BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berita 2.1.1. Pengertian Berita

advertisement
88
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Berita
2.1.1. Pengertian Berita
Secara etimologis istilah ”berita” dalam bahasa Indonesia mendekati
istilah ”bericht (en)” dalam bahasa Belanda. Besar kemungkinan kedua istilah itu
berketurunan mengingat Indonesia lama dijajah Belanda. Dalam bahasa Belanda
istilah ”bericht (en)” dijelaskan sebagai ”mededeling” (pengumuman) yang
berakar kata dari ”made (delen)” dengan sinonim pada ”bekend maken”
(memberitahukan,
mengumumkan,
membuat
terkenal)
dan
”vertelen”
(menceritakan atau memberitahukan) (Vab Haeringen, 1977:87 dan 559;
Wojowasito, 1981:70, 394 dan 740). Sedangkan Departemen Pendidikan RI
(1989:108 dan 331) membakukan istilah ”berita” dengan pengertian yang hangat.
Juga ”berita” disamakan maknanya dengan ”khabar” dan ”informasi (resmi)”,
yang berarti penerangan, keterangan, atau pemberitahuan. Lebih tegas lagi Sykes
(1976:734) menjelaskan ”news” sebagai ”tidings” (khabar, berita), ”news or
interesting information”, dan fresh even reported”. Dalam hal ini Sykes melihat
adanya unsur-unsur laporan, peristiwa yang segar (mutakhir), dan informasi yang
menarik perhatian atau baru.
8
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ”berita
(news)” adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang
menarik perhatian banyak orang.1
Berita ialah laporan terkini tentang fakta atau pendapat yang penting atau
menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media massa atau ”News is a
newly report of fact or opinion which is important or interesting for the audience
aand published through mass media”.2
2.1.2. Jenis Berita
Program jenis berita televisi di Indonesia sangat banyak. Jika setiap hari
satu televisi menayangkan 3 kali program beritanya maka setidaknya ada 30
program berita televisi yang bisa kita saksikan setiap hari. Meskipun program
berita televisi sangat banyak namun pada dasarnya berita yang disajikan terbagi
dua jenis, berupa berita lugas (hard news) dan berita ringan (soft news).
1. Berita Lugas (Hard News)
Hard news (kerap disebut juga straight news) adalah berita pada informasi
fakta yang disusun berdasarkan urusan penting. Makin baru informasi
yang didapatkan, makin bernilai berita tersebut. Hard News ditulis hanya
berdasarkan fakta yang ada, tanpa opini. Biasanya ditempatkan pada
urutan pertama program berita.
1
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik,
Bandung: Penerbit Nuansa, 2004, Hal. 103
2
Jani Josef, To Be A Journalist: Menjadi Jurnalis TV, Radio dan surat Kabar yang Profesional,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal. 22
2. Berita Ringan (SoftNews)
Softnews atau berita ringan adalah berita yang ditulis secara kreatif,
subjektif dan menghibur.3
2.1.3. Nilai – nilai Berita
Nilai berita merupakan unsur dan kriteria yang dijadikan sebagai ukuran
terhadap fakta atau pendapat yang layak djadikan berita untuk disebarluaskan
kepada khalayak melalui media massa, baik media massa cetak maupun media
massa elektronik.4
Ada tiga nilai utama dalam menentukan apakah suatu fakta atau pendapat
pantas diangkat menjadi berita, yaitu:
1. Penting (Important)
Kata penting disini mengandung dua pengertian, yaitu fakta dan pendapat
yang penting atau orang penting atau orang ternama.
2. Menarik (Interesting)
Ketertarikan manusia terhadap sesuatu bukan saja karena peristiwa itu
baru terjadi (actual) dan penting (important) tetapi juga karena:
a. Sesuatu yang tidak biasanya (Unusual)
b. Berkaitan dengan Unsur Seks (Sex)
c. Pertentangan (Conflict)
d. Semua yang lucu (Humor)
3
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Jakarta:
Ramdina Prakarsa, 2007
4
Jani Josef, To Be A Journalist: Menjadi Jurnalis TV, Radio dan surat Kabar yang Profesional,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal. 26
e. Human Interest
f. Kedekatan (Proximity)
g. Ketegangan (Density)
h. Kemajuan (Development)
3. Aktual (Actual)
Salah satu unsur penting dalam kegiatan jurnalistik, khususnya dalam
proses produksi berita adalah “Aktualitas”. Sesuai perkembangan
teknologi informasi saat ini, aktualitas media massa ada beberapa
tingkatan, yaitu:
a. Paling Aktual (The Most Actual)
Yaitu informasi yang dipublikasikan atau disiarkan kepada khalayak
atau audiens pada saat bersamaan dengan terjadinya peristiwa atau
penyampaian pendapat.
b. Cukup Aktual (Actual)
Informasi yang aktual ialah informasi yang dipublikasikan atau
disiarkan kepada khalayak pada hari yang sama dengan terjadinya
peristiwa atau penyampaian pendapat.
c. Kurang Aktual (Not So Actual)
Untuk media massa televisi dan radio, informasi yang tergolong
kurang aktual adalah informasi yang disiarkan dari peristiwa yang
terjadi sehari sebelumnya; sementara untuk media cetak (surat kabar)
informasi yang terjadi sehari sebelumnya masih tergolong aktual,
tetapi akan disebut kurang aktual apabila terjadi dua hari atau lebih
sebelumnya.5
2.2.
Berita Kriminal
2.2.1. Pengertian Berita Kriminal
Berita kriminalitas atau berita kejahatan merupakan berita yang termasuk
dalam kategori berita hard news ( berita keras) karena beritanya menyangkut
tentang peristiwa dan permasalahan yang dianggap penting bagi manusia atau
masyarakat, berita kejahatan adalah berita yang menyangkut keselamatan dan rasa
aman yang dibutuhkan oleh semua orang. Dalam pendekatan psikologis
keselamatan menempati urutan pertama bagi kebutuhan dasar manusia ( Basic
Needs).6
Berita kriminal merupakan penginformasian mengenai segala tindakan
kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat.7 Berita kriminal adalah laporan
mengenai kejadian atau peristiwa yang menarik perhatian penonton, isinya berupa
perbuatan atau perilaku yang melanggar atau dilarang oleh negara. Yang termasuk
berita kriminal adalah berita tentang tindak pembunuhan, perampokan,
pemerkosaan, penodongan, perampasan, pencurian serta berita lainnya yang ada
sangkut pautnya dengan tindak kejahatan.
Kenapa program berita kriminal selalu digemari?, hal ini karena tidak
terlepas dari salah satu sifat dasar manusia itu sendiri yaitu kebutuhan
komunikasi. Harold Laswell, salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi
5
Ibid hal.27-32
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Profesional, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
7
Djafar Assegaf, Jurnalistik Massa Kini, Penerbit Ghalia Indonesia, hal.24
6
menyebutkan salah satu faktor mengapa manusia perlu berkomunikasi karena
adanya hasrat yang dimiliki manusia untuk mengendalikan lingkungannya.
Melalui komunikasi itulah, manusia dapat mengetahui hal-hal yang dapat
dimanfaatkan, dipelihara dan menghindari dari hal – hal yang mengancam
lingkungan sekitar.
Berita-berita kriminal yang ditayangkan televisi swasta merupakan salah
satu bagian dari fungsi media massa televisi sebagai alat komunikasi massa
(informasi). Penayangan berita-berita kriminal yang ditampilkan setiap televisi
swasta memiliki tipologi masing-masing. Ada televisi yang menampilkan
langsung si kroban dan si pelaku dan ada yang tidak. Bahkan ada stasiun televisi
yang menayangkan proses terjadinya kriminal secara terperinci dalam pola
investigasi. Hal itu dilakukan televisi untuk menarik perhatian pemirsa.
Berita kejahatan yang ditayangkan televisi merupakan berita top three
yang mempunyai nilai jual dan daya tarik tinggi, seperti berita politik, olahraga
dan seks. Maka dari itu, televisi berusaha mengambil peran sebagai kekuatan
kendali dan pengontrol dari masyarakat terhadap kasus penyimpangan (kriminal)
yang terjadi, sekaligus menguatkan dan mengingatkan kekuatan hukum dalam
tatanan kehidupan masyarakat.8
Dengan kata lain, Berita kejahatan selalu menarik perhatian orang
disebabkan orang ingin mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, lalu
menjadikannya pelajaran agar dirinya tidak menjadi korban kejahatan serupa. Jadi
banyaknya penonton berita – berita kejahatan atau kriminalitas tentu saja bukan
8
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa:Analisis Interaktif Budaya Massa, Jakarta:Rineka Cipta,
2008, Hal.50-51
berarti mereka menyukai kejahatan, tapi berita itu menarik karena menyangkut
persoalan hidup dan kehidupan. Atau sisi negatifnya, mungkin ada juga orang
yang menonton berita kejahatan untuk pelajaran agar dirinya bisa menjadi pelaku
kejahatan dengan tetap bisa selamat. Karena itu banyak pihak yang tidak
sependapat jika berita – berita kejahatan itu dipaparkan secara detail, bagaimana
peristiwa itu terjadi, bagaimana akibat yang menyertai peristiwa itu. Bahkan
penayangan berita kejahatan yang sangat terperinci justru diduga akan berakibat
negatif bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.9
Berita kriminal adalah berita yang menayangkan tindakan – tindakan
kriminalitas yang menyangkut masyarakat luas. Dalam melihat tayangan berita
kriminalitas, masyarakat harus mampu memfilter semua kejadian yang ada dalam
tayangan berita kriminalitas. Agar dirinya lebih waspada, dan selalu menjaga diri
dalam lingkungannya. Yang dikategorikan ke dalam jenis berita kriminal adalah:10
a. Berita Pencurian
Suatu berita yang dikategorikan berita pencurian jika isinya mengenai
perbuatan mengambil barang kepunyaan orang lain disertai maksud untuk
memiliki secara tidak sah.
b. Berita Narkoba dan Miras
Suatu berita dikategorikan berita mengenai narkoba dan miras, jika isinya
mengenai perbuatan penyalahgunaan barang – barang psikotropika dan
minuman keras baik sebagai pemakai maupun pengedar.
9
Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam teori dan Praktek, bina cipta hal 174
Gersson W. Bawengah, Hukum Pidana di dalam Teori dan Praktek, PT.Pradya Paramita, hal.
146 - 158
10
c. Berita Penipuan
Suatu berita dikategorikan berita penipuan jika isinya mengenai perbuatan
hendak menguntungkan diri sendiri dengan memakai nama palsu atau
keadaan palsu.
d. Berita Kejahatan Susila
Berita yang dikategorikan berita kejahatan susila jika isinya mengenai
mengenai perbuatan asusila terhadap hal – hal yang menyangkut exes
sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan, termasuk masalah
kesopanan dan pornografi.
e. Berita Tindak Kriminal terhadap Ketertiban Umum
Suatu berita dikategorikan berita tindak kriminal terhadap ketertiban
umum jika isi beritanya mengenai perbuatan yang dapat meresahkan dan
mengganggu masyarakat seperti perkelahian atau tawuran, perjudian dan
sebagainya.
f. Berita Pembunuhan dan Penganiayaan
Suatu berita dikategorisasikan berita pembunuhan dan penganiayaan jika
isinya mengenai tindak kriminal terhadap nyawa atau badan seseorang
baik disengaja maupun tidak disengaja.
g. Berita Perampokan
Suatu berita dikategorikan sebagai berita perampokan jika isi beritanya
mengenai perbuatan mengambil hak orang lain dan dapat meresahkan
masyakarakat seperti menggunakan kekerasan bahkan bisa membunuh.
Pada intinya berita kriminal merupakan berita yang meresahkan bagi
masyarakat. Maka dari itu, banyak pihak yang kesal dengan ulah para pelaku.
Pihak media memberitakan berita kejahatan dengan upaya masyarakat bisa
melihat kejadian – kejadian kriminal agar dirinya bisa waspada.
2.3.
Efek Media Massa
Efek media massa merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang. Perubahan tersebut bisa mencakup dari segi perubahan pengetahuan,
sikap dan perilaku dari diri seseorang itu sendiri. Efek terhadap media massa
khususnya televisi memiliki pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat. Maka
dari itu, televisi mampu menyedot perhatian masyarakat luas.
Membahas mengenai efek, media massa memiliki beberapa teori yang
berkaitan dengan efek media massa, diantaranya :
2.3.1. Teori Perubahan Sikap
2.3.1.1. Pengertian Teori Perubahan Sikap
Sebelum berlanjut ke topik selanjutnya yakni teori perubahan sikap,
penulis akan membahas terlebih dahulu mengenai dasar pengertian dari sikap.
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih
merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek
sikap. Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau
kelompok.11
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak
senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu.
”sesuatu” itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau
yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap
positif, sedangkan kalau perasaan tak senang, sikap negatif. Kalau tidak timbul
perasaan apa-apa, berarti sikapnya netral.
Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara, yaitu:
1.
Adopsi : kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulangulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam
diri individu dan memengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2.
Diferensiasi
:
dengan
berkembangnya
inteligensi,
bertambahnya
pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang
tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari
jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3.
Integrasi : Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai
dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu
sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
4.
Trauma : adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang
meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
11
Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan sejarah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2003,
Hal.361.
Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan
terbentuknya sikap.12
Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang
terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan
bagaimana sikap itu dapat memengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang.
Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan
mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia
dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan
keyakinannya.
2.3.1.2. Proses Selektif
Proses selektif dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Penerimaan Informasi Selektif
yaitu proses dimana orang hanya akan menerima informasi yang sesuai
dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya.
2. Ingatan Selektif
mengasumsikan bahwa orang tidak akan mudah lupa atau sangat
mengingat pesan-pesan yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan
yang sudah dimiliki sebelumnya.
3. Persepsi Selektif
Orang akan memberikan interpretasinya terhadap setiap pesan yang
diterimanya sesuai dengan sikap dan kepercayaan yang sudah dimiliki
sebelumnya.13
12
Ibid. Hal.203 – 204
Hovland dan peneliti lainnya juga berusaha mempelajari tiga faktor yang
berperan penting dalam proses persuasi yang dapat menimbulkan perubahan
pendapat pada diri audien, yaitu :
Siapa – yaitu sumber pesan
Apa – isi pesan
Kepada siapa – karakteristik atau sifat audien
Faktor “siapa” mencakup dua sifat penting pada diri sumber pesan, yaitu
keahlian dan kepercayaan. Faktor “Apa” mengacu pada argumentasi yang
dikemukakan dan kekhawatiran yang timbul dari pesan dan “kepada siapa”
mencakup hal-hal, seperti kepribadian audien dan mudah atau tidaknya audien
untuk dipengaruhi.
Hovland dan peneliti lainnya di Universitas Yale menemukan dua jenis
kredibilitas sumber pesan, yang terdiri atas keahlian (expertness) dan sifat
(character). Sumber pesan yang ahli atau memiliki keahlian adalah mereka yang
tampaknya mengetahui apa yang mereka katakan, sedangkan sifat sumber pesan
ditentukan berdasarkan penilaian terhadap kejujuran dan ketulusan kepada sumber
pesan.
2.3.1.3. Teori Reinforcement
Teori yang muncul pada periode efek terbatas adalah teori reinforcement
(reinforcement theory) atau teori penguatan dari Joseph Klapper.14 Proses selektif
dan efek terbatas media massa menjadi inti buku dari The Effect Mass
13
14
Morissan, Teori Komunikasi Massa, Bogor: PT. Ghalia Indonesia,2010, hal.70-71
Ibid, hal.73-74
Communication karya Josep Klapper, yang dianggap paling berpengaruh pada
masanya yang membahas efek komunikasi massa.
Menurut Klapper (1960), Komunikasi massa bukanlah penyebab yang
cukup kuat untuk menimbulkan efek bagi audien, pengaruh komunikasi massa
terjadi melalui berbagai faktor dan pengaruh perantara. Berbagai faktor perantara
menjadikan komunikasi massa sebagai salah satu agen yang memberikan
kontribusinya bagi timbulnya efek pada diri audien, namun bukan satu-satunya
penyebab utama.
Efek terhadap audien, dipengaruhi oleh berbagai kelompok dan hubungan
individu itu sendiri dan perilaku selektif itu sendiri. Audien memang selektif
terhadap informasi-informasi yang diterima secara konsisten dengan sikap yang
terjadi dalam diri mereka itu sendiri.
2.3.2. Teori Penggunaan dan Kepuasan
2.3.2.1. Pengertian Teori Penggunaan dan Kepuasan
Herber Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan
teori ini. Teori uses and gratifications (kegunaan dan kepuasaan) ini dikenalkan
pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass Communications:Current
Perspectives on Gratification Research. Teori uses and gratifications milik
Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif
untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna
media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media
berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi
kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratifications mengasumsikan bahwa
pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.15
15
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2007, hal.191-192
Teori Penggunaan dan Kepuasan atau uses and gratifications theory
disebut-sebut sebagai salah satu teori paling popular dalam studi komunikasi
massa. Teori ini mengajukan gagasan bahwa perbedaan individu menyebabkan
audien mencari, menggunakan dan memberikan tanggapan tanggapan terhadap isi
media secara berbeda-beda, yang disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan
psikologis yang berbeda di antara individu audien.
Teori Penggunaan dan Kepuasan memfokuskan perhatian pada audien
sebagai konsumen media massa dan bukan pada pesan yang disampaikan. Teori
ini menilai bahwa audien dalam menggunakan media berorientasi pada tujuan,
bersifat aktif sekaligus diskriminatif.
Teori penggunaan dan kepuasan menjelaskan mengenai kapan dan
bagaimana audien sebagai konsumen media menjadi lebih aktif atau kurang aktif
dalam menggunakan media dan akibat atau konsekuensi dari penggunaan media
itu. Dalam hal ini, terdapat sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti gagasan teori
penggunaan dan kepuasan sebagaimana dikemukakan Katz, Blumer dan
Gurevitch (1974), yang mengembangkan teori ini. Mereka menyatakan lima
asumsi dasar teori penggunaan dan kepuasan, yang akan dirinci sebagai berikut :
1. Audien aktif dan berorientasi pada tujuan ketika menggunakan media
Audien memiliki sejumlah alasan dan berusaha mencapai tujuan tertentu
ketika menggunakan media. McQuail dan rekan (1972) mengemukakan
empat alasan mengapa audien menggunakan media :
a. Pengalihan (diversion) : yaitu melarikan diri dari rutinitas atau masalah
sehari-hari. Mereka yang sudah lelah bekerja seharian membutuhkan
media sebagai pengalih perhatian dari rutinitas.
b. Hubungan Personal : hal ini terjadi ketika orang menggunakan media
sebagai pengganti teman.
c. Identitas Personal : sebagai cara untuk memperkuat nilai-nilai
individu.
d. Pengawasan (surveillance) : yaitu informasi mengenai bagaimana
media membantu individu mencapai sesuatu.
2. Inisiatif untuk mendapatkan kepuasaan media komunikasi ditentukan
audien
Asumsi kedua ini berhubungan dengan kebutuhan terhadap kepuasaan
yang dihubungkan dengan pilihan media tertentu yang ditentukan oleh
audien sendiri.
3. Media bersaing dengan sumber kepuasan lain
Media bersaing dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dalam hal
pilihan, perhatian dan penggunaan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan seseorang.
4. Audien sadar sepenuhnya terhadap ketertarikan, motif dan penggunaan
media.
5. Penilaian isi media ditentukan oleh audien.16
16
Morissan, Teori Komunikasi Massa, Bogor: PT. Ghalia Indonesia,2010, hal.77-80
2.3.2.2. Model Teori
Para ahli komunikasi telah mengembangkan empat model teori,
diantaranya :
1. Model Transaksional
Menurut model transaksional, terdapat dua faktor yang dapat
menghasilkan efek pada diri audien ketika mereka menggunakan atau
mengonsumsi media, yaitu karakteristik pesan dan orientasi psikologis
individu.
2. Model Pencarian Kepuasan dan Aktivitas Audien
Jenis kepuasan tertentu yang dicari serta sikap audien menentukan
perhatian terhadap isi pesan media. Efek yang timbul pada pikiran,
emosi dan perilaku audien bergantung pada keteerlibatan ereka
terhadap pesan dan kehendak mereka untuk bertindak (behavioral
intention).
3. Model Nilai Harapan
Philip Palmgreen (1984) mengajukan gagasan bahwa perhatian audien
terhadap isi media ditentukan oleh sikap yang dimilikinya.
4. Model Penggunaan dan Ketergantungan
Rokeach dan DeFleur mengemukakan dua faktor yang menentukan
ketergantungan seseorang terhadap media.
•
Pertama, seseorang akan lebih bergantung pada media yang dapat
memenuhi sejumlah kebutuhannya sekaligus dibandingkan dengan
media yang hanya mampu memenuhi beberapa kebutuhan saja.
•
Kedua, perubahan sosial dan konflik yang terjadi di masyarakat
dapat menyebabkan yang bergejolak (perang, bencana, kerusuhan,
dan lain-lain) dapat menimbulkan perubahan pada konsumsi
media17.
2.3.3. Teori Kognitif Sosial
2.3.3.1. Pengertian Teori Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial memiliki argumentasi bahwa manusia meniru
perilaku yang dilihatnya, dan proses peniruan ini terjadi melalui dua cara, yaitu
imitasi dan identifikasi. Imitasi adalah replikasi atau penruan secara langsung dari
perilaku yang diamati, sedangkan identifikasi merupakan perilaku meniru yang
bersifat khusus yang mana pengamat tidak meniru secara persis sama apa yang
dilihatnya, namun membuatnya menjadi lebih umum dengan memiliki tanggapan
yang berhubungan
Teori kognitif sosial menjelaskan pemikiran dan tindakan manusia sebagai
proses dari apa yang dinamakan dengan tiga penyebab timbal balik (triadic
reciprocal causation), yang berarti bahwa pemikiran dan perilaku ditentukan oleh
tiga faktor berbeda yang saling berinteraksi dan saling memengaruhi satu sama
lainnya dengan berbagai variasi kekuatannya, baik pada waktu bersamaan maupun
waktu yang berbeda. Ketiga penyebab timbal balik itu adalah:
1. Perilaku
2. Karakteristik personal seperti kualitas kognitif dan biologis. Misal, tingkat
kecerdasan atau IQ, jenis kelamin, tinggi badan atau ras.
17
Morissan, Ibid, hal.84-87
3. Faktor lingkungan atau peristiwa.
Teori kognitif sosial memberikan penekanan pada pentingnya karakteristik
atau sifat manusia yang unik, yang terdiri atas empat sifat, yaitu :
1. Simbolisasi (symbolizing)
Komunikasi antarmanusia didasarkan atas suatu sistem dari makna
bersama yang dikenal sebagai bahasa yang tersusun dari berbagai macam
simbol. Berbagai simbol itu terjadi pada lebih dari satu level konseptual.
huruf (level pertama) adalah simbol yang digunakan untuk membangun
kata (level kedua) dan beberapa kata berfungsi sebagai symbol untuk
menunjukkan objek, pemikiran atau gagasan tertentu (level ketiga).
2. Pengaturan diri (self-regulator)
Kemampuan mengatur diri sendiri (self-regulatory capacity) mencakup
konsep-konsep seperti motivasi dan evaluasi. Manusia memiliki
kemampuan untuk memotivasi diri mereka untuk mencapai tujuan tertentu.
Mereka memiliki kemampuan untuk mengevaluasi perilaku mereka sendiri
sehingga perilaku bersifat mengarahkan diri (self-directed) dan mengatur
diri (self-regulated).
3. Koreksi diri (self-reflective)
Kemampuan untuk bercermin atau mrlakukan refleksi terhadap diri sendiri
(self-reflective capacity) melibatkan proses verifikasi pikiran, yaitu
kemampuan orang untuk melakukan koreksi terhadap diri guna
memastikan pemikirannya benar. Menurut Bandura, ada empat cara yang
berbeda dalam melakukan koreksi diri sendiri, diantaranya :
a. Penyesuaian, yaitu seseorang menilai kesesuaian antara pemikiran dan
hasil tindakannya.
b. Pengamatan, yaitu pengalaman tidak langsung (vicarious) berdasarkan
observasi terhadap pengalaman orang lain dan hasil yang diperoleh
berfungsi menegaskan atau menolak kebenaran pikiran seseorang.
c. Persuasif, yaitu cara dalam mengajak, membujuk dan menyakinkan
seseorang.
d. Logika, yaitu cara yang dilakukan melalui verifikasi dengan
menggunakan aturan inferensi (inference), yakni alasan yang
digunakan dalam menarik kesimpulan atau membuat keputusan logis
berdasarkan bukti-bukti yang diketahui atau kesimpulan sebelumnya
dan bukan berdasarkan pengamatan langsung.
4. Kemampuan belajar (vicarious capacities)
Yaitu kemampuan untuk belajar dari sumber lain tanpa harus memiliki
pengalaman secara langsung. Kemampuan ini biasanya mengacu pada
penggunaan media massa, baik secara positif maupun negatif.18
2.3.4. Teori Kultivasi
2.3.4.1. Pengertian Teori Kultivasi
Teori Kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Professor
George Gerbner ketika ia menjadi Dekan Annenberg School of Communication di
Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang
18
Morissan, Op.Cit, hal.98-99
memperkenalkan teori ini adalah Living with Television: The Violenceprofile,
Journal of Communication. Awalnya ia melakukan penelitian tentang “Indikator
Budaya” di pertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton
televisi. Ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan,
dipersepsikan oleh penonton televisi. Penelitian kultivasi yang dilakukannya itu
lebih menekankan pada “dampak”.19
Gerbner menyebut efek televisi ini sebagai kultivasi atau cultivation
(berasal dari kata kerja to cultivate yang berarti ‘menanam’), istilah yang pertama
kali dikemukakannya pada tahun 1969. Televisi dengan segala pesan dan gambar
yang disajikannya merupakan proses atau upaya untuk ‘menanamkan’ cara
pandang yang sama terhadap realitas dunia kepada khalayak. Televisi dipercaya
sebagai instrumen atau agen yang mampu menjadikan masyarakat dan budaya
bersifat homogen (homogenizing agent).20
Menurut teori kultivasi, televisi menjadi media atau alat utama dimana
para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkunganya.
Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya
sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak penonton dengan
televisi, ia belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat
kebiasaannya.21
Teori kultivasi ini diawal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya
pada studi televisi dan audiens, khususnya memfokuskan pada tema-tema
kekerasan di televisi. Dengan kaca mata kultivasi, dapat dilihat adanya perbedaan
19
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2007, hal.166.
Morissan, Psikologi Komunikasi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010, hal. 252.
21
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2007, hal. 167.
20
antara pandangan orangtua dengan remaja tentang suatu permasalahan. Melalui
perbedaan kultivasi, orang tua ditampilkan secara negatif di televisi. Bahkan para
pecandu televisi (terutama kelompok muda) lebih mempunyai pandangan negatif
tentang orang tua daripada mereka yang bukan termasuk kelompok pecandu.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa
yang terjadi di televisi adalah dunia senyatanya. Para pecandu berat televisi akan
mengatakan bahwa sebab utama munculnya kekerasan adalah masalah sosial
(karena televisi yang dia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan
motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan).22
Teori kultivasi atau analisis kultivasi adalah teori yang memperkirakan dan
menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia
sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang.23 Teori
kultivasi tidak membahas efek dari satu tayangan televisi tertentu tetapi
mengemukakan gagasan mengenai budaya secara keseluruhan. Analisis kultivasi
memberikan perhatian pada totalitas dari pola komunikasi yang disajikan televisi
melalui berbagai tayangannya secara kumulatif dalam jangka panjang.24
Teori kultivasi mengajukan tiga asumsi dasar untuk menjelaskan gagasan
bahwa realitas diperantarai oleh televisi menyebabkan khalayak menciptakan
realitas sosial mereka sendiri yang berbeda dengan realitas sebenarnya. Ketiga
asumsi dasar teori kultivasi adalah sebagai berikut :
22
Ibid, hal.168
Morissan, Teori Komunikasi Massa, Bogor: PT. Ghalia Indonesia,2010, hal.106
24
Morissan, Psikologi Komunikasi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010, Hal.253.
23
1. Televisi adalah media yang sangat berbeda.
Asumsi pertama ini menekankan pada keunikan atau mungkin kekuatan
televisi dibandingkan dengan media lainnya. Televisi merupakan media yang
memiliki akses paling besar untuk menjangkau masyarakat, mulai dari yang
termuda hingga tertua. Televisi mampu menarik perhatian kelompokkelompok masyarakat yang berbeda, namun sekaligus mampu menunjukkan
kesamaannya. Namun televisi juga mampu mempersatukan perbedaan antar
kelompok, misalnya dalam pertandingan sepak bola dimana semua orang
bersatu mendukung tim kesebelasan sepak bola nasional. Karena akses dan
ketersediaanya kepada semua orang, televisi disebut sebagai ‘senjata budaya
yang penting’ (central cultural arm).
2. Televisi membentuk cara masyarakat berpikir dan berinteraksi.
Analisis kultivasi tidak membahas menegnai apa yang akan dilakukan
seseorang setelah ia menonton tayangan kekerasan di televisi, tetapi teori ini
mengemukakan gagasan bahwa menyaksikan tayangan kekerasan membuat
kita merasa takut, karena tayangan kekerasan di televisi mampu menanamkan
gambaran di dalam otak mengenai dunia yang jahat dan berbahaya. Gagasan
ini menyatakan bahwa jumlah kekerasan di televisi jauh lebih banyak
dibandingkan dengan realitas yang sebenarnya.
3. Pengaruh televisi bersifat terbatas.
Teori kultivasi tidak memandang televisi sebagai media yang memiliki
kekuatan besar (powerful), justru sebaliknya gagasan ini memiliki paradigm
yang memandang televisi sebagai media dengan pengaruh terbatas terhadap
individu dan budaya. Efek televisi terhadap budaya relatif kecil tetapi
pengaruh itu tetap ada dan signifikan. Teori kultivasi tidak membahas kasus
tayangan tertentu akan menghasilkan pengaruh yang bersifat kumulatif dan
luas dalam hal bagaimana kita memandang dunia kita.25
Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa merupakan agen
sosialisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa
yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan
kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai
sedikit pengaruh, tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan
atau pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.26
Dalam teori kultivasi ini, Gerbner juga membagi penonton televisi ke
dalam dua kelompok yaitu penonton ringan dan penonton berat. Penonton televisi
“kelompok ringan” (light users) adalah mereka yang menghabiskan waktunya
kurang dari dua jam menonton televisi sedangkan penonton “kelompok berat”
(heavy users atau disebut juga dengan television type) adalah mereka yang
menonton televisi minimal empat jam. Menurut Gerbner, kelompok ringan lebih
selektif dalam menonton televisi, mereka menghidupkan televisi hanya untuk
menonton tayangan yang mereka inginkan saja dan mematikan televisi jika acara
tersebut sudak selesai. Sedangkan kelompok berat, mereka menonton televisi
semata-mata untuk menonton saja.27
25
Ibid, hal.254-255
Nurudin, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2007, hal.169-170
27
Morissan, Psikologi Komunikasi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, hal.257
26
2.3.4.2. Proses kultivasi
Proses kultivasi terjadi dalam dua cara yang terdiri atas :
1. Mainstreaming
Menurut bahasa, salah satu pengertian popular mainstream adalah
“arus utama” sedangkan mainstreaming adalah proses mengikuti arus
utama yang terjadi ketika berbagai simbol, informasi dan ide yang
ditayangkan televisi mendominasi atau mengalahkan simbol, informasi
dan ide yang berasal dari sumber lain. Mainstreaming dapat didefinisikan
sebagai kecenderungan bagi penonton kelompok berat untuk menerima
suatu realitas yang digambarkan media tidak sama dengan yang
sebenarnya.
Proses ikut arus menjelaskan bahwa televisi mampu membuat
audiennya menjadi homogen sedemikian rupa sehingga mereka yang
menjadi anggota penonton kelompok berat akan memiliki orientasi,
perspektif dan makna yang sama satu sama lain.
2. Resonansi
Cara kedua bagaimana kultivasi bekerja adalah melalui resonansi
(resonance) yang terjadi ketika apa yang disajikan oleh televisi sama
dengan realitas aktual sehari-hari yang dihadapi penonton. Dengan kata
lain, realitas eksternal objektif masyarakat bergema atau bergaung di
televisi. Realitas sosial yang ditanamkan ke dalam pikiran penonton boleh
jadi sama atau sesuai dengan realitas objektif mereka. Namun efek yang
ditimbulkan adalah terjadinya penghalangan atau hambatan untuk
terbentuknya realitas sosial yang lebih optimis atau positif. Realitas yang
ditayangkan televisi menghilangkan harapan bahwa mereka dapat
mewujudkan situasi yang lebih baik.28
28
Morissan, hal. 259-260
Download