dr. Saut L. Tobing, Sp.KK Judul Makalah

advertisement
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
Judul Makalah
: dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
: Pioderma Gangrenosum Tipe Ulseratif
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 23 Desember 2010
Abstrak
: Pioderma gangrenosum (PG) merupakan penyakit peradangan
kulit yang bersifat destruktif, ditandai dengan ulkus nekrotik yang meluas secara
progresif dan sangat nyeri berhubungan dengan penyakit sistemik terutama kolitis
ulseratif, dan bukan merupakan penyakit infeksi. Seorang perempuan usia 50 tahun
menderita tukak yang nyeri pada kedua tungkai bawah, meluas ke kedua tangan
dan lipat paha kanan. Sebelum timbul ulkus, pasien mengalami buang air besar
berdarah bercampur lendir. Pada pemeriksaan klinis didapatkan ulkus nekrotik
dengan ukuran bervariasi 3-15 cm, tepi meninggi, warna keunguan, mudah berdarah
dan basah. Dijumpai konjungtiva hiperemis dan erosi pada mukosa mulut.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, leukositosis, trombositosis,
hipoalbumin, dan C-reactive protein positif. Ditemukan bakteri, leukosit dan eritrosit
pada feces, namun tidak ditemukan kuman dan jamur pada lesi kulit. Pemeriksaan
histopatologis dapat mendukung diagnosis PG. Kolonoskopi menunjukkan
gambaran kolitis ulseratif. Diagnosis kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis, dan pemeriksaan histopatologis. Prinsip pengobatan adalah
menghindari trauma dan mengobati penyakit yang berkaitan. Lesi kulit diobati
dengan kompres rivanol, larutan oxoferin®, dan antibiotik topikal. Perbaikan klinis
yang memuaskan terlihat setelah 25 hari. Untuk kolitis ulseratif diberikan terapi
sistemik metil prednisolon, siprofloksasin, metronidazol, mesalazina dan diet rendah
lemak tinggi protein.
Yang membuat,
dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul Makalah
: Penanganan Karsinoma Sel Basal Dengan Bedah Mohs
Mikrografik Modifikasi
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 23 Desember 2010
Abstrak
: Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kanker kulit terbanyak
di RSUP H. Adam Malik Medan. Bedah mikrografik Mohs memberikan angka
kesembuhan yang tinggi dalam tatalaksana kanker kulit, namun memerlukan fasilitas
laboratorium yang khusus. Masalah ini dapat teratasi dengan melakukan bedah
Mohs mikrografik modifikasi. Perempuan 74 tahun, petani, mengeluh tukak pada
pelipis kiri dan pipi kanan. Awalnya terdapat bintil kecil yang terasa gatal di pipi
kanan sejak 5 tahun lalu. Setahun kemudian bintikl serupa juga timbul pada pelipis
kiri. Bintil tersebut makin lama makin lebar dan mudah berdarah. Diagnosis KSB
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan
histopatologi. Dilakukan bedah Mohs mikrografik modifikasi serta penutupan defek
dengan penjahitan sederhana di pipi kanan dan bilateral advancement flap di pelipis
kiri. Bedah Mohs mikrografik modifikasi dipilih untuk mendapatkan hasil terbaik,
karena dilakukan eksisi berulang sampai lesi terbebas dari tumor. Perlu penelitian
lebih lanjut untuk menilai efektivitas teknik ini. Bedah Mohs mikrografik modifikasi
merupakan pilihan tatalaksana KSB pada sarana yang terbatas. Hal ini disebabkan
pemotongan horizontal memungkinkan analisis histologis lebih teliti daripada eksisi
biasa, sehingga kemungkinan rekurensi dapat diminimalkan. Makalah ini akan
membahas kelebihan dan kekurangan teknik bedah Mohs mikrografik modifikasi
dibandingkan dengan bedah Mohs mikrografik.
Yang membuat,
dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul Makalah
: Isolasi & Identifikasi Staphylococcus Aureus Penyebab
Pioderma Primer Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rs Dr. Sardjito
Yogyakarta Serta Pola Kepekaannya Terhadap Berbagai
Antibiotik
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 01 Maret 2010
Abstrak
: Pioderma primer adalah infeksi kulit dan jaringan lunak,
disebabkan oleh bakteri piogenik, sebagian besar Staphylococcus aureus, yang
penanganannya membutuhkan antibiotik. Banyak terjadi kegagalan terapi akibat
resistensi terhadap antibiotik. Data pola kepekaan S. aureus terhadap berbagai
antibiotik sangat bermanfaat sebagai pedoman terapi pioderma primer yang
disebabkan oleh S.aureus. Untuk mengidentifikasi S. aureus sebagai penyebab
pioderma primer di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr.Sardjito Yogyakarta serta pola
kepekaanya terhadap berbagai antibiotik, dilakukan penelitian in vitro yang bersifat
deskriptif. Subyek adalah pasien pioderma primer yang berobat ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS Dr. Sardjito. Sampel berupa eksudat dari lesi kulit dikirim ke
laboratorium Mikrobiologi dengan media transpor Stuart, kemudian dibiak pada agar
darah selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Koloni S. aureus diidentifikasi dengan
manitol salt agar dan tes koagulase. Uji kepekaan antibiotik dilakukan dengan
cakram difusi metode Kirby-Bauer. Penentuan sensitivitas dilakukan sesuai standar
National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). Selama April–Juni
2009 didapatkan 28 pasien pioderma primer, terdiri atas 16 (57,1%) laki-laki, 12
(42,9%) perempuan. S. aureus ditemukan pada 17 (68%) isolat. Sensitivitas S.
aureus terhadap metsilin, sefadroksil, dan eritromisin sebesar 100%, gentamisin
94,1%, amoksisilin-asamklavulanat 82,4%, dan amoksisilin 41,2%. Pada 28 pasien
pioderma primer di RS Dr. Sardjito didapatkan isolat S. aureus sebagai penyebab
pioderma primer pada 17 (68%) pasien. Staphylococcus aureus masih sensitif
terhadap metisilin, sefadroksil, eritromisin, gentamisin, dan amoksilin-asam
klavulanat, sedangkan sensitivitasnya terhadap amoksilin rendah.
Yang membuat,
dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul Makalah
: Sindroma Lupus Eritematosus Neonatal
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 23 April 2010
Abstrak
: Dilaporkan sebuah kasus sindroma lupus eritematosus
neonatal pada bayi baru lahir. Berdasarkan gambaran klinis didapatkan lesi
makulopapular eritematosa dan sebagian atrofi pada wajah terutama pada daerah
periorbital dan malar (raccoon eyes appearance), kulit kepala berambut, leher, dada,
dan punggung yang timbul 8 jam setelah lahir. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
bradikardia dan hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan electrocardiogram (EKG)
menunjukkan terdapat complete heart block dan pada echocardiography ditemukan
patent ductus arteriosus. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan
trombositopenia, anemia hemolitik, dan anti-Ro/SS-A serta anti-La/SS-B positif.
Penatalaksanaan pada pasien bersifat suportif berupa pemberian tabir surya dan
krim hidrokortison 1%, sedangkan untuk kelainan sistemik tidak diberikan terapi
karena orangtua menolak perawatan di rumah sakit. Pada pengamatan lanjut
tampak eritema menghilang, namun atrofi kulit dan teleangiektasi menetap. Pasien
meninggal pada pengamatan hari ke-18 akibat kelainan jantung.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Download