4 II. Tinjauan Pustaka A. Garut (Marantha arundinaceae) Kerajaan

advertisement
4
II.
A.
Tinjauan Pustaka
Garut (Marantha arundinaceae)
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Zingerbales
Suku
: Maranthaceae
Marga
: Marantha
Jenis
:Marantha arundinacea Linn.
(Rukmana 2000)
Garut berasal dari wilayah Amerika Selatan dari dataran rendah di Brasil
Barat. Umbi garut tumbuh di dalam tanah dengan batang bercabang yang tingginya
mencapai 40 - 100 cm, rimpangnya berwarna putih, lunak dan berdaging tebal.
Daunnya hampir mirip dengan daun kunyit atau temu - temuan, memiliki bunga
majemuk berwarna putih yang cantik (Litbang Pertanian 2014). Tanaman ini
berbunga pada umur 97 hari sejak awal tanam dan membentuk umbi yang berasal dari
daerah akar yang membesar dan menembus ke dalam tanah. Umbi Garut (Marantha
arundinacea) memiliki bentuk silinder, berwarna putih serta berbentuk panjang dan
lonjong (Suhartini dan Hadiatmi 2011).
Tanaman Garut (Marantha arundinaceae) merupakan salah satu bahan
pangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang mendapatkan prioritas
untuk dikembangkan karena berpotensi sebagai pengganti tepung terigu (Amalia
2014). Menurut Kusmiyati (2013) Tanaman garut (Marantha arundinacea L)
merupakan tanaman yang dapat tumbuh maksimal diawah tegakan pohon dengan
itensitas cahaya yang diterima minimum. Tanaman garut mampu tumbuh pada tanah
yang sedikit kandungan haranya, meskipun untuk produksi terbaik, tanaman harus
dipupuk. Tanaman garut tidak membutuhkan perawatan yang khusus serta hama dan
penyakitnya relatif sedikit. Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4
4
5
bulan, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan,
maupun daerah-daerah penghijauan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh
Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi),
patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda
(Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).
Garut dapat dijadikan bahan makanan alternatif karena
garut merupakan
tanaman multifungsi, antara lain dapat menghasilkan pati dan bahan baku industri
emping garut, yang diketahui sebagai makanan sehat. Selain itu, limbah pengolahan
umbi garut berupa kulit dan ampas dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (Djafaar
et al. 2010). Meskipun demikian, Menurut Koswara 2013 tanaman Garut sendiri
belum banyak dibudidayakan secara itensif. Tanaman Garut masih banyak
dibudidayakan secara kecil – kecilan di pekarangan rumah dan di kebun buahbuahan. Sebagian tanaman ini berada di Jawa Tengah.
B.
Budidaya Garut (Marantha arundinaceae)
Umbi garut tumbuh di dalam tanah dengan batang bercabang yang tingginya
mencapai 40 - 100 cm, rimpangnya berwarna putih, lunak dan berdaging tebal.
Daunnya hampir mirip dengan daun kunyit atau temu-temuan, memiliki bunga
majemuk berwarna putih yang cantik. Tanaman Garut mengandung karbohidrat dan
zat besi lebih tinggi dan kandungan lemaknya terendah dibandingkan tepung terigu
dan beras giling, sehingga berpotensial tinggi sebagai alternatif tanaman pangan.
Tepungnya berkualitas tinggi, berukuran halus dan harganya mahal. Dalam industri
makanan juga digunakan sebagai pengental, zat penstabil, pengenyal makanan,
bumbu, sup, permen, puding dan es krim (Suntoro 2012).
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membajak atau mencangkul tanah
dengan kedalaman 20- 30 cm kemudian dibuat bedengan. Tanaman garut
diperbanyak secara vegetatif, bagian tanaman yang baik digunakan untuk bibit
tanaman adalah ujung – ujung rhizoma atau tunas umbi (bits) yang panjangnya 4 – 7
cm memiliki 2 – 4 mata tunas. Pemukan berimbang pada tanaman garut meliputi
unsur hara N, P, K dan S. Waktu terbaik menanam garut adalah pada awal musim
6
penghujan. Bibit ditanam pada bedengan – bedengan yang telah disiapkan. Pada
musim penghujan, tanaman dijaga agar tanah jangan sampai tegenang, dengan
membuat saluran pembuangan di tengah lahan (Direktorat Jendral Tanaman Pangan
2013)
Umbi garut dapat dipanen pada umur 10 – 12 bulan setelah tanam. Kandungan
Pati maksimum pada saat tanaman berumur 12 bulan. Pemanenan umbi garut dapat
dilakukan setelah daun – daun kultivar yang letaknya agak di dalam tanah. Hasil
panen bervariasi tergantung pada kesuburan tanah dan pemeliharaannya. Jumlah
panenan dapat berkisar antara 7,5 – 37 ton umbi per hektar (Koswara 2013).
Pada umumnya, tanaman garut membutuhkan tanah gembur, kaya akan
humus, drainase yang baik dan ph tanah 4,5 – 8,0. Sebagai tanaman teduhan,
khususnya di Pulau Jawa, tanaman garut banyak tumbuh liar di bawah naungan
tanaman jati. Namun demikian, di lahan petani tanaman garut dapat tumbuh dengan
subur di tegalan atau kebun di bawah tanaman tahunan (tanaman umur ph anjanG –
TUP). Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tipe tanah. Tumbuh secara baik mulai
dari 0 – 900 mdpl. Garut sendiri tidak dapat tumbuh normal apabila ditanam di
daerah terbuka atau penyinaran penuh secara langsung, sehingga perlu diberikan
naungan untuk hasil optimal (Suswandi 2004).
Tanaman garut kurang cocok ditanam pada tanah yang sering tergenang
karena dapat membuat akar kekurangan oksigen dan menyebabkan keracunan
sehingga layu dan membusuk. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman umbi sendiri
adalah tanah berstruktur remah yang memiliki kandugan liat, debu dan pasir
berbanding 1 : 1 : 1 (Djafaar et al.. 2010).
C.
Naungan
Secara umum perumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain : cahaya,
udara, air, dan tanah. Sedangkan faktor internal berasal dari tnaman itu sendiri (faktor
genetik). Kedua faktor tersebut sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan
tanaman dan saling berhubugan satu sama lain, apabila salah satu faktor tidak tersedia
7
bagi tanaman atau kesediannya tidak dalam keadaan seimbang maka akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terganggu dan bahkan bisa menyebabkan
tanaman menjadi mati (Trienandari et al.. 2007)
Pada umumnya cahaya yang diperlukan oleh tanaman berbeda beda sesuai
dengan kebutuhannya. Setiap tanaman memiliki toleransi yang berbeda
beda
terhadap lingkungan tumbuhnya termasuk cahaya matahari. Ada beberapa tanaman
yang tumbuh baik di tempat terbuka, namun ada juga sebaliknya tanaman yang
tumbuh paik pada tempat yang memiliki itensitas cahaya rendah atau ternaung
(Sudomo 2009).
Tanggapan terhadap peningkatan intensitas cahaya berbeda antara tumbuhan
yang cocok untuk kondisi ternaungi (shade plant;indor plant); dengan tumbuhan
yang biasa tumbuh pada kondisi tidak ternaungi. Tumbuhan cocok ternaungi
menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju
fotosintesis tumbuhan cocok ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya
yang lebih rendah, laju fotosintesis lebih tinggi pada intensitas cahaya yang sangat
rendah, titik kompensasi cahaya lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka
(Haryanti 2010).
Modifikasi mikro dalam hal penerimaan intensitas cahaya matahari salah
satunya dapat dilakukan dengan pemberian naungan. Naungan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap radiasi matahari yang diterima tanaman, baik intensitas
maupun kualitasnya, sehingga akan angat berpengaruh dalam berbagai aktivitas
tanaman (Nurkhasanah et al. 2013).
Kekurangan cahaya pada tanaman akan mengakibatkan terganggunya
metabolisme, sehingga menurunkan laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat. Selain
itu, dapat mengurangi enzim fotosintesis yang berfungsi sebagai katalisator dalam
fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya. Sedangkan menurut Mache dan
Loiseaux (1973) bahwa sebuah cahaya yang berlebihan akan menghambat
pertumbuhan, mengakibatkan perubahan morfologi dan memodifikasi struktur
kloroplas pada tanaman. Menurut penelitian Sophandie et al.. 2003 di dapat bahwa
8
genotipe padi gogo yang tahan naungan mempuyai daun yang lebih tipis, kandungan
klorofil b yang lebih tinggi, dan rasio klorofil a/b yang lebih rendah, naungan akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan morfologi tanaman. Intensitas
cahaya matahari yang tinggi akan menyebabkan laju transpirasi tinggi sehingga
bagian dalam tubuh tanaman akan kekurangan air yang dapat berakibat kekerdilan
akibat dari penghentian pembelahan atau pembesaran sel. Peningkatan kelembaban
udara di sekeliling daun mengakibatkan penurunan tekanan uap diantara daun dan
udara sekitarnya. Hal ini mengakibatkan penurunn laju transpirasi (Sudaryono 2004).
D. Analisis Pertumbuhan Tanaman
Laju pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan dua cara, yaitu analisis
pertumbuhan dengan mengukur pertambahan berat kering tanaman dari waktu ke
waktu dan mengamati penampilan agronomi tanaman dengan mengukur tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter batang dan lain-lain dari waktu ke waktu. Cara
pertama merupakan pendekatan yang terbaik karena yang dimaksud dengan tumbuh
adalah pertambahan berat kering dari tanaman tetapi cara ini mempunyai kelemahan,
yaitu sampel yang diamati tidak sama karena setiap kali pengamatan dilakukan
dekstruktif. Cara kedua tidak sebaik cara pertama karena tidak dapat mengukur
pertambahan berat keringnya, tetapi sampel yang diamati tetap sama (Syah et al.
2003)
Analisis kuntitatif pertumbuhan adalah gambaran pertumbuhan tanaman
secara kuantitatif dan peristiwa-peristiwa yang mendukung proses pertumbuhan
tersebut dapat diketahui secara jelas. Pemahaman akan pertumbuhan tanaman yang
lebih baik akan menjadi modal penting dalam upaya penanganan tanaman dan
lingkungannya untuk mendapatkan suatu hasil yang tinggi (Sitompul dan Guritno
1995). Analisis pertumbuhan dapat dilakukan terhadap sebatang tanaman atau
terhadap komunitas tanaman. Analisis pertumbuhan sebatang tanaman, umumnya
dilakukan pada tahap awal, meliputi hal-hal berikut: (1) laju pertumbuhan relatif dan
mutlak, (2) laju satuan daun atau laju asimilasi bersih, (3) rasio luas daun, (4) luas
9
daun khusus, dan (5) berat daun khusus dan alometri dalam pertumbuhan (yaitu rasio
S-R) (Gardner et al. 1991).
Analisis pertumbuhan ini juga berguna untuk memperoleh pemahaman yang
lebih baik mengenai perkembangan yang mempengaruhi hasil panen selama daur
pertumbuhan tanaman budidaya (Gardner et al. 1991). Selain itu, pengetahuan proses
pertumbuhan yang memadai melalui analisis pertumbuhan tanaman akan dapat
menjelaskan keragaan hasil suatu tanaman atau pertanaman dari segi pertumbuhan
tanaman. Analisis pertumbuhan tanaman dapat membantu mengidentifikasi faktor
pertumbuhan utama yang mengendalikan atau membatasi hasil. Hal ini sangat
diperlukan dalam upaya memperbaiki hasil tanaman pada suatu lingkungan tertentu
atau adaptasi tanaman pada beberapa lingkungan (Sitompul dan Guritno 1995).
Biomassa tanaman merupakan akumulasi produk fotosintesis maupun
penyerapan hara dalam bentuk senyawa organik penyusun seluruh jaringan pada
organ vegetative maupun generatif tanaman (Bidwell 1979).
Luas daun
spesifik/specifik leaf area (LDS/SLA) merupakan salah satu cara untuk mengkaji
perubahan karakteristik daun akibat pengaruh lingkungan tumbuh tanaman. Nilai
SLA ditetapkan berdasarkan besarnya luas daun dengan berat kering daun (Prasetyo
2004).
Download