TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Andriantono dan Novo (2004), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Sub famili : Papilionoideae Genus : Glycine Spesies : Glycine max Akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya mencapai 2 m, akarakar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m, pada kedalaman 10-15 cm, jika ada bakteri Rhizobium japonicum akan terbentuk bintil-bintil akar (Maesen dan Somaatmadja, 1993). Batangnya berupa semak, dengan ketinggian 0,2-0,6 m. Batang berbentuk persegi, dengan rambut coklat yang menjauhi batang atau mengarah ke bawah (Steenis dkk, 2003). Universitas Sumatera Utara Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga dan profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun dapat dibagi dalam dua kelas, yaitu lebar dan sempit (Hidajat, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985). Pembungaannya berbentuk tandan aksilar atau terminal, berisi 3-30 kuntum bunga, bunganya kecil berbentuk kupu-kupu, lembayung atau putih, daun kelopak berbentuk tabung dengan dua cuping atas dan tiga cuping bawah yang berlainan, tidak rontok, lunasnya lebih pendek daripada sayapnya, tidak menyatu disepanjang kampuh (suturnya), benang sarinya 10 helai, 2 tukal, tangkai putiknya melengkung, berisi kepala putik yang berbentuk bonggol. Pembungaan dimulai 25 hari sampai lebih dari 150 hari setelah tanam, bergantung kepada panjangnya hari, suhu dan kultivar. Pembungaan berlangsung selama 1-15 hari (Maesen dan Somaatmadja, 1993). Polongan per berkas atau tandan 1-4, mengarah ke bawah, 3-4,5 kali 0,8-1,2 cm, bertangkai pendek di atas sisa kelopak, pipih sekali dengan beberapa sekat antara seperti selaput (Steenis dkk, 2003). Berat masing-masing biji berbeda-beda, ada yang bisa mencapai 50-500 gr per 1000 butir biji, warna bijipun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya) (Adrianto dan Novo, 2004). Universitas Sumatera Utara Syarat Tumbuh Iklim Pertumbuhan optimum pada suhu 20-25°C. Suhu 12-20 °C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Pemilihan waktu tanam kedelai harus tepat agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil ( http//:www.warintek.ristek.go.id, 2007). Penyerapan air oleh kedelai mencapai 7,6 mm/hari. Gangguan kekeringan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong, tetapi pengurangan produksi lebih terasa pada tahap pengisian polong dari pada tahap pembungaan. Kedelai dapat tahan terhadap genangan sebentar-sebentar tetapi kerusakan biji di musim hujan merupakan masalah yang gawat. Kedelai dapat dibudidayakan dari mulai daerah khatulistiwa sampai letak 55° U atau 55° S dan pada ketinggian dari permukaan laut hampir 2000 m. Perbedaan genotip-genotip Universitas Sumatera Utara terhadap fotoperiode, suhu dan kepekaan relatif terhadap faktor-faktor di atas menentukan laju dan lamanya perkembangan fenologi kedelai, baik yang dibudidayakan di daerah iklim sedang maupun di daerah tropis (Maesen dan Somaatmadja, 1993). Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni tidak akan berbunga apabila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritis. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritis, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umur berbunga beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritis, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa pembungaan. Varietas yang beradaptasi di daerah yang panjang harinya lebih dari 12 jam, umumya akan lebih cepat berbunga bila ditanam di daerah yang panjang harinya 12 jam. Sebaliknya kedelai dari daerah tropik akan berbunga lebih lambat bila ditanam di daerah beriklim sedang yang panjang harinya lebih dari 12 jam. Intensitas cahaya diatas 1.076 luks ( 100 foot candles) selama 8 jam sudah dapat merangsang pembungaan. Namun pembungaan tidak terjadi apabila intensitas cahaya kurang dari 1.076 luks (Baharsjah dkk, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985). Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim Universitas Sumatera Utara hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (http://www.sasamba.or.id, 2008). Tanah Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-300 mdpl. Sedangkan varietas berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 mdpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 mdpl. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil akar dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrat atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul (http://www.warintek.ristek.go.id. 2007). Kedelai peka terhadap pH tanah. Di lahan asam, pengapuran perlu dilakukan untuk menaikkan pH sampai 6,0 atau 6,5 agar diperoleh hasil yang optimum. Keracunan oleh Mn, Fe dan Al umumnya terjadi pada pH rendah dan terjadi kekurangan Mn dan Fe pada pH tinggi. Kultivar-kultivar yang toleran terhadap kekurangan Fe telah ada (Maesen dan Somaatmadja, 1993). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa hasil kedelai lebih tinggi pada dataran tinggi (1.100 mdpl) dibandingkan dengan dataran rendah (12 mdpl). Peningkatan hasil pada dataran tinggi terutama disebabkan oleh peningkatan ukuran biji dan jumlah polong per tanaman. Umur berbunga dan umur matang lebih lambat pada dataran tinggi. Pengaruh tinggi tempat terutama berkaitan Universitas Sumatera Utara dengan perbedaan laju proses metabolisme tanaman kedelai. Disamping itu laju evaporasi juga rendah sehingga transpirasi tanaman tidak mengganggu proses fotosintesis yang disebabkan berkurangnya kandungan air dalam daun dan menutupnya stomata (Baharsjah dkk, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985). Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. (http://www.sasamba.or.id, 2008). Varietas Unggul Adaptif Lahan Kering Masam Ultisol Benih bermutu merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan usaha tani kedelai. Berbeda dengan pertanaman padi sawah yang pada umumnya ditanam dengan menggunakan bibit yang telah disemaikan terlebih dahulu, pada Universitas Sumatera Utara pertanaman kedelai biji ditanam langsung, sehingga apabila ada yang tidak tumbuh berarti populasi tanaman persatuan luas akan berkurang. Disamping itu kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga ruang kosong sebagai akibat benih tidak tumbuh tidak dapat tertutupi oleh tanaman yang ada. Penyulaman dapat memberikan tanaman yang baik, namun memerlukan tenaga dan kesabaran yang cukup banyak (Widiati, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985). Penampilan suatu tanaman pada suatu lingkungan tumbuhnya merupakan dampak kerjasama antara faktor genetik dan lingkungan. Penampilan suatu genotip pada lingkungan yang sama dapat berbeda pula, sehingga sampai seberapa jauh interaksi anatara genotip dengan lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting diketahui dalam program pemuliaan ataupun dalam rangka pengembangannya (Mangoendidjojo 2000). Pada tahun 2001 Litbang Pertanian telah melepas 3 varietas unggul toleran kemasaman tanah. Ketiga varietas tersebut adalah Tanggamus, Nanti dan Sibayak dengan daya hasil berkisar antara 1,2-1,4 ton/ha dan umur 88-91 hari (Litbang Pertanian, 2004 dalam Sofia, 2007). Varietas unggul kedelai yang sesuai (adaptif) di lahan masam, terutama di Sumatera yaitu varietas Tanggamus, Sibayak dan Nanti. Dari 22 lingkungan pengujian, varietas Tanggamus memberikan rata-rata hasil 44% lebih tinggi dibandingkan varietas Slamet. Rata-rata hasil varietas Sibayak 23% lebih tinggi dan varietas Nanti 7% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Slamet. Oleh karena adanya pengaruh interaksi varietas dengan lingkungan, maka setiap varietas memiliki adaptasi yang lebih spesifik. Varietas Tanggamus nampaknya beradaptasi cukup luas, yaitu sesuai di wilayah yang cukup luas (Lampung, Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), varietas Sibayak nampaknya lebih adaptif di wilayah Sumatera Utara dan varietas Nanti lebih adaptif di wilayah Sumatera Selatan. Evaluasi keragaan varietas kedelai di lahan kering KP Kayu Agung, Sumatera Selatan pada musim tanam 2002/2003 menunjukkan daya hasil yang tinggi dimana varietas Tanggamus mampu memberikan hasil tertinggi rata-rata 2,8 ton/hektar, diikuti oleh varietas Nanti 2,5 ton/hektar dan varietas Sibayak 2,4 ton/hektar (Marwoto dkk, 2004). Inokulasi Kedelai dengan Inokulum Rhizobium (Legin) pada Tanah Ultisol Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan tanah sebaik-baiknya. Pengelolaan yang memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan pertanian potensial bilamana iklimnya mendukung untuk itu (Fanning dan Fanning, 1989 dalam Munir, 1996). Produksi kedelai pada tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning dengan populasi tanaman 300.000 per hektar akan menghasilkan 1,8 ton per hektar dan populasi 400.000 per hektar menghasilkan 2,4 ton per hektar (Sumarno dan Hartono, 1983 dalam Rakhman dan Tambas, 1986). Lahan kering di Sumatera pada umumnya mempunyai pH masam dan tingkat kesuburan tanah rendah. Oleh karena itu perbaikan kondisi kesuburan lahan merupakan upaya penting untuk meningkatkan produktivitasnya. Luas Universitas Sumatera Utara panen tanaman pangan di Sumatera sekitar 1,9 juta hektar pertahun, termasuk luas panen tanaman kedelai sekitar 217.000 hektar (Marwoto dkk, 2004). Famili Leguminosae (atau lebih tepatnya Fabaceae) adalah salah satu famili yang paling besar dari tumbuhan berbunga dan terdiri dari sejumlah besar spesies dalam memfiksasi N2. Bagaimanapun tidak semua legum dapat menodulasi dan memfiksasi N2. Data pemeriksaan ini menunjukkan bahwa lebih dari 39 % adalah jenis yang belum diuji untuk menodulasi dan data lebih lanjut 3 % adalah rancu. Banyak dari jenis ini meliputi pohon dan hutan semak belukar dengan potensi besar untuk eksploitasi di dalam sistem pengelolaan kehutanan. Suatu tinjauan ulang dari semua data yang tersedia mengenai fiksasi N2 menunjukkan bahwa biji legum memperoleh antara 50 % dan 98 % N dari fiksasi N2 (setara dengan sekitar 80-200 kg N/ha dengan kondisi yang tidak terbatas). Legum untuk makanan hewan dapat memperoleh antara 70 % dan 90 % N dari fiksasi N2 (yang sejenisnya 60-380 kg N/ha) dan pohon legum dapat memperoleh antara 14 % dan 100 % N yang menyediakan ( 70-270 kg N/ha) dari fiksasi N2. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah fiksasi N2 bervariasi secara luas antara tanaman legum dan antar genotip yang berbeda pada legum, tergantung lingkungan dimana legum tumbuh (Mafongoya et al., 2004). Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium japonicum ke dalam tanah agar bakteri ini berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat nitrogen bebas dari udara. Seringkali tanah-tanah bekas tanaman kedelai baik yang diberi inokulasi dapat digunakan sebagai sumber inokulan. Hal ini dilakukan karena adanya anggapan bahwa pada tanaman bekas kedelai akan tumbuh bakteri Rhizobium japonicum (Jutono, 1981 dalam Suharjo, 2001). Universitas Sumatera Utara Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam harus dicampur dengan legin (suatu inokulum buatan dari bakteri atau kapang yang ditempatkan di media biakan tanah, kompos untuk memulai aktifitas biologinya Rhizobium japonicum). Pada tanah yang sudah sering ditanam kedelai atau kacang-kacangan lain, berarti sudah mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini akan hidup didalam bintil akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur nitrogen dari udara. Cara pemberian legin yaitu sebanyak 5-19 gr legin dibasahi dengan air sekitar 10 cc, legin dicampur dengan 1 kg benih dan dikocok hingga merata agar seluruh kulit biji terbungkus dengan inokulum, kemudian setelah diinokulasi, benih dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih dianginanginkan terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam (http://www.warintek.ristek.go.id, 2007). Rhizobium adalah merupakan penghuni tanah yang tidak membentuk spora bersifat aerobik, heterotrop dan tumbuh baik pada temperatur 25ºC sampai 30ºC dengan pH 5,5-7. Disamping harus adanya kesesuaian antara bakteri dengan tanaman, masih ada faktor lain yang perlu mendapat perhatian yaitu virulensi bakteri serta keadaan tempat dimana leguminosa itu tumbuh ataupun diusahakan (Jutono, 1981 dalam Rakhman dan Tambas, 1986). Pupuk nitrogen yang ditambahkan kedalam tanah disamping sebagian dari padanya dapat diserap akar tetapi akar tanaman harus pula berkompetisi dengan jasad-jasad renik yang menggunakan ion-ion nitrogen sebagai sumber makanannya untuk pertumbuhan tubuhnya. Namun nitrogen yang dipakai jasad renik ini berasal dari pupuk nitrogen tadi akhirnya dibebaskan kembali kedalam larutan tanah setelah jasad-jasad renik itu mati dan mengalami dekomposisi. Universitas Sumatera Utara Peristiwa pengikatan nitrogen ini oleh jasad renik untuk pertumbuhan dinamakan immobilisasi nitrogen. Unsur hara nitrogen mempunyai beberapa sifat antara lain mudah hilang karena tercuci atau hilang dalam bentuk gas melalui volatisasi dan terjadinya proses denitrifikasi dimana nitrat berubah menjadi gas nitrogen yang bebas ke udara, oleh sebab itu efektivitas pemupukan nitrogen terutama pada daerah-daerah iklim tropis basah adalah rendah. Bakteri penambat nitrogen rhizobia merupakan pupuk hayati pertama di dunia yang dikenal dan telah dimanfaatkan lebih dari 100 tahun sejak pertama sekali digunakan untuk menginokulasi benih kacang-kacangan dengan biakan rhizobia. Herma Riegel dan Herman Wilfarth, dua orang peneliti Jerman yang pertama sekali mendemonstrasikan adanya proses penambatan nitrogen secara simbiosis pada tanaman kacang-kacangan yang termasuk Papilionaceae melalui publikasi mereka pata tahun 1888 (Hasibuan, 2004). Kehadiran nitrogen di dalam tanah pada masa pembentukan nodul akar menyebabkan tidak melekuknya benang infeksi. Peristiwa ini terjadi bila di daerah akar rambut tersebut terdapat pupuk nitrogen. Bila peristiwa ini benar terjadi, maka pembentukan pupuk nitrogen harus diluar zona nodul akar. Nodul akar yang efektif di dalam tanah pada umumnya terdapat disekitar 6 cm di bawah permukaan tanah dan berakumulasi pada akar tunggang. Nodul akar di luar zona nodul akar pada umumnya merupakan nodul akar yang tidak efektif dan terdapat pada cabang akar (Edwards, 1997 dalam Setiaatmadja, 1985). Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah akar rambut terbentuk pada akar utama atau cabang akar. Bintil akar dibentuk oleh Rhizobium japonicum. Akar mengeluarkan triptofan dan substansi lain yang Universitas Sumatera Utara menyebabkan perkembangan pesat dari populasi bakteri dan mikroba tanah lainnya di sekitar akar. Triptofan yang digunakan oleh bakteri diubah menjadi IAA (indole Asetic Acid) yang menyebabkan akar rambut melengkung sebelum bakteri menyerbu kedalamnya. Gejala melengkung ini terjadi apabila infeksi pada akar berlangsung pada saat pertumbuhan akar rambut, namun tidak tampak apabila infeksi terjadi pada akhir pertumbuhan akar rambut. Bintil-bintil yang matang berisi massa berwarna merah muda yang terdiri dari sel-sel bakteroid bercampur dengan sel-sel yang tidak terinfeksi. Warna merah dikarenakan leghemoglobin (legume hemoglobin). Bintil-bintil yang berwarna merah ini dianggap aktif dalan fiksasi nitrogen, sedangkan bintil yang berwarna merah tidak efektif dalam fiksasi nitrogen (Hidajat, 1985 dalam Somaatmadja dkk, 1985). Pusat dari bintil yang masuk membentuk zona bakteroid yang dikelilingi oleh beberapa lapis sel korteks. Volume relatif jaringan bakteriod (16% sampai 50% dari berat kering bintil) jauh lebih besar pada bintil yang efektif dibanding pada bintil yang tidak efektif. Volume jaringan bakteroid dalam bintil yang efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Bintil yang tidak efektif yang dihasilkan oleh galur-galur yang tidak efektif umumnya kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak berkembang baik yang berhubungan dengan keabnormalan strukturnya. Dalam seluruh asosiasi yang tidak efektif, telah ditunjukkan bahwa terjadi penimbunan dalam sel-sel yang tidak terinfeksi dan terjadi penimbunan tepung dekstran dalam sel-sel yang terinfeksi serta glikogen dalam bakteroid (Rao, 1994). Universitas Sumatera Utara Berhasil atau tidaknya Legin atau penularan bakteri dapat diketahui dengan cara mencabut beberapa tanaman kacang sebelum berbunga, kemudian memperhatikan perakarannya apakah efektif atau tidak. Ciri-ciri bintil akar yang efektif adalah bentuknya besar dan agak panjang, berwarna merah muda, bergerombol di dekat akar utama, sanggup mengikat nitrogen bebas sebanyak mungkin (Aak 1989). Perkembangan bintil akar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu tanah (suhu sekitar 25 °C- 30 °C optimum untuk pembentukan bintil akar dan pada suhu lebih rendah atau jauh lebih panas pembentukan bintil akar akan terhambat), cahaya dan naungan (cahaya yang cukup banyak dapat meningkatkan jumlah bintil akar sedangkan naungan akan menurunkan berat bintil akar), konsentrasi CO2 (konsentrasi karbondioksida yang tinggi dapat meningkatkan jumlah bintil akar), ketersediaan nitrogen dalam tanah (konsentrasi nitrogen yang tinggi dapat mengurangi jumlah maupun berat bintil akar), keberadaaan mikroorganisme lain di rhizosfer. Gambar 1. Proses pembentukan nodul akar Universitas Sumatera Utara Secara umum tahapan pembentukan bintil akar pada tanaman legum terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu: A. Pengenalan pasangan yang sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman. Invasi rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang infeksi (infection thread). Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang infeksi. B. Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut sebagai bakteroid, di dalam sel akar tanaman. C. Pembelahan sel tanaman dan bakteri sehingga terbentuk bintil akar. (Yuwono, 2006). Universitas Sumatera Utara