NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh SITI KHOEROTUNNISA NIM: 111-12-028 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i ii NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh SITI KHOEROTUNNISA NIM: 111-12-028 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Siti Khoerotunnisa Nim : 111-12-028 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. iv KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar No 2 Telp.(0298) 323706 Fax. 323433 Kode Pos 50721 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected] Muh.Hafidz, M.Ag Dosen IAIN Salatiga PERSETUJUAN PEMBIMBING Lam : 4 (empat) eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudara : Siti Khoerotunnisa Kepada: Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikumWr.Wb Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : SitiKhoerotunnisa Nim : 111-12-028 Fakultas/Jurusa : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam Judul :Nilai-Nilai Akhlak Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat 11-13) Dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk ditujukan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing itu dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikumWr.Wb v vi MOTTO Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S Al-Ahzab:21). vii PERSEMBAHAN Alhamdulillahi rabbilalamin, dengan izin Allah swt skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulispersembahkan kepada: 1. Keluarga ku tercinta Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi semangat dan doa terimakasih sudah menjadi orang tua terhebatku. 2. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya. 3. Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini. 4. Kepada sahabat-sahabat ku yang selalu memberikan semangat memotivasi serta memberikan bantuan dalam segala hal dan terima kasih atas doa kalian semua. 5. Kepada seluruh sahabat-sahabat PAI A 2012 terima kasih telah memberikan banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku yang telah memberikan dukungan semangat dan doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada teman-teman PPL, KKN 2016 yang telah memberikan banyak pelajaran apa artinya kebersamaan dan kekeluargaan. viii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memeberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kata sempurna . sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, sebagai suri tauladan untuk panutan kita semua sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan akhirat. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Yang terhormat Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negri Salatiga. 2. Yang terhormat Bapak Suwardi M.P.d selaku Dekan FTIK 3. Yang terhormat Ibu Siti Rukhayati Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 4. Yang terhormat Bapak Muh.Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan di sela waktu sibuknya. ix 5. Yang terhormat Bapak Agus Ahmad Su‟aidi Lc.MA selaku dosen pembimbing akademik 6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan penuh kesabaran. Serta bagian akademik IAIN Salatiga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pelayanan kepada penulis. 7. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memotivasi dan memberi semangat serta mendoakannya. 8. Keluarga besar dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salatiga, 22 Juni2016 Penulis Siti Khoerotunnisa Nim 111-12-028 x ABSTRAK Nisa. Siti Khoerotun. 2016. Nilai-Nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negri Salatiga. Pembimbing Muh.Hafidz M.Ag. Kata Kunci: Nilai Akhlak dan Pendidikan Islam. Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam perspektif pendidikan Islam (Kajian tafsir surat Al-Hujurat ayat 11-13) bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan terpenting bagi kaum muslim. Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja. Dalam hal ini pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. 2. Bagaimana implikasi nilai akhlak Surat AlHujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam. Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian library research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al-Qur‟an dan terjemahnya Depag RI dan data-data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan sebagai rujukan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir al-Misbah, Tafsir An-Nuur, Tafsir Ibnu Katsir, serta buku ulumul Qur‟an dan buku-buku lain yang relevansinya berkaitan dengan pembahasan. Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan ayat Al-Qur‟an dari segala aspeknya mulai dari kosa kata, pokok isi kandungan, asbabun nuzul serta munasabah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 meliputi: perintah kepada manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk saling menghormati dan menghargai, larangan memanggil orang dengan gelar yang mengandung ejekan, larangan untuk berburuk sangka, larangan bergunjing/ghibah, perintah untuk taubat, perintah untuk ta‟aruf/saling mengenal di antara suku dan bangsa, dan perintah untuk meningkatkan ketakwaan. Serta implikasi nilai akhlak yaitu urgensi nilai akhlak dan surat al-Hujurat ayat 11-13 meliputi metode keteladana, metode nasihat dan metode kebiasaan. aktualisasi nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 dengan pendidikan Islam bahwa proses belajar mengajar akan berjalan baik mana kala antara pendidik dan peserta didik itu terjalin hubungan yang baik serta harmonis. xi DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL............................................................................................i LEMBAR BERLOGO............................................................................................ii JUDUL .…………………………………………………………………….......... iii PERTANYAAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ iv PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ v PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ vi MOTTO .................................................................................................................. vii PERSEMBAHAN ................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix ABSTRAK .............................................................................................................. xi DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 10 D. Penegasan Istilah .......................................................................................... 10 E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 13 F. Metode Penelitian .......................................................................................... 14 G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 16 BAB II KOMPILASI AYAT-AYAT A. Surat Al-Hujurat ........................................................................................... 18 B. Arti Kosa Kata (Mufrodat) ........................................................................... 19 xii C. Nilai-nilai pokok yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ......................... 22 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat ............................................................. 28 B. Tema dan Tujuan Utama .............................................................................. 29 C. Asbabun Nuzul ............................................................................................. 30 D. Munasabah ................................................................................................... 33 BAB IV PEMBAHASAN A. Pandangan Mufassir tentang Surat Al-Hujurat ............................................ 47 B. Nilai Akhlak dalam Prespektif Pendidikan Islam ........................................ 56 C. Analisis Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ............................................ 59 D. Nilai-nilai Akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. ............................... 61 E. Urgensi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam ............................................................................................................. 66 F. Aktualisasi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam Pendidikan Islam .......................................................................................... 71 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 75 B. Saran-saran ................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke arah kedewasaannya, sangat membutuhkan peran orang lain. Oleh sebab itu, mulai sejak kecil manusia sudah membutuhkan peran bantuan orang tuanya baik yang bersifat material ataupun spiritual termasuk akhlak kepada sang pencipta dan kepada sesamanya. Ajaran tentang akhlak yang baik bersumber pada Al-Qur‟an yang merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Al-Qur‟an merupakan kalam Allah, merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.AW melalui perantara malaikat jibril, ditulis dalam mushaf, dinuklikan secara mutawattir (oleh orang banyak) dan membacanya termasuk ibadah yang diawali dengah surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas (Ash-Shabuny, 1984:18). Allah menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman bagi umat manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas kebenaran Rasul dan penjelasan atas kenabian dan kerasulanya, juga sebagai alasan yang kuat di hari kemudian di mana akan dinyatakan bahwa Al-Qur‟an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur‟an adalah mu‟jizat yang abadi yang menundukan semua generasi dan bangsa sepanjang masa (Ash-Shabuny, 1984:19). 1 Al-Qur‟an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spriritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) alam semesta. A1-Qur‟an merupakan sumber nilai yang absolut dan utuh. Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan. Kemungkinan terjadi perubahan hanya sebatas penafsiran manusia terhadap teks ayat yang menghendaki sesuai dengan konteks zaman, situasi, dan kondisi (Ahid, 2010:21). Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup kaum muslimin membahas semua nilainilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-ayatnya tidak meninggalkan satu pun yang berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di dalamnya, baik bentuk perintah larangan, maupun bentuk anjuran, baik mengenai akhlak terpuji maupun akhlak tercela (Mahmud, 2004:173). Al-Qur‟an telah menjelaskan secara gamblang tentang akhlak-akhlak mulia dan sekaligus perintah untuk mengerjakannya. Al Qur‟an menjelaskan pula urgensi amal-amal yang saleh, baik kepada sang Khaliq atau kepada sesama sebagai manifestasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di samping itu juga Al-Qur‟an telah menyebutkan perilaku tercela untuk tidak mendekati diri dan melakukanya (Mahmud, 2004:175). Dengan berbagai petunjuk tersebut diharapkan manusia akan memperoleh kebaikan, kemaslahatan dalam kehidupannya, termasuk kehidupan sesudah mati sebagai salah satu bentuk keyakinan seorang muslim. Pendidikan merupakan salah satu media untuk mengimplementasikan seluruh petunjuk yang bersumber dari Al Qur‟an. Pendidikan dalam hal ini bermakna sangat 2 luas, baik pendidikan keluarga, sekolah ataupun pendidikan masyarakat. Menurut Henderson dalam Rahmaniyah bahwa pendidikan dimaknai sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan individu, sebagai hasil interkasi individu dengan lingkungan fisik, yang berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir (2010:52). Sementara akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran, tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam begitu dalam diri seseorang, sebagaimana diungkapkan oleh Al Jurjani. Al-Jurjani (dalam Mahmud, 2004:32), mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam pada diri manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam perspektif Islam merupakan sekumpulan prinsip dan kaidah yang mengandung perintah dan larangan dari Allah. Akhlak Islam adalah nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun akhirat (Mahmud, 2004: 81-82). Akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-Qur‟an menganggap-nya sebagai rujukan terpenting bagi kaum muslim, rumah tangga Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Allah menjadikan akhlak yang luhur dalam asmaul husna, serta mengajak kaum muslimin 3 semuanya untuk menyerupai nilai-nilai dalam asmaul husna tersebut. Allah mencela orang kafir dengan akhlak tercela. Dengan berdasar asmaul husna, ya rahman sampai akhir, hendaklah bagi seorang mu‟min dapat menyerupai nilai-nilai di dalamnya, sesuai dengan kadar kemampuan dan kekuatanya (Hafidz dan Kastolani, 2009:107108). Masalah akhlak merupakan masalah universal, masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan akhlak seseorang mengganggu ketentraman yang lain, jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang rusak akhlaknya, maka akan guncanglah keadaan masyarakat itu (Ahid, 2010:122). Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara orang-orang muslim. Sehingga orang-orang yang mampu mewujudkan hubungan baik tersebut, adalah orang-orang yang ruhnya bersih yang konsisten dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya (Mahmud, 2004:12). Banyak fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang mengindikasikan dekadensi dan kemerosotan nilai-nilai akhlak bahkan jauh dari nilai-nilai akhlak. Pergaulan remaja yang cenderung bebas, kenakalan dan tawuran pelajar, kasus narkoba yang menjamur hingga kasus seksual yang merata di mana-mana, semuanya mengindikasikan dekadensi moral kaum muslimin. Hal itu diperparah lagi dengan rendahnya semangat dan ghirah kaum muslimin untuk memahami Al-Qur‟an sebagai pedomannya, yang harus diaplikasikan dalam kehidupannya dalam berbagai aspek. Artinya Al Qur‟an tidak 4 hanya menjadi mushaf yang menjadi penghias di masjid, mushalla, rumah-rumah kaum muslimin saja, melainkan perlu dipahami, dimengerti ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami tentang nilai-nilai Al Qur‟an, khususnya nilai akhlak, kaum muslimin akan terhindar dari perbuatan tercela, terlebih dalam kehidupan sekarang ini dimana akhlak yang baik merupakan sesuatu yang mahal dan sulit dicari. Dengan demikian akhlak dalam prespektif pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat luas. Dalam keluarga, akhlak merupakah faktor yang sangat penting dalam membangun dan mewujudkan keluarga yang sakinah. Sekaligus keluarga dengan kedua orang tua, memegang peranan penting dalam akhlak anakanaknya, dengan menanamkan kebiasaan yang baik dimulai dari masa anaknya, sebagai masa pembentukan akhlak yang baik. Oleh sebab itu, kedua orang tua dalam keluarga mempunyai posisi yang penting tentang pendidikan akhlak ini dengan menanamkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, pemberani dan lain sebagainya (Ahid, 2010:14). Karena dalam suatu keluarga jika tidak dibangun dengan tonggak akhlak mulia maka keluarga tersebut tidak akan hidup bahagia. Dengan demikian orang tua berperan sangat penting dalam keluarga khususnya ibu dengan memberikan kasih sayang dan mendidik anaknya untuk mempunyai akhlak yang mulia, bukan hanya akhlak untuk menghormati orang tua tetapi juga akhlak untuk menghormati dan 5 menghargai sesama manusia. Karena perbuatan anak tersebut merupakan cerminan dari orang tua itu sendiri. Akhlak menempati posisi penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan di bicarakan nanti merupakan buah pohon Islam yang berakarkan pada akidah, dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (bentuk perkataan) Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak“ (H.R Ahmad). Dan akhlak Nabi yang disebut menyempurnakan itu disebut akhlak Islam karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam ajaran Islam (Ali, 2008:348349). Akhlak Nabi saw senantiasa menjadi teladan, dan panutan bagi umat yang mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab akhlak Nabi saw benar-benar akhlak yang agung. Untuk itu, umat manusia seharusnya mengikuti akhlak Nabi sebagaimana yang di sebutkan dalam (Q.S al-Ahzab/ 33: 21). “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.s al-Ahzab:21). Nabi Muhammad saw adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh sebab itu beliau patut ditiru dan dicontoh dalam segala perbuatannya. Allah SWT memuji 6 akhlak Nabi dan mengabadikannya dalam ayat Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S Al-Qalam: 4). Dengan ayat tersebut di atas bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai akhlak yang jujur adil sabar karena Nabi Muhammad SAW mampu menjadi suri tauladan untuk semua orang. Karena dengan seseorang mempunyai akhlak yang mulia kehormatan untuk setiap orang karena akhlak tersebut merupakan suatu bukti nyata keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, simbol dari segenap kebaikan dan pilar bagi tegaknya masyarakat yang diidam-idamkan oleh semua orang. Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik. Siapa pun mengakui bahwa kebaikan adalah masalah yang universal yang disukai oleh semua insan, bahkan oleh orang yang jahat sekalipun. Dengan keragaman kualitas batin manusia, orang berbeda-beda perilakunya. Kebaikan dan kejujuran, sesungguhnya yang murni dan jauh dari kepalsuan, hanya bisa dilakukan oleh orang yang beriman dan bertakwa. Karena itu akhlak memiliki manfaat dan perananya tersendiri dalam kehidupan seorang muslim, baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri, juga masyarakat yang luas (Ahmadi, 2004:19-20). Mengingat akhlak dalam prespektif pendidikan Islam sangatlah penting bagi manusia untuk menciptakan lingkungan yang harmonis, diperlukanya nilai-nilai 7 akhlak dalam mengplikasikanya kehidupan sehari hari, karena akhlak dalam prespektif pendidikan Islam merupakan barometer untuk mengukur dalam menetapkan akhlak baik maupun yang buruk terhadap masyarakat. Karena akhlak karimah merupakan akhlak yang baik di mata Allah, dan jika orang tersebut memiliki akhlak yang mulia maka akan terhindar dari perbuatan keji dan akan mendapatkan balasan ketika di akhirat kelak. Surat Al-Hujurat merupakan surat yang banyak mengandung makna tentang nilai akhlak diantaranya: akhlak untuk menghormati dan menghargai sesama, sebagai mana dijelaskan dalam ayat 11 di bawah ini : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (Q.S Al-Hujurat:11). Oleh karena itu ayat di atas sangat penting untuk digali lebih mendalam, dan dijadikan rujukan bagi umat islam untuk pembelajaran dan pembentukan akhlak yang mulia. Karena akhlak yang mulia itu merupakan hal yang mahal dan sulit dicari jika 8 orang tersebut tidak memahami apa arti akhlak dalam prespektif pendidikan Islam. Dengan ayat tersebut di atas penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam tentang nilai akhlak yang ada di dalam ayat tersebut, dan sebagai bahan pertimbanganya penulis memilih judul skripsi “NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKIAN ISLAM (KAJIAN TAFSIR SURAT ALHUJURAT AYAT 11-13)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam pembahasan ini adalah: 1. Apa saja nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 1113? 2. Bagaimana implikasi nilai-nilai akhlak surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam pendidikan Islam ? C. Tujuan penelitian Pada permasalahan pokok di atas bahwa tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. 2. Untuk mengetahui implikasi nilai-nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 1113 dalam pendidikan Islam. 9 D. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi di bawah ini : 1. Nilai Akhlak Istilah nilai (value) dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006:801). Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup (Adisusilo, 2013:56). Akhlak menurut kamus umum bahasa indonesia di sebut juga dengan Budi pekerti, watak dan tabiat (Poerwadarminta,2006:18). Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun) bentuk jamak dari (khalaqa, yakhluqu, kholaqun) yang berarti budi pekerti, perangkai, adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun (Umairso dan Haris, 2010:105). Sedangkan secara terminologi, menurut Zahruddin AR, mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa sesorang yang mendorongnya untuk 10 melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu (Umairso dan Haris, 2010:106). Akhlak dalam prespekif pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangkai, bersifat bijaksana, sempurna sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Dengan demikian bahwa tujuan pendidikan akhlak pada prinsipnya adalah untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta lebih dari makhluk lainya (Umairso dan Haris, 2010: 114115). 2. Pendidikan Islam. Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara dsb) mendidik (Poerwadaminta, 2006:291). Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263) ialah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatian. 11 Menurut Djumransjah pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Rahmaniyah, 2010:52). Sedangkan pengertian Islam, Islam berasal dari Bahasa Arab yamg berasal dari kata صلنyang berarti damai dan اصلنyang artinya menyerahkan (Yunus, 2010:177). Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur‟an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:442). Selain itu Islam adalah menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah pesuruh Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan melakukan puasa di Bulan Ramadhan serta berhaji ke Baitullah jika mampu menuju jalannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya insani untuk membentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. 3. Surat Al-Hujurat Surat Al-Hujurãt merupakan surat ke 49 dalam urutan mushaf AlQur‟an, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Al-Hujurat sendiri diambil dari kata Al- Hujurãt yang ada pada ayat ke 4 yang artinya kamar-kamar. 12 Surat Al-Hujurãt terdiri dari 18 ayat yang termasuk dalam golongan surat Madaniyah atau diturunkan sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Pokok isi kandungan dalam surat Al-Hujurãt adalah melengkapi dasar-dasar kesopanan yang tinggi serta menunjukan manusia kepada pekerti-pekerti utama. Selain itu juga menjelaskan sikap para muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya, bagaimana cara mereka menerima berita-berita (keterangan) dari orang-orang yang tidak dapat dipercaya, dan bagaimana memperlakukan saudara seagama, baik sewaktu mereka berhadapan muka atau pun tidak. Dalam surat ini dijelaskan pula hakikat iman dan hakikat mukmin yang sebenarnya (AshShiddieqy, 222:3907). E. Manfaat penelitian Hasil penelitian dapat berguna baik dari manfaat teoritis maupun yang praktis antara lain adalah : 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis adalah menjelaskan bahwa hasil penelitian ini bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya konsepkonsep atau teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu dalam suatu penelitian. Diantara manfaat teoritis dari penelitian ini adalah: 13 Untuk menambah khazanah pengetahuan kita tentang nilai-nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13. 2. Manfaat praktis a. Memberikan sikap yang positif kepada masyarakat agar memiliki akhlak yang mulia dalam melakukan suatu perbuatan agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. b. Agar masyarakat secara umum memiliki akhlak sesuai dengan tuntutan AlQur‟an dan Hadits. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1981: 9). 2. Sumber Data Data penelitian ini diperoleh dari surat Al-Qur‟an Al-Hujurat ayat 1113 Selain itu, sumber data penulis juga di ambil dari buku-buku yang relevan dalam pembahasan skripsi ini. Sumber data ini di bedakan menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber data primer 14 Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber inti. Sumber data primer di sini adalah berasal dari Al-Qur‟an dan terjemah dari Depag, tafsir Al-Misbah karya M.Quraish Shihab, kitab tafsir An-Nuur karya Tengku Muhammad Hasbi Ash-siddieqy, kitab tafsir Ibnu Katsir, kitab tafsir Al-Maraghi dan kitab-kitab lain yang relevan. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber data lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian. Berupa buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan akhlak. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan dan yang menjadi sumber data primer yaitu surat Al-Hujurat ayat 11-13 dan terjemahanya, kitab tafsir al-Misbah, kitab tafsir an-Nuur, kitab tafsir, al-Marghi dan kitab tafsir Ibnu Katsir serta sumber data sekunder yang relevan dengan permasalahan. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan penelaah secara sistematis yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Sehingga dapat diperoleh bahan-bahan dan penyajian data. 4. Analisis Data Dalam meganalisis data metode yang digunakan adalah metode tahlili. Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya. Dalam metode tahlili mufassir 15 biasanya mengikuti urutan ayat dan surat sebagaimana yang tersusun di dalam mushaf. Mufassir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan ayat secara global. Mufassir juga mengemukakan munasabah, membahas sabab-al nuzul ( latar belakang turunya ayat ), dan menyampaikan dari hadits, atau dari sahabat, dan dari para tabi‟in (Budihardjo, 2012:132). G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini merupakan suatu cara untuk menyusun hasil penelitian dari data serta bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang mudah dipahami dengan lima hal yang dijabarkan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, penegasan istilah, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistemasika penulisan. Bab II Kompilasi Ayat pada bab ini berisi tentang surat Al-Hujurat, kosa kata (mufrodat) dan pokok-pokok isi kandungan. Bab III Asbabun Nuzul dan Munasabah berisi tentang sejarah turunya surat Al-Hujurat, tema dan tujuan utama surat Al-Hujurat, hubungan surat AlHujurat dengan surat sebelumnya (al-Fath) dan surat sesudahnya (Qaf) serta hubungan Al-Hujurat ayat 10-14. 16 Bab IV Pembahasan pada bab ini membahas tentang Penafsiran surat Al-Hujurat ayat 11-13 menurut beberapa mufassirin, nilai-nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13, Urgensi nilai akhlak dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam pendidikan Islam, serta aktualisasi nilai akhlak dalam surat AlHujurat ayat 11-13 terhadap pendidikan Islam. Bab V pada bab terakhir yaitu penutup meliputi kesimpulan, dan saransaran. 17 BAB II KOMPILASI AYAT A. Redaksi Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 dan Terjemahanya. Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan kompilasi ayatayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun ayat yang dikaji adalah ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik 18 dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orangorang yang zalim (Q.s al Hujurãt,11). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Q.s al Hujurãt, ayat 12). Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.s al Hujurãt ayat, 13). B. Arti Kosa Kata (Mufrodat) Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi penulis untuk menyajikan beberapa kosakata penting terkait dengan ayat-ayat tersebut. Kosa kata yang disajikan sesuai dengan urutan ayat, yaitu ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt. 1. Ayat 11 dari surat Al-Hujurãt Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam ayat 11 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya.. ى Suatu kaum Jangan (mereka) Orang-orang Wahai 19 memperolo k-olok beriman yang Dari pada Lebih baik mereka Bahwa adalah mereka Boleh jadi Dari kaum ى Lebih baik Bahwa mereka adalah Boleh jadi Dari wanita Dan jangan wanita ل Dengan julukan/gelar Dan jangan kamu panggilmemanggil Dirimu sendiri Dan jangan kamu mencela Dari mereka ى Keimanan Sesudah Fasik/jahat/buruk Nama Seburukburuk ى م Orang-orang zalim 2. Mereka ء ى Maka mereka itu Tidak bertaubat Dan barang siapa Ayat 12 dari surat Al-Hujurãt Dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam ayat 12 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya, sebagaimana dalam ayat 11 di atas. 20 ا Kebanyaka n Jauhilah Beriman Orang-orang yang Wahai ل ى ى Dan jangan kamu mencari kesalahan Dosa Prasangka ب م ل Salah seorang diantara kamu Apakah menyukai Sebagian Bagian kamu Dan jangan kamu mengump at ى Maka kamu benci/jijik padanya Bangkai/ma ti Saudaranya Daging Bahwa memakan ب ى Maha penyayang Maha penerima taubat Sesungguhn ya allah Allah Dan bertakwal ah 21 Sesungguh Dari nya prasangka sebagian 3. Ayat 13 dari surat Al-Hujurat Sebagaimana ayat sebelumnya, dalam ayat ini akan disajikan seluruh kosa kata yang terdapat dalam ayat 13 untuk memperjelas makna kosa kata seluruhnya. س Dari seorang laki-laki Kami menciptkan kamu Sesungguhnya kami Manusia Wahai Supaya kamu saling mengenal Dan bersukusuku Berbangsabangsa Dan kami menjadikan kamu Dan seorang wanita paling bertakwa diantara kamu Allah Disisi paling mulia diantara kamu Sesungguh nya ى Maha melihat Maha mengetahui Sesungguh nya allah C. Pokok-Pokok Kandungan Surat Al-Hujurat Ayat 11-13. Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, selanjutnya penulis akan menyajikan beberapa pokok kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat al Hujurãt. 22 Adapun redaksi ayat 11 dari surat Al-Hujurãt, sebagaimana disajikan dalam teks berikut ini: Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa Allah SWT menyebutkan apa yang patut dilakukan seorang mukmin terhadap Allah SWT, maupun terhadap nabi Saw, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan NabiNya, yaitu orang fasik. Dalam ayat di atas, Allah juga menerangkan pula apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya. Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Karena perbuatan seperti itu sangatlah buruk. Perbuatan terhadap orang lain, hakekatnya merupakan cerminan yang akan kembali kepada diri seseorang yang bersangkutan. Sebagaimana dijelaskan oleh (Al-Maraghi,1993:221) bahwa barang siapa tidak bertaubat dengan melakukan perbuatan seperti mengolok-olok, maupun mengejeknya 23 dengan celaan atau pun hinaan, maka ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar. Selanjutnya redaksi ayat 12 dari surat Al-Hujurat yang berbunyi sebagai berikut: Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT, memberi peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik, sehingga tidak menimbulkan salah faham, apalagi menyalahgunakan sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu”. Diriwayatkan dari Rasulullah SAW sesungguhnya Allah mengharamkan diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang 24 berburuk sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minum-minaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak di larang. Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain. Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh, budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan dirinya. Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam. Ketiganyalah yang disebutkan dalam al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan. Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain. Adahpun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. 25 Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI, 2009:416418). Kemudian Allah mempertegas lagi dengan menurunkan ayat 13 Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggilmemanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut. Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok diantara saudara yang lainnya, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal dan tolong-menolong (Al-Maraghi, 1993: 235-236). Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI, 2009:420). 26 Dalam pokok-pokok isi kandungan yang terdapat dalam surat AlHujurat ayat 11-13 diatas penulis menyimpulkan bahwa pada ayat 11 Allah telah melarang sebagai sesama muslim terhadap muslim lainnya tidak boleh saling menghina, mencaci maki dan merendahkan orang lain, sebagai sesama muslim harus menjunjung tinggi nilai kehormatan, sebagai sesama muslim allah telah melarang untuk memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan, baik ejekan itu dengan isyarat bibir, tangan atau dengan kata-kata yang dipahami sebagai ejekan, dan orang-orang yang tidak mau bertaubat termasuk orang-orang yang zalim. Pada ayat 12 Allah melarang untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain, selanjutnya allah melarang untuk tidak mencari-cari aib dan keburukan orang lain, Allah memberi perumpamaan bahwa seorang mukmin yang suka bergunjing itu seperti orang yang makan daging saudaranya sendiri, Allah memerintahkan untuk tetap bertakwa karena Allah merupakan Maha pengampun. Dalam ayat 13 ini bahwa Allah telah menjadikan berbagai macam suku dan bangsa untuk bisa saling mengenal dan tolong-menolong terhadap sesama muslim, kemuliaan manusia itu tidak diukur dengan kekayaan melainkan dengan ketakwaan. 27 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-HUJURAT A. Sejarah Turunnya Surat Al-Hujurat. Kata Hujurãt adalah bentuk jamak dari al-Hujrah yang berarti kamar, ruang sebagai tempat tidur. Nama surat ini diambil dari makna kata Hujurãt dalam ayat ke 4 yang berarti kamar-kamar (Imani, 2013:311). Al-Hujurãt merupakan satu-satunya nama bagi surat ini, yang merupakan kata satu-satunya dalam Al-Qur‟an. Surat Al-Hujurãt termasuk dalam kategori surat Madaniyah yang diturunkan setelah Nabi hijrah, Al-Hujurãt sendiri terdiri dari 18 ayat yang menempati urutan ke 49 di dalam Al-Qur‟an. Mengenai kisah turunnya surat Al-Hujurãt ini ulama sepakat menyatakan bahwa surat ini turun setelah Nabi Muhammad saw, berhijrah ke Madinah. Bahkan, salah satu ayatnya yang dimulai dengan “Ya ayyuha an-Nas” (ayat 13) yang bisa dijadikan ciri surat Makiyah yang turun sebelum hijrah, disepakati juga turun pada periode Madaniyah. Walaupun demikian, ada riwayat yang diperselisihkan nilai kesahahihannya yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun di Makkah pada saat Haji Wada‟/Haji Perpisahan Nabi saw. Namun demikian, kalaupun riwayat itu benar, ini tidak menjadikan ayat tersebut Makkiyah, kecuali bagi mereka yang memahami istilah Makkiyah sebagai ayat yang turun di Mekkah (Shihab, 2012:3). 28 B. Tema dan Tujuan Utama Tema utama dalam surat Al-Hujurãt adalah tentang tatakrama, etika, dan akhlak, yakni tatakrama terhadap (1) Allah swt, (2) Rasul saw, (3) sesama muslim yang taat, (4) terhadap yang durhaka, dan (5) terhadap sesama manusia. Karena itu terdapat lima kali panggilan Ya ayyuha al-ladzina’Amanu’ yang terulang pada surat ini, masing-masing untuk kelima macam objek tersebut. Dalam konteks uraian tentang tema itu, maka ditemukan dalam surat ini banyak nilai luhur yang dipaparkan, seperti tentang kesatuan kemanusiaan, substansi iman, demikian juga tuntutan menghadapi perbedaan dan perselisihan, serta uraian tentang cara menghindarinya. Dengan memperhatikan dan menerapkan tentang nilai1-nilai itu, akan tercipta kehidupan bahagia bagi setiap individu sekaligus wujud system kemasyarakatan yang sejahtera. Tujuan utama dalam surat ini adalah mendidik setiap umat Islam bagaimana seharusnya berperilaku baik sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sejahtera yang dihiasi dengan sopan santun terhadap Allah swt, Rasul saw, diri sendiri dan orang lain. Sopan santun, bukan saja berkaitan dengan sikap lahiriah, tetapi berkaitan juga dengan bisikan hati (Shihab, 2012:4). 29 C. Asbabun Nuzul Al-Qur‟an diturunkan melalui musabab (Asbabun Nuzul), tetapi tidak semua ayat yang ada di dalam Al-Qur‟an mempunyai Asbabun Nuzul. Demikian juga dengan surat Al-Hujurat. Menurut bahasa “Sabab Al-Nuzul” berarti turunya ayat-ayat Al-Qur‟an. Sabab Al-Nuzul atau Asbab Al-Nuzul (sebab turun ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunya ayat-ayat tertentu. Menurut Shubhi Al-Shalih Asbabun Nuzul adalah Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut ( Syadali dan Rofi‟i, 1997:891-90). Berikut ini dipaparkan beberapa sebab turunya ayat dari surat Al-Hujurat ayat 11-13 dan tidak seluruhnya memiliki Asbabun Nuzul karena hanyalah ayat tertentu saja yang memiliki peristiwa turunnya ayat yang ada di dalam AlQur‟an. Di antara ayat-ayat yang memilik Asbabun Nuzul adalah sebagai berikut: Pada ayat 11, dalam suatu riwayat dikemukakan Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan tingkah laku Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada Rasulullah saw, lalu mereka memperolok-olok beberapa sahabat yang fakir dan miskin seperti „Ammar, Suhaib, Billal, Khabbab, Salman al-Farisi, dan lain-lain karena pakaian mereka sangat sederhana. Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan kisah Safiyyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap 30 Rasulullah saw, melaporkan bahwa beberapa perempuan di Madinah pernah menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati seperti, “Hai perempuan Yahudi, dan sebagainya,” sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa tidak engkau jawab saja ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad.” Ada pula yang mengaitkan ayat ini dengan situasi di Madinah. Ketika Rasulullah saw tiba di kota Madinah, orang-orang Ansar banyak yang mempunyai nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu dilaporkan kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat tersebut (Depag RI, 2009: 409). Dalam ayat 12 diriwayatkan Ibnu Mundzir dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Salman Al Farisi yang makan, kemudian tidur, lalu mendengkur. Orang-orang membicarakanya. Maka turunlah ayat ini yang melarang umat muslim untuk menggunjing dan mengumpat, serta menceritakan keaiban orang lain (Syamil Al-Qur‟an, 2010:517) Ayat ini di awali dengan larangan Allah untuk berprasangka buruk terhadap orang lain. Persaudaraan yang kuat sangatlah mustahil jika dibentuk dengan sikap prasangka buruk terhadap satu sama lain. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda “Jauhilah olehmu berburuk sangka, karena keburukan sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain jangan pula berburuk sangka (Depag RI: 2019:416). Dalam ayat 13 diriwayatkan oleh Abu Dawud mengenai turunnya ayat ini yaitu tentang peristiwa yang terjadi pada seorang sahabat yang bernama Abu 31 Hindin yang biasa berkhidmat kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan darah kotor dari kepalanya dengan pembekam, yang bentuknya seperti tanduk. Rasulullah saw menyuruh kabilah Bani Bayadah agar menikahkan Abu Hindin dengan seorang perempuan di kalangan mereka. Mereka bertanya, “Apakah patut kami mengawinkan gadis-gadis kami dengan budak-budak?” Maka Allah menurunkan ayat ini agar tidak mencemooh seseorang karena memandang rendah kedudukanya. Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah bahwa tatkala terjadi pembebasan Makkah, yaitu kembalinya negri Makkah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW pada tahun 8 hijriah, maka Bilal disuruh Rasulullah SAW untuk mengumandangkan azan. Ia memanjat Ka‟bah dan mengumandangkan azan. Berseru pada kaum Muslimin untuk salat berjamaah. Attab bin Usaid ketika melihat Bilal naik ke atas Ka‟bah untuk berazan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak sempat menyampaikan peristiwa hari ini.” Haris bin Hisyam ia berkata, “Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung gagak yang hitam ini.” Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya yang hitam. Maka datanglah Malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah SAW, apa yang mereka ucapkan itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukan, kepangkatan, kekayaan, keturunan dan mencemoohkan orang-orang miskin. Diterangkan pula bahwa 32 kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan kepada Allah (Depag RI, 2009:419-420). D. Munasabah Kata Munasabah secara etimologis berarti “musyakalah” (keserupaan) dan “muqarabah” (kedekatan). Adapun menurut pengertian terminologis beberapa ulama mendefinisikanya sebagai berikut. Menurut Al-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafaz umum dan lafaz khusus, atau hubungan yang terkait dengan sebab akibat,‟illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta‟arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling terkait sehingga penyusunannya menjadi kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis”. Dengan redaksi yang berbeda, Al-Qaththan berkata, munasabah adalah menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam satu ayat, atau antara ayat dengan sekumpulan ayat, atau antara surat dengan surat. Sedangkan menurut Ibnu Al-„Arabi, munasabah adalah keterkaitan ayatayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan redaksi (Hermawan, 2011:122). 33 Ilmu Munasabah adalah menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu ayat dengan ayat yang lain, surat sebelum dan surat sesudah baik yang dibelakangnya maupun yang ada dimukanya (Syadali dan Rofi‟i,1997:168). Adapun Munasabah yang dijelaskan oleh penulis disini adalah hubungan surat Al-Hujurat dengan surat sebelumnya (surat Fath) dan hubungan Al-Hujurat dengan surat sesudahnya (surat Qaf), serta hubungan surat Al-Hujurat ayat 1014. 1. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat Al-Fath Surat Al-Hujurat merupakan surat ke 49 diturunkan di Madinah sesudah Nabi SAW berhijrah, diturunkan sesudah surat Al-Mujadalah. Nama Al-Hujurat sendiri di ambil dari ayat ke-4 yang artinya kamar-kamar. Ayat tersebut mencela para sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil dengan cara yang demikian menunjukan cara yang kurang hormat kepada beliau karena mengganggu ketentraman beliau (Depag, 2009:393) Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas, bahwa Al-Hujurat tersebut adalah surat ke-49 diturunkan di Madinah yang berjumlah 18 ayat. Al-Hujurat sendiri berisi tentang adab sopan santun ketika berbicara dengan Rasulullah SAW. Surat Al-Fath adalah surat ke 48, ditempatkan sesudah surat Al-Qital (Muhammad), surat Al-Qital sendiri dianggap sebagai mukaddimah 34 pembicaraan, sedangkan surat Al-Fath dinggap sebagai kesimpulannya. Sesudah itu diiringi dengan surat Al-Hujurat ini, mengingat apabila umat muslim telah berijtihad dan memperoleh kemenangan, serta masyarakat pun telah kembali tentram dan aman sentosa, maka perlulah ada etika pergaulan antara para sahabat dengan Nabi serta cara-cara bergaul diantara mereka (Ash-siddieqy, 2003:3907). Demikian penjelasan di atas bahwa pada surat Al-Fath dianggap sebagai kesimpulannya dari surat Qital (Muhammad), dan diiringi juga dengan surat Al-Hujurat karena dalam hal ini umat muslim telah memperoleh kemenangan. Adapun persesuaian antara surah Al-Hujurat dengan surah Al-Fath adalah sebagai berikut: a. Pada surat Al-Hujurat disebutkan memerangi kaum pemberontak. Sedang pada surat Al-Fath disebutkan memerangi orang-orang kafir. b. Surat Al-Hujurat diakhiri dengan pembicaraan tentang orang-orang yang beriman. Sedangkan pada surat Al-Fath juga dibuka tentang mereka. c. Masing-masing kedua surat ini memulai tentang penghormatan kepada Rasulullah saw, terutama pada awal masing-masing (Al-Maraghi, 1993: 199). 35 2. Hubungan surat Al-Hujurat dengan surat surat Qaf Surat Al-Hujurat adalah surat ke-49 yang berjumlah 18 ayat. Termasuk dalam surat Madaniyyah diturunkan sesudah surat al-Mujadalah. Nama Hujurat sendiri diambil dari ayat ke-4 yang berarti kamar-kamar. Ayat tersebut mencela sahabat yang memanggil Nabi Muhammad yang sedang berada di dalam kamar rumahnya bersama istrinya. Memanggil Nabi Muhammad dengan cara dan dalam keadaan demikian menunjukkan sifat yang kurang hormat kepada beliau dan menggangu ketentraman beliau (Depag, 2009:393). Demikian penjelasan dari surat Al-Hujurat di atas bahwa Al-Hujurat sendiri berisi untuk melengkapi dasar-dasar kesopanan. Selain itu juga menjelaskan bagaimana sikap para muslim ketika berbicara dengan Nabi SAW. Surat Al-Qaf tergolong dalam surat Makiyyah, kecuali ayat 27 yang tergolong Madaniyyah, surat ini berjumlah 45 ayat, dan diturunkan sesudah surat Al-Mursalat. Muslim dan lainnya meriwayatkan hadis dari Jabir bin Samurah, bahwa Nabi saw, membaca surat ini pada rakaat pertama dari salat fajar (salat subuh). Sementara itu ahmad, Muslim, Abu Daud dan Nasa‟I mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu Wakid Al-Laisin, bahwa Nabi saw, membaca pada hari raya yakni surat Qaf dan surat Iqtarabat. 36 Begitu pula Abu Daud, Al-Baihaqi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu Hisyam binti Harisah, ia mengatakan bahwa saya menerima surat Qaf wal Qur’anul Majid hanya dari mulut Rasulullah saw. beliau membaca surat ini pada setiap jum‟at di atas mimbar apabila beliau berkhutbah di hadapan orang banyak. Semua itu menunjukan bahwa Nabi saw, membuka surat ini pada pertemuan-pertemuan besar seperti dua hari raya dan jum‟at karena surat ini memuat keterangan tentang permulaan penciptaan dan juga tentang kebangkitan, dan penghimpunan, di samping tentang akhirat, hisab, surga, neraka dan hukuman, penggembiraan dan ancaman (Ash-siddieqy, 2000:248). Demikian penjelasan dari surat Al-Qaf di atas bahwa pada surat AlQaf tersebut dijelaskan bahwa Nabi saw membaca surat Al-Qaf pada pertemuan-pertemuan besar seperti halnya dengan hari raya. Adapun persesuaian antara surat Al-Hujurat dengan surat Qaf adalah sebagai berikut: a. Pada akhir surat Al-Hujurat disebutkan keimanan orang-orang Baduwi dan sebenarnya mereka belum beriman. Hal ini dapat membawa kepada bertambahnya iman mereka dan dapat pula menjadikan mereka orang yang mengingkari kenabian dan hari kebangkitan: sedang pada awal surat Qaf disebutkan beberapa orang kafir yang mengingkari kenabian dan hari kebangkitan. 37 b. Surat Al-Hujurat lebih banyak menguraikan soal-soal duniawi, sedangkan pada awal surat Qaf lebih banyak menguraikan tentang ukhrawi (Depag, 2009:427). 3. Hubungan surat Al-Hujurat ayat 10-14 a. Surat Al-Hujurat ayat 10 “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin semuanya bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara nasab, karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal dalam surga. Karena persaudaraan itu mendorong ke arah perdamaian, maka Allah menganjurkan agar terus diusahakan di antara saudara seagama seperti perdamaian di antara saudara seketurunan, supaya mereka tetap memelihara ketakwaan kepada Allah. Dari ayat tersebut dapat dipahami perlu adanya kekuatan sebagai penengah untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai (Depag RI, 2009:407). 38 b. Al-Hujurat ayat 11 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lakilaki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Ayat tersebut diatas menerangkan bahwa Allah SWT menyebutkan apa yang patut dilakukan seorang mukmin terhadap Allah Ta‟ala maupun terhadap Nabi SAW, dan terhadap orang yang tidak mematuhi Allah dan Nabi-Nya, yaitu orang fasik, maka Allah menerangkan pula apa yang patut dilakukan oleh seorang mukmin terhadap orang mukmin lainya. Allah menyebutkan bahwa tidak sepatutnya seorang mukmin mengolok-olok orang mukmin lainnya atau mengejeknya dengan celaan ataupun hinaan, dan tidak patut pula memberinya gelar yang menyakitkan hati. Alangkah buruknya perbuatan seperti itu. 39 Dan barang siapa tidak bertaubat dengan melakukan perbuatan seperti mengolok-olok, maupun mengejeknya dengan celaan atau pun hinaan, maka ia berbuat buruk terhadap dirinya sendiri dan melakukan dosa besar (AlMaraghi,1993:221). Pada ayat yang lalu, Allah menerangkan bagaimana mendamaikan dua kelompok di antara kaum Muslimin yang bertikai, dan orang islam itu adalah bersaudara. Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan bagaimana sebaiknya pergaulan orang-orang mukmin di antara mereka. Di antaranya, mereka dilarang memperolok saudara-saudara mereka sendiri dengan memanggil gelar yang buruk atau berbagai tindakan yang menjurus ke arah permusuhan. c. Al-Hujurat ayat 12 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. 40 Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT, memberi peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik, sehingga tidak menimbulkan salah fahamn, apalagi menyalahgunakan sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar r.a berkata: “jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu.”. Diriwayatkan dari Rasulullah saw sesungguhnya Allah mengharamkan diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang berburuk sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minumminaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadahp mereka itu tidak di larang. Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain. 41 Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang dinamakan gibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh, budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan dirinya. Hasan cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam. Ketiganyalah yang disebutkan dalam Al-Qur‟an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan. Gibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain. Adapun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat (Depag RI, 2009:416418). Pada ayat yang lalu, Allah melarang kaum Muslimin dan Muslimat mengolok-olok orang lain, mencela diri, dan memanggil orang lain dengan gelar yang buruk. Dalam ayat berikut ini, Allah melarang mereka dengan 42 berburuk sangka dan bergunjing agar persaudaraan dan tali persahabatan yang erat antara sesama muslim terhadap muslim yang lainnya. d. Al-Hujurat ayat 13 Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Setelah Allah SWT, melarang pada ayat-ayat sebelumnya yaitu mengolok-olok sesama manusia mengejek serta menghina dan panggilmemanggil dengan gelar yang buruk, di sini Allah menyebutkan ayat-ayat yang lebih menegaskan lagi larangan untuk memperkuat cegahan tersebut. Kemudian Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan seorang ibu. Maka kenapa saling mengolok-olok sesama saudara, padahal Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa yang berbeda, agar di antara mereka terjadi saling mengenal dan tolongmenolong (Al-Maraghi,1993:235-236). 43 Allah tidak menyukai orang-orang memperlihatkan kesombongan dengan keturunann, kepangkatan atau kekayaan karena yang paling mulia di antara manusia di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa (Depag RI, 2009:420). Pada ayat yang lalu, Allah menjelaskan tentang etika sesama Muslim. Pada ayat berikut ini, Allah menjelaskan etika antar bangsa. e. Al-Hujurat ayat 14 “Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat 14 Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui mengaku bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah. Sepantasnya mereka itu tidak mengatakan telah beriman, karena iman yang sungguh-sungguh itu adalah membenarkan dengan hati yang tulus dan percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan kepada 44 Rasulullah saw dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi Rasulullah saw. Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan sepantasnya mereka hanya mengucapkan „kami telah tunduk‟ masuk Islam, karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka. Az-Zajjaj berkata, “Islam itu adalah memperlihatkan kepatuhan dan menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan memperlihatkan patuh dan terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (kebenaran hati), maka barulah yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka telah benar-benar taat kepada Allah dan Rasulnya, ikhlas berbuat amal, dan meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amal mereka, bahkan akan memperbaiki balasan dengan berlipat ganda.” Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap orang yang bertaubat dan yang beramal penuh dengan keikhlasan (Depag RI, 2009:423). 45 Pada ayat yang lalu, Allah memerintahkan kepada manusia supaya bertakwa. Pada ayat berikut ini, Allah mencerca orang-orang Arab Badui yang imanya lemah. Mereka menonjol-nonjolkan keimanan, padahal mereka belum bisa dimasukan dalam kategori orang beriman yang sungguh-sungguh karena mereka itu hanya sekedar menghendaki pembagian dari rampasan perang dan mementingkan soal-soal kebendaan belaka. 46 BAB IV PEMBAHASAN A. Pandangan Mufassir Tentang Surat Al-Hujurat ayat 11-13. Setelah menyajikan teks ayat, terjemahnya dan beberapa pokok kandungan ayat 11 sampai dengan 13 dari surat Al-Hujurãt, selanjutnya penulis akan menyajikan beberapa pandangan mufassir tentang ayat ini. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah imandan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. 47 Dalam tafsir Ibnu Katsir (2000:430) dijelaskan bahwa Allah melarang mengejek dan menghina orang lain. Karena kesombongan itu hukumnya haram. Dan janganlah mengolok-olok orang lain baik laki-laki maupun perempuan karena boleh jadi yang di olok-olok itu kedudukannya lebih mulia di sisi Allah. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3921) dijelaskan bahwa ayat tersebut diatas melarang untuk mengejek dan menghina orang lain, baik dengan membeberkan keaiban (kecacatan) golongan itu, dengan cara menghina, baik itu dengan ucapan ataupun isyarat seperti menertawakan orang yang dihina apabila telah timbul dari kesalahan. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) Kata يضخرmemperolok-olok yaitu menyebutkan kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan baik dengan tingkah laku ucapan maupun dengan perbuatan. Kata قومbiasa digunakan untuk menunjukan sekelompok manusia. Dalam hal ini biasanya digunakan pertama kali untuk laki-laki saja, karena ayat di atas menyebut pula secara khusus wanita. Memang wanita bisa saja masuk dalam kata qaum bila yang ditunjukan untuk sekian banyak kata untuk laki-laki. Misalnya al-mu’minun dapat saja tercakup di dalam al-mu’minat. Dalam hal ini ayat di atas mempertegas untuk menyebutkan kata نضاءkarena ejekan dan merumpi lebih digunakan untuk perempuan. 48 Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:430) janganlah memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk yang tidak enak di dengar oleh orang lain. Karena seburuk-buruknya panggilan adalah sesudah iman. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shieddieqy 2003:3921) dijelaskan semua ulama berpendapat bahwa haram hukumnya sebagai sesama muslim memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukai, misalnya dengan menyebut sifat yang tidak disukainya, baik itu sifat diri sendiri, sifat orang tua, atau pun sifat keluarganya. Barang siapa tidak berhenti mengejek (merendahkan orang lain), mengaibkan orang lain dan memanggil orang lain dengan nama-nama yang tidak disukai, maka orang itulah yang menganiyaya diri sendiri. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) kata تلوزواterambil dari kata اللوز Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata tersebut. Ibnu Asyur memahami bahwa kata ini berarti ejekan yang bermaksud mengejek orang lain, dengan isyarat bibir tangan atau dengan kata-kata lain yang di pahami sebagai ejekan. Dalam ayat di atas melarang melakukan Lamz terhadap diri sendiri maksudnya adalah orang lain. Redaksi tersebut mengisyaratkan bagaimana seorang merasakan bahwa penderitaan dan hinaan yang menimpa orang lain dapat pula menimpa dirinya sendiri. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:606) Firmannya عضى انيكونواخيراهننboleh jadi orang yang diolok-olok itu lebih baik dari pada mereka yang mengolok-olok mengisyaratkan terhadap tolak ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum. Memang, banyak nilai yang dianggap baik oleh seorang terhadap diri mereka justru sangat keliru. 49 Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:607) Kata تناتزواterambil dari kata النثد yaitu gelar buruk. At-tanabuz adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini mengandung makna timbal balik. Berbeda dengan al-lamz pada penggalan ayat sebelumnya, bukan berarti At-tanabuz lebih baik dengan al-lamz, tetapi karena gelar buruk yang biasanya disampaikan secara terang-terangan kepada yang bersangkutan. Al-Hujurat ayat 12 Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. . Menurut Ibnu Katsir (Katsir, 2000:431) disebutkan bahwa Allah melarang hamba-Nya yang beriman untuk berprasangka buruk, yaitu melakukan tuduhan dan sangkaan terhadap keluarga, kerabat dan orang lain tidak ada tempatnya. Sebab sebagian prasangka itu adalah dosa besar. Maka jauhilah berprasangka itu sebagai 50 salah satu kewaspadaan. Allah juga melarang mencari-cari kesalahan orang lain, dan berbuat ghibah/ pergunjingan terhadap orang lain. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3923) dalam ayat berikut ini Allah menjelaskan hak-hak muslim yang wajib di penuhi diantaranya: a. Menjauhkan diri dari sikap suka menuduh orang lain yang berbuat buruk, dengan tidak adanya bukti yang nyata untuk membenarkan tuduhan tersebut. b. Haram berprasangka buruk kepada orang yang secara lahiriah tampak baik memegang amanat. Karena sebagian berburuk sangka itu adalah dosa c. Jangan mencari-cari keaiban (kecacatan) orang lain d. Janganlah mencela atau memperbincangkan di belakangnya. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:609) kata اجتنثواterambil dari kata جنة yang berarti samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan tangan. Dari sinilah kata tersebut diartikan dengan dijauhi, penambahan huruf ta pada kata tersebut berfungsi menjadi penekanan yang menjadikan kata ijtanibu berarti bersungguh-sungguh. Dalam hal ini adalah upaya bersungguh-sungguh untuk menghindari prasangka buruk. Kata كثيرا bukan berarti kebanyakan, sebagaimana dipahami dan diterjemahkan oleh penerjemah. Tiga dari sepuluh banyak enam dari sepuluh adalah kebanyakan. Pada umumnya kebanyakan dari hukum-hukum tersebut berdasarkan argumentasi yang bersifat dugaan. Dalam ayat tersebut menegaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa, yakni dugaan yang tidak berdasar. 51 Menurut Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah melarang manusia untuk berbuat ghibah/pergunjingan. Dalam hal ini ghibah haram hukumnya. Karena orang yang melakukan ghibah sama saja dengan memakan daging saudaranya sendiri yang sudah menjadi bangkai. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3923) disebutkan bahwa Allah melarang manusia untuk untuk tidak mencela atau memperbincangkan di belakangnya tentang sesuatu yang tidak disukainya. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:610) kata تجضضواterambil dari kata جش yang berarti upaya untuk mencari tahu dengan cara bersembunyi. Upaya tajassus dapat menimbulkan kerenggangan hubungan karena itu pada prinsipnya dilarang oleh Allah. Kata يغتةdi ambil dari kata غثهyang berasal dari ghaib yang berarti tidak hadir. Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan yang disebut itu tidak disandang oleh yang bersangkutan maka dinamai buhtan atau kebohongan besar. ى Dalam Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah swt Maha Penerima Taubat kepada siapa saja yang bertaubat dan Maha pengasih kepada siapa saja yang bersandar kepada-Nya. 52 Cara yang baik untuk orang yang menceritakan saudaranya untuk bertaubat adalah dengan ia menghentikan perbuatan tersebut dan tidak mengulanginya lagi. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3925) disebutkan sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan tetap memberikan rahmat kepada hamba-hambaNya. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:614) Kata التوابdiartikan sebagai penerima taubat. Akan tetapi, makna ini belum mencerminkan secara penuh kandungan kata tawwab. Imam al-Ghazali mengartikan sebagai Dia (Allah) yang kembali berkali-kali menuju cara yang memudahkan taubat untuk hamba-Nya, dengan jalan menampakan kebesaran-Nya, menggiring mereka peringatan-peringatan serta mengingatkan ancaman-ancaman-Nya. Al-Hujurat ayat 13 Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 53 Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) disebutkan bahwa Allah menciptakan umat manusia dari satu jiwa dan menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Yaitu Adam dan Hawa. Dan menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. “Yaitu, agar tercapailah ta’aruf „saling kenal‟ di antara mereka. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy, 2003:3925) Allah menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya saling mengenal bukan untuk bermusuhmusuhan. Allah juga menjadikan kamu terdiri dari beberapa bangsa dari warna kulit yang berbeda supaya saling tertarik dan saling mengenal. Dalam tafsir al-Misbah (Shihab, 2012:617) kata شعوبadalah bentuk jamak dari شعةsya‟b. kata ini ditunjukan untuk menunjukan sekumpulan dari dari qabilah yang artinya suku yang merujuk pada satu kakek. Kata تعارفواdi ambil dari kata عرفyang berarti mengenal. Dalam ayat ini mengandung makna timbal balik yang berarti saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 54 Dalam tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000:437) Allah menjelaskan bahwa orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertakwa diantara kamu, yaitu yang membedakan derajat kamu di sisi Allah hanyalah ketakwaan bukan keturunan ataupun kekayaan. Dalam tafsir An-Nuur (Ash-shiedieqy 2003:3926) orang yang paling mulia di sisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya baik di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup rasa takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang di ridhai-Nya, yang melengkapi kebajikan baik di dunia maupun di akhirat. Karena Allah mengetahui semua perbuatan yang telah di lakukan, dari itulah harus bertakwa dan jadikanlah takwa itu sebagai perbekalan untuk di akhirat kelak. Dalam tafsir al-Misbah sebagaimana dikutip oleh Shihab (2012:618) dijelaaskan bahwa kata اكرمterambil dari kata كرمyang berarti baik istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik dan istimewa adalah yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah dan sesama manusia. Sifat علنdan خثرkeduanya mengandung kemahatauan Allah swt. Sementara ulama membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa alim menggambarkan pengetahuan-Nya menyangkut segala sesuatu. Penekanannya adalah zat Allah yang bersifat maha mengetahui bukan pada sesuatu yang diketahui. Sedangkan khabir menggambarkan pengetahuan-Nya yang menjangkau sesuatu. 55 B. Nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam Secara garis besar akhlak dalam Al-Qur‟an adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memberikan bimbingan secara sadar baik jasmani maupun rohani sebagai penanaman akhlak pada diri manusia untuk mencapai lingkungan yang harmonis, bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dasar dari akhlak dalam Islam adalah Al-Qur‟an dan As-sunnah. Karena keduanya telah memuat aturan-aturan tentang kehidupan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Pribadi nabi Muhammad saw adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan suri tauladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad yang dalam kesehariannya berpedoman dalam Al-Qur‟an dan As-sunnah. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan dan tindakan yang ada dalam diri manusia itu apapun bentuknya pada hakikatnya bermaksud untuk mencapai kebahagiaan (Umairso dan Haris, 2010:110). Sedangkan untuk mencapai kebahagiaan itu menurut sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang sudah ada dalam Al-Qur‟an maupun AsSunnah (Umairso dan Haris, 2010:111). Akhlak dalam perspektif Islam dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Pertama, Akhlak Karimah, (akhlak terpuji) merupakan akhlak yang sangat mulia yang harus dimiliki oleh setiap orang. Dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1) Akhlak terhadap Allah adalah 56 pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. 2) Akhlak terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Karena sadar bahwa dirinya itu adalah ciptaan Allah maka harus dijaga dengan sebaik-baiknya. 3) Akhlak terhadap sesama manusia karena manusia adalah makhluk sosial, harus bekerjasama dan tolong-menolong dengan orang lain. Karena dalam Islam juga sangat menganjurkan berakhlak baik kepada saudara. Kedua, Akhlak Mazmumah (akhlaq tercela) merupakan akhlak yang tercela. Dalam ajaran Islam juga tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya: berbohong adalah memberikan atau menyampaikan informasi kepada orang lain yang tidak sesuai dengan sebenarnya, takabur (sombong) adalah merasa dirinya paling besar, paling tinggi, mulia, melebihi orang lain, dan merasa paling benar, Dengki adalah rasa atau sikap yang dimiliki oleh seseorang yang tidak senang atas kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain, Bakhil atau Kikir adalah sukar baginya membagikan harta yang dimilikinya untuk orang lain. Tujuan dari akhlak dalam prespektif pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku, bersifat bijaksana, sopan dalam berbicara dan berdab, ikhlas jujur serta suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan 57 untuk melahirkan manusia untuk memiliki keutamaan (Umairso dan Haris, 2010:114). Tujuan akhlak adalah untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna lebih dari makhluk yang lainnya. Artinya tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Jika seseorang tersebut dapat menjaga baik buruknya dengan berhubungan dengan Allah, maupun berhubungan dengan manusia, maka dengan demikian akan mendapat ridhaNya, orang yang memperoleh ridha dari Allah niscaya akan memperoleh jaminan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat (Umairso dan Haris, 2010:115). C. Analisis Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 Al Qur‟an merupakan pedoman kaum muslimin, yang mengilhami pandangan hidup dan gagasan mereka. Surat Al-Hujurãt merupakan salah surat dalam Al Qur‟an yang mengandung ajaran-ajaran yang suci, menyangkut beberapa aspek kehidupan termasuk pendidikan, utamanya pendidikan akhlaq. Surat yang berjumlah 18 ayat ini termasuk ke dalam golongan Madaniyah. Dalam pokok isi kandungan surat Al-Hujurat tersebut telah mencakup berbagai macam ajaran yang suci. Baik yang menyangkut keimanan, keyakinan, hukum dan aspek lainnya. Secara garis besar, surat Al-Hujurãt mengandung beberapa pokok pikiran yakni keimanan, hukum dan aspek lainnya. 58 Pertama, keimanan, keimanan merupakan persoalan yang sangat esensial dalam Islam. Keimanan menjadi pondasi seluruh amal perbuatan seorang muslim. Seluruh amal perbuatan seorang muslim baik yang berhubungan dengan ibadah maupun muamalah sangat dipengaruhi oleh keimanan dan keyakinannya, bahkan keimanan menjadi faktor diterima tidaknya amal perbuatan seorang muslim. Kedua, Hukum-hukum. Larangan mengambil keputusan yang menyimpang dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Keharusan meneliti suatu kabar yang disampaikan oleh orang fasik, kewajiban mengadakan islah (damai) antara orang muslim yang bersengketa karena orang Islam itu saudara. Kewajiban bertindak golongan kaum muslimin yang bertindak merugikan kepada kaum muslimin yang lainnya. Larangan berburuk sangka, bergunjing, memfitnah dan lain-lain. Ketiga, adab dan tatakrama. Adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah saw. Allah SWT telah menciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar satu sama lain saling mengenal, setiap manusia sama di sisi Allah, kelebihan hanya pada orang-orang yang bertakwa yang memiliki sifat yang benar-benar beriman (Depag RI: 2009:393). Surat Al-Hujurat merupakan surat yang memiliki makna yang luas dan mendalam, membahas tentang akhlaq sesama muslim khususnya. Ayat 11-13 dalam surat Al-Hujurat dapat dijadikan pedoman hidup setiap umat agar terciptanya lingkungan yang harmonis tentram dan damai. Oleh sebab itu, disinilah pentingnya bagaimana memahami agar hak setiap orang itu tidak terganggu sehingga akan tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis. 59 Ayat 11 di atas menjelaskan, bahwa sesama muslim itu saudara. Allah swt, melarang orang beriman supaya tidak saling mngolok-olok orang lain, baik laki-laki maupun perempuan karena boleh jadi orang yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-oloknya. Melalui Al-Qur‟an Allah melarang memberi gelar yang mengandung ejekan dengan maksud yang menyakitkan hati. Ayat 12 di atas menjelaskan, bahwa sesama muslim itu tidak boleh berburuk sangka/su‟udzan. Karena buruk sangka itu adalah haram hukumnya. Allah swt juga melarang umat Islam untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Allah swt juga melarang untuk ghibah/pergunjingan karena perbuatan itu merupakan dosa besar dan dapat merugikan orang lain. Pada ayat yang terkahir yaitu ayat 13, Allah swt menegaskan bahwa laki-laki dan peremupuan itu makhluk yang sama karena berasal dari seorang Ayah dan ibu. Allah swt juga menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Karena orang yang paling mulia di sisi Allah itu adalah orang yang bertakwa. Ayat di atas menegaskan kesatuan dari asal-usul manusia dengan menunjukan kesamaan derajat manusia. Seseorang tidak pantas merasa dirinya paling benar, paling tinggi di antara orang lain, baik itu antar suku ataupun antar bangsa. Melalui Al-Qur‟an, Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada sesama. 60 D. Nilai-nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat ayat 11-13. Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa pada penganut pada pengaplikasikan Islam secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci karena sumber yang utama dalam pendidikan Islam harus berdasar pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Surat Al-Hujurat ayat 11-13 memiliki makna yang sangat luas dan mendalam, membahas tentang akahlak sesame Muslim khususnya. Ayat tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman hidup agar terciptanya sebuah lingkungan hidup yang tentram dan damai . sebagai makhluk sosial tidak ingin hidupnya terganggu. Oleh sebab itu, di sinilah pentingnya bagaimana memahami agar hak setiap orang tidak terganggu sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang tentram dan damai serta harmonis. Surat Al-Hujurat ayat 11-13 merupakan diantara sekian banyak surat yang membicarakan tentang akhlak, adapun nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut: 1. Saling menghormati dan menghargai (Tasãmuh) Sebagai seorang muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh merendahkan satu sama lain, sebaliknya merasa lebih baik dari orang lain (sukhriyyah), sebagaimana dijelaskan dalam ayat 11 dari surat Al-Hujurãt. Karena boleh jadi orang yang direndahkan itu kedudukannya lebih baik dari pada mereka. Allah SWT, telah melarang sebagai sesama muslim baik lakilaki maupun perempuan untuk tidak mengolok-olok satu sama lain, baik itu 61 dengan cara menghina mencaci maki memberi gelar yang mengandung ejekan baik itu dengan isyarat bibir maupun dengan perbuatan/tingkah laku. Mencela orang lain itu haram hukumnya, siapa saja yang melakukannya maka akan mendapat dosa besar dan akan mendapat balasan yang sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Sikap saling mengolok-olok itu biasa terjadi karena merasa dirinya sendiri yang paling benar, dan menilai seseorang itu hanya dari luarnya saja. Padahal ada kemungkinan seseorang tersebut melakukan kebaikan, di dalam hatinya tersebut telah memiliki sifat tercela. Namun sebaliknya ada kemungkinan jika seseorang tersebut melakukan perbuatan yang buruk padahal Allah swt melihat dalam hatinya penyesalan yang begitu besar dan mendorong dirinya tersebut ingin segera bertaubat. Maka dari itu, amal yang terlihat dari luar hanyalah tanda-tanda saja yang merupakan sangkaan yang kuat, akan tetapi belum sampai kepada tingkat yang meyakinkan. Oleh sebab itu, sangatlah rasional, jika seorang muslim itu harus menjunjung tinggi kehormatan dan menolongnya dalam hal kebaikan apabila saudaranya ada yang membutuhkan bantuan. Seseorang yang mengolok-olok saudaranya tersebut berarti ia telah merendahkan dan tidak menjunjung tinggi kehormatan karena menjunjung tinggi kehormatan itu hukumnya wajib bagi setiap umat muslim. 62 2. Larangan untuk tidak mencela diri sendiri dan memanggil orang lain dengan gelar yang menyakitkan. Agama Islam telah melarang umatnya merendahkan orang lain, baik dengan cara menghina, mencaci maki maupun dengan mencibir orang lain dengan celaan ataupun hinaan yang menyakitkan hati. Agama Islam juga melarang manusia untuk memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk yang dapat menyakitkan hati. Perintah tersebut merupakan peringatan bagi setiap muslim untuk tidak mencela dirinya sendiri dengan sebab orang lain. Maka dari itu jika seorang muslim merasa sakit karena telah dihina orang lain, jangan pernah menyakiti hati orang lain dengan cara menghina dan merendahkannya karena sama halnya dengan menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu, tidak sepatutnya seorang muslim mencela orang lain dengan cara membuka kekurangan atau aib yang ada pada dirinya. di samping itu sebagai sesama muslim itu ibarat bangunan yang kokoh bagi satu sama lain karena harus saling menguatkan. 3. Menjauhkan diri dari prasangka buruk (su’udzan) Allah SWT melarang umatnya untuk berprasangka buruk (su’udzan) terhadap orang lain. Dalam hal ini, su’udzan adalah menuduh seseorang melakukan kejelekan dengan tidak adanya bukti yang nyata. Orang yang berburuk sangka terhadap orang lain adalah orang yang menganggap jelek padahal orang tersebut terkadang tidak melakukan perbuatan yang jelek. Dalam hal ini berburuk sangka termasuk dalam sifat tercela. Karena berburuk 63 sangka tersebut termasuk dosa besar dan haram bagi setiap muslim untuk melakukannya. Islam juga menuntut manusia untuk kebersihan hati dan menjaga lisan agar terhindar dari prasangka-prasangka buruk dan manusia mencerca orang lain dan mengumbar aib orang lain di depan umum. 4. Perintah untuk tidak menggunjing (ghîbah) Yang dinamakan ghibah/ bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak berada di tempat tersebut, baik dengan ucapan isyarat, karena yang demikian itu menyakiti orang yang di umpat (Depag RI, 2009:417). Dalam hal ini ghibah/bergunjing itu hukumnya haram. Karena seseorang melakukan ghibah maka sama saja orang itu memakan daging saudaranya sendiri. Orang yang melakukan ghibah akan mendapatkan balasan dari Allah swt ketika di akhirat kelak. 5. Perintah untuk Taubat Taubat adalah menyesali perbuatan dengan tidak melakukan kesalahan yang sama. Sebagai seorang muslim melakukan kesalahan maka harus meminta ampunan kepada Allah swt, dengan cara tidak mengulanginya lagi, selalu mendekatkan diri kepada Allah, serta menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Taubat bukan hanya sebagai penghapus dosa, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu, meskipun berdosa, manusia tetap 64 diperintahkan untuk bertaubat. Ini menunjukan bahwa taubat adalah wajib bagi setiap mukmin (Hanafi, 2012:251). 6. Perintah untuk saling mengenal (ta’ãruf) Dalam hal ini yang dimaksud dengan ta‟aruf adalah untuk saling mengenal di antara suku-suku dan bangsa yang lainnya. Allah menciptakan manusia berasal dari Adam dan Hawa dan menjadikan berbagai macam suku dan bangsa yang berbeda mulai dari warna kulit bukan untuk saling mencemooh akan tetapi untuk saling mengenal dan tolong menolong di antara sesama muslim. Saling mengenal dapat dimaknai saling mengenal kebaikan orang lain, kelompok lain, suku lain untuk diaplikasikan dalam kebaikan diri individu, kelompok, suku lain. Begitu juga sebaliknya, sehingga kebaikan tidak hanya dimiliki oleh individu terbatas, kelompok terbatas, melainkan menjadi milik semua orang. 7. Meningkatkan ketakwaan. Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup rasa takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang di ridhai-Nya, yang melengkapi kebajikan baik di dunia maupun di akhirat. Karena Allah mengetahui semua perbuatan yang telah di lakukan, dari itulah harus bertakwa dan jadikanlah takwa itu sebagai perbekalan untuk di akhirat kelak (Ash-shiedieqy 2003:3926). Takwa dalam hal ini meliputi dua aspek yaitu hablum min Allah, dan hablum min annas, dalam hal ini implementasi takwa sangatlah luas karena 65 menyangkut pribadi manusia terhadahp Allah dan manusia. Karena di sisi lain manusia juga harus patuh terhadap perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya manusia juga harus bersifat adil dan bijaksana terhadap saudaranya dengan hal ini orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. E. Urgensi Nilai Akhlak dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 Terhadap Pendidikan Islam Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai akhlak yang terdapat dalam surat al-hujurat ayat 11-13 meliputi nilai akhlak untuk menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin, husnudhdhan dan persamaan derajat. Agar nilai akhlak tersebut dapat diaplikasikannya dengan baik maka diperlukannya sebuah metode. Karena dalam pendidikan islam pada saat ini masih banyak problem yang terurai dari masa kemasa. Diantara problematika tersebut adalah penerapan metode tersebut dalam proses pembelajaran, oleh karena itu masalah tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja karena dalam proses pembelajaran metode tersebut sangatlah penting kedudukannya untuk mencapai tujuan, bahkan metode tersebut sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Oleh karena itu seorang pendidik harus bisa memilih metode yang tepat. Adapun metode yang dapat digunakan oleh seorang pendidik banyak sekali dan tentunya melihat situasi dan kondisi diantaranya adalah: 66 1. Metode keteladanan Metode keteladanan ini dapat digunakan oleh seorang pendidik untuk dijadikan sebagai cara yang lebih efektif dalam menanamkan akhlak untuk berfikir positif kepada orang lain. Terlebih lagi kepada orang baik. Sebab anak didik cenderung meneladani pendidiknya dan menjadikannya sebagai identifikasi dalam segala hal. Karena Keteladanan yang paling baik dan utama untuk umat Islam adalah dicontohkan, ditiru dan diteladani adalah pribadi Nabi Muhammad saw, karena terdapat dalam diri Nabi Muhammad saw sebagai mana Allah berfirman dalam surah al-Ahzab ayat 21: Artinya: Dalam diri Rasulullah saw kamu dapat menemukan teladan yang baik. Rasulullah saw, merupakan pribadi yang dapat dijadikan panutan untuk umat Islam. Karena dalam diri Rasul tersebut terdapat sifat yang mulia diantaranya. Pertama, Siddiq yaitu selalu berkata dan berbuat benar dalam segala perbuatan yang dilakukannya. Pribadi yang jauh dari dusta atau kebohongan, dan tidak pernah berbuat keburukan atau kezaliman yang tidak disukai oleh Allah swt. Kedua, Tabligh yaitu menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah swt baik berupa perintah ataupun larangan-Nya, baik melalui perkataan maupun perbuatannya. Ketiga, Maksum yakni pribadi yang jauh dan terhindar dari perbuatan dosa besar maupun dosa kecil. Keempat, Amanah yakni pribadi yang dapat dipercaya karena kejujuran 67 yang tidak ada duanya baik dalam perkataan maupun perbuatannya. Kelima, Fathonah yakni pribadi yang memliki kecerdasan yang tinggi sehingga selalu bijaksana dalam perkataan maupun perbuatann, terutama dalam hal mengambil keputusan dan memimpin umat Islam (Nawawi: 1993,213-215). Melalui metode keteladan yang ada dalam diri Rasul bahwa sebagai usmat muslim harus meniru dan mencontohkan apa yang ada di dalam diri Rasul SAW, dengan adanya metode keteladanan tersebut sebagai umat Islam tidak boleh saling mengolok-olok orang lain baik dengan cara menghina, mencaci maki, merendahkan orang lain, dengan isyarat bibir maupun dengan perbuatan. 2. Metode Nasihat Di dalam al-Qur‟an banyak nasihat mengenai para Rasul/Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw, yang bermaksud menimbulkan kesadaran bagi yang mendengar dan membacanya, agar meningkatkan iman dan berbuat amal kebaikan dalam menjalani hidup dan kehidupannya masing-masing (Nawawi, 1993:221). Dalam al-Qur‟an surat An-Nahl dijelaskan bahwa: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. 68 Metode nasihat juga dapat digunakan pendidik untuk memberikan penjelasan kepada anak didik tentang pentingnya menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya lingkungan yang harmonis. Pendidik juga dapat memperkuat penjelasan tersebut dengan memberikan penjelasan orangorang yang tidak mau menghormati kaum muslimin yang lainnya maka akan di jauhi oleh temannya, serta menimbulkan perpecahan dan pertengkaran serta jauh dari Allah SWT. Adapun metode yang lainnya yang digunakan oleh pendidik dalam menjelaskan kepada peserta didik adalah metode tarhib. Bagi orang-orang dengan mudah mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak bermanfaat. Tentunya metode ini akan dipilih manakala sudah mengalami jalan buntu untuk menyadarkan peserta didik. Larangan berburuk sangka, ghibah/pergunjingan terdapat perintah kasih sayang. Artinya jika kasih sayang sudah dalam keadaan kokoh maka tidak akan lagi terjadi dengan berburuk sangka maupun ghibah. Proses pendidikan kasih saying dalam yang diajarkan kepada anak didik supaya tidak berprasangka buruk, ghibah karena perbuatan tersebut merupakan sifat tercela. 3. Metode Pembiasaan Metode pembiasaan juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara membiasakan pada siswa untuk berfikir positif dalam kehidupan seharihari. 69 Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sangat banyak kebiasaan yang berlangsung dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Kebiasaan-kebiasaan baik itu telah dilakukan secara turun temurun dari generasi yang satu kegenarasi berikutnya (Nawawi: 1993,216). Melalui metode kebiasaan umat Islam dalam kehidupan sehariharinya harus terbiasa menjalani hidup yang baik dan berfikir positif dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan melakukan segala kebaikan serta menjauhi larangan-Nya. Dan yang tak kalah pentingnya bagi orang tua mapun pendidik dari mulai sejak dini harus menanamkan ketakwaan pada diri anak atau peserta didik mereka. Karena ketakwaan merupakan tolak ukur yang digunakan manusia selama ini seperti halnya materi dan kedudukan bukanlah tolak ukur yang sebenarnya. Dengan demikian kedudukan manusia itu sama kecuali ketakwannya. Semua manusia dalam hal ini itu sama tidak ada yang membedakannya mulai dari warna kulit karena orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Oleh sebab itu tidak sepantasnya diantara sesama muslim terjadi kesombongan disebabkan oleh pangkat maupun keturunannya. Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya memerintahkan kepada manusia untuk saling menghormati terhadap manusia diantara suku dan bangsa. 70 F. Aktualisasi Nilai Akhlak Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 Terhadap Pendidikan Islam. Proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik manakala antara pendidik dan peserta didik terjalin hubungan yang harmonis. Seorang pendidik hendaknya bisa mengatur proses pembelajaran dengan sebaik mungkin sehingga peserta didik akan merasa senang dengan pembelajaran yang ada dan pendidik harus memberikan semangat agar peserta didik tersebut tidak malas untuk belajar. Dan yang terpenting adalah pendidik dan peserta didik harus memiliki hubungan yang baik agar terciptanya hubungan yang harmonis. Pendidik hendaknya memberikan contoh yang baik kepada siswanya dalam dalam perkataan maupun perbuatannya dalam berinteraksi setiap hari. Seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW kepada sahabatnya hendaknya pendidik bisa mengambil contoh pada diri Rasul untuk mendidik kepasa para sahabatnya. Peran dan kedudukan pendidikan yang tepat dalam interaksi tersebut akan menjamin tujuan pendidikan yang diharapkan. Setelah dengan berbagai upaya tersebut untuk mendidik peserta didiknya, maka peserta didik dituntut untuk member penghormatan kepada pendidik. Penghormatan seperti ini bertujuan agar tercapainya keseimbangan dalam berinteraksi dengan baik, dengan adanya hal tersebut maka pemahaman peserta didik akan lebih mudah dan tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik. 71 Pada dasarnya kewajiban mengajar dan mendidik anak adalah menjadi tanggung jawab orang tua. Namun banyak orang tua yang tidak mengajarkan dan mendidik kepada anaknya dengan berbagai alas an. Yang pada akhirnya tugas tersebut diberikan kepada orang lain yang mampu mengajar dan mendidiknya. Nilai ilmu yang diberikan oleh guru tidak dapat diukur dengan uang maupun dengan yang lainnya. Sebab ilmu tersebut ketika dimanfaatkan akan mendatangkan kebahagiaan hidup, status sosial, dan kedudukan dalam masyarakat. Akhlak dalam pendidik itu dapat diwujudkan dalam berbagai hal bentuk yang baik dalm bentuk perbuatan maupun perkataan. Ada beberapa cara yang menjadikan tugas seorang murid untuk memuliakan guru diantaranya: seorang murid harus meminta Ridho kepada guru jangan sampai apa yang mereka lakukan akan menyakitkan gurunya. Selalu mengikuti apa yang diperintahkan guru selama tidak bertentangan dengan syariat Islam dan juga mau menghormati baik keluarga orang terdekat maupun gurunya sendiri. Beratnya tugas serta tanggung jawab seorang guru menjadikan murid harus hormat kepada gurunya. Mereka juga harus menjadi tauladan bagi anak didiknya, yang artinya bahwa seorang guru adalah sosok yang dipercaya dan diteladani. Murid diharuskan berakhaluk karimah terhadap gurunya dimaksudkan apabila murid sopan santun serta hormat kepada guru akan terjalin komunikasi yang baik dan harmonis dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya komunikasi yang baik diharapkan dapat mencapai tujuan 72 pendidikan yang lebih baik lagi dan maksimal. Di samping mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan bersopan santun terhadap guru, berarti murid juga telah berlatih sopan santun terhadap orang yang lebih tua, sehingga hal ini akan menjadi kebiasaan yang nantinya diharapkan dalam masyarakat mereka kembangkan, dan pada akhirnya tidak Cuma ilmu yang mereka dapat melainkan juga tata cara bersopan santun dalam berinteraksi di dalam masyarakat dari kebiasaan ini pada akhirnya mereka bermanfaat untuk dirinya sendiri, orang tua masyarakat, maupun bangsa dan negara. 73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan A. Dari pembahasan pada bab-bab selanjutnya dapat disimpulkan bahwa AlQur‟an mengandung nilai-nilai yang universal, Al-Qur‟an juga sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya Pada Ayat 11dijelaskan di larang saling mengolok merendahkan satu sama lain baik laki-laki maupun perempuan. Dalam ayat 12 dijelaskan tentang ghibah/pergunjingan, berburuk sangka, serta taubat Ayat 13 menjelaskan tentang ta‟aruf/saling mengenal. B. Aktualisasi nilai akhlak surat Al-Hujurat ayat 11-13 dalam pendidikan Islam bahwa proses belajar akan dapat berjalan dengan baik manakala antara pendidik dan peserta didik terjalin hubungan yang harmonis. Pendidik juga harus menjadi contoh yang baik untuk anak didiknya baik dengan sikap maupun tutur katanya. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, penulis menyampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut: Hendaknya pendidikan akhlak tersebut harus sudah ditanamkan sejak kecil karena dengan adanya 74 pendidikan akhlak umat Islam diharuskan dari kecil sudah diajarkan bagaimana tentang etika kesopanan terhadap orang lain, bagaimana cara yang baik agar terhindar dari perbuatan tercela. Melalui surat Al-Hujurat ayat 11-13, Allah menjelaskan manusia itu diciptakan untuk saling mengenal dan tolong menolong serta hidup berdampingan untuk mencapai keharmonisan. Karena untuk mewujudkan masyarakat yang baik tentram dan damai dalam mencapainya tujuan hidup. 75 DAFTAR PUSTAKA Adisusilo, Sutarjo. 2010. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah akhlak panduan perilaku muslim modern. Solo: Era Intermedia Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 26. Semarang: CV. Toha Putra Al-Qur‟an, Syamil. 2010. Al-Qur’anulkarim Terjemah Tafsir per kata. Bandung: Sygma Publishing Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rinerka Cipta Ash-Shabuny Moh, Ali. 1984. Pengantar Study Al-Qur’an. Bandung: PT Al-Ma‟arif Ar-Rifain, Muhammad Nasib. 2010. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4. Jakarta: Gema Insani Press Budiharjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Yogyakarta: Lokus Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan) Jilid IX. Jakarta: LP Al-Qur‟an Departemen Agama Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Reseach I. Yogyakarta: Gajah Mada Hafidz dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara tradisi dan Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press Hanafi, M Muchlis. 2012. Spriritualitas dan Akhlak (Tafsir Tematik). Jakarta: Aku Bisa Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. 2000. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur jilid (5). Semarang: Pustaka Rizki Putra Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Qur’an Ilmu untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset Imani Allamah Kamal Faqih. 2013. Tafsir Nurul-Qur’an. Jakarta: Nur Al-Huda Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Usana Offset Printing Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press Poerwadaminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Rahmaniyah, Istighfarotur. 2010. Pendidikn Etika Konsep Jiwa dan Etika Preshpektif Ibnu Miskawih dalam Kontribusi di bidang Pendidikan. Malang: UIN Maliki Press Syadali dan Rofi‟i, Ahmad. 1997. Ulumul Qur’an I untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia Shihab, M Quraish. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surahsurah Al-Qur’an) Volume 4. Jakarta: Lentera Hati. Shihab, M Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keseimbangan AlQur’an) Volume 12. Jakarta: Lentera Hati Umairso dan Makmur, Haris Fathoni. 2010. Pendidikan Islam Krisis Moralisme Masyarakat Modern. Jogjakarta: IRCiSod Diva Press Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Siti Khoerotunnisa Tempat Tanggal Lahir : Brebes 11 Juli 1994 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Warga Negara : Indonesia Alamat :Ds. Kretek Al-Barokah RT.04 RW. 04 Kec. Paguyangan Kab. Brebes 52276 Riwayat pendidikan : 1. MI Al-Barokah Kretek Paguyangan Kab. Brebes lulus 2006 2. MTs Al-Hikmah Benda, Sirampog Kab. Brebes lulus 2009 3. SMA Islam T.Huda Bumiayu, Kab. Brebes lulus 2012 Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya Salatiga, 22 Juni 2016 Penulis Siti Khoerotunnisa 111-12-028