Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat i JALAN BARU PENDIDIKAN POLITIK RAKYAT Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat: Kumpulan Tulisan Para Penulis : Umar Alam Nusantara Eddy Kurniadi Mokhammad Ikhsan Deni Riswandani Wulandari Dadan Ramdan Heri Ferdian Donny Setiawan 2010 ; viii+115 ; 23 x 15 cm ISBN : 978-979-25-2107-8 Penyunting : Pius Widiyatmoko, Juandi Penata Letak : Zeni S. Nugroho, Bima Putra Ahdiat Sampul : Zeni S. Nugroho Cetakan pertama, Desember 2010 Diterbitkan oleh : Forum Diskusi Anggaran Jl. Adipati Kertamanah No. 52 RT 04/ RW 15 Kel./Kec. Baleendah Kabupaten Bandung Perkumpulan INISIATIF Jl. Guntursari IV No.16, Bandung 40264 Telp./Fax. 022-7309987 Email : [email protected] Website : http://www.inisiatif.org Didukung oleh : Yayasan Tifa Daftar Isi Kata Pengantar Prolog iv vi 1. Budaya Politik Eddy Kurniadi 2. Politik Anggaran Mokhammad Ikhsan 3. Forum Diskusi Anggaran: Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah Umar Alam Nusantara dan Wulandari 4. Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan Politik Rakyat di Kabupaten Bandung Deni Riswandani 5. Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat terhadap Kinerja Penerima Mandat Dadan Ramdan dan Wulandari 6. Memancing Anggaran dengan Keping Koin dan Gerakan Seribu Tangan Umar Alam Nusantara 7. Kursus Politik Anggaran, Membangkitkan Gairah Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung Heri Ferdian 8. Mengembangkan Kurpola sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa Donny Setiawan 9. Kesaksian Beberapa Alumnus 93 106 Profil Para Penulis 113 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 1 11 23 34 59 73 83 iii Kata Pengantar Kurang lebih satu tahun yang lalu, gagasan melahirkan sekolah politik anggaran muncul secara tidak sengaja ketika saya bertemu dengan Bung Diding Sakri, Ketua Perkumpulan INISIATIF di Gedung Indonesia Menggugat, di Bandung. Kebetulan, kami sama–sama mengikuti kegiatan pertukaran pengalaman tentang proses–proses perencanaan dan anggaran yang baik dari lima daerah di Indonesia. Bung Diding ketika itu menjadi moderator diskusinya, sementara saya menjadi salah satu peserta dari Jakarta. Ide sekolah politik anggaran tidak dapat dilepaskan dari otokritik yang saat itu muncul dari sebagian besar peserta, termasuk penyelenggara : FPPM (Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat). Salah seorang pembicara merefleksikan dengan baik bagaimana aktivis Bandung sukses menjadi konsultan di Jakarta sampai malang-melintang ke daerah–daerah lain di penjuru Indonesia. Sementara, nasib proses perencanaan dan hasil–hasil keputusan anggaran di Bandung masih saja jauh dari baik. Banyaknya aktivis ternyata tidak serta merta menjadikan lebih baiknya proses perencanaan dan penganggaran di daerah ini. Jadilah, gagasan Bandung butuh Sekolah Anggaran muncul dan semakin mengerucut. Awalnya, Kursus Politik Anggaran –begitu seterusnya ia disebut, hanya hendak ditujukan untuk masyarakat umum, aktivis LSM dan wakil–wakil rakyat di parlemen daerah. Namun, ketika itu saya mengusulkan bagaimana iv Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat bila pemuda, pelajar hingga mahasiswa juga dapat dilibatkan sebagai pesertanya. Kelompok yang saya sebut terakhir memang agak sepi dari hingarbingar aktivisme sosial, padahal kelompok ini memendam potensi besar untuk melakukan perubahan di masa depan. Gayung bersambut, jadilah Kursus Politik Anggaran lengkap dengan empat kelompok sasaran utamanya; dari warga biasa sampai aktivis; dari anggota DPRD sampai pemuda, pelajar dan mahasiswa. Kelompok yang terakhir menjadi kelompok khas yang memerlukan perhatian lebih serius ke depan. Saya berkesempatan untuk mengunjungi Forum Diskusi Anggaran satu waktu di pertengahan tahun ini. Ketika itu, saya bisa bertemu langsung dengan beberapa orang alumni Kursus Politik Anggaran dan bertukar cerita tentang bagaimana pengetahuan yang didapatkan mulai digunakan untuk mendorong tanggung–jawab anggaran pemerintah daerah. Sebagian dari pengetahuan itu berhasil mendorong terbitnya alokasi anggaran untuk korban banjir atau skema kredit mikro untuk warga miskin di Kabupaten Bandung. Sungguh, cerita–cerita ini merupakan cerita yang patut diapresiasi! Buku yang ada di hadapan saudara–saudara ini hanyalah sebagian kecil dari pengalaman Forum Diskusi Anggaran dan Perkumpulan INISIATIF dalam mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang lebih baik di daerah. Proses dan hasil–hasil yang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan, terutama kelompok miskin dan terpinggirkan lainnya ketimbang bagi sebagian orang atau kelompok yang dekat dengan sumber–sumber kekuasaan. Yayasan Tifa menyambut baik dan mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Semoga buku ini bisa menginspirasi upaya–upaya senada, bahkan mungkin gelombang yang lebih besar atas perencanaan dan penganggaran yang lebih pro–rakyat. Mickael B. Hoelman Manajer Program Demokrasi dan Tata Pemerintahan Yayasan Tifa Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat v Prolog Dua orang itu sedang duduk–duduk di teras sebuah gedung yang besar nan megah sambil menyandarkan kakinya ke tiang tembok yang nampaknya sangat kokoh, sembari mengisap rokok dalam-dalam. Tak lama kemudian menyemburkannya keluar, tanpa memperdulikan peringatan tertulis pada secarik kertas yang menempel di tembok dan tepat berada di atas kepalanya, bahwa di situ dilarang merokok seraya berkata, “Bosenlah... terus wee... rame di ...rencanakeun pelaksanaanna..mah.... nu taun kamari oge teu puguh juntrungna...!” 1 Kemudian dibalas oleh temannya... yang ada di sebelahnya, ”Heuueh ....lah... da lamun seug ..aya anu sejen,..nu daek jadi delegasi sayah mah ...geus hoream kikieuanteh...komo deui di denge-denge teh.... lolobanamah program teh ..keur kapentingan politik maranehna keneh we... rakyatmah ngan ukur jadi alat wungkul...terus we...dibobodo..” 2 1.“Bosanlah ... terus saja rame direncanakan, sementara pelaksanaannya yang tahun lalupun tidak jelas ke mana arahnya”. 2. “Iya..lah.. seandainya ada orang lain yang mau jadi delegasi, saya sudah bosan terlibat seperti ini,... apalagi didengar-dengar… kebanyakan program itu untuk kepentingan politik mereka sendiri, sementara rakyat hanya jadi alat saja. Terus saja dibodohi” vi Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Itulah sekelumit komentar para delegasi musrenbang di Kabupaten Bandung, yang nampaknya sudah merasa jenuh dengan penyelenggaraan penyusunan perencanaan pembangunan selama ini, baik musrenbang di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Terjadinya kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan di lapangan, serta buruknya monitoring dan evaluasi kegiatan, ditambah lagi makin rendahnya semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran oleh penyelenggara negara dan juga kurangnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penggunaan anggaran untuk pembangunan, mengakibatkan mayoritas masyarakat sudah hampir hilang kepercayaan bahkan apriori terhadap berbagai kebijakan politik terutama pada tata kelola anggaran. Rakyat sebagai pemegang saham terbesar, (dari trilyunan uang yang dikelola oleh penyelenggara negara) belum memperoleh penghasilan yang cukup menggembirakan, laiknya sebagai pemegang saham. Bahkan sebagian besar pemilik modal tersebut (rakyat) mengalami kehidupan yang sangat memprihatikan. Keadaan mereka jauh di bawah standar kemiskinan, akses untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan layanan sosial yang layak, masih belum terjangkau secara maksimal. LKPJ sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penyelenggara negara kepada rakyat sebagai pemegang saham, masih bersifat normatif dan penuh rekayasa politik yang substansinya hampir tidak menyentuh pada tujuan bagaimana mensejahterakan rakyat. Sebagian besar pemegang saham (rakyat) tersebut nampak tidak berdaya, karena mayoritas dari mereka tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana dan seperti apa uang mereka itu dibelanjakan. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung, yang merupakan representasi dari semangat anti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), buah hasil jerih payah dan perjuangan reformasi, di tataran pelaksanaan masih dalam konteks wacana belaka. Hasil dari telaahan Tim Advokasi Forum Diskusi Anggaran (FDA) tahun 2008, menyebutkan pengetahuan masyarakat mengenai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung di bawah 10%. Persoalan inilah salah satu hal yang menjadi alasan Forum Diskusi Anggaran (FDA), yang merupakan wadah aktivitas para pemerhati tata kelola anggaran di Kabupaten Bandung, merasa terpanggil untuk ikut serta mendorong meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memahami pentingnya keterlibatan mereka pada setiap kebijakan politik, terutama dalam bidang pengelolaan sumber daya anggaran yang selama ini masih jauh sekali dari apa yang diharapkan oleh rakyat. Yaitu, sesungguhnya sebesar apapun nilai uang yang dikelola oleh pemerintah, muaranya mesti pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat vii Buku yang ada di hadapan Anda ini adalah merupakan catatan–catatan buah pikiran, gagasan-gagasan serta pengalaman kawan-kawan para pegiat Forum Diskusi Anggaran dalam melakoni aktivitas dan perjalanannya, baik selama melaksanakan Kursus Politik Anggaran yang lebih familiar kawankawan menyebutnya dengan istilah ”Kurpola”, maupun selama lembaga ini digagas dan dilahirkan untuk mendampingi perjalanan politik penganggaran di Kabupaten Bandung. Merupakan sebuah harapan dengan terbitnya buku Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat, selain menambah khasanah kepustakaan kita mengenai ilmuilmu sosial kemasyarakatan, juga harapannya menjadi literatur bagi para pegiat dan aktivis dalam upaya mempercepat lahirnya pemerintahan yang harmonis, bersih, bebas dari perilaku perselingkuhan, kolusi, korupsi dan nepotisme. Terakhir, kami mengucapkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang telah mengerahkan daya dan upayanya baik moril maupun materil hingga terbitnya buku “Kurpola” ini, terutama kami sampaikan terima kasih kepada Yayasan Tifa, dan Perkumpulan INISIATIF atas kepercayaan dan segala bantuannya kepada FDA khususnya. Semoga upaya ini dapat menjadi sebuah sumbangan bagi kehidupan rakyat yang lebih baik lagi. Bandung September 2010 Ujang Sutisna Ketua Presidium FDA viii Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 1 Budaya Politik Eddy Kurniady Pengantar Walaupun kajian masalah budaya politik di Indonesia akhir–akhir ini kurang lagi mendapat minat di kalangan ilmuwan politik Indonesia, namun ia masih tetap merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik. Hal itu terjadi karena beberapa hal. Penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang representatif bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain. Penjelasan yang bersifat kultural dipersepsikan terlampau berorientasi kepada perilaku terhadap kelompok politik sebuah etnik dominan di Indonesia, sehingga tidak dapat dijadikan parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer yang sudah semakin kompleks. Ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah mulai dihadapkan pada penjelasan bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Penjelasan alternatif yang muncul dikenal dengan pendekatan ekonomi politik, yang juga bersifat strukturalis, yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan masalah ekonomi. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 1 Untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat cultural atau structural, sekarang kita dihadapkan pada kenyataan munculnya sebuah model analisis yang dapat dikatakan juga alternatif, yaitu analisis yang lebih memperhatikan peranan civil society1. Hal itu mulai nampak ketika memasuki dekade 1990-an, banyak sekali kalangan –akademisi, politisi, pengamat sipil dan militer– yang berbicara tentang civil society dengan pemahaman sendiri–sendiri. Pertanyaannya, apakah pendekatan yang bersifat cultural masih relevan untuk memahami politik Indonesia kontemporer? Gejala politik tertentu hanya dapat dijelaskan dengan pendekatan cultural. Sementara ada gejala lain yang penjelasannya memakai pendekatan struktural. Pola dukungan dan mobilisasi politik pada masa pemilihan umum, misalnya, akan sangat tepat dengan menggunakan pendekatan kultural daripada struktural. Budaya Politik : Makna dan Perwujudannya Budaya Politik Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada akhir Perang Dunia ke II, sebagai dampak perkembangan politik Amerika Serikat. Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai behavioral revolution, atau ada juga yang menamakannya dengan behaviorism. Terjadinya behavioral revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak semakin menguatnya tradisi atau mazhab positivism. Mazhab ini adalah paham yang percaya bahwa ilmu sosial mampu memberikan penjelasan atas gejala-gejala sosial seperti halnya ilmu–ilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejala–gejala alam. Paham ini sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer, August Comte, Emile Durkheim. Paham positivism merupakan pendapat yang sangat kuat di Amerika serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau disebut Mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik. Selain itu, salah satu faktor penompang lahirnya behavioral revolution ini adalah muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalam dunia penelitian, yaitu kecenderungan melakukan penelitian survei (survey research). Penelitian ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna memahami sikap, orientasi dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar belakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya penelitian survei tersebut dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam usaha menelusuri opini publik dalam rangka pemilihan Presiden, Gubernur maupun Senator di Amerika Serikat. Oleh 1 Gaffar Afan (1999), Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat karena itu, tidak heran di Amerika Serikat muncul sejumlah lembaga peneliti opini publik dengan mengadakan jajak pendapat atau yang dikenal dengan Public Opinion Poll, seperti Gallup Poll, Haris Poll, dan yang biasanya bekerja sama dengan media massa yang ada seperti ABC, CBS, NBC dan CNN. Pada saat itu di Amerika Serikat juga muncul sebuah revolusi baru dalam bidang rekayasa dan teknologi ketika diketemukan komputer dengan kemampuan analisis data secara cepat dan dalam jumlah yang besar. Salah satu dampak yang sangat menyolok dari behavioral revolution adalah munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun yang ada pada tingkat menengah (middle level theory). Akibatnya, ilmu politik diperkaya dengan sejumlah istilah, seperti misalnya system analysis, interest aggregation, interest articulation, political sozialization, politik culture, convertion, rule making, rule aflication, rule adjudication dan lain sebagainya. Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang dikembangkan dalam memahami sistem politik. Di antara kalangan teoritisi ilmu politik, yang sangat berperan mengembangkan teori kebudayaan politik adalah Gabriel Almond dan Sidney Verba. Keduanya melakukan kajian di lima negara yang kemudian melahirkan buku yang sangat berpengaruh pada 1960-an dan 1970-an, yaitu The Civic Culture2. Civic Culture inilah yang menurut Almond dan Verba merupakan basis bagi budaya politik yang membentuk demokrasi. Budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponenkomponennya, dan juga sikap individu terhadap peran-peran yang dapat dimainkannya dalam sebuah sistem politik tertentu (Almond and Verba, 1963, hal.13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap obyek sosial (dalam hal ini sistem politik) kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif. Orientasi kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap sistem politik dan atributnya. Bisa diartikan seperti tentang ibukota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai dan lain sebagainya. Sementara orientasi afektif menyangkut ikatan emosional yang dimilki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berhubungan dengan kapasitas individu dalam memberikan penilaian terhadap sistem politik dan bagaimana peran individu di dalamnya. Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi oleh karakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yang parochial. Sedangkan yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik yang bersifat 2 Gabriel Almond, Sidney Verba (1963), The Civic Culture : Political Attitude and Democracy in Five Nations, Princeton University Press, New York Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 3 subjektif. Adapun, masyarakat yang memiliki kompetensi politik yang tinggi, yang warga masyarakatnya mampu memberikan evaluasi terhadap proses politik yang berjalan, akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif. Hal di atas dapat digambarkan sebagai berikut: ORIENTASI POLITIK Kognitif Budaya Politik Parokial Subjektif Partisipatif X Affektif X Evaluatif X Budaya politik yang demokratik, yaitu budaya politik yang partisipatif, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik karena menyangkut “suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menompang terwujudnya partisipasi “(Almond dan Verba, h.178 ). Keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi terbentuk dan terpeliharanya demokrasi. Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Konsekuensi selanjutnya, pemerintah harus mengambil langkah–langkah yang memperhatikan kepentingan warga masyarakat. Kalau tidak, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, kecewa dan meninggalkan pemerintahnya. Sebaliknya, apabila warga tidak merasa kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya pemerintah akan menjadi dominan dalam penyelenggaraan negara. Almond dan Verba mengaitkan antara tinggi–rendahnya budaya politik, yaitu civil culture dengan stabilitas demokrasi dalam sebuah negara seperti terlihat pada gambar berikut ini : Civic Culture Matriks Stabilitas Demokrasi 4 TinggiMenengah Tinggi Rendah Rendah Sangat Rendah Jerman, Italia Meksiko, Indonesia Inggris, AS Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Sosialisasi Politik sebagai Wahana Pembentukan Budaya Politik Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui apa yang disebut sebagai sosialisasi politik, yaitu proses penerusan dan pewarisan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah generasi dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai media, seperti: keluarga, sanak-saudara, kelompok, sekolah, ditopang oleh media cetak, elektronik dan lain sebagainya yang bisa disebut sebagai agent dari sosialisasi politik. Keluarga merupakan agent pertama yang sangat menentukan pola pembentukan nilai politik bagi seorang individu. Dalam lingkungan agama, ditanamkan nilai–nilai agama yang sangat tinggi dengan segala atribut yang melekat di dalamnya. Dari situlah sikap dan orientasi politik melekat dan terbentuk. Dalam sebuah sistem yang negara memainkan peranan yang sangat dominan, dalam pembentukan nilai–nilai dan norma politik, maka norma dan keyakinan penguasa negara, harus diikuti oleh warganya. Oleh karena itu segala sesuatu yang berbeda dengan kehendak negara disingkirkan. Budaya Politik di Indonesia Hierarki yang Tegar Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia, karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang barangkali dapat dijadikan titik tolak untuk membicarakan masalah ini yaitu adanya sebuah pola budaya dominan dari kelompok etnis tertentu yang sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi kalangan elit politik di Indonesia sebagaimana ditulis oleh Claire Holt, Benedict Anderson, dan James T. Siegel3. Pembicaraan awal yang dikemukakan adalah menyangkut konsep kekuasaan dalam masyarakat tertentu khususnya di Jawa. Menurut Anderson, konsep kekuasaan dalam masyarakat Jawa berbeda sekali dengan apa yang dipahami oleh masyarakat Barat. Karena, bagi masyarakat Jawa, kekuasaan itu bersifat kongkrit, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat Barat yang memandang kekuasaan itu bersifat abstrak dan dari berbagai macam sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal usul, dan lain sebagainya. Dan selama sumber kekuasaan itu tetap memberikan kekuasaan, maka kekuasaan seorang penguasa akan tetap legitimate dan tidak perlu dipersoalkan. 3 Claire Holt, Benedict Anderson, James T. Siegel (1972), Political Culture in Indonesia, Ithaca, New York: Cornell University Press Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 5 Masyarakat tertentu di Indonesia dan sebagian besar masyarakat lainnya, pada dasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial bukan didasarkan atas atribut sosial yang bersifat materialistik, tetapi lebih pada akses kekuasaan. Ada pemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan yang juga disebut sebagai kalangan priyayi, dan itu diperlihatkan dalam bahasa, melalui tingkatan bahasa kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko atau halus, setengah halus dan kasar dan gesture atau gerak mimik/perilaku. Kalangan rakyat harus berbahasa secara halus kepada pemegang kekuasaan. Kekuasaan juga terungkap dengan istilah wong gede dan wong cilik. Implikasi dari pola pemilahan seperti itu adalah kalangan birokrat seringkali menampakkan diri dengan citra tertentu, seperti pamong praja yang melindungi rakyat, pamong atau guru/pendidik bagi rakyatnya. Di lain pihak, penguasa memiliki persepsi merendahkan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia apalagi memprotes kegiatan pemerintah. Pemerintah adalah paling tahu dan rakyat tidak tahu apa-apa! Ada implikasi negatif dari citra diri seperti itu dalam kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan kompetensi sekelompok kecil elit yang ada di puncak kekuasaan pusat maupun daerah. Yang membentuk dan memformulasikan kebijakan publik adalah kalangan pemerintah yang baru disesuaikan dan disahkan oleh DPR. Rakyat mengalami proses alienasi, bahkan tersingkirkan dari proses politik. Tidak ada diskusi publik mengapa kebijakan itu harus ditempuh? Apakah memang perlu? Kemudian dalam implementasi kebijakan, rakyat diwajibkan ikut serta di dalamnya. Kecenderungan Patronase Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patron-client, baik di kalangan penguasa maupun masyarakat. Si patron dan client melakukan interaksi resiprokal atau imbal-balik dengan mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimiliki oleh masing– masing pihak sampai ke dukungan politis dan loyalitas. Pola hubungan ini tetap dipelihara selama masing–masing pihak tetap memiliki sumber daya tersebut. Yang menarik diperhatikan, bahwa tidak jarang di tengah pola hubungan clientilistic ini tumbuh dan berkembang orang ketiga yang menjadi perantara, atau yang disebut sebagai broker atau middleman. Atau istilah populer sekarang makelar kasus. Jelasnya pola tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini: P_______________M/B__________________CL-----CL------CL---------CL------CL P = Patron 6 M/B = Middleman/Broker CL = Client Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Kecenderungan patronase ini dapat ditemukan secara meluas, baik dalam lingkungan birokrasi maupun di kalangan masyarakat. Pada hubungan presiden dengan para menterinya, beberapa menteri memfungsikan dirinya sebagai broker atau middleman terhadap sejumlah menteri yang lain, yang berperan menjadi client. Lalu, para menteri itu juga menjadi middleman dan membentuk client–client lain ke bawahnya dan seterusnya. Di kalangan partai politik juga ditemukan hal yang sama. Seorang gubernur yang menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai, dapat menjadi patron bagi sejumlah politisi, yang kemudian menjadi pengurus partai atau menjadi anggota DPRD. Demikian juga antara penguasa dengan para pengusaha. Tak jarang mereka memainkan peran sebagai client untuk memperoleh imbalan kemudahan dalam proyek pembangunan Rumah Sakit misalnya. Pola hubungan seperti ini yang kemudian di Indonesia disebut secara luas sebagai KOLUSI. Dan ini bukan merupakan sesuatu yang baru di Indonesia. Harapan terhadap Partai Politik Sebagaimana diketahui bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibuat oleh warga negara untuk ikut menentukan arah negara. Apa yang dilakukan oleh negara dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari rakyat. Partai politik secara tidak langsung maupun langsung, sangat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks itulah demokrasi meletakkan partai politik sebagai sarana rakyat dalam menentukan arah dan masa depan negara. Rakyat memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu biasanya memperhatikan beberapa hal, seperti (1) garis-garis besar haluan perjuangan, (2) konsistensi, praktik dan sepak terjang partai, dan (3) kemampuan dan kapasitas SDM dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan integritas yang baik. Dalam hal ini jelas, partai memang berkepentingan atas dukungan yang diberikan rakyat dan legitimasi tergantung dukungan rakyat4. Dari gambaran di atas sudah tersirat beberapa fungsi penting partai politik. Adapun fungsi–fungsi pokok partai politik adalah sebagai berikut : 1. Sebagai sarana atau media pendidikan, komunikasi dan sosialisasi politik bagi anggotanya atau masyarakat secara luas. 2. Sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat. 3. Sebagai media partisipasi politik warga negara. 4. Sebagai sarana rekrutmen untuk pengisian jabatan politik dalam pemerintahan negara. 5. Sebagai pihak yang turut menciptakan kondisi kondusif bagi upaya pemakmuran rakyat. 4 Naning Mardiniah, E. Sobirin Nadj, Anwar, Widodo Dwi Putro, Baharuddin (2004), Memperkuat Posisi Politik Rakyat, LP3ES, Jakarta. Lihat hal. 65-66 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 7 Telaahan sampai hari ini, sangat jarang partai politik yang secara sempurna dapat melakukan fungsi–fungsinya. Dari lima fungsi partai politik di atas, yang paling susah dilakukan dengan baik adalah fungsi penyerap, penyusun dan penyalur aspirasi rakyat yang bisa disebut fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat. Penutup Uraian yang dikemukakan di atas memberikan gambaran untuk menjamin keberhasilan perubahan pelaksanaan pemerintahan daerah sesuai undang– undang. Diperlukan pemimpin yang memiliki visi kuat (visioner leader) yang mampu menentukan arah dan mengendalikan jalannya perubahan, pada tiga dimensi, struktural, fungsional dan dimensi kultural (budaya). 8 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 2 Politik Anggaran Mokhamad Ikhsan Bila dilihat dari konsep dan praktiknya yang ideal, proses penyusunan APBD terdiri dari dua (2) hal mendasar, yaitu perencanaan dan penganggaran. Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah dilaksanakan secara terintegrasi (unified budgeting) dengan berlandaskan pada konsep penggunaan sumber daya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan publik (money follows function). Apa Itu Politik Anggaran Politik anggaran dapat dimaknai sebagai proses pengalokasian anggaran berdasarkan kemauan dan proses politik, baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana publik akan ditentukan kepentingan politik. Irene S. Rubin1 mengatakan, dalam penentuan besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Yaitu alokasi anggaran acap kali juga mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya. 1. Lihat Rubin, Irene S., (2000), The Politics of Public Budgeting : Getting and Spending, Borrowing and Balancing, New York, NY: Chatham House Publishers Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 11 Secara teoritik, anggaran merupakan instrumen pemerintah dalam menyelenggarakan roda kekuasaannya. Dalam skema kebijakan, keputusan alokasi sumber daya untuk berbagai keperluan berupa pengeluaran setiap tahunnya, tercermin dalam APBN maupun APBD. Dalam praktiknya, anggaran tak terlepas dari sejumlah kepentingan yang harus diakomodasi, sekaligus menjadi mediasi berbagai kebutuhan masyarakat. Dalam konteks demikian, kebutuhan atau kepentingan itu seringkali memiliki bobot prioritas yang relatif sama. Dari sanalah diperlukan pilihan-pilihan memutuskan mana yang akan didanai terlebih dahulu. Tidak heran jika atas pertimbangan itu pada akhirnya berbagai pihak dan kelompok kepentingan akan berebut pengaruh di dalam memutuskan alokasi anggaran. Itulah yang disebut dengan anggaran sebagai medan tempur strategis dalam politik kebijakan pembangunan. Politik Perwakilan yang Buruk Fakta menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah dalam APBD ternyata lebih banyak untuk menggerakkan mesin birokrasi daripada untuk kepentingan rakyat. Ini menunjukkan politik anggaran belum berada dalam arah yang benar. Sedangkan porsi belanja untuk kepentingan rakyat seringkali rawan dikorup, tidak efektif memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, infrastruktur, peningkatan pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian agar APBD benar-benar dapat dimanfaatkan rakyat, diperlukan upaya ekstra untuk memastikan agar penggunaannya tidak menyeleweng ke kegiatan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan anggaran negara. Jika dibiarkan terjadi, bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan para politisi yang akan tergerus, tetapi tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat juga semakin sulit dicapai karena prinsip penggunaan keuangan negara yang berkeadilan, tidak boros, tepat sasaran, proporsional, efektif dan efisien tidak tercapai. Sementara itu sumber daya anggaran terbagi habis di bidang-bidang yang tidak berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Ketika politik anggaran tidak berjalan diametral dengan kesejahteraan rakyat, yang terjadi bukan hanya karena elit politik yang korup, tetapi juga perwakilan politik yang buruk (poor political representation). 12 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Lebih Dalam Soal Politik APBD Masalah proporsi atas APBD merupakan isu krusial dalam upaya membawa pengelolaan keuangan daerah ke ranah politik, khususnya dalam hal distribusi dan kelayakannya. Issue keadilan anggaran terkait keuangan negara dan daerah pasca-UU otonomi daerah berkembang pesat seiring dengan semakin besarnya kebutuhan daerah sendiri untuk menopang pembuatan kebijakan publiknya. “Perkawinan” senyatanya kemudian terjadi antara “kebutuhan” Pemda dan “kewajiban” melakukan akomodasi agen-agen politik daerah vis a vis konstituen politiknya. Dari persepektif keagenan (agency theory), APBD dapat dibagi ke dalam beberapa tahapan, yakni: perencanaan, penyusunan program/kegiatan, pelaksanaan APBD, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan. Perencanaan APBD Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus direncanakan dengan menetapkan terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai. Money follows functions. Jika tidak ada target, maka tidak ada aktivitas. Jika tidak ada aktivitas, maka tidak ada alokasi dana dalam APBD. Salah satu pendekatan yang dipakai dalam perencanaan APBD saat ini adalah Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), yang melibatkan masyarakat secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai tingkat Kabupaten. Dalam penyampaian aspirasi (kebutuhan, keinginan, dan kepentingan) dengan pendekatan ini, digunakan “perwakilan”. Dalam konsep keagenan, perwakilan akan memiliki kecenderungan terjadinya adverse selection dan moral hazard. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah: aa Bagaimana keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dengan nama program/kegiatan yang tercantum dalam RKPD? Artinya, apakah program/kegiatan dalam RKPD akan memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat ? Atau dengan kata lain outcome tercapai? aa Bagaimana “pergeseran” dan “proses” hilangnya usulan masyarakat dari hasil Musrenbang tingkat desa/kelurahan sampai kemudian menjadi seperti yang tercantum dalam RKPD? Apakah mewakili (secara proporsional) berdasarkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, atau faktor lainnya? aa Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi dalam menentukan nama program/kegiatan dalam RKPD? Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 13 aa Apakah nama program/kegiatan selalu mengikuti daftar yang tercantum dalam Lampiran A-VII Permendagri No.13 Tahun 20062? aa Apakah nama program/kegiatan sesuai dengan RENJA, RENSTRA, TUPOKSI SKPD? aa Apakah terdapat pengulangan atas program/kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya? aa Apakah nama program/kegiatan sejalan dengan visi dan misi kepala daerah yang tercantum dalam RPJMD? Penyusunan Program/Kegiatan Bila dipandang secara normatif, nama program/kegiatan yang tercantum dalam RKPD mayoritas merupakan “milik” eksekutif dan, sangat minim “harapan” masyarakat yang menitipkan kebutuhannya melalui mekanisme Musrenbang. Namun, ketika penyusunan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) dilakukan, tidak ada aturan yang mewajibkan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)mengakomodasi seluruh program/kegiatan yang ada di dalam RKPD. Jika nama program/kegiatan tidak tercantum di dalam PPAS, meskipun ada di dalam RKPD, maka program/ kegiatan tersebut tidak akan didanai dalam APBD. Idealnya, draft RKPD yang di-Musrenbang-kan disusun berdasarkan rencana kerja (Renja) SKPD yang memuat program/kegiatan yang “terukur”. Maksudnya, program/kegiatan tersebut telah dihitung besaran kebutuhan anggaran belanjanya sesuai dengan beban kerja dan target kinerjanya. Dalam bahasa lain, sudah ada rancangan awal RKA-SKPD (atau disebut juga pra-RKA) sebelumnya, sehingga besaran jumlah input untuk masing-masing kegiatan bukanlah taksiran kasar belaka. Oleh karena itu, ada beberapa pertanyaan yang perlu ditemukan jawabannya melalui kajian empiris, di antaranya: aa Apakah besaran angka pagu/plafon sementara telah “wajar”? Tolok ukur kewajaran alokasi ini adalah Analisis Standar Belanja (ASB), yang disusun berdasarkan target kinerja, beban kerja, dan standar harga barang/jasa. aa Apakah nama program/kegiatan dalam PPAS tercantum dalam RKPD? Jika tidak, di mana atau dari mana munculnya nama program/kegiatan yang baru ini? Apakah di TAPD atau di DPRD? aa Apakah besaran alokasi (input) untuk masing-masing program/kegiatan sudah mengalami perubahan dari RKPD ke PPAS? Jika iya, di mana terjadinya? Apakah di TAPD atau di DPRD? 2. Ada 22 Lampiran A di permendagri ini. Lampiran A-VII merupakan Lampiran Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. 14 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat aa Apakah makna kata ‘prioritas’ dalam pernyataan di PPAS sejalan dengan besaran alokasi anggaran untuk masing-masing program/kegiatan? Pelaksanaan APBD Pelaksanaan APBD merupakan serangkaian langkah yang dimulai dengan aktivitas penatausahaan (administrasi) dan aktivitas pelaksanaan teknis kegiatan. Dalam penatausahaan, disiapkan dokumen-dokumen pelaksanaan berupa DPASKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-SKPD), anggaran kas SKPD, SPD3, SPP4, SPM5, dan SP2D6. Sedangkan aktivitas teknis berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan, seperti pengadaan (procurement), perjalanan dinas, surat-menyurat, pertanggungjawaban bendahara (SPJ7) dan pelaksana kegiatan (PPTK8). Masalah keagenan dalam pelaksanaan APBD umumnya berkaitan dengan persoalan keagenan dalam perencanaan dan penyusunan program/kegiatan. serta penetapan alokasi atau plafon anggaran. Meskipun secara umum masalah keagenan pada tahapan ini ada di aparatur pemerintah daerah, tidak tertutup kemungkinan anggota legislatif juga terkait secara langsung. Beberapa fenomena atau fakta yang perlu dianalisis lebih jauh adalah: aa Kelancaran arus dokumen. Dalam sistem dan prosedur penatausahaan, baik respon terhadap SPP oleh kepala SKPD (dengan menerbitkan SPM), SPM oleh BUD9 (dengan menerbitkan SP2D), dan SPJ oleh PPK-SKPD10 memiliki batas waktu (maksimal), terkecuali ada ketidaklengkapan dokumen atau masalah lainnya. Namun, ada kalanya muncul moral hazard: sengaja menundanunda meskipun melanggar sisdur (sistem dan prosedur), meminta uang pelicin, karena ada kepentingan lain, dll. Lalu, mengapa terjadi pelambatan proses oleh aparatur daerah? Berapa kali/persen pelanggaran dilakukan terhadap sisdur yang ada? aa Penggunaan uang/kas di luar yang telah ditetapkan dalam APBD. Pemberian uang kepada polisi, jaksa, wartawan, LSM, atau masyarakat biasa, baik sebagai hadiah, upeti, suap, ataupun uang pelicin (grease money) tidak diperkenankan karena tidak ada alokasi anggarannya dalam APBD, terutama DPA-SKPD terkait. Biaya ini sering disebut ghost expenditures (biaya hantu). 3. Surat Penyediaan Dana. 4. Surat Permintaan Pembayaran. 5. Surat Perintah Membayar. 6. Surat Perintah Pencairan Dana. 7. Surat Pertanggungjawaban. 8. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan 9. Bendahara Umum Daerah. 10.Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 15 Pertanyaannya adalah: berapa besaran (jumlah rupiah dan persentase) uang hantu ini? Apakah alokasi ini sudah diperhitungkan oleh penyusun RKA-SKPD pada saat merencanakan besaran pagu anggaran kegiatan? aa Peng-SPJ-an belanja sering dimanipulasi. Misalnya, belanja untuk 5 kali perjalanan dinas, yang benar-benar direalisasikan hanya 3 kali. Sementara sisanya, 2 kali, di-SPJ-kan secara fiktif. Contoh lain: pembelian ATK berupa kertas HVS dalam DPA-SKPD sebanyak 100 rim selama setahun. Yang betul-betul dibeli hanya 70 rim, sementara di-SPJ-kan sebesar 100 rim. Berapa besaran rupiah/persentase SPJ fiktif untuk belanja barang dan jasa ini? Apakah dalam perencanaan besaran plafon kegiatan terkait sudah dilakukan mark-up (terjadi intention to corrupt)? Hal yang sama terjadi untuk belanja makan dan minum. aa “Setoran” ke atasan. Biasanya ada setoran yang harus diberikan oleh pelaksana kegiatan (PPTK) dan bendahara kepada atasannya, terutama kepala SKPD. Kadang kala sampai juga ke sekda dan kepala daerah. Mengapa harus ada setoran ini? Berapa jumlah/persentasenya? Apakah hal ini terkait dengan mark-up pada saat penghitungan input di RKA-SKPD? Bagaimanakah “format” tersebut? Apakah berupa uang, barang, atau “service” tertentu (di luar kantro)? aa Kasus “kas daerah kosong”. Pada saat kepala SKPD mengajukan SPM ke BUD, terkadang BUD tidak bisa menerbitkan SP2D dengan alasan “kas daerah kosong”. Oleh karena sebagian besar kas daerah diisi dari DAU, yang diturunkan/dicairkan setiap bulan oleh pemerintah pusat, maka alasan rekening kas daerah kosong (tidak ada uangnya) pastilah mengada-ada. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa di banyak daerah tidak ada anggaran kas SKPD, karena BUD tidak ingin “ditagih” oleh SKPD karena “kontrak” yang dibuat dalam anggaran kas tersebut. So, mengapa terjadi kas daerah kosong? Bagaimana persepsi bendahara pengeluaran SKPD terhadap praktik ini? Apakah praktik ini berpengaruh terhadap pencapaian realisasi anggaran belanja dan target kinerja? Apakah menurut aparatur di BUD, pemerintah pusat berperan dalam persoalan ini? aa “Stempel palsu“. Mungkin sedikit agak konyol dan bodoh, tapi faktanya sering terjadi: bendahara memiliki stempel palsu atau duplikat stempel pihak ketiga yang melakukan transaksi dengan SKPD. Stempel-stempel ini digunakan untuk mempertanggungjawabkan (membuat SPJ) pengeluaran-pengeluaran dengan membuat kuitansi palsu, yang seakan-akan distempeli oleh pihak ketiga. 16 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Pertanggungjawaban dan Pelaporan Keuangan Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yakni pertanggungjawaban perbendaharaan dan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Pertanggungjawaban perbendaharaan dilakukan oleh bendahara di SKPD, sementara pelaporan keuangan dilakukan oleh kapala SKPD selaku pengguna anggaran. Format, dokumen, substansi, dan prosedur kedua pertanggungjawaban ini berbeda. Pertanggungjawaban oleh bendahara yang mengandung moral hazard sudah dijelaskan di atas. Dalam bagian ini dijelaskan beberapa contoh dan pertanyaan penelitian untuk pelaporan keuangan, baik di SKPD maupun Pemda. Beberapa di antaranya adalah: aa Tidak melaksanakan proses akuntansi, tetapi menghasilkan laporan keuangan. Sudah menjadi kelaziman saat ini bahwa SKPD dipandang tidak perlu menyelenggarakan proses akuntansi (menjurnal, mem-posting, menyesuaikan, menutup, dan menyusun laporan keuangan) secara manual, karena telah ada software atau program yang membantu. Sekali dilakukan entry data, maka laporan keuangan langsung jadi. Apakah akuntansi sama dengan software di komputer? aa Tenaga sarjana/diploma akuntansi tidak dibutuhkan lagi. Konsekuensi dari poin 1 di atas adalah timbulnya anggapan bahwa peran dan fungsi akuntan sudah digantikan oleh mesin yang disebut komputer. Bagaimana persepsi/pandangan aparatur daerah tentang proses penyusunan LK SKPD11, peran/fungsi sarjana/diploma akuntansi pada level SKPD? aa Inspektorat daerah/Irda (dulu disebut Bawasda) melakukan reviu terhadap laporan keuangan Pemda sebelum LK tersebut disampaikan ke BPK-RI. Persoalan yang muncul adalah: apakah auditor/inspektur di Irda12 memahami akuntansi dan pemeriksaan keuangan? Bukan rahasia lagi jika Irda/Bawasda adalah tempat “pembuangan” bagi pejabat atau pegawai yang tidak sejalan dengan kepala daerah dan Sekda. aa Tindak lanjut atas temuan BPK-RI. Setelah melakukan audit, BPK menyampaikan temuan-temuannya kepada kepala daerah untuk ditindaklajuti. Beberapa temuan tersebut berindikasi korupsi, namun dalam LHP13 BPK-RI temuan ini sering tidak muncul. Pertanyaannya: Apakah auditor BPK telah melaksanakan tugasnya 11 Laporan Keuangan SKPD. 12 Inspektorat Daerah. 13 Laporan Hasil Pemeriksaan. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 17 secara independen dan bertanggung jawab, sesuai dengan etika profesinya? Apakah ada hubungan di luar keprofesionalan antara aparatur daerah dengan auditor BPK? Perspektif politik pada prinsipnya beranggapan bahwa seseorang akan cenderung mengutamakan kepentingan politiknya ketika bertindak sebagai agen. Praktiknya, self-interest ini bisa berupa keuntungan finansial maupun non finansial, yang sering dikenal dengan istilah KKN. Titik-Titik Rawan Skema perencanaan dan penganggaran semestinya mensyaratkan perpaduan antara pendekatan teknokrasi, politik dan partisipasi. Kaitan antar pendekatan tersebut merupakan konstruksi demokratisasi kebijakan. Namun faktanya, kecenderungan modus perencanaan dan penganggaran daerah masih bersifat terlalu teknokratis-politis, tidak diimbangi dengan aspek partisipasi yang nyata. Sebagai ukuran, seperti disinggung di depan, bahwa di setiap hasil Musrenbang yang diolah pada tingkat SKPD, selalu mengalami pemangkasan di lintasan eksekutif. Apalagi, pada fase penganggaran, senantiasa absen dari pantauan dan keterlibatan warga. Tahap krusial yang perlu diperhatikan, karena sekaligus menjadi titik strategis penentu perencanaan, tidak lain ada pada tahap perumusan program/kegiatan SKPD yang dikoordinasikan Bappeda. Proses dan rute dari bawah, sesungguhnya sangat bergantung bagaimana pembahasan masuk dalam sistematisasi dan rasionalisasi dalam kacamata SKPD yang di dalamnya terjadi “interaksi” sekaligus pertarungan antar sektor. Arena ini, memang sebagian besar memiliki modus yang sama mengenai kecenderungan para kepala dinas memperjuangkan segala usulan masingmasing instansi berbasis keinginannya. Silang kepentingan dengan nalar teknokratik, berproses dengan (cenderung) mengabaikan segala dokumen usulan dari hasil Musrenbang. Bahkan tragisnya, produk perencanaan teknokratik tersebut meninggalkan koherensinya dengan RPJMD, Renstra, maupun Renja SKPD. Hal itu bisa terjadi karena mekanisme perencanaan pembangunan telah “terbakukan dalam sangkar birokratik”. Perangkat kelembagaan dan mekanisme perencanaan jika sudah memasuki area kabupaten, daftar usulan dari hasil Musrenbang mengalami penyusutan secara sistematik, dengan tergantikan oleh bermacam skema yang berasal dari dinasdinas (SKPD). Hal semacam ini memperlihatkan terjadinya gap (kesenjangan), antara model perencanaan dari bawah berbasis spasial (desa), yang menunjukkan pendekatan partisipasi, berhadapan dengan model perencanaan berbasis sektoral (daerah/kabupaten), yang mencerminkan teknokratisasi. 18 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Salah satu akar penyebab kesenjangan, sebagaimana disinyalemen banyak kalangan, bahwa jika perencanaan desa (dari bawah) itu masih melekat dalam perencanaan daerah, sebagaimana diatur dalam tata kelembagaan Musrenbang, kemungkinan berlanjutnya dominasi kabupaten akan terus berlangsung. Secara hipotetis dapat dikatakan, set up tata kelembagaan perencanaan pembangunan daerah, senantiasa menjadi perangkap formalisasi partisipasi dan hanya memperkuat dominasi SKPD. Pilihan-Pilihan Strategis Kontrol Rakyat Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai (policy driven). Dengan kata lain, harus ada keterkaitan antara bujet dengan arah kebijakan sebagaimana tertuang dalam RPJMD dan RKPD. Politik anggaran harus menjadi alat mencapai tujuan pembangunan daerah. Konsekuensi dari politik anggaran ini adalah pemerintah didorong melakukan perubahan secara mendasar di level birokrasi. Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) perlu didorong untuk meningkatkan penerimaan dan melakukan efisiensi dan keefektifan pengeluaran. Dalam konteks ini, reformasi birokrasi secara total perlu segera diimplementasikan. Ketika pemerintah berisi birokrat yang tidak tersentuh reformasi, dan parlemen yang tidak cukup menawarkan aspirasi perubahan dalam pola dan substansi politik anggaran yang tidak menguntungkan rakyat, maka diperlukan sebuah refleksi serius di kalangan kelompok masyarakat, akademisi dan aktivis pro transparansi dan akuntabilitas anggaran di daerah. Bila siklus penganggaran dan mekanisme penyusunan APBD selama ini telah terbukti gagal menciptakan perubahan sosial yang lebih berkeadilan sebagai tujuan politik warga, maka harus dipilih alternatif politik anggaran yang bertumpu pada gerakan sosial yang masih berada di luar sistem politik daerah yang sudah mapan. Kekalahan-kekalahan gerakan rakyat yang dilibatkan di dalam sistem politik anggaran ini harus menjadi faktor utama dalam merancang pola dan model keterlibatan aktif warga, yang harus dimulai dengan membangun fondasi yang kuat di aras akar rumput sekaligus cakap dalam membangun ruang politik yang memadai antara kerja-kerja di tingkat lokal dan sistem politik yang lebih luas melalui para kader, aktivis partai/ormas/OKP. Gerakan sosial sejatinya adalah ruang antara (intermediary space) yang menjembatani antara negara dan masyarakat sipil. Tapi juga harus menghindari terjebak ke dalam pekerjaan-pekerjaan administratif daripada melakukan pengorganisasian masyarakat. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 19 Yang masih perlu dicermati secara serius dalam praktiknya adalah sebagai berikut, pertama, masalah pokoknya adalah keterputusan antara kelompok-kelompok yang memahami aspek serta akibat politik anggaran daerah, dan massa di akar rumput yang awam terhadap anggaran daerah, tetapi menerima dampak langsung dari kinerja politik anggaran, serta mempunyai kebutuhan langsung yang signifikan. Kedua, lemahnya advokasi dalam mobilisasi sumber daya (resource mobilization), tempat ruang-ruang negosiasi politik dan transaksi anggaran dalam memobilisasi sumber daya nyaris tertutup bagi kelompok-kelompok masyarakat. Ketiga, kelemahan dalam melakukan mobilisasi politik, karena yang terjadi di daerah adalah kuatnya kelompok demokrat mengambang -kini mengisi ruangruang pemerintahan- yang akan tetap mempertahankan sistem yang sudah mapan. Oleh karena itu, perlu melakukan upaya serius secara terus-menerus. Berkaca pada kelemahan gerakan kelompok masyarakat yang terjadi sekarang, dibutuhkan setidaknya, pertama, karena keterputusan antara kelompok masyarakat yang melek politik anggaran dan massa yang awam, maka dibutuhkan aksi kolektif dari organisasi yang melakukan pendidikan dan pemahaman terhadap politik anggaran dengan mengoptimalkan potential issue di masing-masing wilayah, seperti menghimpun dan memobilisasi potensi wilayah versus alokasi anggaran yang tersedia tiap tahun. Sehingga tercipta identitas kolektif dan ruang politik, yang kemudian diharapkan menjadi energi politik yang semakin besar untuk menegosiasikan kepentingan dalam proses politik anggaran. Kedua, mengingat wilayah kerja yang luas. Upaya menanamkan agen-agen di tiap kecamatan harus dilakukan, fokus di issue lokal, serta menggarap secara optimal setiap masalah dalam ruang lingkup terbatas. Logikanya, akan lebih optimal dalam merebut ruang politik kecamatan, dibandingkan dalam skala kabupaten. Alasannya jelas, karena pengorganisasian politik akan lebih mudah dilakukan di level lokal; wilayah kerja yang lebih kecil memudahkan untuk menemukan identitas kolektif; menemukan masalah lokal yang lebih riil; jarak dengan konstituen massa lebih dekat; karena keragaman jenis kebutuhan sosial di masing-masing wilayah membutuhkan pendekatan yang berbeda; dan faktor kekayaan dan keragaman nilai kultural di level lokal bisa lebih memperkaya potensi gerakan sosial. Dua hal penting di atas, akan menjadi anti tesis dari politik anggaran yang sedang berlangsung. Model ini diarahkan untuk melakukan mobilisasi politik untuk melawan kaum demokrat mengambang yang menguasai ranah politik anggaran. Dalam praktiknya, gerakan ini pun harus diisi oleh figur yang sudah terlebih dahulu melewati proses rekrutmen politik di gerakan sosial yang mampu melakukan koreksi dan reformasi dalam setiap siklus perencanaan dan penganggaran. 20 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 3 Forum Diskusi Anggaran: Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah Umar Alam Nusantara dan Wulandari Setiap lima tahun, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif (DPR/ DPRD) maupun di eksekutif (pemerintah). Mereka dipilih secara prosedural melalui pemilihan umum. Menurut konstitusi, legislatif dan eksekutif memegang mandat dan otoritas untuk menyelenggarakan kekuasaan. Baik kekuasaan atas pemerintahan, politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Kekuasaan itu sepenuhnya harus ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tatkala hajat demokrasi digelar, suasana berlangsung cukup meriah. Berbagai aksesoris partai bertaburan janji–janji politik tersebar di setiap sudut. Kandidat berlomba-lomba merebut simpati pemilih dengan bunga-bunga kampanye dan janji manis politik. Inilah saat bulan madu antara pemilih dan para kandidat. Transaksipun terjadilah. Pada umumnya, transaksi dibangun bukan atas dasar nilai dari program yang ditawarkan. Uang menjadi alat tukar utama dalam proses ini. Sangat pragmatis dan saling menipu. Tragedi demokrasi ini berlangsung terus setiap lima tahun di berbagai level. Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. Suara rakyat dihargai sebatas nilai rupiah yang dibayarkan. Korbannya tentu saja saja nasib rakyat selama kurun waktu 5 tahun. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 23 Sistem dan budaya politiklah yang menghasilkan malapetaka bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Para angota legislatif yang dihasilkan tidak memiliki motivasi kuat untuk menyerap aspirasi rakyat. Mereka kerap menyusun kebijakan yang tidak peka pada kebutuhan rakyat. Pemerintahpun setali tiga uang. Mereka terjebak dalam lingkar kekuasaan yang abai terhadap amanat penderitaan rakyat. Birokasi menjadi kaku, lambat dan terkesan amatiran dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Aroma ini tercium tajam dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan di daerah. Bandit Politik di Ruang Gelap Penganggaran Daerah Bisa dibayangkan manakala kedua pihak ini (eksekutif dan legislatif) bertemu di ruang-ruang pengambilan kebijakan yang menyangkut pengalokasian anggaran publik. Bisa dipastikan yang terjadi adalah persekongkolan untuk menelikung kepentingan rakyat dan mengalihkannya untuk sebesar–besarnya keuntungan mereka semata. Skenario besar yang dirancang adalah bagaimana keputusan politik bisa memfasilitasi kepentingan mereka. Proses penyusunan dan penetapan kebijakan pun dilakukan di ”ruang-ruang gelap” yang sulit dilihat oleh masyarakat. Transparansi dan partisipasi sebagai hakikat demokrasi sejati menjadi nihil. Ruang partisipasi hanya bagi rakyat yang diberikan pada saat memberikan suaranya di tempat–tempat pemungutan suara. Selanjutnya proses perencanaan-penyusunan-pengambilan keputusanpelaksanaan-pengawasan anggaran hanya merupakan sebuah proses politik, menjadi arena perebutan sumber daya publik antara pemerintah, legislatif serta kroni-kroninya. Posisi masyarakat sipil dalam menentukan kebijakan dan keputusan anggaran terpinggirkan sama sekali. Proses pengambilan keputusan anggaran hingga kini masih didominasi oleh kekuatan oligarkis dari unsur-unsur pemerintahan dan swasta, gabungan kekuatan birokrasi dan politisi yang sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Kalaupun ruang partisipasi itu masih dibuka, masyarakat hanya bisa memberikan masukan saja. Sementara keputusan ditetapkan oleh kekuatan oligarkis. Hingga saat ini, pemerintahan (eksekutif dan legislatif) merupakan kelompok yang paling dominan dalam sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku. Tak heran jika konstruksi APBD yang dihasilkanpun hanya untuk menopang kepentingan mereka. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lebih banyak dialokasikan untuk membiayai kepentingan pemerintah ketimbang untuk membiayai program–program yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Situasi ini mencerminkan bagaimana para “Bandit Politik” menguasai ruang– ruang gelap perencanaan dan penganggaran daerah. Istilah bandit politik saya pinjam dari Mancur Olson melalui bukunya ”Power and Prosperity ”(2000) yang dikutip oleh Didik J. Rachbini dalam bukunya, ”Teori 24 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Bandit”. Rachbini mencoba mendeskripsikan tersumbatnya saluran aspirasi publik (rakyat) yang dipercayakan kepada legislatif baik pusat maupun daerah, dan mandulnya kinerja eksekutif melakukan maksimalisasi pelayanan publik. Politik anggaran tersumbat dan mandulnya aspirasi maupun kepentingan publik disebabkan oleh politik anggaran yang cenderung self and group oriented atau narrow self interest para ”bandit politik”.1 Jadi, bandit politik yang dimaksud di sini adalah eksekutif dan legislatif, yang kerap berselingkuh dalam penyusunan anggaran. Para bandit politik ini tidak memiliki komitmen yang kuat untuk perubahan, dan cenderung rakus. Sehingga praktik pemburu rente ekonomi (economic rent seeking) masih menjadi tabiat para politisi dan birokrasi yang masuk pada kategori ”bandit politik”. Peluang Partisipasi Rakyat dalam Penganggaran Daerah di Kabupaten Bandung Politik anggaran seharusnya melahirkan kebijakan alokasi anggaran yang menjamin pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yaitu hak ekonomi, sosial dan budaya (hak ekosob) dan hak sipil politik (hak sipol). Situasi ini hanya akan terwujud manakala daulat rakyat atas anggaran dapat ditegakkan. Agar kedaulatan itu dapat direbut kembali, maka rakyat harus terlibat langsung dalam semua proses pengambilan kebijakan publik. Pembuatan kebijakan publik bukan lagi monopoli negara. Penentu kebijakan itu adalah pemerintahan (governance). Sebuah konsep pengelolaan sumber daya publik yang mensyaratkan keterlibatan pemerintah, DPRD, masyarakat (civil society) dan masyarakat ekonomi (private sector). Kebijakan yang disusun merupakan hasil resultan dari berbagai jaringan relasi berbagai pihak. Model ini memungkinkan rancangan sebuah kebijakan diuji terlebih dahulu melalui apa yang diistilahkan sebagai diskursus publik. Rakyat diajak bicara melalui forum, musyawarah, dialog dan diskusi yang fokus. Dalam prosesnya terjadi saling interaksi, mempengaruhi, negosiasi dan konsensus bersama antara rakyat, DPRD dan pemerintah. Idealnya, pihak-pihak ini dalam posisi elegan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Sehingga legitimasi hukum tercapai karena terbangun dari proses partisipasi politik rakyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrumen pemerintah daerah dalam menjalankan kekuasaannya. APBD disusun melalui proses-proses politik. Sistem dan mekanisme penyusunan APBD diatur oleh peraturan perundang-undangan. Mulai dari proses perencanaan dan penganggaran. APBD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi di daerah. Dokumen ini memuat kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan 1. Dikutip dari tulisannya Dahnil Anzar S yang berjudul Bandit Politik dan Politik Anggaran, Radar Banten, 5 Juli 2008. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 25 dan potret keberpihakan penguasa. APBD sebagai anggaran publik mempunyai sifat terbuka, penyusunannya melibatkan banyak pihak dan harus mampu mengagregasi kepentingan yang berbeda dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai dokumen politik, anggaran juga harus mampu menjadi resolusi. Resolusi konflik berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dan kebutuhan berbeda. Anggaran tidak akan mampu mengakomodasi semua karena kapasitasnya yang terbatas. Fungsi anggaran yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi artinya anggaran diarahkan untuk menyediakan barang dan jasa untuk memberikan pelayanan dan memenuhi hak dasar rakyat. Digunakan secara efisien dan efektif supaya rakyat mempunyai otak encer, berbadan sehat dan perut kenyang. Fungsi distribusi untuk menanggulangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, antara daerah maju dan tertinggal serta antara desa dan kota. Anggaran harus bisa memenuhi rasa keadilan dan kepatutan. Sedangkan fungsi stabilisasi yaitu anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian dan menjadi indikator ekonomi makro. Dasar Hukum Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Anggaran Daerah Dari sisi kerangka regulasi, khususnya di Kabupaten Bandung telah diatur mengenai hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran tapi pada praktiknya hal ini tidak diimplementasikan secara maksimal. Adapun Peraturan Daerah di Kabupaten Bandung yang menjamin hak atas informasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas bagi masyarakat untuk ikut dalam merumuskan dan mengambil keputusan anggaran di antaranya: 1. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kesempatan untuk terlibat dalam proses musyawarah dan pengambilan keputusan setidaknya ditentukan oleh dua hal yaitu: pertama, adanya ruang partisipasi. Kedua, adanya affirmative action mengenai kelompok masyarakat yang akan memanfaatkan ruang partisipasi tersebut. Analisis terhadap klausul dalam perda ini menunjukkan bahwa kedua hal tersebut harus dipenuhi. Pengertian partisipasi masyarakat menurut Perda No. 8 Tahun 2005 adalah keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan 26 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat dalam mengontrol terhadap proses penyusunan rencana, penetapan rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi rencana (Pasal 1 poin 38). Ada tiga modus partisipasi yang dijamin oleh perda ini, yaitu musyawarah perencanaan pembangunan, konsultasi publik dan sosialisasi publik. Masing-masing modus partisipasi ini disertai pula dengan kejelasan input, proses, dan output-nya. Untuk perencanaan tahunan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) diselenggarakan dari mulai tingkat desa sampai kabupaten. Masyarakat memiliki kesempatan untuk terlibat dari mulai pengusulan di tingkat desa sampai dengan pengawalan penyusunan APBD. Ada beberapa pasal yang secara affirmative menyebutkan mengenai unsurunsur masyarakat yang terlibat dalam musrenbang. Misalnya dalam pasal 20 ayat 3 disebutkan unsur-unsur berikut tanpa membatasi: 1. Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa (LPMD); 2. Organisasi masyarakat; 3. PKK atau organisasi perempuan; 4. Ketua RW; 5. Tokoh masyarakat desa; 6. Majelis Ulama Indonesia (MUI) desa; 7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) desa. Sementara itu dalam pasal 10 ayat 2, disebutkan pula unsur berikut tanpa membatasi: 1. Organisasi masyarakat; 2. Forum warga; 3. Organisasi kepemudaan; 4. Organisasi perempuan; 5. Perguruan tinggi; 6. Asosiasi profesi; 7. Media massa; dan 8. Delegasi dari tiap musrenbang pada jenjang sebelumnya. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 27 Sedangkan kesempatan warga terlibat dalam penganggaran tercantum pada pasal 29, khususnya ayat 2c, yaitu : Pasal 29 (1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 menjadi pedoman penyusunan RAPBD; (2) Pembahasan RAPBD melibatkan tiga pihak yaitu: a. DPRD yang memiliki hak budget; b. Pemerintah Kabupaten yang akan menjalankan APBD; c. Delegasi masyarakat yang dipilih dari peserta Musrenbang Kabupaten. 2. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi Partisipasi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung Materi pokok dari perda ini pada dasarnya membuka akses luas bagi warga untuk memperoleh informasi, prosedur, dan mekanisme kebijakan publik sebagaimana terlihat pada pasal 4 ayat 2b berikut ini : (1) (2) (3) (4) (5) (6) 28 Bagian Ketiga Jenis Informasi Paragraf 1 Informasi yang wajib diumumkan secara aktif Pasal 4 Hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik. Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakan/ keputusan meliputi: a. Informasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaan kegiatan Badan Publik baik visi/strategi, perencanaan tahunan mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan maupun Kabupaten; b. Informasi penganggaran, mulai dari mekanisme dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan penggunaan anggaran pada Badan Publik; c. Informasi tentang pelayanan publik; d. Informasi proses perjanjian/kontrak atau kesepakatan dan yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah. Informasi penyusunan tata ruang mulai dari perencanaan, pembahasan, penetapan, sampai dengan peruntukkannya. Informasi tentang pengadaan barang dan jasa. Informasi hasil pengawasan. Informasi kelembagaan dan ketatalaksanaan Badan Publik. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat (7) Aspek penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) pasal ini, dilakukan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat luas. (8) Cara-cara sebagaimana dimaksud ayat (7) pasal ini, harus dirumuskan dalam mekanisme yang menjamin pemerataan informasi yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Keputusan Bupati. 3. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam perda ini, ada klausul yang dapat menjadi landasan partisipasi masyarakat dalam memastikan Kebijakan Umum APBD berpihak pada rakyat miskin, seperti terlihat pada pasal 36 ayat 3 di bawah ini : Bagian Kedua Kebijakan Umum APBD Pasal 36 Bupati berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1), menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA). (1) Penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. (2) Bupati menyampaikan rancangan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambatlambatnya pertengahan Juni tahun anggaran berjalan. (3) DPRD dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan konsultasi publik dalam rangka menerima masukan tentang Kebijakan Umum APBD. (4) Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas Bupati bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD. Forum Diskusi Anggaran Ruang bagi partipasi rakyat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah adalah ruang yang dijamin oleh hukum. Sayangnya ruang ini masih merupakan ruang kosong yang belum banyak dimanfaatkan oleh publik. Padahal anggaran daerah adalah milik rakyat yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber daya untuk mencapai kesejahteraan. Sarana untuk pemenuhan hak- Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 29 hak dasar, pendidikan yang layak, jaminan pelayanan kesehatan, ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja dan jaminan sosial. Dengan semangat inilah, Forum Diskusi Anggaran (FDA) lahir sebagai bagian dari gerakan sosial di Kabupaten Bandung dalam rangka mendorong terjadinya percepatan perbaikan taraf hidup masyarakat miskin. Dalam keyakinan FDA, situasi tersebut bisa dicapai antara lain dengan terjadi reformasi dalam proses perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Bandung. Prasyarat reformasi tersebut adalah terlibatnya masyarakat sipil dalam dinamika politik perencanaan dan penganggaran daerah. Pembentukan FDA diinisiasi melalui proses–proses pelatihan perencanaan daerah serta diskusi–diskusi keliling di berbagai komunitas. Diskusi ini sebagian besar dilakukan dalam rangka melakukan penelaahan terhadap dokumen perencanaan penganggaran Kabupaten Bandung saat itu. Proses ini berlangsung pada pertengahan tahun 2006. Interaksi intensif antara berbagai komunitas yang memiliki konsen terhadap reformasi perencanaan dan penganggaran daerah inilah yang akhirnya bermuara pada melembaganya hubungan antar komunitas dalam alat perjuangan bersama yang diberi nama Forum Diskusi Anggaran. Organisasi atau komunitas yang tercatat sebagai inisiator FDA adalah Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK), Forum Muzakarah, Wanaputri, Forum Komunikasi Guru Honorer Sekolah (FKGHS), Kelompok Partisipasi Masyarakat (POKSIMAS)Cicalengka, Pemuda Persis, Perkumpulan INISIATIF, Sapa Institut, Foksui, PMII Kab.Bandung, Paguyuban Becak Majalaya, Generasi Muda Majalaya, Forum Manglayang, LP3U, FAGI, Kelompok Peduli Lingkungan (KPL), Masyarakat Peduli Sumber Air (MPSA), Rakom Citra, Rakom Kombas dan Rakom Pass. Konsolidasi–konsolidasi ini semakin diperkuat dengan munculnya gagasan untuk melakukan advokasi terhadap pelayanan kesehatan. Dasar pemikirannya adalah bahwa berdasarkan analisis terhadap dokumen anggaran yang ada, maka sangat dimungkinkan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan fasilitas jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kabupaten Bandung. Hasil penelaahan ini disampaikan kepada Komisi D DPRD Kabupaten Bandung. Situasi ini terjadi pada awal bulan Oktober tahun 2007. Mengingat pentingnya dukungan publik yang lebih luas maka pada pada bulan November 2007, FDA menyelenggarakan seminar bertajuk “Mendukung Penyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Seluruh Penduduk Kabupaten Bandung” di Hotel Antik, Soreang. Kesimpulan seminar ini adalah bahwa faktor utama keberhasilan penerapan kebijakan jaminan pelayanan kesehatan di beberapa daerah terletak pada political will yang kuat dari pimpinan daerah. Sedangkan rekomendasi seminar ini adalah “Petisi Antik” yang memuat tuntutan 30 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat warga Kabupaten Bandung kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Petisi ini ditandatangani oleh 54 lembaga yang hadir. Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian petisi melalui surat kepada Bupati Bandung, Ketua DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua Panitia Anggaran, Ketua Komisi D, dan para pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. Pada 6 November 2007, FDA diterima Komisi D dan menyampaikan langsung petisi tersebut. Saat dengar pendapat itu, FDA meminta DPRD untuk mengambil langkah-langkah konkrit guna merealisasikan petisi tersebut dan memasukkan isi petisi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) 2008 yang akan dibahas oleh DPRD dan Pemda. Pengawalan terus dilakukan dengan berbagai aktivitas serta dalam tempo yang sangat panjang. Sehingga pada tahun 2009 keluarlah Peraturan Daerah No 10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung yang menjadi dasar bagi layanan kesehatan gratis di Puskesmas untuk semua warga Kab. Bandung. Sedangkan bagi warga miskin akan mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan dasar sampai pelayanan rumah sakit secara gratis. Proses advokasi ini merupakan momentum yang sangat penting bagi konsolidasi jejaring FDA. Pada masa ini pula yakni pada bulan Desember tahun 2007 untuk pertama kalinya FDA menggelar Musyawarah Umum Anggota (MUA) yang memberi dasar lebih kuat bagi pengembangan peran sosial politiknya. Dalam MUA inilah AD ART organisasi dan rencana strategis FDA ditetapkan. Dalam rangka mencapai tujuannya, FDA merumuskan beberapa fungsi yang akan menjadi ruang geraknya. Fungsi–fungsi tersebut adalah : 1. Wahana informasi kebijakan publik. Wahana untuk mewujudkan proses penganggaran yang transparan dan partisipatif. 2. Wahana untuk mewujudkan substansi anggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin dan kelompok marginal. 3. Wahana penyaluran aspirasi dan pemberdayaan masyarakat. 4. Wahana advokasi anggaran. 5. Wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran. Agar fungsi–fungsi tersebut dapat berjalan maka ditetapkanlah struktur organisasi yang terdiri dari : 1. Presidium yang merepresentasikan kepemimpinan kolektif. 2. Sekretaris Eksekutif sebagai pelaksana harian. 3. Kelompok Kerja atau Pokja yang bertugas membantu Sekretaris Eksekutif. Pokja ini terdiri dari Pokja Advokasi dan Kampanye, Pokja Riset dan Data serta Pokja Pengorganisasian. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 31 Advokasi anggaran adalah ibarat sebuah arena pertarungan. Banyak pihak yang terlibat dengan kepentingan yang beragam, memperebutkan kue anggaran yang terbatas ini. Di situ ada masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi dan masyarakat birokrasi. Masing-masing membawa program dan agenda yang diperjuangkan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena nalar dan kepentingan masing-masing pihak jelas berbeda bahkan seringkali berlawanan. Kekuatan seringkali tidak berimbang dan masyarakat sipil selalu dalam posisi lemah. Masyarakat politik, ekonomi dan birokrasi masih terlalu dominan. Dibutuhkan kekuatan, kejelian strategi dan kepekaan politik untuk menyainginya. Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil dalam melakukan advokasi anggaran, yakni membangun kekuatan akar rumput, konsolidasi jaringan, pendidikan politik anggaran, diseminasi informasi serta kerja-kerja politik. Strategi advokasi ini harus berjalan utuh dalam sebuah kerangka advokasi. Masyarakat sipil sering tampil tidak percaya diri. Lemah dalam konsolidasi, kurang terampil dan gagap ketika masuk ruang-ruang politik. Kadangkala kuat dalam kerja-kerja pengorganisasian dan jaringan tapi sering lemah dalam penyusunan konsep dan kerja politik. Begitupun sebaliknya, ada yang kuat dalam konsep tapi miskin dengan pengorganisasian jaringan. Kondisi ini menjadi faktor penghambat partisipasi masyarakat sipil dalam advokasi anggaran. Salah satu yang menonjol adalah lemahnya kapasitas dalam memahami sistem perencanaan dan penganggaran. Anggaran sarat dengan peraturan perundang-undangan, administrasi pemerintahan, dan angka-angka yang rumit sulit dipahami. Di sisi lain, akses terhadap dokumen-dokumen anggaran sangat sulit. Seakanakan dokumen anggaran adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diketahui oleh publik. Hal ini berakibat kepada terbentuknya satu kondisi asimetris. Satu kelompok kecil (DPRD dan birokrat) menguasai banyak informasi dan kelompok besar (masyarakat) memiliki sedikit informasi. Kesenjangan ini menjadi potensi terjadi penyelewengan dan manipulasi anggaran. Dalam konteks ini, apartur birokrat paling mempunyai kapasitas mumpuni dibandingkan dengan masyarakat bahkan dengan DPRD sekalipun. Sehingga anggaran sengaja dirancang untuk pro birokrat. Hasil analisis FDA menunjukkan birokrasi adalah pemangsa terbesar anggaran, lebih banyak menghabiskan daripada menghasilkan. Ada skenario politik bagaimana isu anggaran ini dijauhkan dari rakyat. Rakyat tidak perlu repot-repot untuk ikut terlibat dalam perencanaan dan penganggaran. Sehingga, dukungan peraturan perundang-undangan yang mendorong dan menjamin partisipasi belum berjalan dengan baik. Teks hukum berbenturan dengan budaya hukum. DPRD dan pemerintah belum sepenuhnya siap harus duduk bersama masyarakat. Bagi mereka aneh rasanya ketika melakukan rapat-rapat anggaran di situ hadir masyarakat sipil. Kondisi sosial politik memang belum kondusif dengan partisipasi langsung. Proses rekayasa sosial dan perubahan budaya politik menjadi bagian dari kerangka advokasi. 32 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Literasi adalah Kunci Pembuka Literasi anggaran merupakan hal penting yang harus dilakukan kepada masyarakat agar dapat mengambil peran dalam dinamika politik perencanaan dan penganggaran. Kursus Politik Anggaran bagi masyarakat sipil merupakan salah satu strategi untuk menembus blokade informasi. FDA berpandangan bahwa masyarakat harus cerdas dan kritis terhadap anggaran, karena anggaran merupakan instrumen untuk mewujudkan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Anggaran pada dasarnya merupakan perwujudan amanah masyarakat kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, anggaran harus mampu mencerminkan kebutuhan riil masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan pembangunan yang terjadi di masyarakat. Anggaran harus mampu memenuhi, menjamin dan melindungi hak-hak dasar masyarakat. Dengan anggaran, kita bisa menilai arah, strategi dan implementasi kebijakan suatu pemerintahan. Pun kita bisa menilai dan membuktikan apakah pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakatnya, menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya? Upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap anggaran inilah yang dinamakan literasi anggaran. Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, anggaran, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Pada tahun 2003, UNESCO mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan, dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan tercetak termasuk juga variasi bahan yang sesuai dengan konteks definisi literasi itu sendiri. Di tengah gairah masyarakat yang mulai sadar akan haknya dalam perencanaan dan penganggaran maka FDA dituntut untuk melakukan literasi anggaran secara lebih sistematis. Dalam rangka merespon dinamika ini, maka diselenggarakanlah Kursus Politik Anggaran. Sebuah kegiatan yang terkait dengan fungsi FDA sebagai wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat. Proses penyebaran informasi dan pengetahuan yang dilakukan secara sistematis diyakini akan memberi dampak besar terhadap pengembangan gerakan advokasi perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh FDA, organisasi masyarakat sipil lainnya serta unsur partai politik yang memiliki mimpi yang sama akan perubahan di Kabupaten Bandung. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 33 4 Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan Politik Rakyat di Kabupaten Bandung Deni Riswandani Pendahuluan Kabupaten Bandung dengan luas wilayah ± 176.239 ha, memiliki jumlah penduduk sebanyak ± 3.127.008 jiwa (Suseda 2008), yang tersebar di 31 kecamatan (266 desa dan 9 kelurahan). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Bandung adalah 72,50. Potensi anggaran di Kabupaten Bandung berdasarkan skenario RAPBD 2010 dapat diketahui bahwa Pendapatan berjumlah Rp. 1.570.939.835.012,- yang terbagi atas Pendapatan Asli Daerah Rp. 183.311.889.409,- (11,67%), Dana Perimbangan Rp. 1.274.083.648.080,- (81,10%), Lain-lain Pendapatan Yang Sah sebanyak Rp. 113.544.297.523,- (7,23%). Pendapatan tersebut digunakan untuk kebutuhan Belanja sebesar Rp. 1.794.562.613.186,-, yakni Belanja Langsung Rp 581.553.351.436 (32,41%) dan Belanja Tidak Langsung Rp. 1.213.009.261.750,- (67,59%). Belanja Langsung terdiri atas Belanja Langsung SKPD Rp. 90.485.862.133,- (15,56%) dan Belanja Langsung Program/Kegiatan Rp. 491.067.489.303,- (84,44%). Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 35 Sedangkan Belanja Tidak Langsung meliputi : 1. Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Rp. 1.020.442.002.750,- (56,86%) 2. Belanja Bagi Hasil kepada Desa Rp. 62.770.679.000,- (3,50%) 3. Belanja Hibah Rp. 9.762.500.000,- (0,54%) 4. Belanja Bantuan Sosial Rp. 39.500.000.000,- (2,20%) 5. Belanja Bantuan Keuangan kepada Kelurahan/Desa Rp. 77.534.080.000,- (4,32%) 6. Belanja Tidak Terduga Rp. 3.000.000.000,- (0,17%) Dengan demikian proporsi anggaran belanja dari RAPBD 2010 ternyata sebagian besar anggaran masih dinikmati oleh APARATUR yaitu Rp. 1.303.495.123.883,(72,64%) dan sisanya untuk PUBLIK yaitu Rp. 491.067.489.303,- (27,36%). Dari sisi regulasi, kebijakan terkait pengelolaan anggaran sebenarnya sudah maksimal, walaupun belum dapat dikatakan sempurna. Beberapa regulasi itu, antara lain ditandai dengan kehadiran TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak saja mengatur teknis pengelolaan anggaran saja, melainkan transparansi dan akuntabilitas anggaran serta dibukanya ruang partisipasi publik dalam pengelolaan anggaran. Secara khusus kebijakan pengelolaan anggaran harus menyentuh Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial Budaya). Negara -yang diwakili oleh pemerintah-, bila melakukan penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran, maka UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, telah siap untuk memberikan sanksi yang tegas. Kursus Politik Anggaran Indonesia selama 32 tahun di masa kepemimpinan rezim Suharto, demokrasi telah dikebiri, begitu juga hak azasi manusia (HAM) telah dibungkam. Yang berani mengkritik dianggap subversif, dan yang berani melawan tentunya akan dicekal. Kedua-duanya akan berujung pada penjara karena telah dianggap dissident (pembangkang) atau rioter (perusuh). Itulah potret Indonesia di masa Orde Baru. 36 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Kini Indonesia terus melakukan pembenahan dan perubahan di segala bidang, terutama dalam penegakan demokrasi, HAM dan pengelolaan anggaran. Di era reformasi sekarang ini, masyarakat sudah bebas berpendapat dan tidak dibatasi lagi dalam berorganisasi karena telah dijamin konstitusi UUD 1945. Demikian juga dalam UU No. 9 Tahun 19981 sebagai turunan UUD 1945 menjelaskan bahwa Indonesia telah menyepakati kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum bagi masyarakatnya. Dengan demikian era reformasi adalah era kesempatan membangun bangsa yang demokrasi, berkeadilan sosial dan menjamin HAM. Dalam rangka membangun kedewasaan politik masyarakat di Kabupaten Bandung Forum Diskusi Anggaran (FDA) yang bekerja sama dengan Perkumpulan INISIATIF dan Yayasan Tifa menggelar Kursus Politik Anggaran (Kurpola) bagi perwakilan masyarakat (LSM/CSO, Mahasiswa, Pemuda Desa, Kader Partai dan Pelajar). Maksud dilaksanakannya Kurpola adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat berperan serta dalam mengkonstruksi anggaran di Kabupaten Bandung, sehingga anggaran tersebut dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan yang menjadi tujuan dari Kurpola adalah meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi Anggaran untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan hak dasar warga negara di Kabupaten Bandung Mekanisme Pelaksanaan Kurpola Memang tidak gampang mendesain manajemen untuk pengelolaan Kurpola, namun mengacu pada pendapat George R. Terry yang dikombinasikan dengan pendapat Alan Hancock seperti yang dikutip oleh Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A dalam bukunya Psikologi Manajemen dan Administrasi2, maka desain Kurpola mengacu kepada prinsip-prinsip manajemen, yaitu POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling, and Evaluating). a) Planning atau perencanaan, yaitu para inisiator Kurpola menyusun silabus pedoman pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat berdasarkan lokal spesifik Kabupaten Bandung. Materi tidak saja bersifat edukatif atau sekedar memberi pemahaman pengetahuan belaka, melainkan juga disusun strategi psikomotoriknya agar masyarakat peserta Kurpola tumbuh dan mampu melakukan tindakan advokasi. Demikian juga dengan staf pengajarnya, diambil dan disesuaikan dengan spesifikasi keilmuan, kemampuan dan pengalaman advokasi. 1 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 2 Effendy, Onong Uchjana (1989), Psikologi Manajemen dan Administrasi, Mandar Maju, Bandung Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 37 Adapun materi serta staf pengajar Kurpola adalah sebagai berikut: Tabel 1 Materi Kelas LSM/CSO Pokok Bahasan 38 Materi Pembelajaran Staf Pengajar 1 Analisis Pengelolaan Kebijakan Anggaran untuk Penanggulangan Kemiskinan dan Tindak Lanjut Penanggulangan Kemiskinan Ujang Sutisna 2 Konsep Hak Dasar dan Tanggung Jawab Negara Dadan Saputra 3 Analisis Kritis Dokumen RPJMD Dadan Saputra 4 Memahami Sistem Perencanaan dan Penganggaran Daerah 5 Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah Ujang Sutisna 6 Proses Musrenbang (Desa, Kecamatan, Kabupaten) dan Forum SKPD di Kabupaten Bandung Ujang Sutisna 7 Memahami Politik Anggaran dalam Proses Penyusunan KUA, PPA, RAPBD di Kabupaten Bandung Moch Ikhsan 8 Pengantar Analisis Anggaran Saeful Muluk 9 Analisis Umum Anggaran Saeful Muluk 10 Analisis Anggaran Berbasis Hak Ekosob Andi Alifah 11 Peta dan Dinamika Politik yang Mempengaruhi Kebijakan Anggaran di Kabupaten Bandung Dadan Saputra 12 Pengantar tentang Advokasi Anggaran Dadan Saputra 13 Teknik Advokasi Anggaran 14 Pengawasan Pembangunan Berbasis Masyarakat Tatang RW Elly M. Jefri Rohman Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Tabel 2 Materi Kelas Mahasiswa dan Pemuda Pokok Bahasan Materi Pembelajaran Staf Pengajar 1 Pemahaman Peran dan Posisi Mahasiswa & Pemuda dalam Konteks Perubahan Sosial di Masyarakat Eddy Kurniadi 2 Melihat Beragam Wajah Kemiskinan Ujang Sutisna 3 Potret Kemiskinan di Kab. Bandung Andi Alifah 4 Konsep Hak Dasar dan Tanggung Jawab Negara 5 Memahami Sistem Perencanaan dan Penganggaran Daerah 6 Proses Musrenbang (Desa, Kecamatan, Kabupaten) dan Forum SKPD di Kabupaten Bandung 7 Memahami Peran dan Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah 8 Teknik Advokasi Anggaran 9 Azas dan Struktur APBD 10 Metode Pengumpulan Fakta dan Data Kebijakan Anggaran 11 Memahami Pelaksanaan Anggaran Pendidikan/Sekolah Eddy Kurniadi 12 Peta dan Dinamika Politik yang Mempengaruhi Kebijakan Anggaran di Kabupaten Bandung Dadan Saputra 13 Konsep dan Metode Pengorganisasian Warga Rival Zaelani 14 Pengawasan Pembangunan Berbasis Masyarakat 15 Konsep dan Praktik Audit Sosial Dadan Saputra Juandi Ujang Sutisna Rival Zaelani Elly Saeful Muluk Asep Yani M. Jefry Rohman Dadan Ramdan Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 39 Tabel 3 Materi Kelas Pelajar Pokok Bahasan Materi Pembelajaran Staf Pengajar 1 Gambaran Kemiskinan di Kabupaten Bandung 2 Memahami Hak-Hak Warga Negara dan Tanggung Jawab Negara Juandi 3 Memahami Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran Daerah/Desa dan Peran Serta Masyarakat M. Jefry Rohman 4 Pengenalan Struktur dan Azas APBD 5 Pengantar Advokasi Anggaran 6 Pengawasan Pembangunan Berbasis Masyarakat Ujang Sutisna Saeful Muluk Dadan Saputra Asep Rohmandar Tabel 4 Materi Kelas Kader Partai 40 Pokok Bahasan Materi Pembelajaran Staf Pengajar 1 Budaya Politik di Kabupaten Bandung Eddy Kurniadi 2a Pengenalan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Daerah Ir. H. Tatang R. Wiraatmadja 2b Dinamika Perencanaan dan Penganggaran Daerah Heri Ferdian 3 Platform Partai Politik dalam Penguatan Otonomi Daerah Setiabudhi 4 Pengantar Analisis Anggaran Saeful Muluk 5 Teknik dan Simulasi Analisis Anggaran Saeful Muluk 6 Politik APBD Muhammad Ikhsan 7 Konstituen Meeting sebagai Media Penggalian Aspirasi Masyarakat Oky Syeiful Rahmadsyah 8 Peran Partai Politik dalam Reformasi Tata Kelola Pemerintahan Prof.DR Asep Warlan Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat b) Organizing atau pengorganisasian, yaitu pembentukan kepengurusan dan kelengkapan administrasi seperti Kepala Kurpola, Kurikulum Kurpola, Bendahara Kurpola, Wali Kelas Kurpola dan Notulensi Kurpola. Tabel 5 Kepengurusan dan Kelengkapan Administrasi No. Nama Pengurus Jabatan Administrasi 1 Umar Alam Nusantara Kepala Kurpola 2 Andi Alifah 3 Eli Latifah 4 Heri Ferdian 5 Ramdan 6 Deni Riswandani 7 Euis Iriawati 8 Eddy Kurniadi 9 Rifal Zaelani Bendahara Kurpola Penyusun Kurikulum Wali Kelas Kurpola Notulensi Sedangkan pengorganisasian untuk peserta Kurpola, yaitu berupa proses rekrutmen. Mengingat respon masyarakat cukup antusias sedangkan kuota peserta Kurpola terbatas maka perekrutan peserta melalui tahap seleksi. Hal tersebut dilakukan dengan harapan seluruh elemen masyarakat sipil mempunyai keterwakilan dalam peserta Kurpola, dan juga yang menjadi peserta Kurpola mempunyai motivasi dalam mengadvokasi anggaran, khususnya di Kabupaten Bandung. Dalam pengorganisasiannya peserta Kurpola dibagi empat kelas yaitu : 1). kelas LSM/CSO, 2). Kelas Mahasiswa dan Pemuda Desa, 3). Kelas Pelajar, dan 4). Kelas Kader Partai. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 41 Berikut merupakan daftar peserta berdasarkan masing-masing kelas: Tabel 6 Peserta Kurpola Kelas LSM / CSO Kelas Sabtu No Nama Peserta Kelas Minggu Utusan L/P No Nama Peserta Utusan L/P 1 Eka Susilawati APDK (Asosiasi Perpustakaan Desa & Kelurahan) P 1 Laksmi Krishna Poksimas (Kelompok Partisipasi Masy.) P 2 Asep R. FKSMPB L 2 Eli Yulipah Poksimas P 3 Deden Fatah BKM L 3 Yeti Poksimas P 4 Hani Rofikoh LP3U L 4 Owi Nahrowi Elingan (Elemen Lingk.) L 5 Iwan Fauzi LP3U L 5 Fathoni Elingan (Elemen Lingk.) L 6 Imas Syarifah PSDK (Pusat Sumber Daya Komunitas) P 6 Hera Nurrayati PSDK P 7 A Franca K. S Pers Pilar News L 7 Asep Maher MAPAG L 8 Andi Takari LP3U L 8 Elga Subangkit PSDK L 9 Agus Tresna Gemas (Gerakan Masyarakat Solokanjeruk) L 9 Hafidz Muslim LSIS (Lembaga Studi Islam & Sosial) L 10 Komara Gemas P 10 Mulyana SPSI L 11 Edi Yusup LPM Baleendah L 11 Nia Qolbu Nia Fatayat NU P 12 Yudi Paryudi Pers Pilar News L 12 Rukman YPPPMD Pembrdayaan Masy. Desa) L 13 Iwan Bace PBM L 13 Saefulloh Forum Gunung Manglayang L 42 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Kelas Sabtu No Nama Peserta Utusan Kelas Minggu L/P No Nama Peserta Utusan L/P 14 M. Ridwan GMM (Generasi Muda Majalaya) L 14 Dada Rukanda Koperasi Akur L 15 Asep Indra Jabar Bangkit L 15 Dian Mardiana FPPM P 16 Saefulloh Forum Gunung Manglayang L 16 Asep Iqbal R. Karang Taruna Pangalengan L 17 Jaja Samsaka Ibun L 17 Umar H. Wanaputri L L 18 Tita SAPA Institute P Pers Pilar News L 19 Ai Kustini SAPA Institute P 20 Elita Cici SAPA Institute P 18 Arifin S. 19 Syarif Hidayat Gambar 1 Foto Kurpola Kelas LSM/CSO Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 43 Tabel 7 Peserta Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda Kelas Sabtu No Nama Peserta Utusan Kelas Minggu L/P No Nama Peserta Utusan L/P 1 Rismayanti UNIBBA P 1 Sumarna Sukamantri L 2 Asti Daryanti UNIBBA P 2 Elis N. Darwati P 3 Tita Puspita UNIBBA P 3 Agung Hermawan Tarumajaya L 4 Diki Winandi UNIBBA L 4 Erick Usman Cipinang L 5 Aji Setyo Leksono UNIBBA L 5 Agus Hidayat Tarumajaya L 6 M. Fauzi Ridwan UKSK UPI L 6 Uus Kusmana Tarumajaya L 7 N. Eva Nurasyi STAI Baitul Arqom P 7 Dedi Rustandi Tarumajaya L 8 Nur Saripah STAI Baitul Arqom P 8 Agus Dukuh L 9 Deni Nurwandi Warga Bakti L 9 Ridwan Sidiq Mekarsari 10 R. Nurdin Hidayat Yamisa L 10 Ella 11 Septianto UNIBBA L 11 12 Eyang Cipinang L 12 Ira 44 Ellys Hendrayati Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat UNIBBA L P UNIBBA P UNIBBA P Gambar 2 Foto Kurpola Kelas Mahasiswa dan Pemuda Tabel 8 Peserta Kurpola Kelas Pelajar No. Nama Peserta Utusan L/P 1 Nia Yulianti SMK Ma’arif Cicalengka P 2 Kiki Fitria S. SMK Ma’arif Cicalengka P 3 Iwa A. Rohiman SMA PGRI Cicalengka L 4 Rohmatul Hidayah SMA Al-Husaeni, Ciparay L 5 Ganjar Taufiq H. SMA Al-Husaeni, Ciparay L 6 Tika K. SMA Al-Husaeni, Ciparay P 7 Adni S. SMA Al-Husaeni, Ciparay L 8 Gin Gin SMA Al-Husaeni, Ciparay L 9 Ilham Maulana SMA Al-Husaeni, Ciparay L 10 Iqbal Ali Musthofa SMA Al-Husaeni, Ciparay L 11 Ikbar Amad N. SMA Al-Husaeni, Ciparay L 12 Septian Eko S. SMA Al-Husaeni, Ciparay L 13 Ahmad Satia SMA Al-Husaeni, Ciparay L 14 Hendra Wiranata SMA Al-Husaeni, Ciparay L 15 Ishmah L. SMA Al-Husaeni, Ciparay P 16 Syahril Siddiq SMA Al-Husaeni, Ciparay L Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 45 No. Nama Peserta Utusan 17 Fahad Firmansyah MA Al-Fatah, Kertasari L 18 Yogi Gunawan MA Al-Fatah, Kertasari L 19 Rafi Nazmudin SMA Bina Muda, Cicalengka L 20 Yudi Romansyah SMA Bina Muda, Cicalengka L 21 Anggi Nuzulul Pratami SMA Bina Muda, Cicalengka P 22 Neng Tika Y. SMA Bina Muda, Cicalengka P 23 Yuni Nur’aeni SMA PGRI, Cicalengka P 24 Isma Purnamasari SMAN 1 Dayeuhkolot P 25 Dewi H. SMPN 2 Baleendah P 26 Trias OCD SMPN 2 Baleendah P 27 Sri Asih M. SMPN 2 Baleendah P 28 Fahri N. SMPN 2 Baleendah L 29 Cecep S. Alumni SMPN 2 Baleendah L Gambar 3 Foto Kurpola Kelas Pelajar 46 L/P Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Tabel 9 Peserta Kurpola Kelas Kader Partai No. Nama Partai L/P 1 Yasin Muslim Partai Gerindra L 2 Hendi Suryadi Partai Gerindra L 3 Deni Rusmawan Partai Amanat Nasional L 4 Agus Saptaludin Partai Amanat Nasional L 5 Drs. Yuyun Saepudin Partai Demokrat L 6 Drs. H. Agus Setiabudi Partai Demokrat L 7 Dede Waryat Partai Demokrat L 8 Eddy Hidayat, SE PDI Perjuangan L 9 Dena Acong PDI Perjuangan L 10 Atep Mulyana Partai Persatuan Pembangunan (PPP) L 11 Denny Muhammad Abdullah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) L 12 Ade Sulaeman Partai Persatuan Pembangunan (PPP) L 13 Jajang Taryono Partai Persatuan Pembangunan (PPP) L 14 Hasan Basri , SThi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) L 15 Hj. Enung Daruriyah, Spdi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) P 16 Yaya Karyana Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) L 17 Erik Faisal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) L 18 Dadan Khoerudin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) L 19 Reni Rohaeni Partai Golkar P 20 Eulis Wida Nengsih Partai Golkar P 21 Rukmin Suherman Partai Bulan Bintang L 22 Dadang Sambas Partai Bulan Bintang L Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 47 Gambar 4 Foto Kurpola Kelas Kader Partai Dalam pengorganisasian juga tidak lupa menyusun anggaran bagi penyelenggaraan Kurpola. Berikut rinciannya: Tabel 10 Anggaran Kurpola Penerimaan Item Pengeluaran Item Rp. Donasi Yayasan Tifa 203.125.925 Operasional Kantor 29.882.825 Pelaksanaan Kurpola 159.683.100 Publikasi Monev Total 203.125.925 Rp. Total 12.560.000 1.000.000 203.125.925 c) Actuating atau pelaksanaan, Kurpola secara subtansial adalah memberikan pemahaman kepada peserta Kurpola terkait tahapan perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Bandung sesuai dengan kebijakan termasuk implementasinya. Oleh karena itu, selaras dengan subtansi tersebut maka dalam proses pembelajaran Kurpola peserta dilatih menganalisis mengenai dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran. 1. Dokumen RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) dan dokumen RPJMD (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah). 48 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Apakah isinya sesuai dengan Surat Edaran Mendagri No. 050/2020/ SJ Tahun 2005 tentang Petunjuk Penyusunan RPJP Daerah dan RPJM Daerah, Perda No. 9 Tahun 2008 tentang RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 dan Perda No. Tahun 2009 tentang RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013 atau terjadi penyimpangan ? 2. Dokumen RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah). Apakah isinya sesuai dengan Pergub tentang RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 atau terjadi penyimpangan ? 3. Dokumen RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Apakah petunjuk teknisnya sesuai dengan Permendagri No. 25 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 atau terjadi penyimpangan ? Tabel 11 Deskripsi Ringkasan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung RAPBD 2007 Kategori Belanja % dari Total Belanja Jumlah (Rp.) Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai (Gaji) 922.834.832.039,00 47,03 Belanja Bunga 0,00 0,00 Belanja Subsisi 0,00 0,00 3.770.000.000,00 0,19 106.897.050.000,00 5,45 Belanja Bagi Hasil Kepada Pemerintah Desa 72.035.982.000,00 3,67 Belanja Bantuan Keuangan 52.295.576.500,00 2,67 9.420.000.000,00 0,48 1.167.253.440.539,00 59,49 Belanja Pegawai (Honor) 110.096.257.450,00 5,61 Belanja Barang dan Jasa 214.906.783.695,00 10.95 Belanja Modal 469.920.579.115,00 23,95 Sub Total 794.923.620.620,00 40,51 1.962.177.060.799,00 100,00 Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Tidak Terduga Sub Total Belanja Langsung Total Belanja Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 49 Tabel 12 Hasil Latihan Analisis Peserta Terhadap Ringkasan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung RAPBD 2007 Kategori Belanja Jumlah (Rp.) % dari Total Belanja Belanja Yang Dinikmati Oleh Aparatur Birokrasi Belanja Pegawai (Gaji) 922,834,832,039,00 47,03 Belanja Pegawai (Honor) 110,096,257,450,00 5,61 1.032.931.089.489,00 52,64 Belanja Bunga 0,00 0,00 Belanja Subsidi 0,00 0,00 3.770.000.000,00 0,19 Belanja Bantuan Sosial 106.897.050.000,00 5,45 Belanja Bagi Hasil Kepemerintahan Desa 72.035.982.000,00 3,67 Belanja Bantuan Keuangan 52.295.576.500,00 2,67 9.420.000.000,00 0,48 Belanja Barang Dan Jasa 214.906.783.695,00 10,95 Belanja Modal 469.920.579.115,00 23,95 Sub Total 929.245.971.310,00 47,36 1.962.177.060.799,00 100,00 Sub Total Belanja yang Diterima Publik Belanja Hibah Belanja Tidak Terduga Total Belanja Kesimpulannya adalah ada ketimpangan belanja langsung hanya 40,51% sementara itu belanja tidak langsung 59,49%. Penikmat anggaran adalah aparatur birokrasi yaitu 52,64%, sedangkan publik hanya mendapat 47,36%. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya aparatur dalam birokrasi. 50 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Tabel 13 Hasil Latihan Analisis Peserta terhadap Perhitungan Rata-rata Kondisi APBD Kabupaten Bandung dari Tahun 2007 – 2010 Pendapatan Daerah Uraian Jumlah (triliun) Belanja Daerah % Pendapatan Asli Daerah 0,145 9 Dana Perimbangan 1,275 81 a.Dana Alokasi Khusus 1,144 73 b. Dana Alokasi Umum 0,017 1 c. Dana Bagi Hasil 0,114 7 Lain-lainnya yang sah 0,155 10 Total Pendapatan Daerah 1,576 100 Uraian Jumlah (triliun) % Belanja Pegawai 0,986 57 Belanja Publik 0,589 43 Total Belanja Daerah 1,732 100 Dari hasil Perhitungan Analisis Kondisi Anggaran APBD dalam tabel tersebut maka anggaran belanja publik yang terserap atau terealisasi sebesar 416 Miliar (71 %) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar 173 Miliar (29 %). Selain menganalisis pengelolaan anggaran, peserta juga diberikan pengetahuan terkait CRC (Citizen Report Card) yaitu suatu informasi yang berisi penilaian masyarakat terhadap kinerja lembaga pelayanan publik. Sedangkan untuk teknik riset CRC bisa dilakukan secara kualitatif melalui pertanyaan terbuka seperti FGD (Focus Group Discussion) atau bisa juga melalui pertanyaan tertutup kuantitatif statistik berbentuk kuesioner. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 51 Adapun hasil metode riset CRC melalui FGD dengan peserta Kurpola terkait pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut : Tabel 14 Hasil Riset CRC Masalah Situasi Pemerintahan Kebobrokan birokrasi pemerintahan menyebabkan akses dan kapasitas masyarakat tersumbat yang pada akhirnya memunculkan masalah Hak Ekosob masyarakat seperti : Tidak Aspiratif, Tidak Partisipatif, Tidak Transparan, Tidak Akuntabel 1. Ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan pokok, 2. Ketidakmampuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, 3. Ketidakmampuan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi. Terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Karakteristik Pelayanan Publik Pelayanan publik tidak terbuka Pengawasan dan penegakan hukum yang lemah Hasil riset CRC menyimpulkan bahwa permasalahan yang utama dalam pemerintahan Kabupaten Bandung adalah kebobrokan birokrasi yang bagaikan fenomena gunung es yang berimbas kepada tertutupnya akses dan kapasitas publik sehingga mengakibatkan masalah Hak Ekosob. Peserta menyimpulkan bahwa yang pertama dan utama harus direformasi di Pemerintahan Kabupaten Bandung adalah birokrasi. Tidak kalah penting juga peserta Kurpola diberikan pengetahuan tentang strategi advokasi. Advokasi dapat diartikan sebagai aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan secara kolektif, melibatkan berbagai strategi termasuk lobi, kampanye, membangun koalisi, tekanan aksi massa untuk mempengaruhi kebijakan dalam rangka melindungi hak rakyat dan menghindari bencana buatan manusia.3 Adapun salah satu metode advokasi adalah melalui strategi SWOT (Strength = Kekuatan, Weakness = Kelemahan, Opportunity = Peluang, Threath = Ancaman). 3 Lihat Prolog hal. xi, Tulus dkk (2002), Memecah Ketakutan Menjadi Kekuatan, kisah-kisah advokasi di Indonesia, Insist Press, Yogyakarta. 52 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Adapun hasil pemetaan yang dilakukan oleh peserta Kurpola dalam strategi advokasi kebijakan anggaran di Kabupaten Bandung sebagai berikut: Tabel 15 Strategi Advokasi Kebijakan Anggaran Strength Weakness Opportunity Threath Persamaan persepsi masyarakat Kapasitas materi pengetahuan lemah Adanya kebijakan reformasi atau kebijakan prorakyat Masyarakat dianggap lemah dan dianggap salah dalam menginterprestasikan kebijakan reformasi Memperluas jaringan masyarakat Sarana kurang Mencari donatur non pemerintah Akses jaringan masyarakat dan donatur ditutup Mobilisasi masyarakat Gampang emosi, mudah dipecah belah Terbangunnya kekuatan masyarakat Munculnya demo tandingan, politik adu domba Dalam advokasi kebijakan anggaran ada 2 strategi yang harus diperankan yaitu pertama, advokasi horizontal yang mengarah ke masyarakat sipil dengan tujuan menyatukan persepsi, memperluas jaringan dan mobilisasi, guna membangun kekuatan. Tentu kita menyadari akan segala kelemahannya yaitu kapasitas masyarakat yang masih lemah dan gampang emosi atau terprovokasi. Kedua, melakukan advokasi vertikal yaitu ke pemerintahan atau pemangku kebijakan dengan tujuan mereformasi pengelolaan anggaran. Ada banyak peluang untuk menciptakan reformasi pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung, karena banyak regulasi negara yang menjamin akan memberikan sanksi bagi tindak penyelewengan anggaran dan banyak regulasi yang menjamin partisipasi masyarakat dalam pengelolaan negara. Namun di balik peluang tersebut, kita juga harus menyadari ada ancaman, seperti kecenderungan-kecenderungan militerisasi, premanisasi, termasuk konflik kepentingan yang akhirnya menyebabkan advokasi menjadi chaos dan deskruktif. Dengan demikian advokasi bisa disebut juga strategi mengukur kemampuan. d) Controlling dan Evaluating atau bisa juga disebut MONEV (Monitoring dan Evaluasi), senantiasa dilaksanakan terutama menyangkut proses dan teknik Kurpola. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan subtansinya. Jika pengawasan (monitoring) lebih mengarah kepada kedisiplinan dan aktivitas para pengelola dan peserta selama Kurpola berlangsung, maka evaluasi lebih menekankan kepada target atau hasil yang diharapkan dari Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 53 kegiatan Kurpola tersebut. Dengan cara seperti itu, motivasi dan semangat pengelola program dan peserta Kurpola untuk mengadvokasi kebijakan anggaran yang pro– kesejahteraan rakyat akan tetap selalu ada. Dinamika Pelaksanaan Kurpola Dinamika yang terjadi dalam diskusi pelaksanaan Kurpola menyimpulkan bahwa secara obyektif jenis masyarakat sipil di Kabupaten Bandung terkait kebijakan pengelolaan anggaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : Kelompok masyarakat yang tidak mau tahu tentang urusan pengelolaan anggaran. Mereka beralasan karena itu sudah merupakan tugas pemerintah untuk mengelola anggaran. Alasan lainnya adalah trauma Orde Baru, yakni takut dianggap sebagai pembangkang (dissident), jika ikut mengkritik pemerintahan di Kabupaten Bandung. Kelompok masyarakat yang tidak tahu, artinya mereka betul-betul tidak tahu akan haknya dalam kebijakan pengelolaan anggaran. Sebagian besar waktu mereka hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok masyarakat yang tahu. Di Kabupaten Bandung, masyarakat yang tahu akan haknya dalam kebijakan pengelolaan anggaran persentasenya masih kecil. Itupun kapasitasnya masih terbatas. Suatu kritikan yang obyektif bahwa yang memainkan kebijakan pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung adalah masih diperankan oleh pejabat birokrasi dan elit politik. Sementara peran masyarakat sipil belum dapat memberikan kontribusi yang berarti karena masyarakat sipil sendiri masih terfragmentasi oleh pengaruh pejabat birokrasi dan terkontaminasi oleh kepentingan elit politik. Oleh karena itu, baik pengelola program Kurpola ataupun peserta Kurpola sepakat bahwa harus menciptakan ruang pendidikan politik yang luas, supaya masyarakat sipil tahu akan haknya dan turut serta dalam menentukan kebijakan pengelolaan anggaran di Kabupaten Bandung. Pentingnya peran serta masyarakat sipil dalam kebijakan pengelolaan anggaran adalah untuk menggugah, membangkitkan political will Pemerintahan Kabupaten Bandung sendiri. Ada dua konsep ruang bagi partisipasi politik masyarakat sipil yang disepakati sebagai rencana tindak lanjut Kurpola dalam merintis pendidikan politik masyarakat sipil terkait advokasi kebijakan anggaran di Kabupaten Bandung. Kedua konsep tersebut mengadopsi pendapat Cornwall4 yaitu : a) Invited Space yaitu kegiatan yang difasilitasi oleh pemerintah dalam merespon tuntutan masyarakatnya. Invited Space akan lebih mudah mendapatkan dukungan 4 Cornwall, Andrea (2004),’New Democratic Spaces?’, IDS Bulletin Vol.35 No.2, Brighton: IDS 54 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat pemerintah. Pola-pola partnership atau kemitraan serta co–production lebih mungkin berkembang dalam konsep ini. b) Popular Space yaitu arena solidaritas dari sesama kelompok dalam masyarakat sipil yang tidak puas bahkan termarjinalkan dengan kebijakan. Popular Space biasanya mendapat dukungan dari NGO (Non Government Organization), dan lebih leluasa dalam melakukan tuntutannya. Penutup Negara telah menjamin bahwa setiap warga negara, tidak terkecuali masyarakat sipil di Kabupaten Bandung berhak berperan serta dalam pengelolaan negara (Kabupaten Bandung). Negarapun telah menjamin bahwa semua warganya harus mendapatkan pelayanan hak dasar ekonomi, sosial, budaya, politik dan kenyamanan lingkungan. Namun disadari atau tidak nampaknya Pemerintahan di Kabupaten Bandung belum sungguh-sungguh menjalankan jaminan tersebut dikarenakan pemusatan kekuasaan yang bersifat eksesif di tangan birokrasi dan pengambil kebijakan, yang akhirnya mempengaruhi (baca : melemahkan) kontrol sosial dari masyarakatnya. Padahal dalam sebuah negara yang demokrasi kontrol sosial adalah mutlak. Untuk menghadapi pemerintahan yang eksesif tersebut, gerakan advokasi masyarakat sangat diperlukan, karena walau bagaimanapun masyarakatlah punya kuasa dalam menentukan tatanan pemerintahan dan tujuan negara. Pemerintah hanyalah abdi masyarakat yang harus mengemban tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya. Oleh karena itu, yang harus dilakukan masyarakat sipil adalah membangun kekuatan untuk merebut kedaulatan. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 55 5 Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat terhadap Kinerja Penerima Mandat Dadan Ramdan dan Wulandari Latar Belakang Rapor adalah dokumen penilaian yang dikenal luas oleh publik. Pemberian Rapor Merah sebagai hukuman kepada pemimpin yang dianggap gagal menjalankan mandat memang bukan fenomena baru di Indonesia. BIGS (Bandung Institute of Governance Studies) telah melakukannya terhadap Pemkot Bandung pada tahun 20061. Sementara itu tahun 2010 ini, ICW memberikannya untuk Kapolri Bambang Hendarso Danuri2 dan Lingkaran Survei Indonesia kepada Pemerintahan SBY-Boediono3. Namun dalam konteks Kabupaten Bandung, hal itu baru pertama kali dilakukan. Bupati Bandung selama 5 tahun periode kepemimpinannya dipandang belum 1 Lihat Kompas, Rapor Merah untuk Pemerintah Kota Bandung di http://antikorupsi.org/indo/ content/view/7030/ (akses 11/19/2010 4:56:45 PM) 2 Lihat Okezone news, ICW : Kapolri BHD Dapat Rapor Merah di http://news.okezone.com/ read/2010/10/18/339/383446/icw-kapolri-bhd-dapat-rapor-merah (akses 11/19/2010 5:05:32 PM) 3 Lihat Antaranews, LSI : SBY-Boediono Dapatkan Empar Rapor Merah di http://www. antaranews.com/berita/1287564464/lsi-sby-boediono-dapatkan-empat-rapor-merah (akses 11/19/2010 5:02:56 PM) Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 57 melahirkan kebijakan–kebijakan yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan masih tinggi, infrastruktur wilayah masih buruk, kinerja pelayanan publik rendah. Di samping itu aspek partisipasi, akuntabilitas dan transparansi masih rendah. Hasil rapat paripurna DPRD untuk menilai Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati Kabupaten Bandung periode 2005-2010 memiliki banyak kelemahan. Tidak menyentuh subtansi permasalahan. Dua fraksi yaitu PDI Perjuangan dan PKS walk out dari persidangan. Sementara 5 Fraksi lainnya yakni Golkar, PAN, Demokrat, dan Madani memilih melanjutkan persidangan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan di antara anggota DPRD dalam menilai kinerja Bupati selama 5 tahun. Berangkat dari kondisi ini, maka Forum Diskusi Anggaran bersama alumni Kursus Politik Anggaran melakukan penilaian terhadap kinerja Bupati Bandung selama lima tahun dengan menggunakan instrumen rapor. Pemberian rapor merupakan metode yang akan sangat mudah diadopsi oleh masyarakat dalam menilai kinerja pemerintah di berbagai tingkatan. Rakyat bisa mengukur sejauh mana pemerintah telah menjalankan mandat yang diberikan. Caranya yakni dengan menyandingkan antara janji dan bukti. Janji adalah visi dan misi yang telah dituangkan dalam dokumen-dokumen perencanaan sedangkan bukti adalah hasil–hasil pembangunan yang telah dirasakan langsung oleh masyarakat. Penilaian ini akan makin bernilai, manakala bukti–bukti tersebut diperkuat oleh dokumen–dokumen perencanaan dan penganggaran. Menyusun Rapor Penyusunan rapor dimulai dengan mengkaji dokumen perencanaan dan penganggaran sebagai data sekunder. Dokumen–dokumen tersebut adalah : dokumen RPJMD tahun 2005-2010, data BPS Kabupaten Bandung 2008, dokumen APBD tahun 2005-2010 Dokumen RKPD tahun 2010. Dokumen tersebut disandingkan dengan fakta–fakta yang ada di lapangan. Fakta–fakta lapangan diambil dari hasil observasi dan pengalaman para peserta diskusi. Hal ini dilakukan melalui diskusi yang diikuti oleh FDA dan jaringan termasuk beberapa alumni Kursus Politik Anggaran. Diskusi diselenggarakan tanggal 1920 Oktober 2010 di Saung Anggaran FDA. Hasil diskusi tersebut kemudian dituangkan dalam Dokumen Rapor untuk Bupati. 58 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Melakukan Pertemuan dengan Wartawan Publikasi mengenai hasil penilaian dilakukan melalui sebuah media meeting yang diselenggarakan pada tanggal 21 Oktober di Saung Anggaran FDA. Kegiatan itu dihadiri oleh wartawan dari Pikiran Rakyat, Kompas, Tribun Jabar, Bandung Ekspres, Koran Tempo dan Galamedia. Keesokan harinya berita tentang Rapor Merah untuk Bupatipun menghiasi halaman–halaman media massa yang beredar di Kabupaten Bandung. Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari para pihak terutama pihak pemerintah daerah. Reaksi tersebut antara lain berupa pelarangan beredarnya media yang memuat berita Rapor Merah di lingkungan kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada hari itu. Reaksi lain adalah pernyataan dari Sekretaris Daerah yang mempertanyakan validitas metode penilaian. Pernyatan tersebut dimuat dalam beberapa media keesokan harinya. Sayangnya rencana untuk menyerahkan Dokumen Rapor Merah ke pihak DPRD urung dilakukan. Sehingga opini tentang penilaian versi rakyat tersebut tidak bergulir menjadi gerakan yang lebih luas. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 59 Rapor Merah baru sebatas alat kampanye publik. Belum menjadi alat ukur yang memiliki dampak hukum terhadap para pengelola pemerintahan yang gagal menjalankan janji–janji politiknya. Jangankan gerakan masyarakat yang bersifat ekstra parlementer, legislatif sekalipun tidak memiliki kewenangan politik untuk “menghukum” pengingkaran janji–janji tersebut. Fraksi–fraksi yang menganggap bupati gagal menjalankan mandatnya, paling banter, hanya bisa melakukan walk out pada saat pembahasan LKPJ. Inilah sikap paling keras yang mungkin dilakukan oleh anggota legislatif. Sebagai instrumen gerakan sosial, Rapor Merah perlu terus dikembangkan untuk melakukan kontrol terhadap kinerja para pejabat publik termasuk terhadap para anggota legislatif dan pelaksana kewenangan yudikatif. Kekuatan rakyat dalam melakukan kontrol, bukan pada ketajaman analisisnya. Kekuatan rakyat pada kedaulatannya sebagai pemberi mandat. Kekuatan rakyat ada pada fakta– fakta yang mereka rasakan langsung sebagai akibat dari kegagalan pelaksana mandat. Rapor Merah dari rakyat adalah celah untuk memberi arti bahwa suara rakyat yang dikumpulkan melalui bilik–bilik suara pemilihan bukanlah suara bisu. Suara yang selama ini disulap menjadi deretan angka kemenangan para kandidat. Suara rakyat bisa menjadi suara yang memiliki bunyi, berdenting nyaring manakala mandatnya dikhianati. 60 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Visi Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih Kertaraharja, melalui Akselerasi Pembangunan Partisipatif yang Berbasis Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan, dengan Berorientasi Pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa. Misi 1. Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram, dan Dinamis 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat 5. Memantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa 6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa Penilaian Misi 1: Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Isu Good Governance/ Tata Pemerintahan yang Baik Kebijakan/Program Peningkatan transparansi program-program pembangunan. Evaluasi/Fakta di Lapangan Nilai • Kurangnya sosialiasi programprogram pembangunan yang melibatkan masyarakat luas (media sosialisasi terbatas). • Tidak tersosialiasikannya anggaran program pembangunan secara luas. • Dokumen kebijakan perencanaan dan penganggaran sulit diakses. • Dokumen anggaran masih dianggap dokumen rahasia. • Ketersediaan informasi dokumen dan data pendukung sangat lemah. 4,5 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 61 Isu Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Pengembangan • SKPD belum melaksanakan akuntabilitas kinerja Instansi akuntansi dan keuangan Pemerintah. secara mandiri (masih melibatkan konsultan/tim badan keuangan daerah). • Renstra dan Renja SKPD tidak berdasarkan data yang valid. • Tidak ada konsistensi kebijakan pelaksanaan pembangunan dengan kebijakan perencanaan. Pengembangan manajemen • Partisipasi baru dalam proses Partisipatif. perencanaan, belum sampai pada proses pembahasan dan penetapan anggaran pembangunan. • Tidak ada jaminan kepastian usulan masyarakat di Musrenbang teranggarkan di APBD . Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: 1. Intensifikasi Standar Pelayanan Minimal. 2. Debirokratisasi Pelayanan Publik. • Pemerintah Daerah belum memiliki SPM untuk setiap sektor pelayanan publik. • Perizinan masih membebani pelaku usaha (sulit, mahal, lambat). • Pembuatan KTP dan KK terlalu mahal dan lama (menurut perda biaya pembuatan KTP Rp 6.250,-). Kebijakan Peningkatan • PAD di bawah 10% per Kapasitas Keuangan Daerah tahun, terindikasi mark 1. Optimalisasi pendapatan down. asli daerah melalui • Belanja publik lebih kecil dari intensifikasi retribusi dan belanja pegawai. pajak daerah. • SILPA di atas 10%, 2. Peningkatan efisiensi menunjukkan buruknya dan keefektifan kinerja pemerintah daerah. pembiayaan daerah. 3. Optimalisasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah. 62 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Nilai Misi 2: Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram dan Dinamis Isu Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Good Governance/ Tata Pemerintahan yang Baik 1.Kebijakan •Dalam Pilkada 2010 Peningkatan terjadi money politic. Kewaspadaan •Pembiaran korban Terhadap Ancaman bencana. Instabilitas Kehidupan Masyarakat. 2.Kebijakan Penegakan Supremasi Hukum dan Perlindungan HAM. 3.Kebijakan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat dan Pengembangan Tatanan Kehidupan Politik yang Demokratis. Nilai 6 Misi 3: Meningkatkan Sumber Daya Manusia/IPM Isu Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Nilai Pendidikan Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan. •Belanja Langsung pelayanan sektor pendidikan rata-rata 15,97%. Artinya masih di bawah standar minimal 20% dari APBD, sebagaimana dimandatkan UUD 1945. •Dari 15,97%, belanja peningkatan akses dan mutu hanya 22%. Sebesar 70% digunakan untuk belanja infrastruktur dan 8% untuk belanja administrasi perkantoran dan aparatur. •Meskipun IPM pendidikan cenderung naik, namun masih terdapat sekitar 24 kecamatan yang angka pencapaian IPM-nya masih di bawah rata-rata Kabupaten Bandung. •Modus-modus penyelewengan anggaran sering terjadi (BOS, Infrastruktur, DAK). 3,5 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 63 Isu Kesehatan Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS). Rata-rata lama sekolah warga Bandung hanya 8,86, artinya rata-rata setingkat SLTP 1.Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. 2.Perlindungan ibu, anak dan reproduksi 3.Penanggulangan penyakit. 4.Pengembangan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. •Total belanja kesehatan hanya mendapat porsi 7,88% (relatif kecil) sehingga sulit meningkatkan akses dan mutu kesehatan. •Tidak terlayaninya dengan baik pasien rujukan GAKIN dan JAMKESMAS di rumah sakit. •Belum optimalnya implementasi Perda No. 8 Tahun 2009 tentang KIBBLA. •Belum terimplementasinya Perda No. 10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung. •Kapasitas penanganan Pilariasis yang lemah mengakibatkan kematian •Masih banyak pungutan dari orang sakit Nilai 5,5 Misi 4: Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat Isu Kemiskinan 64 Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Nilai Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan. •Alokasi sektor ekonomi hanya 4% dari total APBD yang dikelola untuk 7 SKPD sehingga sulit meningkatkan pengelolaan potensi ekonomi dan menanggulangi kemiskinan. •Angka Kemiskinan selama 5 tahun mengalami kenaikan. •Selama 5 tahun, indeks daya beli masyarakat tidak mencapai target yang ditentukan. •Berdasarkan data dalam angka BPS, ada 24 Kecamatan memilik IPM di bawah IPM kabupaten Bandung. 3.5 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Isu Kebijakan/Program Kebijakan Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan. Evaluasi/Fakta di Lapangan Nilai • Sempitnya lapangan pekerjaan. • Upah buruh masih tergolong rendah. Misi 5: Memantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa Isu Sosial keagamaan Kebijakan/Program Peningkatan bimbingan agama bagi aparatur pemerintah dan masyarakat. Evaluasi/Fakta di Lapangan • Pemerintah daerah belum amanah. • Masih terdapat praktik korupsi atau penyelewenangan anggaran. • Iman dan Takwa belum masuk ke dalam ruangruang pengambilan keputusan. • Baru sebatas seremonial. Nilai 4 Misi 6: Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda Isu Budaya Kebijakan/Program 1.Kebijakan Peningkatan Kesadaran dan Kecintaan Terhadap Budaya Sunda. 2.Kebijakan Pengembangan dan Pelestarian Budaya Sunda. 3.Kebijakan Pemantapan Ketahanan Budaya Masyarakat. Evaluasi/Fakta di Lapangan •Rendahnya apresiasi dan dukungan pemda pada pegiat seni dan budaya yang ada dikomunitas. •Belum adanya regulasi yang berkaitan dengan pengembangan dan pelestarian budaya sunda. •Pagelaran Seni Budaya dipolitisasi. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Nilai 4 65 Misi 7: Memelihara Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan Isu Lingkungan Hidup dan Kebencanaan 66 Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan 1.Kebijakan •Rata-rata alokasi anggaran meningkatkan daya hanya 1,16% dari totat APBD dukung dan kualitas padahal wilayah kabupaten lingkungan. Bandung memiliki tingkat 2.Pengelolaan dan kerusakan yang tinggi dan pendayagunaan limbah. menimbulkan bencana. 3.Penegakan hukum •Tingkat pencemaran sumber lingkungan. daya air yang tinggi. 4.Pengelolaan dan pendayagunaan limbah. •Lemahnya penegakan hukum sektor lingkungan. •Buruknya penanganan bencana (gempa, banjir dan longsor). Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu. • Alih fungsi lahan di kawasan hutan, sawah. • Tingkat pengawasan yang rendah. • Menjamurnya galian-galian C di perbukitan yang dilegalkan. Penanggulangan Bencana. • Pemerintah belum memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) dalam penanganan bencana. • Pengurangan resiko bencana belum menjadi masinstream dalam pengambilan kebijakan pembangunan. • Pemerintah daerah kurang tanggap dan lambat dalam melakukan tindakan tanggap darurat bencana (terlalu birokratis). • Dana bantuan rehab rekon untuk korban gempa terlambat karena tidak ditetapkan APBD Perubahan 2009. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Nilai 4,5 Misi 8: Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa Isu Kebijakan/Program Evaluasi/Fakta di Lapangan Nilai Otonomi Desa 1.Kebijakan Meningkatkan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Ketahanan Masyarakat Desa. 2.Kebijakan Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan. 3.Kebijakan Meningkatkan Pembangunan Kawasan Perdesaan. •Rata-rata Alokasi Dana Perimbangan Desa /ADPD hanya 2 % per tahun, sedangkan dalam aturan minimal 10% dari APBD. •Alokasi Dana Perimbangan Desa/ADPD setiap tahun mengalami penurunan sehingga sulit meningkatkan kualitas kemandirian desa. •Rendahnya kapasitas desa dalam menyusun RPJMDes. •Meskipun ada Perda No. 10 Tahun 2007 tentang penyerahan sebagian urusan kabupaten ke desa namun kewenangan yang diberikan ke desa belum dijalankan. 4 Rapor Merah Obar Sobarna Misi Mewujudkan Kepemerintahan yang baik Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram dan Dinamis Nilai 4,5 6 Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia 4,5 Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat 3,5 Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa 4 Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda 4 Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa Nilai Rata-Rata 4,5 4 4,4 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 67 6 Memancing Anggaran dengan Keping Koin dan Gerakan Seribu Tangan Kisah Advokasi Korban Banjir Bandung Selatan Umar Alam Nusantara Keping demi keping koin dikumpulkan oleh warga korban banjir di Kecamatan Baleendah dan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung. Kardus–kardus bertuliskan Koin Peduli Citarum terus diedarkan warga di pinggir jalan raya selama berhari hari. Yang menarik, ternyata koin–koin yang terkumpul bukan digunakan untuk kebutuhan para warga yang masih bertahan di tempat–tempat pengungsian. Keping–keping koin tersebut dikumpulkan untuk menyumbang Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengaku tidak memiliki anggaran untuk menangani persoalan banjir di Bandung Selatan. Puncak pengumpulan koin dilakukan bertepatan dengan Aksi Seribu Tangan untuk Citarum yang digelar tanggal 5 Juni 2010. Dalam kegiatan ini warga korban banjir bersama dengan para relawan bencana dari Baraya Bandung melakukan aksi pengerukan lumpur dan sampah di badan Sungai Citarum, tepat di bawah jembatan yang menghubungkan Kota Kecamatan Dayeuh Kolot dengan Baleendah. Aksi yang menggunakan pelatan seadanya inipun merupakan sindiran terhadap pemerintah provinsi yang belum juga menurunkan alat berat untuk mengeruk endapan Sungai Citarum. Mengeruk badan sungai yang sedemikian lebar dan dalam menggunakan peralatan seadanya tentu hal Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 69 yang kurang masuk akal di zaman seperti sekarang. Namun warga korban banjir terpaksa melakukannya karena pemerintah terkesan tidak serius menyikapi persoalan banjir yang rutin terjadi setiap tahunnya. Banjir tahunan yang melanda Kawasan Bandung Selatan terutama di Kecamatan Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang diakibatkan oleh meluapnya sungai Citarum. Kondisi ini terjadi akibat menurunnya daya tampung Sungai Citarum di musim penghujan. Tingginya tingkat sedimentasi sungai membuat sungai semakin dangkal. Hal ini diperparah dengan oleh rekayasa pelurusan aliran sungai pada beberapa titik di daerah yang lebih hulu. Pelurusan ini mengakibatkan volume air yang bisa ditampung Citarum menjadi berkurang sehingga mempercepat laju air dari wilayah lebih hulu seperti Sapan dan Majalaya ke Baleendah. Di antara masyarakat korban banjir tersebut terdapat tokoh–tokoh yang sebelumnya telah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diselenggarakan oleh FDA pada tahun 2010. Sedangkan Baraya Bandung adalah tim tanggap darurat bencana yang dibentuk oleh Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) beserta Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bandung Selatan, Garda Caah Majalaya dan komunitas lainnya. Pemerintah Lamban Menurut Komandan Operasi Baraya Bandung, Cecep Yusuf Mulyana advokasi terhadap kebijakan penanganan banjir dilakukan karena masyarakat menilai Pemkab Bandung, Pemprov Jabar, dan pemerintah pusat, lamban dalam menyelesaikan permasalahan pascabanjir yang terjadi di Kawasan Bandung Selatan. “Kawasan Cekungan Bandung, khususnya Kabupaten Bandung menyimpan banyak potensi bencana alam. Terutama banjir dan tanah longsor serta gempa bumi. Namun situasi ini sepertinya tidak memacu pemerintah untuk melakukan percepatan terhadap penanganan bencana. Saat ini merupakan waktunya untuk mengatasi masalah pascabencana banjir secara menyeluruh. Agar banjir tidak lagi menjadi bencana langganan bagi warga Bandung Selatan,” kata Cecep Menurut Cecep, saat pengumpulan koin dilakukan, belum ada tanda-tanda yang mengarah kepada penyelesaian masalah pascabanjir, seperti pengerukan badan sungai yang sudah sangat dangkal. Sehingga bisa dipastikan bahwa warga Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang akan mengalami hal yang sama di penghujung tahun 2010 manakala musim hujan kembali datang. 70 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Pada saat itu Baraya Bandung dan warga korban menilai alasan ketiadaan dana sangatlah tidak masuk akal. Sebagai kawasan bencana, alokasi untuk cadangan dana tanggap darurat harus selalu tersedia dalam kas pemerintah kabupaten maupun provinsi. Persoalan utamanya adalah lemahnya kemauan politik jajaran pemerintahan untuk memberikan pelayanan publik kepada warga yang tertimpa bencana. “Kelambatan penanganan adalah cermin lemahnya birokrasi. Hal ini jelas menjadi hambatan utama dalam penanggulangan banjir. Karena itu, untuk menyuntik motivasi para birokrat maka warga bergerak mengumpulkan koin untuk disumbangkan kepada pemerintah. Rencana advokasi dimatangkan dalam konsolidasi antara Baraya Bandung dan masyarakat korban banjir kerap dilakukan di “Saung Anggaran” yang merupakan istilah bagi tempat berkumpulnya jaringan Forum Diskusi Anggaran (FDA). Posisi “Saung Anggaran” menjadi strategis karena jaraknya yang dekat dengan korban banjir Baleendah dan Dayeuhkolot. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen anggaran pemerintah kabupaten dan provinsi, ditarik kesimpulan bahwa pemerintah provinsi tidak tanggap terhadap ancaman banjir selanjutnya karena kegiatan penanggulangan Ci tarum belum masuk dalam daftar kegiatan yang tertera di dalam APBD provinsi tahun 2010. Maka strategi yang dibangun adalah mendesak agar pemerintah propinsi segera membahas penanganan banjir Bandung Selatan dalam APBD Perubahan. Serta mendorong agar pemerintah kabupaten mengucurkan dana stimulan bagi masyarakat korban. Bentuk aksi yang dipilih adalah aksi alegoris, yaitu aksi yang ditujukan untuk menyindir “kemiskinan” pemerintah yang tidak memiliki anggaran untuk program pengerukan sungai Citarum. Masyarakat korban banjir menggalang pengumpulan koin yang akan diserahkan kepada pemerintah provinsi sebagai modal awal membeli alat berat untuk pengerukan. Bentuk sindiran lainnya adalah aksi mengeruk citarum dengan menggunakan tangan dan cangkul. Aksi ini diberi nama “Aksi Seribu Tangan untuk Citarum” Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa korban banjir terpaksa harus mengumpulkan dana sendiri serta mengeruk Sungai Citarum dengan menggunakan tangan karena pemerintah provinsi tidak memiliki anggaran untuk pengerukan Citarum. Pengumpulan Koin dan Gerakan Seribu Tangan untuk Citarum Aksi pengumpulan koin dilakukan mulai tanggal 29 Mei 2010. Aksi dilakukan oleh warga korban banjir dari Kampung Leuwi Bandung, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuh Kolot dan Kelurahan Andir maupun Kelurahan Baleendah serta Kampung Cieunteung, Kecamatan Baleendah. Mereka mendatangi pusat- Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 71 pusat keramaian yang berlokasi di sekitar Dayeuhkolot dan Baleendah. Aksi ini berhasil mengumpulkan koin sejumlah Rp. 1.130.000,Menurut Umar Alam Nusantara Sekretaris Eksekutif FDA, koin yang dikumpulkan berasal dari warga korban banjir serta masyarakat lain yang memiliki kepedulian. Aksi ini merupakan gerakan moral untuk mengetuk hati birokrasi agar lebih serius dalam mengalokasikan anggaran bagi penyelesaian masalah–masalah yang berkembang di masyarakat. Koin yang terkumpul akan diserahkan kepada Ahmad Heryawan selaku kepala pemerintahan provinsi Jawa Barat. “Mudah mudahan dengan modal yang dikumpulkan oleh masyarakat, para pemegang kuasa pengaturan dan pengelolaan anggaran akan termotivasi untuk segera mengalokasikan anggaran penanganan banjir di Bandung Selatan sesegera mungkin. Meski jumlah koin yang berhasil dikumpulkan tidak terlalu banyak, namun aksi ini berhasil membangun solidaritas di antara korban banjir. Serta menguatkan kesadaran mereka akan pentingnya melakukan advokasi kebijakan pascabanjir. Tidak berhenti sebatas pengumpulan koin, warga memperkuat kampanyenya dengan mengelar “Gerakan Seribu Tangan Citarum”. Momentum yang dipilih bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertepatan dengan tanggal 5 Juni 2010. Gerakan ini ditandai dengan aksi pengerukan sampah dan lumpur di Sungai Citarum oleh warga korban banjir beserta komunitas– komunitas yang peduli dengan persoalan Citarum. Dalam siaran persnya, Baraya Bandung menyebutkan bahwa Gerakan Seribu Tangan untuk Citarum ini diikuti oleh: 1. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 20 Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah 2. Warga Korban Banjir Kp. Cieunteung RW 28 Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah 3. Warga Korban Banjir RW 09 Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah 4. Warga Korban Banjir Kp. Cigosol RW 09 Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah 5. Warga Korban Banjir Kp. Leuwi Bandung RW 14 Desa Citeureup Kecamatan Dayeuhkolot 6. Warga Korban Banjir Kp. Kaum RW 09 Desa Dayeuhkolot Kecamatan Dayeuhkolot 7. Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) 8. Baraya Bandung 9. Aruphadatu 10. Ikatan Pelajar Peduli Bencana (IPPB) 11. Solidaritas Masyarakat Korban Bencana (SMKG) 12. Garda Caah Rescue 72 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 13. Masyarakat Peduli Sumber Air (MPSA) 14. FK Kompepar Kab. Bandung 15. Elemen Lingkungan (Elingan) 16. BEM FKIP UNIBBA 17. Wanapasa 18. FKS Merah Putih Bersatu 19. POKSIMAS 20. CAKRAM 21. TAPAL 22. Forum Komunikasi Pencinta Alam Kabupaten Bandung Terkait dengan kegiatan tersebut , Pikiran Rakyat On Line tanggal 6 Juni 2010 melansir berita bahwa sedikitnya lima ratus orang warga korban banjir Citarum menggelar aksi “1.000 Tangan untuk Keselamatan Warga Citarum” di sekitar jembatan Dayeuh Kolot, Sabtu (5/6). Selain untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, aksi itu dilakukan sebagai bentuk kritik warga terhadap tindakan pemerintah yang terkesan lamban dalam menangani banjir Citarum. Aksi mulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung sekitar dua jam. Sejumlah warga turun ke Sungai Citarum di bawah jembatan Dayeuh Kolot untuk mengeruk lumpur dengan menggunakan peralatan seadanya. Bahkan sebagian warga mengeruk sungai dengan tangan. Sementara itu, warga lainnya mengumpulkan koin peduli banjir di sekitar jembatan. Seperti dikutip oleh PR, koordinator aksi Heri Ferdian mengatakan, aksi itu bertujuan mendesak pemerintah agar segera melakukan penanganan terhadap korban banjir. “Pemerintah selaku pemegang kebijakan publik seharusnya bertindak cepat menangani masalah ini karena sudah banyak warga yang menjadi korban,” katanya. Aksi ini mendapat tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Harian Galamedia memuat pernyataan Camat Baleendah, Drs. Yogi J.B., M.Si . “Berdasarkan hasil kajian kecamatan dan tim teknis Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi (SDAPE) Kab. Bandung, Kebutuhan dana untuk menanggulangi atau meminimalisasi bencana banjir di Kec. Baleendah, Kab. Bandung mencapai Rp 14 miliar,” ungkap Yogi seperti dikutip oleh Galamedia. Yogi mengatakan, pihaknya telah mengusulkan agar Pemkab Bandung memberikan bantuan untuk menanggulangi dan meminimalisasi banjir di Kec. Baleendah sebesar Rp 14 miliar. Dana tersebut diantaranya untuk normalisasi, pembuatan tanggul, pintu air, gorong-gorong, dan hal lainnya. Namun dana itu akan lebih diprioritaskan untuk saluran gelontoran kota yang ada di Kp. Cieunteung, Mekarsari, Cigadog yang masuk Kel. Baleendah, di Kel. Andir, Desa Rancamanyar, dan di desa-desa lainnya. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 73 “Usulan anggaran pembangunan untuk meminimalisasi bencana banjir di Kec. Baleendah itu, diharapkan bisa dikawal terus oleh Pansus Banjir dan Bencana Alam DPRD Kab. Bandung, guna dimasukkan dalam anggaran APBD Kab. Bandung 2011 mendatang,” harapnya. Audiensi dengan Pansus Banjir dan Bencana Alam DPRD Kabupaten Bandung Setelah melakukan pengkondisian di tingkat masyarakat dan melakukan penggalangan dukungan serta kampanye di media massa, maka tibalah giliran untuk melakukan audiensi dengan para pemegang keputusan. Pada tanggal 10 Juni 2010, sekitar dua puluh orang perwakilan warga Cieunteung, Andir, Cigosol, Leuwi Bandung dan Parung Halang mendatangi DPRD Kabupaten Bandung. Perwakilan ini diterima oleh Pansus Bencana Alam yang dibentuk oleh DPRD. Menurut Komandan Operasional Baraya Bandung, Cecep M Yusuf, beberapa poin penting dari audiensi tersebut antara lain: 1. Warga korban banjir menolak dilakukannya relokasi sebagai solusi penanganan seperti yang telah ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung melalui angket yang disebarkan kepada warga. Pola ini pernah diterapkan pada tahun 1986 dan gagal. Masyarakat Kampung Cieunteung Baleendah yang direlokasi ke perbukitan sekitar perlahan– lahan kembali ke lokasi. Tempat relokasi dianggap tidak layak karena akses jalannya buruk dan jauh dari tempat kerja warga. 2. Warga meminta agar pemerintah melakukan pengerukan Sungai Citarum di wilayah banjir. Saling lempar tanggung jawab dalam penyelesaiaan masalah banjir Bandung Selatan harus segera dihentikan. Warga berharap agar kordinasi dan sinergitas antara instansi baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional segera dilakukan.. 3. Warga mendesak agar pemerintah dapat memenuhi hak-hak dasar warga korban banjir seperti kesehatan, makanan, sandang, pendidikan, ekonomi yang terganggu akibat banjir berkepanjangan. Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh warga korban banjir adalah pemulihan ekonomi. Karena dengan banjir, tempat usaha, akses mereka berusaha terhambat. Menanggapi tuntutan warga tersebut Pansus berjanji akan segera melakukan koordinasi dengan eksekutif serta pihak lain yang terkait dengan penanganan masalah–masalah tersebut. Terkait dengan penanggulangan masalah ekonomi, Dewan berjanji akan memprioritaskan alokasi bantuan modal usaha bagi pelaku ekonomi kecil di kawasan banjir. 74 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Turunnya Dana Stimulan untuk Korban Banjir Dalam kesempatan kunjungan ke wilayah banjir Baleendah, Bupati Kabupaten Bandung menyatakan bahwa pihaknya akan mengucurkan dana sebesar 4,1 milyar rupiah. Anggaran tersebut merupakan dana stimulan yang bisa digunaka oleh masyarakat korban banjir untuk memperbaiki kerusakan–kerusakan yang dialami. Cecep M Yusuf menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelusuran Baraya Bandung, anggaran yang turun untuk Kecamatan Baleendah adalah sebesar 680 juta rupiah. Warga Kampung Cieunteung Baleendah mendapatkan bantuan perbaikan tempat tinggal sebesar Rp 300.000,- untuk rusak ringan, Rp 1.000.000,- untuk rusak sedang dan Rp 2.500.000,- untuk rusak berat. Masih di Kecamatan Baleendah , warga Kampung Andir menerima bantuan sebesar Rp 150.000,- untuk rusak ringan tetapi pada kenyataannya warga hanya menerima uang Rp 100.000,- Menurut penjelasan aparat setempat yang 50 ribu rupiah akan didistribusikan kepada warga korban banjir yang belum terdata. Warga korban banjir di Dayeuh Kolot menerima dana stimulan sebesar 477 juta rupiah. Dana ini dibagikan kepada warga korban banjir di Desa Citeureup, Dayeuh Kolot dan Cangkuang Wetan. Menyerahkan Koin Kepada Gubernur Selain melakukan tekanan terhadap pemerintahan di tingkat kabupaten, advokasi juga diarahkan untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pada tanggal 28 Juni 2010 sedianya warga akan melakukan aksi long march sejauh lebih kurang 10 km dari Jembatan Citarum di Dayeuh Kolot menuju Gedung Sate. Namun memperimbangkan kemacetan yang mungkin ditimbulkan maka pilihannya adalah melakukan aksi unjuk rasa langsung di halaman Gedung Sate. Dalam unjuk rasa ini warga meminta bertemu Gubernur. Warga ingin untuk menyerahkan koin langsung ke tangan Gubernur sebagai modal pembelian alat berat yang bisa digunakan mengeruk Citarum. Sayangnya meski warga sudah melayangkan surat permohonan audiensi beberapa hari sebelumnya, Gubernur belum bisa menerima delegasi warga. Akhirnya delegasi hanya berdialog dengan utusan Gubernur di gedung DPRD. Utusan itu datang setelah dipanggil oleh anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan. Dalam pertemuan tersebut, utusan Gubernur menyampaikan bahwa, Ahmad Heryawan bersedia menerima warga satu minggu setelah pertemuan hari itu. Beberapa hari kemudian, di lapangan terlihat mulai ada kegiatan pengerukan yang menggunakan satu alat berat. Sementara kepastian pertemuan dengan Gubernur tidak kunjung diterima oleh masyarakat. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 75 Warga memutuskan untuk membentuk posko advokasi di Kampung Cieunteung Kecamatan Baleendah. Warga tetap menginginkan pertemuan dengan Gubernur, karena pengerukan yang hanya menggunakan satu alat berat dipandang tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap penyelesaian masalah banjir. Bahkan saat perayaan Idul Fitri (10 September 2010), warga korban banjir terpaksa merayakan dalam kondisi banjir. Pertemuan dengan Gubernur baru bisa terlaksana beberapa hari setelah lebaran.Pada tanggal 13 September 2010, Ahmad Heryawan melakukan dialog dengan warga korban banjir di Posko Advokasi di Kampung Cieunteung. Gubernur menyatakan bahwa pihaknya telah berkordinasi dengan pemerintah pusat terkait dengan penanganan banjir Bandung Selatan. Menurut Gubernur, yang didampingi sejumlah pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sejauh ini dalam APBN 2010 atau di dalam perubahannya belum tercantum anggaran untuk penanggulangan untuk penanggulangan banjir di wilayah ini. Foto demonstrasi di depan Gedung Sate Bandung dalam aksi penyerahan uang koin gerakan seribu tangan untuk Citarum. (dok. PSDK) 76 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Menurut Heryawan, anggaran yang diperlukan untuk pengerukan sebagian badan Sungai Citarum sepanjang 30 kilometer, dari Sapan Kecamatan Bojongsoang hingga ke Curug Jompong membutuhkan anggaran sebesar 125 milyar rupiah. Kebutuhan itu belum termasuk termasuk biaya normalisasi sembilan anak Sungai Citarum serta biaya perbaikan dan pembangunan kirmir, konservasi. Gubernur berjanji akan memastikan bahwa anggaran tersebut dapat dimasukkan dalam APBN 2011. Pada kesempatan ini, Bah Edi salah satu tokoh masyarakat korban banjir menyerahkan keping–keping koin yang telah dikumpulkan. Keping–keping koin yang sekian lama menanti uluran tangan Gubernur untuk menerimanya. Keping koin yang berisi keinginan warga korban untuk bebas dari kepungan banjir yang datang setiap tahun seperti hari lebaran. Kronologi Kejadian 1 Januari 2010 Pendirian Posko Mitigasi PSDK - Baraya Bandung di Kampung Leuwi Bandung Kecamatan Dayeuh Kolot. Posko ini berfungsi untuk melakukan tanggap darurat terhadap dampak bencana banjir di Kecamatan Baleendah, Dayeuh Kolot dan Bojongsoang. 30 Mei 2010 Pengumpulan “Koin untuk Pengerukan Citarum”. 5 Juni 2010 Gerakan “Seribu Tangan untuk Citarum” sekaligus Peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia. 10 Juni 2010 Audiensi korban banjir Bandung Selatan dengan Panitia Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD Kabupaten Bandung. 14 Juni 2010 Audiensi korban bencana banjir Bandung Selatan bersama Panitia Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD Kabupaten Bandung ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat. 28 Juni 2010 Aksi jalan kaki korban bencana banjir Bandung Selatan ke Gedung Sate. 1 juli 2010 Audiensi korban bencana banjir Bandung Selatan dengan Panitia Khusus Penanggulangan Bencana Banjir DPRD Kabupaten Bandung. 13 September 2010 Dialog Gubernur dengan warga korban banjir di Posko Advokasi Banjir Bandung Selatan. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 77 7 Kursus Politik Anggaran Membangkitkan Gairah Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung Heri “Parahyangan“ Ferdian “Hidup sebagai petani penggarap, tak membuat saya patah arang untuk terus terlibat dalam gerakan perubahan sosial di Kabupaten Bandung. Dengan segela keterbatasan yang ada, izinkan saya berbagi “kekayaan” tentang politik anggaran daerah. Tulisan ini adalah hasil pendalaman saya terhadap makna Kursus Politik Anggaran yang diselenggarakan oleh FDA. Kegiatan ini memberikan mandat bagi saya untuk menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.” – Heri Ferdian. Harga kesetiaan perubahan sosial yang melekat dalam jati diri gerakan rakyat seiring berkembangnya organisasi kemasyarakatan, menuntut Forum Diskusi Anggaran (FDA) menggagas kursus politik anggaran di Kabupaten Bandung dengan tujuan “Meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi Anggaran untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan hak dasar warga negara di Kabupaten Bandung”. Program tersebut sudah setahun dilaksanakan terhitung dari bulan September 2009 sampai dengan September 2010. Dalam inisiasinya, FDA bekerjasama dengan Perkumpulan INISIATIF Bandung dan Yayasan Tifa. Dari namanya saja “kursus politik anggaran”, tentu ini sudah sangat mengundang perhatian berbagai kalangan di Kabupaten Bandung, baik dari birokrat, aktor politik, lembaga swadaya masyarakat, dan stakeholder lainnya. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 79 Selama ini pemahaman tentang politik anggaran yang meliputi proses perencanaan, pembahasan, penetapan dan pengelolaan anggaran, serta pertanggungjawaban mengenai kinerja pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat tabu dan tidak pernah jatuh ke publik secara luas. Itu terjadi karena akses masyarakat terhadap dokumen data dan informasi anggaran sangatlah sulit, bahkan terkesan dirahasiakan. Kondisi ini tentu mengundang kepenasaran dan pertanyaan yang begitu besar dari masyarakat khususnya warga belajar1 kursus politik anggaran. Ketersedian data dan dokumen perencanaan dan penganggaran yang FDA miliki, menjadi petunjuk untuk setiap warga belajar agar bisa mengenal bentuk dan jenisnya, serta mengetahui fungsi dan subtansi pembangunan yang terkandung di dalamnya. Keterbatasan publik dalam hal akses informasi anggaran, kemampuan analisis ang­garan, alat dan kendaraan advokasi, merupakan faktor penghambat akan keberlangsungan partisipasi publik dalam mengartikulasikan kebutuhan. Akibatnya banyak ketidakpastian mengenai realisasi hasil-hasil perencanaan. Di samping itu, kepentingan masyarakat dalam proses penganggaranpun masih termarjinalkan. Hal ini membutuhkan perhatian yang serius, karena perencanaan dan pengelolaan anggaran yang seluas-luasnya hak publik, kini disandera dan dipergunakan untuk pemupukan kekuasaan elit politik semata. Sangat ironis, di satu sisi pelayanan publik belum terlayani dengan sebaik-baiknya semen­tara penguasa dengan sewenang-wenang berperilaku tidak wajar dalam mengelola sumber daya yang ada. Rakyat yang mulai sadar, hatinya kini terus tersakiti tapi tidak pernah tahu sampai kapan penderitaannya akan terhenti. Kepedulian beserta rasa tanggung jawab sosial akan hal inilah yang menjadikan FDA dapat terus melangkah. Forum Diskusi Anggaran memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini tidak tersentuh kebijakan dan anggaran yang dibuat pemerintah. Ketimpangan alokasi anggaran antara belanja untuk pegawai yang lebih besar ketim­bang belanja untuk pembangunan, menunjukkan bahwa pemerintahan daerah tidak memiliki komitmen dan keinginan dalam meningkatkan kualitas pela­ yanan publik. Karena manfaat anggaran yang seharusnya adalah untuk publik, malah menjadi rebutan para pemangku kebijakan dalam memenuhi tuntutan kepen­tingannya. Memanasnya konflik Bupati dengan legislatif yang terus berkepanjangan sekitar bulan Oktober–Desember 2009, membuat terabaikannya tugas dan fungsi pela­ yanan kedua belah pihak kepada masyarakat. Hal itu terbukti pada pembahasan dan penetapan APBD Perubahan tahun 2009 yang tidak pernah dilaksanakan. Padahal masih terdapat sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang mencapai Rp. 344 miliar atau sekitar 70% dari total belanja langsung sebesar Rp. 494 miliar APBD tahun 2009. 1 Warga belajar merupakan istilah bagi peserta kursus politik anggaran. 80 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Berikut ilustrasi mengenai rata-rata proporsi umum pengelolaan anggaran daerah/APBD Kabupaten Bandung 2007-2010: Inilah kenyataan yang sangat memprihatinkan. Pertikaian individu pemimpin yang kemudian berdampak sistemik terhadap jalannya kinerja kelembagaan pemerintahan daerah. Pelayanan publik tidak dapat dijalankan dengan baik sehingga rakyat yang harus menjadi korban atas kisruhnya pertarungan kepentingan antar para pemegang kebijakan. Maka, selain penguatan kapasitas publik dalam hal politik anggaran, kursus politik anggaran juga memiliki tujuan untuk meletakkan dasar bagi pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintahan daerah Kabupaten Bandung. Tindak korupsi merupakan musuh besar bangsa yang harus diperangi. Merebaknya korupsi di tataran penyelenggara institusi negara bukan karena hanya sekedar iseng karena adanya dukungan kesempatan, melainkan sudah menjadi tujuan utama ketika mereka berkuasa. Hal tersebut seolah mendapatkan ruang yang cukup luas dari sistem yang ada. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan keuangan daerah, belum bisa menjadi acuan bagi para pelaku advokasi anggaran di daerah untuk mengungkap penyimpangan anggaran yang dilakukan pemerintahan daerah. Hasil audit BPK bersifat normatif sehingga tidak mungkin menjadi alat bukti bagi pengungkapan tindak pidana korupsi. Masih sangat banyak pelanggaran-pelanggaran etika politik anggaran lainnya. Namun sebagai strategi yang mempertajam ketelitian dan mempertegas penilaian kritis warga belajar terhadap kepatuhan dan kepatutan proporsi belanja daerah APBD, maka teknik analisis keefektifan dan efisiensi pengelolaan anggaran merupakan salah satu muatan teknis yang diperkuat kursus politik anggaran. Raut wajah pembangunan di pedesaan yang kusam menandakan adanya kelemahan atas kinerja aparatur daerah Kabupaten Bandung. Forum Diskusi Anggaran menyadari betul bahwa mengelola keuangan daerah itu sangatlah tidak mudah, sehingga memandang perlunya kompetensi yang memadai sebagai Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 81 modal kinerja aparat pemerintahan daerah. Hal ini penting dipenuhi agar mereka mampu memicu kreativitas dalam mengelola potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan serta melakukan penghematan belanja seefektif serta seefisien mungkin. Apalagi jika dikaitkan dengan kompleksnya permasalahan yang dialami Kabupaten Bandung. Forum Diskusi Anggaran merupakan lembaga kerakyatan yang peduli dalam hal literasi dan advokasi anggaran. Oleh karena itu, FDA membutuhkan kiprah jaringan komunitas untuk bersama-sama melakukan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran di daerah, karena daulat rakyat atas manfaat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih sangat timpang. Kebijakan dan politik anggaran sudah saatnya diperbaharui ke arah pemenuhan hak dasar warga negara dan penanggulangan masalah-masalah prioritas yang dirasakan oleh masyarakat. Kebijakan dan politik anggaran harus diarahkan untuk menunjukkan keberpihakan dalam pengurangan angka kemiskinan, meminimalisir kerusakan lingkungan, mitigasi bencana, peningkatan mutu pelayanan pendidikan dan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur, dan prioritas pembangunan lainnya yang manfaat langsungnya bisa dirasakan oleh masyarakat. Pengelolaan anggaran dalam setiap tahunnya jangan hanya menyisakan angkaangka yang tidak bisa dikembalikan tanpa wujud pembangunan yang dapat dinikmati dalam kurun waktu jangka panjang. Betapa sia-sianya pengelolaan anggaran jika setiap tahun tidak memberikan dampak yang berarti untuk menunjang kemajuan masyarakat dan daerah. Kesal dan sangat disayangkan sekali khususnya oleh warga belajar kursus politik anggaran, Kabupaten Bandung yang kaya akan sumber daya tapi kini seolah tidak mampu berdaya. Keprihatinan akan kenyataan yang seperti itu mewadahi segudang rasa keingintahuan untuk menelaah lebih jauh lagi akar permasalahan yang kini menghimpit Kabupaten Bandung, dan itu yang menjadi semangat awal warga belajar kursus politik anggaran untuk terus berdinamika dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung. Sekelumit prahara kebijakan pengelolaan anggaran daerah di Kabupaten Bandung menjadi pengantar berlangsungnya kursus politik anggaran terhadap kelompok masyarakat sipil (Ormas Islam, Organisasi sektor/rakyat), mahasiswa dan pemuda desa, pelajar, dan anggota DPRD yang kemudian direlokasi lebih tertuju kepada kader partai politik. Kegelisahan yang begitu lama terpendam dalam jiwa yang memiliki kepekaan akan realitas sosial, seolah menemukan muara yang sedikit demi sedikit membukakan kerangka berpikir sehingga kemudian bisa memahami potret anggaran daerah secara jelas dan sistematis. Konsep belajar bersama banyak diterapkan dalam kursus politik anggaran. Dalam situasi ini kerap terjadi tukar informasi dan gagasan terkait dinamika di wilayahnya masing-masing. Informasi yang berupa permasalahan sosial, politik, ekonomi, 82 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat dan serta sektor lainnya. Bahkan terjadi pula aktivitas mengkaji ketimpangan pembangunan antar wilayah. Karena ada indikasi pembangunan yang dijalankan berangkat dari banyaknya perolehan suara dalam pemilihan umum kepala daerah maupun calon legislatif. Artinya bagi wilayah di daerah-daerah pemilihan yang suaranya kecil maka tingkat pembangunan wilayah akan terus tertinggal. Sementara bagi wilayah yang berkontribusi suara lebih besar pembangunan wilayahnya akan tetap diistimewakan. Kondisi ini memberikan gambaran kepada publik, kerangka berpikir membangun versi pemerintah belum sampai pada tingkatan mengejar kualitas yang adil dan merata baik secara teritorial maupun sektoral. Di benak mereka hanya terpikir bagaimana sumber daya publik dipergunakan sebesarbesarnya untuk melanggengkan posisi kekuasaan. Metode pembelajaran yang mengaitkan dengan kenyataan sangat diperlukan. Para pengajar dituntut memiliki kreativitas dalam penyampaian materi. Menggambarkan praktek dan pengalaman menjadi sangat penting dalam mempengaruhi makna dari setiap diskusi. Karena segudang ilmu teoritis saja tidak bisa meredam kegelisahan warga belajar atas derita yang dirasakan oleh kerabat, tetangga dan lingkungannya. Derita berupa kesulitan ekonomi dan lapangan pekerjaan, kesulitan memperolah kemudahan akses dan mutu pelayanan kesahatan yang baik, kesulitan menempuh jenjang pendidikan sekolah anak dan persoalan-persoalan serius masyarakat lainya. Hal semacam itu yang menjadikan warga belajar tidak hanya sekedar datang, duduk dan memperoleh pengetahuan, karena ketika mereka pulang harus ada hal yang bisa dipraktekkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi serta disebarluaskan kepada masyarakat. Segenggam benih pendewasaan berbangsa yang datang mengetuk pintu gerbong jalannya roda kekuasaan pemerintahan daerah. Benih itu adalah partisipasi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya di dalam proses perencanaan dan penganggaran. Jika partisipasi ini dikelola maka dapat menumbuhkan tingkat keswadayaan dan kemandirian masyarakat dalam mendorong kualitas pembangunan. Karena selama ini dengan tidak adanya distribusi dokumen data dan informasi dari pemerintah, masyarakat mulai bersikap apatis dan acuh. Bagaimanapun dinamika yang terjadi dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah, pemahaman tentang sistem pengalokasian pengelolaan anggaran penting menjadi salah satu skill politik anggaran yang harus dimiliki komponen masyarakat secara memadai dalam menunjang advokasi kebijakan anggaran di daerah. Tumbuh dan berkembangnya kelompok masyarakat sipil di Kabupaten Bandung adalah kiprah gerakan sosial yang perlu mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Inilah instrumen sekaligus modal sosial yang akan mengawal implementasi atas tata kelola pemerintahan daerah yang hari ini belum mampu membawa perubahan sosial yang dicita-citakan masyarakat secara umum. Kursus Politik Anggaran diharapkan dapat mengambil peranan penting dalam menumbuhkan masyarakat masyarakat yang cerdas. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 83 Denyut nadi para pegiat sosial masih terus eksis dan berkarya berdasarkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam melengkapi kehidupan sosial. Jejak perjalanan advokasi dari sebagian besar warga belajar kursus politik anggaran selalu mendatangkan inspirasi yang begitu mahal harganya. Lugas dan apa adanya. Senyum tawa yang tersajikan memberi pertanda bahwa berbagi beban dalam kebersamaan menjadi sedikit penawar kerinduan akan terciptanya tata kelola pemerintahan yang mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya. Kehadiran para peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai kelompok masyarakat sipil Kabupaten Bandung seolah memberi harapan Kabupaten Bandung yang lebih baik. Keterlibatan kadernya dalam Kurpola adalah modal pengembangan kapasitas lembaga dalam hal politik anggaran. Kader tersebut diharapkan dapat memicu penguatan secara internal dan melahirkan komitmen untuk bersama-sama dengan FDA melakukan advokasi anggaran daerah. Bagi para mahasiswa, pemahaman politik anggaran dapat menjadi penunjang referensi dan menumbuhkan kesadaran untuk membangun daerah setelah menyelesaikan kuliahnya. Pemahaman politik anggaran yang mereka peroleh dapat menjadi bahan diskusi di kampusnya masing-masing. Sementara itu, pemahaman politik anggaran yang dimiliki pemuda desa, menjadi modal dalam pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran desa yang berpihak pada kaum miskin. Selain itu, pemuda desa memiliki prospek untuk menjadi pemimpin di desanya. Bagi pelajar, tumbuhnya kepekaan akan realitas sosial yang merupakan cikal bakal munculnya kesadaran kolektif pelajar dalam menunjukkan sikap kritis di lingkungan sekolah dan masyarakat. Lebih jauh lagi, ini merupakan investasi jangka panjang untuk kehidupan mereka setelah masa sekolah. Baik ketika duduk di perguruan tinggi atau langsung berkiprah di dunia kerja. Bagi para kader partai politik, model pembelajaran politik anggaran adalah bagian yang harus tetap diperkuat di internal partai. Model yang sebaiknya diadopsi oleh partai untuk melakukan pendidikan politik rakyat, kaderisasi serta penguatan basis–basis pemilihnya. Forum Diskusi Anggaran telah menjalankan fungsi peningkatan kapasitasnya. Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pematangan strategi dalam advokasi anggaran. Mengingat setiap alumni kursus politik anggaran berangkat dari tujuan dan latar belakang yang berbeda, tentu tidak akan mudah mengintegrasikan tindak lanjutnya baik secara individu maupun secara kelembagaan. Meski demikian FDA tetap berharap banyak terhadap semua alumnus kursus untuk terus melangkah mendorong advokasi kebijakan anggaran yang berpihak kepada rakyat. Apalagi beberapa lembaga peserta kursus memiliki agenda bersama untuk menembus blokade kekuasaan dalam perencanaan dan penganggaran daerah. Tentu saja agar masyarakat sipil dapat memberi pengaruh dalam politik anggaran. Dalam pandangan FDA, alumni kursus adalah simpul-simpul komunitas (credible source), yang cukup memiliki potensi dalam mempengaruhi opini publik serta 84 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat dapat menggalang kekuatan rakyat. Jika ini terjadi, maka perimbangan kekuatan dalam menentukan arah politik anggaran daerah akan terjadi. Sehingga dominasi elit politik dan birokrasi akan berkurang. Cucuran keringat advokasi adalah lumuran energi sosial yang diwakafkan rakyat untuk terciptanya kemajuan daerah. Nalar berpikir masyarakat dalam menilai kebijakan anggaran di daerah sangatlah kaya akan karakteristik kelokalan, dan semua itu tidak dapat teridentifikasi dalam waktu yang singkat. Proses penggalian untuk hal itu memang butuh beragam ilustrasi dan khasanah pengayaan dalam proses pembelajaran, sehingga nanti akan menuntun semua hal yang tersembunyi bisa terungkap dan terekam, sebagai rambu-rambu dalam menyusun rencana advokasinya. Kursus politik anggaran ternyata bisa membuka berbagai dimensi pandangan politik warga belajar terhadap jalannya pemerintahan daerah, karena pada dasarnya kebijakan anggaran akan erat kaitannya dengan otoritas kepemimpinan daerah yang dalam hal ini Bupati, karena keberhasilan reformasi daerah dan tata kelola anggaran yang berpihak kepada rakyat di beberapa daerah di tanah air memang selalu ditunjang oleh figur dan itikad baik pemimpinnya. Kesamaan pandangan politik itulah yang memperkuat komitmen antara FDA dengan mitra jaringan. Karena apapun bentuk pembelajaran publik dan gerakan sosial yang dibangun hari ini harus memiliki keyakinan bahwa yang kita cari bukan sekedar ukuran materi namun sejarah. Mungkin kenyataannya memang abstrak dan sulit diukur, tapi yang jelas untuk menghimpun kekuatan dan mencapai perubahan sosial yang dicita-citakan, tidak bisa dalam waktu yang sekejap. Masih butuh banyak inovasi dan barisan pelaku yang menjalankan hal itu. Selama setahun sudah perjalanan kursus politik anggaran tentu ada banyak kelemahan. Dalam hal intensitas kehadiran tidak semua warga belajar dapat menghadiri seluruh pertemuan. Tetapi salah satu antisipasinya adalah dengan memberikan modul bahan ajar sehingga mereka bisa mempelajari sendiri. Lagipula pegiat FDA selalu terbuka untuk mengadakan pembelajaran susulan. Di samping itu, alamat tinggal yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan dan berjarak jauh, sedikit menghambat dilakukannya konsolidasi secara keseluruhan. Alternatif mengatasi hal itu adalah dengan menjaga komunikasi dan melakukan road show ke komunitas jejaring FDA untuk menyebarluaskan data dan informasi anggaran, sekaligus mengadakan focus group discussion (FGD) terkait isu yang berkembang sejalan dengan advokasi yang dijalankan baik oleh FDA maupun komunitas. Pendidikan politik anggaran kini sudah dilakukan di Kabupaten Bandung. Tinggal bagaimana reformasi daerah dalam hal perencanaan dan penganggaran dapat dijalankan, sehingga manfaat atas pengelolaan anggaran daerah terhadap pemenuhan hak dasar warga Negara dapat terwujud. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 85 8 Mengembangkan Kurpola sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa Donny Setiawan “Giving money and power to government is like giving whiskey and car keys to teenage boys.”- P. J. O’Rourke1 Tata kelola anggaran negara selalu menjadi fenomena menarik untuk dikupas. Fenomena itu tentunya tertuju pada kualitas pemerintah sebagai satu-satunya penerima mandat untuk mengelola negara. Mereka memiliki kuasa yang cukup kuat untuk mengatur sumber daya anggaran yang dimiliki oleh negara. Relevan sekali dengan yang disampaikan P.J. O’Rourke di atas. Memberi uang dan kekuasaan pada pemerintah seperti memberikan whisky dan kunci mobil kepada anak remaja. Mereka akan ugal-ugalan mengendarai mobil dalam keadaan mabuk, mengganggu pengguna jalan yang lain. Tidak sedikit kemudian mengalami kecelakaan. Begitu halnya dengan tata kelola anggaran oleh pemerintah. Banyak kemungkinan pemerintah akan mengalami kemabukan-kemabukan. Baik karena haus kekuasaan ataupun eksistensi dan pragmatisme. 1 Komentator politik, jurnalis, penulis dan humorist, terkenal dengan bukunya “Don’t Vote—It Just Encourages the Bastards”, berkebangsaan Amerika, lahir 1947 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 87 Jika pemerintah mengelola anggaran dalam kondisi seperti itu, maka rakyatlah yang akan terganggu. Tidak sedikit pula aparat pemerintah yang celaka. Terjerembab di hotel prodeo karena terjerat KPK, kejaksaan atau kepolisian. Borokisasi Birokrasi Kinerja pemerintahan sangat dipengaruhi oleh faktor sumber daya aparatur dan sistem ketatalaksanaan yang dijalankan. Banyak aturan perundang-undangan yang mengatur tentang ini. Namun tetap saja belum bisa menyelesaikan kompleksitas permasalahan birokrasi di negeri ini. Siapa pun yang menjadi presiden di negeri ini harus menghadapi warisan birokrasi yang mempunyai kultur korup, kolutif, parasitik, lamban, dan tidak efisien2. Tidak hanya terjadi di pusat, ini juga terjadi di daerah (termasuk Kabupaten Bandung) hingga tingkat pemerintahan terkecil. Seperti borok, penyakit ini akan terus membesar dan menggerogoti kulit yang masih tersisa. Proses pemborokan ini juga ditambah dengan birokrasi sebagai akibat kompromikompromi politik tingkat tinggi menjadi momok tersendiri bagi para pemimpin kita. Presiden dan para kepala daerah terpilih harus melakukan kompromi politik atau tawar-menawar dengan partai yang berkoalisi mendukung pencalonannya, termasuk dengan pengusaha. Tujuannya tentu saja ingin menguasai akses terhadap sumber-sumber kekayaan negara guna mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan termasuk “rente”-nya. Dampak lainnya adalah membeludaknya jumlah tenaga honorer di beberapa daerah. Kepala daerah harus mengakomodasi pendukungnya yang telah dijanjikan jadi pegawai negeri sipil saat kampanye. Belum lagi antrian dari para kontraktor dan pengusaha yang menjadi “funder” kepala daerah terpilih akan proyek-proyek APBD. Situasi semacam itu sangat tidak sehat. Para birokrat akan bersikap oportunistis dan bekerja untuk kepentingan sempit daripada melaksanakan kebijakan publik. Mereka akan mudah tergoda melakukan politik penyelamatan diri atau mengejar ambisi tanpa menghiraukan tugas utamanya. Jika kondisi ini terus terjadi, dapat dipastikan mesin birokrasi tidak akan jalan karena proses pemborokan terus meluas. Amputasi menjadi pilihan jalan terakhir yang harus ditempuh, meski sebenarnya ingin kita hindari karena akan berimplikasi stagnasi pemerintahan. Sebenarnya, bukan berarti sama sekali tidak ada aparatur birokrasi yang bersedia 2 Kristiadi, James, Soal Unit Kerja Presiden, Kompas, 1 November 2006 88 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat bekerja keras, berdedikasi tinggi, berjiwa reformis, dan memiliki keikhlasan mengabdi pada bangsa dan negara. Namun, karena proporsinya amat kecil, kontribusinya seolah tenggelam oleh kebobrokan sistemik birokrasi. Munculnya gagasan reformasi birokrasi selayaknya dipandang sebagai upaya perubahan total sistem birokrasi, tidak semata reorganisasi, mutasi pegawai atau bahkan perubahan renumerasi. Perubahan itu selayaknya mulai dari tataran kultural, paradigma, strategi, dan profesionalitas birokrasi sebagai alat pemerintah untuk melaksanakan kebijakan publik dan amanat rakyat. Tata kelola birokrasi kita pada dasarnya menganut karakteristik birorasi yang mengatur fungsi kepegawaian modern sebagaimana dideskripsikan oleh Weber3. Ini ditandai dengan adanya prinsip pengaturan pembagian wilayah yurisdiksi kerja yang jelas, prinsip hirarki dan tingkatan kewenangan yang diatur secara sistemik aturan perundang-undangan, manajemen arsip, prinsip peningkatan kapasitas aparatur, dan lain-lain. Namun pada prakteknya, birokrasi Weberian ini lebih merupakan sebuah idealita yang menuntut proses pencapaian panjang. Ide birokrasi yang nirpribadi, netral dan profesional adalah masih menjadi mimpi yang sulit diwujudkan. Birokrasi pada dasarnya adalah suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat tapi dipilih oleh atasannya. Para birokrat tadi dibayar oleh rakyat melalui pajak yang dia bayar untuk mengurus kepentingan rakyat. Mereka diberi keleluasaan mengelola sumber daya (termasuk anggaran) untuk mewujudkan apa-apa yang diinginkan dan dicita-citakan oleh bangsa ini. Tinggal bagaimana rakyat melakukan upaya pengawasan secara ketat terhadap kinerja birokrasi. Pengawasan rakyat ini bisa terjadi apabila diawali dengan pahamnya rakyat akan tata kelola dan politik pemerintahan, termasuk tata kelola dan politik keuangan negara. Belajar Anggaran Negara: Memahami Makna di Balik Angka Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan adalah salah satu instrumen sumber daya yang dimiliki oleh negara. Pengelolaanya dikuasakan kepada 3 Shils, Edward and Rheinstein, Max (1978), Max Weber on Law in Economy and Society, University of California Press, California, chap. XI, pp. 956 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 89 para birokrat di pemerintahan untuk menjalankan mandat mengelola urusan rakyat. Setiap tahunnya pemerintah membuat rencana keuangan sebagai panduan implementasi pembangunan, yang disebut APBN atau APBD. Menurut undangundang tersebut, APBN atau APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR atau DPRD. Dengan kata lain, rencana keuangan negara harus disetujui oleh rakyat. Rakyat sendiri mengkuasakan ini pada wakilnya yang sudah dipilih untuk duduk di DPR atau DPRD. Jadi, apa itu anggaran negara? Anggaran negara adalah pernyataan pemerintah tentang estimasi atau alokasi pendapatan/penerimaan dan usulan belanja/pembiayaan negara berupa rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan pemerintah pada periode kerja tertentu. Pernyataan rencana keuangan ini kemudian menjadi instrumen estimesi kinerja pemerintah. Secara sederhana, anggaran negara adalah istilah untuk menyebutkan rencana keuangan negara. Perumusan anggaran negara ini ditempuh melalui serangkaian proses dan metode, yang kemudian disebut sebagai penganggaran. Sebagai dasar perumusan anggaran, maka pemerintah membuat rencana kerja pemerintah. Proses perumusan rencana kerja pemerintah ini kemudian disebut dengan perencanaan pembangunan. Jadi, jika kita berbicara tentang penganggaran maka tidak akan lepas dari perencanaan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Setidaknya terdapat 4 (empat) undang-undang yang mendasari proses perencanaan penganggaran negara di tingkat daerah,yaitu: 1. UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang ini mengatur tentang bagaimana pemerintah (termasuk pemerintah daerah) menyelenggarakan tahapan perencanaan pembangunan beserta dokumen-dokumen yang dihasilkan sebagai rujukan pembangunan yang akan diselenggarakan pemerintah daerah. 2. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini mengatur tentang bagaimana proses perumusan rencana keuangan dan pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah. 3. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini mengatur tentang seluruh aspek terkait penyelenggaraan pemerintah di tingkat daerah otonom, termasuk kewenangan, perencanaan pembangunan, keuangan, dan lain-lain. 4. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini mengatur tentang sistem pembagian keuangan antara yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 90 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Sebagai penerjemahan dari Undang-Undang tersebut ke tingkat yang lebih teknis dan operasional, pemerintah kemudian menerbitkan beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah hingga Peraturan Kepala Daerah. Apabila kita cermati secara seksama praktek perencanaan penganggaran di negara ini, maka dapat kita lihat terjadinya penerapan 3 (tiga) pendekatan: teknokratis, politis dan partisipatif. Teknokratis, yang dimaksud bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjalankan semua tahapan perencanaan penganggaran sebagaimana diamanatkan Undang-Undang. Selain itu, proses perencanaan juga harus didasarkan pada kajian-kajian akademis sebagai justifikasi terhadap pilihan kebijakan program dan kegiatan yang dipilih oleh pemerintah dengan dilandasi semangat efisiensi, keefektifan dan ketercapaian terhadap tujuan. Pada aspek perencanaan dan pengelolaan keuangan, penerapan secara ketat kaidah-kaidah administrasi dan akutansi menjadi prasyarat mutlak dan menjadi acuan dalam pemeriksaan keuangan oleh BPK. Politis, yang dimaksud bahwa beberapa dokumen perencanaan penganggaran merupakan produk kesepakatan politik antara pimpinan birokrasi (kepala daerah dan kepala SOPD) serta pimpinan wakil rakyat (DPRD). Kesepakatan politik ini kemudian dilegalkan menjadi kebijakan daerah. Pada pembahasannya, muncul perhelatan berbagai kelompok kepentingan untuk memperebutkan atau setidaknya mengarahkan sumber daya anggaran ini akan dimanfaatkan untuk apa dan menguntungkan kelompok siapa. Contoh produk kesepakatan politik ini di antaranya adalah dokumen RPJMD, KUA-PPAS dan APBD. Partisipatif, yang dimaksud bahwa rakyat memiliki ruang dalam mempengaruhi proses perencanaan penganggaran. Ruang-ruang partisipasi rakyat tersebut di antaranya adalah musrenbang. Selain itu, rakyat juga bisa mempengaruhi para wakilnya yang ada di DPRD pada saat legislasi APBD. Ruang ini seharusnya dimanfaatkan oleh rakyat untuk memastikan apakah anggaran ini sebagai pilihan publik/rakyat atau pilihan sekelompok orang/kelompok tertentu. Penerapan tiga pendekatan ini realitasnya tidak berjalan seimbang. Pendekatan politisteknokratis masih lebih dominan. Malah tidak jarang yang dominan adalah pendekatan politis yang dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu. Dari kondisi ini dapat berdampak pada munculnya potensi-potensi kebocoran anggaran. Kebocoran anggaran dapat diartikan bahwa setiap pendapatan, belanja, penerimaan atau pengeluaran yang terkait dengan anggaran baik berupa uang, barang, jasa, utang atau piutang yang “kurang atau lebih” dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau kewajaran transaksi yang mengacu pada pasar terbuka yang merugikan keuangan negara/daerah. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 91 Kebocoran anggaran ini setidaknya dipengaruhi oleh : ulah sumber daya manusia aparatur (ada niat/kesengajaan dan kapabilitas), sarana prasarana dan metode pelaksanaan program/kegiatan yang tidak sesuai kebutuhan (mengakibatkan biaya tinggi) dan pengendalian yang tidak efisien dan efektif. Praktek kebocoran anggaran ini ada yang disadari dan ada pula yang tidak. Sebagai contoh praktek kebocoran anggaran yang disadari adalah terkait proporsi anggaran Belanja Tidak Langsung yang selalu lebih besar dari Belanja Langsung dalam APBD. Alokasi Belanja Tidak Langsung hampir bisa dipastikan sebagian besar kemanfaatannya untuk aparat pemerintah. Ini terjadi karena jumlah pegawai terus bertambah. Sementara untuk mengurangi pegawai sulit dilakukan. Hampir di semua daerah (kabupaten/kota) alokasi anggaran untuk birokrat selalu lebih besar daripada alokasi anggaran untuk rakyat. Tidak hanya mendapatkan alokasi untuk komponen gaji, juga terdapat komponen tunjangan dan honor. Belum lagi kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan studi banding bagi aparatur pemerintah dan anggota dewan. Dari profil APBD seperti itu dapat disimpulkan bahwa pengalokasian kegiatan dan anggaran tidak dilandasi prinsip efisiensi, keefektifan dan ketercapaian terhadap tujuan. Atau dengan kata lain pendekatan teknokratis tidak diterapkan secara objektif. Pun demikian bahwa profil seperti itu pasti bukan pilihan rakyat, atau dengan kata lain pendekatan partisipatif tidak dominan. Di sisi lain, memahami anggaran tidak hanya memahami pada saat penentuan alokasi, tapi juga pada saat implementasi. Artinya rakyat juga harus paham bagaimana aturan main dan dinamika pada saat implementasi anggaran. Peluang terbesar terjadinya kebocoran anggaran justru pada saat implementasi anggaran. Potensi ini terjadi mulai dari saat pengadaan barang/jasa, penetapan pemenang tender, penetapan kelompok sasaran penerima bantuan sosial, akutansi pelaporan keuangan, dan lain-lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa memahami anggaran negara selayaknya tidak hanya mencerna angka-angka yang ada dalam dokumen anggaran. Tetapi juga memahami maknanya, yakni sejauhmana pendekatan teknokratis, politis dan partisipatif diterapkan secara proporsional. Dalam konteks hubungan antara negara dengan rakyat, pemerintah sebagai kuasa negara selayaknya mengelola sumber daya anggaran yang semuanya bersumber dari rakyat. Baik itu yang dipungut langsung dari rakyat seperti: pajak, retribusi, keuntungan badan usaha negara ataupun yang bebannya ditanggung oleh rakyat (dana hutang) atau juga yang pemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan rakyat (dana hibah). 92 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Pada kondisi di atas sebenarnya rakyat memiliki posisi yang cukup strategis. Kemudian pertanyaannya adalah seberapa banyak rakyat yang sudah memiliki pengetahuan dan memahami tentang proses perencanaan penganggaran? Apakah para wakil rakyat juga sudah memiliki pemahaman tentang penganggaran? Apakah ada niat baik dan upaya dari pemerintah dan wakil rakyat untuk memberi pengetahuan kepada rakyat tentang penganggaran? Apakah setelah paham, rakyat memiliki kemauan dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan perencanaan penganggaran? Bagaimana caranya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang berusaha dijawab oleh Forum Diskusi Anggaran (FDA) dengan menyelenggarakan kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola) di Kabupaten Bandung. Pada tahap awal, kegiatan Kurpola ini ditujukan bagi kelompok organisasi masyarakat sipil setempat, pemuda dan mahasiswa, pelajar dan anggota atau aktivis partai politik. Kurpola sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa Pengetahuan dan keterampilan tentang penganggaran saat ini masih menjadi domainnya birokrasi. Sejak negara ini dibentuk, mereka sudah terbiasa menyusun dan merumuskan kebijakan tentang penganggaran. Meskipun pada perkembangannya kebijakan tentang perencanaan dan penganggaran ini mengalami perkembangan. Pada sisi lain, pengetahuan tentang anggaran bagi rakyat adalah sesuatu yang asing. Selain karena tidak mendapatkan informasi secara terbuka dari negara, sebagian rakyatpun masih belum memiliki kesadaran akan pentingnya mengawasi dan mempengaruhi kebijakan anggaran. Belum terbangunnya pengetahuan dan kesadaran kritis tentang anggaran juga menjadi problem para wakil rakyat kita dan secara umum para aktivis partai politik. Padahal mereka memiliki posisi yang strategis dalam proses perumusan kebijakan anggaran. Pada sisi akses, masih ada persoalan tentang pemahaman pemerintah terhadap kebijakan publik. Bahkan ketika transparansi marak dikampanyekan di era reformasi ini, sebagian birokrat masih menganggap bahwa dokumen anggaran termasuk kategori “rahasia negara”. Tidak sembarang orang dapat mengaksesnya. Dari sisi regulasi, Undang-Undang tentang keterbukaan informasi publik baru diterbitkan pada tahun 2008. Undang-undang tersebut menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Kebijakan anggaran termasuk dalam kategori kebijakan publik seperti yang disebutkan Undang-Undang. Lagi-lagi persoalannya tidak semua elemen birokrasi memahami tentang esensi Undang-Undang ini. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 93 Problematika di atas menjadi cermin bahwa belum ada upaya pemerintah untuk memberikan pengetahuan tentang anggaran kepada rakyat. Di sisi lain, kesadaran kritis rakyat belum tumbuh secara kolektif. Munculnya kegiatan Kursus Politik Anggaran (Kurpola) ini merupakan bagian upaya untuk membangun kesadaran kritis rakyat termasuk kesadaran pemerintah untuk transparan dan akuntabel. Ini merupakan buah dari sebuah proses yang panjang terkait dengan kerja-kerja membangun gerakan sosial politik di Kabupaten Bandung. Berbagai gagasan kritis yang spesifik menyoroti isu perencanaan penganggaran banyak bermunculan dan kemudian terkristalisasi dalam pembentukan Forum Diskusi Anggaran (FDA) di Kabupaten Bandung. Sebagai sebuah forum diskusi dan literasi, muncul kebutuhan untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas bagi rakyat, utamanya untuk isu perencanaan penganggaran dan Kurpola muncul sebagai abstaksinya. Kurpola harus dipandang sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan bangsa. Maka, Kurpola semestinya tidak selesai dengan hanya memberikan pengetahuan tentang bagaimana rakyat melakukan analisis, tetapi juga bagaimana rakyat bisa melakukan kerja-kerja advokasi untuk terlibat dan ikut mempengaruhi proses politik anggaran. Untuk itu, kaum muda, kaum tua, laki-laki, perempuan, petani, buruh, nelayan, pedagang, pengusaha, pelajar, mahasiswa, guru, dan elemen-elemen rakyat lainnya memiliki hak untuk sadar, cerdas dan terampil akan anggaran termasuk proses politik di dalamnya. Apa yang harus diperjuangkan oleh rakyat? Yang pasti, anggaran harus berpihak pada kesejahteraan rakyat. Anggaran harus dapat mengakomodir hak-hak kemanusiaan rakyat, bukan hak-hak birokrat pemerintah sebagai kuasa negara, bukan pula hak-hak anggota dewan sebagai wakil rakyat. Peran birokrat dan anggota dewan justru dihadapkan pada kewajiban untuk meng­ konstruksi anggaran yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak kemanusiaan rakyat. Peran rakyat adalah memastikan bahwa pemerintah dan anggota dewan men­ja­lankan kewajiban tersebut. Peran rakyat, birokrat dan anggota dewan ter­ se­but harus dipandang bagian dari mencintai negara. Seperti yang disampaikan oleh Erich Fromm4, “Mencintai negara tanpa mencintai kemanusiaan seperti menyembah berhala”. 4 Erich Fromm merupakan seorang psikoanalisis dan filosof humanis berkebangsaan Jerman. Banyak menghasilkan karya, antara lain Psychoanalysis and Religion (1950), the Art of Love (1956) dan To Have or To Be (1976). 94 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Pembelajaran Berharga Satu tahun penyelenggaraan Kurpola memberikan banyak pembelajaran berharga. Pembelajaran ini secara garis besar setidaknya dapat dilihat dari aspek penyelenggaraan, kurikulum dan modul, kepesertaan, serta implikasi yang muncul pasca kursus. Pada aspek penyelenggaraan, tim pengelola kursus didorong untuk kreatif dan fleksibel dalam menentukan teknis penyelenggaraan kursus. Pilihan waktu pelaksanaan di setiap hari Sabtu dan Minggu memperlihatkan bahwa tim pengelola berusaha untuk fleksibel dengan menyesuaikan terhadap kesibukan keseharian peserta. Untuk tempat pelaksanaan, tim pengelola berusaha untuk tidak selalu melaksanakan kursus di tempat yang sama. Ini dimaksudkan untuk menghindari kebosanan serta disesuaikan dengan karakter peserta kursus. Sebagai contoh, kelas CSO, pemuda dan mahasiswa serta aktivis parpol dilaksanakan dengan model diskusi di dalam kelas. Sementara itu, untuk kelas pelajar dilaksanakan dengan model studi ekskursi dengan membawa mereka secara langsung mengunjungi gedung pemda dan gedung dewan dan kemudian bersimulasi di tempat itu. Pada aspek penyusunan kurikulum dan modul pembelajaran, tim pengelola mencoba mengajak calon peserta untuk menentukan pilihan materi belajar yang dibutuhkan peserta dari setiap kategori kelas. Karena inilah kemudian terdapat perbedaan kedalaman materi pembelajaran untuk setiap kategori peserta. Pada aspek kepesertaan, meskipun di awal program sudah ditentukan kategori peserta kursus, namun pada prakteknya tim pengelola dihadapkan pada persoalan rekrutmen pilihan calon peserta untuk mengisi setiap kategori tersebut. Khusus untuk kelas anggota DPRD dan aktivis parpol - meskipun mereka menyatakan berminat untuk mengikuti kegiatan kursus- dinamika politik lokal (pilkada) turut menpengaruhi siapa saja yang kemudian diutus oleh mereka untuk mewakili DPRD dan parpol. Pada aspek implikasi pasca kursus, banyak contoh yang memperlihatkan semakin menguatnya konsolidasi rakyat dan wakil rakyat untuk isu anggaran. Beberapa anggota DPRD (dan pimpinan DPRD) yang kemudian meminta bimbingan intensif dari FDA untuk mengajarkan mereka tentang cara menganalisis anggaran. Selain itu, beberapa kelompok pelajar juga ikut mempelopori advokasi RAPBS di sekolahnya. Contoh lain, kelompok pemuda di lokasi korban banjir Bale Endah dan Dayeuhkolot menjadi motor dalam melakukan upaya advokasi anggaran banjir. Sementara itu, dari sisi penguatan kelembagaan FDA, para alumnus kegiatan kursus tidak sedikit yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan advokasi yang dilakukan FDA. Di luar paparan di atas, masih banyak lagi pembelajaran berharga dari penyelenggaraan Kurpola ini. Bagi para pegiat gerakan sosial politik untuk isu anggaran, tampaknya Kurpola ini telah melahirkan sejumlah prajurit baru yang akan terlibat dalam kancah pertempuran anggaran. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 95 Prospek Pengembangan Kurpola: Pendalaman atau Perluasan? Mencemati dinamika pasca kursus, tidak bisa dihindari munculnya aspirasi untuk melanjutkan kegiatan Kurpola ini. Aspirasi ini tidak hanya muncul dari para pegiat FDA, tetapi juga dari para alumni kursus yang merasa perlu melakukan pendalaman terhadap beberapa materi pembelajaran. Selain itu muncul juga aspirasi untuk difasilitasi hal yang sama dari kelompok lain yang selama ini berinteraksi langsung ataupun tidak langsung dalam proses penganggaran. Lebih dari itu, para pegiat anggaran dari kabupaten/kota lainpun meminta agar INISIATIF dan FDA dapat menyelenggarakan hal yang sama di daerahnya. Tentunya aspirasi ini muncul karena Kurpola dianggap memiliki prospek kemanfaatan dan kemaslahatan bagi gerakan anggaran. Untuk merespon ini, penulis mengajak untuk melihatnya dari dua sudut pandang. Pertama, perspektif penguatan gerakan anggaran di Kabupaten Bandung, atau sebut saja pendalaman. Kedua, perspektif pengembangan gerakan anggaran di wilayah lain, atau sebut saja perluasan. Penguatan gerakan anggaran di Kabupaten Bandung setidaknya mempertimbangkan konstalasi antara aktor, dalam hal ini kelompok masyarakat sipil, pemda dan partai politik (termasuk DPRD). Kerangka regulasi terkait perencanaan penganggaran di Kabupaten Bandung sebenarnya cukup mumpuni untuk bisa mewadahi para aktor untuk berkolaborasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Namun pada prakteknya hal ini sulit diwujudkan. Hal ini terutama karena semangat pembaruan dan keinginan untuk berubah belum menjadi kesadaran kolektif pada semua aktor, utamanya di tingkat pimpinan pemda dan partai politik. Sementara itu, di tingkat masyarakat sipil, antusiasme terhadap terjadinya perubahan cenderung terus berkembang. Oleh karena itu, terkait dengan pilihan pengembangan Kurpola di Kabupaten Bandung setidaknya diarahkan pada: 1. Memperkuat konsolidasi masyarakat sipil dengan cara memperbanyak partisipan Kurpola. Jika pada tahap awal pesertanya merupakan representasi dari kelompok pemuda, mahasiswa, pelajar, CSO dan aktivis parpol (serta anggota DPRD). Maka pada tahap berikutnya ditambah dari kelompok lain, seperti: petani, buruh, pedagang, sektor informal, dan lain-lain. Atau dengan mempertahankan empat kategori sebelumnya, tapi kelompok organisasi yang terlibat diperluas. Misal: jika untuk kelas pelajar pada Kurpola tahap awal berasal dari tujuh sekolah, maka tahap berikutnya harus dilibatkan sekolah-sekolah lainnya. 2. Memperdalam pengetahuan dan keterampilan tentang politik anggaran. Maksudnya adalah dengan mempertahankan peserta dari alumni kursus 96 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat pertama tetapi materi pembelajarannya diperdalam. Misal: jika pada kursus pertama lebih berorientasi pada wacana dan praktek analisis alokasi anggaran, maka pada tahap dua ini diarahkan pada bagaimana peserta bisa memahami dan mempraktekkan metode-metode pengawasan implementasi anggaran. 3. Mengangkat isu-isu spesifik. Maksudnya, dibuat kelas-kelas khusus berdasarkan isu-isu spesifik yang dinilai cukup strategis. Contoh, dibuat kelas khusus tentang isu tata kelola desa yang pesertanya adalah kepala desa, BPD dan aktor-aktor lain di tingkat desa. 4. Melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan formal, baik itu perguruan tinggi ataupun sekolah-sekolah. Maksudnya adalah mendorong agar materi yang disampaikan dalam Kurpola menjadi bagian dari kurikulum berupa materi kuliah/studi tambahan bagi mahasiswa/siswa. Terkait dengan perspektif pengembangan gerakan anggaran di wilayah lain, maka yang dapat dilakukan adalah dengan mereplikasi kegiatan serupa Kurpola di kabupaten/kota lain. Materi dan metode pembelajarannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tersebut, termasuk pesertanya. Jika kegiatan Kurpola ini akan direplikasi di tempat lain, maka setidaknya terdapat dua prasyarat yang harus dipenuhi: 1. Adanya concern groups yang sudah, sedang atau setidaknya memiliki komitmen untuk melakukan kerja-kerja advokasi anggaran di wilayah tersebut. Kurpola ini nantinya diarahkan untuk memperkuat kerja-kerja advokasi anggaran yang dilakukan oleh kelompok tersebut. 2. Tersedianya dokumen anggaran. Bagaimanapun dokumen anggaran di wilayah tersebut adalah sumber data primer yang akan digunakan selama kegiatan kursus berlangsung. Apapun sudut pandang yang dipilih, tampaknya kegiatan Kurpola ini memang layak untuk dikembangkan. Bagaimanapun juga untuk mewujudkan gerakan sosial politik pada isu anggaran ini memerlukan dukungan dari banyak pihak. Sudah semestinya apabila pihak-pihak tersebut dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup sebagai bekal melakukan penyempurnaan proses politik anggaran di negeri ini. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 97 9 Kesaksian Beberapa Alumnus Agus Tresna Ketua LSM Gemas dan Wakil Ketua PKK DAS Citarum Kelas CSO Saya dari salah satu peserta Kursus Politik Anggaran dari kelas CSO merasa bersyukur mendapat kesempatan mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diselenggarakan oleh FDA (Forum Diskusi Anggaran) yang bekerja sama dengan Yayasan Tifa dan Perkumpulan INISIATIF. Di kursus FDA tersebut, kami dan rekan-rekan CSO lainnya di angkatan ke-1 kelas Sabtu, bersama-sama mencoba membedah dan menganalisis tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung sebagai contoh kasus.” Yang setelah dicoba bersama-sama dipelajari, dianalisa, dan dipahami, ternyata APBD Kabupaten Bandung tersebut, banyak yang tidak tepat guna, tidak tepat sasaran, terkesan awur-awuran teu puguh. Ada indikasi penyelewengan dan manipulasi, baik di anggaran belanja langsung, belanja tidak langsung, belanja modal dan belanja 98 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat lain-lainnya. APBD terkesan hanya memanjakan birokrat-birokrat saja tanpa diimbangi kualitas kerja dan pelayanan yang lebih baik dari mulai pimpinan sampai ke tingkat SKPD-SKPD-nya. Banyak ditemukan contohcontoh anggaran pendapatan maupun belanja yang angka-angkanya naik tapi tidak jelas efektivitas sasaran dan pertanggungjawaban kinerja aparaturnya. Itu juga terjadi di APBD-APBD ke belakang (sebelumnyared). Khusus untuk para anggota DPR harus senantiasa ingat dan sadar bahwa menjadi anggota dewan tersebut dipilih dan diperjuangkan oleh rakyat dan sepenuhnya digaji dari uang rakyat melalui pajak rakyat, Bung !!! Akhirnya, pada lembaga semacam FDA yang menyelenggarakan kursus politik anggaran ke masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan agar terus dan tetap maju berkesinambungan menyelenggarakan semacam pencerahan-pencerahan dan informasi yang mendidik masyarakat Kabupaten Bandung khususnya untuk senantiasa sadar terhadap hak dan kewajibannya. Baik penyelenggara maupun peserta menjadi agen-agen pejuang yang punya rasa tanggung jawab, moralitas ka masyarakatna, teu pupujieun. Menjadi salah satu inspirasi kekuatan masyarakat yang berani berjuang dalam konteks bebeneuran dalam motto “silih asih, asah, asuh, Kabupaten Bandung dengan siapapun Kepala Daerahnya, siapapun para anggota dewannya, berjuanglah untuk kemajuan Kabupaten Bandung dan kesejahteraan rakyatnya. Bandung mugia hirup jeung huripan! Cog!! Nama-nama pemateri seperti Umar Alam Nusantara, Deni Riswandani, Dadan Saputra dan Ujang Sutisna, Saeful Muluk cukup representatif dalam menyampaikan materi. Yang lainnya masih harus ditingkatkan biar lebih greget dan tidak membosankan. Karena terkadang ada pemateri yang kurang greget, njelimet. Malah, ada ketika dihadirkan seorang pemateri yang dianggap cukup representatif sebagai narasumber, tapi ternyata penyampaian datar-datar saja, tidak terjadi interaksi yang intens. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 99 Eli Yulipah Ibu Rumah Tangga Kelas CSO Nama saya Ibu Eli, ibu rumah tangga, tinggal di Cicalengka. Berangkat dari ketidakpuasan baik di masyarakat maupun lingkungan kampung sendiri mengenai hal-hal yang banyak ketimpangan juga ketidakjelasan pihak-pihak terkait. Setelah mengikuti Kursus Politik Anggaran yang diadakan oleh FDA, yang tadinya tidak tahu mengenai analisis anggaran baik untuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dll. Juga membuka mata, telinga, juga hati supaya kita sebagai kaum hawa yang senantiasa tertindas baik di rumah juga di masyarakat bisa bangkit dan berjuang di rumah tangga maupun di masyarakat. Jadi selama belajar, banyak yang kami keluhkan mengenai masalah pendidikan terutama dana BOS yang tidak transparan. Penanggulangan kemiskinan di daerah kami sendiri. Mengenai kesehatan terutama di Puskesmas yang seharusnya gratis tapi masih ada saja masyarakat miskin harus dipersulit dengan birokrasi yang bertele-tele. Hal-hal yang demikian yang sangat berarti bagi saya sebagai ibu rumah tangga. Kami banyak bertukar pikiran, baik dengan pelajar, mahasiswa, sampai aparat pemerintahan. Waktu di kelas CSO, kami juga berkenalan langsung dengan pihak terkait yang bekerja di pemerintahan Kabupaten Bandung. Manfaat yang saya rasakan selama mengikuti Kursus Politik Anggaran yaitu: • Bisa tahu mengenai anggaran di Kabupaten Bandung. • Bisa sharing dengan rekan-rekan • Bisa memberikan informasi kepada rekan-rekan mengenai kecurangan dan ketidakadilan dari pihak pemerintahan di daerah masing-masing. • Dengan pertemuan yang menurut saya singkat, materi yang diberikan pengajar waktu itu sangat berat bagi orang awam seperti saya. Harapan ke depannya untuk kami, waktu belajar bisa lebih lama, materi yang diberikan tidak terlalu sulit, praktik di masyarakat lebih ditambah lagi. • Untuk semua pengajar , semua baik, disiplin dan materinya sangat bermanfaat. Segala fasilitas di FDA sudah kami rasakan. Semoga FDA ke depannya dapat lebih baik dan terus maju. 100 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Elga Subangkit Anggota PSDK (Pusat Sumber Daya Komunitas) Kelas CSO Setelah mengikuti kursus politik anggaran yang diadakan oleh FDA, saya merasa menjadi lebih tahu bagaimana cara membuat perencanaan penganggaran, dan bagaimana cara menganalisis dokumen anggaran. Dan yang lebih penting lagi tahu bagaimana proses pembuatan APBD. Jadi saya bisa mengawal penggunaan APBD. Elis N. Utusan Darwati Kelas Pemuda Desa Saya senang bisa mengikuti Kursus Politik Anggaran. Menambah wawasan dan menambah teman. Semoga Kursus Politik Anggaran ini ke depannya bisa terus berlanjut. Manfaat yang saya rasakan adalah peserta Kursus Politik Anggaran mengetahui politik anggaran Kabupaten Bandung. Terjalinnya silaturahmi. Menumbuhkan persatuan dan kesatuan. Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin belajar politik dan ingin mengetahui anggaran-anggaran yang ada di pemerintahan dan dialokasikan untuk apa saja. Dengan Kursus Politik Anggaran juga bisa mengubah pola pikir yang tidak peduli menjadi peduli dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Kursus Politik Anggaran ini ada lembaganya. Kayak sekolah gitu supaya legalitasnya ada. Pesertanya banyak sehingga dikenal masyarakat luas dan lulusannya bisa menjadi orang yang mengerti dan memahami situasi dan kondisi masyarakat serta nantinya akan menjadi pemimpin yang bijaksana, jujur, adil dan tegas. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 101 Tita Puspita UNIBBA Kelas Mahasiswa Saya mengikuti Kursus Politik Anggaran karena ingin mengetahui dan menerapkan penggunaaan anggaran yang baik. Banyak yang menarik dari kursus ini. Salah satunya dari segi materi yang dipelajarinya sangat menarik. Dengan adanya Kursus Politik Anggaran ini jadi lebih mengerti penggunaan APBD yang seharusnya sehingga gak ada lagi penyelewenagan anggaran. Buat saya pribadi sangat berkesan karena toh yang terlibat di kursus ini bukan hanya mahasiswa satu universitas atau masyarakat satu desa saja melainkan juga bisa kumpul dan berbagi pengalaman baru dengan mahasiswa lain tentunya banyak menambah pengetahuan kita tentang penggunaan anggaran masing-masing daerah itu berbeda-beda. Dengan adanya Kursus Politik Anggaran kelas mahasiswa ini saya berharap untuk kedepannya diadakan lagi dan jam beljarnya ditambah karena disadari atau tidak kita sebagai mahasiswa sebenarnya butuh banget dengan pelatihan-pelatihan, kursus-kursus mengenai anggaran ini. Iwa A. Rohiman SMA PGRI Cicalengka Kelas Pelajar Dengan adanya Kursus Politik Anggaran dapat memberikan ilmu-ilmu yang sangat berharga, sehingga saya sebagai pelajar ingin sekali berperan aktif dalam kegiatan yang bersifat intruksional/ pengajaran. Dengan demikian kita dapat memperoleh suatu sifat integritas yang tinggi serta memiliki kemampuan intelektual yang jernih, sehingga kita pun yang mengikuti sekaligus yang melaksanakan kursus ini dapat menjadi seseorang yang inteligensia. Kursus ini memberikan dan menambah pengalaman-pengalaman baru/inteligensi. Saya sangat berkesan sekali, terutama saat ke Gedung DPRD. Memperoleh ilmu yang tinggi. Saya bisa mengetahui sistem kerja anggota DPRD. Selain itu, dapat memberikan manfaat- 102 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat manfaat yang berkaitan dengan sistem politik. Juga bertambahnya teman yang awalnya tidak kenal, menjadi kenal. Saya berharap kepada pemerintah daerah khususnya harus lebih mengakomodasikan Kursus Politik Anggaran ini menjadi satu kurpol se-Indonesia, sehingga kita bisa mengenal pelajar-pelajar di Indonesia dan bisa berbagi pengalaman-pengalaman dari semua pelajar se-Indonesia. Semoga Kursus Politik Anggaran ini bisa menjadi lebih maju lagi dan menjadi terdepan di masyarakat Kabupaten Bandung hingga masyarakat Indonesia. Vina SMK Muhammadiyah Majalaya Kelas Pelajar Generasi muda adalah jumlah yang menjanjikan untuk mendukung aktivitas negeri ini dengan ancaman propaganda politik yang semakin besar. Generasi muda harus dibekali moral dan pengetahuan yang baik tentang politik. Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Selama menuntut ilmu di bangku pendidikan, kami tampaknya tidak pernah mendapatkan pendidikan politik secara benar. Namun dengan adanya Kursus Politik Anggaran untuk kelas pelajar yang diselenggarakan oleh FDA, kami sebagai kelompok usia sekolah setingkat SMA/SMK/MA dapat mengetahui pendidikan politik sejak dini. Setelah kami mengikuti Kursus Politik Anggaran kelas pelajar, setidaknya kami tahu bagaimana keadaan atau kondisi politik di negeri ini.Di Kursus Politik Anggaran untuk kelas pelajar, selain mendapatkan materi politik, kami juga bisa berkunjung ke gedung DPRD Kabupaten Bandung dan juga menambah teman dari berbagai sekolah yang ada di Kabupaten Bandung. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 103 “Harapan saya sebagai anak kader pemersatu bangsa setingkat SMA, pendidikan politik tidak hanya diselenggarakan oleh FDA tetapi pendidikan politik tersebut bisa masuk dalam kurikulum sekolah di luar pelajaran PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) yang tentunya dapat menambah pengetahuan dalam pendidikan berbangsa dan bernegara khususnya dalam bidang politik”. “Keberhasilan pendidikan politik tidak akan tercapai bila tidak disertai dengan usaha yang nyata di lapangan. Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya dengan bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan di masyarakat nantinya. Oleh karena itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih dapat menentukan keberhasilan dari adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini”. Agus Saptaludin Wakil Sekretaris DPD PAN Kab. Bandung Kelas Kader Partai Pertama, saya mengapresiasi kursus politik FDA karena memberi manfaat besar terhadap demokrasi, kesadaran politik melalui partai politik. Namun tidak semua partai politik memiliki pemahaman yang ajeg dalam pemahaman platform parpolnya sendiri. Kedua, banyak manfaat dengan digelarnya acara kursus politik anggaran untuk membangun dan meningkatkan kapasitas kader partai politik di Kab. Bandung. Menambah wawasan tentang politik anggaran di Kab. Bandung. Tak kalah pentingnya membangun political literacy, kemelekan politik masyarakat secara umum. Setelah kursus, ada tanggung jawab untuk mengkomunikasikan proses transformasi informasi hasil kursus terhadap partai PAN yang pada akhirnya, apa yang didapat bisa dilaksanakan dengan konsisten. PAN Kab. Bandung menjalin kerja sama dengan FDA untuk tercapainya perpolitikan yang sehat, bersih dan berwibawa di Kab. Bandung. 104 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Profil Para Penulis Ujang Sutisna banyak menaruh perhatian atas berbagai permasalahan di Kabupaten Bandung, dari pendidikan, pengelolaan pemerintahan sampai ekonomi rakyat.juga aktif mengkritisi alokasi APBD agar senantiasa diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Pendiri Lembaga Pengkajian Pengembangan dan Pemberdayaan Umat (LP3U) ini merupakan Ketua Presidium FDA Eddy Kurniadi adalah anggota Presidium Forum Diskusi Anggaran. Pria kelahiran 28 Mei 1955 merupakan salah satu pegiat demokratisasi di Kabupaten Bandung. Alumnus Sospol Unpad 1979 ini, telah membidani kelahiran beberapa organisasi masyarakat sipil, diantaranya Teras Warga 1874, Wanaputri dan Konsorsium LSM Kabupaten Bandung. Moh. Ikhsan adalah politikus, peneliti sekaligus aktivis lingkungan hidup. Pernah menjabat sebagai sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Bandung 2004-2009. Hingga kini energinya tercurah melakukan advokasi atas program ADB, yaitu Integrated Citarum Water Resource Management and Investment Program (ICWRMIP), melalui jaringan kerja Aliansi Citarum (Arum). serta mempraktekkan analisis anggaran berbasis EKOSOB. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 105 Umar Alam Nusantara, lahir dan besar di Majalaya, Kabupaten Bandung. Ia mempunyai perhatian besar kepada isu-isu kemiskinan, bencana, dan kebijakan publik. Lulusan Politeknik ITB ini selalu ingin menjadi bagian dari gerakan sosial di Kabupaten Bandung. Pengalaman pendudukan gedung DPRD Kab. Bandung selama dua hari bersama warga korban gempa menjadi refleksi bagaimana kebijakan politik anggaran berdampak kuat kepada nasib rakyat. Baginya, posisi sebagai Kepala Sekolah Politik Anggaran adalah energi baru untuk membangun masyarakat madani yang dicita-citakan. Saat ini, Umar menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Forum Diskusi Anggaran sekaligus katalisator Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Kabupaten Bandung. Deni Riswandani, adalah salah satu wali kelas Kursus Politik Anggaran. Ia lahir di Bandung pada tanggal 20 Oktober 1971. Ia mengenyam pendidikan terakhir di program S1 Sosiologi Fisip Untan Pontianak Kalimantan Barat. Dunia organisasi dan advokasi bukan barang baru baginya. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Kelompok Kerja Daerah Aliran Sungai (PKK-DAS) Citarum, dan Koordinator Komunitas Elemen Lingkungan (ELINGAN) Jawa-Barat. Kelahiran Perda No.10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung tak luput dari kegigihannya mengadvokasi. Menurutnya, masalah anggaran adalah masalah hidup dan kehidupan. Ketika kita mengelola anggaran dengan baik maka harapan hidup dan kehidupanpun akan baik pula. Demikian pula sebaliknya. Hak hidup adalah hak paling mendasar dan utama yang wajib dijamin oleh negara, demikian juga dengan hak kehidupan atau pemenuhan sarana penunjang kebutuhan hidup, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, lingkungan yang layak. Negara melalui pemerintahnya harus mampu mengelola anggaran dengan baik. Jika pemerintah tidak mampu mengelolanya dengan baik, bahkan sampai terjadi penyelewengan terhadap anggaran, lebih baik tidak usah membayar pajak dan retribusi. Mari boikot pembayaran pajak dan retribusi! Dunia pendampingan masyarakat sudah tidak asing baginya. Wulandari pernah mengadvokasi anggaran untuk dialokasikan bagi pelatihan bagi pendamping mayarakat di bidang lingkungan hidup. Persentuhannya dengan masyarakat banyak semakin mendalam ketika pada tahun 2006-2009, ia menjadi fasilitator musrenbang kecamatan dan Kabupaten Bandung serta tekun mengawal usulanusulan warga dari tingkat desa sampai kabupaten agar tidak dikebiri. Di FDA, Wulan akhir-akhir ini menularkan pengetahuannya tentang anggaran melalui serangkaian pelatihan. Di samping sebagai community organizer, ia juga merupakan peneliti di Perkumpulan INISIATIF. 106 Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat Heri Ferdian merupakan pemuda tani yang lahir dan besar di kaki Gunung Wayang. Ia mengawali kiprah di dunia masyarakat sipil dengan kegiatan-kegiatan mengorganisir warga di desanya, Tarumajaya. Kemudian dia mengembangkan kemampuannya dalam analisis anggaran di tingkat Kab. Bandung. Ia juga menaruh minat serius dalam soal lingkungan hidup, antara lain penyelamatan DAS Citarum, yang hulunya berada di Tarumajaya. Pengalaman analisis anggarannya semakin mendalam ketika melakukan Local Budget Study di Kabupaten Pasuruan dan mengisi pelatihan-pelatihan anggaran di Kabupaten Bandung. Donny Setiawan sudah kenyang dengan pengalaman di dunia masyarakat sipil. Pernah mendirikan PRAKSIS dan mengorganisir komunitas untuk memperjuangkan hakhaknya. Perjalanannya diperkaya dengan pengalaman mendampingi komunitas yang terkena bencana tsunami Aceh serta gempa Yogyakarta. Kini ia sibuk mengorganisir Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Garut dalam mengawal APBD agar lebih berpihak ke rakyat banyak. Secara formal ia sekarang adalah direktur eksekutif Perkumpulan INISIATIF. Dadan Ramdan biasa dipanggil “Rams” lahir di kampung Cibodas Desa Cibodas Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung. Pegiat PSDK ini merupakan tokoh muda yang selalu melakukan perubahan sosial di kabupaten Bandung. selepas menamatkan Jurusan Fisika-UPI Bandung tahun 2003 memilih untuk mengembangkan gerakan sosial di daerahnya, dedikasinya didunia pendidikan tetap dilakukan dibeberapa tempat termasuk dalam kursus politik anggaran sebagai tim penyusun kurikulum. Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 107