BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan isu lingkungan yang hangat diperbincangkan saat ini. Secara umum pemanasan global didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan atmosfer dan permukaan bumi. Peningkatan suhu ini terjadi karena meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi. Banyaknya gas rumah kaca inilah yang mengakibatkan cahaya matahari terperangkap di atmosfer bumi sehingga menjadikan suhu di permukaan bumi terasa semakin panas. Pemanasan global harus kita waspadai karena mempunyai dampak yang sangat luas dan merugikan bagi kehidupan di muka bumi ini, terutama kehidupan manusia. Dampak yang terjadi antara lain suhu global cenderung meningkat, mencairnya es di kutub utara dan selatan, naiknya permukaan air laut, rusaknya habitat flora dan fauna, perubahan iklim, dan lain-lain. Dewasa ini, perubahan iklim merupakan salah satu isu lingkungan terbesar di seluruh belahan bumi. Perubahan iklim menurut Environmental Protection Agency (EPA) adalah perubahan iklim secara signifikan yang terjadi pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, perubahan iklim juga 1 bisa diartikan sebagai perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angin, dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa suhu bumi berubah satu derajat dalam tempo 100 tahun terakhir. Perubahan iklim ini sebagai salah satu dampak dari pemanasan global. Dalam laporan yang dikeluarkan tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2100 (IPCC, 2007). Perubahan iklim memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan makhluk hidup di berbagai sektor, terutama sektor pertanian. Dampak tersebut diantaranya cuaca menjadi sulit diprediksi dan lebih ekstrim, baik itu hujan ekstrim atau kekeringan ekstrim. Hujan ekstrim mengakibatkan banjir bandang di berbagai wilayah sehingga merendam tanaman pertanian yang berujung gagal panen, kekeringan di berbagai wilayah dapat mengancam tanaman pertanian menjadi rusak. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada meningkatnya hama dan penyakit tanaman. Akibat dari pemanasan global, saat ini iklim terus mengalami perubahan sehingga mempengaruhi pola curah hujan. Kondisi tersebut 2 sangat mempengaruhi perubahan musim tanam, karena dunia pertanian bisa dipisahkan dengan cuaca dan iklim. Sehingga secara garis besar perubahan iklim dapat mempengaruhi produktivitas suatu tanaman, tidak terkecuali tanaman tebu. Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan gula. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Menurut Hendroko dan Tjokrodirjo (1987), iklim dapat mempengaruhi produksi tebu. Iklim yang cocok untuk ditanami tebu adalah iklim panas dan sedang (daerah tropis dan subtropis). Salah satu unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan. 3 Tabel 1.1. Data Produksi Tebu1) di Indonesia (1995-2014) Tahun Produksi (ton) Tahun Produksi (ton) 1995 2104,70 2005 2241,74 1996 2160,10 2006 2307,00 1997 2187,24 2007 2623,80 1998 1928,74 2008 2668,43 1999 1801,40 2009 2333,89 2000 1780,13 2010 2375,10 2001 1824,58 2011 2244,15 2002 1901,33 2012 2592,60 2003 1991,61 2013 2553,50 2004 2051,64 2014* 2575,40 1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat. * Angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2014) Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa produksi tebu di Indonesia dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2014 mengalami penurunan namun juga diikuti dengan kenaikan. Penurunan dan kenaikan produksi tebu terjadi secara fluktuatif dengan angka yang tidak terlalu jauh. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, produksi tebu dan lahan tebu di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Cirebon terus menurun. Penurunan produksi tebu maupun lahan tanaman tebu itu terjadi secara fluktuatif. Artinya, tidak setiap tahun dalam kurun waktu tersebut mengalami penurunan (Handayani dan Putra, 2015). 4 Produktivitas tebu (kwintal/ha) 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Tahun Sumber : Pabrik Gula Jatitujuh Gambar 1.1. Produktivitas Tebu di Kecamatan Jatitujuh Tidak hanya di Kabupaten Cirebon, produksi tebu di Kabupaten Majalengka khususnya Kecamatan Jatitujuh juga sangat fluktuatif. Hal tersebut tentu tidak lepas dan sangat dipengaruhi oleh curah hujan di wilayah yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang hubungan variasi indeks iklim global dan curah hujan terhadap produktivitas tebu (Saccharum officinarum L.) di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 5 1. Analisis korelasi antara indeks iklim global SOI dan ASST dengan curah hujan di Kecamatan Jatitujuh. 2. Mengetahui pengaruh curah hujan terhadap produktivitas tebu di Kecamatan Jatitujuh 3. Mengetahui pengaruh indeks iklim global SOI, ASST dan curah hujan terhadap produktivitas tebu di Kecamatan Jatitujuh. 1.3. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu referensi dalam menghadapi perubahan iklim untuk proses budidaya tanaman tebu, sehingga dapat dilakukan rekayasa iklim mikro untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas yang dihasilkan. 1.4. Batasan Masalah Agar penelitian ini terarah dan fokus, diperlukan adanya batasanbatasan masalah untuk memperoleh data dan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun batasan masalah sebagai berikut : 1. Daerah kajian penelitian diasumsikan tebu lahan kering (tanpa irigasi). 2. Penentuan indeks klim global diwakili oleh data Anomaly Sea Surface Temperature (ASST) Nino 3.4 dan Southern Oscillation Index (SOI). 3. Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan dari Stasiun Jatitujuh selama 16 tahun dari tahun 1999 - 2014. 6 4. Data produktivitas tebu yang digunakan merupakan data produktivitas tebu di Pabrik Gula Jatitujuh selama 16 tahun dari tahun 1999 - 2014. 7