(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13) SKRIPSI

advertisement
NILAI-NILAI AKHLAK
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
SITI KHOEROTUNNISA
NIM: 111-12-028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
i
ii
NILAI-NILAI AKHLAK
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
SITI KHOEROTUNNISA
NIM: 111-12-028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
: Siti Khoerotunnisa
Nim
: 111-12-028
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain. Pendapat dan temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar No 2 Telp.(0298) 323706 Fax. 323433 Kode Pos 50721 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Muh.Hafidz, M.Ag
Dosen IAIN Salatiga
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lam
: 4 (empat) eksemplar
Hal
: Naskah Skripsi
Saudara
: Siti Khoerotunnisa
Kepada:
Dekan FTIK IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu’alaikumWr.Wb
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka
naskah skripsi mahasiswa:
Nama
: SitiKhoerotunnisa
Nim
: 111-12-028
Fakultas/Jurusa
: Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam
Judul
:Nilai-Nilai Akhlak Dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat 11-13)
Dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
untuk ditujukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing itu dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikumWr.Wb
v
vi
MOTTO
            
    
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S Al-Ahzab:21).
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi rabbilalamin, dengan izin Allah swt skripsi ini telah selesai.
Skripsi ini penulispersembahkan kepada:
1. Keluarga ku tercinta Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik ku
dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi semangat dan
doa terimakasih sudah menjadi orang tua terhebatku.
2. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya.
3. Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.
4. Kepada sahabat-sahabat ku yang selalu memberikan semangat memotivasi
serta memberikan bantuan dalam segala hal dan terima kasih atas doa kalian
semua.
5. Kepada seluruh sahabat-sahabat PAI A 2012 terima kasih telah memberikan
banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku yang telah
memberikan dukungan semangat
dan doa sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Kepada teman-teman PPL, KKN 2016 yang telah memberikan banyak
pelajaran apa artinya kebersamaan dan kekeluargaan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memeberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari
kata sempurna . sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw, sebagai suri tauladan untuk panutan kita
semua sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan
akhirat.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat motivasi,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak
terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Yang terhormat Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut
Agama Islam Negri Salatiga.
2. Yang terhormat Bapak Suwardi M.P.d selaku Dekan FTIK
3. Yang terhormat Ibu Siti Rukhayati Selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
4. Yang terhormat Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang
bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan
bimbingan di sela waktu sibuknya.
ix
5. Yang terhormat Bapak Agus Ahmad Su‟aidi Lc.MA selaku dosen
pembimbing akademik
6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan dan pengalaman dengan penuh kesabaran. Serta bagian
akademik IAIN Salatiga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
pelayanan kepada penulis.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memotivasi dan memberi semangat
serta mendoakannya.
8. Keluarga besar dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salatiga, 22 Juni2016
Penulis
Siti Khoerotunnisa
Nim 111-12-028
x
ABSTRAK
Nisa. Siti Khoerotun. 2016. Nilai-Nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13). Skripsi. Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negri Salatiga. Pembimbing Muh.Hafidz M.Ag.
Kata Kunci: Nilai Akhlak dan Pendidikan Islam.
Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam perspektif pendidikan Islam
(Kajian tafsir surat Al-Hujurat ayat 11-13) bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang
utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang ditujukan untuk kebaikan
manusia, baik di dunia maupun akhirat. Akhlak menjadi bagian yang penting dalam
substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan
terpenting bagi kaum muslim. Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah
yang menjadi perhatian orang dimana saja. Dalam hal ini pertanyaan yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung
dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. 2. Bagaimana implikasi nilai akhlak Surat AlHujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam.
Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian library
research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al-Qur‟an dan terjemahnya
Depag RI dan data-data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan
sebagai rujukan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, Tafsir
Al-Maraghi, Tafsir al-Misbah, Tafsir An-Nuur, Tafsir Ibnu Katsir, serta buku ulumul
Qur‟an dan buku-buku lain yang relevansinya berkaitan dengan pembahasan. Adapun
metode yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu
metode yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan ayat Al-Qur‟an dari
segala aspeknya mulai dari kosa kata, pokok isi kandungan, asbabun nuzul serta
munasabah.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
surat Al-Hujurat ayat 11-13 meliputi: perintah kepada manusia baik laki-laki maupun
perempuan untuk saling menghormati dan menghargai, larangan memanggil orang
dengan gelar yang mengandung ejekan, larangan untuk berburuk sangka, larangan
bergunjing/ghibah, perintah untuk taubat, perintah untuk ta‟aruf/saling mengenal di
antara suku dan bangsa, dan perintah untuk meningkatkan ketakwaan. Serta implikasi
nilai akhlak yaitu urgensi nilai akhlak dan surat al-Hujurat ayat 11-13 meliputi
metode keteladana, metode nasihat dan metode kebiasaan. aktualisasi nilai akhlak
dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 dengan pendidikan Islam bahwa proses belajar
mengajar akan berjalan baik mana kala antara pendidik dan peserta didik itu terjalin
hubungan yang baik serta harmonis.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
LEMBAR BERLOGO............................................................................................ii
JUDUL .…………………………………………………………………….......... iii
PERTANYAAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ v
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ vi
MOTTO .................................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix
ABSTRAK .............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 10
D. Penegasan Istilah .......................................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 13
F. Metode Penelitian .......................................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 16
BAB II KOMPILASI AYAT-AYAT
A. Surat Al-Hujurat ........................................................................................... 18
B. Arti Kosa Kata (Mufrodat) ........................................................................... 19
xii
C. Nilai-nilai pokok yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ......................... 22
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT
A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat ............................................................. 28
B. Tema dan Tujuan Utama .............................................................................. 29
C. Asbabun Nuzul ............................................................................................. 30
D. Munasabah ................................................................................................... 33
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pandangan Mufassir tentang Surat Al-Hujurat ............................................ 47
B. Nilai Akhlak dalam Prespektif Pendidikan Islam ........................................ 56
C. Analisis Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ............................................ 59
D. Nilai-nilai Akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. ............................... 61
E. Urgensi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan
Islam ............................................................................................................. 66
F. Aktualisasi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam
Pendidikan Islam .......................................................................................... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 75
B. Saran-saran ................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, dalam pertumbuhan dan
perkembangannya menuju ke arah kedewasaannya, sangat membutuhkan peran orang
lain. Oleh sebab itu, mulai sejak kecil manusia sudah membutuhkan peran bantuan
orang tuanya baik yang bersifat material ataupun spiritual termasuk akhlak kepada
sang pencipta dan kepada sesamanya. Ajaran tentang akhlak yang baik bersumber
pada Al-Qur‟an yang merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Al-Qur‟an
merupakan kalam Allah, merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad S.AW melalui perantara malaikat jibril, ditulis dalam mushaf, dinuklikan
secara mutawattir (oleh orang banyak) dan membacanya termasuk ibadah yang
diawali dengah surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas (Ash-Shabuny,
1984:18).
Allah menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman bagi umat
manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas kebenaran Rasul dan penjelasan atas
kenabian dan kerasulanya, juga sebagai alasan yang kuat di hari kemudian di mana
akan dinyatakan bahwa Al-Qur‟an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang Maha
Bijaksana lagi Terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur‟an adalah mu‟jizat yang abadi yang
menundukan semua generasi dan bangsa sepanjang masa (Ash-Shabuny, 1984:19).
1
Al-Qur‟an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu
pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spriritual (kerohanian),
serta material (kejasmanian) alam semesta. A1-Qur‟an merupakan sumber nilai yang
absolut dan utuh. Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan.
Kemungkinan terjadi perubahan hanya sebatas penafsiran manusia terhadap teks ayat
yang menghendaki sesuai dengan konteks zaman, situasi, dan kondisi (Ahid,
2010:21).
Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup kaum muslimin membahas semua nilainilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-ayatnya tidak meninggalkan satu pun yang
berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di
dalamnya, baik bentuk perintah larangan, maupun bentuk anjuran, baik mengenai
akhlak terpuji maupun akhlak tercela (Mahmud, 2004:173).
Al-Qur‟an telah menjelaskan secara gamblang tentang akhlak-akhlak mulia
dan sekaligus perintah untuk mengerjakannya. Al Qur‟an menjelaskan pula urgensi
amal-amal yang saleh, baik kepada sang Khaliq atau kepada sesama sebagai
manifestasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di samping itu juga Al-Qur‟an
telah menyebutkan perilaku tercela untuk tidak mendekati diri dan melakukanya
(Mahmud, 2004:175). Dengan berbagai petunjuk tersebut diharapkan manusia akan
memperoleh kebaikan, kemaslahatan dalam kehidupannya, termasuk kehidupan
sesudah mati sebagai salah satu bentuk keyakinan seorang muslim.
Pendidikan merupakan salah satu media untuk mengimplementasikan seluruh
petunjuk yang bersumber dari Al Qur‟an. Pendidikan dalam hal ini bermakna sangat
2
luas, baik pendidikan keluarga, sekolah ataupun pendidikan masyarakat. Menurut
Henderson dalam Rahmaniyah bahwa pendidikan dimaknai sebagai suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan individu, sebagai hasil interkasi individu dengan
lingkungan fisik, yang berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir (2010:52).
Sementara akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran,
tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam begitu dalam diri
seseorang, sebagaimana diungkapkan oleh Al Jurjani. Al-Jurjani (dalam Mahmud,
2004:32), mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam pada diri
manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa
perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam perspektif Islam merupakan sekumpulan
prinsip dan kaidah yang mengandung perintah dan larangan dari Allah. Akhlak Islam
adalah nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang
ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun akhirat (Mahmud, 2004:
81-82).
Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam
sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan terpenting bagi kaum muslim,
rumah tangga Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak
adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia,
dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya,
maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Allah
menjadikan akhlak yang luhur dalam asmaul husna, serta mengajak kaum muslimin
3
semuanya untuk menyerupai nilai-nilai dalam asmaul husna tersebut. Allah mencela
orang kafir dengan akhlak tercela. Dengan berdasar asmaul husna, ya rahman sampai
akhir, hendaklah bagi seorang mu‟min dapat menyerupai nilai-nilai di dalamnya,
sesuai dengan kadar kemampuan dan kekuatanya (Hafidz dan Kastolani, 2009:107108).
Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah yang menjadi
perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam
masyarakat
yang
masih
terbelakang.
Karena
kerusakan
akhlak
seseorang
mengganggu ketentraman yang lain, jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang
rusak akhlaknya, maka akan guncanglah keadaan masyarakat itu (Ahid, 2010:122).
Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik
antara orang-orang muslim. Sehingga orang-orang yang mampu mewujudkan
hubungan baik tersebut, adalah orang-orang yang ruhnya bersih yang konsisten
dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya (Mahmud, 2004:12).
Banyak fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang mengindikasikan
dekadensi dan kemerosotan nilai-nilai akhlak bahkan jauh dari nilai-nilai akhlak.
Pergaulan remaja yang cenderung bebas, kenakalan dan tawuran pelajar, kasus
narkoba yang menjamur hingga kasus seksual yang merata di mana-mana, semuanya
mengindikasikan dekadensi moral kaum muslimin.
Hal itu diperparah lagi dengan rendahnya semangat dan ghirah kaum
muslimin
untuk
memahami
Al-Qur‟an
sebagai
pedomannya,
yang
harus
diaplikasikan dalam kehidupannya dalam berbagai aspek. Artinya Al Qur‟an tidak
4
hanya menjadi mushaf yang menjadi penghias di masjid, mushalla, rumah-rumah
kaum muslimin saja, melainkan perlu dipahami, dimengerti ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami tentang nilai-nilai Al Qur‟an,
khususnya nilai akhlak, kaum muslimin akan terhindar dari perbuatan tercela, terlebih
dalam kehidupan sekarang ini dimana akhlak yang baik merupakan sesuatu yang
mahal dan sulit dicari.
Dengan demikian akhlak dalam prespektif pendidikan Islam mempunyai
peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang baik dalam lingkungan
keluarga maupun masyarakat luas. Dalam keluarga, akhlak merupakah faktor yang
sangat penting dalam membangun dan mewujudkan keluarga yang sakinah. Sekaligus
keluarga dengan kedua orang tua, memegang peranan penting dalam akhlak anakanaknya, dengan menanamkan kebiasaan yang baik dimulai dari masa anaknya,
sebagai masa pembentukan akhlak yang baik. Oleh sebab itu, kedua orang tua dalam
keluarga mempunyai posisi yang penting tentang pendidikan akhlak ini dengan
menanamkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah,
pemberani dan lain sebagainya (Ahid, 2010:14).
Karena dalam suatu keluarga jika tidak dibangun dengan tonggak akhlak
mulia maka keluarga tersebut tidak akan hidup bahagia. Dengan demikian orang tua
berperan sangat penting dalam keluarga khususnya ibu dengan memberikan kasih
sayang dan mendidik anaknya untuk mempunyai akhlak yang mulia, bukan hanya
akhlak untuk menghormati orang tua tetapi juga akhlak untuk menghormati dan
5
menghargai sesama manusia. Karena perbuatan anak tersebut merupakan cerminan
dari orang tua itu sendiri.
Akhlak menempati posisi penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan di
bicarakan nanti merupakan buah pohon Islam yang berakarkan pada akidah, dapat
dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (bentuk perkataan) Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak“ (H.R Ahmad). Dan
akhlak Nabi yang disebut menyempurnakan itu disebut akhlak Islam karena
bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam ajaran Islam (Ali, 2008:348349). Akhlak Nabi saw senantiasa menjadi teladan, dan panutan bagi umat yang
mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab akhlak Nabi saw benar-benar
akhlak yang agung. Untuk itu, umat manusia seharusnya mengikuti akhlak Nabi
sebagaimana yang di sebutkan dalam (Q.S al-Ahzab/ 33: 21).
            
    
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.s al-Ahzab:21).
Nabi Muhammad saw adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan
tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh sebab itu
beliau patut ditiru dan dicontoh dalam segala perbuatannya. Allah SWT memuji
6
akhlak Nabi dan mengabadikannya dalam ayat Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4
yang berbunyi sebagai berikut:
    
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S
Al-Qalam: 4).
Dengan ayat tersebut di atas bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai
akhlak yang jujur adil sabar karena Nabi Muhammad SAW mampu menjadi suri
tauladan untuk semua orang. Karena dengan seseorang mempunyai akhlak yang
mulia kehormatan untuk setiap orang karena akhlak tersebut merupakan suatu bukti
nyata keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, simbol dari segenap kebaikan dan pilar
bagi tegaknya masyarakat yang diidam-idamkan oleh semua orang.
Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik. Siapa pun mengakui
bahwa kebaikan adalah masalah yang universal yang disukai oleh semua insan,
bahkan oleh orang yang jahat sekalipun. Dengan keragaman kualitas batin manusia,
orang berbeda-beda perilakunya. Kebaikan dan kejujuran, sesungguhnya yang murni
dan jauh dari kepalsuan, hanya bisa dilakukan oleh orang yang beriman dan
bertakwa. Karena itu akhlak memiliki manfaat dan perananya tersendiri dalam
kehidupan seorang muslim, baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri, juga
masyarakat yang luas (Ahmadi, 2004:19-20).
Mengingat akhlak dalam prespektif pendidikan Islam sangatlah penting bagi
manusia untuk menciptakan lingkungan yang harmonis, diperlukanya nilai-nilai
7
akhlak dalam mengplikasikanya kehidupan sehari hari, karena akhlak dalam
prespektif pendidikan Islam merupakan barometer untuk mengukur dalam
menetapkan akhlak baik maupun yang buruk terhadap masyarakat. Karena akhlak
karimah merupakan akhlak yang baik di mata Allah, dan jika orang tersebut memiliki
akhlak yang mulia maka akan terhindar dari perbuatan keji dan akan mendapatkan
balasan ketika di akhirat kelak. Surat Al-Hujurat merupakan surat yang banyak
mengandung makna tentang nilai akhlak diantaranya: akhlak untuk menghormati dan
menghargai sesama, sebagai mana dijelaskan dalam ayat 11 di bawah ini :
            
             
           
   
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (Q.S Al-Hujurat:11).
Oleh karena itu ayat di atas sangat penting untuk digali lebih mendalam, dan
dijadikan rujukan bagi umat islam untuk pembelajaran dan pembentukan akhlak yang
mulia. Karena akhlak yang mulia itu merupakan hal yang mahal dan sulit dicari jika
8
orang tersebut tidak memahami apa arti akhlak dalam prespektif pendidikan Islam.
Dengan ayat tersebut di atas penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam
tentang nilai akhlak yang ada di dalam ayat tersebut, dan sebagai bahan
pertimbanganya penulis memilih judul skripsi “NILAI-NILAI AKHLAK DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKIAN ISLAM (KAJIAN TAFSIR SURAT ALHUJURAT AYAT 11-13)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas maka yang
menjadi masalah pokok dalam pembahasan ini adalah:
1. Apa saja nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 1113?
2. Bagaimana implikasi nilai-nilai akhlak surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam
pendidikan Islam ?
C. Tujuan penelitian
Pada permasalahan pokok di atas bahwa tujuan dilakukan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat
ayat 11-13.
2. Untuk mengetahui implikasi nilai-nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 1113 dalam pendidikan Islam.
9
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini,
maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul
skripsi di bawah ini :
1. Nilai Akhlak
Istilah nilai (value) dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Poerwadarminta, 2006:801). Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan
hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat
orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.
Menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup (Adisusilo, 2013:56).
Akhlak menurut kamus umum bahasa indonesia di sebut juga dengan
Budi pekerti, watak dan tabiat (Poerwadarminta,2006:18). Secara etimologi,
kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun) bentuk jamak dari (khalaqa,
yakhluqu, kholaqun) yang berarti budi pekerti, perangkai, adat kebiasaan,
perilaku dan sopan santun (Umairso dan Haris, 2010:105).
Sedangkan secara terminologi, menurut Zahruddin AR, mengatakan
bahwa akhlak adalah keadaan jiwa sesorang yang mendorongnya untuk
10
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih
dahulu (Umairso dan Haris, 2010:106).
Akhlak dalam prespekif pendidikan Islam adalah untuk membentuk
manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangkai, bersifat bijaksana, sempurna
sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak
bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah).
Dengan demikian bahwa tujuan pendidikan akhlak pada prinsipnya adalah
untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam berhubungan dengan
Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam
sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan
sempurna serta lebih dari makhluk lainya (Umairso dan Haris, 2010: 114115).
2. Pendidikan Islam.
Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang
berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara dsb) mendidik
(Poerwadaminta, 2006:291).
Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263)
ialah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatian.
11
Menurut Djumransjah pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
(Rahmaniyah, 2010:52).
Sedangkan pengertian Islam, Islam berasal dari Bahasa Arab yamg
berasal dari kata
‫ صلن‬yang berarti damai dan ‫ اصلن‬yang artinya menyerahkan
(Yunus, 2010:177). Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur‟an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:442).
Selain itu Islam adalah menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah
pesuruh Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan melakukan puasa di
Bulan Ramadhan serta berhaji ke Baitullah jika mampu menuju jalannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia dan
sumber daya insani untuk membentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai
dengan norma Islam.
3. Surat Al-Hujurat
Surat Al-Hujurãt merupakan surat ke 49 dalam urutan mushaf AlQur‟an, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Al-Hujurat sendiri diambil
dari kata Al- Hujurãt yang ada pada ayat ke 4 yang artinya kamar-kamar.
12
Surat Al-Hujurãt terdiri dari 18 ayat yang termasuk dalam golongan surat
Madaniyah atau diturunkan sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Pokok isi
kandungan dalam surat Al-Hujurãt adalah melengkapi dasar-dasar kesopanan
yang tinggi serta menunjukan manusia kepada pekerti-pekerti utama. Selain
itu juga menjelaskan sikap para muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya,
bagaimana cara mereka menerima berita-berita (keterangan) dari orang-orang
yang tidak dapat dipercaya, dan bagaimana memperlakukan saudara seagama,
baik sewaktu mereka berhadapan muka atau pun tidak. Dalam surat ini
dijelaskan pula hakikat iman dan hakikat mukmin yang sebenarnya (AshShiddieqy, 222:3907).
E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian dapat berguna baik dari manfaat teoritis maupun yang
praktis antara lain adalah :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis adalah menjelaskan bahwa hasil penelitian ini
bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya konsepkonsep atau teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari penelitian yang sesuai
dengan bidang ilmu dalam suatu penelitian. Diantara manfaat teoritis dari
penelitian ini adalah:
13
Untuk menambah khazanah pengetahuan kita tentang nilai-nilai akhlak
dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan sikap yang positif kepada masyarakat agar memiliki akhlak
yang mulia dalam melakukan suatu perbuatan agar tidak terjerumus ke
dalam hal-hal yang negatif.
b. Agar masyarakat secara umum memiliki akhlak sesuai dengan tuntutan AlQur‟an dan Hadits.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka karena semua
yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1981: 9).
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari surat Al-Qur‟an Al-Hujurat ayat 1113 Selain itu, sumber data penulis juga di ambil dari buku-buku yang relevan
dalam pembahasan skripsi ini. Sumber data ini di bedakan menjadi dua yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
14
Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber inti.
Sumber data primer di sini adalah berasal dari Al-Qur‟an dan terjemah dari
Depag, tafsir Al-Misbah karya M.Quraish Shihab, kitab tafsir An-Nuur
karya Tengku Muhammad Hasbi Ash-siddieqy, kitab tafsir Ibnu Katsir,
kitab tafsir Al-Maraghi dan kitab-kitab lain yang relevan.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber data
lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian. Berupa buku-buku
yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah dengan mengumpulkan dan yang menjadi sumber data primer yaitu
surat Al-Hujurat ayat 11-13 dan terjemahanya, kitab tafsir al-Misbah, kitab
tafsir an-Nuur, kitab tafsir, al-Marghi dan kitab tafsir Ibnu Katsir serta sumber
data sekunder yang relevan dengan permasalahan. Setelah data terkumpul
selanjutnya dilakukan penelaah
secara sistematis yang berkaitan dengan
penelitian tersebut. Sehingga dapat diperoleh bahan-bahan dan penyajian data.
4. Analisis Data
Dalam meganalisis data metode yang digunakan adalah metode tahlili.
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya. Dalam metode tahlili mufassir
15
biasanya mengikuti urutan ayat dan surat sebagaimana yang tersusun di dalam
mushaf. Mufassir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata
yang diikuti dengan penjelasan ayat secara global. Mufassir juga
mengemukakan munasabah, membahas sabab-al nuzul ( latar belakang
turunya ayat ), dan menyampaikan dari hadits, atau dari sahabat, dan dari para
tabi‟in (Budihardjo, 2012:132).
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini merupakan suatu cara untuk
menyusun hasil penelitian dari data serta bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang mudah
dipahami dengan lima hal yang dijabarkan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, penegasan istilah, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistemasika penulisan.
Bab II Kompilasi Ayat pada bab ini berisi tentang surat Al-Hujurat,
kosa kata (mufrodat) dan pokok-pokok isi kandungan.
Bab III Asbabun Nuzul dan Munasabah berisi tentang sejarah turunya
surat Al-Hujurat, tema dan tujuan utama surat Al-Hujurat, hubungan surat AlHujurat dengan surat sebelumnya (al-Fath) dan surat sesudahnya (Qaf) serta
hubungan Al-Hujurat ayat 10-14.
16
Bab IV Pembahasan pada bab ini membahas tentang Penafsiran surat
Al-Hujurat ayat 11-13 menurut beberapa mufassirin, nilai-nilai akhlak dalam
surat Al-Hujurat ayat 11-13, Urgensi nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat
11-13 dalam pendidikan Islam, serta aktualisasi nilai akhlak dalam surat AlHujurat ayat 11-13 terhadap pendidikan Islam.
Bab V pada bab terakhir yaitu penutup meliputi kesimpulan, dan saransaran.
17
BAB II
KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 dan Terjemahanya.
Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan kompilasi ayatayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun ayat yang dikaji
adalah ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt.
            
             
           
     
   
            
           
      
    
          
    
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik
18
dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan
lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka
mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orangorang yang zalim (Q.s al Hujurãt,11).
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang
(Q.s al Hujurãt, ayat 12).
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.s al
Hujurãt ayat, 13).
B. Arti Kosa Kata (Mufrodat)
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi penulis untuk
menyajikan beberapa kosakata penting terkait dengan ayat-ayat tersebut. Kosa
kata yang disajikan sesuai dengan urutan ayat, yaitu ayat 11 sampai dengan 13
dari surat Al-Hujurãt.
1.
Ayat 11 dari surat Al-Hujurãt
Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam
ayat 11 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya..

 

‫ى‬

Suatu kaum
Jangan
(mereka)
Orang-orang
Wahai
19

memperolo
k-olok
beriman
yang



Dari
pada Lebih baik
mereka
Bahwa
adalah
mereka Boleh jadi
Dari kaum

‫ى‬

Lebih baik
Bahwa
mereka
adalah
Boleh jadi
Dari wanita
Dan
jangan
wanita

 ‫ل‬

 

Dengan
julukan/gelar
Dan jangan
kamu
panggilmemanggil
Dirimu sendiri
Dan jangan
kamu mencela
Dari
mereka
‫ى‬




Keimanan
Sesudah
Fasik/jahat/buruk
Nama
Seburukburuk
‫ى‬
‫م‬
Orang-orang
zalim
2.
Mereka
‫ء‬

 

 
‫ى‬
Maka mereka itu
Tidak
bertaubat
Dan
barang
siapa
Ayat 12 dari surat Al-Hujurãt
Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam
ayat 12 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya, sebagaimana dalam
ayat 11 di atas.
20

‫ا‬



Kebanyaka
n
Jauhilah
Beriman
Orang-orang
yang
Wahai
‫ل‬

‫ى‬
‫ى‬
 
Dan jangan
kamu
mencari
kesalahan
Dosa
Prasangka

‫ب‬

‫م‬
 ‫ل‬
Salah
seorang
diantara
kamu
Apakah
menyukai
Sebagian
Bagian
kamu
Dan
jangan
kamu
mengump
at




‫ى‬
Maka
kamu
benci/jijik
padanya
Bangkai/ma
ti
Saudaranya
Daging
Bahwa
memakan

‫ب‬
‫ ى‬


Maha
penyayang
Maha
penerima
taubat
Sesungguhn
ya allah
Allah
Dan
bertakwal
ah
21
Sesungguh
Dari
nya
prasangka
sebagian
3.
Ayat 13 dari surat Al-Hujurat
Sebagaimana ayat sebelumnya, dalam ayat ini akan disajikan seluruh
kosa kata yang terdapat dalam ayat 13 untuk memperjelas makna kosa kata
seluruhnya.


‫س‬


Dari seorang
laki-laki
Kami
menciptkan
kamu
Sesungguhnya
kami
Manusia
Wahai





Supaya kamu
saling
mengenal
Dan bersukusuku
Berbangsabangsa
Dan kami
menjadikan
kamu
Dan
seorang
wanita





paling
bertakwa
diantara
kamu
Allah
Disisi
paling mulia
diantara kamu
Sesungguh
nya


‫ ى‬
Maha melihat
Maha
mengetahui
Sesungguh
nya allah
C. Pokok-Pokok Kandungan Surat Al-Hujurat Ayat 11-13.
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, selanjutnya penulis akan
menyajikan beberapa pokok kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat
al Hujurãt.
22
Adapun redaksi ayat 11 dari surat Al-Hujurãt, sebagaimana disajikan
dalam teks berikut ini:
            
             
           
   
Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa Allah SWT menyebutkan
apa yang patut dilakukan seorang mukmin terhadap Allah SWT, maupun
terhadap nabi Saw, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan NabiNya, yaitu orang fasik. Dalam ayat di atas, Allah juga menerangkan pula apa
yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya.
Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok
orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan
tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Karena perbuatan
seperti itu sangatlah buruk.
Perbuatan terhadap orang lain, hakekatnya merupakan cerminan yang
akan kembali kepada diri seseorang yang bersangkutan. Sebagaimana
dijelaskan oleh (Al-Maraghi,1993:221) bahwa barang siapa tidak bertaubat
dengan melakukan perbuatan seperti mengolok-olok, maupun mengejeknya
23
dengan celaan atau pun hinaan, maka ia berbuat buruk terhadap dirinya
sendiri dan melakukan dosa besar.
Selanjutnya redaksi ayat 12 dari surat Al-Hujurat yang berbunyi
sebagai berikut:
            
          
           
Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT, memberi
peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari
prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar
sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan
itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik,
sehingga tidak menimbulkan salah faham, apalagi menyalahgunakan sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan sekali-kali
kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan
maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah
pengertian yang baik itu”.
Diriwayatkan
dari
Rasulullah
SAW
sesungguhnya
Allah
mengharamkan diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang
24
berburuk sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan
berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa
minum-minaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka
itu tidak di larang.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib
menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa.
Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah
telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari
kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain.
Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang
dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan
orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik
dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang
diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh,
budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan
dirinya.
Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam.
Ketiganyalah yang disebutkan dalam al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan.
Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain.
Adahpun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang
sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa
menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya.
25
Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau
bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang,
tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI, 2009:416418).
Kemudian Allah mempertegas lagi dengan menurunkan ayat 13
         
            
Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu
mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggilmemanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat
yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut.
Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari
seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok diantara
saudara yang lainnya, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku
dan berbangsa yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal
dan tolong-menolong (Al-Maraghi, 1993: 235-236).
Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan
dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di
antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI,
2009:420).
26
Dalam pokok-pokok isi kandungan yang terdapat dalam surat AlHujurat ayat 11-13 diatas penulis menyimpulkan bahwa pada ayat 11 Allah
telah melarang sebagai sesama muslim terhadap muslim lainnya tidak boleh
saling menghina, mencaci maki dan merendahkan orang lain, sebagai sesama
muslim harus menjunjung tinggi nilai kehormatan, sebagai sesama muslim
allah telah melarang untuk memanggil dengan gelar yang mengandung
ejekan, baik ejekan itu dengan isyarat bibir, tangan atau dengan kata-kata
yang dipahami sebagai ejekan, dan orang-orang yang tidak mau bertaubat
termasuk orang-orang yang zalim.
Pada ayat 12 Allah melarang untuk tidak berburuk sangka kepada
orang lain, selanjutnya allah melarang untuk tidak mencari-cari aib dan
keburukan orang lain, Allah memberi perumpamaan bahwa seorang mukmin
yang suka bergunjing itu seperti orang yang makan daging saudaranya sendiri,
Allah memerintahkan untuk tetap bertakwa karena Allah merupakan Maha
pengampun. Dalam ayat 13 ini bahwa Allah telah menjadikan berbagai
macam suku dan bangsa untuk bisa saling mengenal dan tolong-menolong
terhadap sesama muslim, kemuliaan manusia itu tidak diukur dengan
kekayaan melainkan dengan ketakwaan.
27
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT
A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat.
Kata Hujurãt adalah bentuk jamak dari al-Hujrah yang berarti kamar,
ruang sebagai tempat tidur. Nama surat ini diambil dari makna kata Hujurãt
dalam ayat ke 4 yang berarti kamar-kamar (Imani, 2013:311). Al-Hujurãt
merupakan satu-satunya nama bagi surat ini, yang merupakan kata satu-satunya
dalam Al-Qur‟an. Surat Al-Hujurãt termasuk dalam kategori surat Madaniyah
yang diturunkan setelah Nabi hijrah, Al-Hujurãt sendiri terdiri dari 18 ayat yang
menempati urutan ke 49 di dalam Al-Qur‟an.
Mengenai kisah turunnya surat Al-Hujurãt ini ulama sepakat menyatakan
bahwa surat ini turun setelah Nabi Muhammad saw, berhijrah ke Madinah.
Bahkan, salah satu ayatnya yang dimulai dengan “Ya ayyuha an-Nas” (ayat 13)
yang bisa dijadikan ciri surat Makiyah yang turun sebelum hijrah, disepakati juga
turun pada periode Madaniyah. Walaupun demikian, ada riwayat yang
diperselisihkan nilai kesahahihannya yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun
di Makkah pada saat Haji Wada‟/Haji Perpisahan Nabi saw. Namun demikian,
kalaupun riwayat itu benar, ini tidak menjadikan ayat tersebut Makkiyah, kecuali
bagi mereka yang memahami istilah Makkiyah sebagai ayat yang turun di
Mekkah (Shihab, 2012:3).
28
B. Tema dan Tujuan Utama
Tema utama dalam surat Al-Hujurãt adalah tentang tatakrama, etika, dan
akhlak, yakni tatakrama terhadap (1) Allah swt, (2) Rasul saw, (3) sesama
muslim yang taat, (4) terhadap yang durhaka, dan (5) terhadap sesama manusia.
Karena itu terdapat lima kali panggilan Ya ayyuha al-ladzina’Amanu’ yang
terulang pada surat ini, masing-masing untuk kelima macam objek tersebut.
Dalam konteks uraian tentang tema itu, maka ditemukan dalam surat ini
banyak nilai luhur yang dipaparkan, seperti tentang kesatuan kemanusiaan,
substansi iman, demikian juga tuntutan menghadapi perbedaan dan perselisihan,
serta uraian tentang cara menghindarinya. Dengan memperhatikan dan
menerapkan tentang nilai1-nilai itu, akan tercipta kehidupan bahagia bagi setiap
individu sekaligus wujud system kemasyarakatan yang sejahtera.
Tujuan utama dalam surat ini adalah mendidik setiap umat Islam
bagaimana seharusnya berperilaku baik sehingga tercipta lingkungan yang bersih
dan sejahtera yang dihiasi dengan sopan santun terhadap Allah swt, Rasul saw,
diri sendiri dan orang lain. Sopan santun, bukan saja berkaitan dengan sikap
lahiriah, tetapi berkaitan juga dengan bisikan hati (Shihab, 2012:4).
29
C. Asbabun Nuzul
Al-Qur‟an diturunkan melalui musabab (Asbabun Nuzul), tetapi tidak
semua ayat yang ada di dalam Al-Qur‟an mempunyai Asbabun Nuzul. Demikian
juga dengan surat Al-Hujurat.
Menurut bahasa “Sabab Al-Nuzul” berarti turunya ayat-ayat Al-Qur‟an.
Sabab Al-Nuzul atau Asbab Al-Nuzul (sebab turun ayat) di sini dimaksudkan
sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunya ayat-ayat tertentu.
Menurut Shubhi Al-Shalih Asbabun Nuzul adalah Sesuatu yang dengan
sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau
memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa
terjadinya sebab tersebut ( Syadali dan Rofi‟i, 1997:891-90).
Berikut ini dipaparkan beberapa sebab turunya ayat dari surat Al-Hujurat
ayat 11-13 dan tidak seluruhnya memiliki Asbabun Nuzul karena hanyalah ayat
tertentu saja yang memiliki peristiwa turunnya ayat yang ada di dalam AlQur‟an. Di antara ayat-ayat yang memilik Asbabun Nuzul adalah sebagai berikut:
Pada ayat 11, dalam suatu riwayat dikemukakan Ayat tersebut diturunkan
berkenaan dengan tingkah laku Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada
Rasulullah saw, lalu mereka memperolok-olok beberapa sahabat yang fakir dan
miskin seperti „Ammar, Suhaib, Billal, Khabbab, Salman al-Farisi, dan lain-lain
karena pakaian mereka sangat sederhana.
Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan
dengan kisah Safiyyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap
30
Rasulullah saw, melaporkan bahwa beberapa perempuan di Madinah pernah
menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati seperti, “Hai perempuan
Yahudi, dan sebagainya,” sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa
tidak engkau jawab saja ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku
adalah Muhammad.” Ada pula yang mengaitkan ayat ini dengan situasi di
Madinah. Ketika Rasulullah saw tiba di kota Madinah, orang-orang Ansar
banyak yang mempunyai nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu
dilaporkan kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat tersebut (Depag RI, 2009:
409).
Dalam ayat 12 diriwayatkan Ibnu Mundzir dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini
turun berkaitan dengan Salman Al Farisi yang makan, kemudian tidur, lalu
mendengkur. Orang-orang membicarakanya. Maka turunlah ayat ini yang
melarang umat muslim untuk menggunjing dan mengumpat, serta menceritakan
keaiban orang lain (Syamil Al-Qur‟an, 2010:517)
Ayat ini di awali dengan larangan Allah untuk berprasangka buruk
terhadap orang lain. Persaudaraan yang kuat sangatlah mustahil jika dibentuk
dengan sikap prasangka buruk terhadap satu sama lain. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah saw bersabda “Jauhilah olehmu berburuk sangka, karena keburukan
sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan janganlah mencari-cari
kesalahan orang lain jangan pula berburuk sangka (Depag RI: 2019:416).
Dalam ayat 13 diriwayatkan oleh Abu Dawud mengenai turunnya ayat ini
yaitu tentang peristiwa yang terjadi pada seorang sahabat yang bernama Abu
31
Hindin yang biasa berkhidmat kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan
darah kotor dari kepalanya dengan pembekam, yang bentuknya seperti tanduk.
Rasulullah saw menyuruh kabilah Bani Bayadah agar menikahkan Abu Hindin
dengan seorang perempuan di kalangan mereka. Mereka bertanya, “Apakah patut
kami mengawinkan gadis-gadis kami dengan budak-budak?” Maka Allah
menurunkan ayat ini agar tidak mencemooh seseorang karena memandang
rendah kedudukanya.
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah bahwa tatkala terjadi pembebasan
Makkah, yaitu kembalinya negri Makkah di bawah kepemimpinan Rasulullah
SAW pada tahun 8 hijriah, maka Bilal disuruh Rasulullah SAW untuk
mengumandangkan azan. Ia memanjat Ka‟bah dan mengumandangkan azan.
Berseru pada kaum Muslimin untuk salat berjamaah.
Attab bin Usaid ketika melihat Bilal naik ke atas Ka‟bah untuk berazan
berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak
sempat menyampaikan peristiwa hari ini.” Haris bin Hisyam ia berkata,
“Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung
gagak yang hitam ini.” Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya
yang hitam. Maka datanglah Malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah
SAW, apa yang mereka ucapkan itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang
manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukan, kepangkatan, kekayaan,
keturunan dan mencemoohkan orang-orang miskin. Diterangkan pula bahwa
32
kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan kepada Allah (Depag RI,
2009:419-420).
D. Munasabah
Kata Munasabah secara etimologis berarti “musyakalah” (keserupaan)
dan “muqarabah” (kedekatan). Adapun menurut pengertian terminologis
beberapa ulama mendefinisikanya sebagai berikut.
Menurut Al-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafaz umum dan lafaz khusus, atau
hubungan yang terkait dengan sebab akibat,‟illat dan ma’lul, kemiripan ayat
pertentangan (ta‟arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling terkait
sehingga penyusunannya menjadi kokoh yang bagian-bagiannya tersusun
harmonis”.
Dengan redaksi yang berbeda, Al-Qaththan berkata, munasabah adalah
menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam satu ayat, atau antara ayat
dengan sekumpulan ayat, atau antara surat dengan surat.
Sedangkan menurut Ibnu Al-„Arabi, munasabah adalah keterkaitan ayatayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang
mempunyai satu kesatuan makna dan redaksi (Hermawan, 2011:122).
33
Ilmu Munasabah adalah menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu
ayat dengan ayat yang lain, surat sebelum dan surat sesudah baik yang
dibelakangnya maupun yang ada dimukanya (Syadali dan Rofi‟i,1997:168).
Adapun Munasabah yang dijelaskan oleh penulis disini adalah hubungan
surat Al-Hujurat dengan surat sebelumnya (surat Fath) dan hubungan Al-Hujurat
dengan surat sesudahnya (surat Qaf), serta hubungan surat Al-Hujurat ayat 1014.
1. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat Al-Fath
Surat Al-Hujurat merupakan surat ke 49 diturunkan di Madinah
sesudah Nabi SAW berhijrah, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Nama
Al-Hujurat sendiri di ambil dari ayat ke-4 yang artinya kamar-kamar. Ayat
tersebut mencela para sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang
berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil dengan cara
yang demikian menunjukan cara yang kurang hormat kepada beliau karena
mengganggu ketentraman beliau (Depag, 2009:393)
Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas, bahwa Al-Hujurat
tersebut adalah surat ke-49 diturunkan di Madinah yang berjumlah 18 ayat.
Al-Hujurat sendiri berisi tentang adab sopan santun ketika berbicara dengan
Rasulullah SAW.
Surat Al-Fath adalah surat ke 48, ditempatkan sesudah surat Al-Qital
(Muhammad), surat Al-Qital sendiri dianggap sebagai mukaddimah
34
pembicaraan, sedangkan surat Al-Fath dinggap sebagai kesimpulannya.
Sesudah itu diiringi dengan surat Al-Hujurat ini, mengingat apabila umat
muslim telah berijtihad dan memperoleh kemenangan, serta masyarakat pun
telah kembali tentram dan aman sentosa, maka perlulah ada etika pergaulan
antara para sahabat dengan Nabi serta cara-cara bergaul diantara mereka
(Ash-siddieqy, 2003:3907).
Demikian penjelasan di atas bahwa pada surat Al-Fath dianggap
sebagai kesimpulannya dari surat Qital (Muhammad), dan diiringi juga
dengan surat Al-Hujurat karena dalam hal ini umat muslim telah memperoleh
kemenangan.
Adapun persesuaian antara surah Al-Hujurat dengan surah Al-Fath
adalah sebagai berikut:
a. Pada surat Al-Hujurat disebutkan memerangi kaum pemberontak.
Sedang pada surat Al-Fath disebutkan memerangi orang-orang kafir.
b. Surat Al-Hujurat diakhiri dengan pembicaraan tentang orang-orang
yang beriman. Sedangkan pada surat Al-Fath juga dibuka tentang
mereka.
c. Masing-masing kedua surat ini memulai tentang penghormatan kepada
Rasulullah saw, terutama pada awal masing-masing (Al-Maraghi,
1993: 199).
35
2. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat surat Qaf
Surat Al-Hujurat adalah surat ke-49 yang berjumlah 18 ayat.
Termasuk dalam surat Madaniyyah diturunkan sesudah surat al-Mujadalah.
Nama Hujurat sendiri diambil dari ayat ke-4 yang berarti kamar-kamar. Ayat
tersebut mencela sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang
berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil Nabi
Muhammad dengan cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan sifat
yang kurang hormat kepada beliau dan menggangu ketentraman beliau
(Depag, 2009:393).
Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas bahwa Al-Hujurat
sendiri berisi untuk melengkapi dasar-dasar kesopanan. Selain itu juga
menjelaskan bagaimana sikap para muslim ketika berbicara dengan Nabi
SAW.
Surat Al-Qaf tergolong dalam surat Makiyyah, kecuali ayat 27 yang
tergolong Madaniyyah, surat ini berjumlah 45 ayat, dan diturunkan sesudah
surat Al-Mursalat.
Muslim dan lainnya meriwayatkan hadis dari Jabir bin Samurah,
bahwa Nabi saw, membaca surat ini pada rakaat pertama dari salat fajar (salat
subuh). Sementara itu ahmad, Muslim, Abu Daud dan Nasa‟I mengeluarkan
sebuah riwayat dari Abu Wakid Al-Laisin, bahwa Nabi saw, membaca pada
hari raya yakni surat Qaf dan surat Iqtarabat.
36
Begitu pula Abu Daud, Al-Baihaqi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari
Ummu Hisyam binti Harisah, ia mengatakan bahwa saya menerima surat Qaf
wal Qur’anul Majid hanya dari mulut Rasulullah saw. beliau membaca surat
ini pada setiap jum‟at di atas mimbar apabila beliau berkhutbah di hadapan
orang banyak.
Semua itu menunjukan bahwa Nabi saw, membuka surat ini pada
pertemuan-pertemuan besar seperti dua hari raya dan jum‟at karena surat ini
memuat keterangan tentang permulaan penciptaan dan juga tentang
kebangkitan, dan penghimpunan, di samping tentang akhirat, hisab, surga,
neraka dan hukuman, penggembiraan dan ancaman (Ash-siddieqy, 2000:248).
Demikian penjelasan dari surat Al-Qaf di atas bahwa pada surat AlQaf tersebut dijelaskan bahwa Nabi saw membaca surat Al-Qaf pada
pertemuan-pertemuan besar seperti halnya dengan hari raya.
Adapun persesuaian antara surat Al-Hujurat dengan surat Qaf adalah
sebagai berikut:
a. Pada akhir surat Al-Hujurat disebutkan keimanan orang-orang Baduwi
dan sebenarnya mereka belum beriman. Hal ini dapat membawa
kepada bertambahnya iman mereka dan dapat pula menjadikan mereka
orang yang mengingkari kenabian dan hari kebangkitan: sedang pada
awal surat Qaf disebutkan beberapa orang kafir yang mengingkari
kenabian dan hari kebangkitan.
37
b. Surat Al-Hujurat lebih banyak menguraikan soal-soal duniawi,
sedangkan pada awal surat Qaf lebih banyak menguraikan tentang
ukhrawi (Depag, 2009:427).
3. Hubungan surat Al-Hujurat ayat 10-14
a. Surat Al-Hujurat ayat 10
         
 
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang
mukmin semuanya bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara nasab,
karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal dalam
surga. Karena persaudaraan itu mendorong ke arah perdamaian, maka Allah
menganjurkan agar terus diusahakan di antara saudara seagama seperti
perdamaian di antara saudara seketurunan, supaya mereka tetap memelihara
ketakwaan kepada Allah. Dari ayat tersebut dapat dipahami perlu adanya
kekuatan sebagai penengah untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai
(Depag RI, 2009:407).
38
b. Al-Hujurat ayat 11
          
            
        
         
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lakilaki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.
Ayat tersebut diatas menerangkan bahwa Allah SWT menyebutkan
apa yang patut dilakukan seorang mukmin terhadap Allah Ta‟ala maupun
terhadap Nabi SAW, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan
Nabi-Nya, yaitu orang fasik, maka Allah menerangkan pula apa yang patut
dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya. Allah
menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang
mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan tidak
patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Alangkah buruknya
perbuatan seperti itu.
39
Dan barang siapa tidak bertaubat dengan melakukan perbuatan seperti
mengolok-olok, maupun mengejeknya dengan celaan atau pun hinaan, maka
ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar (AlMaraghi,1993:221).
Pada ayat yang lalu, Allah menerangkan bagaimana mendamaikan dua
kelompok di antara kaum Muslimin yang bertikai, dan orang islam itu adalah
bersaudara. Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan bagaimana sebaiknya
pergaulan orang-orang mukmin di antara mereka. Di antaranya, mereka
dilarang memperolok saudara-saudara mereka sendiri dengan memanggil
gelar yang buruk atau berbagai tindakan yang menjurus ke arah permusuhan.
c. Al-Hujurat ayat 12
        
          
        
      
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.
40
Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT, memberi
peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari
prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar
sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan
itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik,
sehingga tidak menimbulkan salah fahamn, apalagi menyalahgunakan
sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan
sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu,
melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri
menemukan arah pengertian yang baik itu.”.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw sesungguhnya Allah mengharamkan
diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang berburuk
sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat
maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minumminaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadahp mereka itu tidak
di larang.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib
menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa.
Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah
telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari
kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain.
41
Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang
dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan
orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik
dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang
diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh,
budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan
dirinya.
Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam.
Ketiganyalah yang disebutkan dalam Al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan.
Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain.
Adapun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang
sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa
menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya.
Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau
bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang,
tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI, 2009:416418).
Pada ayat yang lalu, Allah melarang kaum Muslimin dan Muslimat
mengolok-olok orang lain, mencela diri, dan memanggil orang lain dengan
gelar yang buruk. Dalam ayat berikut ini, Allah melarang mereka dengan
42
berburuk sangka dan bergunjing agar persaudaraan dan tali persahabatan yang
erat antara sesama muslim terhadap muslim yang lainnya.
d. Al-Hujurat ayat 13
        
           
 
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu
mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggilmemanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat
yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut.
Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari
seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok sesama
saudara, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa
yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal dan tolongmenolong (Al-Maraghi,1993:235-236).
43
Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan
dengan keturunann, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di
antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI,
2009:420).
Pada ayat yang lalu, Allah menjelaskan tentang etika sesama Muslim.
Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan etika antar bangsa.
e. Al-Hujurat ayat 14
         
          
         
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman".
Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk',
Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 14 Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui mengaku
bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah.
Sepantasnya mereka itu tidak mengatakan telah beriman, karena iman yang
sungguh-sungguh itu adalah membenarkan dengan hati yang tulus dan
percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena
mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan kepada
44
Rasulullah saw dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi
Rasulullah saw.
Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan
sepantasnya mereka hanya mengucapkan „kami telah tunduk‟ masuk Islam,
karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati
mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka.
Az-Zajjaj berkata, “Islam itu adalah memperlihatkan kepatuhan dan
menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan
memperlihatkan patuh dan terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar
tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (kebenaran hati), maka barulah
yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka
telah benar-benar taat kepada Allah dan Rasulnya, ikhlas berbuat amal, dan
meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikitpun
pahala amal mereka, bahkan akan memperbaiki balasan dengan berlipat
ganda.”
Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia
berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap
orang yang bertaubat dan yang beramal penuh dengan keikhlasan (Depag RI,
2009:423).
45
Pada ayat yang lalu, Allah memerintahkan kepada manusia supaya
bertakwa. Pada ayat berikut ini, Allah mencerca orang-orang Arab Badui yang
imanya lemah. Mereka menonjol-nonjolkan keimanan, padahal mereka belum
bisa dimasukan dalam kategori orang beriman yang sungguh-sungguh karena
mereka itu hanya sekedar menghendaki pembagian dari rampasan perang dan
mementingkan soal-soal kebendaan belaka.
46
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pandangan Mufassir Tentang Surat Al-Hujurat ayat 11-13.
Setelah menyajikan teks ayat, terjemahnya dan beberapa pokok
kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt, selanjutnya penulis
akan menyajikan beberapa pandangan mufassir tentang ayat ini.
            
             
           
   
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu
sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah imandan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
           
         
47
Dalam tafsir Ibnu Katsir (2000:430) dijelaskan bahwa Allah melarang
mengejek dan menghina orang lain. Karena kesombongan itu hukumnya haram. Dan
janganlah mengolok-olok orang lain baik laki-laki maupun perempuan karena boleh
jadi yang di olok-olok itu kedudukannya lebih mulia di sisi Allah.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3921) dijelaskan bahwa ayat
tersebut diatas melarang untuk mengejek dan menghina orang lain, baik dengan
membeberkan keaiban (kecacatan) golongan itu, dengan cara menghina, baik itu
dengan ucapan ataupun isyarat seperti menertawakan orang yang dihina apabila telah
timbul dari kesalahan.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) Kata ‫ يضخر‬memperolok-olok yaitu
menyebutkan kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan
baik dengan tingkah laku ucapan maupun dengan perbuatan.
Kata ‫ قوم‬biasa digunakan untuk menunjukan sekelompok manusia. Dalam hal
ini biasanya digunakan pertama kali untuk laki-laki saja, karena ayat di atas menyebut
pula secara khusus wanita. Memang wanita bisa saja masuk dalam kata qaum bila
yang ditunjukan untuk sekian banyak kata untuk laki-laki. Misalnya al-mu’minun
dapat saja tercakup di dalam al-mu’minat. Dalam hal ini ayat di atas mempertegas
untuk menyebutkan kata ‫ نضاء‬karena ejekan dan merumpi lebih digunakan untuk
perempuan.
 
48
Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:430) janganlah memanggil seseorang
dengan panggilan yang buruk yang tidak enak di dengar oleh orang lain. Karena
seburuk-buruknya panggilan adalah sesudah iman.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shieddieqy 2003:3921) dijelaskan semua ulama
berpendapat bahwa haram hukumnya sebagai sesama muslim memanggil orang
dengan sebutan yang tidak disukai, misalnya dengan menyebut sifat yang tidak
disukainya, baik itu sifat diri sendiri, sifat orang tua, atau pun sifat keluarganya.
Barang siapa tidak berhenti mengejek (merendahkan orang lain), mengaibkan orang
lain dan memanggil orang lain dengan nama-nama yang tidak disukai, maka orang
itulah yang menganiyaya diri sendiri.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) kata ‫ تلوزوا‬terambil dari kata ‫اللوز‬
Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata tersebut. Ibnu Asyur memahami
bahwa kata ini berarti ejekan yang bermaksud mengejek orang lain, dengan isyarat
bibir tangan atau dengan kata-kata lain yang di pahami sebagai ejekan.
Dalam ayat di atas melarang melakukan Lamz terhadap diri sendiri maksudnya adalah
orang lain. Redaksi tersebut mengisyaratkan bagaimana seorang merasakan bahwa
penderitaan dan hinaan yang menimpa orang lain dapat pula menimpa dirinya sendiri.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) Firmannya ‫ عضى انيكونواخيراهنن‬boleh jadi
orang yang diolok-olok itu lebih baik dari pada mereka yang mengolok-olok
mengisyaratkan terhadap tolak ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah
yang boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum. Memang, banyak
nilai yang dianggap baik oleh seorang terhadap diri mereka justru sangat keliru.
49
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:607) Kata ‫ تناتزوا‬terambil dari kata ‫النثد‬
yaitu gelar buruk. At-tanabuz adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini
mengandung makna timbal balik. Berbeda dengan al-lamz pada penggalan ayat
sebelumnya, bukan berarti At-tanabuz lebih baik dengan al-lamz, tetapi karena gelar
buruk yang biasanya disampaikan secara terang-terangan kepada yang bersangkutan.
Al-Hujurat ayat 12
           
         
            

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
.
          
Menurut Ibnu Katsir (Katsir, 2000:431) disebutkan bahwa Allah melarang
hamba-Nya yang beriman untuk berprasangka buruk, yaitu melakukan tuduhan dan
sangkaan terhadap keluarga, kerabat dan orang lain tidak ada tempatnya. Sebab
sebagian prasangka itu adalah dosa besar. Maka jauhilah berprasangka itu sebagai
50
salah satu kewaspadaan. Allah juga melarang mencari-cari kesalahan orang lain, dan
berbuat ghibah/ pergunjingan terhadap orang lain.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3923) dalam ayat berikut ini Allah
menjelaskan hak-hak muslim yang wajib di penuhi diantaranya:
a. Menjauhkan diri dari sikap suka menuduh orang lain yang berbuat buruk,
dengan tidak adanya bukti yang nyata untuk membenarkan tuduhan
tersebut.
b. Haram berprasangka buruk kepada orang yang secara lahiriah tampak baik
memegang amanat. Karena sebagian berburuk sangka itu adalah dosa
c. Jangan mencari-cari keaiban (kecacatan) orang lain
d. Janganlah mencela atau memperbincangkan di belakangnya.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:609) kata ‫ اجتنثوا‬terambil dari kata ‫جنة‬
yang berarti samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan
tangan. Dari sinilah kata tersebut diartikan dengan dijauhi, penambahan huruf ta pada
kata tersebut berfungsi menjadi penekanan yang menjadikan kata ijtanibu berarti
bersungguh-sungguh. Dalam hal ini adalah upaya bersungguh-sungguh untuk
menghindari prasangka buruk.
Kata
‫كثيرا‬
bukan
berarti
kebanyakan,
sebagaimana
dipahami
dan
diterjemahkan oleh penerjemah. Tiga dari sepuluh banyak enam dari sepuluh adalah
kebanyakan. Pada umumnya kebanyakan dari hukum-hukum tersebut berdasarkan
argumentasi yang bersifat dugaan. Dalam ayat tersebut menegaskan bahwa sebagian
dugaan adalah dosa, yakni dugaan yang tidak berdasar.
51
  
Menurut Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah melarang
manusia untuk berbuat ghibah/pergunjingan. Dalam hal ini ghibah haram hukumnya.
Karena orang yang melakukan ghibah sama saja dengan memakan daging saudaranya
sendiri yang sudah menjadi bangkai.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3923) disebutkan bahwa Allah
melarang manusia untuk untuk tidak mencela atau memperbincangkan di
belakangnya tentang sesuatu yang tidak disukainya.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:610) kata ‫ تجضضوا‬terambil dari kata ‫جش‬
yang berarti upaya untuk mencari tahu dengan cara bersembunyi. Upaya tajassus
dapat menimbulkan kerenggangan hubungan karena itu pada prinsipnya dilarang oleh
Allah.
Kata ‫ يغتة‬di ambil dari kata ‫ غثه‬yang berasal dari ghaib yang berarti tidak
hadir. Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya
dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan yang
disebut itu tidak disandang oleh yang bersangkutan maka dinamai buhtan atau
kebohongan besar.
   ‫ى‬
Dalam Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah
swt Maha Penerima Taubat kepada siapa saja yang bertaubat dan Maha pengasih
kepada siapa saja yang bersandar kepada-Nya.
52
Cara yang baik untuk orang yang menceritakan saudaranya untuk bertaubat adalah
dengan ia menghentikan perbuatan tersebut dan tidak mengulanginya lagi.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3925) disebutkan sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat dan tetap memberikan rahmat kepada hamba-hambaNya.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:614) Kata ‫ التواب‬diartikan sebagai
penerima taubat. Akan tetapi, makna ini belum mencerminkan secara penuh
kandungan kata tawwab.
Imam al-Ghazali mengartikan sebagai Dia (Allah) yang kembali berkali-kali menuju
cara yang memudahkan taubat untuk hamba-Nya, dengan jalan menampakan
kebesaran-Nya, menggiring mereka peringatan-peringatan serta mengingatkan
ancaman-ancaman-Nya.
Al-Hujurat ayat 13
         
            
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
53
         
 
Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah
menciptakan umat manusia dari satu jiwa dan menjadikan dari jiwa itu pasangannya.
Yaitu Adam dan Hawa. Dan menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengenal. “Yaitu, agar tercapailah ta’aruf
„saling kenal‟ di antara
mereka.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy, 2003:3925) Allah menjadikan kamu
bersuku-suku dan berbangsa supaya saling mengenal bukan untuk bermusuhmusuhan. Allah juga menjadikan kamu terdiri dari beberapa bangsa dari warna kulit
yang berbeda supaya saling tertarik dan saling mengenal.
Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:617) kata ‫ شعوب‬adalah bentuk jamak
dari ‫ شعة‬sya‟b. kata ini ditunjukan untuk menunjukan sekumpulan dari dari qabilah
yang artinya suku yang merujuk pada satu kakek.
Kata ‫ تعارفوا‬di ambil dari kata ‫ عرف‬yang berarti mengenal. Dalam ayat ini
mengandung makna timbal balik yang berarti saling mengenal.
          
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah
orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.
54
Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) Allah menjelaskan bahwa orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertakwa diantara
kamu, yaitu yang membedakan derajat kamu di sisi Allah hanyalah ketakwaan bukan
keturunan ataupun kekayaan.
Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3926) orang yang paling mulia di
sisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya baik di dunia maupun di akhirat
adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Takwa adalah suatu prinsip umum yang
mencakup rasa takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang di ridhai-Nya, yang
melengkapi kebajikan baik di dunia maupun di akhirat. Karena Allah mengetahui
semua perbuatan yang telah di lakukan, dari itulah harus bertakwa dan jadikanlah
takwa itu sebagai perbekalan untuk di akhirat kelak.
Dalam tafsir al-Misbah sebagaimana dikutip oleh Shihab (2012:618)
dijelaaskan bahwa kata ‫ اكرم‬terambil dari kata ‫ كرم‬yang berarti baik istimewa sesuai
objeknya. Manusia yang baik dan istimewa adalah yang memiliki akhlak yang baik
terhadap Allah dan sesama manusia.
Sifat ‫ علن‬dan ‫ خثر‬keduanya mengandung kemahatauan Allah swt. Sementara
ulama membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa alim menggambarkan
pengetahuan-Nya menyangkut segala sesuatu. Penekanannya adalah zat Allah yang
bersifat maha mengetahui bukan pada sesuatu yang diketahui. Sedangkan khabir
menggambarkan pengetahuan-Nya yang menjangkau sesuatu.
55
B. Nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam
Secara garis besar akhlak dalam Al-Qur‟an adalah usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memberikan bimbingan secara sadar baik jasmani maupun rohani
sebagai penanaman akhlak pada diri manusia untuk mencapai lingkungan yang
harmonis, bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dasar dari akhlak dalam Islam adalah Al-Qur‟an dan As-sunnah. Karena keduanya
telah memuat aturan-aturan tentang kehidupan yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Pribadi nabi Muhammad saw adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan suri
tauladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga dengan sahabat-sahabat Nabi
Muhammad yang dalam kesehariannya berpedoman dalam Al-Qur‟an dan As-sunnah.
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan dan tindakan yang ada
dalam diri manusia itu apapun bentuknya pada hakikatnya bermaksud untuk
mencapai kebahagiaan (Umairso dan Haris, 2010:110).
Sedangkan untuk mencapai kebahagiaan itu menurut sistem moral atau akhlak
yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya, sebagaimana yang sudah ada dalam Al-Qur‟an maupun AsSunnah (Umairso dan Haris, 2010:111).
Akhlak dalam perspektif Islam dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu
akhlak terpuji dan akhlak tercela. Pertama, Akhlak Karimah, (akhlak terpuji)
merupakan akhlak yang sangat mulia yang harus dimiliki oleh setiap orang. Dilihat
dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak
yang mulia ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1) Akhlak terhadap Allah adalah
56
pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. 2) Akhlak terhadap diri
sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri
dengan sebaik-baiknya. Karena sadar bahwa dirinya itu adalah ciptaan Allah maka
harus dijaga dengan sebaik-baiknya. 3) Akhlak terhadap sesama manusia karena
manusia adalah makhluk sosial, harus bekerjasama dan tolong-menolong dengan
orang lain. Karena dalam Islam juga sangat menganjurkan berakhlak baik kepada
saudara.
Kedua, Akhlak Mazmumah (akhlaq tercela) merupakan akhlak yang tercela.
Dalam ajaran Islam juga tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar
dapat dipahami dengan benar dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:
berbohong adalah memberikan atau menyampaikan informasi kepada orang lain yang
tidak sesuai dengan sebenarnya, takabur (sombong) adalah merasa dirinya paling
besar, paling tinggi, mulia, melebihi orang lain, dan merasa paling benar, Dengki
adalah rasa atau sikap yang dimiliki oleh seseorang yang tidak senang atas
kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain, Bakhil atau Kikir adalah sukar baginya
membagikan harta yang dimilikinya untuk orang lain.
Tujuan dari akhlak dalam prespektif pendidikan Islam adalah untuk
membentuk manusia bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam bertingkah laku, bersifat bijaksana, sopan dalam berbicara
dan berdab, ikhlas jujur serta suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan
57
untuk melahirkan manusia untuk memiliki keutamaan (Umairso dan Haris,
2010:114).
Tujuan akhlak adalah untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam
berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk
dan alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan
sempurna lebih dari makhluk yang lainnya. Artinya tujuan pendidikan akhlak dalam
Islam adalah untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Jika
seseorang tersebut dapat menjaga baik buruknya dengan berhubungan dengan Allah,
maupun berhubungan dengan manusia, maka dengan demikian akan mendapat ridhaNya, orang yang memperoleh ridha dari Allah niscaya akan memperoleh jaminan
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat (Umairso dan Haris, 2010:115).
C. Analisis Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13
Al Qur‟an merupakan pedoman kaum muslimin, yang mengilhami pandangan
hidup dan gagasan mereka. Surat Al-Hujurãt merupakan salah surat dalam Al Qur‟an
yang mengandung ajaran-ajaran yang suci, menyangkut beberapa aspek kehidupan
termasuk pendidikan, utamanya pendidikan akhlaq. Surat yang berjumlah 18 ayat ini
termasuk ke dalam golongan Madaniyah.
Dalam pokok isi kandungan surat Al-Hujurat tersebut telah mencakup
berbagai macam ajaran yang suci. Baik yang menyangkut keimanan, keyakinan,
hukum dan aspek lainnya. Secara garis besar, surat Al-Hujurãt mengandung beberapa
pokok pikiran yakni keimanan, hukum dan aspek lainnya.
58
Pertama, keimanan, keimanan merupakan persoalan yang sangat esensial
dalam Islam. Keimanan menjadi pondasi seluruh amal perbuatan seorang muslim.
Seluruh amal perbuatan seorang muslim baik yang berhubungan dengan ibadah
maupun muamalah sangat dipengaruhi oleh keimanan dan keyakinannya, bahkan
keimanan menjadi faktor diterima tidaknya amal perbuatan seorang muslim.
Kedua, Hukum-hukum. Larangan mengambil keputusan yang menyimpang
dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Keharusan meneliti suatu kabar yang
disampaikan oleh orang fasik, kewajiban mengadakan islah (damai) antara orang
muslim yang bersengketa karena orang Islam itu saudara. Kewajiban bertindak
golongan kaum muslimin yang bertindak merugikan kepada kaum muslimin yang
lainnya. Larangan berburuk sangka, bergunjing, memfitnah dan lain-lain.
Ketiga, adab dan tatakrama. Adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah
saw. Allah SWT telah menciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar satu
sama lain saling mengenal, setiap manusia sama di sisi Allah, kelebihan hanya pada
orang-orang yang bertakwa yang memiliki sifat yang benar-benar beriman (Depag
RI: 2009:393).
Surat Al-Hujurat merupakan surat yang memiliki makna yang luas dan
mendalam, membahas tentang akhlaq sesama muslim khususnya. Ayat 11-13 dalam
surat Al-Hujurat dapat dijadikan pedoman hidup setiap umat agar terciptanya
lingkungan yang harmonis tentram dan damai. Oleh sebab itu, disinilah pentingnya
bagaimana memahami agar hak setiap orang itu tidak terganggu sehingga akan
tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis.
59
Ayat 11 di atas menjelaskan, bahwa sesama muslim itu saudara. Allah swt,
melarang orang beriman supaya tidak saling mngolok-olok orang lain, baik laki-laki
maupun perempuan karena boleh jadi orang yang diolok-olok itu lebih baik dari
mereka yang mengolok-oloknya. Melalui Al-Qur‟an Allah melarang memberi gelar
yang mengandung ejekan dengan maksud yang menyakitkan hati.
Ayat 12 di atas menjelaskan, bahwa sesama muslim itu tidak boleh berburuk
sangka/su‟udzan. Karena buruk sangka itu adalah haram hukumnya. Allah swt juga
melarang umat Islam untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Allah swt juga
melarang untuk ghibah/pergunjingan karena perbuatan itu merupakan dosa besar dan
dapat merugikan orang lain.
Pada ayat yang terkahir yaitu ayat 13, Allah swt menegaskan bahwa laki-laki
dan peremupuan itu makhluk yang sama karena berasal dari seorang Ayah dan ibu.
Allah swt juga menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling
mengenal. Karena orang yang paling mulia di sisi Allah itu adalah orang yang
bertakwa.
Ayat di atas menegaskan kesatuan dari asal-usul manusia
dengan
menunjukan kesamaan derajat manusia. Seseorang tidak pantas merasa dirinya paling
benar, paling tinggi di antara orang lain, baik itu antar suku ataupun antar bangsa.
Melalui Al-Qur‟an, Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia untuk berbuat
baik kepada sesama.
60
D. Nilai-nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang
membawa pada penganut pada pengaplikasikan Islam secara komprehensif. Agar
penganutnya memikul amanat yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus
dimaknai secara rinci karena sumber yang utama dalam pendidikan Islam harus
berdasar pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Surat Al-Hujurat ayat 11-13 memiliki
makna yang sangat luas dan mendalam, membahas tentang akahlak sesame Muslim
khususnya. Ayat tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman hidup agar terciptanya
sebuah lingkungan hidup yang tentram dan damai . sebagai makhluk sosial tidak
ingin hidupnya terganggu. Oleh sebab itu, di sinilah pentingnya bagaimana
memahami agar hak setiap orang tidak terganggu sehingga tercipta kehidupan
masyarakat yang tentram dan damai serta harmonis.
Surat Al-Hujurat ayat 11-13 merupakan diantara sekian banyak surat yang
membicarakan tentang akhlak, adapun nilai-nilai akhlak yang terkandung di
dalamnya adalah sebagai berikut:
1. Saling menghormati dan menghargai (Tasãmuh)
Sebagai seorang muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh
merendahkan satu sama lain, sebaliknya merasa lebih baik dari orang lain
(sukhriyyah), sebagaimana dijelaskan dalam ayat 11 dari surat Al-Hujurãt.
Karena boleh jadi orang yang direndahkan itu kedudukannya lebih baik dari
pada mereka. Allah SWT, telah melarang sebagai sesama muslim baik lakilaki maupun perempuan untuk tidak mengolok-olok satu sama lain, baik itu
61
dengan cara menghina mencaci maki memberi gelar yang mengandung ejekan
baik itu dengan isyarat bibir maupun dengan perbuatan/tingkah laku.
Mencela orang lain itu haram hukumnya, siapa saja yang
melakukannya maka akan mendapat dosa besar dan akan mendapat balasan
yang sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Sikap saling mengolok-olok itu
biasa terjadi karena merasa dirinya sendiri yang paling benar, dan menilai
seseorang itu hanya dari luarnya saja. Padahal ada kemungkinan seseorang
tersebut melakukan kebaikan, di dalam hatinya tersebut telah memiliki sifat
tercela. Namun sebaliknya ada kemungkinan jika seseorang tersebut
melakukan perbuatan yang buruk padahal Allah swt melihat dalam hatinya
penyesalan yang begitu besar dan mendorong dirinya tersebut ingin segera
bertaubat. Maka dari itu, amal yang terlihat dari luar hanyalah tanda-tanda
saja yang merupakan sangkaan yang kuat, akan tetapi belum sampai kepada
tingkat yang meyakinkan.
Oleh sebab itu, sangatlah rasional, jika seorang muslim itu harus
menjunjung tinggi kehormatan dan menolongnya dalam hal kebaikan apabila
saudaranya ada yang membutuhkan bantuan. Seseorang yang mengolok-olok
saudaranya tersebut berarti ia telah merendahkan dan tidak menjunjung tinggi
kehormatan karena menjunjung tinggi kehormatan itu hukumnya wajib bagi
setiap umat muslim.
62
2. Larangan untuk tidak mencela diri sendiri dan memanggil orang lain
dengan gelar yang menyakitkan.
Agama Islam telah melarang umatnya merendahkan orang lain, baik
dengan cara menghina, mencaci maki maupun dengan mencibir orang lain
dengan celaan ataupun hinaan yang menyakitkan hati. Agama Islam juga
melarang manusia untuk memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk
yang dapat menyakitkan hati.
Perintah tersebut merupakan peringatan bagi setiap muslim untuk
tidak mencela dirinya sendiri dengan sebab orang lain. Maka dari itu jika
seorang muslim merasa sakit karena telah dihina orang lain, jangan pernah
menyakiti hati orang lain dengan cara menghina dan merendahkannya karena
sama halnya dengan menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu, tidak sepatutnya
seorang muslim mencela orang lain dengan cara membuka kekurangan atau
aib yang ada pada dirinya. di samping itu sebagai sesama muslim itu ibarat
bangunan yang kokoh bagi satu sama lain karena harus saling menguatkan.
3. Menjauhkan diri dari prasangka buruk (su’udzan)
Allah SWT melarang umatnya untuk berprasangka buruk (su’udzan)
terhadap orang lain. Dalam hal ini, su’udzan adalah menuduh seseorang
melakukan kejelekan dengan tidak adanya bukti yang nyata. Orang yang
berburuk sangka terhadap orang lain adalah orang yang menganggap jelek
padahal orang tersebut terkadang tidak melakukan perbuatan yang jelek.
Dalam hal ini berburuk sangka termasuk dalam sifat tercela. Karena berburuk
63
sangka tersebut termasuk dosa besar dan haram bagi setiap muslim untuk
melakukannya. Islam juga menuntut manusia untuk kebersihan hati dan
menjaga lisan agar terhindar dari prasangka-prasangka buruk dan manusia
mencerca orang lain dan mengumbar aib orang lain di depan umum.
4. Perintah untuk tidak menggunjing (ghîbah)
Yang dinamakan ghibah/ bergunjing itu adalah
menyebut-nyebut
suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak berada di
tempat tersebut, baik dengan ucapan isyarat, karena yang demikian itu
menyakiti orang yang di umpat (Depag RI, 2009:417). Dalam hal ini
ghibah/bergunjing itu hukumnya haram. Karena seseorang melakukan ghibah
maka sama saja orang itu memakan daging saudaranya sendiri. Orang yang
melakukan ghibah akan mendapatkan balasan dari Allah swt ketika di akhirat
kelak.
5. Perintah untuk Taubat
Taubat adalah menyesali perbuatan dengan tidak melakukan kesalahan
yang sama. Sebagai seorang muslim melakukan kesalahan maka harus
meminta ampunan kepada Allah swt, dengan cara tidak mengulanginya lagi,
selalu mendekatkan diri kepada Allah, serta menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Taubat bukan hanya sebagai penghapus dosa, tetapi juga sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu, meskipun berdosa, manusia tetap
64
diperintahkan untuk bertaubat. Ini menunjukan bahwa taubat adalah wajib
bagi setiap mukmin (Hanafi, 2012:251).
6. Perintah untuk saling mengenal (ta’ãruf)
Dalam hal ini yang dimaksud dengan ta‟aruf adalah untuk saling
mengenal di antara suku-suku dan bangsa yang lainnya. Allah menciptakan
manusia berasal dari Adam dan Hawa dan menjadikan berbagai macam suku
dan bangsa yang berbeda mulai dari warna kulit bukan untuk saling
mencemooh akan tetapi untuk saling mengenal dan tolong menolong di antara
sesama muslim.
Saling mengenal dapat dimaknai saling mengenal kebaikan orang lain,
kelompok lain, suku lain untuk diaplikasikan dalam kebaikan diri individu,
kelompok, suku lain. Begitu juga sebaliknya, sehingga kebaikan tidak hanya
dimiliki oleh individu terbatas, kelompok terbatas, melainkan menjadi milik
semua orang.
7. Meningkatkan ketakwaan.
Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup rasa takut kepada
Allah dan mengerjakan apa yang di ridhai-Nya, yang melengkapi kebajikan
baik di dunia maupun di akhirat. Karena Allah mengetahui semua perbuatan
yang telah di lakukan, dari itulah harus bertakwa dan jadikanlah takwa itu
sebagai perbekalan untuk di akhirat kelak (Ash-shiedieqy 2003:3926).
Takwa dalam hal ini meliputi dua aspek yaitu hablum min Allah, dan
hablum min annas, dalam hal ini implementasi takwa sangatlah luas karena
65
menyangkut pribadi manusia terhadahp Allah dan manusia. Karena di sisi lain
manusia juga harus patuh terhadap perintah Allah swt dan menjauhi segala
larangan-Nya manusia juga harus bersifat adil dan bijaksana terhadap
saudaranya dengan hal ini orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang
yang bertakwa.
E. Urgensi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 Terhadap
Pendidikan Islam
Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai akhlak yang
terdapat dalam surat al-hujurat ayat 11-13 meliputi nilai akhlak untuk
menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin, husnudhdhan dan persamaan
derajat. Agar nilai akhlak tersebut dapat diaplikasikannya dengan baik maka
diperlukannya sebuah metode. Karena dalam pendidikan islam pada saat ini
masih banyak problem yang terurai dari masa kemasa. Diantara problematika
tersebut adalah penerapan metode tersebut dalam proses pembelajaran, oleh
karena itu masalah tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja karena dalam
proses pembelajaran metode tersebut sangatlah penting kedudukannya untuk
mencapai tujuan, bahkan metode tersebut sebagai seni dalam mentransfer
ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Oleh karena itu seorang pendidik
harus bisa memilih metode yang tepat.
Adapun metode yang dapat digunakan oleh seorang pendidik banyak
sekali dan tentunya melihat situasi dan kondisi diantaranya adalah:
66
1. Metode keteladanan
Metode keteladanan ini dapat digunakan oleh seorang pendidik untuk
dijadikan sebagai cara yang lebih efektif dalam menanamkan akhlak untuk
berfikir positif kepada orang lain. Terlebih lagi kepada orang baik. Sebab anak
didik cenderung meneladani pendidiknya dan menjadikannya sebagai
identifikasi dalam segala hal.
Karena Keteladanan yang paling baik dan utama untuk umat Islam
adalah dicontohkan, ditiru dan diteladani adalah pribadi Nabi Muhammad
saw, karena terdapat dalam diri Nabi Muhammad saw sebagai mana Allah
berfirman dalam surah al-Ahzab ayat 21:
       
Artinya: Dalam diri Rasulullah saw kamu dapat menemukan teladan yang
baik.
Rasulullah saw, merupakan pribadi yang dapat dijadikan panutan untuk umat
Islam. Karena dalam diri Rasul tersebut terdapat sifat yang mulia diantaranya.
Pertama, Siddiq yaitu selalu berkata dan berbuat benar dalam segala perbuatan yang
dilakukannya. Pribadi yang jauh dari dusta atau kebohongan, dan tidak pernah
berbuat keburukan atau kezaliman yang tidak disukai oleh Allah swt. Kedua, Tabligh
yaitu menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah swt baik berupa perintah
ataupun larangan-Nya, baik melalui perkataan maupun perbuatannya. Ketiga,
Maksum yakni pribadi yang jauh dan terhindar dari perbuatan dosa besar maupun
dosa kecil. Keempat, Amanah yakni pribadi yang dapat dipercaya karena kejujuran
67
yang tidak ada duanya baik dalam perkataan maupun perbuatannya. Kelima,
Fathonah yakni pribadi yang memliki kecerdasan yang tinggi sehingga selalu
bijaksana dalam perkataan maupun perbuatann, terutama dalam hal mengambil
keputusan dan memimpin umat Islam (Nawawi: 1993,213-215).
Melalui metode keteladan yang ada dalam diri Rasul bahwa sebagai usmat
muslim harus meniru dan mencontohkan apa yang ada di dalam diri Rasul SAW,
dengan adanya metode keteladanan tersebut sebagai umat Islam tidak boleh saling
mengolok-olok orang lain baik dengan cara menghina, mencaci maki, merendahkan
orang lain, dengan isyarat bibir maupun dengan perbuatan.
2. Metode Nasihat
Di dalam al-Qur‟an banyak nasihat mengenai para Rasul/Nabi terdahulu
sebelum Nabi Muhammad saw, yang bermaksud menimbulkan kesadaran bagi yang
mendengar dan membacanya, agar meningkatkan iman dan berbuat amal kebaikan
dalam menjalani hidup dan kehidupannya masing-masing (Nawawi, 1993:221).
Dalam al-Qur‟an surat An-Nahl dijelaskan bahwa:
          
             

“serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
68
Metode nasihat juga dapat digunakan pendidik untuk memberikan penjelasan
kepada anak didik tentang pentingnya menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin
dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya lingkungan yang harmonis. Pendidik
juga dapat memperkuat penjelasan tersebut dengan memberikan penjelasan orangorang yang tidak mau menghormati kaum muslimin yang lainnya maka akan di jauhi
oleh temannya, serta menimbulkan perpecahan dan pertengkaran serta jauh dari Allah
SWT.
Adapun metode yang lainnya yang digunakan oleh pendidik dalam
menjelaskan kepada peserta didik adalah metode tarhib. Bagi orang-orang dengan
mudah mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak bermanfaat. Tentunya metode ini
akan dipilih manakala sudah mengalami jalan buntu untuk menyadarkan peserta
didik.
Larangan berburuk sangka, ghibah/pergunjingan terdapat perintah kasih
sayang. Artinya jika kasih sayang sudah dalam keadaan kokoh maka tidak akan lagi
terjadi dengan berburuk sangka maupun ghibah. Proses pendidikan kasih saying
dalam yang diajarkan kepada anak didik supaya tidak berprasangka buruk, ghibah
karena perbuatan tersebut merupakan sifat tercela.
3. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara membiasakan pada siswa untuk berfikir positif dalam kehidupan seharihari.
69
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sangat banyak kebiasaan yang
berlangsung dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Kebiasaan-kebiasaan baik itu
telah dilakukan secara turun temurun dari generasi yang satu kegenarasi berikutnya
(Nawawi: 1993,216). Melalui metode kebiasaan umat Islam dalam kehidupan sehariharinya harus terbiasa menjalani hidup yang baik dan berfikir positif dengan
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan melakukan segala kebaikan serta
menjauhi larangan-Nya.
Dan yang tak kalah pentingnya bagi orang tua mapun pendidik dari mulai
sejak dini harus menanamkan ketakwaan pada diri anak atau peserta didik mereka.
Karena ketakwaan merupakan tolak ukur yang digunakan manusia selama ini seperti
halnya materi dan kedudukan bukanlah tolak ukur yang sebenarnya. Dengan
demikian kedudukan manusia itu sama kecuali ketakwannya. Semua manusia dalam
hal ini itu sama tidak ada yang membedakannya mulai dari warna kulit karena orang
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.
Oleh sebab itu tidak sepantasnya diantara sesama muslim terjadi
kesombongan disebabkan oleh pangkat maupun keturunannya. Dengan demikian
Islam dalam ajaran syariatnya memerintahkan kepada manusia untuk saling
menghormati terhadap manusia diantara suku dan bangsa.
70
F. Aktualisasi Nilai Akhlak Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 Terhadap
Pendidikan Islam.
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik manakala antara
pendidik dan peserta didik terjalin hubungan yang harmonis. Seorang
pendidik hendaknya bisa mengatur proses pembelajaran dengan sebaik
mungkin sehingga peserta didik akan merasa senang dengan pembelajaran
yang ada dan pendidik harus memberikan semangat agar peserta didik
tersebut tidak malas untuk belajar. Dan yang terpenting adalah pendidik dan
peserta didik harus memiliki hubungan yang baik agar terciptanya hubungan
yang harmonis.
Pendidik hendaknya memberikan contoh yang baik kepada siswanya
dalam dalam perkataan maupun perbuatannya dalam berinteraksi setiap hari.
Seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW kepada sahabatnya hendaknya
pendidik bisa mengambil contoh pada diri Rasul untuk mendidik kepasa para
sahabatnya. Peran dan kedudukan pendidikan yang tepat dalam interaksi
tersebut akan menjamin tujuan pendidikan yang diharapkan. Setelah dengan
berbagai upaya tersebut untuk mendidik peserta didiknya, maka peserta didik
dituntut untuk member penghormatan kepada pendidik. Penghormatan seperti
ini bertujuan agar tercapainya keseimbangan dalam berinteraksi dengan baik,
dengan adanya hal tersebut maka pemahaman peserta didik akan lebih mudah
dan tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik.
71
Pada dasarnya kewajiban mengajar dan mendidik anak adalah menjadi
tanggung jawab orang tua. Namun banyak orang tua yang tidak mengajarkan
dan mendidik kepada anaknya dengan berbagai alas an. Yang pada akhirnya
tugas tersebut diberikan kepada orang lain yang mampu mengajar dan
mendidiknya. Nilai ilmu yang diberikan oleh guru tidak dapat diukur dengan
uang maupun dengan yang lainnya. Sebab ilmu tersebut ketika dimanfaatkan
akan mendatangkan kebahagiaan hidup, status sosial, dan kedudukan dalam
masyarakat.
Akhlak dalam pendidik itu dapat diwujudkan dalam berbagai hal
bentuk yang baik dalm bentuk perbuatan maupun perkataan. Ada beberapa
cara yang menjadikan tugas seorang murid untuk memuliakan guru
diantaranya: seorang murid harus meminta Ridho kepada guru jangan sampai
apa yang mereka lakukan akan menyakitkan gurunya. Selalu mengikuti apa
yang diperintahkan guru selama tidak bertentangan dengan syariat Islam dan
juga mau menghormati baik keluarga orang terdekat maupun gurunya sendiri.
Beratnya tugas serta tanggung jawab seorang guru menjadikan murid
harus hormat kepada gurunya. Mereka juga harus menjadi tauladan bagi anak
didiknya, yang artinya bahwa seorang guru adalah sosok yang dipercaya dan
diteladani. Murid diharuskan berakhaluk karimah terhadap gurunya
dimaksudkan apabila murid sopan santun serta hormat kepada guru akan
terjalin komunikasi yang baik dan harmonis dalam proses belajar mengajar.
Dengan adanya komunikasi yang baik diharapkan dapat mencapai tujuan
72
pendidikan yang lebih baik lagi dan maksimal. Di samping mendapatkan ilmu
pengetahuan, dengan bersopan santun terhadap guru, berarti murid juga telah
berlatih sopan santun terhadap orang yang lebih tua, sehingga hal ini akan
menjadi kebiasaan yang nantinya diharapkan dalam masyarakat mereka
kembangkan, dan pada akhirnya tidak Cuma ilmu yang mereka dapat
melainkan juga tata cara bersopan santun dalam berinteraksi di dalam
masyarakat dari kebiasaan ini pada akhirnya mereka bermanfaat untuk dirinya
sendiri, orang tua masyarakat, maupun bangsa dan negara.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
A. Dari pembahasan pada bab-bab selanjutnya dapat disimpulkan bahwa AlQur‟an mengandung nilai-nilai yang universal, Al-Qur‟an juga sebagai
penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya
Pada Ayat 11dijelaskan di larang saling mengolok merendahkan satu sama
lain baik laki-laki maupun perempuan. Dalam ayat 12 dijelaskan tentang
ghibah/pergunjingan, berburuk sangka, serta taubat Ayat 13 menjelaskan
tentang ta‟aruf/saling mengenal.
B. Aktualisasi nilai akhlak surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam pendidikan Islam
bahwa proses belajar akan dapat berjalan dengan baik manakala antara
pendidik dan peserta didik terjalin hubungan yang harmonis. Pendidik juga
harus menjadi contoh yang baik untuk anak didiknya baik dengan sikap
maupun tutur katanya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, penulis
menyampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut: Hendaknya pendidikan
akhlak tersebut harus sudah ditanamkan sejak kecil karena dengan adanya
74
pendidikan akhlak umat Islam diharuskan dari kecil sudah diajarkan bagaimana
tentang etika kesopanan terhadap orang lain, bagaimana cara yang baik agar
terhindar dari perbuatan tercela. Melalui surat Al-Hujurat ayat 11-13, Allah
menjelaskan manusia itu diciptakan untuk saling mengenal dan tolong menolong
serta hidup berdampingan untuk mencapai keharmonisan. Karena untuk
mewujudkan masyarakat yang baik tentram dan damai dalam mencapainya
tujuan hidup.
75
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2010. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah akhlak panduan perilaku muslim modern. Solo: Era
Intermedia
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 26. Semarang: CV.
Toha Putra
Al-Qur‟an, Syamil. 2010. Al-Qur’anulkarim Terjemah Tafsir per kata. Bandung:
Sygma Publishing
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rinerka Cipta
Ash-Shabuny Moh, Ali. 1984. Pengantar Study Al-Qur’an. Bandung: PT Al-Ma‟arif
Ar-Rifain, Muhammad Nasib. 2010. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir. Jilid 4. Jakarta: Gema Insani Press
Budiharjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Yogyakarta: Lokus
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
Jilid IX. Jakarta: LP Al-Qur‟an Departemen Agama
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Reseach I. Yogyakarta: Gajah Mada
Hafidz dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara tradisi dan Modernitas.
Salatiga: STAIN Salatiga Press
Hanafi, M Muchlis. 2012. Spriritualitas dan Akhlak (Tafsir Tematik). Jakarta: Aku
Bisa
Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. 2000. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur
jilid (5). Semarang: Pustaka Rizki Putra
Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Qur’an Ilmu untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya Offset
Imani Allamah Kamal Faqih. 2013. Tafsir Nurul-Qur’an. Jakarta: Nur Al-Huda
Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Usana Offset Printing
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
Poerwadaminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Rahmaniyah, Istighfarotur. 2010. Pendidikn Etika Konsep Jiwa dan Etika Preshpektif
Ibnu Miskawih dalam Kontribusi di bidang Pendidikan. Malang: UIN
Maliki Press
Syadali dan Rofi‟i, Ahmad. 1997. Ulumul Qur’an I untuk Fakultas Tarbiyah
Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia
Shihab, M Quraish. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surahsurah Al-Qur’an) Volume 4. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keseimbangan AlQur’an) Volume 12. Jakarta: Lentera Hati
Umairso dan Makmur, Haris Fathoni. 2010. Pendidikan Islam Krisis Moralisme
Masyarakat Modern. Jogjakarta: IRCiSod Diva Press
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Siti Khoerotunnisa
Tempat Tanggal Lahir : Brebes 11 Juli 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
:Ds. Kretek Al-Barokah RT.04 RW. 04 Kec. Paguyangan
Kab. Brebes 52276
Riwayat pendidikan :
1. MI Al-Barokah Kretek Paguyangan Kab. Brebes lulus 2006
2. MTs Al-Hikmah Benda, Sirampog Kab. Brebes lulus 2009
3. SMA Islam T.Huda Bumiayu, Kab. Brebes lulus 2012
Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya
Salatiga, 22 Juni 2016
Penulis
Siti Khoerotunnisa
111-12-028
Download