1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian
Seiring dengan kemajuan zaman, penyakit dan infeksi yang
menyerang pada manusia semakin berkembang dan menjadi salah satu
ancaman terbesar dalam kehidupan. Penyakit dan infeksi yang terjadi sering
kali menimbulkan rasa nyeri, sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
yang akan dilakukan. Untuk dapat mengurangi rasa nyeri yang ada,
sebagian besar masyarakat sering menggunakan obat analgesik. Salah satu
obat analgesik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah asam
asetilsalisilat atau yang lebih dikenal sebagai asetosal/aspirin (Wilmana,
2007). Hal ini disebabkan selain karena harganya dapat terjangkau oleh
semua kalangan, asetosal digolongkan sebagai obat bebas, sehingga
masyarakat mudah untuk memperolehnya.
Asam asetilsalisilat merupakan salah satu turunan asam salisilat
yang digunakan secara oral. Hal ini dikarenakan meskipun asam salisilat
mempunyai aktivitas sebagai analgesik, obat ini terlalu toksik jika
digunakan secara oral, sehingga dalam sehari-hari yang banyak digunakan
sebagai analgesik adalah senyawa turunannya (Siswandono & Soekardjo,
2000). Asam asetilsalisilat merupakan obat yang termasuk golongan
analgesik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs = NSAID). Obat NSAID ini hanya meringankan gejala
nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat adanya
pendarahan pada saluran pencernaan. Dalam beberapa kasus, pemakaian
asam asetilsalisilat dikaitkan dengan Reye’s syndrome yaitu suatu keadaan
1
metabolik yang menyebabkan kerusakan otak dan gagal hati pada anakanak di bawah umur 16 tahun (BPOM, 2003).
Efek samping yang dihasilkan oleh asetosal besar, maka
diperlukan suatu pengembangan obat baru. Obat diharapkan dapat
mempunyai efek samping yang lebih kecil dengan efek terapi yang lebih
baik bila dibandingkan dengan asetosal. Hal ini dikarenakan bahwa asetosal
merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis (Wilmana, 2007). Oleh
karena itu telah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya untuk
menghasilkan turunan benzoilsalisilat yang cukup potensial sebagai obat
analgetik. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah dengan
senyawa pemandu asam benzoil salisilat yang dapat digambarkan pada
Gambar 1.1, dengan R sebagai gugus yang dimodifikasi (Soekardjo dkk.,
2009).
O
R
O
C
COOH
Gambar 1.1 Struktur yang menggambarkan turunan asam benzoiloksi
benzoat.
Dari hasil penelitian terdahulu didapatkan hasil harga ED50
senyawa
asam
2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat
sebesar
11,31
mg/kgBB, sedangkan harga ED50 senyawa asam asetilsalisilat sebesar 20,83
mg/kgBB (Raniya, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
analgesik senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih tinggi
daripada aktivitas analgesik senyawa asam asetilsalisilat. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Soekardjo dkk., (2009) didapatkan bahwa senyawa
2
asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai LD50 2000 mg/kg
BB. Pada penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa asam 2-(4(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki aktivitas analgesik yang lebih
tinggi dan toksisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam
asetilsalisilat.
Efek sterik berperan penting dalam keserasian dan interaksi obat
dengan reseptor yang berkaitan dengan nilai sterik. Efek sterik besar
pengaruhnya karena semakin kecil halangan ruang dari suatu senyawa maka
akan semakin mudah obat untuk berikatan dengan reseptor. Senyawa asam
2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai sterik yang lebih besar
dibandingkan dengan asam asetilsalisilat, sehingga senyawa asam 2-(4(klorometil)benzoiloksi) benzoat lebih bersifat kurang toksik dibandingkan
dengan asam asetilsalisilat (Dewi, 2012).
Untuk dapat mengarah pada obat analgetik yang baru dan aman
digunakan namun tidak toksik, maka perlu dilakukan penelitian ke tahap
selanjutnya yaitu uji toksisitas subkronis. Pada penelitian uji toksisitas
subkronis digunakan metode menurut Organization for Economic
Cooperation and Development 407 (OECD 407). Mencit dibagi menjadi
lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif
uji, kelompok uji, kelompok kontrol positif satelit dan kelompok satelit.
Setiap kelompok terdiri dari empat jantan dan empat betina. Pada kontrol
negatif mencit diberi PGA 3%, pada kelompok kontrol positif uji mencit
diberi asam asetilsalisilat 1,3 mg/20 gBB, pada kelompok uji mencit diberi
senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan pembagian ke
dalam 3 kelompok dosis yaitu 1,3 mg/20 gBB; 2,6 mg/20 gBB; 3,9 mg/20
gBB, pada kelompok kontrol positif satelit mencit diberi asam asetilsalisilat
1,3 mg/20 gBB dan pada kelompok satelit mencit diberi senyawa asam 2(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat
dengan
pembagian
ke
dalam
3
3
kelompok dosis yaitu 1,3 mg/20 gBB; 2,6 mg/20 gBB; 3,9 mg/20 gBB.
Pada hari ke-29 semua mencit dibedah, kecuali kelompok kontrol positif
satelit dan kelompok satelit. Kelompok kontrol positif satelit dan kelompok
satelit akan dibedah setelah 14 hari kemudian, dimana selama waktu itu
mencit tidak diberi senyawa uji (sampel). Penggunaan kelompok satelit
dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbaikan organ atau
tidak setelah pemberian senyawa obat dihentikan (OECD, 1995). Pada
penelitian ini akan dilakukan analisis berdasarkan uji hematologi dan urin
pada mencit.
Urin yang akan diamati, ditampung selama 6 jam sebelum
dilakukan pembedahan. Mencit akan dieuthanasi dengan eter, lalu dibedah
untuk diambil sampel darah pada jantung. Pada sampel darah tersebut
dilakukan analisis pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi dapat
dipakai sebagai parameter untuk mengetahui adanya efek biologi akibat
terjadinya suatu toksiksitas yang dapat menyebabkan terjadinya anemia,
kerusakan fungsi hati dan ginjal (Lu, 1995). Pada analisis hematologi
diamati hemoglobin, hematokrit, sel darah merah (SDM), sel darah putih
(SDP) dan jumlah trombosit. Pada pemeriksaan urin akan dilakukan
pengamatan pH, warna, volume, protein dan glukosa.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
senyawa
asam
2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat
memiliki efek toksik subkronis terhadap profil urin mencit
dibandingkan senyawa asam asetilsalisilat ?
2.
Apakah
senyawa
asam
2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat
memiliki efek toksik subkronis terhadap profil darah mencit
dibandingkan senyawa asam asetilsalisilat ?
4
1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Memperoleh data dan menentukan toksisitas subkronis senyawa
asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap profil urin
mencit dibandingkan senyawa asam asetilsalisilat.
2.
Memperoleh data dan menentukan toksisitas subkronis senyawa
asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap profil darah
mencit dibandingkan senyawa asam asetilsalisilat.
1.4.
Hipotesis Penelitian
1.
Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki
toksisitas subkronis lebih kecil dibandingkan senyawa
asam
asetilsalisilat terhadap profil urin mencit.
2.
Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki
toksisitas subkronis lebih kecil dibandingkan senyawa
asam
asetilsalisilat terhadap profil darah mencit.
1.5.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan
calon obat baru pengganti senyawa turunan salisilat dengan aktivitas
analgesik yang lebih besar namun kurang toksik dalam penggunaannya.
5
Download