernur
belum bisa menerima delegasi warga. Akhirnya delegasi hanya berdialog
dengan utusan Gubernur di gedung DPRD. Utusan itu datang setelah dipanggil
oleh anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan.
Dalam pertemuan tersebut, utusan Gubernur menyampaikan bahwa, Ahmad
Heryawan bersedia menerima warga satu minggu setelah pertemuan hari itu.
Beberapa hari kemudian, di lapangan terlihat mulai ada kegiatan pengerukan
yang menggunakan satu alat berat. Sementara kepastian pertemuan dengan
Gubernur tidak kunjung diterima oleh masyarakat.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
75
Warga memutuskan untuk membentuk posko advokasi di Kampung Cieunteung
Kecamatan Baleendah. Warga tetap menginginkan pertemuan dengan
Gubernur, karena pengerukan yang hanya menggunakan satu alat berat
dipandang tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap penyelesaian
masalah banjir. Bahkan saat perayaan Idul Fitri (10 September 2010), warga
korban banjir terpaksa merayakan dalam kondisi banjir.
Pertemuan dengan Gubernur baru bisa terlaksana beberapa hari setelah
lebaran.Pada tanggal 13 September 2010, Ahmad Heryawan melakukan
dialog dengan warga korban banjir di Posko Advokasi di Kampung Cieunteung.
Gubernur menyatakan bahwa pihaknya telah berkordinasi dengan pemerintah
pusat terkait dengan penanganan banjir Bandung Selatan. Menurut Gubernur,
yang didampingi sejumlah pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sejauh ini dalam APBN 2010 atau di dalam
perubahannya belum tercantum anggaran untuk penanggulangan untuk
penanggulangan banjir di wilayah ini.
Foto demonstrasi di depan Gedung Sate Bandung dalam aksi penyerahan uang koin
gerakan seribu tangan untuk Citarum. (dok. PSDK)
76
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Menurut Heryawan, anggaran yang diperlukan untuk pengerukan sebagian
badan Sungai Citarum sepanjang 30 kilometer, dari Sapan Kecamatan
Bojongsoang hingga ke Curug Jompong membutuhkan anggaran sebesar
125 milyar rupiah. Kebutuhan itu belum termasuk termasuk biaya normalisasi
sembilan anak Sungai Citarum serta biaya perbaikan dan pembangunan kirmir,
konservasi. Gubernur berjanji akan memastikan bahwa anggaran tersebut
dapat dimasukkan dalam APBN 2011.
Pada kesempatan ini, Bah Edi salah satu tokoh masyarakat korban banjir
menyerahkan keping–keping koin yang telah dikumpulkan. Keping–keping
koin yang sekian lama menanti uluran tangan Gubernur untuk menerimanya.
Keping koin yang berisi keinginan warga korban untuk bebas dari kepungan
banjir yang datang setiap tahun seperti hari lebaran.
Kronologi Kejadian
1 Januari 2010
Pendirian Posko Mitigasi PSDK - Baraya Bandung di
Kampung Leuwi Bandung Kecamatan Dayeuh Kolot. Posko
ini berfungsi untuk melakukan tanggap darurat terhadap
dampak bencana banjir di Kecamatan Baleendah, Dayeuh
Kolot dan Bojongsoang.
30 Mei 2010
Pengumpulan “Koin untuk Pengerukan Citarum”.
5 Juni 2010
Gerakan “Seribu Tangan untuk Citarum” sekaligus
Peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia.
10 Juni 2010
Audiensi korban banjir Bandung Selatan dengan Panitia
Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD Kabupaten
Bandung.
14 Juni 2010
Audiensi korban bencana banjir Bandung Selatan bersama
Panitia Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD
Kabupaten Bandung ke Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat.
28 Juni 2010
Aksi jalan kaki korban bencana banjir Bandung Selatan ke
Gedung Sate.
1 juli 2010
Audiensi korban bencana banjir Bandung Selatan dengan
Panitia Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD
Kabupaten Bandung.
13 September 2010
Dialog Gubernur dengan warga korban banjir di Posko
Advokasi Banjir Bandung Selatan.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
77
7
Kursus Politik Anggaran
Membangkitkan Gairah Gerakan Sosial
di Kabupaten Bandung
Heri “Parahyangan“ Ferdian
“Hidup sebagai petani penggarap, tak membuat saya patah arang
untuk terus terlibat dalam gerakan perubahan sosial di Kabupaten
Bandung. Dengan segela keterbatasan yang ada, izinkan saya berbagi
“kekayaan” tentang politik anggaran daerah. Tulisan ini adalah hasil
pendalaman saya terhadap makna Kursus Politik Anggaran yang
diselenggarakan oleh FDA. Kegiatan ini memberikan mandat bagi saya
untuk menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.” – Heri Ferdian.
Harga kesetiaan perubahan sosial yang melekat dalam jati diri gerakan rakyat
seiring berkembangnya organisasi kemasyarakatan, menuntut Forum Diskusi
Anggaran (FDA) menggagas kursus politik anggaran di Kabupaten Bandung
dengan tujuan “Meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi
Anggaran untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan
hak dasar warga negara di Kabupaten Bandung”. Program tersebut sudah setahun
dilaksanakan terhitung dari bulan September 2009 sampai dengan September
2010. Dalam inisiasinya, FDA bekerjasama dengan Perkumpulan INISIATIF Bandung
dan Yayasan Tifa. Dari namanya saja “kursus politik anggaran”, tentu ini sudah
sangat mengundang perhatian berbagai kalangan di Kabupaten Bandung, baik
dari birokrat, aktor politik, lembaga swadaya masyarakat, dan stakeholder lainnya.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
79
Selama ini pemahaman tentang politik anggaran yang meliputi proses perencanaan,
pembahasan, penetapan dan pengelolaan anggaran, serta pertanggungjawaban
mengenai kinerja pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat tabu dan
tidak pernah jatuh ke publik secara luas. Itu terjadi karena akses masyarakat
terhadap dokumen data dan informasi anggaran sangatlah sulit, bahkan terkesan
dirahasiakan. Kondisi ini tentu mengundang kepenasaran dan pertanyaan yang
begitu besar dari masyarakat khususnya warga belajar1 kursus politik anggaran.
Ketersedian data dan dokumen perencanaan dan penganggaran yang FDA miliki,
menjadi petunjuk untuk setiap warga belajar agar bisa mengenal bentuk dan
jenisnya, serta mengetahui fungsi dan subtansi pembangunan yang terkandung
di dalamnya.
Keterbatasan publik dalam hal akses informasi anggaran, kemampuan analisis
ang­garan, alat dan kendaraan advokasi, merupakan faktor penghambat akan
keberlangsungan partisipasi publik dalam mengartikulasikan kebutuhan. Akibatnya
banyak ketidakpastian mengenai realisasi hasil-hasil perencanaan. Di samping itu,
kepentingan masyarakat dalam proses penganggaranpun masih termarjinalkan.
Hal ini membutuhkan perhatian yang serius, karena perencanaan dan pengelolaan
anggaran yang seluas-luasnya hak publik, kini disandera dan dipergunakan untuk
pemupukan kekuasaan elit politik semata.
Sangat ironis, di satu sisi pelayanan publik belum terlayani dengan sebaik-baiknya
semen­tara penguasa dengan sewenang-wenang berperilaku tidak wajar dalam
mengelola sumber daya yang ada.
Rakyat yang mulai sadar, hatinya kini terus tersakiti tapi tidak pernah tahu sampai
kapan penderitaannya akan terhenti. Kepedulian beserta rasa tanggung jawab
sosial akan hal inilah yang menjadikan FDA dapat terus melangkah. Forum Diskusi
Anggaran memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini tidak tersentuh
kebijakan dan anggaran yang dibuat pemerintah.
Ketimpangan alokasi anggaran antara belanja untuk pegawai yang lebih besar
ketim­bang belanja untuk pembangunan, menunjukkan bahwa pemerintahan
daerah tidak memiliki komitmen dan keinginan dalam meningkatkan kualitas pela­
yanan publik. Karena manfaat anggaran yang seharusnya adalah untuk publik,
malah menjadi rebutan para pemangku kebijakan dalam memenuhi tuntutan
kepen­tingannya.
Memanasnya konflik Bupati dengan legislatif yang terus berkepanjangan sekitar
bulan Oktober–Desember 2009, membuat terabaikannya tugas dan fungsi pela­
yanan kedua belah pihak kepada masyarakat. Hal itu terbukti pada pembahasan
dan penetapan APBD Perubahan tahun 2009 yang tidak pernah dilaksanakan.
Padahal masih terdapat sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang mencapai Rp.
344 miliar atau sekitar 70% dari total belanja langsung sebesar Rp. 494 miliar
APBD tahun 2009.
1 Warga belajar merupakan istilah bagi peserta kursus politik anggaran.
80
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Berikut ilustrasi mengenai rata-rata proporsi umum pengelolaan anggaran
daerah/APBD Kabupaten Bandung 2007-2010:
Inilah kenyataan yang sangat memprihatinkan. Pertikaian individu pemimpin
yang kemudian berdampak sistemik terhadap jalannya kinerja kelembagaan
pemerintahan daerah. Pelayanan publik tidak dapat dijalankan dengan baik sehingga
rakyat yang harus menjadi korban atas kisruhnya pertarungan kepentingan antar
para pemegang kebijakan. Maka, selain penguatan kapasitas publik dalam hal
politik anggaran, kursus politik anggaran juga memiliki tujuan untuk meletakkan
dasar bagi pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintahan daerah Kabupaten
Bandung. Tindak korupsi merupakan musuh besar bangsa yang harus diperangi.
Merebaknya korupsi di tataran penyelenggara institusi negara bukan karena hanya
sekedar iseng karena adanya dukungan kesempatan, melainkan sudah menjadi
tujuan utama ketika mereka berkuasa.
Hal tersebut seolah mendapatkan ruang yang cukup luas dari sistem yang ada.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan keuangan daerah,
belum bisa menjadi acuan bagi para pelaku advokasi anggaran di daerah untuk
mengungkap penyimpangan anggaran yang dilakukan pemerintahan daerah.
Hasil audit BPK bersifat normatif sehingga tidak mungkin menjadi alat bukti bagi
pengungkapan tindak pidana korupsi.
Masih sangat banyak pelanggaran-pelanggaran etika politik anggaran lainnya.
Namun sebagai strategi yang mempertajam ketelitian dan mempertegas penilaian
kritis warga belajar terhadap kepatuhan dan kepatutan proporsi belanja daerah
APBD, maka teknik analisis keefektifan dan efisiensi pengelolaan anggaran
merupakan salah satu muatan teknis yang diperkuat kursus politik anggaran.
Raut wajah pembangunan di pedesaan yang kusam menandakan adanya
kelemahan atas kinerja aparatur daerah Kabupaten Bandung. Forum Diskusi
Anggaran menyadari betul bahwa mengelola keuangan daerah itu sangatlah
tidak mudah, sehingga memandang perlunya kompetensi yang memadai sebagai
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
81
modal kinerja aparat pemerintahan daerah. Hal ini penting dipenuhi agar mereka
mampu memicu kreativitas dalam mengelola potensi daerah untuk meningkatkan
pendapatan serta melakukan penghematan belanja seefektif serta seefisien
mungkin. Apalagi jika dikaitkan dengan kompleksnya permasalahan yang dialami
Kabupaten Bandung.
Forum Diskusi Anggaran merupakan lembaga kerakyatan yang peduli dalam hal
literasi dan advokasi anggaran. Oleh karena itu, FDA membutuhkan kiprah jaringan
komunitas untuk bersama-sama melakukan reformasi sistem perencanaan dan
penganggaran di daerah, karena daulat rakyat atas manfaat Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) masih sangat timpang.
Kebijakan dan politik anggaran sudah saatnya diperbaharui ke arah pemenuhan
hak dasar warga negara dan penanggulangan masalah-masalah prioritas yang
dirasakan oleh masyarakat. Kebijakan dan politik anggaran harus diarahkan untuk
menunjukkan keberpihakan dalam pengurangan angka kemiskinan, meminimalisir
kerusakan lingkungan, mitigasi bencana, peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur, dan prioritas
pembangunan lainnya yang manfaat langsungnya bisa dirasakan oleh masyarakat.
Pengelolaan anggaran dalam setiap tahunnya jangan hanya menyisakan angkaangka yang tidak bisa dikembalikan tanpa wujud pembangunan yang dapat
dinikmati dalam kurun waktu jangka panjang.
Betapa sia-sianya pengelolaan anggaran jika setiap tahun tidak memberikan
dampak yang berarti untuk menunjang kemajuan masyarakat dan daerah. Kesal dan
sangat disayangkan sekali khususnya oleh warga belajar kursus politik anggaran,
Kabupaten Bandung yang kaya akan sumber daya tapi kini seolah tidak mampu
berdaya. Keprihatinan akan kenyataan yang seperti itu mewadahi segudang
rasa keingintahuan untuk menelaah lebih jauh lagi akar permasalahan yang kini
menghimpit Kabupaten Bandung, dan itu yang menjadi semangat awal warga
belajar kursus politik anggaran untuk terus berdinamika dalam proses perencanaan
dan penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung.
Sekelumit prahara kebijakan pengelolaan anggaran daerah di Kabupaten Bandung
menjadi pengantar berlangsungnya kursus politik anggaran terhadap kelompok
masyarakat sipil (Ormas Islam, Organisasi sektor/rakyat), mahasiswa dan pemuda
desa, pelajar, dan anggota DPRD yang kemudian direlokasi lebih tertuju kepada
kader partai politik. Kegelisahan yang begitu lama terpendam dalam jiwa yang
memiliki kepekaan akan realitas sosial, seolah menemukan muara yang sedikit
demi sedikit membukakan kerangka berpikir sehingga kemudian bisa memahami
potret anggaran daerah secara jelas dan sistematis.
Konsep belajar bersama banyak diterapkan dalam kursus politik anggaran. Dalam
situasi ini kerap terjadi tukar informasi dan gagasan terkait dinamika di wilayahnya
masing-masing. Informasi yang berupa permasalahan sosial, politik, ekonomi,
82
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
dan serta sektor lainnya. Bahkan terjadi pula aktivitas mengkaji ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Karena ada indikasi pembangunan yang dijalankan
berangkat dari banyaknya perolehan suara dalam pemilihan umum kepala daerah
maupun calon legislatif. Artinya bagi wilayah di daerah-daerah pemilihan yang
suaranya kecil maka tingkat pembangunan wilayah akan terus tertinggal. Sementara
bagi wilayah yang berkontribusi suara lebih besar pembangunan wilayahnya akan
tetap diistimewakan. Kondisi ini memberikan gambaran kepada publik, kerangka
berpikir membangun versi pemerintah belum sampai pada tingkatan mengejar
kualitas yang adil dan merata baik secara teritorial maupun sektoral. Di benak
mereka hanya terpikir bagaimana sumber daya publik dipergunakan sebesarbesarnya untuk melanggengkan posisi kekuasaan.
Metode pembelajaran yang mengaitkan dengan kenyataan sangat diperlukan. Para
pengajar dituntut memiliki kreativitas dalam penyampaian materi. Menggambarkan
praktek dan pengalaman menjadi sangat penting dalam mempengaruhi makna dari
setiap diskusi. Karena segudang ilmu teoritis saja tidak bisa meredam kegelisahan
warga belajar atas derita yang dirasakan oleh kerabat, tetangga dan lingkungannya.
Derita berupa kesulitan ekonomi dan lapangan pekerjaan, kesulitan memperolah
kemudahan akses dan mutu pelayanan kesahatan yang baik, kesulitan menempuh
jenjang pendidikan sekolah anak dan persoalan-persoalan serius masyarakat lainya.
Hal semacam itu yang menjadikan warga belajar tidak hanya sekedar datang,
duduk dan memperoleh pengetahuan, karena ketika mereka pulang harus ada
hal yang bisa dipraktekkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi serta
disebarluaskan kepada masyarakat.
Segenggam benih pendewasaan berbangsa yang datang mengetuk pintu
gerbong jalannya roda kekuasaan pemerintahan daerah. Benih itu adalah
partisipasi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya di dalam proses perencanaan
dan penganggaran. Jika partisipasi ini dikelola maka dapat menumbuhkan
tingkat keswadayaan dan kemandirian masyarakat dalam mendorong kualitas
pembangunan. Karena selama ini dengan tidak adanya distribusi dokumen data
dan informasi dari pemerintah, masyarakat mulai bersikap apatis dan acuh.
Bagaimanapun dinamika yang terjadi dalam proses perencanaan dan penganggaran
daerah, pemahaman tentang sistem pengalokasian pengelolaan anggaran penting
menjadi salah satu skill politik anggaran yang harus dimiliki komponen masyarakat
secara memadai dalam menunjang advokasi kebijakan anggaran di daerah.
Tumbuh dan berkembangnya kelompok masyarakat sipil di Kabupaten Bandung
adalah kiprah gerakan sosial yang perlu mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
Inilah instrumen sekaligus modal sosial yang akan mengawal implementasi atas
tata kelola pemerintahan daerah yang hari ini belum mampu membawa perubahan
sosial yang dicita-citakan masyarakat secara umum. Kursus Politik Anggaran
diharapkan dapat mengambil peranan penting dalam menumbuhkan masyarakat
masyarakat yang cerdas.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
83
Denyut nadi para pegiat sosial masih terus eksis dan berkarya berdasarkan
pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam melengkapi kehidupan
sosial. Jejak perjalanan advokasi dari sebagian besar warga belajar kursus politik
anggaran selalu mendatangkan inspirasi yang begitu mahal harganya. Lugas dan
apa adanya. Senyum tawa yang tersajikan memberi pertanda bahwa berbagi
beban dalam kebersamaan menjadi sedikit penawar kerinduan akan terciptanya
tata kelola pemerintahan yang mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Kehadiran para peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai kelompok
masyarakat sipil Kabupaten Bandung seolah memberi harapan Kabupaten
Bandung yang lebih baik. Keterlibatan kadernya dalam Kurpola adalah modal
pengembangan kapasitas lembaga dalam hal politik anggaran. Kader tersebut
diharapkan dapat memicu penguatan secara internal dan melahirkan komitmen
untuk bersama-sama dengan FDA melakukan advokasi anggaran daerah.
Bagi para mahasiswa, pemahaman politik anggaran dapat menjadi penunjang
referensi dan menumbuhkan kesadaran untuk membangun daerah setelah
menyelesaikan kuliahnya. Pemahaman politik anggaran yang mereka peroleh dapat
menjadi bahan diskusi di kampusnya masing-masing. Sementara itu, pemahaman
politik anggaran yang dimiliki pemuda desa, menjadi modal dalam pengembangan
sistem perencanaan dan penganggaran desa yang berpihak pada kaum miskin.
Selain itu, pemuda desa memiliki prospek untuk menjadi pemimpin di desanya.
Bagi pelajar, tumbuhnya kepekaan akan realitas sosial yang merupakan cikal bakal
munculnya kesadaran kolektif pelajar dalam menunjukkan sikap kritis di lingkungan
sekolah dan masyarakat. Lebih jauh lagi, ini merupakan investasi jangka panjang
untuk kehidupan mereka setelah masa sekolah. Baik ketika duduk di perguruan
tinggi atau langsung berkiprah di dunia kerja.
Bagi para kader partai politik, model pembelajaran politik anggaran adalah bagian
yang harus tetap diperkuat di internal partai. Model yang sebaiknya diadopsi oleh
partai untuk melakukan pendidikan politik rakyat, kaderisasi serta penguatan
basis–basis pemilihnya.
Forum Diskusi Anggaran telah menjalankan fungsi peningkatan kapasitasnya.
Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pematangan strategi dalam advokasi anggaran.
Mengingat setiap alumni kursus politik anggaran berangkat dari tujuan dan latar
belakang yang berbeda, tentu tidak akan mudah mengintegrasikan tindak lanjutnya
baik secara individu maupun secara kelembagaan.
Meski demikian FDA tetap berharap banyak terhadap semua alumnus kursus untuk
terus melangkah mendorong advokasi kebijakan anggaran yang berpihak kepada
rakyat. Apalagi beberapa lembaga peserta kursus memiliki agenda bersama untuk
menembus blokade kekuasaan dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Tentu saja agar masyarakat sipil dapat memberi pengaruh dalam politik anggaran.
Dalam pandangan FDA, alumni kursus adalah simpul-simpul komunitas (credible
source), yang cukup memiliki potensi dalam mempengaruhi opini publik serta
84
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
dapat menggalang kekuatan rakyat. Jika ini terjadi, maka perimbangan kekuatan
dalam menentukan arah politik anggaran daerah akan terjadi. Sehingga dominasi
elit politik dan birokrasi akan berkurang.
Cucuran keringat advokasi adalah lumuran energi sosial yang diwakafkan rakyat
untuk terciptanya kemajuan daerah. Nalar berpikir masyarakat dalam menilai
kebijakan anggaran di daerah sangatlah kaya akan karakteristik kelokalan, dan
semua itu tidak dapat teridentifikasi dalam waktu yang singkat. Proses penggalian
untuk hal itu memang butuh beragam ilustrasi dan khasanah pengayaan dalam
proses pembelajaran, sehingga nanti akan menuntun semua hal yang tersembunyi
bisa terungkap dan terekam, sebagai rambu-rambu dalam menyusun rencana
advokasinya.
Kursus politik anggaran ternyata bisa membuka berbagai dimensi pandangan
politik warga belajar terhadap jalannya pemerintahan daerah, karena pada dasarnya
kebijakan anggaran akan erat kaitannya dengan otoritas kepemimpinan daerah
yang dalam hal ini Bupati, karena keberhasilan reformasi daerah dan tata kelola
anggaran yang berpihak kepada rakyat di beberapa daerah di tanah air memang
selalu ditunjang oleh figur dan itikad baik pemimpinnya.
Kesamaan pandangan politik itulah yang memperkuat komitmen antara FDA
dengan mitra jaringan. Karena apapun bentuk pembelajaran publik dan gerakan
sosial yang dibangun hari ini harus memiliki keyakinan bahwa yang kita cari bukan
sekedar ukuran materi namun sejarah. Mungkin kenyataannya memang abstrak
dan sulit diukur, tapi yang jelas untuk menghimpun kekuatan dan mencapai
perubahan sosial yang dicita-citakan, tidak bisa dalam waktu yang sekejap. Masih
butuh banyak inovasi dan barisan pelaku yang menjalankan hal itu.
Selama setahun sudah perjalanan kursus politik anggaran tentu ada banyak
kelemahan. Dalam hal intensitas kehadiran tidak semua warga belajar dapat
menghadiri seluruh pertemuan. Tetapi salah satu antisipasinya adalah dengan
memberikan modul bahan ajar sehingga mereka bisa mempelajari sendiri. Lagipula
pegiat FDA selalu terbuka untuk mengadakan pembelajaran susulan.
Di samping itu, alamat tinggal yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan dan
berjarak jauh, sedikit menghambat dilakukannya konsolidasi secara keseluruhan.
Alternatif mengatasi hal itu adalah dengan menjaga komunikasi dan melakukan
road show ke komunitas jejaring FDA untuk menyebarluaskan data dan informasi
anggaran, sekaligus mengadakan focus group discussion (FGD) terkait isu yang
berkembang sejalan dengan advokasi yang dijalankan baik oleh FDA maupun
komunitas.
Pendidikan politik anggaran kini sudah dilakukan di Kabupaten Bandung. Tinggal
bagaimana reformasi daerah dalam hal perencanaan dan penganggaran dapat
dijalankan, sehingga manfaat atas pengelolaan anggaran daerah terhadap
pemenuhan hak dasar warga Negara dapat terwujud.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
85
8
Mengembangkan Kurpola
sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa
Donny Setiawan
“Giving money and power to government
is like giving whiskey and car keys to teenage boys.”- P. J. O’Rourke1
Tata kelola anggaran negara selalu menjadi fenomena menarik untuk dikupas.
Fenomena itu tentunya tertuju pada kualitas pemerintah sebagai satu-satunya
penerima mandat untuk mengelola negara. Mereka memiliki kuasa yang cukup
kuat untuk mengatur sumber daya anggaran yang dimiliki oleh negara.
Relevan sekali dengan yang disampaikan P.J. O’Rourke di atas. Memberi uang
dan kekuasaan pada pemerintah seperti memberikan whisky dan kunci mobil
kepada anak remaja. Mereka akan ugal-ugalan mengendarai mobil dalam keadaan
mabuk, mengganggu pengguna jalan yang lain. Tidak sedikit kemudian mengalami
kecelakaan.
Begitu halnya dengan tata kelola anggaran oleh pemerintah. Banyak kemungkinan
pemerintah akan mengalami kemabukan-kemabukan. Baik karena haus kekuasaan
ataupun eksistensi dan pragmatisme.
1 Komentator politik, jurnalis, penulis dan humorist, terkenal dengan bukunya “Don’t Vote—It
Just Encourages the Bastards”, berkebangsaan Amerika, lahir 1947
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
87
Jika pemerintah mengelola anggaran dalam kondisi seperti itu, maka rakyatlah yang
akan terganggu. Tidak sedikit pula aparat pemerintah yang celaka. Terjerembab di
hotel prodeo karena terjerat KPK, kejaksaan atau kepolisian.
Borokisasi Birokrasi
Kinerja pemerintahan sangat dipengaruhi oleh faktor sumber daya aparatur dan
sistem ketatalaksanaan yang dijalankan. Banyak aturan perundang-undangan yang
mengatur tentang ini. Namun tetap saja belum bisa menyelesaikan kompleksitas
permasalahan birokrasi di negeri ini.
Siapa pun yang menjadi presiden di negeri ini harus menghadapi warisan birokrasi
yang mempunyai kultur korup, kolutif, parasitik, lamban, dan tidak efisien2. Tidak
hanya terjadi di pusat, ini juga terjadi di daerah (termasuk Kabupaten Bandung)
hingga tingkat pemerintahan terkecil. Seperti borok, penyakit ini akan terus
membesar dan menggerogoti kulit yang masih tersisa.
Proses pemborokan ini juga ditambah dengan birokrasi sebagai akibat kompromikompromi politik tingkat tinggi menjadi momok tersendiri bagi para pemimpin
kita. Presiden dan para kepala daerah terpilih harus melakukan kompromi politik
atau tawar-menawar dengan partai yang berkoalisi mendukung pencalonannya,
termasuk dengan pengusaha. Tujuannya tentu saja ingin menguasai akses terhadap
sumber-sumber kekayaan negara guna mengembalikan biaya politik yang telah
dikeluarkan termasuk “rente”-nya.
Dampak lainnya adalah membeludaknya jumlah tenaga honorer di beberapa daerah.
Kepala daerah harus mengakomodasi pendukungnya yang telah dijanjikan jadi pegawai
negeri sipil saat kampanye. Belum lagi antrian dari para kontraktor dan pengusaha yang
menjadi “funder” kepala daerah terpilih akan proyek-proyek APBD.
Situasi semacam itu sangat tidak sehat. Para birokrat akan bersikap oportunistis
dan bekerja untuk kepentingan sempit daripada melaksanakan kebijakan publik.
Mereka akan mudah tergoda melakukan politik penyelamatan diri atau mengejar
ambisi tanpa menghiraukan tugas utamanya.
Jika kondisi ini terus terjadi, dapat dipastikan mesin birokrasi tidak akan jalan
karena proses pemborokan terus meluas. Amputasi menjadi pilihan jalan terakhir
yang harus ditempuh, meski sebenarnya ingin kita hindari karena akan berimplikasi
stagnasi pemerintahan.
Sebenarnya, bukan berarti sama sekali tidak ada aparatur birokrasi yang bersedia
2 Kristiadi, James, Soal Unit Kerja Presiden, Kompas, 1 November 2006
88
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
bekerja keras, berdedikasi tinggi, berjiwa reformis, dan memiliki keikhlasan
mengabdi pada bangsa dan negara. Namun, karena proporsinya amat kecil,
kontribusinya seolah tenggelam oleh kebobrokan sistemik birokrasi.
Munculnya gagasan reformasi birokrasi selayaknya dipandang sebagai upaya
perubahan total sistem birokrasi, tidak semata reorganisasi, mutasi pegawai
atau bahkan perubahan renumerasi. Perubahan itu selayaknya mulai dari tataran
kultural, paradigma, strategi, dan profesionalitas birokrasi sebagai alat pemerintah
untuk melaksanakan kebijakan publik dan amanat rakyat.
Tata kelola birokrasi kita pada dasarnya menganut karakteristik birorasi yang
mengatur fungsi kepegawaian modern sebagaimana dideskripsikan oleh Weber3.
Ini ditandai dengan adanya prinsip pengaturan pembagian wilayah yurisdiksi kerja
yang jelas, prinsip hirarki dan tingkatan kewenangan yang diatur secara sistemik
aturan perundang-undangan, manajemen arsip, prinsip peningkatan kapasitas
aparatur, dan lain-lain.
Namun pada prakteknya, birokrasi Weberian ini lebih merupakan sebuah idealita
yang menuntut proses pencapaian panjang. Ide birokrasi yang nirpribadi, netral
dan profesional adalah masih menjadi mimpi yang sulit diwujudkan.
Birokrasi pada dasarnya adalah suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat tapi dipilih oleh atasannya. Para
birokrat tadi dibayar oleh rakyat melalui pajak yang dia bayar untuk mengurus
kepentingan rakyat. Mereka diberi keleluasaan mengelola sumber daya (termasuk
anggaran) untuk mewujudkan apa-apa yang diinginkan dan dicita-citakan oleh
bangsa ini. Tinggal bagaimana rakyat melakukan upaya pengawasan secara ketat
terhadap kinerja birokrasi. Pengawasan rakyat ini bisa terjadi apabila diawali dengan
pahamnya rakyat akan tata kelola dan politik pemerintahan, termasuk tata kelola
dan politik keuangan negara.
Belajar Anggaran Negara:
Memahami Makna di Balik Angka
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan adalah salah satu
instrumen sumber daya yang dimiliki oleh negara. Pengelolaanya dikuasakan kepada
3 Shils, Edward and Rheinstein, Max (1978), Max Weber on Law in Economy and Society, University of California Press, California, chap. XI, pp. 956
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
89
para birokrat di pemerintahan untuk menjalankan mandat mengelola urusan rakyat.
Setiap tahunnya pemerintah membuat rencana keuangan sebagai panduan
implementasi pembangunan, yang disebut APBN atau APBD. Menurut undangundang tersebut, APBN atau APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh DPR atau DPRD. Dengan kata lain, rencana keuangan
negara harus disetujui oleh rakyat. Rakyat sendiri mengkuasakan ini pada wakilnya
yang sudah dipilih untuk duduk di DPR atau DPRD.
Jadi, apa itu anggaran negara? Anggaran negara adalah pernyataan pemerintah
tentang estimasi atau alokasi pendapatan/penerimaan dan usulan belanja/pembiayaan
negara berupa rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan pemerintah
pada periode kerja tertentu. Pernyataan rencana keuangan ini kemudian menjadi
instrumen estimesi kinerja pemerintah. Secara sederhana, anggaran negara adalah
istilah untuk menyebutkan rencana keuangan negara.
Perumusan anggaran negara ini ditempuh melalui serangkaian proses dan metode,
yang kemudian disebut sebagai penganggaran. Sebagai dasar perumusan anggaran,
maka pemerintah membuat rencana kerja pemerintah. Proses perumusan rencana
kerja pemerintah ini kemudian disebut dengan perencanaan pembangunan. Jadi,
jika kita berbicara tentang penganggaran maka tidak akan lepas dari perencanaan
yang sudah dibuat oleh pemerintah.
Setidaknya terdapat 4 (empat) undang-undang yang mendasari proses perencanaan
penganggaran negara di tingkat daerah,yaitu:
1. UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-undang ini mengatur tentang bagaimana pemerintah (termasuk
pemerintah daerah) menyelenggarakan tahapan perencanaan pembangunan
beserta dokumen-dokumen yang dihasilkan sebagai rujukan pembangunan
yang akan diselenggarakan pemerintah daerah.
2. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini
mengatur tentang bagaimana proses perumusan rencana keuangan dan
pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah.
3. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
ini mengatur tentang seluruh aspek terkait penyelenggaraan pemerintah
di tingkat daerah otonom, termasuk
kewenangan, perencanaan
pembangunan, keuangan, dan lain-lain.
4. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini mengatur tentang
sistem pembagian keuangan antara yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
90
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Sebagai penerjemahan dari Undang-Undang tersebut ke tingkat yang lebih teknis
dan operasional, pemerintah kemudian menerbitkan beberapa Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri, Peraturan Daerah hingga Peraturan Kepala Daerah.
Apabila kita cermati secara seksama praktek perencanaan penganggaran di negara
ini, maka dapat kita lihat terjadinya penerapan 3 (tiga) pendekatan: teknokratis,
politis dan partisipatif.
Teknokratis, yang dimaksud bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
menjalankan semua tahapan perencanaan penganggaran sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang. Selain itu, proses perencanaan juga harus
didasarkan pada kajian-kajian akademis sebagai justifikasi terhadap pilihan kebijakan
program dan kegiatan yang dipilih oleh pemerintah dengan dilandasi semangat
efisiensi, keefektifan dan ketercapaian terhadap tujuan. Pada aspek perencanaan
dan pengelolaan keuangan, penerapan secara ketat kaidah-kaidah administrasi
dan akutansi menjadi prasyarat mutlak dan menjadi acuan dalam pemeriksaan
keuangan oleh BPK.
Politis, yang dimaksud bahwa beberapa dokumen perencanaan penganggaran
merupakan produk kesepakatan politik antara pimpinan birokrasi (kepala daerah
dan kepala SOPD) serta pimpinan wakil rakyat (DPRD). Kesepakatan politik ini
kemudian dilegalkan menjadi kebijakan daerah. Pada pembahasannya, muncul
perhelatan berbagai kelompok kepentingan untuk memperebutkan atau
setidaknya mengarahkan sumber daya anggaran ini akan dimanfaatkan untuk apa
dan menguntungkan kelompok siapa. Contoh produk kesepakatan politik ini di
antaranya adalah dokumen RPJMD, KUA-PPAS dan APBD.
Partisipatif, yang dimaksud bahwa rakyat memiliki ruang dalam mempengaruhi
proses perencanaan penganggaran. Ruang-ruang partisipasi rakyat tersebut
di antaranya adalah musrenbang. Selain itu, rakyat juga bisa mempengaruhi
para wakilnya yang ada di DPRD pada saat legislasi APBD. Ruang ini seharusnya
dimanfaatkan oleh rakyat untuk memastikan apakah anggaran ini sebagai pilihan
publik/rakyat atau pilihan sekelompok orang/kelompok tertentu.
Penerapan tiga pendekatan ini realitasnya tidak berjalan seimbang. Pendekatan politisteknokratis masih lebih dominan. Malah tidak jarang yang dominan adalah pendekatan
politis yang dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu. Dari
kondisi ini dapat berdampak pada munculnya potensi-potensi kebocoran anggaran.
Kebocoran anggaran dapat diartikan bahwa setiap pendapatan, belanja, penerimaan
atau pengeluaran yang terkait dengan anggaran baik berupa uang, barang, jasa,
utang atau piutang yang “kurang atau lebih” dari ketentuan perundang-undangan
yang berlaku atau kewajaran transaksi yang mengacu pada pasar terbuka yang
merugikan keuangan negara/daerah.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
91
Kebocoran anggaran ini setidaknya dipengaruhi oleh : ulah sumber daya manusia
aparatur (ada niat/kesengajaan dan kapabilitas), sarana prasarana dan metode
pelaksanaan program/kegiatan yang tidak sesuai kebutuhan (mengakibatkan biaya
tinggi) dan pengendalian yang tidak efisien dan efektif.
Praktek kebocoran anggaran ini ada yang disadari dan ada pula yang tidak. Sebagai
contoh praktek kebocoran anggaran yang disadari adalah terkait proporsi anggaran
Belanja Tidak Langsung yang selalu lebih besar dari Belanja Langsung dalam APBD.
Alokasi Belanja Tidak Langsung hampir bisa dipastikan sebagian besar kemanfaatannya
untuk aparat pemerintah. Ini terjadi karena jumlah pegawai terus bertambah. Sementara
untuk mengurangi pegawai sulit dilakukan.
Hampir di semua daerah (kabupaten/kota) alokasi anggaran untuk birokrat selalu
lebih besar daripada alokasi anggaran untuk rakyat. Tidak hanya mendapatkan
alokasi untuk komponen gaji, juga terdapat komponen tunjangan dan honor.
Belum lagi kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan studi
banding bagi aparatur pemerintah dan anggota dewan.
Dari profil APBD seperti itu dapat disimpulkan bahwa pengalokasian kegiatan dan
anggaran tidak dilandasi prinsip efisiensi, keefektifan dan ketercapaian terhadap
tujuan. Atau dengan kata lain pendekatan teknokratis tidak diterapkan secara
objektif. Pun demikian bahwa profil seperti itu pasti bukan pilihan rakyat, atau
dengan kata lain pendekatan partisipatif tidak dominan.
Di sisi lain, memahami anggaran tidak hanya memahami pada saat penentuan
alokasi, tapi juga pada saat implementasi. Artinya rakyat juga harus paham
bagaimana aturan main dan dinamika pada saat implementasi anggaran. Peluang
terbesar terjadinya kebocoran anggaran justru pada saat implementasi anggaran.
Potensi ini terjadi mulai dari saat pengadaan barang/jasa, penetapan pemenang
tender, penetapan kelompok sasaran penerima bantuan sosial, akutansi pelaporan
keuangan, dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa memahami anggaran negara selayaknya tidak
hanya mencerna angka-angka yang ada dalam dokumen anggaran. Tetapi juga
memahami maknanya, yakni sejauhmana pendekatan teknokratis, politis dan
partisipatif diterapkan secara proporsional.
Dalam konteks hubungan antara negara dengan rakyat, pemerintah sebagai kuasa
negara selayaknya mengelola sumber daya anggaran yang semuanya bersumber
dari rakyat. Baik itu yang dipungut langsung dari rakyat seperti: pajak, retribusi,
keuntungan badan usaha negara ataupun yang bebannya ditanggung oleh rakyat
(dana hutang) atau juga yang pemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan
rakyat (dana hibah).
92
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Pada kondisi di atas sebenarnya rakyat memiliki posisi yang cukup strategis. Kemudian
pertanyaannya adalah seberapa banyak rakyat yang sudah memiliki pengetahuan
dan memahami tentang proses perencanaan penganggaran? Apakah para wakil
rakyat juga sudah memiliki pemahaman tentang penganggaran? Apakah ada niat
baik dan upaya dari pemerintah dan wakil rakyat untuk memberi pengetahuan
kepada rakyat tentang penganggaran? Apakah setelah paham, rakyat memiliki
kemauan dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan perencanaan
penganggaran? Bagaimana caranya?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang berusaha dijawab oleh Forum Diskusi Anggaran
(FDA) dengan menyelenggarakan kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola)
di Kabupaten Bandung. Pada tahap awal, kegiatan Kurpola ini ditujukan bagi
kelompok organisasi masyarakat sipil setempat, pemuda dan mahasiswa, pelajar
dan anggota atau aktivis partai politik.
Kurpola sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa
Pengetahuan dan keterampilan tentang penganggaran saat ini masih menjadi
domainnya birokrasi. Sejak negara ini dibentuk, mereka sudah terbiasa menyusun dan
merumuskan kebijakan tentang penganggaran. Meskipun pada perkembangannya
kebijakan tentang perencanaan dan penganggaran ini mengalami perkembangan.
Pada sisi lain, pengetahuan tentang anggaran bagi rakyat adalah sesuatu yang
asing. Selain karena tidak mendapatkan informasi secara terbuka dari negara,
sebagian rakyatpun masih belum memiliki kesadaran akan pentingnya mengawasi
dan mempengaruhi kebijakan anggaran.
Belum terbangunnya pengetahuan dan kesadaran kritis tentang anggaran juga
menjadi problem para wakil rakyat kita dan secara umum para aktivis partai politik.
Padahal mereka memiliki posisi yang strategis dalam proses perumusan kebijakan
anggaran.
Pada sisi akses, masih ada persoalan tentang pemahaman pemerintah terhadap
kebijakan publik. Bahkan ketika transparansi marak dikampanyekan di era reformasi
ini, sebagian birokrat masih menganggap bahwa dokumen anggaran termasuk
kategori “rahasia negara”. Tidak sembarang orang dapat mengaksesnya.
Dari sisi regulasi, Undang-Undang tentang keterbukaan informasi publik baru
diterbitkan pada tahun 2008. Undang-undang tersebut menjamin hak warga negara
untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan
publik. Kebijakan anggaran termasuk dalam kategori kebijakan publik seperti yang
disebutkan Undang-Undang. Lagi-lagi persoalannya tidak semua elemen birokrasi
memahami tentang esensi Undang-Undang ini.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
93
Problematika di atas menjadi cermin bahwa belum ada upaya pemerintah untuk
memberikan pengetahuan tentang anggaran kepada rakyat. Di sisi lain, kesadaran
kritis rakyat belum tumbuh secara kolektif.
Munculnya kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola) ini merupakan bagian
upaya untuk membangun kesadaran kritis rakyat termasuk kesadaran pemerintah
untuk transparan dan akuntabel. Ini merupakan buah dari sebuah proses yang
panjang terkait dengan kerja-kerja membangun gerakan sosial politik di Kabupaten
Bandung.
Berbagai gagasan kritis yang spesifik menyoroti isu perencanaan penganggaran
banyak bermunculan dan kemudian terkristalisasi dalam pembentukan Forum
Diskusi Anggaran (FDA) di Kabupaten Bandung. Sebagai sebuah forum diskusi dan
literasi, muncul kebutuhan untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas
bagi rakyat, utamanya untuk isu perencanaan penganggaran dan Kurpola muncul
sebagai abstaksinya.
Kurpola harus dipandang sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan bangsa.
Maka, Kurpola semestinya tidak selesai dengan hanya memberikan pengetahuan
tentang bagaimana rakyat melakukan analisis, tetapi juga bagaimana rakyat bisa
melakukan kerja-kerja advokasi untuk terlibat dan ikut mempengaruhi proses politik
anggaran. Untuk itu, kaum muda, kaum tua, laki-laki, perempuan, petani, buruh,
nelayan, pedagang, pengusaha, pelajar, mahasiswa, guru, dan elemen-elemen
rakyat lainnya memiliki hak untuk sadar, cerdas dan terampil akan anggaran
termasuk proses politik di dalamnya.
Apa yang harus diperjuangkan oleh rakyat? Yang pasti, anggaran harus berpihak
pada kesejahteraan rakyat. Anggaran harus dapat mengakomodir hak-hak
kemanusiaan rakyat, bukan hak-hak birokrat pemerintah sebagai kuasa negara,
bukan pula hak-hak anggota dewan sebagai wakil rakyat.
Peran birokrat dan anggota dewan justru dihadapkan pada kewajiban untuk meng­
konstruksi anggaran yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak kemanusiaan
rakyat. Peran rakyat adalah memastikan bahwa pemerintah dan anggota dewan
men­ja­lankan kewajiban tersebut. Peran rakyat, birokrat dan anggota dewan ter­
se­but harus dipandang bagian dari mencintai negara. Seperti yang disampaikan
oleh Erich Fromm4, “Mencintai negara tanpa mencintai kemanusiaan seperti
menyembah berhala”.
4 Erich Fromm merupakan seorang psikoanalisis dan filosof humanis berkebangsaan Jerman.
Banyak menghasilkan karya, antara lain Psychoanalysis and Religion (1950), the Art of Love
(1956) dan To Have or To Be (1976).
94
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Pembelajaran Berharga
Satu tahun penyelenggaraan Kurpola memberikan banyak pembelajaran
berharga. Pembelajaran ini secara garis besar setidaknya dapat dilihat dari aspek
penyelenggaraan, kurikulum dan modul, kepesertaan, serta implikasi yang muncul
pasca kursus.
Pada aspek penyelenggaraan, tim pengelola kursus didorong untuk kreatif
dan fleksibel dalam menentukan teknis penyelenggaraan kursus. Pilihan waktu
pelaksanaan di setiap hari Sabtu dan Minggu memperlihatkan bahwa tim pengelola
berusaha untuk fleksibel dengan menyesuaikan terhadap kesibukan keseharian
peserta. Untuk tempat pelaksanaan, tim pengelola berusaha untuk tidak selalu
melaksanakan kursus di tempat yang sama. Ini dimaksudkan untuk menghindari
kebosanan serta disesuaikan dengan karakter peserta kursus. Sebagai contoh,
kelas CSO, pemuda dan mahasiswa serta aktivis parpol dilaksanakan dengan model
diskusi di dalam kelas. Sementara itu, untuk kelas pelajar dilaksanakan dengan
model studi ekskursi dengan membawa mereka secara langsung mengunjungi
gedung pemda dan gedung dewan dan kemudian bersimulasi di tempat itu.
Pada aspek penyusunan kurikulum dan modul pembelajaran, tim pengelola
mencoba mengajak calon peserta untuk menentukan pilihan materi belajar yang
dibutuhkan peserta dari setiap kategori kelas. Karena inilah kemudian terdapat
perbedaan kedalaman materi pembelajaran untuk setiap kategori peserta.
Pada aspek kepesertaan, meskipun di awal program sudah ditentukan kategori
peserta kursus, namun pada prakteknya tim pengelola dihadapkan pada persoalan
rekrutmen pilihan calon peserta untuk mengisi setiap kategori tersebut. Khusus untuk
kelas anggota DPRD dan aktivis parpol - meskipun mereka menyatakan berminat
untuk mengikuti kegiatan kursus- dinamika politik lokal (pilkada) turut menpengaruhi
siapa saja yang kemudian diutus oleh mereka untuk mewakili DPRD dan parpol.
Pada aspek implikasi pasca kursus, banyak contoh yang memperlihatkan semakin
menguatnya konsolidasi rakyat dan wakil rakyat untuk isu anggaran. Beberapa
anggota DPRD (dan pimpinan DPRD) yang kemudian meminta bimbingan intensif
dari FDA untuk mengajarkan mereka tentang cara menganalisis anggaran. Selain itu,
beberapa kelompok pelajar juga ikut mempelopori advokasi RAPBS di sekolahnya.
Contoh lain, kelompok pemuda di lokasi korban banjir Bale Endah dan Dayeuhkolot
menjadi motor dalam melakukan upaya advokasi anggaran banjir. Sementara itu,
dari sisi penguatan kelembagaan FDA, para alumnus kegiatan kursus tidak sedikit
yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan advokasi yang dilakukan FDA.
Di luar paparan di atas, masih banyak lagi pembelajaran berharga dari penyelenggaraan
Kurpola ini. Bagi para pegiat gerakan sosial politik untuk isu anggaran, tampaknya
Kurpola ini telah melahirkan sejumlah prajurit baru yang akan terlibat dalam kancah
pertempuran anggaran.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
95
Prospek Pengembangan Kurpola:
Pendalaman atau Perluasan?
Mencemati dinamika pasca kursus, tidak bisa dihindari munculnya aspirasi untuk
melanjutkan kegiatan Kurpola ini. Aspirasi ini tidak hanya muncul dari para pegiat
FDA, tetapi juga dari para alumni kursus yang merasa perlu melakukan pendalaman
terhadap beberapa materi pembelajaran. Selain itu muncul juga aspirasi untuk
difasilitasi hal yang sama dari kelompok lain yang selama ini berinteraksi langsung
ataupun tidak langsung dalam proses penganggaran. Lebih dari itu, para pegiat
anggaran dari kabupaten/kota lainpun meminta agar INISIATIF dan FDA dapat
menyelenggarakan hal yang sama di daerahnya. Tentunya aspirasi ini muncul
karena Kurpola dianggap memiliki prospek kemanfaatan dan kemaslahatan bagi
gerakan anggaran.
Untuk merespon ini, penulis mengajak untuk melihatnya dari dua sudut pandang.
Pertama, perspektif penguatan gerakan anggaran di Kabupaten Bandung, atau
sebut saja pendalaman. Kedua, perspektif pengembangan gerakan anggaran di
wilayah lain, atau sebut saja perluasan.
Penguatan gerakan anggaran di Kabupaten Bandung setidaknya mempertimbangkan
konstalasi antara aktor, dalam hal ini kelompok masyarakat sipil, pemda dan partai
politik (termasuk DPRD). Kerangka regulasi terkait perencanaan penganggaran di
Kabupaten Bandung sebenarnya cukup mumpuni untuk bisa mewadahi para aktor
untuk berkolaborasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Namun pada
prakteknya hal ini sulit diwujudkan. Hal ini terutama karena semangat pembaruan
dan keinginan untuk berubah belum menjadi kesadaran kolektif pada semua aktor,
utamanya di tingkat pimpinan pemda dan partai politik. Sementara itu, di tingkat
masyarakat sipil, antusiasme terhadap terjadinya perubahan cenderung terus
berkembang.
Oleh karena itu, terkait dengan pilihan pengembangan Kurpola di Kabupaten
Bandung setidaknya diarahkan pada:
1. Memperkuat konsolidasi masyarakat sipil dengan cara memperbanyak
partisipan Kurpola. Jika pada tahap awal pesertanya merupakan
representasi dari kelompok pemuda, mahasiswa, pelajar, CSO dan aktivis
parpol (serta anggota DPRD). Maka pada tahap berikutnya ditambah dari
kelompok lain, seperti: petani, buruh, pedagang, sektor informal, dan
lain-lain. Atau dengan mempertahankan empat kategori sebelumnya,
tapi kelompok organisasi yang terlibat diperluas. Misal: jika untuk kelas
pelajar pada Kurpola tahap awal berasal dari tujuh sekolah, maka tahap
berikutnya harus dilibatkan sekolah-sekolah lainnya.
2. Memperdalam pengetahuan dan keterampilan tentang politik anggaran.
Maksudnya adalah dengan mempertahankan peserta dari alumni kursus
96
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
pertama tetapi materi pembelajarannya diperdalam. Misal: jika pada
kursus pertama lebih berorientasi pada wacana dan praktek analisis alokasi
anggaran, maka pada tahap dua ini diarahkan pada bagaimana peserta
bisa memahami dan mempraktekkan metode-metode pengawasan
implementasi anggaran.
3. Mengangkat isu-isu spesifik. Maksudnya, dibuat kelas-kelas khusus
berdasarkan isu-isu spesifik yang dinilai cukup strategis. Contoh, dibuat
kelas khusus tentang isu tata kelola desa yang pesertanya adalah kepala
desa, BPD dan aktor-aktor lain di tingkat desa.
4. Melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan formal, baik itu
perguruan tinggi ataupun sekolah-sekolah. Maksudnya adalah mendorong
agar materi yang disampaikan dalam Kurpola menjadi bagian dari
kurikulum berupa materi kuliah/studi tambahan bagi mahasiswa/siswa.
Terkait dengan perspektif pengembangan gerakan anggaran di wilayah lain,
maka yang dapat dilakukan adalah dengan mereplikasi kegiatan serupa Kurpola
di kabupaten/kota lain. Materi dan metode pembelajarannya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan wilayah tersebut, termasuk pesertanya.
Jika kegiatan Kurpola ini akan direplikasi di tempat lain, maka setidaknya terdapat
dua prasyarat yang harus dipenuhi:
1. Adanya concern groups yang sudah, sedang atau setidaknya memiliki
komitmen untuk melakukan kerja-kerja advokasi anggaran di wilayah
tersebut. Kurpola ini nantinya diarahkan untuk memperkuat kerja-kerja
advokasi anggaran yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
2. Tersedianya
dokumen
anggaran.
Bagaimanapun
dokumen
anggaran di wilayah tersebut adalah sumber data primer
yang akan digunakan selama kegiatan kursus berlangsung.
Apapun sudut pandang yang dipilih, tampaknya kegiatan Kurpola ini memang
layak untuk dikembangkan. Bagaimanapun juga untuk mewujudkan gerakan sosial
politik pada isu anggaran ini memerlukan dukungan dari banyak pihak. Sudah
semestinya apabila pihak-pihak tersebut dibekali pengetahuan dan keterampilan
yang cukup sebagai bekal melakukan penyempurnaan proses politik anggaran di
negeri ini.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
97
9
Kesaksian Beberapa Alumnus
Agus Tresna
Ketua LSM Gemas dan Wakil Ketua PKK DAS Citarum
Kelas CSO
Saya dari salah satu peserta Kursus Politik Anggaran dari kelas
CSO merasa bersyukur mendapat kesempatan mengikuti Kursus
Politik Anggaran yang diselenggarakan oleh FDA (Forum Diskusi
Anggaran) yang bekerja sama dengan Yayasan Tifa dan Perkumpulan
INISIATIF. Di kursus FDA tersebut, kami dan rekan-rekan CSO lainnya
di angkatan ke-1 kelas Sabtu, bersama-sama mencoba membedah dan
menganalisis tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Bandung sebagai contoh kasus.”
Yang setelah dicoba bersama-sama dipelajari, dianalisa, dan
dipahami, ternyata APBD Kabupaten Bandung tersebut, banyak
yang tidak tepat guna, tidak tepat sasaran, terkesan awur-awuran teu
puguh. Ada indikasi penyelewengan dan manipulasi, baik di anggaran
belanja langsung, belanja tidak langsung, belanja modal dan belanja
98
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
lain-lainnya. APBD terkesan hanya memanjakan birokrat-birokrat saja
tanpa diimbangi kualitas kerja dan pelayanan yang lebih baik dari mulai
pimpinan sampai ke tingkat SKPD-SKPD-nya. Banyak ditemukan contohcontoh anggaran pendapatan maupun belanja yang angka-angkanya
naik tapi tidak jelas efektivitas sasaran dan pertanggungjawaban kinerja
aparaturnya. Itu juga terjadi di APBD-APBD ke belakang (sebelumnyared).
Khusus untuk para anggota DPR harus senantiasa ingat dan sadar
bahwa menjadi anggota dewan tersebut dipilih dan diperjuangkan
oleh rakyat dan sepenuhnya digaji dari uang rakyat melalui pajak rakyat,
Bung !!!
Akhirnya, pada lembaga semacam FDA yang menyelenggarakan
kursus politik anggaran ke masyarakat dari berbagai lapisan
dan golongan agar terus
dan tetap maju berkesinambungan
menyelenggarakan semacam pencerahan-pencerahan dan informasi
yang mendidik masyarakat Kabupaten Bandung khususnya untuk
senantiasa sadar terhadap hak dan kewajibannya.
Baik penyelenggara maupun peserta menjadi agen-agen pejuang
yang punya rasa tanggung jawab, moralitas ka masyarakatna, teu
pupujieun. Menjadi salah satu inspirasi kekuatan masyarakat yang berani
berjuang dalam konteks bebeneuran dalam motto “silih asih, asah, asuh,
Kabupaten Bandung dengan siapapun Kepala Daerahnya, siapapun para
anggota dewannya, berjuanglah untuk kemajuan Kabupaten Bandung
dan kesejahteraan rakyatnya. Bandung mugia hirup jeung huripan!
Cog!!
Nama-nama pemateri seperti Umar Alam Nusantara, Deni
Riswandani, Dadan Saputra dan Ujang Sutisna, Saeful Muluk
cukup representatif dalam menyampaikan materi. Yang lainnya masih
harus ditingkatkan biar lebih greget dan tidak membosankan. Karena
terkadang ada pemateri yang kurang greget, njelimet. Malah, ada ketika
dihadirkan seorang pemateri yang dianggap cukup representatif sebagai
narasumber, tapi ternyata penyampaian datar-datar saja, tidak terjadi
interaksi yang intens.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
99
Eli Yulipah
Ibu Rumah Tangga
Kelas CSO
Nama saya Ibu Eli, ibu rumah tangga, tinggal di Cicalengka.
Berangkat dari ketidakpuasan baik di masyarakat maupun
lingkungan kampung sendiri mengenai hal-hal yang banyak ketimpangan
juga ketidakjelasan pihak-pihak terkait.
Setelah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diadakan oleh
FDA, yang tadinya tidak tahu mengenai analisis anggaran baik
untuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dll. Juga
membuka mata, telinga, juga hati supaya kita sebagai kaum hawa yang
senantiasa tertindas baik di rumah juga di masyarakat bisa bangkit dan
berjuang di rumah tangga maupun di masyarakat.
Jadi selama belajar, banyak yang kami keluhkan mengenai
masalah pendidikan terutama dana BOS yang tidak transparan.
Penanggulangan kemiskinan di daerah kami sendiri. Mengenai kesehatan
terutama di Puskesmas yang seharusnya gratis tapi masih ada saja
masyarakat miskin harus dipersulit dengan birokrasi yang bertele-tele.
Hal-hal yang demikian yang sangat berarti bagi saya sebagai ibu rumah
tangga. Kami banyak bertukar pikiran, baik dengan pelajar, mahasiswa,
sampai aparat pemerintahan.
Waktu di kelas CSO, kami juga berkenalan langsung dengan
pihak terkait yang bekerja di pemerintahan Kabupaten Bandung.
Manfaat yang saya rasakan selama mengikuti Kursus Politik Anggaran
yaitu:
• Bisa tahu mengenai anggaran di Kabupaten Bandung.
• Bisa sharing dengan rekan-rekan
• Bisa memberikan informasi kepada rekan-rekan mengenai
kecurangan dan ketidakadilan dari pihak pemerintahan di daerah
masing-masing.
• Dengan pertemuan yang menurut saya singkat, materi yang
diberikan pengajar waktu itu sangat berat bagi orang awam seperti
saya. Harapan ke depannya untuk kami, waktu belajar bisa lebih
lama, materi yang diberikan tidak terlalu sulit, praktik di masyarakat
lebih ditambah lagi.
• Untuk semua pengajar , semua baik, disiplin dan materinya sangat
bermanfaat. Segala fasilitas di FDA sudah kami rasakan.
Semoga FDA ke depannya dapat lebih baik dan terus maju.
100
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Elga Subangkit
Anggota PSDK (Pusat Sumber Daya Komunitas)
Kelas CSO
Setelah mengikuti kursus politik anggaran yang diadakan oleh
FDA, saya merasa menjadi lebih tahu bagaimana cara membuat
perencanaan penganggaran, dan bagaimana cara menganalisis
dokumen anggaran. Dan yang lebih penting lagi tahu bagaimana proses
pembuatan APBD. Jadi saya bisa mengawal penggunaan APBD.
Elis N.
Utusan Darwati
Kelas Pemuda Desa
Saya senang bisa mengikuti Kursus Politik Anggaran. Menambah
wawasan dan menambah teman. Semoga Kursus Politik
Anggaran ini ke depannya bisa terus berlanjut. Manfaat yang saya
rasakan adalah peserta Kursus Politik Anggaran mengetahui politik
anggaran Kabupaten Bandung. Terjalinnya silaturahmi. Menumbuhkan
persatuan dan kesatuan.
Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin belajar
politik dan ingin mengetahui anggaran-anggaran yang ada di
pemerintahan dan dialokasikan untuk apa saja. Dengan Kursus Politik
Anggaran juga bisa mengubah pola pikir yang tidak peduli menjadi
peduli dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak
berpihak kepada rakyat.
Kursus Politik Anggaran ini ada lembaganya. Kayak sekolah gitu
supaya legalitasnya ada. Pesertanya banyak sehingga dikenal
masyarakat luas dan lulusannya bisa menjadi orang yang mengerti dan
memahami situasi dan kondisi masyarakat serta nantinya akan menjadi
pemimpin yang bijaksana, jujur, adil dan tegas.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
101
Tita Puspita
UNIBBA
Kelas Mahasiswa
Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin mengetahui
dan menerapkan penggunaaan anggaran yang baik. Banyak yang
menarik dari kursus ini. Salah satunya dari segi materi yang dipelajarinya
sangat menarik.
Dengan adanya Kursus Politik Anggaran ini jadi lebih mengerti
penggunaan APBD yang seharusnya sehingga gak ada lagi
penyelewenagan anggaran.
Buat saya pribadi sangat berkesan karena toh yang terlibat
di kursus ini bukan hanya mahasiswa satu universitas atau
masyarakat satu desa saja melainkan juga bisa kumpul dan berbagi
pengalaman baru dengan mahasiswa lain tentunya banyak menambah
pengetahuan kita tentang penggunaan anggaran masing-masing
daerah itu berbeda-beda. Dengan adanya Kursus Politik Anggaran kelas
mahasiswa ini saya berharap untuk kedepannya diadakan lagi dan jam
beljarnya ditambah karena disadari atau tidak kita sebagai mahasiswa
sebenarnya butuh banget dengan pelatihan-pelatihan, kursus-kursus
mengenai anggaran ini.
Iwa A. Rohiman
SMA PGRI Cicalengka
Kelas Pelajar
Dengan adanya Kursus Politik Anggaran dapat memberikan
ilmu-ilmu yang sangat berharga, sehingga saya sebagai pelajar
ingin sekali berperan aktif dalam kegiatan yang bersifat intruksional/
pengajaran. Dengan demikian kita dapat memperoleh suatu sifat
integritas yang tinggi serta memiliki kemampuan intelektual yang jernih,
sehingga kita pun yang mengikuti sekaligus yang melaksanakan kursus
ini dapat menjadi seseorang yang inteligensia.
Kursus ini memberikan dan menambah pengalaman-pengalaman
baru/inteligensi. Saya sangat berkesan sekali, terutama saat ke
Gedung DPRD. Memperoleh ilmu yang tinggi. Saya bisa mengetahui
sistem kerja anggota DPRD. Selain itu, dapat memberikan manfaat-
102
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
manfaat yang berkaitan dengan sistem politik. Juga bertambahnya
teman yang awalnya tidak kenal, menjadi kenal.
Saya berharap kepada pemerintah daerah khususnya harus
lebih mengakomodasikan Kursus Politik Anggaran ini menjadi
satu kurpol se-Indonesia, sehingga kita bisa mengenal pelajar-pelajar di
Indonesia dan bisa berbagi pengalaman-pengalaman dari semua pelajar
se-Indonesia.
Semoga Kursus Politik Anggaran ini bisa menjadi lebih maju lagi
dan menjadi terdepan di masyarakat Kabupaten Bandung hingga
masyarakat Indonesia.
Vina
SMK Muhammadiyah Majalaya
Kelas Pelajar
Generasi muda adalah jumlah yang menjanjikan untuk
mendukung aktivitas negeri ini dengan ancaman propaganda
politik yang semakin besar. Generasi muda harus dibekali moral dan
pengetahuan yang baik tentang politik.
Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terencana.
Selama menuntut ilmu di bangku pendidikan, kami tampaknya
tidak pernah mendapatkan pendidikan politik secara benar.
Namun dengan adanya Kursus Politik Anggaran untuk kelas pelajar
yang diselenggarakan oleh FDA, kami sebagai kelompok usia sekolah
setingkat SMA/SMK/MA dapat mengetahui pendidikan politik sejak dini.
Setelah kami mengikuti Kursus Politik Anggaran kelas pelajar, setidaknya
kami tahu bagaimana keadaan atau kondisi politik di negeri ini.Di Kursus
Politik Anggaran untuk kelas pelajar, selain mendapatkan materi politik,
kami juga bisa berkunjung ke gedung DPRD Kabupaten Bandung dan
juga menambah teman dari berbagai sekolah yang ada di Kabupaten
Bandung.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
103
“Harapan saya sebagai anak kader pemersatu bangsa setingkat
SMA, pendidikan politik tidak hanya diselenggarakan oleh FDA
tetapi pendidikan politik tersebut bisa masuk dalam kurikulum sekolah di
luar pelajaran PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) yang tentunya dapat
menambah pengetahuan dalam pendidikan berbangsa dan bernegara
khususnya dalam bidang politik”.
“Keberhasilan pendidikan politik tidak akan tercapai bila tidak
disertai dengan usaha yang nyata di lapangan. Penyelenggaraan
pendidikan politik akan erat kaitannya dengan bentuk pendidikan politik
yang akan diterapkan di masyarakat nantinya. Oleh karena itu, bentuk
pendidikan politik yang dipilih dapat menentukan keberhasilan dari
adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini”.
Agus Saptaludin
Wakil Sekretaris DPD PAN Kab. Bandung
Kelas Kader Partai
Pertama, saya mengapresiasi kursus politik FDA karena memberi
manfaat besar terhadap demokrasi, kesadaran politik melalui
partai politik. Namun tidak semua partai politik memiliki pemahaman
yang ajeg dalam pemahaman platform parpolnya sendiri.
Kedua, banyak manfaat dengan digelarnya acara kursus politik
anggaran untuk membangun dan meningkatkan kapasitas kader
partai politik di Kab. Bandung. Menambah wawasan tentang politik
anggaran di Kab. Bandung. Tak kalah pentingnya membangun political
literacy, kemelekan politik masyarakat secara umum.
Setelah kursus, ada tanggung jawab untuk mengkomunikasikan
proses transformasi informasi hasil kursus terhadap partai
PAN yang pada akhirnya, apa yang didapat bisa dilaksanakan dengan
konsisten. PAN Kab. Bandung menjalin kerja sama dengan FDA untuk
tercapainya perpolitikan yang sehat, bersih dan berwibawa di Kab.
Bandung.
104
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Profil Para Penulis
Ujang Sutisna banyak menaruh perhatian atas berbagai
permasalahan di Kabupaten Bandung, dari pendidikan,
pengelolaan pemerintahan sampai ekonomi rakyat.juga aktif
mengkritisi alokasi APBD agar senantiasa diperuntukkan
bagi kesejahteraan rakyat. Pendiri Lembaga Pengkajian
Pengembangan dan Pemberdayaan Umat (LP3U) ini merupakan
Ketua Presidium FDA
Eddy Kurniadi adalah anggota Presidium Forum Diskusi
Anggaran. Pria kelahiran 28 Mei 1955 merupakan salah
satu pegiat demokratisasi di Kabupaten Bandung. Alumnus
Sospol Unpad 1979 ini, telah membidani kelahiran beberapa
organisasi masyarakat sipil, diantaranya Teras Warga 1874,
Wanaputri dan Konsorsium LSM Kabupaten Bandung.
Moh. Ikhsan adalah politikus, peneliti sekaligus aktivis
lingkungan hidup. Pernah menjabat sebagai sekretaris
Komisi C DPRD Kabupaten Bandung 2004-2009. Hingga kini
energinya tercurah melakukan advokasi atas program ADB,
yaitu Integrated Citarum Water Resource Management and
Investment Program (ICWRMIP), melalui jaringan kerja Aliansi
Citarum (Arum). serta mempraktekkan analisis anggaran
berbasis EKOSOB.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
105
Umar Alam Nusantara, lahir dan besar di Majalaya,
Kabupaten Bandung. Ia mempunyai perhatian besar kepada
isu-isu kemiskinan, bencana, dan kebijakan publik. Lulusan
Politeknik ITB ini selalu ingin menjadi bagian dari gerakan
sosial di Kabupaten Bandung. Pengalaman pendudukan
gedung DPRD Kab. Bandung selama dua hari bersama warga
korban gempa menjadi refleksi bagaimana kebijakan politik
anggaran berdampak kuat kepada nasib rakyat. Baginya, posisi
sebagai Kepala Sekolah Politik Anggaran adalah energi baru untuk membangun
masyarakat madani yang dicita-citakan. Saat ini, Umar menjabat sebagai
Sekretaris Eksekutif Forum Diskusi Anggaran sekaligus katalisator Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Kabupaten Bandung.
Deni Riswandani, adalah salah satu wali kelas Kursus Politik
Anggaran. Ia lahir di Bandung pada tanggal 20 Oktober
1971. Ia mengenyam pendidikan terakhir di program S1
Sosiologi Fisip Untan Pontianak Kalimantan Barat. Dunia
organisasi dan advokasi bukan barang baru baginya.
Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan
Kelompok Kerja Daerah Aliran Sungai (PKK-DAS) Citarum,
dan Koordinator Komunitas Elemen Lingkungan (ELINGAN)
Jawa-Barat. Kelahiran Perda No.10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di
Kabupaten Bandung tak luput dari kegigihannya mengadvokasi. Menurutnya,
masalah anggaran adalah masalah hidup dan kehidupan. Ketika kita mengelola
anggaran dengan baik maka harapan hidup dan kehidupanpun akan baik
pula. Demikian pula sebaliknya. Hak hidup adalah hak paling mendasar dan
utama yang wajib dijamin oleh negara, demikian juga dengan hak kehidupan
atau pemenuhan sarana penunjang kebutuhan hidup, seperti tersedianya
pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, lingkungan yang layak. Negara
melalui pemerintahnya harus mampu mengelola anggaran dengan baik. Jika
pemerintah tidak mampu mengelolanya dengan baik, bahkan sampai terjadi
penyelewengan terhadap anggaran, lebih baik tidak usah membayar pajak dan
retribusi. Mari boikot pembayaran pajak dan retribusi! Dunia pendampingan masyarakat sudah tidak asing
baginya. Wulandari pernah mengadvokasi anggaran untuk
dialokasikan bagi pelatihan bagi pendamping mayarakat
di bidang lingkungan hidup. Persentuhannya dengan
masyarakat banyak semakin mendalam ketika pada tahun
2006-2009, ia menjadi fasilitator musrenbang kecamatan
dan Kabupaten Bandung serta tekun mengawal usulanusulan warga dari tingkat desa sampai kabupaten agar tidak
dikebiri. Di FDA, Wulan akhir-akhir ini menularkan pengetahuannya tentang
anggaran melalui serangkaian pelatihan. Di samping sebagai community
organizer, ia juga merupakan peneliti di Perkumpulan INISIATIF.
106
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
Heri Ferdian merupakan pemuda tani yang lahir dan
besar di kaki Gunung Wayang. Ia mengawali kiprah
di dunia masyarakat sipil dengan kegiatan-kegiatan
mengorganisir warga di desanya, Tarumajaya. Kemudian dia
mengembangkan kemampuannya dalam analisis anggaran
di tingkat Kab. Bandung. Ia juga menaruh minat serius
dalam soal lingkungan hidup, antara lain penyelamatan DAS
Citarum, yang hulunya berada di Tarumajaya. Pengalaman
analisis anggarannya semakin mendalam ketika melakukan Local Budget Study
di Kabupaten Pasuruan dan mengisi pelatihan-pelatihan anggaran di Kabupaten
Bandung.
Donny Setiawan sudah kenyang dengan pengalaman di
dunia masyarakat sipil. Pernah mendirikan PRAKSIS dan
mengorganisir komunitas untuk memperjuangkan hakhaknya. Perjalanannya diperkaya dengan pengalaman
mendampingi komunitas yang terkena bencana tsunami
Aceh serta gempa Yogyakarta. Kini ia sibuk mengorganisir
Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Garut dalam
mengawal APBD agar lebih berpihak ke rakyat banyak. Secara
formal ia sekarang adalah direktur eksekutif Perkumpulan INISIATIF.
Dadan Ramdan biasa dipanggil “Rams” lahir di kampung
Cibodas Desa Cibodas Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten
Bandung. Pegiat PSDK ini merupakan tokoh muda yang
selalu melakukan perubahan sosial di kabupaten Bandung.
selepas menamatkan Jurusan Fisika-UPI Bandung tahun 2003
memilih untuk mengembangkan gerakan sosial di daerahnya,
dedikasinya didunia pendidikan tetap dilakukan dibeberapa
tempat termasuk dalam kursus politik anggaran sebagai tim penyusun
kurikulum.
Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat
107
Download