BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502 (selanjutnya disebut dengan UU Perkoperasian 2012) dengan pertimbangan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi melalui pengembangan dan pemberdayaan koperasi yang berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Undang-Undang Perkoperasian ini bertujuan agar Koperasi dapat tumbuh kuat, sehat, mandiri dan tangguh dalam menghadapi tantangan ekonomi nasional dan global. Selain itu, dalam bagian penjelasan umum UU Perkoperasian 2012 dijelaskan bahwa dalam jangka waktu beberapa dekade ini apabila ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan tersebut sungguh membanggakan ditandai dengan jumlah Koperasi di Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit. Namun, jika dipandang dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki agar bisa bersaing dengan bentuk badan usaha lain yang banyak berkembang di Indonesia. Sebagian koperasi belum memberikan kontribusi yang signifikan 1 bagi perekonomian nasional yang mungkin disebabkan peraturan perundangundangan yang sudah tidak lagi memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi. Dalam kenyataannya, ternyata pandangan pembentuk Undang-Undang ini tidak sejalan dengan para pemohon yang mengajukan judicial review (uji materiil) atas UU Perkoperasian 2012 yang menganggap UU Perkoperasian 2012 ini merugikan hak konstitusional para pemohon. Judicial review adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma.1 Permohonan judicial review ini diajukan oleh saudara Agung Haryono dan saudara Mulyono, serta beberapa Koperasi di Jawa Timur, yaitu Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur, Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, yang kesemuanya memberikan kuasa kepada Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., dan rekan. Pasal dalam UU Perkoperasian 2012 yang diajukan pengujiannya adalah Pasal 1 angka 1, Pasal 37 ayat (1) huruf f, Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat (2) huruf a dan e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (2), Bab VII yang terdiri atas Pasal 66 sampai dengan Pasal 77 serta Pasal 80, Pasal 82, Pasal 83 dan Pasal 84. Beberapa poin dalam pasal-pasal UU 1 Jimly Asshiddiqie, 2006, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Konpress, Jakarta, hlm.2. 2 Perkoperasian 2012 tersebut yang dianggap merugikan hak konstitusional pemohon adalah: a. Pengertian koperasi sepanjang frasa “orang perseorangan”; b. Gaji pengurus dan imbalan pengawas; c. Kewenangan pengawas; d. Pengangkatan pengurus dari non anggota; e. Surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non anggota tidak dibagikan kepada anggota koperasi; f. Kewajiban anggota koperasi untuk menyetor tambahan sertifikat modal koperasi. Atas permohonan judicial review tersebut, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 pada tanggal 28 Mei 2014 yang dalam amar putusannya menyatakan: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan keseluruhan dari UU Perkoperasian 2012 tersebut dengan didasarkan pada 3 alasan bahwa poin-poin yang diajukan oleh para pemohon tersebut walaupun hanya mengenai beberapa hal tertentu, namun menyangkut materi muatan substansial yang merupakan jantung UU Perkoperasian 2012 yang mengakibatkan walaupun hanya pasal-pasal tersebut yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat akan menjadikan pasal-pasal lain dalam UU Perkoperasian 2012 menjadi tidak dapat berfungsi dengan baik. UU Perkoperasian 2012 berlaku sejak diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012 hingga dibatalkan oleh MK melalui Putusan Nomor 28/PUUXI/2013 yang dibacakan pada tanggal 28 Mei 2014. Seiring dengan dibatalkannya UU Perkoperasian 2012, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi berlaku kembali untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang Perkoperasian yang baru. Pembatalan UU Perkoperasian 2012 tentu saja memberi pengaruh pada Notaris, khususnya Notaris Pembuat Akta Koperasi yang berwenang membuat akta autentik yang terkait dengan kegiatan koperasi, meliputi Akta Pendirian Koperasi, Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, dan akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi. Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Permasalahan yang timbul adalah mengenai kedudukan Koperasi yang telah didirikan berdasarkan UU Perkoperasian 2012 dan koperasi lama yang telah 4 menyesuaikan diri dengan UU Perkoperasian 2012 melalui pembuatan akta di hadapan Notaris. MK tidak memberikan arahan mengenai masalah ini. MK hanya memberikan putusan bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi berlaku kembali hingga terbentuk Undang-Undang Perkoperasian yang baru. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian atas permasalahan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan dua permasalahan yang relevan dengan judul yang dipilih. Adapun rumusan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUUXI/2013 terhadap akta-akta koperasi yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian? 2. Bagaimanakah respon koperasi menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian? C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian, telah dilakukan penelusuran penelitian pada Kepustakaan Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada serta berbagai referensi dan hasil penelitian serta dalam media baik cetak maupun elektronik. Penelitian yang berkaitan dengan “Implikasi Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang 5 Perkoperasian di Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013” pada dasarnya belum pernah dilakukan, mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 merupakan putusan baru yang baru saja diputuskan pada tanggal 28 Mei 2014, sehingga belum ada penelitian yang mengangkat permasalahan ini. Namun demikian, mengingat bahwa pokok bahasan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi dan tentang Perkoperasian, maka penulis mendata beberapa tesis yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut, antara lain: 1. Pelaksanaan Kepmen Nomor: 98/KEP/M/KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi di Kabupaten Banyumas, oleh Rahma Haqi, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Tahun 2008.2 Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan Kepmen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai pembuat Akta Koperasi di Kabupaten Banyumas dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Notaris dalam pembuatan akta pendirian koperasi dan serta proses penyelesaianya. 2. Peralihan Kewenangan Pembuatan Akta Pendirian Koperasi Kepada Notaris Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004, oleh Fitri Hapsari, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2 Rahma Haqi, Pelaksanaan Kepmen Nomor: 98/KEP/M/KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi di Kabupaten Banyumas, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2008. 6 2012.3 Penelitian ini membahas tentang peranan dan kedudukan Notaris dalam pendirian Koperasi dengan adanya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004. 3. Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi (Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004), oleh Sri Gupitasari, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Tahun 2012.4 Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan dan eksistensi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 kaitannya dengan peranan notaris dalam pembuatan akta pendirian koperasi pada masa yang akan datang dan hubungan antara Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 dengan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan temuan dari ketiga peneliti tersebut di atas yakni Rahma Haqi, Fitri Hapsari, dan Sri Gupitasari, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam tesis ini berbeda dengan permasalahan yang pernah diteliti oleh ketiga peneliti tersebut. 3 Fitri Hapsari, Peralihan Kewenangan Pembuatan Akta Pendirian Koperasi Kepada Notaris Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, 2012. 4 Sri Gupitasari, Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi (Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004), Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Tahun 2012. 7 Dalam penelitian yang berkaitan dengan “Implikasi Pembatalan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013” peneliti menganalisis mengenai implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 terhadap akta-akta koperasi yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan respon Koperasi dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013. Dengan demikian, permasalahan dalam penelitian ini dapat dijamin orisinalitasnya. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi dua hal yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektifnya adalah untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 terhadap akta-akta koperasi yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. 2. Mengetahui dan menganalisis respon Koperasi dalam menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Tujuan objektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat dalam rangka menyusun penulisan hukum 8 sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang kenotariatan, terutama terkait dengan implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 terhadap akta-akta koperasi yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan respon Koperasi dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan berguna dan memberi suatu masukan kepada pihak yang tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan hukum yang sejenis. 2. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada masyarakat, terutama mengenai hal-hal yang terkait dengan pembuatan akta koperasi oleh Notaris. Dengan demikian penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi para pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini. 9