PENGARUH PENAMBAHAN INOKULUM RHIZOBIUM TERHADAP

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Andriantono dan Novo (2004), tanaman kedelai diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub famili
: Papilionoideae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya mencapai 2 m, akarakar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m, pada kedalaman 10-15 cm,
jika ada bakteri Rhizobium japonicum akan terbentuk bintil-bintil akar
(Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Batangnya berupa semak, dengan ketinggian 0,2-0,6 m. Batang berbentuk
persegi, dengan rambut coklat yang menjauhi batang atau mengarah ke bawah
(Steenis dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji,
daun primer sederhana, daun bertiga dan profila. Daun primer sederhana
berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang
1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun
berikutnya yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga
(trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima.
Bentuk anak daun dapat dibagi dalam dua kelas, yaitu lebar dan sempit
(Hidajat, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Pembungaannya berbentuk tandan aksilar atau terminal, berisi 3-30
kuntum bunga, bunganya kecil berbentuk kupu-kupu, lembayung atau putih, daun
kelopak berbentuk tabung dengan dua cuping atas dan tiga cuping bawah yang
berlainan, tidak rontok, lunasnya lebih pendek daripada sayapnya, tidak menyatu
disepanjang kampuh (suturnya), benang sarinya 10 helai, 2 tukal, tangkai putiknya
melengkung, berisi kepala putik yang berbentuk bonggol. Pembungaan dimulai
25 hari sampai lebih dari 150 hari setelah tanam, bergantung kepada panjangnya
hari,
suhu
dan
kultivar.
Pembungaan
berlangsung
selama
1-15
hari
(Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Polongan per berkas atau tandan 1-4, mengarah ke bawah, 3-4,5 kali
0,8-1,2 cm, bertangkai pendek di atas sisa kelopak, pipih sekali dengan beberapa
sekat antara seperti selaput (Steenis dkk, 2003).
Berat masing-masing biji berbeda-beda, ada yang bisa mencapai 50-500 gr
per 1000 butir biji, warna bijipun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat
dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau
transparan (tembus cahaya) (Adrianto dan Novo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan optimum pada suhu 20-25°C. Suhu 12-20 °C adalah suhu
yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta
pembungaan dan pertumbuhan biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Pemilihan waktu
tanam kedelai harus tepat agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir
atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar
antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam menjelang akhir musim
penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Saat
panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil
( http//:www.warintek.ristek.go.id, 2007).
Penyerapan air oleh kedelai mencapai 7,6 mm/hari. Gangguan kekeringan
selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong, tetapi
pengurangan produksi lebih terasa pada tahap pengisian polong dari pada tahap
pembungaan. Kedelai dapat tahan terhadap genangan sebentar-sebentar tetapi
kerusakan biji di musim hujan merupakan masalah yang gawat. Kedelai dapat
dibudidayakan dari mulai daerah khatulistiwa sampai letak 55° U atau 55° S dan
pada ketinggian dari permukaan laut hampir 2000 m. Perbedaan genotip-genotip
Universitas Sumatera Utara
terhadap fotoperiode, suhu dan kepekaan relatif terhadap faktor-faktor di atas
menentukan laju dan lamanya perkembangan fenologi kedelai, baik yang
dibudidayakan
di
daerah
iklim
sedang
maupun
di
daerah
tropis
(Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni tidak akan berbunga
apabila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas
mempunyai panjang hari kritis. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritis,
maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua
varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umur berbunga
beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran
melebihi periode kritis, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan
vegetatifnya tanpa pembungaan. Varietas yang beradaptasi di daerah yang
panjang harinya lebih dari 12 jam, umumya akan lebih cepat berbunga bila
ditanam di daerah yang panjang harinya 12 jam. Sebaliknya kedelai dari daerah
tropik akan berbunga lebih lambat bila ditanam di daerah beriklim sedang yang
panjang harinya lebih dari 12 jam. Intensitas cahaya diatas 1.076 luks ( 100 foot
candles) selama 8 jam sudah dapat merangsang
pembungaan. Namun
pembungaan tidak terjadi apabila intensitas cahaya kurang dari 1.076 luks
(Baharsjah dkk, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok
bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.
Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Saat
panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim
Universitas Sumatera Utara
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil
(http://www.sasamba.or.id, 2008).
Tanah
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan
ketinggian 0,5-300 mdpl. Sedangkan varietas berbiji besar cocok ditanam di lahan
dengan ketinggian 300-500 mdpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada
ketinggian tidak lebih dari 500 mdpl. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat
tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya
sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil akar
dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrat atau proses
pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai,
sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu
dibuat teras-teras dan tanggul (http://www.warintek.ristek.go.id. 2007).
Kedelai peka terhadap pH tanah. Di lahan asam, pengapuran perlu
dilakukan untuk menaikkan pH sampai 6,0 atau 6,5 agar diperoleh hasil yang
optimum. Keracunan oleh Mn, Fe dan Al umumnya terjadi pada pH rendah dan
terjadi kekurangan Mn dan Fe pada pH tinggi. Kultivar-kultivar yang toleran
terhadap kekurangan Fe telah ada (Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa hasil kedelai lebih tinggi pada
dataran tinggi (1.100 mdpl) dibandingkan dengan dataran rendah (12 mdpl).
Peningkatan hasil pada dataran tinggi terutama disebabkan oleh peningkatan
ukuran biji dan jumlah polong per tanaman. Umur berbunga dan umur matang
lebih lambat pada dataran tinggi. Pengaruh tinggi tempat terutama berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan perbedaan laju proses metabolisme tanaman kedelai. Disamping itu laju
evaporasi juga rendah sehingga transpirasi tanaman tidak mengganggu proses
fotosintesis yang disebabkan berkurangnya kandungan air dalam daun dan
menutupnya stomata (Baharsjah dkk, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu
basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik
bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami
kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu
persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam
pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan
menyebabkan busuknya akar. Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai,
sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah
ditanami Vigna sinensis (kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah
berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur
tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Kedelai juga
membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik
yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber
makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk
pertumbuhan tanaman. (http://www.sasamba.or.id, 2008).
Varietas Unggul Adaptif Lahan Kering Masam Ultisol
Benih bermutu merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan usaha tani
kedelai. Berbeda dengan pertanaman padi sawah yang pada umumnya ditanam
dengan menggunakan bibit yang telah disemaikan terlebih dahulu, pada
Universitas Sumatera Utara
pertanaman kedelai biji ditanam langsung, sehingga apabila ada yang tidak
tumbuh berarti populasi tanaman persatuan luas akan berkurang. Disamping itu
kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga ruang kosong sebagai akibat
benih tidak tumbuh tidak dapat tertutupi oleh tanaman yang ada. Penyulaman
dapat memberikan tanaman yang baik, namun memerlukan tenaga dan kesabaran
yang cukup banyak (Widiati, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Penampilan suatu tanaman pada suatu lingkungan tumbuhnya merupakan
dampak kerjasama antara faktor genetik dan lingkungan. Penampilan suatu
genotip pada lingkungan yang sama dapat berbeda pula, sehingga sampai seberapa
jauh interaksi anatara genotip dengan lingkungan merupakan suatu hal yang
sangat penting diketahui dalam program pemuliaan ataupun dalam rangka
pengembangannya (Mangoendidjojo 2000).
Pada tahun 2001 Litbang Pertanian telah melepas 3 varietas unggul toleran
kemasaman tanah. Ketiga varietas tersebut adalah Tanggamus, Nanti dan Sibayak
dengan daya hasil berkisar antara 1,2-1,4 ton/ha dan umur 88-91 hari
(Litbang Pertanian, 2004 dalam Sofia, 2007).
Varietas unggul kedelai yang sesuai (adaptif) di lahan masam, terutama di
Sumatera yaitu varietas Tanggamus, Sibayak dan Nanti. Dari 22 lingkungan
pengujian, varietas Tanggamus memberikan rata-rata hasil 44% lebih tinggi
dibandingkan varietas Slamet. Rata-rata hasil varietas Sibayak 23% lebih tinggi
dan varietas Nanti 7% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Slamet.
Oleh karena adanya pengaruh interaksi varietas dengan lingkungan, maka setiap
varietas memiliki adaptasi yang lebih spesifik. Varietas Tanggamus nampaknya
beradaptasi cukup luas, yaitu sesuai di wilayah yang cukup luas (Lampung,
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), varietas Sibayak nampaknya lebih adaptif
di wilayah Sumatera Utara dan varietas Nanti lebih adaptif di wilayah Sumatera
Selatan. Evaluasi keragaan varietas kedelai di lahan kering KP Kayu Agung,
Sumatera Selatan pada musim tanam 2002/2003 menunjukkan daya hasil yang
tinggi dimana varietas Tanggamus mampu memberikan hasil tertinggi rata-rata
2,8 ton/hektar, diikuti oleh varietas Nanti 2,5 ton/hektar dan varietas Sibayak
2,4 ton/hektar (Marwoto dkk, 2004).
Inokulasi Kedelai dengan Inokulum Rhizobium (Legin)
pada Tanah Ultisol
Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi
sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan
dilakukan pengelolaan tanah sebaik-baiknya. Pengelolaan yang memperhatikan
kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan
pertanian
potensial
bilamana
iklimnya
mendukung
untuk
itu
(Fanning dan Fanning, 1989 dalam Munir, 1996).
Produksi kedelai pada tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning dengan
populasi tanaman 300.000 per hektar akan menghasilkan 1,8 ton per hektar dan
populasi
400.000
per
hektar
menghasilkan
2,4
ton
per
hektar
(Sumarno dan Hartono, 1983 dalam Rakhman dan Tambas, 1986).
Lahan kering di Sumatera pada umumnya mempunyai pH masam dan
tingkat kesuburan tanah rendah. Oleh karena itu perbaikan kondisi kesuburan
lahan merupakan upaya penting untuk meningkatkan produktivitasnya. Luas
Universitas Sumatera Utara
panen tanaman pangan di Sumatera sekitar 1,9 juta hektar pertahun, termasuk luas
panen tanaman kedelai sekitar 217.000 hektar (Marwoto dkk, 2004).
Famili Leguminosae (atau lebih tepatnya Fabaceae) adalah salah satu
famili yang paling besar dari tumbuhan berbunga dan terdiri dari sejumlah besar
spesies dalam memfiksasi N2. Bagaimanapun tidak semua legum dapat
menodulasi dan memfiksasi N2. Data pemeriksaan ini menunjukkan bahwa lebih
dari 39 % adalah jenis yang belum diuji untuk menodulasi dan data lebih lanjut
3 % adalah rancu. Banyak dari jenis ini meliputi pohon dan hutan semak belukar
dengan potensi besar untuk eksploitasi di dalam sistem pengelolaan kehutanan.
Suatu tinjauan ulang dari semua data yang tersedia mengenai fiksasi N2
menunjukkan bahwa biji legum memperoleh antara 50 % dan 98 % N dari fiksasi
N2 (setara dengan sekitar 80-200 kg N/ha dengan kondisi yang tidak terbatas).
Legum untuk makanan hewan dapat memperoleh antara 70 % dan 90 % N dari
fiksasi N2 (yang sejenisnya 60-380 kg N/ha) dan pohon legum dapat memperoleh
antara 14 % dan 100 % N yang menyediakan ( 70-270 kg N/ha) dari fiksasi N2.
Ini dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah fiksasi N2 bervariasi secara luas
antara tanaman legum dan antar genotip yang berbeda pada legum, tergantung
lingkungan dimana legum tumbuh (Mafongoya et al., 2004).
Secara
umum
inokulasi
dilakukan
dengan
memberikan
biakan
Rhizobium japonicum ke dalam tanah agar bakteri ini berasosiasi dengan tanaman
kedelai mengikat nitrogen bebas dari udara. Seringkali tanah-tanah bekas tanaman
kedelai baik yang diberi inokulasi dapat digunakan sebagai sumber inokulan. Hal
ini dilakukan karena adanya anggapan bahwa pada tanaman bekas kedelai akan
tumbuh bakteri Rhizobium japonicum (Jutono, 1981 dalam Suharjo, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam
harus dicampur dengan legin (suatu inokulum buatan dari bakteri atau kapang
yang ditempatkan di media biakan tanah, kompos untuk memulai aktifitas
biologinya Rhizobium japonicum). Pada tanah yang sudah sering ditanam kedelai
atau kacang-kacangan lain, berarti sudah mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini
akan hidup didalam bintil akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur nitrogen
dari udara. Cara pemberian legin yaitu sebanyak 5-19 gr legin dibasahi dengan air
sekitar 10 cc, legin dicampur dengan 1 kg benih dan dikocok hingga merata agar
seluruh kulit biji terbungkus dengan inokulum, kemudian setelah diinokulasi,
benih dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih dianginanginkan terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam
(http://www.warintek.ristek.go.id, 2007).
Rhizobium adalah merupakan penghuni tanah yang tidak membentuk
spora bersifat aerobik, heterotrop dan tumbuh baik pada temperatur 25ºC sampai
30ºC dengan pH 5,5-7. Disamping harus adanya kesesuaian antara bakteri dengan
tanaman, masih ada faktor lain yang perlu mendapat perhatian yaitu virulensi
bakteri serta keadaan tempat dimana leguminosa itu tumbuh ataupun diusahakan
(Jutono, 1981 dalam Rakhman dan Tambas, 1986).
Pupuk nitrogen yang ditambahkan kedalam tanah disamping sebagian dari
padanya dapat diserap akar tetapi akar tanaman harus pula berkompetisi dengan
jasad-jasad renik
yang
menggunakan ion-ion nitrogen sebagai sumber
makanannya untuk pertumbuhan tubuhnya. Namun nitrogen yang dipakai jasad
renik ini berasal dari pupuk nitrogen tadi akhirnya dibebaskan kembali kedalam
larutan tanah setelah jasad-jasad renik itu mati dan mengalami dekomposisi.
Universitas Sumatera Utara
Peristiwa pengikatan nitrogen ini oleh jasad renik untuk pertumbuhan dinamakan
immobilisasi nitrogen. Unsur hara nitrogen mempunyai beberapa sifat antara lain
mudah hilang karena tercuci atau hilang dalam bentuk gas melalui volatisasi dan
terjadinya proses denitrifikasi dimana nitrat berubah menjadi gas nitrogen yang
bebas ke udara, oleh sebab itu efektivitas pemupukan nitrogen terutama pada
daerah-daerah iklim tropis basah adalah rendah. Bakteri penambat nitrogen
rhizobia merupakan pupuk hayati pertama di dunia yang dikenal dan telah
dimanfaatkan lebih dari 100 tahun sejak pertama sekali digunakan untuk
menginokulasi benih kacang-kacangan dengan biakan rhizobia. Herma Riegel dan
Herman
Wilfarth,
dua
orang
peneliti
Jerman
yang
pertama
sekali
mendemonstrasikan adanya proses penambatan nitrogen secara simbiosis pada
tanaman kacang-kacangan yang termasuk Papilionaceae melalui publikasi mereka
pata tahun 1888 (Hasibuan, 2004).
Kehadiran nitrogen di dalam tanah pada masa pembentukan nodul akar
menyebabkan tidak melekuknya benang infeksi. Peristiwa ini terjadi bila di
daerah akar rambut tersebut terdapat pupuk nitrogen. Bila peristiwa ini benar
terjadi, maka pembentukan pupuk nitrogen harus diluar zona nodul akar. Nodul
akar yang efektif di dalam tanah pada umumnya terdapat disekitar 6 cm di bawah
permukaan tanah dan berakumulasi pada akar tunggang. Nodul akar di luar zona
nodul akar pada umumnya merupakan nodul akar yang tidak efektif dan terdapat
pada cabang akar (Edwards, 1997 dalam Setiaatmadja, 1985).
Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah akar
rambut terbentuk pada akar utama atau cabang akar. Bintil akar dibentuk oleh
Rhizobium japonicum. Akar mengeluarkan triptofan dan substansi lain yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan perkembangan pesat dari populasi bakteri dan mikroba tanah
lainnya di sekitar akar. Triptofan yang digunakan oleh bakteri diubah menjadi
IAA (indole Asetic Acid) yang menyebabkan akar rambut melengkung sebelum
bakteri menyerbu kedalamnya. Gejala melengkung ini terjadi apabila infeksi pada
akar berlangsung pada saat pertumbuhan akar rambut, namun tidak tampak
apabila infeksi terjadi pada akhir pertumbuhan akar rambut.
Bintil-bintil yang matang berisi massa berwarna merah muda yang
terdiri dari sel-sel bakteroid bercampur dengan sel-sel yang tidak terinfeksi.
Warna merah dikarenakan leghemoglobin (legume hemoglobin). Bintil-bintil
yang berwarna merah ini dianggap aktif dalan fiksasi nitrogen, sedangkan
bintil
yang
berwarna
merah
tidak
efektif
dalam
fiksasi
nitrogen
(Hidajat, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Pusat dari bintil yang masuk membentuk zona bakteroid yang dikelilingi
oleh beberapa lapis sel korteks. Volume relatif jaringan bakteriod (16% sampai
50% dari berat kering bintil) jauh lebih besar pada bintil yang efektif dibanding
pada bintil yang tidak efektif. Volume jaringan bakteroid dalam bintil yang
efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah nitrogen yang
difiksasi. Bintil yang tidak efektif yang dihasilkan oleh galur-galur yang tidak
efektif umumnya kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak
berkembang baik yang berhubungan dengan keabnormalan strukturnya. Dalam
seluruh asosiasi yang tidak efektif, telah ditunjukkan bahwa terjadi penimbunan
dalam sel-sel yang tidak terinfeksi dan terjadi penimbunan tepung dekstran dalam
sel-sel yang terinfeksi serta glikogen dalam bakteroid (Rao, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Berhasil atau tidaknya Legin atau penularan bakteri dapat diketahui
dengan cara mencabut beberapa tanaman kacang sebelum berbunga, kemudian
memperhatikan perakarannya apakah efektif atau tidak. Ciri-ciri bintil akar yang
efektif adalah bentuknya besar dan agak panjang, berwarna merah muda,
bergerombol di dekat akar utama, sanggup mengikat nitrogen bebas sebanyak
mungkin (Aak 1989).
Perkembangan bintil akar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
suhu tanah (suhu sekitar 25 °C- 30 °C optimum untuk pembentukan bintil akar
dan pada suhu lebih rendah atau jauh lebih panas pembentukan bintil akar akan
terhambat), cahaya dan naungan (cahaya yang cukup banyak dapat meningkatkan
jumlah bintil akar sedangkan naungan akan menurunkan berat bintil akar),
konsentrasi CO2 (konsentrasi karbondioksida yang tinggi dapat meningkatkan
jumlah bintil akar), ketersediaan nitrogen dalam tanah (konsentrasi nitrogen yang
tinggi dapat mengurangi jumlah
maupun berat bintil akar), keberadaaan
mikroorganisme lain di rhizosfer.
Gambar 1. Proses pembentukan nodul akar
Universitas Sumatera Utara
Secara umum tahapan pembentukan bintil akar pada tanaman legum
terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu:
A. Pengenalan pasangan yang sesuai antara tanaman dengan bakteri yang
diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar
tanaman. Invasi rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang
infeksi (infection thread). Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang
infeksi.
B. Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut
sebagai bakteroid, di dalam sel akar tanaman.
C. Pembelahan sel tanaman dan bakteri sehingga terbentuk bintil akar.
(Yuwono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download